Anda di halaman 1dari 58

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

TANGERANG SELATAN

TUGAS RANGKUMAN CATATAN

RANGKUMAN CATATAN MATA KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM

Oleh :

Cahyaning Shinta Putri Kaleksanan


1-18/08
NPM: 3102170001

Mahasiswa Program Studi Diploma I Kepabeanan dan Cukai


Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Pemenuhan Nilai Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum
Tahun 2018
PERTEMUAN KE-1 DAN 2 PIH

DISIPLIN HUKUM

Disiplin adalah system ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi. Secara
umum disiplin dapat dibedakan antara disiplin analitis dan preskriptif.

 Disiplin analitis adalah suatu system ajaran yang titik beratnya menganalisis,
memahami serta menjelaskan gejala-gejala yang dihadapi. Contohnya antara lain
adalah sosiologi, psikologi, ekonomi dan seterusnya.
 Disiplin preskriptif adalah system ajaran yang menentukan apakah yan seyogyanya
atau yang seharusnya dilakukan di dalam menghadapi kenyataan tertentu. Disiplin
preskriptif, mengandung nilai-nilai tertentu yang akan dikejar dan bersifat normative
(member pedoman patokan). Beberapa bidang studi yang termasuk dalam disiplin
preskriptif adalah filsafat hukum.

Disiplin Hukum mencakup tentang :

1. Ilmu hukum  sebagai kumpulan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan antara lain
meliputi
 Ilmu tentang kaidah atau normwisseschaft atau sollenwissenschaft, yaitu ilmu yang
menelaah hukum sebagai kaidah atau system kaidah-kaidah.
 Ilmu tentang pengertian hukum, yakni ilmu tentang pengertian-pengertian pokok dalam
hukum seperti subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, dan obyek hukum.
 Ilmu tentang kenyataan atau tatsachewissenschaft atau seinwissenschaft yang
menyoroti hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan. Artinya, hukum akan dilihat
dari segi penerapannya yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku atau sikap tindak
(das sein), yang antara lain mencakup :
a. Sosiologi hukum, yakni cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan
timbale balik antara hukum sbg gejala-gejala social yang lain.
b. Anthropologi hukum, yakni cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-pola
sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat sederhana, maupun yang sedang
mengalami proses modernisasi.
c. Psikologi hukum, yakni cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai
suatu perwujudan dan perkembangan jiwa manusia.
 Contohnya, analisis perilaku terhadap konsumen, misal dilaksanakan sensus
prioritas belanja, prioritas pertama adalah aplikasi, kedua paket data, ketiga
elektronik, dan keempat sandang atau pakaian
d. Perbandingan hukum, yakni cabang ilmu pengetahuan yang memperbandingkan
system-sistem hukum yang berlaku di dalam satu atau beberapa masyarakat.
e. Sejarah hukum, yang mempelajari tentang perkembangan dan asal-usul system
hukum suatu masyarakat tertentu
2. Politik hukum  merupakan langkah nyata bagaimana hukum akan dibangun. Melalui
politik hukum, arah perkembangan hukum akan ditentukan secara terencana melaui
program pembangunan yang telah disiapkan.
3. Filsafat hukum  ilmu yang mempelajari hukum secara mendalam untuk mencapai atau
menemukan hakikat atau inti hukum yang sebenarnya. Filsafat hukum lebih merupakan
wujud yang abstrak, karena akan membicarakan persoalan keadilan dan kebenaran.
 Kedudukannya di atas ilmu; bebas nilai

Uraian tentang disiplin hukum yang divisualisasikan dalam bentuk pohon.

Bagian akar (dasar) :


1. Sejarah Hukum
2. Perbandingan Hukum
3. Filsafat Hukum
4. Sosiologi
5. Antropologi
6. Psikologi

Bagian batang (pokok) :


1. Dogmatik Hukum
a. Ilmu tentang Kaidah (normwissenschaft atau sollenwissenschaft)
b. Ilmu tentang Pengertian
2. Ilmu tentang Kenyataan (tatschenwissenschaft atau seinwissenschaft)

Bagian leher (pengarah) :


Politik Hukum

Bagian cabang :
1. Hukum Administrasi Negara
2. Hukum Tata Negara
3. Hukum Pidana (Materil dan Formil)
4. Hukum Perdata (Materil dan Formil)
5. Hukum Internasional

Bagian ranting :
1. Ilmu Hukum Substantif (Hukum Material)
2. Ilmu Hukum Ajektif (Hukum Formal)

MANUSIA, MASYARAKAT, DAN HUKUM

 MANUSIA ADALAH HOMO HOMINI LUPUS


Manusia terlahir dengan sifat-sifatnya yang baidab, siapa yang kuat maka dialah yang
menang. (Thomas Hobbes)
 MANUSIA MEMPUNYAI SIFAT “ZOON POLITICON”
Manusia adalah makhluk social, berkeinginan kuat untuk hidup bersama/berkelompok.
(Aristoteles)
Dalam hal ini manusia disebut makhluk social.
 MASYARAKAT
Merupakan manusia yang hidup bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan
mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap
sebagai satu kesatuan sosial. (Ralph Lincoln)
 Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaan. (Selo Sumarjan)

Unsur masyarakat :
 Manusia yang hidup bersama
 Merupakan satu kesatuan
 Merupakan suatu system hidup bersama
 Berkumpul dan bekerja sama untuk waktu lama

Bentuk Masyarakat :

 Masyarakat teratur adalah masyarakat yang diatur dengan tujuan tertentu


(perkumpulan olahraga)
 Masyarakat teratur yang terjadi dengan sendirinya adalah masyarakat yang tidak
sengaja dibentuk karena adanya kesamaan kepentingan
(penonton bioskop, penonton sepak bola)
 Masyarakat tidak teratur adalah masyarakat yang terjadi dengan sendirinya
tanpa dibentuk
(orang-orang di pasar)
 “Ubi societas ibi ius”, dimana ada masyarakat, di situ ada hukum

Menurut dasar hubungan yang diciptakan oleh anggontanya :

 Masyarakat Paguyuban/Gemeinschaft : anggotanya ada hubungan pribadi, shg


menimbulkan ikatan batin. (Perkumpulan kematian, rumah tangga)
 Masyarakat Patembayan/Gesellschaft : hubungan antar anggotanya tidak bersifat
kepribadian, tetapi bersifat tugas dan tujuannya untuk mendapatkan keuntungan
material/kebendaan (PT,Perseroan,dll)

Faktor – faktor Pendorong Hidup Bermasyarakat karena untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
antara lain (Maslow, 1954) :
1. Hasrat untuk memenuhi keperluan makan dan minum
2. Hasrat untuk membela diri
3. Hasrat untuk mengadakan keturunan

Norma - Norma
“Norm is the meaning of an act/law by witch a certain behavior is commanded,
permitted, and authorized.” (Hans Kelsen)

Norma-Norma dalam Masyarakat :

1. Norma Agama
Norma yang berpangkal pada kepercayaan adanya Yang Maha Kuasa, norma agama
ditentukan oleh Tuhan.

Contoh-contoh norma agama, antara lain:

a. Tidak boleh membunuh sesama manusia.


b. Tidak boleh merampok harta orang lain.
c. Tidak boleh berbuat cabul.
d. Hormatilah bapak ibumu.
Terhadap pelanggar norma agama akan dikenakan sanksi oleh Tuhan kelak di akhirat.

2. Norma Kesusilaan
 Norma yang bersumber pada moral.
 Dalam hati nurani, apakah suatu perbuatan baik atau buruk, baik buruknya sesuatu
berbeda

Contoh-contoh norma kesusilaan, antara lain:

a. Jangan mencuri barang milik orang lain.


b. Jangan membunuh sesama manusia.
c. Hormatilah sesamamu.
d. Bersikaplah jujur.

3. Norma Kesopanan
 Norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakar sendiri untuk mengatur
pergaulan hidup, shg masing-masing saling menghormati.
 Sama seperti adat istiadat yang merupakan suatu kebiasaan yang berlaku di
masyarakat

Contoh-contoh norma kesopanan, antara lain:


a. Yang muda harus menghormati yang lebih tua usianya.
b. Berangkat ke sekolah harus berpamitan dengan orang tua terlebih dahulu.
c. Memakai pakaian yang pantas dan rapi dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
d. Janganlah meludah di dalam kelas.

4. Norma Hukum
Bersifat memaksa, untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidupnya.

Contoh norma hukum :

Pasal 362 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa mengambil sesuatu barang
yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

Norma/kaedah social dapat dikelompokkan sbg berikut :


Tata kaedah dengan kehidupan pribadi : Kaedah kepercayaan atau keagamaan dan
Kaedah kesusilaan
Tata kaedah dengan aspek kehidupan antar pribadi : Kaedah sopan santun dan Kaedah
hukum

Pelanggaran norma keagamaan, kesusilaan dan kaedah sopan santun akan terkena
sanksi. Sanksi merupakan raeksi, akibat atau konsekuensi pelanggaran kaedah sosial.

Perbedaan Norma Hukum dengan Norma Keagamaan dan Kesusilaan

Norma Hukum :

 Tujuannya : menyelenggarakan tata tertib dalam masyarakat dan member perlindungan


terhadap manusia dan miliknya
 Isinya : mengatur tingkah laku dan perbuatan lahir manusia
 Sumber sanksinya : (bersifat heteronom) sanksi berasal dan dipaksakan oleh
kekuasaan yang datang dari luar diri sendiri
 Ditaatinya : kecuali rasa keadilan dari diri sendiri sebagai sumbernya, juga yg teruatama
karena perintah dari liar yang bersifat memaksa

Norma Agama & Kesusilaan :

 Tujuannya : memperbaiki diri seseorang secara tidak langsung juga menuju ke arah
masyarakat yang teratur
 Isinya : terutama mengatur sikap batin diri pribadi dan kehendak manusia.
 Sumber sanksinya : (bersifat otonom) sanksinya berasal dari dan dipaksakan oleh suara
batinnya sendiri
 Ditaatinya : karena sesuai dengan suara batinnya atau kepercayaannya sendiri

Ciri-ciri kaidah hukum yang membedakan dengan kaidah lain :

 Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan


 Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah
 Hukum dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat
 Hukum mempunyai berbagai jenis sanksi yang tegas dan bertingkat
 Hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian (ketertiban dan ketraturan)

Isi kaidah hukum :

 Kaidah hukum yang berisi Perintah (Gebod) , sehingga harus ditaati.


contoh : perintah bagi kedua orang tua agar memelihara dan mendidik anak-anaknya
dengan sebaik-baiknya (Pasal 45 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).

 Kaidah hukum yang berisi Larangan (Verbod) , kaidah ini memuat larangan untuk
melakukan sesuatu dengan ancaman sanksi apabila melanggar (misalnya larangan
melakukan Pencurian Pasal 362 KUH Pidana).

 Kaidah hukum yang berisi membolehkan (mogen), kaidah hukum ini memuat hal-hal
yang boleh dilakukan, tapi boleh tidak.
contoh : ketentuan Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 1974 calon suami-istri boleh melakukan
perjanjian.
HUKUM NORMATIF, HUKUM IDEAL, DAN HUKUM WAJAR

1. HUKUM NORMATIF
hukum yang nampak dalam peraturan-peraturan perundang-undangan
hukum yang tidak tertulis dalam perundang-undangan tetapi ditaati oleh masyarakat
2. HUKUM IDEAL
hukum yang dcita-citakan.
berakar pada perasaan murni manusia dari segala bangsa diseluruh dunia.
Hukum ini yang benar-benar obyektik
Memenuhi keadilan semua bangsa di dunia
3. HUKUM WAJAR
hukum seperti yang terjadi dan nampak sehari-hari
Tidak jarang hukum yang nampak sehari-hari itu bertentangan dengan undang-undang

PERIHAL KAEDAH HUKUM

Istilah hukum :

 Recht (Belanda)
 Law (Inggris)
 Loi/Droit (Perancis)
 Dirrito (Italia)
 Lex/Ius/Recht (Latin)
 Ahkam (Arab)

PENGERTIAN (DEFINISI) HUKUM

HUKUM SULIT DIDEFINISIKAN SECARA TETAP, UNIVERSAL DAN ABADI, KARENA:

1. Hukum mempunyai ruang lingkup/cakupan materi yang sangat luas;


2. Hukum memiliki sifat yang abstrak;
3. Hukum berkembang dinamis selaras dengan perkembangan masyarakat

 Manusia lahir dijemput oleh hukum, hidup diatur oleh hukum, mati diantar oleh
hukum.

