Anda di halaman 1dari 14

Analisis Manajemen Rantai Pasok Lobster (Studi Kasus di Kabupaten Simeulue, Aceh) .................

(Riesti Triyanti dan Risna Yusuf)

ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK LOBSTER


(Studi Kasus di Kabupaten Simeulue, Aceh)
Analysis of Lobster Supply Chain Management
(Case Study in Simeulue District, Aceh)
*
Riesti Triyanti dan Risna Yusuf
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Gedung Balitbang KP I Lt. 4
Jalan Pasir Putih Nomor 1 Ancol Timur, Jakarta Utara
Telp: (021) 64711583 Fax: 64700924
*
email: riesti_ok@yahoo.com
Diterima 3 Oktober 2015 - Disetujui 20 November 2015

ABSTRAK
Kabupaten Simeulue sebagai daerah kepulauan memiliki potensi perikanan yang cukup
besar namun pemanfaatannya masih tergolong rendah. Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB
Kabupaten Simeulue hanya mencapai 2,20 persen selama tujuh tahun terakhir meskipun dari sisi nilai
laju pertumbuhan naik secara signifikan (19,12 %). Penelitian ini bertujuan untuk memetakan rantai pasok
lobster di Kabupaten Simeulue yang meliputi interaksi sosial ekonomi dan kontribusi antar pelaku usaha
yang terlibat. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terhadap pelaku usaha yang terlibat serta
Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPMKHP) Wilayah Kerja
Simeulue. Data hasil wawancara dilengkapi hasil observasi dan dokumentasi, selanjutnya diolah dan
disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rantai pasok lobster terdiri dari nelayan/
pembudidaya (100%) → supplier (100%) → eksportir (90%) dan konsumen lokal (10%) → konsumen
luar negeri (100%) serta terdiri dari tujuh pemetaan dalam manajemen rantai pasok. Permasalahan yang
terjadi adalah makin menurunnya volume lobster yang di pasok, adanya monopoli harga oleh eksportir,
aksesilibitas pasar yang terbatas pada produsen, penerapan teknologi (penyimpanan dan pengiriman)
hanya pada eksportir, dan belum adanya kelembagaan keuangan formal yang menjamin harga lobster
lebih tinggi. Manajemen rantai pasok lobster dapat menjadi bahan kebijakan untuk pemerintah daerah
Kabupaten Simeulue dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan maupun pembudidaya
lobster.

Kata Kunci: manajemen rantai pasok, lobster, Simeulue

ABSTRACT
Simeulue islands have a large fisheries potential, but its use is still relatively low. Contribution
of the fisheries sector to Simeulue’s GDP only reached 2.20 per cent over the last seven years despite
of the value of the growth rate increased significantly (19.12%). The aim of this studi is to map lobster
supply chain in Simeulue Island which includes economic and social interaction among business actors
involved. Data collected through interviews with businesses and Agency for fish quarantine, quality
control and safety of fish product work area in Simeulue District. Interviewed data are compounded
by the results of observation and documentation. Data were processed and presented descriptively.
Results of the study showed that the supply chain lobster consists of: fishers/farmers (100%) → supplier
(100%) → exporters (90%) and local consumers (10%) → consumers abroad (100%) and consists of
seven mapping in management supply chain. The problem that occurs is decreasing of volume supplied
lobster, pricing monopoly by exporters, limited market accessibility by producer, application of technology
(storage and delivery) only on exporters, and financial institution that guarantees higher lobster prices
are not available. Lobster supply chain management can be a policy concern for the local government
district of Simeulue in increasing the income and prosperity lobster fishers and farmers.

Keywords: supply chain management, lobster, Simeulue

203
J. Sosek KP Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 203-216

PENDAHULUAN (Balai Benih Ikan Pantai) yang berlokasi di Desa


Busung Kecamatan Simeulue Timur. Namun
Kabupaten Simeulue merupakan salah satu hingga sekarang pemanfaatanya belum dilakukan
dari lima kawasan golden ring yang dikembangkan secara maksimal. Informasi dan akses pasar
sebagai Pusat Pengembangan Kawasan Kelautan untuk komoditas budidaya laut khususnya lobster
dan Perikanan terintegerasi (PK2PT). Kabupaten masih dikuasai oleh pedagang pengumpul besar
Simeulue dengan ibukotanya Sinabang terletak di (supplier) sedangkan produsen menggantungkan
sebelah Barat Daya Provinsi Aceh, berjarak 105 harga lobster pada pelaku usaha tersebut. Selain
mil laut dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, itu konsep supply chain management juga penting
atau 85 Mil Laut dari Tapak Tuan, Kabupaten Aceh dalam melihat logistik sejak dari produsen sampai
Selatan. Potensi perikanan di Kabupaten Simeulue ke pasar (Probowati, 2011). Risiko usaha budidaya
merupakan salah satu sektor unggulan yang lobster menurut Hidaya dan Baihaqi (2014) antara
meliputi perikanan tangkap, perikanan budidaya, lain benih lobster yang mati, material yang terlambat
kelautan pesisir dan pulau-pulau kecil serta datang dan tingkat kerumitan penanganan pasca
pemasaran dan pengolahan hasil perikanan, namun panen juga menjadi dasar untuk melakukan
sayangnya pemanfaatan dan pengelolaannya manajemen rantai pasok. Berdasarkan latar
belum optimal dilaksanakan. Potensi budidaya laut belakang diatas maka tujuan penelitian ini adalah
(marine culture) yang cukup besar tercermin oleh untuk memetakan rantai pasok lobster di Kabupaten
adanya tiga buah teluk besar seluas 1,575,6 Ha Simeulue yang meliputi interaksi sosial ekonomi dan
yang sangat potensial bagi usaha budidaya ikan di kontribusi antar pelaku usaha yang terlibat serta
keramba jaring apung (KJA) / Inponding Net dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada pada
komoditas kerapu, lobster, teripang maupun usaha rantai pasok lobster di Kabupaten Simeulue. Hasil
budidaya lainnya seperti mutiara, rumput laut dan penelitian ini diharapkan menjadi bahan kebijakan
kekerangan lainnya. untuk pemerintah daerah Kabupaten Simeulue
khususnya dalam peningkatan pendapatan dan
Data statistik memperlihatkan bahwa produksi
kesejahteraan nelayan maupun pembudidaya
hasil perikanan budidaya di Kabupaten Simeulue
lobster.
untuk tujuh tahun terakhir mengalami peningkatan
sebesar 6,26 % yaitu dari 11,51 ton pada tahun
2008 menjadi 12,23 ton pada tahun 2014. Hasil METODOLOGI
produksi perikanan budidaya berasal dari budidaya
laut, budidaya air payau (tambak), dan budidaya Kerangka Teoritis
air tawar. Sedangkan jumlah distribusi komoditi Pengelolaan rantai pasok dalam agribisnis
perikanan keluar daerah meningkat dari 66,49 dan agroindustri didefiniskan sebagai hubungan
ton pada tahun 2008 pada tahun 2014 mencapai kerjasama antara produsen di lahan, pengolah
270,65 ton. Distribusi hasil perikanan ke luar serta wholesale (pasar induk) atau pedagang
daerah terdiri dari komoditas kerapu segar, kerapu ritel dalam memberikan jaminan serta untuk
hidup, lobster hidup, lobster mati, teripang kering meminimalkan biaya produksi (Brown, 2003).
dan ikan lainnya (Dinas Kelautan dan Perikanan Namun demikian, sampai saat ini belum banyak
Kabupaten Simeulue, 2014). Hal ini menunjukkan lembaga yang melakukan intervensi menyeluruh
bahwa perikanan budidaya yang ada di pada semua rantai pasok. Kebanyakan lembaga
Kabupaten Simeulue terfokus pada budidaya laut memulai dengan intervensi yang menitiberatkan
(marikultur). peningkatan produksi, perbaikan kualitas produksi
Produksi perikanan budidaya laut ini masih dan peningkatan nilai tambah secara ekonomi
sangat kecil jauh dari optimal karena faktor dengan pasca panen dan pemasaran. Sejauh yang
terbatasnya kemampuan masyarakat dalam diketahui, belum banyak hal menggembirakan dari
pengadaan sarana KJA beserta input produksinya, semua usaha-usaha tersebut. Perbaikan dalam
disamping masih terbatasnya SDM dibidang praktek budidaya dan peningkatan kualitas tidak
perikanan sehingga usaha yang dilakukan masih diikuti dengan peningkatan akses terhadap pasar
bercirikan dengan ”4S” yaitu: Single Capital, untuk mendapatkan harga dan margin keuntungan
Single Teknologi, Single Management dan Single yang lebih baik. Pemasaran melalui pedagang besar
Market. Untuk mendukung pemanfaatan potensi mengalami pasang surut dari segi keberlanjutan
budidaya laut (Marine Culture) di Kabupaten bisnis dan kebanyakan belum mandiri secara
Simeulue pada tahun 2003 telah dibangun BBIP finansial.

