TANGERANG SELATAN
Oleh :
DISIPLIN HUKUM
Disiplin adalah system ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi. Secara
umum disiplin dapat dibedakan antara disiplin analitis dan preskriptif.
Disiplin analitis adalah suatu system ajaran yang titik beratnya menganalisis,
memahami serta menjelaskan gejala-gejala yang dihadapi. Contohnya antara lain
adalah sosiologi, psikologi, ekonomi dan seterusnya.
Disiplin preskriptif adalah system ajaran yang menentukan apakah yan seyogyanya
atau yang seharusnya dilakukan di dalam menghadapi kenyataan tertentu. Disiplin
preskriptif, mengandung nilai-nilai tertentu yang akan dikejar dan bersifat normative
(member pedoman patokan). Beberapa bidang studi yang termasuk dalam disiplin
preskriptif adalah filsafat hukum.
1. Ilmu hukum sebagai kumpulan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan antara lain
meliputi
Ilmu tentang kaidah atau normwisseschaft atau sollenwissenschaft, yaitu ilmu yang
menelaah hukum sebagai kaidah atau system kaidah-kaidah.
Ilmu tentang pengertian hukum, yakni ilmu tentang pengertian-pengertian pokok dalam
hukum seperti subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, dan obyek hukum.
Ilmu tentang kenyataan atau tatsachewissenschaft atau seinwissenschaft yang
menyoroti hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan. Artinya, hukum akan dilihat
dari segi penerapannya yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku atau sikap tindak
(das sein), yang antara lain mencakup :
a. Sosiologi hukum, yakni cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan
timbale balik antara hukum sbg gejala-gejala social yang lain.
b. Anthropologi hukum, yakni cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-pola
sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat sederhana, maupun yang sedang
mengalami proses modernisasi.
c. Psikologi hukum, yakni cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai
suatu perwujudan dan perkembangan jiwa manusia.
Contohnya, analisis perilaku terhadap konsumen, misal dilaksanakan sensus
prioritas belanja, prioritas pertama adalah aplikasi, kedua paket data, ketiga
elektronik, dan keempat sandang atau pakaian
d. Perbandingan hukum, yakni cabang ilmu pengetahuan yang memperbandingkan
system-sistem hukum yang berlaku di dalam satu atau beberapa masyarakat.
e. Sejarah hukum, yang mempelajari tentang perkembangan dan asal-usul system
hukum suatu masyarakat tertentu
2. Politik hukum merupakan langkah nyata bagaimana hukum akan dibangun. Melalui
politik hukum, arah perkembangan hukum akan ditentukan secara terencana melaui
program pembangunan yang telah disiapkan.
3. Filsafat hukum ilmu yang mempelajari hukum secara mendalam untuk mencapai atau
menemukan hakikat atau inti hukum yang sebenarnya. Filsafat hukum lebih merupakan
wujud yang abstrak, karena akan membicarakan persoalan keadilan dan kebenaran.
Kedudukannya di atas ilmu; bebas nilai
Bagian cabang :
1. Hukum Administrasi Negara
2. Hukum Tata Negara
3. Hukum Pidana (Materil dan Formil)
4. Hukum Perdata (Materil dan Formil)
5. Hukum Internasional
Bagian ranting :
1. Ilmu Hukum Substantif (Hukum Material)
2. Ilmu Hukum Ajektif (Hukum Formal)
Unsur masyarakat :
Manusia yang hidup bersama
Merupakan satu kesatuan
Merupakan suatu system hidup bersama
Berkumpul dan bekerja sama untuk waktu lama
Bentuk Masyarakat :
Faktor – faktor Pendorong Hidup Bermasyarakat karena untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
antara lain (Maslow, 1954) :
1. Hasrat untuk memenuhi keperluan makan dan minum
2. Hasrat untuk membela diri
3. Hasrat untuk mengadakan keturunan
Norma - Norma
“Norm is the meaning of an act/law by witch a certain behavior is commanded,
permitted, and authorized.” (Hans Kelsen)
1. Norma Agama
Norma yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa, norma agama
ditentukan oleh Tuhan.
2. Norma Kesusilaan
Norma yang bersumber pada moral.
Dalam hati nurani, apakah suatu perbuatan baik atau buruk, baik buruknya sesuatu
berbeda
3. Norma Kesopanan
Norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakar sendiri untuk mengatur
pergaulan hidup, shg masing-masing saling menghormati.
Sama seperti adat istiadat yang merupakan suatu kebiasaan yang berlaku di
masyarakat
4. Norma Hukum
Bersifat memaksa, untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidupnya.