Ahmad Ali

 Hukum pada hakekatnya dalah sesuatu yang abstrak, tapimanifestasinya


berwujud hal yang konkrit, shg melahirkan definisi hukum yang amat beragam,
tergantung persepsi orang terhadaphukum.
 Hukum cakupannya luas sekali :
a. Hakim : Hukum adalah keputusan
b. Ilmuwan : Hukum adalah kaidah / norma
c. Rakyat : Hukum adalah tradisi / kebiasaan
d. Agamawan : Hukum adalah ketentuan Tuhan
e. Penguasa : Hukum adalah kekuasaan

 Unsur Hukum
 Sistemnya banyak
 Disahkan penguasa, biasanya pemerintah karena paling cepat diakui
Contoh : Hukum Darurat seperti Proklamasi, Dekrit Presiden
 Perlu mewaspadai aturan hukum tidak tertulis
 Ada sanksi di tiap peraturan yang dibuat
 Tujuan Hukum
 Tidak boleh melanggar hak pribadi, contohnya tidak boleh masuk rumah
orang tanpa izin
 Harus saling mematuhi aturan sehingga tidak ada konflik
 Sifat Hukum
 Memaksa, contohnya hukum pidana
o Perintah
o Larangan
 Fakultatif (Kebolehan), memilih, tidak ada pemaksaan
 Teori Hukum
 Etis : Tujuan hukum keadilan
 Utilities : Nilai kegunaan, bermanfaat terbesar bagi masyarakat
 Campuran : Ketertiban, keadilan; hukum harus mendapat keadilan yang
dicapai dengan mencari keseimbangan dan menciptakan kepastian
 Menurut Radbruch : Tujuan utama dari hukum atau cita-cita hukum
adalah keadilan
 Teori keadilan John Roles : Kalau ada yang tidak mampu diberi
kompensasi agar mampu

PERTEMUAN 3-4

1. Sumber Hukum Formil, Materiil, dan Sumber Tertib Hukum


Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan bersifat memaksa, yaitu apabila dilanggar akan mengakibatkan timbulnya sanksi
yang tegas dan nyata.
Menurut Hans Kelsen, dalam bukunya General Theory of Law and State, istilah sumber
hukum /source of law dapat mengandung banyak pengertian karena sifatnya yang figurative
dan highly ambiguous/ambigu/membingungkan.
a. Sumber Hukum Materiil
 Tempat dari mana materi hukum itu diambil/berasal dan,
 Faktor yang membantu pembentukan/pembuatan norma hukum, misalnya hubungan
sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan
keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalu lintas),
perkembangan internasional, keadaan geografis.
 Sumber berasalnya substansi hukum. Salmond dan Bodenheimer merujuk
kepada hukum yang tidak dibuat oleh organ negara merupakan sumber-sumber
hukum dalam arti materiil. Sumber-sumber dalam arti materiil berupa kebiasaan,
perjanjian, dan lain-lain
 Utrecht berpendapat bahwa sumber-sumber hukum materiil adalah perasaan hukum
atau keyakinan hukum individu dan pendapat umum (public opinion), yang
menjadi faktor penentu dari isi hukum (determinant materiil).
b. Sumber Hukum Formil/Formal
 Sumber hukum formal adalah sumber hukum ditinjau dari segi pembentukannya
(dibuat oleh lembaga/badan yang berwenang).
 Dalam sumber hukum formal ini terdapat rumusan berbagai aturan yang merupakan
dasar kekuatan mengikatnya peraturan agar ditaati masyarakat dan penegak hukum
dapat juga dikatakan bahwa sumber hukum formal merupakan causa efficient dari
hukum
2. Sumber hukum Formal
a. UU dalam arti formil dan materil
Menurut BUYS, undang-undang ini mempunyai dua arti :
1. Undang-Undang dalam arti formil, yaitu setiap keputusan yang merupakan undang-
undang karena cara pembuatannya. Di Indonesia UU dalam arti formil ditetapkan
oleh presiden bersama-sama DPR.
2. Undang-Undang dalam arti materiil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang
menurut isinya yaitu mengikat langsung setiap penduduk. Contoh: UUPA ditinjau
dari segi kekuatan mengikatnya undang-undang ini mengikat setiap WNI di bidang
agraria.
Cara melakukan pelimpahan kewenangan
Dapat dilakukan dengan :
1. Atribusi
Pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan
oleh UUD/UU kepada lembaga pemerintah/lembaga negara.
Kewenangan ini melekat terus menerus & dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri,
dapat digunakan setiap waktu sesuai dengan batas-batas yang diberikan.
2. Delegasi
Pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan
oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi ke peraturan yang rendah, baik
tegas maupun tidak tegas.
Kewenangan in tidak diberikan melainkan diwakilkan, bersifat sementara, dapat
diselenggarakan sepanjang pelimpahan itu masih ada.
b. Bentuk-bentuk peraturan perundangan dan badan
Dasar Hukum yang mengatur
1. UU No.1 Tahun 1950
2. TAP MPRS No.XX/1966
3. TAP MPR No.III/2000
4. Pasal 7, UU No.10 Tahun 2004
5. UU No.12 Tahun 2011 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Bentuk Perundang-undangan
Menurut Pasal 7 UU No.12 Tahun 2011
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Jenis Peraturan perundang-undangan di Indonesia
Peraturan Perundang-Undangan Tingkat Nasional
1. UUD
2. TAP MPR
3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Menteri;
7. Peraturan Pimpinan LPND;
8. Peraturan Direktur Jenderal Departemen;
9. Peraturan Lembaga Pemerintahan Lainnya.
Peraturan Perundang-Undangan Tingkat Daerah
1. Peraturan Daerah Provinsi;
2. Peraturan Gubernur;
3. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
4. Peraturan Bupati/Walikota.
Peraturan perundang-undangan adalah penyebutan atas norma hukum yang utamanya
bersifat pengaturan (umum, abstrak, dan terus menerus) yang:
 dibentuk berdasarkan kekuasaan legislatif;
 meliputi undang-undang (formell gesetz) yang dibentuk oleh DPR bersama
dengan Presiden sebagai jenis yang tertinggi; dan
 jenis-jenis peraturan (satzung) lain yang dibentuk oleh lembaga-lembaga
pemerintahan berdasarkan atas atribusi ataupun delegasi kewenangan pengaturan
dari undang-undang.
c. Pembentukan Undang-undang
 Undang-Undang (UU) adalah jenis peraturan perundang-undangan yang tertinggi
yang merupakan produk langsung dari kekuasaan legislatif. (Pasal 5 (1) jo. Pasal 20
UUD 1945).
 Norma hukum dalam UU berisi ketentuan-ketentuan yang bersifat spesifik dan rinci
serta bisa langsung berlaku di dalam masyarakat.
 Sebagai jenis peraturan perundang-undangan yang tertinggi, UU merupakan sumber
dan dasar bagi pembentukan peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom.
d. Materi yang diatur
 Undang-Undang
Peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan Negara, dan tercantum dalam
peraturan perundang-undangan.
Dasar Hukum Pembentukan :
 Pasal 5 ayat 1 UUD 1945 “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-
undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.
 Pasal 20 Ayat 1 UUD 1945 “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang”. (legislatif)
 Pasal 20 ayat 2 UUD 1945 “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”.
Hak Legislatif dan Inisiatif
 Kedudukan DPR jelas merupakan lembaga pemegang kekuasaan legislatif,
sedangkan fungsi inisiatif di bidang legislasi yang dimiliki oleh Presiden tidak
menempatkan Presiden sebagai pemegang kekuasaan utama di bidang ini karena
DPR juga dapat mengusulkan UU, Pasal 21 UUD 1945.

Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang
mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang meliputi:
 hak-hak asasi manusia;
 hak dan kewajiban warga negara;
 pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan
negara;
 wilayah negara dan pembagian daerah;
 kewarganegaraan dan kependudukan; dan
 keuangan negara.
Pelaksanaan Undang-Undang
 Untuk melaksanakan peraturan perundangan maka kepala pemerintahan diberi
kewenangan untuk membuat peraturan-peraturan yang bersifat pelaksanaan.
Contoh Presiden juga berwenang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Presiden.
 Demikian pula Gubernur, Bupati, Walikota, dan Kepala Desa, selain bersama-
sama para wakil rakyat membentuk peraturan daerah dan peraturan desa.
 PERPU
Berdasarkan Pasal 22 UUD 1945
 Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) harus dimintakan
persetujuan dalam persidangan DPR berikutnya untuk menjadi UU.
Pasal 1 UU 10 Tahun 2004:
 Peraturan pemerintah pengganti undang- undang adalah peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang
memaksa
Kegentingan yang memaksa menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
138/PUU-VII/2009 :
1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum
secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
2. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan
hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-
Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama
sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Materi PERPU
 Sama dengan materi muatan UU
 Lebih ke “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”
 Substansi digantungkan pada kebutuhan presiden dengan tetap memperhatikan
materi muatan UU
 Keabsahan substansi digantungkan pada persetujuan DPR.
 Peraturan Pemerintah
 Peraturan Pemerintah (PP) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
berdasarkan delegasi kewenangan pengaturan dari suatu UU.
 Berdasarkan Pasal 5 (2) UUD 1945, Presiden membentuk PP (hanya) untuk
menjalankan UU. Artinya, suatu PP bisa dibentuk untuk mengatur suatu hal
apabila telah ada suatu UU yang mengatur hal yang sama.
 Dengan demikian, ketentuan-ketentuan dalam PP adalah sama dengan UU namun
sebatas yang didelegasikan.
 Peraturan Presiden
 Peraturan Presiden (Perpres) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
berdasarkan atribusi kewenangan pengaturan dari UU atau PP.
 Menurut Pasal 4 (1) UUD 1945 Presiden dapat membentuk Perpres sebagai
peraturan perundang-undangan mandiri (autonome satzung) untuk menjadi alat
bagi Presiden dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang
diberikan oleh UUD.
 Perpres dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah UU
atau PP baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya
(Penjelasan Pasal 11 UU P3).
 Peraturan Menteri
 Peraturan Menteri (Permen) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
berdasarkan delegasi kewenangan pengaturan dari PP atau Perpres.
 Setiap Menteri adalah pembantu Presiden yang menangani bidang-bidang tugas
pemerintahan, namun hanya Menteri yang mengepalai kementerian teknis yang
memiliki kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan.
 Peraturan Pimpinan LPND
 Peraturan Pimpinan LPND adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat
pengaturan yang setingkat dengan Permen.
 Mengingat setiap Pimpinan LPND adalah pembantu Presiden yang menangani
bidang-bidang tugas pemerintahan, maka mereka memiliki kewenangan
membentuk peraturan perundang-undangan.
 Peraturan Dirjen Kementerian
 Peraturan Direktur Jenderal Departemen (Perdirjen) merupakan peraturan
perundang-undangan yang dibentuk sebagai penjabaran teknis dari Permen-nya.
 Berdasarkan UU 10/2004, delegasi kewenangan pengaturan kepada Perdirjen
hanya bisa dilakukan oleh peraturan perundang-undangan di bawah UU. Saat ini
eksistensi Perdirjen diatur dalam Perpres 9/2005.
 Peraturan Lembaga Pemerintah Lainnya
 Peraturan Lembaga Pemerintahan Lainnya (State Auxiliary Bodies) adalah
peraturan perundang-undangan yang keberadaannya didasarkan atas kewenangan
atribusi dari UU yang terkait dengan lembaga tersebut. Kadang kala UU yang
bersangkutan secara eksplisit juga mendelegasikan kewenangan pengaturan
kepada peraturan perundang-undangan ini.
 Kewenangan pengaturan yang diberikan kepada lembaga ini meliputi hal-hal yang
merupakan wewenang dan bidang tugas pemerintahan yang dimilikinya.
 PERDA
 Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
oleh Kepala Daerah bersama dengan DPRD. Perda terdiri dari Perda Provinsi dan
Perda Kabupaten/Kota.
 Berdasarkan Pasal 136 UU 32/2004, kewenangan pembentukan Perda merupakan
atribusi kewenangan pengaturan, namun demikian pembentukan Perda bisa juga
berdasarkan delegasi kewenangan dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
 Peraturan Kepala Daerah
 Peraturan Kepala Daerah merupakan peraturan pelaksanaan dari Perda. Peraturan
perundang-undangan ini dibentuk berdasarkan delegasi kewenangan pengaturan
dari Perda (Pasal 146 UU 32/2004).
 Peraturan Kepala Daerah terdiri dari Peraturan Gubernur, dan Peraturan
Bupati/Walikota.
e. Pengundangan dan kekuatan berlakunya UU
Kapan berlakunya suatu UU?
1. UU tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara
2. Tanggal mulai berlakunya suatu UU menurut tanggal yang ditentukan dalam UU
tersebut.
3. Jika tanggal berlakunya tidak ditentukan, maka UU itu berlaku 30 hari sesudah
diundangkan
Kekuatan Berlakunya Hukum
1. Setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka berlaku teori Fictie dalam hukum, yaitu
bahwa “Setiap orang dianggap tahu adanya UU”