204
Analisis Manajemen Rantai Pasok Lobster (Studi Kasus di Kabupaten Simeulue, Aceh) ................. (Riesti Triyanti dan Risna Yusuf)

Ada empat komponen besar yang perlu Barat, Teluk Dalam dan Simeulue Timur. Ketiga
dibina dalam mengelola rantai pasok, yaitu : (1) kecamatan ini merupakan pusat aktivitas perikanan
Produksi untuk menangani pembelian, manajemen budidaya laut yang memiliki jumlah RTP perikanan
operasi dan operasi pergudangan. Pihak-pihak budidaya tertinggi pada tahun 2014 sebesar 33
yang terlibat adalah produsen komoditas sebagai RTP (Simelulue Barat), 197 RTP (Teluk Dalam)
bahan baku atau produk pangan bagi konsumen; dan 220 RTP (Simeulue Timur). Pada tiga
(2) Perdagangan untuk menangani pembelian, kecamatan ini terdapat tiga teluk yang memiliki
pencarian pemasok andalan dan distribusi bahan potensi budidaya lobster yang cukup tinggi yaitu
pangan. Pihak-pihak yang terlibat adalah pedagang teluk Sibigo, teluk Dalam dan teluk Sinabang.
ritel, pedagang pasar induk, serta distributor; (3) Selain itu secara etnografi dan demografi
Kelembagaan jasa untuk menangani pembelian, ketiga teluk ini dihuni oleh pelaku usaha lobster
operasi dan manajemen sistem rantai pasok. (produsen dan pedagang) dengan latar belakang
Pihak-pihak yang terlibat adalah beragam institusi etnis yang dianggap mewakili etnis yang ada
jasa termasuk bank, lembaga pembiayaan, rumah di Kepulauan Simeulue yaitu penduduk asli
sakit, lembaga pendidikan, lembaga penyedia jasa etnis Simelulue dan pendatang dari etnis Jawa,
asuransi dll; dan (4) Transportasi untuk menangani Buton, dan Riau. Adapun peta administrasi
manajemen sistem pasok dan manajemen lalu lintas. Kabupaten Simelule sebagaimana pada
Pihak-pihak yang terlibat adalah perusahaan jasa Gambar 1.
angkutan darat, laut maupun udara yang memiliki
kompetensi dan pengalaman terkait. Supply chain Data dan Sumber Data
risk management merupakan analisis untuk melihat
Jenis data yang digunakan adalah data
proses secara sistematir untuk idenifikasi, analisa,
sekunder dan primer. Data sekunder, yaitu data
dan berurusan dengan risiko pada rantai pasok
volume pengiriman lobster ke luar Kabupaten
(Waters, 2007). Simeulue tahun 2012-2015, kabupaten dan
kecamatan dalam (BPS), dan data sekunder
Waktu dan Tempat Penelitian
berupa buku, dokumen, laporan, artikel, jurnal
Penelitian ini dilakukan pada Bulan yang terkait dengan manajemen rantai pasok
Agustus 2015 di Kabupaten Simeulue pada 3 yang diperoleh melalui instansi dan lembaga terkait
(tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Simeulue serta melalui studi literatur. Data primer diperoleh

Keterangan/Remarks
Batas Administrasi/Administrative Boundaries
Ibukota Kabupaten/The District Capital
Ibukota Kecamatan/Sub-District Capital
Desa/Village
Batas Kabupaten/District Boundaries
Batas Kecamatan/Sub-District Boundaries
Perairan/Waters
Garis Pantai/Coastline
Sungai/River
Danau/Lake

Jaringan Perhubungan/Network Communications


Jalan Kolektor/Collector Road
Jalan Lokal/Local Road
Jalan Lingkungan/The Neighborhood Street
Jalan setapak/Footpath
Kecamatan/Sub-Distrcit
Kecamatan Alafan/Sub-District Alafan
Kecamatan Salang/Sub-District Salang
Kecamatan Simeulue Barat/Sub-District Simeulue Barat
Kecamatan Simeulue Cut/Sub-District Simeulue Cut
Kecamatan Simeulue Tengah/Sub-District Simeulue Tengah
Kecamatan Simeulue Timur/Sub-District Simeulue Timur
Kecamatan Teluk Dalam/Sub-District Teluk Dalam
Kecamatan Teupah Barat/Sub-District Teupah Barat
Kecamatan Teupah Selatan/Sub-District Teupah Selatan
Kecamatan Teupah Tengah/Sub-District Teupah Tengah

Sumber:Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Simeulue, 2014/


Source:Department of Marine and Fisheries Simeulue, 2014
Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Simeulue
Figure 1. Simeulue District Administration Map

205
J. Sosek KP Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 203-216

melalui wawancara dengan responden dengan dan informasi yang diharapkan dapat menjembatani
menggunakan kuesioner dan observasi langsung permintaan konsumen dan hubungan antara pelaku
di beberapa kecamatan di Kabupaten Simeulue, di dalam sistem pemasaran. Hubungan rantai pasok
antara lain: aktor yang terlibat dalam pemasaran diharapkan tercipta secara alamiah dan hasilnya
lobster, volume produksi lobster di tiap-tiap aktor bermanfaat bagi pembeli dan penjual. Dengan
yang terlibat, harga lobster di tingkat tiap aktor, demikian, aspek-aspek sosial seperti kepercayaan
tujuan pemasaran, dan jaringan sosial antar aktor. (trust), transfer informasi, dan kemampuan belajar
akan mempengaruhi kinerja, pengembangan dan
Metode Pengumpulan Data keberhasilan rantai nilai (Champion dan Fearne,
2001). Manajemen rantai pasok yang dilakukan
Penelitian studi kasus ini menggunakan
antara lain : pemetaan pelaku, pemetaan proses,
pendekatan kualitatif yang menekankan pada
pemetaan alur produk, pemetaan pengetahuan
analisis diskriptif eksploratif. Pendekatan ini
dan alur informasi, serta pemetaan volume produk,
merupakan bagian dari triangulasi baik dalam hal
jumlah pelaku dan lapangan kerja, selanjutnya hasil
sumber teori, teknik pengumpulan data, sumber
penelitian disajikan secara deskriptif.
data dan analisis. Pengumpulan data dilakukan
melalui teknik wawancara mendalam dengan
para narasumber. Ada beberapa narasumber HASIL DAN PEMBAHASAN
yang diwawancarai diantaranya para nelayan,
MANAJEMEN RANTAI PASOK LOBSTER
pembudidaya, pedagang pengumpul besar
(supplier), dan pemerintah Dinas Kelautan dan Kegiatan pengelolaan kegiatan-kegiatan
Perikanan Kabupaten Simelulue yang menjadi dalam rangka memperoleh bahan mentah menjadi
sampel dalam penelitian ini. Pertanyaan- barang dalam proses atau barang setengah jadi
pertanyaan dalam wawancara ini bersifat terbuka dan barang jadi kemudian mengirimkan produk
sehingga lebih fleksibel dan membuka ruang bagi tersebut ke konsumen melalui sistem distribusi
tema-tema atau isu-isu baru yang muncul dalam disebut sebagai manajemen rantai pasok (Indrajit
proses wawancara yang menarik untuk ditelusuri dan Djokopranoto, 2002). Sistem rantai pasok
lebih jauh. marikultur yang ada di Kabupaten Simeulue terdiri
dari dua sistem rantai pasok yaitu sistem rantai pasok
Penentuan lokasi penelitian menggunakan
untuk komoditas ikan kerapu dan lobster. Kedua
metode purposive sampling. Penentuan
komoditas ini merupakan komoditas unggulan di
narasumber untuk pembudidaya dan nelayan
Kabupaten Simeulue. Dari berbagai jenis ikan yang
menggunakan metode simple random sampling,
ada di perairan Simeulue, berbagai jenis lobster
sedangkan narasumber pedagang menggunakan
merupakan komoditi yang secara rutin diekspor ke
metode snowball sampling. Teknik pengambilan
berbagai negara. Selain lobster, berbagai jenis ikan
informan secara snowball sampling tergantung
kerapu (kerapu macan, krapu lumpur, dan kerapu
pada key-informan dan akan berhenti jika data
sunu/janang) juga merupakan komoditi ekspor
yang didapatkan sudah jenuh atau sudah tidak ada
andalan dari Kabupaten Simeulue. Lobster dan
data yang dianggap baru lagi. Jumlah narasumber
kerapu untuk ekspor pada umumnya dijual sebagai
untuk pembudidaya dan nelayan sebanyak 4 orang,
ikan hidup. Pengelompokan komoditas unggulan
pedagang pengumpul besar sebanyak 2 orang,
perikanan budidaya laut didasarkan kepada harga
dan eksportir sebanyak 1 orang. Jumlah ini sudah
(mahal, sedang murah), orientasi pemasaran
mewakili ketersediaan pelaku usaha dalam rantai
(pasar ekspor, antar pulau atau lokal/domestik),
pasok lobster yang ada di Kabupaten Simeulue.
tujuan produksi (ikan konsumsi, ikan hias,
benih), asal ikan (endemik, eksotik), kapasitas
Metode Analisis Data
produksi, potensi pengembangan budidaya
Penelitian ini menggunakan teori manajemen laut, tingkat permintaan dan sistem tata niaga yang
rantai pasok/supply chain management. ada.
Manajemen rantai pasok secara teoritik dapat
dinyatakan sebagai pendekatan filosofi secara Pemetaan rantai pasok komoditas lobster
mendasar untuk penciptaan manajemen rantai di Kabupaten Simeulue dilakukan melalui tujuh
nilai (value chain management) dalam membangun tahap yaitu pemetaan pelaku, pemetaan proses
nilai yang difokuskan pada permintaan konsumen. (penyediaan input produksi, budidaya dan
Inti dari manajemen rantai pasok adalah aliran produk pengepulan, pengiriman, serta pemasaran),
pemetaan alur produk, pemetaan pengetahuan

