Disusun oleh:
Kelompok D4
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas karunia dan
rahmatnya kami diberikan kesehatan dan kemudahan dalam menyelesaikan tugas
makalah ini. Terima kasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini yang dengan do’a dan bimbingannya
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Berikut ini, kami persembahkan sebuah makalah yang membahas tentang “Peran
dan Metabolisme Zat Besi Dalam Tubuh”. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca semua, terutama bagi kami sendiri.
Tentunya kami berharap semoga dengan hadirnya makalah kami ini dapat
memberikan sesuatu yang berguna bagi kita bersama. Kami menyadari bahwa
dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah ini.
Kelompok D4
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..1
A. Latar belakang………………………………………………………1
B. Rumusan masalah…………………………………………………...1
C. Tujuan……………………………………………………………….1
D. Manfaat…………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………... 3
A. Pengertian zat besi…………………………………………………..3
B. Peran zat besi dalam tubuh………………………………………….4
C. Metabolisme zat besi dalam tubuh………………………………….6
D. Kelebihan dan kekurangan zat besi dalam tubuh…………………...13
E. Makanan mengandung zat besi……………………………………..14
BAB III PENUTUP………………………………………………………... 16
A. Kesimpulan………………………………………………………….16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zat besi atau fe merupakan salah satu mineral yang dikenal sebagai zat
gizi mikro (mikronutrien). Tidak bisa dipungkiri bahwa Fe adalah nutrisi yang
sanagat penting untuk tubuh manusia meskipun tergolong mikronutrien
(dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit).Zat besi (Fe) merupakan
mikroelement yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam
hemopobesis (pembentukan darah), yaitu dalam mensintesa hemoglobin (Hb)
(Sediaoetama, 2006).
Mikroelemen tersebut merupakan mineral yang terdapat didalam darah
dan dalam semua sel tubuh serta bertindak sebagai pembawa oksigen yang
diperlukan sel dan karbon dioksida dari sel ke paru-paru (Harper,
2006). Kebutuhan zat besi pada setiap individu tentunya berbeda-beda
berdasarkan BB, kelompok usia maupun jenis kelamin. Zat besi mengambil
peran penting dalam proses distribusi oksigen dalam darah tubuh manusia. Zat
besi juga berfungsi dalam proses produksi haemoglobin. Selain itu zat besi
juga berperan penting dalam fungsi kekebalan tubuh.
Kekurangan zat besi akan semakin memperbesar potensi tubuh mudah
terserang penyakit. Zat besi adalah salah satu unsur yang diperlukan dalam
proses pembentukan sel darah merah. Sel darah merah ini mengandung
senyawa kimia bernama hemoglobin, yang berfungsi membawa oksigen dari
paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Kekurangan zat besi
dalam menu makanan sehari hari dapat menimbulkan penyakit anemia gizi
atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang pengertian dari zat besi?
2. Apa peran dari zat besi dalam tubuh?
3. Bagaimana metabolisme dari zat besi dalam tubuh?
4. Apa akibat dari kelebihan dan kekurangan zat besi dalam tubuh?
5. Apa saja sumber makanan yang mengandung zat besi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran zat besi dalam tubuh
2. Untuk mengetahui metabolisme zat besi dalam tubuh
3. Untuk mengetahui akibat dari kelebihan dan kekurangan zat besi dalam
tubuh
1
D. Manfaat
1. Dapat mengetahui peran zat besi dalam tubuh
2. Dapat mengetahui metabolisme zat besi dalam tubuh
3. Dapat mengetahui akibat dari kelebihan dan kekurangan zat besi dalam
tubuh
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
hemosiderin). Sebagian besar Fe disimpan dalam hati, limpa, dan sumsum
tulang (Brock dan Mainou-Fowler 1986; Desousa 1989; Brown et al. 2004).
4
dalam menjalankan fungsi dan perintah, termasuk membantu fungsi
hormon dan enzim.
5. Berperan dalam mengatasi gejala umum anemia
Kondisi tubuh dimana kadar Zat Besi menjadi sangat kurang akan
menyebabkan seseorang mengalami Anemia. Salah satu manfaat Zat Besi
yang cukup penting bagi kesehatan tubuh seseorang adalah membantu
menyembuhkan gejala umum Anemia, seperti kelelahan, tubuh terasa
lemah, sakit kepala, dan meningkatnya kepekaan tubuh terhadap suhu
yang dingin.