UNDANG-UNDANG dan PERPU


• PERSAMAAN
• dibentuk berdasarkan kekuasaan legislatif;
• meliputi undang-undang (formell gesetz) yang dibentuk oleh DPR bersama dengan
Presiden sebagai jenis yang tertinggi; dan
• PERBEDAAN
• jenis-jenis peraturan (satzung) lain yang dibentuk oleh lembaga-lembaga
pemerintahan berdasarkan atas atribusi ataupun delegasi kewenangan pengaturan dari
undang-undang.
PP ≠ PERPRES
• Persamaan:
– diperintahkan oleh UU
– ditandatangani Presiden dan sama-sama melaksanakan UU.
• Perbedaan:
– Materi Perpres mengarah pada pembentukan suatu institusi di bawah Presiden yang
pembentukannya diperintahkan UU (susunan organisasi, tugas, fungsi, dan wewenang
institusi tersebut).
– Tidak terkait dengan lintas sektoral
• Praktik: penentuan instrumen sering tidak konsisten.
PERTEMUAN KE-5 DAN 6 PIH

A. KODIFIKASI HUKUM
 Pengertian
o Kodifikasi adalah penggolongan jenis hukum tertentu berdasarkan asas-
asas tertentu ke dalam buku undang-undang yang baku (Sudarsono,
1999: 222).
o Dalam kamus Black’s Law Dictonary (Bryan A. Garner, 1999: 252)
menyebutkan bahwa kodifikasi meliputi: The process of compiling,
arranging, and systematizing the laws of a given jurisdiction, or of a
discrete branch (cabang lain) of the law, into an ordered code (kitab
undang-undang).
 Macam kodifikasi
o Kodifikasi terbuka :
 Memberi kemungkinan
tambahan–tambahan di luar induk
kodifikasi.
 Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat
dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan
masyarakat
o Kodifikasi tertutup :
 Semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke
dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
 Tidak bisa diubah sembarangan
 Kodifikasi di Indonesia
o Setelah kemerdekaan, KUHP tetap diberlakukan disertai penyelarasan
kondisi berupa pencabutan pasal-pasal yang tidak lagi relevan. Hal ini
berdasarkan pada Ketentuan Peralihan Pasal II UUD 1945
o Pada tanggal 26 Februari 1946, pemerintah kemudian mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
o Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 menjadi dasar hukum
perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands
Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal
dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
 Tujuan Kodifikasi
o Untuk mencapai kesatuan dan keseragaman hukum (rechseenheid)
o Untuk mencapai kepastian hukum (rechszekerheid)
o Untuk penyederhanaan hukum (rechsvereenvoudiging)

B. PEMBAGIAN HUKUM
 Menurut sumbernya
o Sumber Hukum Formal
 UU
 Hukum Kebiasaan (Adat)
 Traktat (Instrument internasional)
 Yurisprudensi
 Doktrin
o Sumber Hukum Material
 Filosofis (Pancasila)
 Sosiologis
 Yuridis
 Ekonomis
 Financial/keuangan
 Syariah
 HAM (perlindungan wanita, anak, perbudakan, Human
trafficking)
 Kriminologi
 Politik
 Multidisiplin
 dll
 Menurut Bentuknya
o Hukum Tertulis
 Hukum tertulis yang dikodifikasikan cth : KUHP, KUH Perdata
KUHD, KUHAP, Kompilasi Hukum Islam, Kitab Fiqih, dll
 Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan (tersebar dalam
perundang-undangan/UU biasa)
o Hukum Tidak Tertulis (Hukum Kebiasaan)
 Politik dan kekuasaan
 Konvensi (kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan)
 Hubungan Luar Negeri
 Hukum adat/ kebiasaan setempat
 Menurut tempat berlakunya
o Hukum Nasional (Undang-undang dll)
o Hukum Internasional (antar bangsa), missal resolusi Dewan Keamanan
PBB, WTO Agreement, juga aturan organisasi int (IMF, World Bank),
dst
o Hukum Asing (hukum negara/daerah lain), negara dan kita wajib
menghormati kedaulatannya.
o Hukum Islam/Syariah (bagi penganut Islam) Al-quran dan Hadits
o Hukum kanonik/ hukum gereja (bagi penganut Nasrani)
o Hukum adat setempat.
 Menurut waktu berlakunya
o Ius Constitutum (Hukum Positif)/sudah dan sedang berlaku
o Ius Constituendum/ belum dan akan diberlakukan
o Hukum azasi (Hukum Alam)/ asas-asas umum yang berlaku sepanjang
jaman
 Menurut cara mempertahankannya
o Hukum Material = berisi ketentuan-ketentuan hukum sesuai dengan
materi/ masalah-masalah yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan tertulis, sesuai bidang-bidang ilmu pengetahuan
o Hukum Formal = hukum acara/ prosedur untuk menegakkan
berjalannnya hukum materiil
 Menurut isinya
o Hukum Privat (civil law/Hukum Sipil) misal hukum perdata, hukum
dagang/bisnis;
o Hukum Publik (Public Law/ Hukum Negara) misalnya hukum pidana,
hukum administrasi negara, hukum pajak, hukum kepabeanan dan cukai,
hukum keuangan negara, hukum penerbangan, hukum lalu lintas dst
 Pembagian Hukum Sipil dan Hukum Publik

Hukum Sipil Hukum Publik


Menurut isinya Hukum Sipil mengatur hubungan Hukum Publik, negara mengatur
hukum antara orang yang satu hubungan hukum antara
dengan orang lain dengan seorang, sekumpulan orang
menitikberatkan kepada (anggota masyarakat) dengan
kepentingan pribadi negara yang mempunyai alat
perseorangan (orang perorang) kekuasaan yang bertujuan
. mengatur tata tertib
masyarakat.

Menurut Pelanggaran terhadap norma Pelanggaran terhadap norma


pelaksanaannya hukum sipil baru diambil public misalnya hukum pidana,
tindakan oleh pengadilan setelah pada umumnya diambil
ada pengaduan oleh pihak/orang/ tindakan oleh penegak hukum
korporasi yang merasa dirugikan. dengan atau tanpa ada
pengaduan dari pihak yang
dirugikan/ korban (negara aktif
menegakkan aturan/hukum).
Kecuali dalam delik pengaduan.

Menurut Hukum Sipil menggunakan Hukum Pidana, biasanya hanya


Penafsirannya sebanyak mungkin penafsiran dan penafsiran autentik dan dilarang
dapat menghasilkan pranata menggunakan analogi untuk
hukum baru memperluas makna undang-
undang.

 Jenis-jenis Lapangan Hukum


o Perbedaan antara Hukum Acara Perdata dengan Hukum Acara
Pidana

Hukum Acara Hukum Acara


Perdata Pidana
Perbedaan Mengadili Hukum Acara Perdata Hukum Acara Pidana
mengatur cara-cara mengatur cara-cara mengadili
mengadili perkara-perkara perkara pidana di muka
di muka pengadilan perdata pengadilan pidana oleh hakim
oleh hakim perdata. pidana

Perbedaaan Pelaksanaan Pada Hukum Acara Pada Hukum Acara Pidana,


Perdata, inisiatif datang inisiatifnya datang dari
dari pihak yg penuntut umum (jaksa).
berkepentingan, yang
dirugikan.

Perbedaan Dalam Hukum Acara Pada Hukum Acara Pidana,


Penuntutannya Perdata, yang menuntut si jaksa menjadi penuntut
tergugat adalah pihak yang terhadap terdakwa.
dirugikan. Penggugat
berhadapan dengan
tergugat. Tidak terdapat
penuntut umum/jaksa.

Perbedaan alat bukti Dalam Hukum Acara Dalam Hukum Acara Pidana
Perdata ada 5 alat bukti: ada 5 alat bukti: keterangan
tulisan, saksi, persangkaan, saksi, keterangan ahli, surat,
pengakuan dan sumpah. petunjuk, keterangan
terdakwa. (dikecualikan
sumpah)

Perbedaan dalam Dalam Hukum Acara Dalam Hukum


Penarikan kembali suatu Perdata, sebelum ada Acara Pidana,
perkara putusan hakim, pihak- perkara tidak dapat
pihak yang bersangkutan ditarik kembali,
boleh menarik kembali kecuali dalam delik
perkaranya. aduan.

Perbedaan dalam Dalam Hukum Acara Dalam Hukum


kedudukan para pihak Perdata, pihak-pihak Acara Pidana, jaksa
mempunyai kedudukan lebih tinggi dari
yang sama. Hakim bersifat terdakwa dan hakim
pasif hanya sebagai wasit. aktif.

Perbedaan dalam Dalam Hukum Acara Dalam Hukum


putusan hakim Perdata, putusan hakim Acara Pidana, hakim
cukup dengan harus mencari
mendasarkan kepada kebenaran materil
kebenaran formal (surat- (menurut keyakinan
surat dll). hakim sendiri).
PERTEMUAN KE-7 DAN 8 PIH

A. PEMBENTUKAN HUKUM OLEH HAKIM


Hakim Merupakan Faktor Pembentukan Hukum Seorang hakim harus bertindak
selaku pembentuk hukum dalam hal peraturan perundangan tidak menyebutkan sesuatu
ketentuan untuk menyelesaikan suatu perkara yang terjadi. Dengan kata lain, bahwa
hakim harus menyesuaikan Undang-undang dengan hal-hal yang konkrit, oleh karena
peraturan-peraturan tidak dapat mencakup segala peristiwa hukum yang timbul dalam
masyarakat.

 Keputusan Hakim Bukan Peraturan Umum

Apabila suatu undang-undang isinya tidak jelas maka Hakim berkewajiban untuk
menafsirkannya sehingga dapat diberikan keputusan yang sungguh-sungguh adil dan
sesuai dengan maksud hukum yakni mencapai kepastian hukum.