206
Analisis Manajemen Rantai Pasok Lobster (Studi Kasus di Kabupaten Simeulue, Aceh) ................. (Riesti Triyanti dan Risna Yusuf)

dan alur informasi, pemetaan volume produk, 2. Pemetaan Proses


jumlah pelaku dan lapangan kerja, pemetaan
Empat tahapan proses rantai pasok yaitu
hubungan dan keterkaitan antar pelaku dan
penyediaan input, budidaya, dan pengumpulan
pemataan tata kelola. Dalam pemetaan rantai
dilakukan oleh para pembudidaya dan pedagang,
pasok merupakan serangkaian kegiatan dalam
sedangkan tahapan pengiriman dan pemasaran
rangka memperoleh bahan mentah, dilanjutkan
dilakukan dari Sinabang ke Aceh, Medan dan
dengan kegiatan transformasi sehingga menjadi
Jakarta dan negara tujuan (Asia dan Uni Eropa).
produk dalam proses kemudian menjadi bahan jadi
Penyediaan input (benih dan pakan) dilakukan oleh
yang selanjutnya diteruskan ke konsumen akhir
nelayan sedangkan pemeliharaan di lakukan oleh
(Parwati dan Andrianto, 2009). Tahapan pemetaan
pembudidaya. Budidaya lobster dilakukan di jaring
rantai pasok diuraikan sebagai berikut:
apung dan bak semen oleh beberapa masyarakat
1. Pemetaan Pelaku di Kabupaten Simelue baik berkelompok maupun
sendiri. Kegiatan budidaya yang berkelompok ini
Pelaku yang terlibat dalam sistem rantai pasok umumnya merupakan bantuan dari Dinas Kelautan
lobster terdiri dari pembudidaya, pedagang besar dan Perikanan, DJPB-Kementerian Kelautan
dan eksportir. Pembudidaya dan pedagang besar dan Perikanan, instansi, Badan Rehabilitasi dan
merupakan masyarakat lokal maupun pendatang Rekonstruksi (BRR), Asian Development Bank
yang tinggal dan menetap di Kabupaten Simeulue, (ADB) dan lain-lain yang memiliki kepedulian
sedangkan eksportir umumnya orang yang tinggal terhadap pembangunan masyarakat Simeulue.
di luar Kabupaten Simeulue yang berasal dari Keramba jaring apung dengan sistem kelompok
Aceh, Medan, dan Jakarta. Karakteristik sosial umumny a dikelola oleh 5 – 20 orang dengan
ekonomi pelaku usaha dalam sistem rantai pasok jumlah jaring 8 kantong, 1 rumah jaga dan 1
lobster disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Sosial Ekonomi Pelaku Usaha Lobster di Kabupaten Simeulue Tahun 2015.
Table 1. Socio-economics Characteristic Lobster Businessman in Simeulue District Year 2015.
Pelaku Usaha/
No. Karakteristik/Characteristic
Businessman
1. Pembudidaya/Fish Farmer • Masyarakat lokal yang bermukim di Kabupaten Simeulue/
Local communities settled in the Simeulue District
• Pengalaman usaha rata-rata 5 tahun/Average experience
about 5 years
• Usia rata-rata 36 tahun/ Average age about 36 years old
• Jumlah tanggungan keluarga rata-rata 5 orang/ Average
number of family about 5 persons
• Tingkat pendidikan menengah (SMP)/ Level of education is
junior high school
• Pekerjaan utama nelayan dan pedagang, usaha budidaya
adalah pekerjaan sampingan/The main job are fisher and
trader, fish farming is secondary job
2. Pedagang Pengumpul • Masyarakat lokal yang bermukim di Kabupaten Simeulue/
Besar/Middleman Local communities settled in the Simeulue District
• Pengalaman usaha rata-rata 8 tahun/ Average experience
about 8 years
• Usia rata-rata 32 tahun/ Average age about 32 years old
• Jumlah tanggungan keluarga rata-rata 5 orang/ Average
number of family about 5 persons
• Tingkat pendidikan menengah (SMA)/ Level of education is
senior high school
• Pekerjaan utama nelayan/ The main job is fisher
3. Eksportir/Exportir • Masyarakat di luar Kabupaten Simeulue (Aceh, Medan dan
Jakarta)/People outside Simeulue District
• Akses pasar luar negeri tinggi (Asia dan Uni Eropa)/
High market acces to foreign
Sumber: Data primer, 2015/ Source Primary data processed, 2015

207
J. Sosek KP Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 203-216

unit bagan untuk menangkap ikan rucah. Untuk Sedangkan pada musim siklus paling sedikit
budidaya di bak semen umumnya dimiliki oleh penangkapan lobsters pada bulan, Mei Juni, Juli
perorangan. Kegiatan budidaya ikan berpusat di dan Agustus. Jumlah nelayan yang memasok ke
Teluk Dalam dan Teluk Sinabang. Rata-rata jumlah supplier rata-rata sebanyak 10-15 orang dengan
petakan sebanyak 6 petak. Untuk usaha budidaya jumlah lobster sebesar 7 kg/hari. Jenis lobster yang
lobster ini, benih berasal dari tangkapan nelayan dikumpulkan oleh supplier beraneka macam, antara
(benih dari alam). Rata-rata kebutuhan benih lain: lobster batu, lobster bambu, lobster kipas,
sebanyak 200 - 280 ekor per petak dengan harga lobster pasir. Harga lobster tergantung pada kurs
per kilogram tergantung jenis lobster (1 kg berisi dolar dan jenis lobster. Jenis lobster yang dominan
7-8 ekor) dengan berat 0.15 s.d 0.24 ons (15-24 di Kabupaten Simeulue adalah lobster batu. Biaya
gr) per ekor. Umumnya pembudidaya memelihara pengiriman (BBM) yang diperlukan supplier untuk
lebih dar satu jenis lobster. Rincian harga benih mengirim ke eksportir sebanyak 6 ltr (harga per liter
lobster dari nelayan seperti pada Tabel 2. sebesar Rp 9.000). Harga lobster ditingkat supplier
disajikan pada Tabel 3.
Budidaya lobster dilakukan selama 6 bulan
untuk menaikkan berat 100 gram per ekor. Pakan Setelah dikumpulkan oleh pedagang besar
yang diperlukan adalah ikan rucah dari nelayan (supplier) selanjutnya dijual ke eksportir. Eksportir
basima (bagan siang malam). Kebutuhan pakan bukan merupakan penduduk lokal, namun
rata-rata sebanyak 5 kg per hari dengan harga mempunyai usaha penampungan di Kabupaten
Rp 5.000/ kg. Kenaikan harga pakan pada saat Simeulue. Rata-rata tenaga kerja eksportir
badai (musim barat) mencapai 100%, sehingga sebanyak 10 orang dengan gaji yang berbeda-
menyebabkan kesulitan pakan. Musim paceklik beda tergantung kepercayaan, lama bekerja dan
ikan rucah terjadi sebanyak dua bulan dalam satu jenis bagian pekerjaan sebesar Rp 1.200.000 s.d
tahun. Penerimaan pembudidaya untuk satu siklus 2.000.000,-/bulan. Lobster yang dikumpulkan oleh
budidaya lobster rata-rata sebanyak 64 kg dengan eksportir rata-rata sebanyak 30 kg/hari dengan jenis
harga Rp 350.000/kg untuk jenis lobster batu. beraneka macam. Pengiriman lobster oleh eksportir
ke Jakarta, Medan dan Nagan Raya selanjutnya
Pengumpulan lobster dilakukan oleh dikirim ke Taiwan, Hongkong, Shanghai, Tiongkok,
pedagang besar/supplier. Pasokan lobster diperoleh dan Singapura, sedangkan untuk pasar dalam
dari pembudidaya dan nelayan yang berada di negeri dikirim ke Bandung, Semarang, Surabaya,
sekitar Kecamatan Teluk Dalam, Alafan, Simeulue Solo, Palembang, Batam, Lampung dan kabupaten-
Cut, Simeulue Tengah, Teupah Barat, Teupah kabupaten yang ada di Propinsi NAD. Transportasi
Tengah, Simeulue Barat dan Salang. Pembudidaya pengiriman lobster dari nelayan/pembudidaya ke
yang memasok lobster tidak sebanyak nelayan. supplier dilakukan lewat jalur laut menggunakan
Karena karakteristik lobster yang tidak bisa perahu-perahu motor, sedangkan pengiriman dari
dikembangbiakan atau dibudidayakan, tapi hanya supplier ke eksportir menggunakan motor (jalur
bisa dibesarkan, dilokasi-lokasi tempat dilepasnya darat) dan pengiriman ke Medan/Jakarta/Aceh
lobster yang bertelur tersebut. Siklus penangkapan dilakukan lewat jalur udara menggunakan pesawat
lobster oleh nelayan atau penggarap, tergantung Susi Air dengan intensitas pengiriman tiga kali
pada musim-musim tertentu, seperti bulan seminggu. Lobster Indonesia menjadi raja ditingkat
November, Desember, Januari dan Februari.