6. Memaksimalkan fungsi imunitas
Dalam situs Organicfact, dikatakan ada peran besar zat besi
terhadap fungsi imunitas. Zat besi akan membantu mengaktifkan setiap
sistem limfosit dalam tubuh yang akan berperan dalam meningkatkan daya
tahan tubuh untuk melawan serangan bakteri dan virus. Selain itu, sifat zat
besi sebagai pengikat oksigen dan fungsi zat besi untuk mendorong
produksi hemoglobin akan menunjang fungsi perbaikan kerusakan sel
yang terjadi. Untuk memperbaiki kerusakan sel, diperlukan suplai oksigen
yang mencukupi dan hanya hemoglobin yang dapat mengantarkan oksigen
ke seluruh tubuh termasuk menuju sel-sel yang memerlukan perbaikan.
7. Membantu sistem metabolisme
Terbukti bahwa zat besi memiliki manfaat dalam memaksimalkan
fungsi metabolisme. Sebenarnya fungsi utama dari zat besi adalah menjadi
salah satu materi utama pembentukan sel darah merah dan menjadi unsur
pengikat oksigen. Dan dari peran inilah setiap sel akan mendapat suplai
oksigen dan nutrisi dengan mencukupi. Ketika setiap sel mampu
mendapatkan suplai yang sesuai kebutuhan, maka metabolisme akan
berjalan lancar. Di sisi lain, setiap nutrisi yang berhasil diserap oleh
pencernaan akan tersalurkan menuju tiap sel tubuh. Ini akan membantu
menekan efek residu pada pencernaan dan meningkatkan kinerja
pencernaan.
8. Membantu menjaga temperatur tubuh
Ada fungsi lain dari zat besi yang tidak banyak diketahui
masyarakat awam, yakni mengatur keseimbangan temperatur tubuh. Zat
besi akan mengambil peran pada sebuah bagian di otak yang mengelola
sistem suhu tubuh, Metencephalon. Selain itu zat besi akan membantu
pengelolaan hidrasi dalam tubuh yang akan membantu suhu tetap terjaga.
Suhu yang stabil sangat penting untuk menjaga fungsi setiap bagian organ
tubuh tetap optimal. Sebagaimana disampaikan di atas, bahwa fungsi
utama dari zat besi adalah menjadi bahan pembentukan sel darah merah
sekaligus menjadi unsur pengikat oksigen dalam tubuh. Namun dari kedua
fungsi inilah seluruh tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Dan
5
tanpa kecukupan zat besi, seluruh tubuh akan mengalami penurunan fungsi
yang bisa berakibat fatal.
9. Membantu sintesis neurotransmitter
Zat besi berperan penting dalam pembentukan beberapa
neurotransmitter esensial seperti dopamine, norepinephrine, dan serotonin.
Neurotransmitter adalah bahan kimia yang mengolah dan mengirim sinyal
syaraf. Zat-zat kimia ini berperan penting dalam berbagai aktivitas yang
melibatkan fungsi syaraf dan otak.
10. Membantu Pembentukan Enzim
Zat besi merupakan komponen penting penyusun beberapa jenis
enzim dan bahan penting lainnya dalam tubuh seperti myoglobin,
cytochrome dan katalase.
Dari tabel ini kelihatan bahwa sebagian besar zat besi terikat dalam
hemoglobin yang berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk
keperluan metabolisme dalam jaringan-jaringan. Sebagian lain dari zat besi
terikat dalam sistem retikuloendotelial (RES) di hepar dan sumsum tulang
sebagai depot besi (cadangan). Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalam
transporting iron binding protein (transferin), sedangkan sebagian kecil sekali
6
didapati dalam enzim-enzim yang berfungsi sebagai katalisator pada proses
metabolisme dalam tubuh. Fungsi-fungsi tersebut diatas akan terganggu pada
penderita anemia defisiensi besi. Proses metabolisme zat besi digunakan untuk
biosintesa hemoglobin, dimana zat besi digunakan secara terus- menerus.
Sebagian besar zat besi yang bebas dalam tubuh akan dimanfaatkan kembali
(reutilization), dan hanya sebagian kecil sekali yang diekskresikan melalui air
kemih, feses dan keringat.
Absorbsi Besi
Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi
heme dan besi non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan,
tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal
dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah.
Besi dalam makanan diolah di lambung, karena pengaruh asam
lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain.
Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe 3+) ke fero (Fe2+) yang
dapat diserap di duodenum.
2. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum
dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses
yang sangat kompleks. Dikenal adanya mucosal block (mekanisme
yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus).