B. PENAFSIRAN DALAM HUKUM


 Penafsiran hukum adalah suatu upaya yang pada dasarnya menerangkan,
menjelaskan, menegaskan baik dalam arti memperluas maupun membatasi/
mempersempit pengertian hukum yang ada dalam rangka penggunaannya untuk
memecahkan masalah atau persoalan yang sedang dihadapi. Istilah lain untuk
penafsiran hukum adalah interpretasi hukum.

 Bentuk-bentuk Penafsiran Hukum :

1. Penafsiran Gramatikal
Penafsiran ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan tata bahasa.
Contoh :
Istilah “menggelapkan” dalam pasal 41 KUHP sering ditafsirkan sebagai
menghilangkan.
o Penafsiran menurut bahasa atau makna leksikal. Bahasa merupakan ‘rumah
berpikir’ yang dipakai pembuat undang-undang untuk menyatakan
kehendaknya.
o Namun adakalanya pembuat undang-undang tidak mampu memakai kata-kata
yang jelas. Dalam hal ini, hakimlah yang harus berusaha memahami teks yang
didalamnya kaidah hukum itu dinyatakan menurut pemakaian bahasa sehari-
hari, meminta penjelasan dari ahli bahasa, atau dari makna teknis-yuridis
yang sudah dilazimkan.
2. Penafsiran Etimologi
Penafsiran ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan asal kata.
Contoh :
Demokrasi berasal dari kata (demos dan cratos)

3. Penafsiran Historis
Penafsiran berdasarkan terbentuknya peraturan perundang-undangan.
Contoh :
UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Karena Tsunami di Aceh)
KUHPerdata BW) yang dikodifikasikan pada tahun 1848 di Hindia Belanda. Menurut
sejarahnya mengikuti code civil Perancis dan di Belanda (Nederland) di kodifikasikan pada
tahuan 1838.
o Hakim yang menggunakan pendekatan sejarah untuk memahami hukum
secara lebih mendalam jalan meneliti sejarah terjadinya/terbentuknya suatu
Undang-Undang.
o Disamping itu, hukum pada masa kini dan hukum masa lampau mempunyai
kesalinghubungan.

4. Penafsiran Otentik
Peraturan berdasarkan penjelasan yang terkandung dalam peraturan perundang-
undangan.
Contoh :
Peraturan yang mendapat penjelasan : UUD, Perpu, PP, Perpres, Peraturan Pejabat Pemerintah
atau Negara

o Penafsiran pasti terhadap arti kata-kata sebagaimana diberikan pembuat Undang


Undang.
o Hakim tidak diperkenankan melakukan penafsiran terhadap ketentuan umum
atau bagian penjelasan suatu UU.
o Pasal 98 KUH PIDANA :
“Malam hari adalah waktu antara matahari terbenam sampai dengan matahari
terbit”

5. Penafsiran Sosiologis
Penafsiran berdasarkan keadaan masyarakat pada saat kejadian berlangsung.
Contoh :
Keputusan MK tentang Pilpres 2014
o Penafsiran berdasarkan tujuan dibuatnya aturan hukum
o Contoh Pasal 362 KUHP (perlindungan harta benda)
o Barang siapa mengambil BARANG SESUATU , yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

6. Penafsiran Teoritis
Penafsiran berdasarkan pandangan para pakar/ ahli hukum.
Contoh :
Dalam perkara tertentu dihadirkan saksi ahli

7. Penafsiran Hakim
Penafsiran hakim terhadap peraturan perundang-undangan.
Contoh :
Pembunuhan dapat terjadi spontan/ seketika itu juga atau didahului penganiayaan atau
berencana,
atau secara sadis.

8. Penafsiran A Contrario
Penafsiran terbalik dari apa yang dipahami secara umum.
Contoh :
Dilarang masuk tanpa seizin pemilik (Pasal 167 KUHP).
o Argumentum a-contrario merupakan cara menjelaskan makna peraturan
perundang-undangan dengan didasarkan pada pengertian sebaliknya dari
peristiwa konkret yang belum ada pengaturannya.
o Pasal 39 PP No.9 tahun 1975
Masa tunggu bagi seorang janda yang hendak kawin lagi apabila perkawinannya
putus karena perceraian ditetapkan 130 hari.

9. Penafsiran Perbandingan
Penafsiran berdasarkan pasal yang satu dengan pasal yang lain.
Contoh :
Ketentuan KUHPerdata dengan KUH Dagang.
Mengenai administrasi perburuhan dengan unsur perdata dengan unsur publik.

10. Penafsiran Yusprudensi


Penafsiran berdasarkan kejadian yang sama.
Contoh :
Kasus sama yang telah memiliki Kekuatan Hukum.

11. Penafsiran Restriktif


o Hakim melakukan Penafsiran yang bersifat membatasi/ mempersempit arti/
istilah/ pengertian
o Pasal 1365 KUH PERDATA
o Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
MENGGANTI KERUGIAN tersebut.”

12. Penafsiran Ekstensif


o Ad.2. Penafsiran Ekstensif : memperluas arti/istilah dalam peraturan sehingga
suatu peristiwa dapat dimasukkan
o Adl Penafsiran Ekstensif : memperluas arti/istilah dalam peraturan sehingga
suatu peristiwa dapat dimasukkan.
o Aliran listrik ditafsirkan sebagai benda yang tak berwujud
PERTEMUAN KE-9
A. SUBJEK HUKUM
 Definisi
1. Penyandang hak dan kewajiban
2. Setiap orang dapat menyandang dan melaksanakan hak dan kewajiban
hukum
 Macam-macam subjek hukum
1. Makhluk Pribadi (Natural Persons, Natuurlijkepersoon)
2. Badan Hukum (Legal Persons, Legal Entity, Rechtspersoon)
 Penjelasan Subjek Hukum
1. Subjek Hukum Manusia (Natuurlijk Persoon)
o Setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku
pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai
subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
o Pengecualian menurut Pasal 2 KUHPerdata bahwa bayi yang
masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan
menjadi subjek hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti
dalam hal kewarisan.
o Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka
menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan
termasuk subjek Hukum
o Sifat Subjek Hukum Manusia
a. Mandiri karena mempunyai kemampuan penuh untuk
bersikap tindak dalam hukum,
b. Terlindung karena dianggap tidak mampu bersikap tindak,
c. Perantara yang walaupun berkemampuan tetapi sikap
tindaknya dibatasi.
o Personal Miserabile, golongan manusia/pribadi yang tidak
mempunyai kewenangan :
a. Manusia yang belum mencapai usia 21 tahun (di bawah
umur) harus ada “wali” untuk melakukan perbuatan hukum.
b. Manusia dewasa tetap berada di bawah Curatele
(Pengampuan).
c. Isteri yang tunduk pada Pasal 110 KUHPerdata (sudah
dihapus dengan SEMA No. 3 Tahun 1963).
o Manusia (dewasa) tetapi berada di bawah pengampuan:
 Pasal 433-434 KUHPerdata: Ditaruhnya orang di bawah
Curatele karena:
i. Lemah pikiran/sakit ingatan :
Neurosis yaitu ketidak normalan dalam sistem
kejiwaan
Psikopat yaitu ketidak normalan pada seluruh
jiwanya
ii. pemboros atau pemabuk (ketidakcakapan hanya di
bidang Hukum Harta Kekayaan).
o Orang dan Kapasitas Hukumnya
a. Semua manusia adalah subjek hukum.
b. Semua manusia memiliki status personal.
c. Status personal berkaitan dengan kapasitas hukum dan
kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum .
d. Kapasitas hukum adalah kecakapan untuk menyandang hak
dan kewajiban hukum
2. Badan Hukum
o “Suatu badan selain orang yang secara hukum diperlakukan seperti
orang, yang dapat memiliki kekayaan sendiri dan menggugat dan
digugat di hadapan pengadilan dan diwakili oleh organnya.”
o Subjek Hukum Badan Hukum (Rechtspersoon)
“Adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum
dan mempunyai tujuan tertentu”. Sebagai subjek hukum, badan
hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum
yaitu :
a. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan
anggotanya.
b. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan
kewajiban para anggotanya.
o Negara-negara Common Law sebagaimana legislasi di Eropa
Kontinental mengenal teori yang sophisticated mengenai konsep
Badan Hukum (legal personality):
a. Badan Hukum sebagai Fiksi Hukum. Friedrich Carl von
Savigny (1779-1861) Menurut konsep ini Badan Hukum
adalah selain dari manusia, artificial, yaitu hasil dari fiksi.
Kapasitas hukum dari legal personality adalah berdasarkan
hukum positif dan tidak a predetermined standard as in case
of natural person.
b. Corporate realism.
Menurut konsep ini, badan hukum bukan artifisial atau
fiksi, tetapi nyata dan alamiah seperti pribadi manusia.
Menurut Ziweckvermogen, Badan Hukum terdiri dari
seperangkat kekayaan (assets) yang ditujukan untuk
keperluan tertentu.
o Istilah Badan Hukum (legal personality) sekarang ini selalu
didefinisikan :
“in the sense of a unit separate from its members in such away that
it has gained legal capacity and litigation capacity. To be a legal
person means therefore to be the subject of rights and duties
capable of owning real property, entering into contracts, and suing
and being such in its own name separate and distinct from its
shareholders”.
o Setiap badan hukum yang dapat dikatakan mampu
bertanggungjawab secara hukum, haruslah memiliki empat
unsur pokok:
a. Harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subyek hukum
yang lain;
b. Mempunyai tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan;
c. Mempunyai kepentingan sendiri dalam lalu lintas hukum;
d. Ada organisasi kepengurusannya yang bersifat teratur
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
peraturan internalnya sendiri.
o Menurut J.J.Dormeier istilah Badan Hukum dapat diartikan sebagai
berikut :
a. persekutuan orang-orang, yang di dalam pergaulan hukum
bertindak selaku seorang saja;
b. yayasan, yaitu suatu harta atau kekayaan, yang
dipergunakan untuk suatu maksud yang tertentu.
o Macam-Macam Badan Hukum
a. Badan Hukum Publik (misal: negara, pemerintah,
pemerintah propinsi pemerintah kota/kabupaten, dan partai
politik);
b. Badan Hukum Privat (yayasan, koperasi, dan perseroan
terbatas).
o Karakteristik Badan Hukum
a. Ada pemisahan kekayaan antara badan dan pendiri atau
anggota atau pemegang saham;
b. Memiliki kekayaan atas nama dirinya sendiri;
c. Tanggung jawab terbatas;
d. Memiliki kecapakan kontraktual atas nama dirinya sendiri;
e. Dapat menuntut dan dituntut di hadapan pengadilan atas
nama dirinya sendiri;
f. Ada organ yang mengelola dan mewakili badan.
B. OBJEK HUKUM
 Definisi
1. Segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan menjadi pokok
(objek) suatu hukum, karena hal itu dapat dikuasai subjek hukum.
2. Segala sesuatu yang dijadikan objek kepemilikan
 Adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi
objek dalam suatu hubungan hukum.
 Objek Hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan
bernilai ekonomis.
 Dapat dibedakan antara lain :
- Benda berwujud dan tidak berwujud
- Benda bergerak dan tidak bergerak


 Hubungan Hukum
o Definisi
Hubungan hukum adalah hubungan antara dua subjek hukum atau
lebih di mana hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan
hak dan kewajiban di pihak lain
o Unsur-unsur
a. Ada orang-orang yang hak dan kewajibannya saling
berhadapan,
b. Ada objek,
c. Ada hubungan antara pemilik hak dan pengemban
kewajiban atau adanya hubungan atas objek yang
bersangkutan
 Perbuatan Hukum

 Perbuatan Melawan Hukum (Onrechmatigedaad).


“Perbuatan melawan hukum” menurut Arrest Hoge Raad Belanda) tanggal 19
Desember 1919:
1. Setiap perbuatan atau kealpaan yang menimbulkan pelanggaran
terhadap hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si
pelaku;
2. Melanggar baik terhadap kesusilaan maupun terhadap kepatutan yang
layak dalam pergaulan masyarakat terhadap orang lain atau benda
orang lain.
 Peristiwa Hukum
Suatu peristiwa atau kejadian yang membawa akibat hukum.
 Akibat Hukum
Suatu tindakan yang menimbulkan atau memperoleh akibat yang diatur oleh
hukum
PERTEMUAN KE-10

A. DEFINISI HAK DAN KEWAJIBAN


 Hak :
Kewenangan yang diberikan oleh hukum objektif kepada subyek hukum (orang).
 Kewajiban :
Beban yang diberikan oleh hukum kepada orang ataupun badan hukum.
 Hak dan kewajiban merupakan kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada
seseorang.
 Pengertian Hak (Legal Authority)
a. Ijin/ Kekuasaan yang diberikan hukum kepada Subjek Hukum.
b. Kepentingan yang dilindungi hukum.
c. Hak itu sah, karena dilindungi hukum.
 Jenis-Jenis Hak
Prof. Dr. Soedikno, SH
Hak Absolut/mutlak yang bersifat perdata terdiri dari :
 Hak Absolut bersifat kebendaan (objeknya benda)  Hak milik
 Hak Absolut yang tidak bersifat kebendaan (Hak atas kekayaan industri,
Hal milik intelektual)  objeknya hasil pemikiran manusia, pendapat,
merek, penemuan,
Misalnya : Hak merek, Hak paten, Hak cipta.
 Hak Mutlak Secara Umum
Hak Mutlak adalah hak yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk
melakukan sesuatu perbuatan; dapat dipertahankan terhadap siapapun juga dan
harus dihormati oleh siapapun juga.
Contoh:
 HAM (bebas memeluk agama),
 Hak Publik Mutlak (hak Negara untuk memungut pajak),
 Hak Keperdataan (hak atau kekuasaan orang tua terhadap anak)
 Hak Merek:
 Hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek terdaftar
(dalam Daftar Umum Merek), untuk jangka waktu tertentu.
 Hak paten:
 Hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil
penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu,
melaksanakan sendiri penemuannya atau memberi persetujuan kepada
orang lain untuk melaksanakannya (untuk
membuat,menjual,menyewakan,memakai)
 Hak cipta:
 Hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin.
 (Merek = Tanda Berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan
warna, yang memiliki daya pembeda dan dapat di gunakan dalam kegitan
perdagangan barang/jasa)
 Hak Relatif
Hak yang memberikan kewenangan kepada seseorang atau beberapa orang untuk
menuntut agar orang lain melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Contoh :
Hak penjual untuk menerima uang harga penjualan dan hak pembeli untuk
menerima barang yang dibeli.
 Ciri-Ciri Hak Menurut Fitzgerald
a. Hak dilekatkan kepada seseorang yang disebut pemilik atau subyek dari
hak.
b. Hak itu terwujud kepada orang lain yang menjadi pemegang kewajiban
c. Mewajibkan pihak lain untuk melakukan sesuatu (commission) & tidak
melakukan sesuatu (emission).
d. Commission & omission menyangkut sesuatu yang disebut objek dari
hak.
e. Hak mempunyai title/sebutan peristiwa tertentu yang menjadi alasan
melekatnya itu pada miliknya.
 Timbulnya Hak
a. Adanya subjek hukum baru (berupa orang maupun badan hukum) misal
kelahiran
b. Adanya perjanjian
c. Adanya kerugian (PMH)
d. Karena seseorang melakukan kewajiban yang merupakan syarat untuk
memperoleh hak itu
e. Karena kadaluarsa (verjaring)
f. acquisitief verjaring: melahirkan hak bagi seseorang
g. extinctief verjaring: menghapuskan hak atau kewajiban seseorang
 Timbulnya Kewajiban
a. Diperolehnya sesuatu hak yang dengan syarat harus memenuhi kewajiban
tertentu
b. Adanya perjanjian
c. Adanya kesalahan seseorang yang menimbulkan kerugian kepada orang
lain (mis. menabrak pot bunga tetangga)
d. Telah menikmati hak tertentu yang diimbangi dengan kewajiban tertentu
(mis. Kartu kredit)
e. Kadaluarsa yang telah ditentukan menurut hukum atau perjanjian bahwa
kadaluarsa tersbut menimbulkan kewajiban baru (mis. denda atas pajak
kendaraan bermotor yang sudah lewat waktu)
 Hapusnya Hak
a. Karena kematian dan ketidakadanya pengganti atau ahli waris
b. Karena masa berlakunya hak telah habis
c. Karena diiterima sesuatu benda yang menjadi objek hukum (misl. warisan)
d. Karena kewajiban yang merupakan syarat untuk memperoleh hak sudah
dipenuhi
e. Karena daluarsa (verjaring)
 Hapusnya Kewajiban
a. Karena kematian
b. Karena masa berlakunya habis & tidak diperpanjang
c. Karena sudah dipenuhi oleh orang yang bersangkutan
d. Karena hak yang melahirkan kewajiban telah hilang
e. Karena kadarluasa (verjaring)
f. Karena ketentuan UU
g. Karena kewajiban beralih/dialihkan kepada orang lain
h. Karena kejadian di luar kemampuan manusia sehingga tidak dapat memenuhi
kewajiban (overmacht)
 Hubungan Hak dan Kewajiban dengan Hukum
a. Hukum adalah kumpulan ketentuan yang mengatur mengenai hak dan
kewajiban
b. Hubungan hukum tercermin pada hak dan kewajiban yang diberikan oleh
hukum.
c. Hak dan Kewajiban timbul bila Hukum diterapkan pada peristiwa konkrit.
d. Hukum bukan hak dan kewajiban (tapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya)
e. Hak memberikan kenikmatan dan keleluasaan kepada seseorang sedangkan
kewajiban merupakan pembatasan/beban
PERTEMUAN KE-11

A. Peristiwa Hukum
Suatu peristiwa atau kejadian yang membawa akibat hukum.

 Peristiwa yang merupakan Perbuatan Subjek Hukum


Segala perbuatan subjek hukum yang secara sengaja dilakukan untuk
menimbulkan akibat hukum, atau perbuatan yang mempunyai akibat hukum; dan
akibat tersebut dikehendaki oleh si pembuat.
 Perbuatan Hukum di sini dapat berarti perbuatan yang aktif maupun yang
pasif.
 Perbuatan Hukum terdiri dari:
o perbuatan bersegi satu/sepihak/eenzijdig (surat wasiat, hibah);
o perubahan bersegi dua/timbal balik/tweezijdig (jual beli, sewa
menyewa)
 Peristiwa yang Bukan merupakan Perbuatan Subjek Hukum
 Perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh si pembuat.
 Tapi akibat yang tidak dikehendaki oleh si pembuat itulah yang diatur
oleh hukum.
Contoh:
a. Kelahiran (Pasal 298:2 KUHPer) : menimbulkan langsung hak-hak anak
untuk memperoleh pemeliharaan orang tuanya.
b. Kematian (pasal 830, 833 KUHPER) :  Menimbulkan pewarisan.
c. Daluarsa/ Lewat Waktu (psl 1946 KUHPER) :
o Akuisitif  Menimbulkan Hak (584)
o Ekstintif Menghilangkan Kewajiban / dibebaskan dari
tanggung Jawab
 Perbuatan yang Tidak Dilarang oleh Hukum
 ZAAKWAARNEMING (Pasal 1354 KUHP)
Perbuatan mengurus kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang lain
tersebut (merupakan perbuatan yang tidak melanggar hukum)
PERTEMUAN KE-12

A. Perbuatan Melawan Hukum


 ONRECHTMATIGE DAAD:
Tiap perbuatan yang bertentangan dengan hukum, yang merugikan orang,
mewajibkan pelaku perbuatan tersebut untuk mengganti kerugian.
 Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum
 Perbuatan
o Aktif
o Pasif
 Melawan Hukum
o Bertentangan dengan hak subyektif orang lain
o Bertentangan dengan Kewajiban hukum sipelaku
o Bertentangan dengan kesusilaan
o Bertentangan dengan Kepatutan, Ketelitian dan Kehati-hatian
 Kesalahan
o Sengaja (Dolus)
o Lalai (Culpa)
 Kerugian
o Materiil
o Immateriil
 Hubungan Sebab Akibat (Kausal) antara Perbuatan dan Kerugian
o Conditio sine qua non (Von Buri)
o Adequate Verorzaking (Von Kries)
 Alasan Pembenar (Rechtvaardigings gronden)
o Keadaan memaksa (Overmacht)
o Pembelaan Terpaksa
o Melaksanakan Undang-undang
o Perintah Atasan
 Pertanggungjawaban Berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum
1. Perbuatan Melawan Hukum Yang dilakukan Diri Sendiri dan Orang
Lain Serta barang-barang di bawah Pengawasannya
 Pasal 1367 ayat (1) KUH Perdata :
“Seseorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya sendiri tetapi juga disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan
oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”
 Tanggung Jawab Terhadap Perbuatan Orang Lain (Vicarious
Liability)

1. Tanggung Jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh orang


yang menjadi tanggungannya secara umum
2. Tanggung jawab orangtua dan wali terhadap anak-anak yang
belum dewasa (Psl. 1367 ayat 2)
3. Tanggung jawab majikan dan orang yang mewakilkan
urusannya terhadap orang yang diperkerjakannya (pasal 1367)
4. Tanggung jawab guru sekolah dan kepala tukang terhadap
murid dan tukangnya (Psl. 1367)
 Tanggung Jawab Terhadap Barang dalam Pengawasannya.

1. Tanggung jawab terhadap barang pada umumnya (Pasal 1367


ayat 1)

2. Tanggung jawab terhadap binatang (Pasal 1368)

3. Tanggung jawab pemilik gedung (Pasal 1369)

2. Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia


 Pasal 1370 KUH Perdata:
“Dalam hal terjadi pembunuhan dengan sengaja atau kelalaiannya,
maka suami atau istri, anak, orang tua korban yang lazimnya
mendapat nafkah dari pekerjaan korban berhak untuk menuntut ganti
rugi yang harus dinilai menurut keadaan dan kekayaan kedua belah
pihak.”
3. Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Nama Baik
 Pasal 1372 KUH Perdata:
“Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat
penggantian kerugian serta pemulihan nama baik”.
 Tuntutan yang Dapat Diajukan karena Perbuatan Melawan Hukum
o Ganti rugi dalam bentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan.
o Ganti rugi dalam bentuk natura atau dikembalikan pada keadaan semula.
o Pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah melawan hukum.
o Melarang dilakukannya perbuatan tertentu.
PERTEMUAN KE-13

A. Kekuasaan Kehakiman
 Pelaksana Kekuasaan Kehakiman


KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24 UUD 1945

Mahkamah Agung Komisi Yudisial Mahkamah Konstitusi


Pasal 24 A (1) UUD’ 45 Pasal 24 B (1) UUD” 45 Pasal 24 C (1) & (2) UUD” 45
(UU No. 14 Tahun 1985 tentang (UU No. 22 Tahun 2004 tentang (UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Agung diubah dengan UU Komisi Yudisial) Mahkamah Konstitusi)
No. 5 Tahun 2004)
 Mengadili tingkat pertama
 Mengadili pada tingkat kasasi  Mengusulkan Pengangkatan dan terakhir untuk menguji
 Menguji Peraturan Hakim Agung UU terhadap UUD.
Perundang-undangan di  Wewenang lainnya dalam  Memutus sengketa
bawah Undang-Undang rangka menjaga dan kewenangan Lembaga
 Wewenang lainnya yang menegakkan: Kehormatan, Negara.
diberikan Undang-Undang Keluhuran Martabat,  Memutus pembubaran partai
Perilaku Hakim politik
 Memutus perselisihan hasil
Pemilu
 Wajib memberikan putusan
atas pendapat DPR
mengenai dugaan
pelanggaran hukum oleh
Presiden/ Wakil Presiden