Pasal 362 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa mengambil sesuatu barang
yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
Pelanggaran norma keagamaan, kesusilaan dan kaedah sopan santun akan terkena
sanksi. Sanksi merupakan raeksi, akibat atau konsekuensi pelanggaran kaedah sosial.
Norma Hukum :
Tujuannya : memperbaiki diri seseorang secara tidak langsung juga menuju ke arah
masyarakat yang teratur
Isinya : terutama mengatur sikap batin diri pribadi dan kehendak manusia.
Sumber sanksinya : (bersifat otonom) sanksinya berasal dari dan dipaksakan oleh suara
batinnya sendiri
Ditaatinya : karena sesuai dengan suara batinnya atau kepercayaannya sendiri
Kaidah hukum yang berisi Larangan (Verbod) , kaidah ini memuat larangan untuk
melakukan sesuatu dengan ancaman sanksi apabila melanggar (misalnya larangan
melakukan Pencurian Pasal 362 KUH Pidana).
Kaidah hukum yang berisi membolehkan (mogen), kaidah hukum ini memuat hal-hal
yang boleh dilakukan, tapi boleh tidak.
contoh : ketentuan Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 1974 calon suami-istri boleh melakukan
perjanjian.
HUKUM NORMATIF, HUKUM IDEAL, DAN HUKUM WAJAR
1. HUKUM NORMATIF
hukum yang nampak dalam peraturan-peraturan perundang-undangan
hukum yang tidak tertulis dalam perundang-undangan tetapi ditaati oleh masyarakat
2. HUKUM IDEAL
hukum yang dcita-citakan.
berakar pada perasaan murni manusia dari segala bangsa diseluruh dunia.
Hukum ini yang benar-benar obyektik
Memenuhi keadilan semua bangsa di dunia
3. HUKUM WAJAR
hukum seperti yang terjadi dan nampak sehari-hari
Tidak jarang hukum yang nampak sehari-hari itu bertentangan dengan undang-undang
Istilah hukum :
Recht (Belanda)
Law (Inggris)
Loi/Droit (Perancis)
Dirrito (Italia)
Lex/Ius/Recht (Latin)
Ahkam (Arab)
Manusia lahir dijemput oleh hukum, hidup diatur oleh hukum, mati diantar oleh
hukum.
Ahmad Ali
Unsur Hukum
Sistemnya banyak
Disahkan penguasa, biasanya pemerintah karena paling cepat diakui
Contoh : Hukum Darurat seperti Proklamasi, Dekrit Presiden
Perlu mewaspadai aturan hukum tidak tertulis
Ada sanksi di tiap peraturan yang dibuat
Tujuan Hukum
Tidak boleh melanggar hak pribadi, contohnya tidak boleh masuk rumah
orang tanpa izin
Harus saling mematuhi aturan sehingga tidak ada konflik
Sifat Hukum
Memaksa, contohnya hukum pidana
o Perintah
o Larangan
Fakultatif (Kebolehan), memilih, tidak ada pemaksaan
Teori Hukum
Etis : Tujuan hukum keadilan
Utilities : Nilai kegunaan, bermanfaat terbesar bagi masyarakat
Campuran : Ketertiban, keadilan; hukum harus mendapat keadilan yang
dicapai dengan mencari keseimbangan dan menciptakan kepastian
Menurut Radbruch : Tujuan utama dari hukum atau cita-cita hukum
adalah keadilan
Teori keadilan John Roles : Kalau ada yang tidak mampu diberi
kompensasi agar mampu
PERTEMUAN 3-4
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang
mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang meliputi:
hak-hak asasi manusia;
hak dan kewajiban warga negara;
pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan
negara;
wilayah negara dan pembagian daerah;
kewarganegaraan dan kependudukan; dan
keuangan negara.
Pelaksanaan Undang-Undang
Untuk melaksanakan peraturan perundangan maka kepala pemerintahan diberi
kewenangan untuk membuat peraturan-peraturan yang bersifat pelaksanaan.
Contoh Presiden juga berwenang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Presiden.
Demikian pula Gubernur, Bupati, Walikota, dan Kepala Desa, selain bersama-
sama para wakil rakyat membentuk peraturan daerah dan peraturan desa.
PERPU
Berdasarkan Pasal 22 UUD 1945
Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) harus dimintakan
persetujuan dalam persidangan DPR berikutnya untuk menjadi UU.
Pasal 1 UU 10 Tahun 2004:
Peraturan pemerintah pengganti undang- undang adalah peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang
memaksa
Kegentingan yang memaksa menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
138/PUU-VII/2009 :
1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum
secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
2. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan
hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-
Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama
sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Materi PERPU
Sama dengan materi muatan UU
Lebih ke “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”
Substansi digantungkan pada kebutuhan presiden dengan tetap memperhatikan
materi muatan UU
Keabsahan substansi digantungkan pada persetujuan DPR.