Tabel 2. Harga Benih Loster Berdasarkan Jenis di Kabupaten Simeulue Tahun 2015.
Table 2. Lobster Seed Price by Type in Simeulue District Year 2015.

No. Jenis Lobster/Lobster Type Harga (per kg)/Price (per Kg)

1. Lobster Batu/Rock Lobster 300,000


2. Lobster Bambu/Bamboo Lobster 300,000 – 400,000
3. Lobster Pasir/Sand Lobster 300,000 – 400,000
4. Lobster Mutiara/Pearl Lobster 650,000
5. Lobster Kipas/Fan Lobster 90,000
6. Lobster Batik/Batik Lobster 300,000 – 400,000
7. Lobster Lumut/Moss Lobster 300,000 – 400,000
Sumber: Data primer, 2015/ Source Primary data processed, 2015

208
Analisis Manajemen Rantai Pasok Lobster (Studi Kasus di Kabupaten Simeulue, Aceh) ................. (Riesti Triyanti dan Risna Yusuf)

Tabel 3. Harga Jual Lobster di Tingkat Nelayan, Supplier dan Eskportir Berdasarkan Jenis Lobster
Tahun 2015.
Table 3. Selling Price Lobster in Fisher, Supplier and Exporter Level By Type Year 2015.
Harga di Tingkat
Harga di Tingkat Harga di Tingkat Harga di Tingkat
Luar Negeri (Rp/
Jenis Lobster/ Nelayan (Rp/Kg)/ Supplier (Rp/Kg)/ Eksportir (Rp/Kg)/
Kg)/Price in
Lobster Type Price in Fisher Level Price in Supplier Price in Exportir
Foreign Level
(IDR/Kg) Level (IDR/Kg) (IDR/Kg)
(IDR/Kg)
Lobster Batu/ 220.000 260.000 350.000 750.000
Rock Lobster
Lobster Bambu/ 290.000 (ukuran > 250 320.000 (ukuran > 250 450.000 850.000
Bamboo Lobster gr)/(size > 250 gr) gr)/ size > 250 gr)
80.000 (ukuran < 250 100.000 (ukuran < 250
gr)/ (size < 250 gr) gr)/ size < 250 gr)
Lobster Kipas/ 200.000 (ukuran > 210 250.000 300.000 700.000
Fan Lobster gr)/ (size > 210 gr)
Lobster Pasir/ 290.000 320.000 400.000 800.000
Sand Lobster
Lobster Mutiara/ n/a (jarang diperoleh)/ n/a (jarang diperoleh)/ 800.000 1.200.000
Pearl Lobster (rarely obtained) (rarely obtained)
Lobster Mati/ n/a 120.000 120.000 n/a
Dead Lobster
Sumber: Data primer, 2015/ Source Primary data processed, 2015

konsumen luar negeri karena lebih bagus nilai nelayan, pedagang pengumpul besar/supplier, dan
rasanya (kualitasnya), dibandingkan lobster asal eksportir kemudian dikirim ke pasar luar negeri.
Negara Afrika, India dan Australia yang merupakan Sedangkan dari hilir ke hulu dipengaruhi oleh
pengekspor lobster dunia. Harga rata-rata lobster akses keuangan, informasi pasar dan teknologi
ditingkat eksportir disajikan pada Tabel 3. pemasaran. Alur produk dari hulu ke hilir dan
sebaliknya seperti pada Gambar 2. Pada sistem
Resiko usaha perdagangan lobster adalah rantai pasok komoditas lobster untuk keperluan
pada saat pengiriman. Jika supplier membeli lobster ekspor dan domestik terdiri dari dua aktor yang
dari nelayan dalam keadaan hidup kemudian mati terlibat yaitu produsen (pembudidaya/nelayan) dan
pada saat perjalanan pengiriman maka kerugian pedagang (pedagang pengumpul dan eksportir).
ditanggung oleh supplier sedangkan jika eksportir Pasokan lobster seluruhnya (100%) berasal dari
membeli dari supplier dalam keadaan hidup pembudidaya dan nelayan yang ada di Simeulue
kemudian mati di keramba jaring apung (KJA) kemudian dijual seluruhnya (100%) kepada
maka kerugian ditanggung oleh eksportir. Rata-rata pedagang pengumpul besar (supplier) selanjutnya
kerugian mencapai 40% dari keuntungan. pasokan dibagi menjadi 90% untuk ke eksportir
yang ada di Jakarta, Medan dan Nagan Raya
3. Pemetaan Alur Produk
dan 10% dijual ke konsumen lokal dan wisatawan
Sepanjang tahap pertama proses rantai yang berkunjung di pulau ini. Sedangkan untuk
pasok, produk yang dihasilkan masih berupa keperluan pengiriman ke luar Pulau Simeulue,
bahan mentah (lobster hidup dan mati) yang tidak dikirim ke luar negeri (Amerika, China, Jepang,
mengalami pengolahan dengan sentuhan teknologi. Australia) sebanyak 98% dan dijual ke konsumen
Produk yang dihasilkan pasca budidaya lobster kota (Jakarta, Medan) sebanyak 2%.
adalah lobster utuh yang masih lengkap bagian
tubuhnya. Hal ini bukan disebabkan oleh ketiadaan 4. Pemetaan Pengetahuan dan Alur Informasi
teknologi pengolahan, tetapi lebih disebabkan Hal-hal yang tak kasat mata yang terkait
oleh permintaan pasar dan pola hubungan antara dengan rantai pasok, seperti informasi dan
para pelaku usaha (nelayan dan pedagang besar) pengetahuan, pada umumnya lebih sulit ditangkap
karena adanya ikatan antara pelaku usaha tersebut. dalam suatu peta visual namun memiliki peran
Alur pasokan lobster dari hulu ke hilir dimulai dari yang sangat penting dalam menentukan kualitas
nelayan (pemasok input produksi), pembudidaya/ produk dan posisi tawar-menawar produsen. Kajian

209
J. Sosek KP Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 203-216

HULU KE HILIR : Pasokan lobster dan jasa pengiriman lobster/


UPSTREAM TO DOWN STREAM : Lobster supply and service delivery

HILIR KE HULU : Akses keuangan, informasi, teknologi, pasar/


DOWNSTREAM TO UPSTREAM: Financial access, information, technology, market

A. Sistem Rantai Pasok Komoditas Lobster (Ekspor)/A. Supply Chain System of Lobster Commodity (Export)

HULU KE HILIR : Pasokan lobster dan jasa pengiriman lobster/


UPSTREAM TO DOWN STREAM : Lobster supply and service delivery

HILIR KE HULU : Akses keuangan, informasi, teknologi, pasar/


DOWNSTREAM TO UPSTREAM: Financial access, information, technology, market

B. Sistem Rantai Pasok Komoditas Lobster (Pasar Lokal)/ B. Supply Chain System of Lobster Commodity (Local Market)

Gambar 2. Sistem Rantai Pasok Komoditas Lobster di Kabupaten Simeulue/


Figure 2. Supply Chain System of Lobster Commodity in Simeulue District

ini menemukan bahwa ternyata informasi berharga memenuhi importir. “Kebutuhan mendesak” adalah
yang mempengaruhi produksi dan kualitas variabel yang paling penting yang mempengaruhi
produksi tidak dimiliki oleh semua pelaku usaha keputusan importir untuk membeli. Sementara
sepanjang rantai pasok. Informasi harga lobster itu importir dan eksportir harus sepakat bahwa
ditentukan sepihak oleh eksportir dengan alasan memberikan kualitas yang konsisten adalah hal
mengikuti kurs dolar dan harga pasar luar negeri. yang paling penting serta harga kompetitif eksportir
Untuk selanjutnya supplier juga menentukan harga jauh lebih tinggi daripada importir, sehingga terjamin
secara sepihak kepada nelayan. Informasi harga keberlanjutan usaha pengiriman lobster ini.
disebarkan melalui ‘sms’ untuk memudahkan update
harga, hal ini menggambarkan bahwa pengetahuan 5. Pemetaan Volume Produk, Jumlah Pelaku
pedagang sudah tergolong tinggi berdasarkan dan Lapangan Kerja
rata-rata tingkat pendidikan menengah.
Informasi yang berhubungan dengan volume
Batt dan Marooka (2003) mengungkapkan produksi jauh lebih sulit diperoleh dari pada informasi
bahwa pengiriman lobster khususnya lobster batu ke yang terkait dengan pelaku dan ketersediaan
luar negeri (Australia Barat dan Jepang) tergantung lapangan kerja. Informasi volume produk sangat
pada kualitas yang konsisten, kesediaan untuk bermanfaat dalam memperkirakan permintaan
memberikan informasi pasar dan kesediaan untuk pasar, harga, potensi produk yang masih dapat