 Struktur Peradilan di Indonesia

o Mahkamah Agung membawahi:

a. Pengadilan Umum (UU No:8/2004)


b. Pengadilan Agama (UU No: 7/1989)
c. Pengadilan Militer (UU No: 4/2004)
d. Pengadilan Peradilan Tata Usaha Negara (UU No: 5/ 1986 jo UU
No: 9/2004)
o Mahkamah Konstitusi

o Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan


kehakiman, diatur dalam Undang-undang

 Badan-Badan Lain, di antaranya :


o Pengadilan Niaga (UU No.37/2004, pasal 1 ayat (7))-memeriksa
perkara2 kepailitan & HAKI
o Pengadilan Anak (UU No.3/1997)
o Pengadilan HAM (UU No.26/2000)
o Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (UU No.30/2002 Psl.53-62)
o Peradilan Syariah Islam di Propinsi NAD (UU No.8/ 2001 junto
Keppres No.11/2002 tentang Mahkamah Syariah di Propinsi
NAD)
o Pengadilan Perikanan (UU No:31/2004)
o Pengadilan Pajak (UU No.14/2002)
o Pengadilan Hubungan Industrial (UU No.2/2004)]
o Mahkamah Pelayaran (UU No.21/1992), adalah: bukan lembaga
peradilan sebagaimana dimaksud dalam UU tentang pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman.
 MAHKAMAH AGUNG
o Dalam Pasal 24 A UUD 1945 disebutkan wewenang MA:

1. Mengadili pada tingkat kasasi;

2. Memberi pertimbangan kepada Presiden dalam hal


memberikan grasi dan rehabilitasi (Pasal 14A ayat (1)
UUD 1945);

3. Menyatakan tidak berlakunya peraturan perundang-


undangan sebagai hasil pengujian peraturan perundang-
undangan di bawah UU;

4. Wewenang untuk melakukan peninjauan kembali putusan


pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

 MAHKAMAH KONSTITUSI
o Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan:
1. MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap
UUD;
2. Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945;
3. Memutus pembubaran parpol dan perselisihan tentang hasil
Pemilu..
o Dalam pasal 24 C ayat 2 UUD 1945 disebutkan :
“MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD.”
 KOMISI YUDISIAL
o Pasal 24 B Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa Komisi
Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta
perilaku Hakim.
PERTEMUAN KE-14

A. Lingkungan Peradilan
 Peradilan Umum
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh:
1. Pengadilan Negeri yang merupakan pengadilan tingkat pertama
(berkedudukan di ibu kota Provinsi).
2. Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding
(berkedudukan di ibu kota Provinsi).
3. Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi dan
sebagai pengadilan negara tertinggi.
 Peradilan Agama
o Peradilan Agama dibentuk dengan UU No. 7 Tahun 1989
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 jo
terakhir dengan UU No. 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua
atas UU Peradilan Agama.
o Peradilan Agama adalah Peradilan bagi orang-orang yang
beragama Islam.
o Pengadilan adalah Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi
Agama di lingkungan Peradilan Agama.
o Dalam lingkungan peradilan agama dapat dibentuk pengadilan
khusus.
o Pengadilan Agama bertugas memeriksa, memutus tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
1. Perkawinan
2. Waris
3. Wasiat
4. Hibah
5. Wakaf
6. Zakat
7. Infaq
8. Shadaqah
9. Ekonomi Syariah
 Peradilan Militer
o Pasal 10 Ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman menyebutkan
bahwa peradilan militer merupakan badan peradilan di bawah
MA. Tugas dan wewenangnya adalah mengadili prajurit TNI.
o UU No. 32 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menyebutkan
bahwa peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan
kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata yang berpuncak
pada MA.
o Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal
pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk kepada peradilan
umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur
dengan UU.
o Dengan UU No. 2 Th 2002, Kepolisian Negara tidak lagi tunduk
kepada Peradilan Militer.
 Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)
o Peratun diatur dalam UU No. 5 Tahun 1986 sebagaimana
diubah dengan UU No. 9 tahun 2004 jo UU No. 51 tahun 2009.
o Dalam pasal 4 UU Peratun disebutkan bahwa Peratun adalah
satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
terhadap sengketa tata usaha negara yang dilaksanakan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara.
o Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
 Psl 48 UU Peratun :
 Dalam hal suatu badan atau pejabat TUN diberi
wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-
undangan untuk menyelesaikan secara administratif
sengketa TUN tertentu, maka sengketa TUN terebut
harus diselesaikan melalui upaya administratif yang
tersedia.
 Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa TUN sebagaimana dalam ayat
(1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan
telah digunakan.
 Beberapa badan peradilan khusus, antara lain:
a. Pengadilan Niaga
o Dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 Pasal 280 Ayat (1)
tentang Perubahan atas UU Tentang Kepailitan
menyatakan bahwa Pengadilan Niaga berada di
lingkungan Peradilan Umum dan ayat (2) menyebutkan
bahwa selain memeriksa dan memutuskan permohonan
pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran
utang, pengadilan niaga berwenang pula memeriksa dan
memutuskan perkara lain di bidang perniagaan yang
penetapannya dilakukan dengan PP.
o Pengadilan Niaga ini, selain dapat mengadili soal
kepailitan juga dalam perkara HAKI (UU no. 14 tahun
2001 tentang Paten), masalah Merek (UU No. 15 tahun
2001 tentang Merek), dan masalah Hak Cipta (UU no.19
tahun 2002 tentang Hak Cipta).
b. Pengadilan Anak
o UU Nomor 3 Tahun 1997
o Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan
kehakiman yang berada di lingkungan peradilan Umum.
o Sidang Pengadilan Anak betugas dan berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana
anak nakal sebagaimana ditentukan UU.
o UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pengadilan Anak
o Azas yang dianut dalam UU No.11 Th 2012 adalah
kepentingan yg terbaik bagi anak; penghargaan terhadap
pendapat anak; kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak; pembinaan dan pembimbingan anak;
perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai
upaya terakhir; dan penghindaran pembalasan.
o Pasal 3 UU No.11 Tahun 2012 menyatakan bahwa setiap
anak dalam proses peradilan pidana berhak:
1. Diperlakukan secara manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan
umurnya;
2. Dipisahkan dari orang dewasa;
3. Melakukan kegiatan rekreasional;
4. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau
perlakuan lain yg kejam, tidak manusiawi, serta
merendahkan derajat dan martabatnya;
5. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur
hidup;
6. Tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara, kecuali
sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang
paling singkat.
o Sistem Peradilan Anak wajib mengutamakan pendekatan
restoratif, serta wajib diupayakan diversi dengan
tujuan:
1. Mencapai perdamaian antara korban dan anak;
2. Menyelesaikan perkara anak di luar proses
peradilan;
3. Menghindarkan anak dari perampasan
kemerdekaan;
4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
c. Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)
o Pengadilan HAM diatur dalam UU No. 26 tahun 2000.
o Pengadilan HAM bertugas dan berwenang untuk
memeriksa dan memutus perkara “khusus” terhadap
pelanggaran HAM yang berat, yaitu menyangkut
pelanggaran yang meliputi kejahatan Genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan.
o Hukum Acara dalam pengadilan HAM adalah pada
prinsipnya menggunakan KUHAP (Pasal 10 UU No. 26
Tahun 2000 tentang Peradilan HAM)
o Penyelidikan terhadap pelanggaran HAM yang berat
dilakukan oleh KOMNAS HAM (Psl 18 ayat 1) dan
dalam melakukan penyelidikannya KOMNAS HAM
dapat membentuk Tim Ad Hoc yang terdiri dari
KOMNAS HAM dan unsur masyarakat.
o Peradilan HAM tidak mengenal azas Non-retroaktif
(pasal 43 ayat 1 UU No. 26 tahun 2000); tidak mengenal
kadaluarsa dan adanya pengecualian atas azas “ne bis in
idem.”
o Genosida
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan
atau kelompok agama dengan cara:
1. Membunuh anggota kelompok
2. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental
yang berat terhadap anggota kelompok
3. Mencipatakan kondisi kehidupan kelompok yang
akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik
baik seluruh atau sebagiannya.
4. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok
5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari
kelompok tertentu ke kelompok lain.
o Kejahatan terhadap Kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan
yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsng terhadap penduduk sipil, berupa:
a. Pembunuhan
b. Pemusnahan
c. Perbudakan
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan
kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang
yang melanggar (azas-azas) pokok hukum
Internasional
f. Penyiksaan
g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran
secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang
setara.
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok
tertentu atau perkumpulan yg didasari
persamaan faham politik, ras, kebangsaan,
etnis, budaya, jenis kelamin atau alasan lain yg
telah diakui secara universal sebagai hal yg
dilarang menurut hukum internasional.
i. Penghilangan orang secara paksa dan
kejahatan apartheid.
d. Pengadilan Pajak
o Diatur dalam UU No. 14 tahun 2002
o Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak
atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap
sengketa Pajak. (Pasal 2)
o Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul antara
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada
Pengadilan Pajak.
o Pengadilan Pajak merupakan pengadilan tingkat pertama
dan terakhir dalam memeriksa dan memutuskan sengketa
pajak. Pihak-pihak yang besengketa dapat mengajukan
Peninjauan Kembali (PK) kepad MA (pasal 33 jo pasal
77);
o Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa (pasal 80):
1. Menolak
2. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya
3. Menambah pajak yang harus dibayar
4. Tidak dapat diterima
5. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan
hitung dan atau
6. Membatalkan Terhadap putusan sebagaimana di
atas tidak dapat diajukan Gugatan, Banding atau
Kasasi.
e. Pengadilan Perikanan
o Diatur berdasar UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana
diubah dengan UU No. 45 tahun 2009.
o Pengadilan Perikanan berwenang memeriksa, mengadili
dan memutus tindak pidana perikanan yang terjadi
diwilayah pengelolaan perikanan Negara RI yang
dilakukan oleh WNI maupun warga negara asing,
merupakan pengadilan khusus yang berada dalam
lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di
pengadilan negeri.
o Peradilan perikanan akan dibentuk di Pengadilan Negeri
Jakarta Utara, Medan, Pontianak Bitung dan Tual.
Pembetukan selanjutnya dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kebutuhan ditetapkan dengan Keppres.
PERTEMUAN ke-15

Pembahasan

• Jenis-Jenis Lapangan Hukum

• Hukum Pidana

• Hukum Perdata

• Hukum Tata Negara

• Hukum Administrasi Negara

HUKUM PIDANA

 Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan


kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang
merupakan suatu penderitaan atau siksaan.

 Apakah yang termasuk dengan “kepentingan umum” ?

1. Badan dan peraturan perundang-undangan negara, seperti Negara, lembaga-


lembaga negara, pejabat negara, pegawai negeri, UU, PP dsb.

2. Kepentingan hukum tiap manusia, yaitu: jiwa, raga/tubuh, kemerdekaan,


kehormatan, hak milik/harta benda.

Dimana diaturnya tentang “pelanggaran” dan “kejahatan”dan apa bedanya?

• “Pelanggaran” dan “kejahatan” diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana
(KUHP)

• Beda “pelanggaran” dan “kejahatan”:

• “Pelanggaran” ialah mengenai hal-hal yang kecil atau ringan, yang diancam
dengan hukuman denda.