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah (PP) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
berdasarkan delegasi kewenangan pengaturan dari suatu UU.
Berdasarkan Pasal 5 (2) UUD 1945, Presiden membentuk PP (hanya) untuk
menjalankan UU. Artinya, suatu PP bisa dibentuk untuk mengatur suatu hal
apabila telah ada suatu UU yang mengatur hal yang sama.
Dengan demikian, ketentuan-ketentuan dalam PP adalah sama dengan UU namun
sebatas yang didelegasikan.
Peraturan Presiden
Peraturan Presiden (Perpres) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
berdasarkan atribusi kewenangan pengaturan dari UU atau PP.
Menurut Pasal 4 (1) UUD 1945 Presiden dapat membentuk Perpres sebagai
peraturan perundang-undangan mandiri (autonome satzung) untuk menjadi alat
bagi Presiden dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang
diberikan oleh UUD.
Perpres dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah UU
atau PP baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya
(Penjelasan Pasal 11 UU P3).
Peraturan Menteri
Peraturan Menteri (Permen) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
berdasarkan delegasi kewenangan pengaturan dari PP atau Perpres.
Setiap Menteri adalah pembantu Presiden yang menangani bidang-bidang tugas
pemerintahan, namun hanya Menteri yang mengepalai kementerian teknis yang
memiliki kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan.
Peraturan Pimpinan LPND
Peraturan Pimpinan LPND adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat
pengaturan yang setingkat dengan Permen.
Mengingat setiap Pimpinan LPND adalah pembantu Presiden yang menangani
bidang-bidang tugas pemerintahan, maka mereka memiliki kewenangan
membentuk peraturan perundang-undangan.
Peraturan Dirjen Kementerian
Peraturan Direktur Jenderal Departemen (Perdirjen) merupakan peraturan
perundang-undangan yang dibentuk sebagai penjabaran teknis dari Permen-nya.
Berdasarkan UU 10/2004, delegasi kewenangan pengaturan kepada Perdirjen
hanya bisa dilakukan oleh peraturan perundang-undangan di bawah UU. Saat ini
eksistensi Perdirjen diatur dalam Perpres 9/2005.
Peraturan Lembaga Pemerintah Lainnya
Peraturan Lembaga Pemerintahan Lainnya (State Auxiliary Bodies) adalah
peraturan perundang-undangan yang keberadaannya didasarkan atas kewenangan
atribusi dari UU yang terkait dengan lembaga tersebut. Kadang kala UU yang
bersangkutan secara eksplisit juga mendelegasikan kewenangan pengaturan
kepada peraturan perundang-undangan ini.
Kewenangan pengaturan yang diberikan kepada lembaga ini meliputi hal-hal yang
merupakan wewenang dan bidang tugas pemerintahan yang dimilikinya.
PERDA
Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
oleh Kepala Daerah bersama dengan DPRD. Perda terdiri dari Perda Provinsi dan
Perda Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Pasal 136 UU 32/2004, kewenangan pembentukan Perda merupakan
atribusi kewenangan pengaturan, namun demikian pembentukan Perda bisa juga
berdasarkan delegasi kewenangan dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Peraturan Kepala Daerah
Peraturan Kepala Daerah merupakan peraturan pelaksanaan dari Perda. Peraturan
perundang-undangan ini dibentuk berdasarkan delegasi kewenangan pengaturan
dari Perda (Pasal 146 UU 32/2004).
Peraturan Kepala Daerah terdiri dari Peraturan Gubernur, dan Peraturan
Bupati/Walikota.
e. Pengundangan dan kekuatan berlakunya UU
Kapan berlakunya suatu UU?
1. UU tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara
2. Tanggal mulai berlakunya suatu UU menurut tanggal yang ditentukan dalam UU
tersebut.
3. Jika tanggal berlakunya tidak ditentukan, maka UU itu berlaku 30 hari sesudah
diundangkan
Kekuatan Berlakunya Hukum
1. Setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka berlaku teori Fictie dalam hukum, yaitu
bahwa “Setiap orang dianggap tahu adanya UU”
A. KODIFIKASI HUKUM
Pengertian
o Kodifikasi adalah penggolongan jenis hukum tertentu berdasarkan asas-
asas tertentu ke dalam buku undang-undang yang baku (Sudarsono,
1999: 222).
o Dalam kamus Black’s Law Dictonary (Bryan A. Garner, 1999: 252)
menyebutkan bahwa kodifikasi meliputi: The process of compiling,
arranging, and systematizing the laws of a given jurisdiction, or of a
discrete branch (cabang lain) of the law, into an ordered code (kitab
undang-undang).
