Data Laboratorium :
Parameter lab 15/1
Cr (0,5-1,5) 1,4
BUN (10-24) 23
Albumin (3,5-5) 2,8
Urin (candida ) +
Pemeriksaan Fisik :
- Kaki kiri pasien bengkak
- Gatal-gatal pada tubuh, muntah kembung
- Nyeri pinggang
Nama Obat 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Interhistin 3x1 V stop
Pamol 3x1 V Stop
Urdafalk 3x1 V stop
Prosogan 2x1 stop
V V V V V
(lanzoprazol)
Inj. Ciprofloxacin V V V V V V V stop
Ondancentron 2 x4 V V V V V V V V V stop
Loratadin 1x1 V V V V V V V V V V V
B complex 3 x 1 V V V V V V V V V V
Paracetamol 3x1 V V V V V V stop
Fluconazol 1x 50 mg V V V V V V V V V V
Arixtra
(fondaparinux )2,5
mg x 1 sc (selama 7 V V V V V V stop
hari)
Xareltro
(Rivaroxaban) 1,5 V V V V V V V V
mg x2
Salep garamicin
2hari 1 x V V V V
Meloxicam 2 x1 V V V V
Ranitidin V V V V
TLSO V V V V
Problem List
SOAP 1: Hemangioma
Subjective (symptom):
-
Objective:
MRI (massa di hepar)
Assessment:
Terapi Indikasi DRP
- TIDAK ADA TERAPI - Ada indikasi tetapi tidak
diterapi
Analysis:
Hemangioma hati raksasa, meskipun sering tanpa gejala, mungkin memerlukan
intervensi jika terjadi pertumbuhan yang cepat. Studi pencitraan termasuk computed
tomography, magnetic resonance imaging, dan ultrasonografi, dan sebagainya efektif
untuk diagnosis dan pengelolaan tumor ini; Namun, karena ukuran dan berbagai pola ,
kita perlu hati-hati mempertimbangkan metode terapi.
Hemangioma
Assessment:
Terapi Indikasi DRP
- Fluconazol 1 x 50 mg ISK Pengobatan tidak adekuat,
Analysis:
SOAP 3: DVT
Subjective (symptom):
Bengkak pada kaki kiri, kaki terasa sakit jika diangkat maupun ditekuk. Kemerahan
pada kaki kiri.
Objective:
HEMATOLOGI
D-dimer (< 0,3) 0,6
USG vaskuler Tidak dapat dilakukan karena fasilitas terbatas.
Assessment:
Terapi Indikasi DRP
Arixtra (fondaparinux )2,5 DVT Adanya interaksi obat,
mg x 1 sc (selama 7 hari), karena kombinasi kedua
Xareltro (Rivaroxaban) antikoagulan dapat
1,5 mg x2 menyebabkan
meningkatkan efek
antikoagulan dan
meningkatkan risk
bleeding.
Analysis:
DVT pada pasien ini merupakan akibat dari imobilisasi yang lama akibat penyakit
primer (hemangioma). Pilihan pengobatan untuk DVT meliputi : Antikoagulasi (terapi
utama) seperti heparin, warfarin, faktor penghambat Xa.
Heparin :
Heparin molekul rendah-berat (LMWH, misalnya, enoxaparin)
Heparin tak terpecah (UFH)
Inhibitor faktor Xa digunakan dalam pengobatan DVT adalah sebagai berikut:
Fondaparinux - Agen ini tampaknya sebanding dengan enoxaparin sehubungan
dengan efikasi dan keamanan. 1
Rivaroxaban - Agen ini muncul untuk mencegah VTE kekambuhan seefektif
enoxaparin diikuti dengan antagonis vitamin K dan mungkin terkait dengan
perdarahan kurang 2,3,4 di samping itu, tampaknya dapat digunakan dalam kelompok
berisiko tinggi
DVT proksimal akut atau PE akut pada pasien Komplikasi perdarahan aktif
memerlukan penghentian terapi antikoagulasi.