3. Fase Korporeal
Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi
oleh sel-sel yang memerlukan, serta penyimpanan besi (storage) oleh
tubuh. Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus), melewati
bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam
darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan
melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis.
7
Mekanisme Regulasi Absorbsi Besi
Terdapat 3 mekanisme regulasi absorbsi besi dalam usus:
1. Regulator dietetik : absorbsi besi dipengaruhi oleh jumlah kandungan
besi dalam makanan, jenis besi dalam makanan (besi heme atau non
heme), adanya penghambat atau pemacu absorbsi dalam makanan.
2. Regulator simpanan : Penyerapan besi diatur melalui besarnya
cadangan besi dalam tubuh.
3. Regulator eritropoetik : Besar absorbsi besi berhubungan dengan
kecepatan eritropoesis. Mekanisme ini belum diketahui dengan pasti.
8
sehingga masih tersedia cadangan yang cukup banyak untuk berikatan
dengan besi apabila terjadi kelebihan besi. Hal ini penting dalam
diagnosis gangguan metabolisme besi. Besi (Fe3+) di dalam plasma
yang berikatan dengan apotransferin (Tf), Fe-Tf akan berikatan
dengan reseptor transferin (TfR) pada permukaan sel. Kompleks TfR
dan Fe3+ -Tf bersama DMT 1 di clathin-coated pit, mengalami
invaginasi membentuk endosom. Pompa proton di dalam endosom
akan menurunkan pH menjadi asam (5,5) mengakibatkan ikatan antara
Fe3+ dan apotransferin terlepas. Apotransferin tetap berikatan dengan
TfR di permukaan sel, sedangkan Fe3+ yang dilepaskan akan keluar
melalui DMT 1 mitokondria dan disimpan. Besi dengan protoporfirin
selanjutnya dipergunakan untuk pembentukan heme. Besi yang
berlebih akan disimpan sebagai feritin dan hemosiderin. Akibat pH
ekstrasel 7,4 ikatan antara apotransferin TfR di permukaan sel akan
terlepas. Apotransferin akan dilepaskan keluar dari sel menuju
sirkulasi dan berfungsi kembali sebagai pengangkut besi, sedangkan
TfR akan menjadi Truncated Transferin Receptor atau Soluble
Transferin Receptor (sTfR).
(Siklus Transferin)
2. Reseptor Transferin
Reseptor Transferin merupakan protein transmembran
homodimer terdiri dari 2 molekul monomer yang identik, terikat pada
2 ikatan sulfide pada residu sitein 89 dan 92, terletak ekstraseluler.
Tiap monomer mempunyai berat molekul 90 kD, terdiri dari 780 residu
asam amino dengan 3 domain, yaitu protease-like domain (A)
berikatan dengan aminopeptidase, apical domain (B), dan helical
9
domain (C). Setiap monomer mengikat 1 molekul transferin yang telah
mengikat 2 atom Fe3+. Setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul
transferin. Hampir semua sel tubuh mengekspresikan reseptor
transferin.
3. Soluble Transferin Receptor (sTfR)
Dalam plasma STfR berada dalam bentuk kompleks dengan
transferin, memiliki berat molekul 320 kD. Kadar sTfR serum
berkorelasi dengan jumlah reseptor transferin yang diekspresikan pada
permukaan sel. Kadar sTfR tidak di pengaruhi oleh protein fase akut,
kerusakan hati akut, dan keganasan. Kadar sTfR menggambarkan
aktivitas eritropoiesis. sehingga kadar sTfR dapat digunakan
monitoring aktivitas eritropoiesis.
Erythropoiesis
Sistem eritroid terdiri atas sel darah merah (eritrosit) dan prekursor
eritroid. Unit fungsional dari sitem eritroid ini dikenal sebagai eritron yang
berfungsi sebagai pembawa oksigen. Prekursor eritroid dalam sumsum
tulang berasal dari sel induk hemopoietik, melalui jalur sel induk myeloid,
kemudian menjadi sel induk eritroid, yaitu BFU-E dan selanjutnya CFU-
E. Prekursor eritroid dalam sumsum tulang dikenal sebagai
pronormoblast, berkembang menjadi basophilic selanjutnya
polychromatophilic normoblast dan acidophilic (late) normoblast. Sel ini
kemudian kehilangan intinya, masih tertinggal sisa-sisa RNA, yang jika di
cat dengan pengecatan khusus akan tampak, seperti jala sehingga disebut
retikulosit. Retikulosit akan dilepas ke darah tepi, kehilangan sisa RNA
sehingga menjadi erotrosit dewasa. Proses ini dikenal sebagai
eritropoiesis, yang terjadi dalam sumsum tulang.
Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata
selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan
(senescence) kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES.
Apabila destruksi terjadi sebelum waktunya (<120 hari) maka proses ini
disebut sebagai hemolisis. Komponen eritrosit terdiri atas membran
eritrosit, sistem enzim (pyruvat kinase dan G6PD) dan hemoglobin (alat
angkut oksigen). Hb merupakan senyawa biomolekul yang terdiri dari
heme (gabungan protoporfirin dan besi) dan globin (bagian protein yang
terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta). Besi didapat dari transferin.
Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin.
(Eritropoiesis)
10
Gambar diatas menjelaskan bahwa hanya Fe2+ yang terdapat dalam
transferin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel "eritroblas"
dalam sumsum tulang hanya memiliki "reseptor" untuk feritin. Kelebihan
besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai
feritin. Besi yang terikat pada β-globulin (feritin) selain berasal dari
mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua
(berumur 120 hari) dihancurkan sehingga besinya masuk ke dalam
jaringan limpa untuk kemudian terikat pada β-globulin (menjadi
transferin) dan kemudian ikut aliran darah ke sumsum tulang untuk
digunakan eritroblas membentuk hemoglobin. Gangguan dalam
pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya
eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang
mengandung Hb di dalamnya (hipokrom). Tidak berhasilnya sitoplasma
sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan Hb dapat disebabkan
oleh karena rendahnya kadar Fe dalam darah (kurang gizi, gangguan
absorbsi Fe, kebutuhan besi yang meningkat) dan rendahnya kadar
transferin dalam darah.
Feritin
Feritin adalah salah satu protein yang penting dalam proses
metebolisme besi di dalam tubuh. Sekitar 25 % dari jumlah total zat besi
dalam tubuh berada dalam bentuk cadangan zat besi (depot iron), berupa
feritin dan hemosiderin. Feritin dan hemosiderin sebagian besar terdapat
dalam limpa, hati, dan sumsum tulang. Feritin adalah protein intra sel yang
larut didalam air, yang merupakan protein fase akut. Hemosiderin
merupakan cadangan besi tubuh berasal dari feritin yang mengalami
degradasi sebagian, terdapat terutama di sumsum tulang, bersifat tidak
larut di dalam air. Pada kondisi normal, feritin menyimpan besi di dalam
intraseluler yang nantinya dapat di lepaskan kembali untuk di gunakan
sesuai dengan kebutuhan. Serum feritin adalah suatu parameter yang
terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi pada orang sehat.
11
Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk defisiensi zat besi, yang
berarti bila semua cadangan besi habis, dapat dianggap sebagai diagnostik
untuk defisiensi zat besi.
1. Struktur Dan Fungsi Feritin
Ferritin adalah kompleks protein yang berbentuk globular,
mempunyai 24 subunit- subunit protein yang menyusunnya dengan
berat molekul 450 kDa, terdapat di semua sel baik di sel prokayotik
maupun di sel eukaryotik. Pada manusia, subunit - subunit pembentuk
feritin ada dua tipe, yaitu Tipe L (Light) Polipeptida dan Tipe H
(Heavy) Polipeptida, dimana masing - masing memiliki berat molekul
19 kD dan 21 kD Tipe L yang disimbolkan dengan FTL berlokasi di
kromosom 19 sementara Tipe H yang disimbolkan dengan FTH1
berlokasi di kromosom 11. Feritin mengandung sekitar 23% besi.
Setiap satu kompleks feritin bisa menyimpan kira – kira 3000 - 4500
ion Fe3+ di dalamnya. Feritin bisa ditemukan atau disimpan di liver,
limpa, otot skelet dan sumsum tulang. Dalam keadaan normal, hanya
sedikit feritin yang terdapat dalam plasma. Jumlah feritin dalam
plasma menggambarkan jumlah besi yang tersimpan di dalam tubuh.
Bila dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer feritin mempunyai
lima helix penyusun yaitu blue helix, orange helix, green helix, yellow
helix dan red helix dimana ion Fe berada di tengah kelima helix
tersebut. Besi bebas bersifat toxic untuk sel, karena besi bebas
merupakan katalisis pembentukan radikal bebas dari Reactive Oxygen
Species (ROS) melalui reaksi Fenton. Untuk itu, sel membentuk suatu
mekanisme perlindungan diri yaitu dengan cara membuat ikatan besi
dengan feritin. Jadi feritin merupakan protein utama penyimpan besi di
dalam sel.
2. Hubungan Feritin Dan CRP
Besi berperan penting dalam pembentukan sel-sel darah merah,
pengangkutan elektron, imunitas tubuh serta proses tumbuh kembang
terutama motorik dan mental. Kekurangan zat besi berhubungan
dengan kejadian infeksi dan inflamasi, hal ini digambarkan dengan
perubahan kadar feritin serum, zat besi serum, dan saturasi transferin
pada saat fase akut. Beberapa penelitian menunjukkan beberapa
penanda proses inflamasi yang dapat digunakan untuk
menggambarkan proses inflamasi yang berkaitan dengan perubahan
kadar zat besi dalam tubuh. Penelitian terbaru menunjukkan penanda
protein fase akut yang paling sering yaitu C-Reaktive Protein. Protein
fase akut memegang peran dalam proses inflamasi yang kompleks.
Konsentrasi protein fase akut akan meningkat secara signifikan selama
proses inflamasi akut misalnya adanya infeksi, tumor, tindakan
pembedahan, infark miokard. Peningkatan tersebut disebabkan oleh
12
peningkatan sintesis di hati namun tidak dapat digunakan untuk
menentukan penyebab inflamasi. Pengukuran protein fase akut dapat
digunakan untuk mengamati progresivitas dari inflamasi serta melihat
respon terapi dengan menilai kapan protein fase akut mulai meningkat
dan kapan kadar yang tertinggi tercapai. Kadar CRP kan meningkat
cepat pada infeksi disebut respon fase akut. Peningkatan CRP
berhubungan dengan peningkatan konsentrasi interleukin-6 (IL-6)
didalam pasma yang sebagian besar diproduksi oleh makrofag.
Makrofag merupakan sel imun yang berperan langsung dengan kadar
zat besi dalam tubuh manusia. Makrofag membutuhkan zat besi untuk
memproduksi highly toxic hydroxyl radical, juga merupakan tempat
penyimpanan besi yang utama pada saat terjadi proses inflamasi.
Sitokin, radikal bebas, serta protein fase akut yang dihasilkan oleh hati
akan mempengaruhi homeostasis besi oleh makrofag dengan cara
mengatur ambilan dan keluaran besi sehingga akan memicu
peningkatan retensi besi dalam makrofag pada saat terjadi inflamasi.
Besi juga mengatur aktivitas sitokin, proliferasi, dan aktivitas limfosit
sehingga diferensiasi dan aktivasi makrofag akan terpengaruh.
13
2. Hemokromatosis herediter
Hemokromatosis herediter menyebabkan terbentuknya zat besi
dalam jaringan dan organ tubuh. Seiring waktu, hemokromatosis yang
tidak diobati akan meningkatkan risiko radang sendi, kanker, gangguan
hati, diabetes, dan gagal jantung. Tubuh tidak memiliki mekanisme mudah
untuk membuang kelebihan zat besi. Cara yang paling efektif untuk
menghilangkan kelebihan zat besi adalah dengan kehilangan darah.
Karena itulah wanita yang sedang haid jarang sekali mengalami kelebihan
zat besi. Demikian juga pada orang-orang yang rutin mendonorkan
darahnya.
3. Resiko Infeksi
Baik kelebihan zat besi atau defisiensi zat besi, dapat membuat
orang lebih rentan terhadap infeksi.
Ada dua alasan untuk hal ini:
Sistem kekebalan tubuh menggunakan zat besi untuk membunuh
bakteri berbahaya, sehingga sebagian zat besi dibutuhkan untuk
melawan infeksi.
Peningkatan kadar zat besi dalam jumlah besar akan merangsang
pertumbuhan bakteri dan virus, jadi kelebihan zat besi dapat memiliki
efek kebalikan dan meningkatkan risiko infeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplementasi zat besi
dapat meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan infeksi, walaupun
beberapa penelitian lain tidak menemukan efeknya. Orang dengan
hemokromatosis herediter juga lebih rentan terhadap infeksi. Bagi orang
dengan risiko tinggi infeksi, suplementasi zat besi merupakan keputusan
yang sangat beralasan. Namun, semua potensi risiko harus diperhitungkan
sebelumnya. Suplemen zat besi adalah cerita lain. Suplemen zat besi akan
membantu penderita defisiensi zat besi, tapi bisa menyebabkan kerusakan
pada orang yang tidak kekurangan zat besi. Singkatnya, kelebihan zat besi
bisa membahayakan. Jangan pernah mengonsumsi suplemen zat besi
kecuali jika memang disarankan ahlinya.
14
Terjadi kram perut.
Kelemahan otot,kejang dan muntah-muntah.
Berkurangnya nafsu makan.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zat besi (Fe) adalah unsur mineral yang paling penting dibutuhkan
oleh tubuh karena perannya pada pembentukan zat hemoglobin, pembawa
oksigen, berperan dalam fungsi otot, berperan dalam fungsi otak,
berperan dalam mengatasi gejala umum anemia, memaksimalkan fungsi
imunitas, membantu sistem metabolisme, membantu menjaga temperatur
tubuh, membantu sintesis neurotransmitter, dan membantu pembentukan
enzim. Pada hewan, manusia, dan tanaman, Fe termasuk logam esensial,
bersifat kurang stabil, dan secara perlahan berubah menjadi ferro (Fe II) atau
ferri (Fe III). Kandungan Fe dalam tubuh hewan bervariasi, bergantung pada
status kesehatan, nutrisi, umur, jenis kelamin, dan spesies. Besi dalam tubuh
berasal dari tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis),
dari penyimpanan di dalam tubuh, dan hasil penyerapan pada saluran
pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut, Fe hasil hemolisis merupakan
sumber utama. Bentuk-bentuk senyawa yang ada ialah senyawa heme
(hemoglobin, mioglobin, enzim heme) dan poliporfirin (transferin, ferritin, dan
hemosiderin). Sebagian besar Fe disimpan dalam hati, limpa, dan sumsum
tulang.
Agar dapat dimanfaatkan dengan baik maka zat besi harus
dimetabolisme dalam tubuh. Besi merupakan unsur vital yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, dan merupakan
komponen penting pada sistem enzim pernafasan. Pada metabolisme besi
perlu diketahui komposisi dan distribusi besi dalam tubuh, cadangan besi
tubuh, siklus besi, absorbsi besi dan transportasi besi.
16
Meskipun zat besi memiliki peran yang sangat penting di dalam tubuh
namun jumlahnya harus tetap dalam keadaan seimbang karena jika zat besi
dalam tubuh mengalami kelebihan ataupun kekurangan dapat menimbulkan
beberapa penyakit seperti anemia, hemokromatosis herediter, dan dapat
menyebabkan resiko infeksi akan semakin lebih besar. Oleh karena itu kita
juga harus sering memakan zat besi secukupnya agar zat besi dalam tubuh kita
tercukupi jumlahnya seperti tempe kacang kedelai murni, kacang kedelai
kering, kacang hijau, kacang merah, kelapa tua, hati sapi, daging sapi, telur
sapi, telur ayam, ikan segar, gula kelapa, dan banyak makanan lainnya yang
mengandung zat besi.
DAFTAR PUSTAKA
Ridwan, Endi. 2012. Kajian Interaksi Zat Besi Dengan Zat Gizi Mikro Lain
Dalam Suplementasi. Bogor: Penel Gizi Makan. Vol. 35, No. 1:49-54
Arifin, Zainal. 2008. Beberapa Unsur Mineral Esensial Mikro Dalam Sistem
Biologi Dan Metode Analisisnya. Bogor: Jurnal Lutbang Pertanian. Vol. 27, No.
3:99-105
Hoffbrad, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H. 2001. Essential Hematology. Oxford :
Blackwell science
https://www.deherba.com/8-manfaat-zat-besi-agar-tubuh-berfungsi-dengan-baik.html ,
diakses 17 Mei 2018.
https://www.medkes.com/2013/04/pentingnya-zat-besi-bagi-tubuh-dan-
sumbernya.html, diakses 17 Mei 2018.
17
http://olvista.com/10-manfaat-zat-besi-bagi-kesehatan/ , diakses 17 Mei 2018.
http://darrylkosambipet.com/penyakit-anjing-kucing-hewan/mengenal-penyakit-
devisiensi-zat-besi-pada-anjing.html, diakses 17 Mei 2018.
https://www.medkes.com/2018/01/akibat-dan-bahaya-kelebihan-zat-besi.html , diakses
17 Mei 2018.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39680/Chapter%20II.pdf?
sequence=4, diakses 17 Mei 2018.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22021/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=C092E02FF1D5B8BEE6A1955F0F25A9D5?sequence=4 , diakses 17
Mei 2018.
18