Macam kodifikasi
o Kodifikasi terbuka :
Memberi kemungkinan
tambahan–tambahan di luar induk
kodifikasi.
Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat
dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan
masyarakat
o Kodifikasi tertutup :
Semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke
dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Tidak bisa diubah sembarangan
Kodifikasi di Indonesia
o Setelah kemerdekaan, KUHP tetap diberlakukan disertai penyelarasan
kondisi berupa pencabutan pasal-pasal yang tidak lagi relevan. Hal ini
berdasarkan pada Ketentuan Peralihan Pasal II UUD 1945
o Pada tanggal 26 Februari 1946, pemerintah kemudian mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
o Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 menjadi dasar hukum
perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands
Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal
dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Tujuan Kodifikasi
o Untuk mencapai kesatuan dan keseragaman hukum (rechseenheid)
o Untuk mencapai kepastian hukum (rechszekerheid)
o Untuk penyederhanaan hukum (rechsvereenvoudiging)
B. PEMBAGIAN HUKUM
Menurut sumbernya
o Sumber Hukum Formal
UU
Hukum Kebiasaan (Adat)
Traktat (Instrument internasional)
Yurisprudensi
Doktrin
o Sumber Hukum Material
Filosofis (Pancasila)
Sosiologis
Yuridis
Ekonomis
Financial/keuangan
Syariah
HAM (perlindungan wanita, anak, perbudakan, Human
trafficking)
Kriminologi
Politik
Multidisiplin
dll
Menurut Bentuknya
o Hukum Tertulis
Hukum tertulis yang dikodifikasikan cth : KUHP, KUH Perdata
KUHD, KUHAP, Kompilasi Hukum Islam, Kitab Fiqih, dll
Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan (tersebar dalam
perundang-undangan/UU biasa)
o Hukum Tidak Tertulis (Hukum Kebiasaan)
Politik dan kekuasaan
Konvensi (kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan)
Hubungan Luar Negeri
Hukum adat/ kebiasaan setempat
Menurut tempat berlakunya
o Hukum Nasional (Undang-undang dll)
o Hukum Internasional (antar bangsa), missal resolusi Dewan Keamanan
PBB, WTO Agreement, juga aturan organisasi int (IMF, World Bank),
dst
o Hukum Asing (hukum negara/daerah lain), negara dan kita wajib
menghormati kedaulatannya.
o Hukum Islam/Syariah (bagi penganut Islam) Al-quran dan Hadits
o Hukum kanonik/ hukum gereja (bagi penganut Nasrani)
o Hukum adat setempat.
Menurut waktu berlakunya
o Ius Constitutum (Hukum Positif)/sudah dan sedang berlaku
o Ius Constituendum/ belum dan akan diberlakukan
o Hukum azasi (Hukum Alam)/ asas-asas umum yang berlaku sepanjang
jaman
Menurut cara mempertahankannya
o Hukum Material = berisi ketentuan-ketentuan hukum sesuai dengan
materi/ masalah-masalah yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan tertulis, sesuai bidang-bidang ilmu pengetahuan
o Hukum Formal = hukum acara/ prosedur untuk menegakkan
berjalannnya hukum materiil
Menurut isinya
o Hukum Privat (civil law/Hukum Sipil) misal hukum perdata, hukum
dagang/bisnis;
o Hukum Publik (Public Law/ Hukum Negara) misalnya hukum pidana,
hukum administrasi negara, hukum pajak, hukum kepabeanan dan cukai,
hukum keuangan negara, hukum penerbangan, hukum lalu lintas dst
Pembagian Hukum Sipil dan Hukum Publik
Perbedaan alat bukti Dalam Hukum Acara Dalam Hukum Acara Pidana
Perdata ada 5 alat bukti: ada 5 alat bukti: keterangan
tulisan, saksi, persangkaan, saksi, keterangan ahli, surat,
pengakuan dan sumpah. petunjuk, keterangan
terdakwa. (dikecualikan
sumpah)
Apabila suatu undang-undang isinya tidak jelas maka Hakim berkewajiban untuk
menafsirkannya sehingga dapat diberikan keputusan yang sungguh-sungguh adil dan
sesuai dengan maksud hukum yakni mencapai kepastian hukum.
1. Penafsiran Gramatikal
Penafsiran ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan tata bahasa.
Contoh :
Istilah “menggelapkan” dalam pasal 41 KUHP sering ditafsirkan sebagai
menghilangkan.
o Penafsiran menurut bahasa atau makna leksikal. Bahasa merupakan ‘rumah
berpikir’ yang dipakai pembuat undang-undang untuk menyatakan
kehendaknya.
o Namun adakalanya pembuat undang-undang tidak mampu memakai kata-kata
yang jelas. Dalam hal ini, hakimlah yang harus berusaha memahami teks yang
didalamnya kaidah hukum itu dinyatakan menurut pemakaian bahasa sehari-
hari, meminta penjelasan dari ahli bahasa, atau dari makna teknis-yuridis
yang sudah dilazimkan.