210
Analisis Manajemen Rantai Pasok Lobster (Studi Kasus di Kabupaten Simeulue, Aceh) ................. (Riesti Triyanti dan Risna Yusuf)

digali dan nilai produk yang seharusnya dapat sejumlah tempat usaha penampungan hasil lobters
dimaksimalkan. Informasi produk juga memberi di Kabupaten Simeulue. Namun Kementerian
indikasi informasi jumlah pelaku dan jumlah Kelautan dan Perikanan juga menindak tegas
lapangan kerja yang terserap. pedagang yang menjual lobster bertelur dengan
hukuman penjara minimal tiga tahun ditambah
Berdasarkan data dari Karantina Ikan denda Rp 150.000.000. Hal ini menindaklanjuti
Wilayah Kerja Karantina Ikan, Pengendali Mutu, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
dan Keamanan Hasil Perikanan Simeulue Tahun 1 Tahun 2015 tentang Pelarangan Penangkapan
2012-2015 volume produksi lobster yang dikirimkan dan Perdagangan Lobster, Kepiting dan Rajungan.
keluar dari Kabupaten Simeulue mengalami Melakukan penangkapan, perdagangan dan
kenaikan dari tahun 2013 sampai dengan Tahun konsumsi lobster bertelur berarti telah membunuh
2014 kemudian terjadi penurunan drastis di Tahun dan mengorbankan jutaan calon lobster sehingga
2015 (Gambar 3). Kenaikan dari tahun 2012 ke keberlanjutan lobster ke depan akan punah.
tahun 2013 sebesar 63,32 % dan tahun 2013 ke
tahun 2014 sebesar 33,28 % sedangkan pada tahun Jumlah pelaku usaha pengiriman lobster
2014 ke tahun 2015 mengalami penurunan sebesar baik untuk pasar luar negeri maupun pasar dalam
63,58 %. Penurunan ini disebabkan oleh musim negeri dari tahun 2012 s.d 2015 tergantung dari
penangkapan yang tidak menentu terutama saat tujuan pengiriman. Untuk pengiriman ke Jakarta
musim barat (badai) yang menyebabkan nelayan dengan tujuan pasar luar negeri (ekspor) pedagang
tidak pergi melaut, selain itu juga disebabkan oleh yang terlibat tetap sama dalam empat tahun
umur. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Simeulue (2011) belum ada
over fishing dari nelayan yang menangkap lobster terakhir yaitu PT. ASI Pudjiastuti dengan volume
/peraturan mengenai pelarangan penangkapan lobster bertelur dan belum cukup umur,
qanun/peraturan
dalam keadaan bertelur dan belum cukup umur. pengiriman sangat besar (> 10 ton per tahun),
namun DKP Kabupatenpaten Simeulue selalu memperingatkan nelayan yang menangkap dan
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten sedangkan pengiriman ke Jakarta untuk tujuan
menjual lobters dalam keadaan bertelur dan belum cukup umur atau berat badan kurang dari 2
Simeulue (2011) belum ada qanun/peraturan pasar dalam negeri banyak pengirim yang terlibat
ons dan melakukan inspeksi ke sejumlah tempat usaha penampungan hasil lobters di
mengenai pelarangan penangkapan lobster bertelur dan berganti-ganti orang (± 6-10 orang pengirim
Kabupaten Simeulue. Namun Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menindak tegas
dan belum cukup umur, namun DKP Kabupaten yang terlibat). Pasar dalam negeri adalah untuk
pedagang yang menjual lobster bertelur dengan hukuman penjara minimal tiga tahun ditambah
Simeulue selalu memperingatkan nelayan yang kebutuhan konsumsi pribadi maupun konsumsi
denda Rp 150.000.000. Hal ini menindaklanjuti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
menangkap dan menjual lobters dalam keadaan domestik. Untuk pengiriman ke Medan, pedagang
1 Tahun 2015 tentang
entang Pelarangan Penangkapan dan Perdagangan Lobster, Kepiting dan
bertelur dan belum cukup umur atau berat badan yang terlibat tetap sama pada tahun 2012-2014
Rajungan. Melakukan penangkapan, perdagangan dan konsumsi lobster bertelur berarti telah
kurang dari 2 ons dan melakukan inspeksi ke yaitu Mahlil, namun untuk tahun 2015 mengalami
membunuh dan mengorbankan jutaan calon lobster sehingga keberlanjutan lobster ke depan
akan punah.

45.000
Volume Pengiriman Lobster (Kg)/

40.000
Volume of Lobster Delivery (Kg)

35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
-
Jakarta Medan Nagan Kabupaten Kabupaten Batam Sumatera Total
Raya di Aceh di Pulau
Jawa
2012 3.605 491 300 190 0 50 0 4.636
2013 11.850 3.861 3.633 1.291 3 5 20.643
2014 35.072 2.568 3.344 219 19 21 0 41.243
2015 8.059 126,5 490 495,5 0 6 5 9.182

Gambar 3.. Volume Pengiriman


Sumber: BKIPMKHPLobster ke Luar
Wilayah Kerja Simeulue diolah/ Simeulue Tahun 2012 –
Kabupaten
2015
Source : Fish quarantine and quality of fishery products agency area Simeulue processed, 2015
Figure 3. Volume of Delivery Lobster Outside Simeulue District Years 2012
2012-2015
Gambar 3. Volume: BKIPMKHP
Sumber/Source Pengiriman Lobster
Wilayah ke Luardiolah/Fish
Kerja Simeulue Kabupaten
diolah Simeulue
Fish quarantine Tahun
and quality 2012 – 2015
of fishery
processed 2015
products agency area Simeulue processed,
Figure 3. Volume of Delivery
Keterangan/Description Lobster
: (1) Data tahun 2012Outside
merupakan Simeulue
data bulan District Years 2012-2015
April s.d Desember
Desember/Data in year
December; (2) Data tahun 2015 merupakan data bulan Januari s.d
2012 are data from April to December;
Keterangan/Description
Juli/Data: (1) Data2015
in year tahunare
2012
datamerupakan
from Januarydatatobulan
July; April
July; s.d Desember/Data
(3) Kabupaten in year
di Aceh terdiri 2012
dari Kotaare
data from April
Fajar, Meukek, Labuhan (2)
to December; Data
Haji, tahun 2015Banda
Meulaboh, merupakan
Aceh/data
Aceh bulaninJanuari
District Aceh s.d
areJuli/Data in year
Kota Fajar,
2015Meukek,
are dataLabuhan Haji, Meulaboh,
from January Banda
to July; (3) Aceh;
Aceh di
Kabupaten (4)Aceh
Kabupaten di Pulau
terdiri dari Kota Jawa
Fajar, terdiri
Meukek,dariLabuhan
Solo,
ng, Semarang, Surabaya
Bandung, Surabaya/District
District in Java Island are Solo, Bandung, Semarang,
Haji, Meulaboh, Banda Aceh/ District in Aceh are Kota Fajar, Meukek, Labuhan Haji, Meulaboh, Banda
Surabaya.
Aceh; (4) Kabupaten di Pulau Jawa terdiri dari Solo, Bandung, Semarang, Surabaya/District in Java
Island are Solo, Bandung, Semarang, Surabaya. 14

211
J. Sosek KP Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 203-216

pergantian pelaku usaha karena jumlah stok lobster organisasi dan pelaku mana saja yang terhubung
di pedagang besar ini mengalami penurunan. satu sama lain, namun juga mengidentifikasi
alas an-alasan terjadinya hubungan ini dan
Tenaga kerja yang terserap dalam usaha apakah keterhubungan tersebut bermanfaat atau
perdagangan lobster cukup banyak. Rata-rata tidak. Para pelaku dalam rantai nilai memiliki
tenaga kerja yang dimiliki oleh pedagang besar/ hubungan antara satu sama lain karena mereka
eksportir sebanyak 10 orang, dengan gaji Rp 1,2 bertujuan memperoleh manfaat dari hubungan
juta s.d 2 juta. Namun, seiring dengan menurunnya tersebut. Suatu identifikasi adanya manfaat
produksi lobster di Kabupaten Simeulue akan (atau kurangnya manfaat) juga memerlukan
terjadi pula pengurangan tenaga kerja (PHK) identifikasi hambatan dalam meningkatkan
sehingga akan menambah jumlah pengangguran, keterhubungan dan kepercayaan di antara
sehingga perlu dipikirkan lapangan pekerjaan para partisipan rantai nilai. Keterhubungan
lain yang dapat menyerap tenaga kerja tersebut. dalam suatu rantai nilai kebanyakan merupakan
Secara kuantitas, lebih dari 80% merupakan hubungan usaha, dan hubungan ini bisa berupa
masyarakat pendatang (Jawa, Sulawesi, Riau) hubungan formal namun seringkali justru bersifat
sedangkan 20% merupakan masyarakat lokal/asli. informal.
Hal ini berbanding lurus dengan kualitas tenaga
kerja, tenaga kerja pendatang memiliki sifat yang Sebagai dasar dalam melihat jaringan sosial
lebih produktif, pantang menyerah, rajin dan ulet para pelaku usaha lobster di Kabupaten Simeulue
jika dibandingkan dengan tenaga kerja lokal. Hal adalah data mengenai alur modal kerja dan alur
ini membuat keuntungan yang diperoleh dengan produk. Hubungan para pelaku antar titik-titik dalam
memperkerjakan tenaga kerja pendatang lebih alur tersebut tidak hanya mempertimbangkan
besar. aspek ekonomi namun didalamnya terlekat aspek
sosial yang didasarkan pada motif tertentu. Dasar
6. Pemetaan Hubungan dan Keterkaitan Antar hubungan yang terbentuk antar pelaku bisnis lobster
Pelaku di Kabupaten Simeulue terdiri dari berbagai motif.
Motif kepentingan terlihat dalam setiap hubungan,
Kepercayaan dan keterhubungan memiliki
namun selain motif kepentingan terlihat pula motif
kaitan yang amat erat dalam suatu rantai nilai.
kekuasaan pada hubungan antara supplier dengan
Organisasi yang tidak memiliki keterhubungan
pembudidaya dan nelayan serta eksportir dengan
tidak punya alasan untuk saling “percaya”,
supplier.
sekalipun mereka bukannya “tidak percaya” pada
pihak lainnya. Sebaliknya, kepercayaan mungkin Motif kepentingan didasari oleh kepentingan
tidak penting bila terdapat mekanisme penegakan distribusi produk, produsen memiliki produk yang
yang memastikan terjadinya kepatuhan atas dihasilkan dan pedagang memerlukan produk untuk
peraturan yang memayungi hubungan (misalnya, memenuhi pasar. Sedangkan motif kekuasaan
kontrak dan regulasi hukum lainnya). Akan tetapi, didasari oleh jaminan pasar yang dimiliki pedagang
bila tidak terdapat mekanisme penegakan yang (supplier dan eksportir) dan mempunyai kekuasaan
efektif, hubungan yang terjalin tanpa adanya dalam penentuan harga. Jumlah eksportir di
kepercayaan akan selalu merupakah hubungan Kabupaten Simeulue hanya dua orang, sehingga
yang lemah. supplier tidak mempunyai pilihan lain untuk menjual
produk lobster-nya. Sementara pada hubungan
Keterkaitan yang didefinisikan sebagai
antara supplier dan nelayan terdapat hubungan
hubungan sosial antara dua pihak, dapat berperan
perasaan terutama empati. Motif sentiment
dalam rantai nilai tertentu, misalnya usaha keluarga
lebih didasarkan pada ikatan kekerabatan dan
yang melibatkan beberapa anggota keluarga atau
solidaritas antar tetangga. Jumlah nelayan yang
kelompok keluarga yang masing-masing memiliki
menjual lobster hasil tangkapannya cukup banyak.
tugas spesifik atau spesialisasi dalam rantai nilai
Satu orang supplier dapat membawahi 10 orang
(biasanya dengan tingkat kepercayaan yang tinggi),
nelayan, sedangkan jumlah supplier di Kabupaten
sedangkan keterhubungan merupakan norma yang
Simeulue sebanyak 10-15 orang yang tersebar di
lebih umum di kebanyakan rantai nilai (dengan
kecamatan-kecamatan di Kabupaten Simeulue.
berbagai derajat kepercayaan antara para pelaku).
Secara lebih rinci berikut ini adalah ulasan tentang
Analisis keterhubungan mencakup tidak hubungan antar pelaku dalam usaha rumput laut
hanya sekedar melakukan identifikasi atas tersebut (Gambar 4).

212
Analisis Manajemen Rantai Pasok Lobster (Studi Kasus di Kabupaten Simeulue, Aceh) ................. (Riesti Triyanti dan Risna Yusuf)

Nelayan/Fisher Supplier Eksportir/Exporter

Nelayan/Fisher Supplier Eksportir/Exporter

Pembudidaya/ Konsumen Dalam Negeri/ Konsumen Luar Negeri/


Fish Farmer
Pembudidaya/ Domestic Consumer
Konsumen Dalam Negeri/ Foreign
Konsumen Consumer
Luar Negeri/
Fish Farmer Domestic Consumer Foreign Consumer

Gambar 4. Jaringan
Gambar Sumber:
Sosial AntarAntar
DataSosial
4. Jaringan primer Pelaku Bisnis
diolah/Source Lobster
Pelaku :Bisnis
Primary di Kabupaten
data processed,
Lobster
Simeulue/
2015 Simeulue/
di Kabupaten
Figure 4. Social
Gambar 4.Figure
JaringanNetwork
4. Social among
Network
Sosial Antar Lobster
among Lobster
Pelaku Businessman
BisnisBusinessman
Lobster di in Simuelue
in Kabupaten District
Simuelue District
Simeulue/
Figure 4. Social Network Among Lobster Businessman in Simuelue District
Sumber/Source : Data primer
Sumber/Source diolah/Primary
: Data primer datadata
diolah/Primary processed,2015
processed, 2015
Keterangan/Description
Keterangan/Description : :
JaminanJaminan Sosial/Social
Sosial/Social insurance
insurance
Hubungan Sosial Kekuasaan/Social Relationship of Power
Hubungan Sosial Kekuasaan/Social Relationship of Power
Hubungan Sosial Perasaan/Social Relationship of Sentiment
Hubungan SosialSosial
Hubungan Perasaan/Social Relationship
Kepentingan/Social of Sentiment
Relationship of Interest
Hubungan Sosial Kepentingan/Social Relationship of Interest

7. Pemetaan Tata8. Pemetaan Tata Kelola (Kebijakan


Kelola (Kebijakan Pemerintah) Pemerintah)tahun ditambah denda Rp 150.000.000. Hal ini
8. Pemetaan Tata Kelola
Analisis tata(Kebijakan Pemerintah)
kelola dilakukan dengan tujuan mengidentifikasiPeraturan
menindaklanjuti dan memahami berbagai
Menteri Kelautan dan
Analisisaturan
tata kelola dilakukan dengan tujuan
yang mendukung rantai pasok, serta Perikanan
sistem No.
koordinasi, 1 Tahun
regulasi,
Analisis tata kelola dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi dan memahami berbagai 2015
dan tentang
kendali yangPelarangan
mengidentifikasi dan memahami berbagai aturan
berjalan saat terbentuknya nilai dalam suatu rantai (Gereffi et al., 2003). Menurut Dinas Kepiting
Penangkapan dan Perdagangan Lobster,
yangaturan yang
mendukung mendukung
rantai pasok, rantai serta
pasok,sistem
serta sistem koordinasi, regulasi, dan kendali yang
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Simeulue (2011) dan belum Rajungan. Melakukanmengenai
ada qanun/peraturan penangkapan,
koordinasi, regulasi, dan kendali yang
berjalan saat terbentuknya nilai dalam suatu rantaiberjalan (Gereffi et al., 2003). lobster
Menurutbertelur
Dinas berarti
pelarangan penangkapan lobster (Gereffi perdagangan dan konsumsi
bertelur dan belum cukup umur, namun DKP Kabupaten
saat terbentuknya nilai dalam suatu rantai
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Simeulue telahbelum
(2011) membunuh dan mengorbankan
ada qanun/peraturan jutaan calon
mengenai
& Humphrey, Simeulue selalu memperingatkan
2003). Menurut Dinas Kelautannelayan dan yang menangkap dan menjual lobters dalam
pelarangan penangkapan lobster bertelur dan lobster sehingga keberlanjutan lobster ke depan
Perikanan Kabupaten
keadaan Simeulue
bertelur dan (2011)
belum cukup belum
umur ataubelum cukupkurang
berat badan umur,darinamun DKP
2 ons dan Kabupaten
melakukan
akan punah.
ada Simeulue
qanun/peraturan
inspeksi mengenai
selalu kememperingatkan
sejumlah pelarangan
tempat usahanelayan yang menangkap
penampungan hasil lobters di dan menjual
Kabupaten lobters
Simeulue. Namun dalam
penangkapan Kementerian
lobster bertelur
Kelautan dan
dan belum cukup
Perikanan juga menindak tegas pedagang yang menjual lobster
keadaan bertelur dan belum cukup umur atau berat PERMASALAHAN
badan kurang dari DALAM 2 ons danRANTAI
melakukan PASOK
umur, namunbertelur
DKP dengan
Kabupaten hukumanSimeulue selalu tiga tahun ditambah denda Rp 150.000.000. Hal ini
penjara minimal
inspeksi ke sejumlah LOBSTER
memperingatkan nelayantempat
yang usaha
menangkappenampungan
dan hasil lobters di Kabupaten Simeulue. Namun
menindaklanjuti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 Tahun 2015 tentang
menjual lobters dalam
Kementerian keadaan
Kelautan dan bertelur
Perikanan danjuga
belum menindak tegas pedagang yang menjual lobster
Pelarangan Penangkapan dan Perdagangan Lobster,Pengembangan Kepiting dan Rajungan. usaha bisnis
Melakukan budidaya
cukup umur atau
bertelur dengan berat badan
hukuman kurang dari
penjara minimal 2 ons
tiga tahunlautditambah
(marikultur) dan 150.000.000.
pemasarannya Hal ini masih
penangkapan, perdagangan dan konsumsi bertelur denda
berarti Rp
dan melakukan inspeksi ke sejumlah tempat usaha lobster mengalami beberapa
telah membunuh dan
permasalahan yang
menindaklanjuti
penampungan Peraturan
mengorbankan
hasil lobters jutaan
di Menteri Kelautan
calon lobster
Kabupaten sehingga dan
Simeulue. Perikanan
keberlanjutan No.
lobster 1 Tahun
ke depan 2015 tentang
akan punah.
dihadapi. Permasalahan tersebut terletak pada
Pelarangan
Namun Kementerian Penangkapan
Kelautan dan danPerikanan
Perdaganganjuga Lobster,
sumberdayaKepiting(benih
dan Rajungan.
dan pakan), Melakukan
kelembagaan,
menindak tegas pedagang
PERMASALAHAN yang
DALAMmenjual
penangkapan, perdagangan dan konsumsi lobsterRANTAI lobster
PASOK LOBSTER
sarana dan prasarana,
bertelur berarti telah danmembunuh
aspek sosialdan ekonomi
bertelur dengan hukuman Pengembangan penjarausahaminimal
bisnis tiga
budidaya (Tabel
laut (marikultur)
4). dan pemasarannya masih
mengorbankan jutaan calon lobster sehingga keberlanjutan lobster ke depan akan punah.
mengalami beberapa permasalahan yang dihadapi. Permasalahan tersebut terletak pada
sumberdaya
Tabel 4. Indikator (benih dan
dan Sumber pakan), kelembagaan,
Permasalahan sarana Lobster
Rantai Pasok dan prasarana, dan aspekSimeulue
di Kabupaten sosial Tahun
PERMASALAHAN
2015.ekonomi DALAM
(Tabel RANTAI
4). Dari PASOK
gap LOBSTER
analysis atas permasalahan-permasalahan yang
Table 4. Indicator and Source
Pengembangan of Problems
usaha of Lobster
bisnis budidaya lautSupply Chain dan
(marikultur) in Simeulue District in
pemasarannya Year 2015.
masih
17pada
No mengalami
Indikatorbeberapa permasalahan
Permasalahan/Problems yang dihadapi. Sumber
Indicator Permasalahan tersebut terletak
Permasalahan/Source of Problems
A sumberdaya (benih dan pakan), kelembagaan, sarana dan prasarana, dan aspek sosial
Sumberdaya/Resource
1. ekonomi
Kurangnya(Tabel
stok benih/Lack
4). of Dari gap analysisPasokan
seed stocks atas benih lobster dari nelayan menurun
permasalahan-permasalahan yangkarena
dipengaruhi oleh musim tangkapan yang tidak menentu dan
adanya kebijakan tentang pelarangan penangkapan lobster
menyebabkan ketakutan nelayan untuk menangkap 17 benih
lobster/Supply of lobstre seed from fishers is decreased. It
because influenced by unprediction capture season and
policy about prohibiton of lobster catching so that fishers want
not to catch lobster seeds.
2. Kurangnya stok pakan (ikan rucah)/Lack of feed Ketersediaan pakan (ikan rucah) dipengaruhi oleh musim
stocks (trash fish) tangkapan ikan yang juga berpengaruh pada harga pakan.
Kenaikan harga pakan sampai dengan 100% saat musim
barat/badai./Availability of feed (trash fish) influenced by not
only capture season but also feed price. Increasing of feed
price to rich 100 % on west season (storm)

213
J. Sosek KP Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 203-216

Lanjutan Tabel 4/Continues Table 4

No Indikator Permasalahan/Problems Indicator Sumber Permasalahan/Source of Problems


3. Ukuran tangkapan lobster yang semakin kecil Pemanfaatan selama ini tidak memperhatikan nilai
dan volume produksi yang semakin menurun/ keberlanjutan tangkapan. Saat ini diberlakukan Kepmen KP
The catches size of lobster getting smaller and No. 1/2015 tentang aturan ukuran minimum penangkapan,
production volume decreased yang membuat penangkap lobster berkurang pendapatannya/
Utilization is not sustainable value of capture. Kepmen No.
1/2015 about rule of minimum size of capture so that lobster
fisher lower income.

B Kelembagaan/Institutional
1 Masih minimnya pendidikan dan pendampingan Keterbatasan SDM dan anggaran/Limited labour and budget.
pada budidaya lobster/ Lack of education and
assistance in lobster farming

2 Aksesibilitas pasar yang terbatas/Limited market Informasi pasar masih minim dan dikuasai oleh eksportir, alat
accessibility angkut (transportasi) masih terbatas dan promosi juga belum
berjalan/Market information is still minimum and controlled by
exporter, limited transportation and promotion.

C Sarana Prasarana/Infrastructure
1 Minimnya dana pembangunan kelautan dan Kurangnya perhatian untuk pengembangan kelautan dan
perikanan yang tersedia dan belum optimalnya perikanan, perencanaan yang tidak akurat dan kurangnya
pemanfaatan sarana dan prasarana/Lack of marine pengetahuan pemanfaatanya/Lack of intention to develop
and fisheries development funds and low utilization of marine and fisheries, unaccurate planning and lack of
infrastructure knowledge utilization.

2 Sarana prasarana budidaya masih sangat minim Tingginya modal usaha untuk keperluan investasi usaha
dan mengandalkan bantuan pemerintah/Farming budidaya laut (KJA) sedangkan anggaran pemerintah
infrastructure very poor terbatas. Penurunan jumlah pembudidaya dari 167 orang
and rely on government assistance (Tahun 2006) menjadi 3 Orang (Tahun 2015) dan jumlah KJA
dari 30 unit (Tahun 2006) menjadi 3 unit (tahun 2015)/High
capital for marine culture investation, limited of governmen
budget. Decreasing of fish farmer from 167 people (year
2006) become 3 people (year 2015) and decreasing number
of pound marine culture from 30 units (year 2006) become 3
units (year 2015).

3 Minimnya sarana pengangkutan produk budidaya/ Armada pengangkutan yang minim dan memerlukan waktu
The lack of means of aquaculture products pengiriman yang lama/ Lack of transportation that need much
distribution time for delivering.