Pasien menerima 2 antikoagulan inhibitor faktor Xa. Yaitu fondaparinux dengan
rivaroxaban, dimana keduanya memiliki efektivitas yang sama dengan enoxaparin.
Seharusnya pasien cukup menerima satu antikoagulan saja. Serta diketahui bahwa
adanya interaksi obat, karena kombinasi kedua antikoagulan (fondaparinux dan
rivaroxaban) dapat menyebabkan meningkatnya efek antikoagulan dan meningkatnya
risk bleeding.5
Plan:
Management terapi telah disampaikan pada dokter, namun dokter tetap
memberikan 2 antikoagulan bersamaan. Maka terapi dilanjutkan, dan perlu pemantauan
ketat, terhadap pendarahan.
Monitoring:
Efek samping :
Pendarahan : melena, darah pada urin. hematemesis
Efektivitas:
Kondisi klinik : udem pada kaki, kemerahan pada kaki,
Lab : D-dimer
Referensi:
1. Buller HR, Ten Cate-Hoek AJ, Hoes AW, Joore MA, Moons KG, Oudega R, et al.
Safely ruling out deep venous thrombosis in primary care. Ann Intern Med. Feb 17
2009;150(4):229-35.
2. Bauersachs R, Berkowitz SD, Brenner B, Buller HR, Decousus H, Gallus AS, et
al. Oral rivaroxaban for symptomatic venous thromboembolism. N Engl J Med.
Dec 23 2010;363(26):2499-510.
3. Büller HR, Prins MH, Lensin AW, Decousus H, Jacobson BF, Minar E, et al. Oral
rivaroxaban for the treatment of symptomatic pulmonary embolism. N Engl J Med.
Apr 5 2012;366(14):1287-97.
4. Hughes S. Rivaroxaban stands up to standard anticoagulation for VTE treatment.
Medscape Medical News. Dec 13, 2012;Accessed January 10, 2013.
5. Charles F Lacy, Lora L Armstrong, Morton P. Goldman, Leonard L.Lance. Drug
Information Handbook a comprehensive resource for all clinicians and healthcare
professionals. 18th ed. Lexi-Comp’s Drug Reference Handbooks. America; 2010.
Family history:
-
Social history:
-
Allergic history/ Adverse drug reaction history: Ciprofloxacin ketika MRS hari 1
-
Data Vital Sign:
10/7 11/7 12/7 13/7 14/7 15/7 16/7 17/7 18/7 19/7 20/7
Suhu (ºC) 36,5 36 36 36 36,2 36 36 36 36,2 36,4 36
Data Laboratorium :
Parameter lab 9/7 10/7 11/7 14/7 15/7 16/7 18/7 19/7
3
19,3 18,0 15,1 13,9
WBC (4-10 .10 )
Lekosit (x103) 20,5 4-6 8-10
Eritrosit 3-5
Cr (0,5-1,5) 1,7 1,62 1,29 1,32
BUN (10-24) 25,1 24,9 20,8 25,2
Albumin 3,7
GDA 121 107
SGOT 74 64
SGPT 18 43
Bakteri + + +
Problem List
Parameter lab 9/7 10/7 11/7 14/7 15/7 16/7 18/7 19/7
3
19,3 18,0 15,1 13,9
WBC (4-10 .10 )
Lekosit (x103) 20,5 4-6 8-10
Eritrosit 3-5
Bakteri + + +
Assessment:
Terapi Indikasi DRP
Starquin 400 mg Antibiotik untuk ISK Tidak ada DRP
(Ciprofloxacin)
Monuril 3 gram Antibiotik untuk ISK bawah Tidak ada DRP
(Fosfomisin trometamol) akut nonkomplikata
Terfacef 2x 1gram Antibiotik untuk ISK Tidak ada DRP
(Ceftriaxone)
Cefadroxil 500 mg (3x1) Antibiotik untuk ISK Tidak ada DRP
Analysis:
Pasien Tn. AT telah memiliki riwayat penyakit Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) sejak tahun 2008 dimana pasien juga dengan riwayat pasca operasi batu ureter.
Berdasarkan guideline DIPIRO manajemen terapi untuk Infeksi Saluran Kemih (ISK)
untuk pasien dewasa pria adalah trimethoprim-sulfamethosazole atau quinolone.1 Pada
pasien Tn. AT dokter memberikan terapi Ciprofloxacin (antibiotik golongan quinolone),
tetapi pasien mengalami alergi saat pemberian ciprofloxacin pada 5 menit pertama (rash
pada kulit sekitar jarum infus) dimana sebelumnya sudah dilakukan tes alergi dibawa kulit
tetapi tidak menunjukkan rash. Pada saat itu juga ciprofloxacin langsung dihentikan
pemberiannya.
Setelah itu Tn. AT mendapat terapi Monuril 3 gram dosis tunggal, karena Tn. AT
termasuk pasien uncomplicated UTI (berdasarkan DIPIRO).1 Dimana setelah pengobatan
Monuril, pasien dievaluasi selama 3 hari untuk dilihat efektivitas obat dengan melihat
parameter WBC.
Dari hasil evaluasi terdapat perbaikan kondisi klinis pasien dengan pemberian
antibiotik, terlihat dari WBC pasien turun dari 19.300/mm3 menjadi 18.000/mm3.
Kemudian pasien mendapat antibiotik golongan sefalosporin (Ceftriaxone) selama 7 hari
(berdasarkan guideline DIPIRO).1 Dari hasil pemeriksaan laboratorium terdapat perbaikan
kondisi klinis pasien dengan melihat nilai WBC yang mulai turun pada tanggal 19 Juli
sebesar 13.900/mm3.
Pada saat pasien KRS, dokter memberikan antibiotik Cefadroxil 500 mg untuk
pengobatan selma 7 hari karena WBC pasien belum mencapai target normalnya
4.000/mm3-10.000/mm3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengobatan ISK
pada Tn. AT tidak ditemukan adanya DRP.
Pemberian Sohobion dan Methioson ditujukan sebagai terapi simptomatik. Tablet
Sohobion sebagai vitamin neurotropik (kandungannya vitamin B1, B6, B12).2 Sedangkan
tablet Methioson ditujukan untuk mencegah gangguan fungsi liver seperti hepatotoksik
dan infeksi.2 Dengan demikian tidak ditemukan DRP pada kedua obat tersebut.
Plan:
Antibiotik Cefadroxil tab 500 mg 3x1 yang diresepkan dokter saat KSR harus diminum
sampai habis.
Methioson tablet yang diresepkan dokter saat KSR harus diminum, dimana tablet
Methioson untuk mencegah terjadinya gangguan fungsi liver seperti hepatotoksik dan
infeksi.
Konseling pasien untuk meningkatkan kepatuhan dalam minum obat dan mengedukasi
pasien pentingnya kepatuhan untuk menghindarkan komplikasi dari penyakit serta
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Monitoring:
Efektivitas obat, dengan parameter: suhu tubuh, WBC, leukosit.
Efek Samping Obat:
Ceftriaxone : gangguan fungsi ginjal ( peningkatan BUN dan kreatinin), gangguan
fungsi liver (peningkatan SGOT/SGPT), renal stone.2
Interaksi: tidak ditemukan interaksi
Riwayat penyakit dahulu: DM dengan monitoring gula darah DM dapat meningkatkan
resiko terjadinya ISK (karena DM dapat menyebabkan kadar glukosa dalam urin yang
lebih tinggi dari normal sehingga dapat mengubah mekanisme dari pertahanan
antibiotik)
Referensi:
1. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Wells GR, Posey LM. Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach 7th ed. USA:McGraw-Hill Companies. 2008.
2. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia, Volume 46-2011 s/d 2012, ISSN 0854-
4492
3. Lacy CF, Amstrong LL, Goldman MP, Lance LL. Drug Information Handbook.
15th. ed. Ohio. Lexicomp.2007.