2. Penafsiran Etimologi
Penafsiran ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan asal kata.
Contoh :
Demokrasi berasal dari kata (demos dan cratos)
3. Penafsiran Historis
Penafsiran berdasarkan terbentuknya peraturan perundang-undangan.
Contoh :
UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Karena Tsunami di Aceh)
KUHPerdata BW) yang dikodifikasikan pada tahun 1848 di Hindia Belanda. Menurut
sejarahnya mengikuti code civil Perancis dan di Belanda (Nederland) di kodifikasikan pada
tahuan 1838.
o Hakim yang menggunakan pendekatan sejarah untuk memahami hukum
secara lebih mendalam jalan meneliti sejarah terjadinya/terbentuknya suatu
Undang-Undang.
o Disamping itu, hukum pada masa kini dan hukum masa lampau mempunyai
kesalinghubungan.
4. Penafsiran Otentik
Peraturan berdasarkan penjelasan yang terkandung dalam peraturan perundang-
undangan.
Contoh :
Peraturan yang mendapat penjelasan : UUD, Perpu, PP, Perpres, Peraturan Pejabat Pemerintah
atau Negara
5. Penafsiran Sosiologis
Penafsiran berdasarkan keadaan masyarakat pada saat kejadian berlangsung.
Contoh :
Keputusan MK tentang Pilpres 2014
o Penafsiran berdasarkan tujuan dibuatnya aturan hukum
o Contoh Pasal 362 KUHP (perlindungan harta benda)
o Barang siapa mengambil BARANG SESUATU , yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
6. Penafsiran Teoritis
Penafsiran berdasarkan pandangan para pakar/ ahli hukum.
Contoh :
Dalam perkara tertentu dihadirkan saksi ahli
7. Penafsiran Hakim
Penafsiran hakim terhadap peraturan perundang-undangan.
Contoh :
Pembunuhan dapat terjadi spontan/ seketika itu juga atau didahului penganiayaan atau
berencana,
atau secara sadis.
8. Penafsiran A Contrario
Penafsiran terbalik dari apa yang dipahami secara umum.
Contoh :
Dilarang masuk tanpa seizin pemilik (Pasal 167 KUHP).
o Argumentum a-contrario merupakan cara menjelaskan makna peraturan
perundang-undangan dengan didasarkan pada pengertian sebaliknya dari
peristiwa konkret yang belum ada pengaturannya.
o Pasal 39 PP No.9 tahun 1975
Masa tunggu bagi seorang janda yang hendak kawin lagi apabila perkawinannya
putus karena perceraian ditetapkan 130 hari.
9. Penafsiran Perbandingan
Penafsiran berdasarkan pasal yang satu dengan pasal yang lain.
Contoh :
Ketentuan KUHPerdata dengan KUH Dagang.
Mengenai administrasi perburuhan dengan unsur perdata dengan unsur publik.
Hubungan Hukum
o Definisi
Hubungan hukum adalah hubungan antara dua subjek hukum atau
lebih di mana hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan
hak dan kewajiban di pihak lain
o Unsur-unsur
a. Ada orang-orang yang hak dan kewajibannya saling
berhadapan,
b. Ada objek,
c. Ada hubungan antara pemilik hak dan pengemban
kewajiban atau adanya hubungan atas objek yang
bersangkutan
Perbuatan Hukum
A. Peristiwa Hukum
Suatu peristiwa atau kejadian yang membawa akibat hukum.
A. Kekuasaan Kehakiman
Pelaksana Kekuasaan Kehakiman
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24 UUD 1945
MAHKAMAH KONSTITUSI
o Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan:
1. MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap
UUD;
2. Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945;
3. Memutus pembubaran parpol dan perselisihan tentang hasil
Pemilu..
o Dalam pasal 24 C ayat 2 UUD 1945 disebutkan :
“MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD.”
KOMISI YUDISIAL
o Pasal 24 B Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa Komisi
Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta
perilaku Hakim.
PERTEMUAN KE-14
A. Lingkungan Peradilan
Peradilan Umum
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh:
1. Pengadilan Negeri yang merupakan pengadilan tingkat pertama
(berkedudukan di ibu kota Provinsi).
2. Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding
(berkedudukan di ibu kota Provinsi).
3. Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi dan
sebagai pengadilan negara tertinggi.