D Sosial Ekonomi/Socio-economics
1. Dominasi masyarakat pendatang dalam usaha Karakter masyarakat lokal (asli) yang tidak mau maju dan
budidaya dan pemasaran lobster/ The dominance of berkembang (malas) /Local community characteristic are not
migrant communities in the farming and marketing advance and also developed (lazy).
of lobster

2. Kurangnya kesadaran akan pemanfaatan Kurangnya sosialisasi, pelatihan dan pendampingan dari
sumberdaya secara lestari/ Lack of awareness of Dinas Kelautan dan Perikanan mengenai manfaat dari teknik
sustainable resources dan tata cara pemanfaatan yang ramah lingkungan, /Lack
of socialization, training and assistance fron Marine and
Fisheries Agency about benefit from technical and the way of
sustainaible environment

3. Tidak berlanjutnya usaha budidaya yang berasal Kelembagaan kelompok penerima bantuan yang kurang
dari dana bantuan (BRR, ADB, DJPB-KKP, DKP berfungsi dan banyaknya kelompok aspirasi/ Institution
Propinsi dan Kabupaten)/Aquaculture that comes group of beneficiaries are not function and other groups
from fund is not sustainable

214
Analisis Manajemen Rantai Pasok Lobster (Studi Kasus di Kabupaten Simeulue, Aceh) ................. (Riesti Triyanti dan Risna Yusuf)

Lanjutan Tabel 4/Continues Table 4

No Indikator Permasalahan/Problems Indicator Sumber Permasalahan/Source of Problems


4. Masih rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya Kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan pasar dalam
dalam bidang budidaya laut/ Low level of resource usaha budidaya laut serta tidak ada sosialisasi, pelatihan dan
utilization in marine culture pendampingan dari Dinas KP Kabupaten Simeulue/Lack of
knowledge, behaviour, and market access in marine culture
and there is no socialization, training, assistance from Marine
and Fisheries Agency Simeulue District

5. Pasar yang masih terbatas dikuasai oleh Kurangnya pengetahuan pelaku usaha untuk akses pasar/
pelaku usaha tertentu sehingga mengakibatkan Lack of knowledge businesses to access markets
ketergantungan antara satu pelaku dengan pelaku
yang lain/ The market is still limited controlled by
certain businessesman dependence between the
actors with other actors

6. Rendahnya penguasaan teknologi untuk optimalisasi Kurangnya penguasaan teknologi pemanfaatan sumberdaya/
pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan/ Lack of resource utilization technology
Low of technology for optimizing the utilization of
marine and fisheries resources

Sumber : Data Primer, 2015/Source Primary Data, 2015

Dari gap analysis atas permasalahan- terutama terlihat dari karakteristik masyarakat.
permasalahan yang ada,penyebabnya dapat Implikasi kebijakan yang memungkinkan untuk
disebabkan oleh faktor teknis dan non teknis mengatasi masalah tersebut antara lain:
usaha budidaya laut. Faktor teknis terdiri dari
1. Perlu penindakan tegas dari Pemerintah
teknologi budidaya, ketersediaan benih, dan
Daerah atas Peraturan Menteri Kelautan
ketersediaan pakan, sedangkan faktor non teknis
dan Perikanan No. 1 Tahun 2015 tentang
terdiri dari karakteristik sosial ekonomi masyarakat,
Pelarangan Penangkapan dan Perdagangan
aksesibilitas yang belum memadai, keterbatasan
Lobster, Kepiting dan Rajungan dalam
anggaran untuk sektor kelautan dan perikanan
keadaan bertelur dan belum cukup umur atau
baik dari APBK maupun APBA/APBN, dan masih
berat badan kurang dari 2 ons dan melakukan
kurangnya pemanfaatan sarana dan prasarana
inspeksi ke sejumlah tempat usaha
kelautan dan perikanan.
penampungan hasil lobster di Kabupaten
Simeulue agar benih lobster selalu tersedia;
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
2. Terbatasnya akses pasar ke luar daerah
Kabupaten Simeuleu memiliki potensi atau ke luar negeri bisa diatasi jika para
sumberdaya alam khususnya perikanan budidaya pembudidaya atau pedagang pengumpul
yang unggul. Rantai pasok lobster di Kabupaten lokal membuka peluang pasar yang ada
Simeulue terdiri dari satu rantai yaitu nelayan/ dengan memperkuat posisi tawarnya di pasar
pembudidaya (100%) → supplier (100%) → lobster dunia, dengan cara menjaga kualitas
eksportir (90%) dan konsumen lokal (10%) → produk lobster yang diperdagangkan;
konsumen luar negeri (100%) serta terdiri dari 3. Penentuan harga oleh satu pelaku dapat
tujuh pemetaan dalam manajemen rantai pasok. diatasi dengan cara membuka peluang untuk
Pemanfaatan lobster tersebut mengalami beberapa pemain baru di daerah yang berfungsi sebagai
permasalahan utama yang menonjol. Permasalahan pesaing dari pedagang itu sendiri sehingga
yang dihadapi dalam kegiatan pasokan lobster dengan banyaknya pemain dalam usaha
adalah ketersediaan pasokan benih dan pakan, perdagangan ikan maka harga dikendalikan
akses pasar ke luar daerah yang terbatas, penentu oleh pasar, bukan orang tertentu;
harga satu pelaku yaitu pedagang bukan produsen,
dan rendahnya teknologi budidaya. Selain itu juga 4. Teknologi budidaya yang rendah
terdapat permasalahan pada kondisi sosial ekonomi menyebabkan daya saing produk rendah

215
J. Sosek KP Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 203-216

sehingga kalah dengan pembudidaya yang Champion, S. C. and A. P. Fearne. 2001. Supply
telah memiliki teknologi budidaya yang Chain Management: A First Principles
intensif, hal ini dapat diatasi dengan bantuan Consideration of Its Application to Wool
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Marketing. Jurnal Wool Technology of Sheep
Simulue yang bekerja sama dengan penyuluh Breeding Vol. 49 (3). Hal. 222-236.
untuk memberikan pendampingan teknologi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Simeulue.
adaptif yang berasal dari Balitbang Kelautan 2014. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan
dan Perikanan atau universitas setempat; Perikanan Kabupaten Simeulue Tahun 2014.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
5. Karakteristik masyarakat yang susah
Simeulue. Sinabang.
berkembang terkait dengan preferensi
masyarakat terhadap budidaya lobster Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Simeulue.
tersebut. Masyarakat akan tertarik jika 2011. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan
melihat keuntungan yang diperoleh dari Perikanan Kabupaten Simeulue Tahun 2011.
usaha budidaya lobster sehingga dapat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
meningkatkan pendapatan mereka. Hal ini Simeulue. Sinabang.
perlu dukungan penyuluh agar meningkatkan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan
minat masyarakat terhadap budidaya lobster Pulau-pulau Kecil. 2015. Pengembangan
di Kabupaten Simeulue. Kawasan Kelautan dan Perikanan
6. Secara umum, budidaya lobster sangat Terintegrasi (PK2PT) Kabupaten Simeulue.
tergantung pada ketersediaan benih di alam, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan
Pulau-Pulau Kecil. Kemeterian Kelautan
untuk itu masyarakat perlu diversifikasi
dan Perikanan. Jakarta.
budidaya laut lain selain lobster yaitu budidaya
kerapu dalam keramba jaring apung (KJA) Gereffi, G., J. Humphrey and T. Sturgeon. 2005.
untuk memenuhi kebutuhan permintaan The Governance of Global Value Chains:
pasar yang tinggi terhadap ikan kerapu. An Analytical Framework. Review of
International Political Economy. Routledge
Taylor and Francis Group. Hhtp://www.tandf.
UCAPAN TERIMAKASIH co.uk. Diakses pada tanggal 23 November
2015.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Hidaya, S dan I. Baihaqi, 2014. Analisa dan Mitigasi
Budidaya (P4B) atas bantuan dana dan telah Risiko Rantai Pasok pada PT. Crayfish
melibatkan peneliti dalam Penelitian Kajian Softshell Indonesia. Tugas Akhir Jurusan
Pengembangan Marikultur di Pulau-pulau terluar Teknik Industri. Institut Teknologi Surabaya.
Surabaya.
sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
Indrajit, E. dan R. Djokopranoto. 2002. Konsep
DAFTAR PUSTAKA Manajemen Supply Chain. PT Grasindo.
Jakarta.
Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan
Keamanan Hasil Perikanan Wilayah Kerja Probowati, A. 2013. Strategi Pemilihan Supplier
Simeulue. 2015. Data Sertifikat Keluar Ikan/ dalam Supply Chain Management pada
Hasil Perikanan Simeulue. BKIPMKHP Bisnis Ritel. Segmen Jurnal Manajemen
Simeulue. Sinabang. dan Bisnis. http://ejournal.umpwr.ac.id/
index.php/segmen/article/viewFile/611/585.
Batt, P.J. and R. Marooka. 2003. Preceptual Diakses pada tanggal 23 November 2015.
differences in offer quality between Western
Australian rock lobster exporters and Parwati, I. dan P. Andrianto. 2009. Metode Supply
Japanese rock lobster importers. Supply Chain Management untuk Menganalisis
Chain Management: An International Efektivitas Sistem Distribusi Produk. Jurnal
Journal, 8(5). P. 476-484. Teknologi, Vol 2 nomor 1, Juni 2 tahun 2009.
Yokyakarta.
Brown, W. J. 2003. Agribusiness Cases in Supply
Chain Management. Paper. IFMA Congress. Waters, D. 2007. Supply Chain Risk Management:
Vulnerability and Resilience in logistics.
Kogan Page Publishers. USA.

216

Anda mungkin juga menyukai