• “Kejahatan” ialah mengenai soal-soal yang besar, seperti pembunuhan,


penganiayaan, penghinaan, pencurian dan sebagainya

Contoh Pelanggaran terhadap “Kepentingan Umum” :

1) Berkenaan dengan Badan/peraturan perundangan negara: pemberontakan, penghinaan,


tidak membayar pajak, pembunuhan, terhadap tubuh: penganiayaan, terhadap
kemerdekaan, penculikan, menghalangi pegawai negeri yang sedang menjalankan tugas.

2) Kepentingan Umum tiap manusia: terhadap jiwa, terhadap kehormatan: penghinaan,


terhadap milik: pencurian
Macam-Macam Hukuman dalam Hukum Pidana

Menurut Pasal 10 KUHP:

A. Pidana Pokok (Utama)

1. Pidana mati

2. Pidana penjara:

a. Pidana seumur hidup

b. Pidana penjara selama waktu tertentu (setinggi-tingginya 20 tahun dan


sekurang-kurangnya 1 tahun)

3. Pidana kurungan (sekurang-kurangnya 1 hari dan setinggi-tingginya 1 tahun)

4. Pidana denda

5. Pidana tutupan

B. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman keputusan hakim

HUKUM PERDATA

• Menurut Riduan Syahrani:

Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu
dengan orang lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan
perseorangan/pribadi.

• Menurut Salim HS:

Hukum Perdata pada dasarnya merupakan keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik


tertulis/tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subyek hukum satu dengan subyek
hukum yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan masyarakat.

Yang Menyangkut Hukum Perdata

• Hukum Perdata sering dibedakan antara pengertian yang luas (termasuk Hukum Dagang)
dan pengertian yang sempit (tidak termasuk Hukum Dagang)

• Hukum Perdata ada yang tertulis dan yang tidak tertulis. Yang tertulis ialah Hukum
Perdata yang termuat dalam KUHPerdata (KUHP) maupun peraturan perundang-
undangan lainnya dan Hukum Perdata yang tidak tertulis, ialah Hukum Adat, yang
merupakan hukum yg hidup dalam masyarakat.

HUKUM TATA NEGARA

• Menurut Van der Pot:

Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang


diperlukan serta wewenangnya masing-masing, hubungannya satu sama lain dan hubungannya
dengan individu-individu (dalam kegiatannya).

• Menurut Kusnardi dan Harmaily Ibrahim:

Hukum Tata Negara sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi
daripada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horisontal,
serta kedudukan warga negaranya dan hak-hak asasinya.

Apa yang Diatur dalam Hukum Tata Negara (HTN)?

Dalam HTN diatur tentang:

• Tujuan Negara

• Bentuk Negara

• Bentuk Pemerintahan Negara

• Lembaga-lembaga Tinggi Negara

• Hubungan Lembaga-lembaga Negara

• Wilayah Negara, Rakyat, dan Penduduk Negara

• Hak-hak dan Kewajiban Warga Negara, dsb.

Dimana dasar Ketatanegaraan Indonesia?

• Dasar-dasar ketatanegaraan Indonesia terdapat dalam UUD 1945, yang mengandung


semangat dan merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945.

• Secara garis besar materi UUD 1945 dapat dibedakan dua bagian, yaitu:

1. Pasal-pasal yang berisi materi pengaturan sistem pemerintahan negara, di


dalamnya termasuk pengaturan tentang kedudukan, tugas, wewenang dan saling
hubungannya dari kelembagaan negara.

2. Pasal-pasal yang berisi materi hubungan negara dengan warga negara dan
penduduknya serta berisi konsepsi negara di berbagai bidang: poleksosbud,
hankam, ke arah mana negara dan bangsa/rakyat Indonesia akan bergerak
mencapai cita-cita nasionalnya

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (HAN)

• Kusumadi Pudjosewoyo:

HAN sebagai keseluruhan aturan hukum yang menentukan cara bagaimana negara
sebagai penguasa itu menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugas-tugasnya, atau cara
bagaimana penguasa itu seharusnya bertingkah laku dan mengusahakan tugas-tugasnya.

• Kansil:

HAN ialah hukum mengenai aktifitas-aktifitas kekuasaan eskekutif (kekuasaan untuk


melaksanakan UU).

Aspek dalam Hukum Administrasi Negara

1. Aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan


negara itu melakukan tugasnya

2. Aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara alat perlengkapan


administrasi negara atau pemerintah dengan para warga negaranya.

Perbedaan HTN dan HAN menurut Oppenheim:


HTN mempelajari negara dalam keadaan diam dan HAN mempelajari negara dalam
keadaan bergerak.
PERTEMUAN ke-16

Pembahasan

• Hukum Acara di Pengadilan

• Hukum Acara Pidana

• Hukum Acara Perdata

BAGIAN I HUKUM ACARA PIDANA

(Diacu dari berbagai sumber)

Hukum Pidana > Formil Materiil

• hukum yang berisikan materi hukuman

• hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana melaksanakan hukum materiel

Hukum Pidana Materiel

• KUHP dan tindak pidana yang tersebar di luar KUHP, seperti Tindak Pidana Subversi,
Tindak Pidana Ekonomi, Tindak Pidana Narkotik, dan lain-lain

Sumber Hukum Pidana Formil

HIR dan KUHAP

R Soesilo

Hukum acara pidana adalah

Hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana mempertahankan Hukum Pidana
Materil, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu
harus dilakukan

ASAS-ASAS KUHAP

A. Asas Legalitas
1. Negara Republik Indonesia adalah "Negara Hukum", berdasarkan Pancasila dan UUD
1945;
2. Negara menjamin setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan;
3. Setiap warga negara "tanpa kecuali", wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
Lanjut
Jadi semua tindakan penegakan hukum harus:
1. Berdasarkan ketentuan hukum dan Undang-Undang (KUHAP)
2. Menempatkan kepentingan hukum dan perundang-undangan di atas segala-galanya.
Dengan asas legalitas, aparat penegak hukum tidak dibenarkan
1. bertindak di luar ketentuan hukum
2. bertindak sewenang-wenang, atau abuse of power.

Setiap orang, baik dia tersangka atau terdakwa mempunyai kedudukan:

1. Sama sederajat di hadapan hukum (equal before the law)

2. Mempunyai kedudukan "perlindungan" yang sama oleh hukum, (equal protect on the
law)

3. Mendapat "perlakuan keadilan" yang sama di bawah hukum, (equal justice lo the law)

B. ASAS KESEIMBANGAN
Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c yang menegaskan bahwa dalam penegakan
hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara:
1. perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan,
2. perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat

 Aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum,
tidak boleh berorientasi kepada kekuasaan semata-mata
 Aparat penegak hukum harus menghindari tindakan-tindakan penegakan hukum dan
ketertiban yang dapat menimbulkan pelanggaran hak-hak asasi manusia dan cara
perlakuan yang tidak manusiawi.

 dengan asas keseimbangan yang terjalin antara perlindungan harkat martabat manusia
dengan perlindungan kepentingan ketertiban masyarakat, KUHAP telah menonjolkan
tema human dignity (martabat kemanusiaan), dalam pelaksanaan tindakan penegakan
hukum di bumi Indonesia.

3 PRADUGA TAK BERSALAH

Asas "praduga tak bersalah" atau presumption of innocent melandasi KUHAP dan penegakan
hukum (law enforcement).

Asas Praduga Tak Bersalah

Pasal 8 Undang undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970, yang
berbunyi: "Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap".

• Untuk menopang asas praduga tak bersalah dan prinsip penuntutan dalam penegakan
hukum, KUHAP telah memberi perisai kepada tersangka/terdakwa berupa seperangkat
hak-hak kemanusiaan yang wajib dihormati dan dilindungi pihak aparat penegak hukum.

• Dengan perisai hak-hak yang diakui hukum, secara teoretis sejak semula tahap
pemeriksaan, tersangka/terdakwa sudah mempunyai “posisi yang setaraf “ dengan
pejabat pemeriksa dalam kedudukan hukum, berhak menuntut perlakuan yang digariskan
dalam KUHAP

3. PRINSIP PEMBATASAN PENAHANAN


 Masalah penahanan, merupakan persoalan yang paling esensial dalam sejarah kehidupan
manusia. Setiap yang namanya penahanan, dengan sendirinya menyangkut nilai dan
makna, antara lain:
 perampasan kebebasan dan kemerdekaan orang yang ditahan,
 menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan harkat martabat kemanusiaan,
 menyangkut nama baik dan pencemaran atas kehormatan diri pribadi.
 Setiap penahan dengan sendirinya menyangkut pembatasan dan pencabutan sementara
sebagian hak-hak asasi manusia

TAHAPAN ACARA PIDANA

PRA PENYIDIKAN

1. PENYELIDIKAN :

“Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Vide
Pasal 1 ayat 2 KUHAP)”.

2. LAPORAN :

“Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena Hak atau Kewajiban berdasarkan
Undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang atau sedang atau diduga akan terjadi
peristiwa pidana (Vide Pasal 1 ayat 24 KUHAP)”.

3. PENGADUAN :

“Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan pejabat yang berwenang
untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya (Vide Pasal 1 ayat KUHAP)”.

PENYIDIKAN
1. PEMANGGILAN & PEMERIKSAAN :

1. Saksi-saksi

2. Tersangka

2. TINDAKAN KEPOLISIAN :

1. Penangkapan (Vide Pasal 16 s/d Pasal 19 KUHAP)

2. Penahanan (Vide Pasal 20 s/d Pasal 31 KUHAP)

3. Penggeledahan (Vide Pasal 32 s/d Pasal 37 KUHAP)

4. Penyitaan (Vide Pasal 38 s/d Pasal 46 KUHAP)

5. Pemeriksaan Surat (Vide Pasal 47 s/d Pasal 49 KUHAP)

PEMBERKASAN :

- Tahap Awal SPDP Vide Pasal 109 ayat (1) KUHAP Lengkap Penyerahan
TSK BB

- Tahap Lanjutan (Vide Pasal 110 KUHAP) Tidak Lengkap P.18 + P.19

PENUNTUTAN

PRA PENUNTUTAN

(Vide Pasal 14 ayat (b) KUHAP Jo Pasal 110 ayat (3), ayat (4) KUHAP)

1. Penerimaan Berkas
2. Penelitian (Vide Pasal 138 KUHAP)
3. Penerimaan TSK + BB

PEMBERKASAN

1. Pembuatan Surat Dakwaan (Vide Pasal 140 ayat (1) KUHAP)


2. Pelimpahan Perkara (Vide Pasal 143 ayat (1) KUHAP)

TAHAP PERSIDANGAN
PRA PERSIDANGAN
1. Pemanggilan Terdakwa (Vide Pasal 145 KUHAP)
2. Penelitian Berkas (Vide Pasal 147)
3. Penunjukan Majelis Hakim (Vide Pasal 152 ayat 1 KUHAP)

ACARA PEMERIKSAAN BIASA


1. Pembacaan Dakwaan
2. Eksepsi PH
3. Putusan Sela
4. Pemeriksaan Saksi
5. Keterangan Ahli
6. Pemeriksaan Terdakwa
7. Pembacaan Tuntutan
8. Pembelaan
9. Jawaban Atas Pembelaan
10. Putusan

ACARA PEMERIKSAAN SIDANG

 ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT :

“Perkara kejahatan atau Pelanggaran yang tidak termasuk


ketentuan

Pasal 205 dan menurut Penuntut Umum Pembuktian serta

penerapan hukumnya mudah dan sifat nya sederhana”

(Vide Pasal 203 ayat (1) KUHAP).

Dalam Acara Pemeriksaan Singkat :

- Pada umumnya berpedoman pada Acara Biasa

- Pelimpahan Acara Singkat tanpa Surat Dakwaan

- Pemberitahuan lisan Tindak Pidana yang didakwakan

- Pemberitahuan Dakwaan dicatat dalam Berita acara Sidang

- Putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam Berita

Acara Sidang

 ACARA PEMERIKSAAN CEPAT :

Terbagi atas :

1. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan (Vide Pasal 205 ayat

(1) KUHAP)
2. Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalin.

(Vide Pasal 211 KUHAP)

 JENIS/ MACAM KEBERATAN


o KEBERATAN TIDAK BERWENANG MENGADILI (Exceptie On
bevoegheid van de rehter)
1. Kompetensi Absolut (Absolute Competentie)
2. Kompetensi Relatitive (Relative Competentie)
- Keberatan terhadap Kompetensi Relative hanya dapat diajukan dalam
Judex Factie dan tidak dapat diajukan pada tingkat Kasasi (Vide Putusan
MARI No.1275 K/Pid/1985, tanggal 30 Juli 1987)
- KUHAP tidak menganut Azas Locus Delicty Mutlak (Vide Pasl 84 ayat
(2) KUHAP)
o KEBERATAN DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA :
- Putusan dapat dikabulkannya Eksepsi atau Keberatan Dakwaan tidak
dapat diterima dalam kondisi :
1. Karena dituntutnya seseorang pada hal tidak ada pengaduan dari korban
dalam Tindak Pidana Aduan (krach delicter)
2. Adanya Daluwarsa Hak Menuntut sebagaimana ketentuan Pasal 78
KUHP
3. Adanya unsur Ne Bis In Idem, sebagaimana ketentuan Pasal 76
KUHP
4. Adanya Exceptio litis Pendentie (Keberatan terhadap apa yang
didakwakan kepada Terdakwa sedang diperiksa oleh Pengadilan lain)
o KEBERATAN SURAT DAKWAAN HARUS DIBATALKAN :
- Terkait dengan Syarat Formal dan Material sesuai ketentuan Pasal
143 ayat (2) KUHAP
- Kelalaian terhadap hal tersebut menyebabkan Dakwaan “Nul and
Void”.
 BEBERAPA YURISPRUDENSI YANG BERKAITAN DENGAN ACARA
PIDANA
1. Putusan MA-RI No: 163K/Kr/1997 tanggal 11 Juni 1979
“Karena unsur-unsur tindak pidana yang juga dinyatakan dalam
surat tuduhan, tidaklah terbukti terdakwa seharusnya dibebaskan dari
segala tuduhan dan tidak dilepaskan dari tuntutan hukum”.
2. Putusan MA-RI No: 186K/Kr/1979 tanggal 13 Agustus 1979
“ Dalam hal terdakwa telah meninggal (pada taraf pemeriksaan
banding), PT cukup mengeluarkan penetapan yang menyatakan tuntutan
hukum gugur atau tuntutan Jaksa tidak dapat diterima karena terdakwa
meninggal dunia”.
3. Putusan MA-RI No: 192K/Kr/1979 tanggal 27 Desember 1979
“PT salah menerapkan hukum dengan menyatakan perbuatan
tertuduh bukan merupakan tindak pidana melainkan suatu hubungan
keperdataan, memutuskan membebaskan tertuduh dari segala tuduhan,
seharusnya tertuduh dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Dengan tidak memperhatikan alat-alat bukti dan kekuatan
pembuktian yang telah diperoleh dalam persidangan PN, PT telah salah
menerapkan hukum pembuktian.”
4. Putusan MA-RI No: 492K/Kr/1981 tanggal 8 Januari 1983
“PT telah tepat dengan mempertimbangkan, bahwa tuduhan yang
samar-samar kabar dinyatakan batal demi hukum”.
5. Putusan MA-RI No: 119K/Kr/1982 tanggal 17 Mare 1983 “Terhadap
putusan pembebasan tidak dapat dimintakan banding oleh jaksa,
kecuali dapat dibuktikan bahwa pembebasan tersebut sebenarnya
adalah pembebasan tidak murni hal mana harus diuraikan oleh Jaksa
dalam Memori Banding”.
6. Putusan MA-RI No: 592K/Pid/1984 tanggal 30 Maret 1985
“Terdakwa dibebaskan dari dakwaan karena unsur melawan hukum
tidak terbukti”.
7. Putusan MA-RI No: 808K/Pid/1984 tanggal 26 Juni 1985 “Dakwaan
tidak cermat, jelas dan lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi
hukum”.
8. Putusan MA-RI No: 33K/Mil/1985 tanggal 15 Februari 1986 “Karena
surat dakwaan tidak dirumuskan secara cermat dan lengkap, dakwaan
dinyatakan batal demi hukum”.
9. Putusan MA-RI No: 606K/Pid/1984 tanggal 30 Maret 1985 “Isi
dakwaan bersifat alternatif meskipun yang tertulis adalah Kesatu dan
Kedua, karena kejahatan yang didakwakan adalah sama”.
10. Putusan MA-RI No: 464K/Pid/1984 tanggal 13 September 1985
“Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum bahwa uang
pengganti yang dapat diwajibkan kepada terdakwa dalam tindak
pidana korupsi untuk dibayar tidak boleh melebihi harta benda yang
diperoleh dari hasil korupsi tersebut”.
11. Putusan MA-RI No: 464K/Pid/1984 tanggal 13 September 1985
“Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum bahwa uang
pengganti yang dapat diwajibkan kepada terdakwa dalam tindak
pidana korupsi untuk dibayar tidak boleh melebihi harta benda yang
diperoleh dari hasil korupsi tersebut”.

 HUKUM ACARA PERDATA


o Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang
memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap pihak orang lain
di muka pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya
peraturan-peraturan hukum perdata (wirjono Prodjodikoro)
o Sifat / Karakteristik Hukum Acara Perdata
 Dalam Hukum acara perdata, orang yang merasa haknya
dilanggar disebut sebagai Penggugat, sedangkan orang yang
ditarik ke muka pengadilan karena dirasa telah melanggar hak
penggugat disebut sebagai tergugat.
 Turut tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang tidak
menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk
melakukan sesuatu, namun demi lengkapnya suatu gugatan,
mereka harus diikutsertakan

o Sifat Hukum Acara Perdata


 Inisiatif perkara ada pada orang/ beberapa orang yang merasa
haknya dilanggar (penggugat/ para penggugat)
 Berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang tidak tergantung
ada/ tidak adanya inisiatif
 Ada Hukum acara pidana yang mirip dengan Hukum acara
perdata, yaitu Tindak Pidana Aduan
 Pencabutan gugatan oleh penggugat/ para penggugat tidak
dapat dilakukan sesuka hati, Pencabutan gugatan dapat
dilakukan apabila tergugat menyetujui pencabutan gugatan,
namun kadangkala persetujuan itu tidak dipenuhi, bahkan
malah menggugat balik (rekonvensi)
o Tahapan Hukum Acara Perdata (menurut Sudikno Mertokusumo)
 Tahap Pendahuluan : tahap persiapan menuju tahap penentuan
dan pelaksanaan, yaitu ada sejumlah kegiatan yang harus
dilakukan seperti membuat gugatan,mendaftarkan gugatan,
membayar biaya perkara dll.
 Tahap Penentuan : Tahap pemeriksaan peristiwa, pembuktian
dan penjatuhan putusan.
 Tahap Pelaksanaan : Tahap dilakukannya tindakan pelaksanaan
putusan (eksekusi) yang telah dijatuhkan oleh hakim.
o Hukum Acara Perdata Positif
 Hukum acara perdata nasional hingga saat ini belum diatur
dalam undang-undang, sampai saat ini ketentuan yang masih
dipakai sebagai rujukan adalah het Herziene Indonesich
Reglement (HIR) yang dulu diberlakukan untuk wilayah Jawa-
Madura, sedangkan diluar itu berlaku RechtsReglement
Buitengewestem (RBg)
 HIR ini merupakan bagian dari tata hukum Hindia Belanda
yang masih berlaku pada waktu ini, dan tercantum dalam Stb
1941 No 44
o Sumber Hukum Acara Perdata (Hukum Positif) Berdasarkan Pasal 5
Ayat 1 dan Pasal 6 UU No. 1 Drt Tahun 1951 Tentang Tindakan-
tindakan sementara untuk menyelenggarakan Kesatuan Susunan
Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil
1. HIR, Het Herziene Indonesisch Reglement (Bab IX, 7 Bagian)
2. RBg (Reglemen Buitengewesten, S. 1927 Nomor 227)
3. RV (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) disebut
juga Hukum Acara Perdata untuk Gol. Eropa, namun menurut
Prof. Soepomo, sudah tidak berlaku sejak Raad van Justitie dan
Residentiegerecht dihapus.
4. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid
der Justitie in Indonesie)
5. Undang-undang yang telah dikodifikasi (KUHPerdata dan
KUHDagang)
6. Undang-undang yang belum dikodifikasi ( UU No. 20 Tahun
1947, tentang acara banding, UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU
No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman.dll
7. Yurisprudensi
8. Perjanjian Internasional
9. Doktrin
o Asas-asas Hukum Acara Perdata
 Hakim Bersifat Menunggu (iudex no procedat ex officio) diatur
dalam Pasal 118 HIR dan 142 RBg, artinya bila tidak tuntutan
dari pihak, maka tidak ada hakim
 Ada konsekuensi bagi seorang hakim, yaitu harus mengadili
semua perkara, karena hakim dianggap tahu semua (ius curia
novit)
 Hakim Bersifat Pasif artinya hakim hanya bertitik tolak pada
peristiwa yang diajukan oleh para pihak saja (secundum allegat
iudicare)
 Peradilan Terbuka untuk umum (Openbaarheid van
rechtspraak), konsekuensi yang terjadi apabila asas ini tidak
dilaksanakan adalah putusan dapat menjadi tidak sah dan tidak
memiliki kekuatan hukum.
 Asas audi et alteram partem (dengarlah kedua belah pihak)

Hakim mengadili kedua belah pihak (Horen van beide


partijen) hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah
satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak didengar atau
tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.

 Pemeriksaan dalam dua tingkat hanya PN dan PT (judex factie)


dilaksanakan
 Pengawasan Putusan Pengadilan melalui Kasasi
 Mahkamah Agung adalah Puncak Peradilan di Indonesia (Pasal
10 Ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 2 UU No. 4 tahun
2004)
 Putusan Hakim harus disertai alasan (Pasal 23 UU No. 14 tahun
1970 jo Pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004, Pasal 184 Ayat 1 , dan
319 HIR)
 Berperkara dikenakan biaya Pasal 4, 5 UU No. 14 Tahun 1970
jo Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004)
 Tidak ada keharusan mewakilkan dalam Beracara
 Proses Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan Pasal 4
Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004
 Hak menguji Materiil UU hanya ada pada MK dan dibawah
UU oleh MA (Pasal 11, 12 UU No. 4 Tahun 2004)
 Asas Obyektifitas, Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004
 Peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa (Pasal 4 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 4
UU No. 4 Tahun 2004)
 Perihal Kekuasaan Mutlak dan Kekuasaan relatif
o Kewenangan Mutlak/ absolute compententie menyangkut pembagian
kekuasaan antar badan-badan peradilan, berdasarkan macamnya
pengadilan yang memberikan kekuasaan untuk mengadili
o Kewenangan Relatif/ relative compententie mengatur pembagian
kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa
o Asas yang berlaku dalam kewenangan relatif adalah Actor sequitur forum
rei
 Perbedaan Antara Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
o Inisiatif melakukan acara perdata datang dari pihak-pihak yang
berkepentingan, sedangkan acara pidana perkara datang dari
negara.(Jaksa Penuntut)
o Dalam acara perdata pemeriksaan dilakukan dalam persidangan yaitu
dalam acara dimuka hakim. Acara perdata tidak mengenal pengusutan
dan atau penyelidikan permulaan.
o Dalam acara pidana hakim bertindak memimpin sedangkan dalam acara
perdata hakim menunggu saja.

Anda mungkin juga menyukai