Peradilan Agama
o Peradilan Agama dibentuk dengan UU No. 7 Tahun 1989
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 jo
terakhir dengan UU No. 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua
atas UU Peradilan Agama.
o Peradilan Agama adalah Peradilan bagi orang-orang yang
beragama Islam.
o Pengadilan adalah Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi
Agama di lingkungan Peradilan Agama.
o Dalam lingkungan peradilan agama dapat dibentuk pengadilan
khusus.
o Pengadilan Agama bertugas memeriksa, memutus tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
1. Perkawinan
2. Waris
3. Wasiat
4. Hibah
5. Wakaf
6. Zakat
7. Infaq
8. Shadaqah
9. Ekonomi Syariah
Peradilan Militer
o Pasal 10 Ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman menyebutkan
bahwa peradilan militer merupakan badan peradilan di bawah
MA. Tugas dan wewenangnya adalah mengadili prajurit TNI.
o UU No. 32 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menyebutkan
bahwa peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan
kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata yang berpuncak
pada MA.
o Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal
pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk kepada peradilan
umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur
dengan UU.
o Dengan UU No. 2 Th 2002, Kepolisian Negara tidak lagi tunduk
kepada Peradilan Militer.
Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)
o Peratun diatur dalam UU No. 5 Tahun 1986 sebagaimana
diubah dengan UU No. 9 tahun 2004 jo UU No. 51 tahun 2009.
o Dalam pasal 4 UU Peratun disebutkan bahwa Peratun adalah
satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
terhadap sengketa tata usaha negara yang dilaksanakan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara.
o Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
Psl 48 UU Peratun :
Dalam hal suatu badan atau pejabat TUN diberi
wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-
undangan untuk menyelesaikan secara administratif
sengketa TUN tertentu, maka sengketa TUN terebut
harus diselesaikan melalui upaya administratif yang
tersedia.
Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa TUN sebagaimana dalam ayat
(1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan
telah digunakan.
Beberapa badan peradilan khusus, antara lain:
a. Pengadilan Niaga
o Dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 Pasal 280 Ayat (1)
tentang Perubahan atas UU Tentang Kepailitan
menyatakan bahwa Pengadilan Niaga berada di
lingkungan Peradilan Umum dan ayat (2) menyebutkan
bahwa selain memeriksa dan memutuskan permohonan
pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran
utang, pengadilan niaga berwenang pula memeriksa dan
memutuskan perkara lain di bidang perniagaan yang
penetapannya dilakukan dengan PP.
o Pengadilan Niaga ini, selain dapat mengadili soal
kepailitan juga dalam perkara HAKI (UU no. 14 tahun
2001 tentang Paten), masalah Merek (UU No. 15 tahun
2001 tentang Merek), dan masalah Hak Cipta (UU no.19
tahun 2002 tentang Hak Cipta).
b. Pengadilan Anak
o UU Nomor 3 Tahun 1997
o Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan
kehakiman yang berada di lingkungan peradilan Umum.
o Sidang Pengadilan Anak betugas dan berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana
anak nakal sebagaimana ditentukan UU.
o UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pengadilan Anak
o Azas yang dianut dalam UU No.11 Th 2012 adalah
kepentingan yg terbaik bagi anak; penghargaan terhadap
pendapat anak; kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak; pembinaan dan pembimbingan anak;
perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai
upaya terakhir; dan penghindaran pembalasan.
o Pasal 3 UU No.11 Tahun 2012 menyatakan bahwa setiap
anak dalam proses peradilan pidana berhak:
1. Diperlakukan secara manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan
umurnya;
2. Dipisahkan dari orang dewasa;
3. Melakukan kegiatan rekreasional;
4. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau
perlakuan lain yg kejam, tidak manusiawi, serta
merendahkan derajat dan martabatnya;
5. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur
hidup;
6. Tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara, kecuali
sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang
paling singkat.
o Sistem Peradilan Anak wajib mengutamakan pendekatan
restoratif, serta wajib diupayakan diversi dengan
tujuan:
1. Mencapai perdamaian antara korban dan anak;
2. Menyelesaikan perkara anak di luar proses
peradilan;
3. Menghindarkan anak dari perampasan
kemerdekaan;
4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
c. Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)
o Pengadilan HAM diatur dalam UU No. 26 tahun 2000.
o Pengadilan HAM bertugas dan berwenang untuk
memeriksa dan memutus perkara “khusus” terhadap
pelanggaran HAM yang berat, yaitu menyangkut
pelanggaran yang meliputi kejahatan Genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan.
o Hukum Acara dalam pengadilan HAM adalah pada
prinsipnya menggunakan KUHAP (Pasal 10 UU No. 26
Tahun 2000 tentang Peradilan HAM)
o Penyelidikan terhadap pelanggaran HAM yang berat
dilakukan oleh KOMNAS HAM (Psl 18 ayat 1) dan
dalam melakukan penyelidikannya KOMNAS HAM
dapat membentuk Tim Ad Hoc yang terdiri dari
KOMNAS HAM dan unsur masyarakat.
o Peradilan HAM tidak mengenal azas Non-retroaktif
(pasal 43 ayat 1 UU No. 26 tahun 2000); tidak mengenal
kadaluarsa dan adanya pengecualian atas azas “ne bis in
idem.”
o Genosida
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan
atau kelompok agama dengan cara:
1. Membunuh anggota kelompok
2. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental
yang berat terhadap anggota kelompok
3. Mencipatakan kondisi kehidupan kelompok yang
akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik
baik seluruh atau sebagiannya.
4. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok
5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari
kelompok tertentu ke kelompok lain.
o Kejahatan terhadap Kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan
yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsng terhadap penduduk sipil, berupa:
a. Pembunuhan
b. Pemusnahan
c. Perbudakan
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan
kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang
yang melanggar (azas-azas) pokok hukum
Internasional
f. Penyiksaan
g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran
secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang
setara.
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok
tertentu atau perkumpulan yg didasari
persamaan faham politik, ras, kebangsaan,
etnis, budaya, jenis kelamin atau alasan lain yg
telah diakui secara universal sebagai hal yg
dilarang menurut hukum internasional.
i. Penghilangan orang secara paksa dan
kejahatan apartheid.
d. Pengadilan Pajak
o Diatur dalam UU No. 14 tahun 2002
o Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak
atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap
sengketa Pajak. (Pasal 2)
o Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul antara
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada
Pengadilan Pajak.
o Pengadilan Pajak merupakan pengadilan tingkat pertama
dan terakhir dalam memeriksa dan memutuskan sengketa
pajak. Pihak-pihak yang besengketa dapat mengajukan
Peninjauan Kembali (PK) kepad MA (pasal 33 jo pasal
77);
o Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa (pasal 80):
1. Menolak
2. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya
3. Menambah pajak yang harus dibayar
4. Tidak dapat diterima
5. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan
hitung dan atau
6. Membatalkan Terhadap putusan sebagaimana di
atas tidak dapat diajukan Gugatan, Banding atau
Kasasi.
e. Pengadilan Perikanan
o Diatur berdasar UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana
diubah dengan UU No. 45 tahun 2009.
o Pengadilan Perikanan berwenang memeriksa, mengadili
dan memutus tindak pidana perikanan yang terjadi
diwilayah pengelolaan perikanan Negara RI yang
dilakukan oleh WNI maupun warga negara asing,
merupakan pengadilan khusus yang berada dalam
lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di
pengadilan negeri.
o Peradilan perikanan akan dibentuk di Pengadilan Negeri
Jakarta Utara, Medan, Pontianak Bitung dan Tual.
Pembetukan selanjutnya dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kebutuhan ditetapkan dengan Keppres.
PERTEMUAN ke-15
Pembahasan
• Hukum Pidana
• Hukum Perdata
HUKUM PIDANA
• “Pelanggaran” dan “kejahatan” diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana
(KUHP)
• “Pelanggaran” ialah mengenai hal-hal yang kecil atau ringan, yang diancam
dengan hukuman denda.
1. Pidana mati
2. Pidana penjara:
4. Pidana denda
5. Pidana tutupan
B. Pidana Tambahan
HUKUM PERDATA
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu
dengan orang lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan
perseorangan/pribadi.
• Hukum Perdata sering dibedakan antara pengertian yang luas (termasuk Hukum Dagang)
dan pengertian yang sempit (tidak termasuk Hukum Dagang)
• Hukum Perdata ada yang tertulis dan yang tidak tertulis. Yang tertulis ialah Hukum
Perdata yang termuat dalam KUHPerdata (KUHP) maupun peraturan perundang-
undangan lainnya dan Hukum Perdata yang tidak tertulis, ialah Hukum Adat, yang
merupakan hukum yg hidup dalam masyarakat.
Hukum Tata Negara sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi
daripada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horisontal,
serta kedudukan warga negaranya dan hak-hak asasinya.
• Tujuan Negara
• Bentuk Negara
• Secara garis besar materi UUD 1945 dapat dibedakan dua bagian, yaitu:
2. Pasal-pasal yang berisi materi hubungan negara dengan warga negara dan
penduduknya serta berisi konsepsi negara di berbagai bidang: poleksosbud,
hankam, ke arah mana negara dan bangsa/rakyat Indonesia akan bergerak
mencapai cita-cita nasionalnya
• Kusumadi Pudjosewoyo:
HAN sebagai keseluruhan aturan hukum yang menentukan cara bagaimana negara
sebagai penguasa itu menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugas-tugasnya, atau cara
bagaimana penguasa itu seharusnya bertingkah laku dan mengusahakan tugas-tugasnya.
• Kansil:
Pembahasan
• hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana melaksanakan hukum materiel
• KUHP dan tindak pidana yang tersebar di luar KUHP, seperti Tindak Pidana Subversi,
Tindak Pidana Ekonomi, Tindak Pidana Narkotik, dan lain-lain
R Soesilo
Hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana mempertahankan Hukum Pidana
Materil, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu
harus dilakukan
ASAS-ASAS KUHAP
A. Asas Legalitas
1. Negara Republik Indonesia adalah "Negara Hukum", berdasarkan Pancasila dan UUD
1945;
2. Negara menjamin setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan;
3. Setiap warga negara "tanpa kecuali", wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
Lanjut
Jadi semua tindakan penegakan hukum harus:
1. Berdasarkan ketentuan hukum dan Undang-Undang (KUHAP)
2. Menempatkan kepentingan hukum dan perundang-undangan di atas segala-galanya.
Dengan asas legalitas, aparat penegak hukum tidak dibenarkan
1. bertindak di luar ketentuan hukum
2. bertindak sewenang-wenang, atau abuse of power.
2. Mempunyai kedudukan "perlindungan" yang sama oleh hukum, (equal protect on the
law)
3. Mendapat "perlakuan keadilan" yang sama di bawah hukum, (equal justice lo the law)
B. ASAS KESEIMBANGAN
Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c yang menegaskan bahwa dalam penegakan
hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara:
1. perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan,
2. perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat
Aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum,
tidak boleh berorientasi kepada kekuasaan semata-mata
Aparat penegak hukum harus menghindari tindakan-tindakan penegakan hukum dan
ketertiban yang dapat menimbulkan pelanggaran hak-hak asasi manusia dan cara
perlakuan yang tidak manusiawi.
dengan asas keseimbangan yang terjalin antara perlindungan harkat martabat manusia
dengan perlindungan kepentingan ketertiban masyarakat, KUHAP telah menonjolkan
tema human dignity (martabat kemanusiaan), dalam pelaksanaan tindakan penegakan
hukum di bumi Indonesia.
Asas "praduga tak bersalah" atau presumption of innocent melandasi KUHAP dan penegakan
hukum (law enforcement).
Pasal 8 Undang undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970, yang
berbunyi: "Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap".
• Untuk menopang asas praduga tak bersalah dan prinsip penuntutan dalam penegakan
hukum, KUHAP telah memberi perisai kepada tersangka/terdakwa berupa seperangkat
hak-hak kemanusiaan yang wajib dihormati dan dilindungi pihak aparat penegak hukum.
• Dengan perisai hak-hak yang diakui hukum, secara teoretis sejak semula tahap
pemeriksaan, tersangka/terdakwa sudah mempunyai “posisi yang setaraf “ dengan
pejabat pemeriksa dalam kedudukan hukum, berhak menuntut perlakuan yang digariskan
dalam KUHAP
PRA PENYIDIKAN
1. PENYELIDIKAN :
“Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Vide
Pasal 1 ayat 2 KUHAP)”.
2. LAPORAN :
“Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena Hak atau Kewajiban berdasarkan
Undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang atau sedang atau diduga akan terjadi
peristiwa pidana (Vide Pasal 1 ayat 24 KUHAP)”.
3. PENGADUAN :
“Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan pejabat yang berwenang
untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya (Vide Pasal 1 ayat KUHAP)”.
PENYIDIKAN
1. PEMANGGILAN & PEMERIKSAAN :
1. Saksi-saksi
2. Tersangka
2. TINDAKAN KEPOLISIAN :
PEMBERKASAN :
- Tahap Awal SPDP Vide Pasal 109 ayat (1) KUHAP Lengkap Penyerahan
TSK BB
- Tahap Lanjutan (Vide Pasal 110 KUHAP) Tidak Lengkap P.18 + P.19
PENUNTUTAN
PRA PENUNTUTAN
(Vide Pasal 14 ayat (b) KUHAP Jo Pasal 110 ayat (3), ayat (4) KUHAP)
1. Penerimaan Berkas
2. Penelitian (Vide Pasal 138 KUHAP)
3. Penerimaan TSK + BB
PEMBERKASAN
TAHAP PERSIDANGAN
PRA PERSIDANGAN
1. Pemanggilan Terdakwa (Vide Pasal 145 KUHAP)
2. Penelitian Berkas (Vide Pasal 147)
3. Penunjukan Majelis Hakim (Vide Pasal 152 ayat 1 KUHAP)
Acara Sidang
Terbagi atas :
(1) KUHAP)
2. Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalin.