Teori ini didefinisikan sebagai pola terpadu dari karakteristik pribadi yang mencerminkan
berbagai perbedaan individual dan efektivitas kepemimpin yang konsisten di berbagai kelompok
dan situasi organisasi (Zaccaro, Kemp, & Bader, 2004).
Teori ini menganggap pemimpin itu dilahirkan (given), bukan karena faktor pendidikan dan
pelatihan. Konsep kepemimpinan dalam teori orang besar adalah atribut tertentu yang melekat
pada diri pemimpin, atau sifat personal, yang membedakan pemimpin dari pengikutnya. Teori ini
secara garis besar merupakan penjelasan tentang orang besar atau pahlawan dengan pengaruh
individualnya berupa karisma, intelegensi, kebijaksanaan, atau dalam bidang politik tentang
pengaruh kekuasaannya yang berdampak terhadap sejarah.
Jika kita melihat para pemimpin besar dari masa lalu seperti Alexander Agung, Hannibal
Barca, Napoleon, Jenghis Khan dan Abraham Lincoln, kita akan menemukan bahwa mereka
tampaknya berbeda dari manusia biasa dalam beberapa aspek. Hal yang sama berlaku untuk para
pemimpin kontemporer seperti Barack Obama dan Nelson Mandela atau Joko Widodo. Mereka
memiliki ambisi tingkat tinggi ditambah dengan visi yang jelas kemana tujuan mereka.
Pemimpin demikian disebut sebagai pemimpin alamiah, lahir dengan seperangkat kualitas
pribadi yang membuat mereka pemimpin yang efektif. Bahkan saat ini, keyakinan masyararakt
bahwa pemimpin hebat itu terlahir adalah sesuatu yang lumrah.
Teori pendekatan sifat membedakan antara pemimpin yang efektif dengan yang tidak efektif.
Bila kita memperhatikan eksekutif puncak, tokoh olahraga, dan bahkan politisi seringkali
tampaknya memiliki aura yang membedakan mereka dari orang lain.
Menurut teori kontemporer, seorang pemimpin tidak seperti orang lain. Mereka tidak perlu
intelektual jenius atau nabi maha tahu untuk berhasil, tetapi mereka pasti harus memiliki hal-hal
yang tepat yang tidak sama hadir dalam semua orang. Orientasi ini mengungkapkan pendekatan
untuk mempelajari kepemimpinan yang dikenal kini sebagai teori pendekatan sifat.
Kajian Teori
Kajian terhadap teori ini sebagian dilakukan pada abad ke-19, dikaitkan dengan komentar
sejarawan Thomas Carlyle yang mengatakan bahwa “Sejarah dunia adalah biografi dari orang-
orang besar” atau “The history of the world is but the biography of great men“. Herbert Spencer
juga berpengaruh terhadap teori dengan mengatakan bahwa sebuah kondisi sosial tak munkin
tercipta tanpa kehadiran orang besar…”Before he can remake his society, his society must make
him”. Menurut mereka, pemimpin adalah sebuah bakat dengan kualitas unik yang mampu
menangkap imajinasi sekelompok masyarakat.
Pandangan senada juga bisa dirujuk pada penelitian Arnold Toynbee terhadap lahirnya
peradaban besar di dunia. Menurut Toynbee kemunculan peradaban-peradaban besar tersebut
sangat dipengaruhi oleh sebuah faktor yang diistilahkannya sebagai creative
minority. Dimana creative minorityadalah sekelompok masyarakat dengan superioritas jiwa dan
roh dan ketepatan gagasannya mampu menggerakkan pengikutnya dari keadaan pasif menjadi
aktif dan kemudian menghasilkan sebuah peradaban besar.
Teori pendekatan sifat menyatakan bahwa beberapa orang dilahirkan dengan atribut yang
diperlukan yang membedakan mereka dari orang lain dan memiliki sifat-sifat bertanggung jawab
atas posisi mereka dengan asumsi kekuasaan dan otoritas. Dengan kata lain atribut-atribut yang
ada dalam seorang pemimpin berbeda dangan seorang pengikut. Seorang pemimpin adalah
seorang pahlawan yang mengarahkan tujuan melewati rintangan bagi para pengikutnya.
Teori ini menunjukkan bahwa mereka yang berkuasa layak berada di sana karena anugerah
khusus mereka. Selanjutnya, teori ini menyatakan bahwa sifat-sifat tersebut tetap stabil
sepanjang waktu di seluruh kelompok yang berbeda. Dengan demikian, hal itu menunjukkan
bahwa semua pemimpin besar menunjukkan karakteristik tersebut terlepas dari kapan dan di
mana mereka tinggal atau peran yang tepat dalam sejarah mereka.
Kritik
Banyak ciri-ciri yang dikutip sebagai atribut penting untuk menjadi pemimpin yang efektif
adalah sifat-sifat khas yang maskulin. Dengan demikian telah terjadi bias gender terhadap
pandangan yang dikemukakan. Dalam penelitian kontemporer, ada pergeseran yang signifikan
dari sisi mentalitas. Bahwasannya apa yang dikemukakan berlaku untuk kaum perempuan juga.
Kepemimpinan sebelumnya dianggap sebagai kualitas yang berhubungan terutama dengan laki-
laki, dan karena itu teori ini disebut sebagai great man theory. Tapi kemudian dengan munculnya
banyak pemimpin perempuan besar juga, teori ini diakui sebagai teori orang besar dengan makna
yang lebih luas.
Kesimpulan
Teori ini memberikan sumbangan berarti terhadap penelitian selanjutnya tentang aspek
kepemimpinan. Teori ini memumpun terhadap sifat-sifat yang dimiliki seorang pemimpin.
Tentang siapa itu pemimpin. Dan apa karakteristik yang membedakan pemimpin besar dan
pengikut dan seperti apa menjadi seorang pemimpin yang efektif. Dalam kajian-kajian terhadap
faktor-faktor pembeda antara pemimpin yang efektif dan yang tidak efektif dapat ditemui pada
teori pendekatan sifat.
Sejarah timbulnya kepemimpinan, sejak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling
melindungi telah muncul bersama-sama dengan peradapan manusia. Kerjasama tersebut muncul pada
tata kehidupan sosial masyarakat atau kelompok-kelompok manusia dalam rangka untuk
mempertahankan hidupnya menentang kebuasan binatang dan menghadapi alam sekitarnya. Berangkat
dari kebutuhan bersama tersebut, terjadi kerjasama antar manusia dan mulai unsur-unsur
kepemimpinan. Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin dari kelompok tersebut ialah orang-orang yang
paling kuat dan pemberani, sehingga ada aturan yang disepakati secara bersama-sama misalnya seorang
pemimpin harus lahir dari keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani, ulet, pandai, mempunyai pengaruh
dan lain-lain. Hingga sampai sekarang seorang pemimpin harus memiliki syarat-syarat yang tidak ringan,
karena pemimpin sebagai ujung tombak kelompok.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-
prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia
(Moejiono, 2002). Ada banyak definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut
pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.
Definisi Kepemimpinan menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) adalah kegiatan atau
seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut
untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Kepemimpinan
menurut Young (dalam Kartono, 2003) lebih terarah dan terperinci dari definisi sebelumnya.
Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang
sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan
oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Dalam teori kepribadian menurut Moejiono (2002) memandang bahwa kepemimpinan tersebut
sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas
tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction
theorist) cenderung memandang kepemimpinan sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara
tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin
(Moejiono, 2002).
B. PEMBAHASAN
b) Pemimpin besar muncul sebagai heroik, mitos, dan ditakdirkan karena diperlukan.
c) Disebut “Great Man” karena pada saat itu pemimpin dianggap kualitas laki-laki.
Menurut teori kepemimpinan ini seorang pemimpin besar terlahir sebagai pemimpin yang yang
memiliki ciri-ciri yang istimewa yang mencakup:
Karisma
Kecerdasan
Kebijaksanaan
Karisma sendiri menunjukkan kepribadian seseorang yang dicirikan oleh pesona pribadi, daya tarik,
yang disertai dengan kemampuan komunikasi interpersonal dan persuasi yang luar biasa. Karisma inilah
yang dapat memberikan dampak besar kepada lingkungan sosial sekitarnya. Perubahan sosial terjadi
karena para pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi orang lain yang
berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan.
Teori Kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang mencakup studi pemimpin besar.
Para pemimpin berasal dari kelas yang istimewa dan memegang gelar turun-temurun Sangat sedikit
orang-orang dari kelas bawah memiliki kesempatan untuk memimpin. Teori Great Man didasarkan pada
gagasan pada gagasan bahwa setiap kali ada kebutuhan kepemimpinan,maka munculah seorang
manusia yang luar biasa dan mampu mencari solusi untuk memecahkan masalah. Ketika Teori Great
Man diusulkan, sebagian besar pemimpin adalah laki-laki, yang menjadi alasan untuk menamai teori
tersebut dengan “Great Man”.
Teori ini didefinisikan sebagai pola terpadu dari karakteristik pribadi yang mencerminkan
berbagai perbedaan individual dan efektivitas kepemimpin yang konsisten di berbagai kelompok dan
situasi organisasi (Zaccaro, Kemp, & Bader, 2004). Teori ini menganggap pemimpin itu dilahirkan (given),
bukan karena faktor pendidikan dan pelatihan. Konsep kepemimpinan dalam teori orang besar adalah
atribut tertentu yang melekat pada diri pemimpin, atau sifat personal, yang membedakan pemimpin
dari pengikutnya. Teori ini secara garis besar merupakan penjelasan tentang orang besar atau pahlawan
dengan pengaruh individualnya berupa karisma, intelegensi, kebijaksanaan, atau dalam bidang politik
tentang pengaruh kekuasaannya yang berdampak terhadap sejarah.
Teori kepemimpinan ini sebagian besar bersandar pada pendapat-pendapat yang dikemukakan
oleh Thomas Carlyle di abad 19 yang pernah menyatakan bahwa sejarah dunia tak lain adalah sejarah
hidup orang-orang besar. Menurutnya, seorang pemimpin besar akan lahir saat dibutuhkan sehingga
para pemimpin ini tidak bisa diciptakan.
Pemimpin tebentuk karena warisan karakteristik perilaku tertentu yang dimiliki seseorang.
Tetapi, Jika perilaku tertentu adalah indikator kepemimpinan, mengapa banyak orang yang memiliki
sifat kepemimpinan tetapi tidak menjadi pemimpin.
Teori kepemimpinan ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari Great Man Theory yang
mengatakan bahwa para pemimpin dilahirkan dan bukan diciptakan (leader are born and not made).
Tetapi sejalan dengan pemikiran mahzab behavioralis, pada peneliti di tahun 1950-an berkesimpulan
bahwa karakteristik pemimpin tidak seluruhnya merupakan bawaan sejak lahir, namun diperoleh
melalui pembelajaran dan pengalaman. Karena itu mereka berkesimpulan bahwa kepemimpinan yang
efektif dapat dipelajari.
Riset mereka menunjukkan bahwa ada karakteristik individu yang dimiliki oleh seorang pemimpin
sehubungan dengan kepemimpinan efektif, yaitu:
Kecerdasan,
Dominasi,
Percaya diri,
Kematangan.
Teori sifat tersebut mengasumsikan bahwa para pemimpin telah mewarisi sifat-sifat di dalamnya
yang membuat orang cocok untuk menjadi pemimpin. Banyak yang mengatakan bahwa pemimpin
adalah orang yang dapat sepenuhnya mengekspresikan diri, sementara yang lain tidak bisa, dan ini
adalah apa yang membuat mereka berbeda dari orang lain. Seorang pemimpin memiliki kombinasi yang
tepat dari sifat-sifat yang membuatnya menjadi pemimpin yang baik
Kepemimpinan tergantung pada tindakan, bukan pada kualitas mental atau kondisi internal
Setiap orang memiliki jiwa kepemimpinan melalui cara pembelajaran, observasi dank arena pengalaman
Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap teori genetis.
Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not
born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan
oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki
seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku dalam
mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar
pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan
kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang bahwa
kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) soerang
pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.
Beberapa pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku
dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan
dapat memimpin secara efektif. Namun demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku
kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi,
perilaku kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F. Bales (Stoner,
1986)mengemukakan hasil pemelitian, bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai bentuk
kepemimpinan terbagi (shared leadership), seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas dan
anggota lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena perhatian seseorang akan
terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah
tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan
kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Disamping itu, terdapat
kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas orientasi.
Perilaku pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh
penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan
bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan
perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi
teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua
yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya. Sedangkan berdasarkan model grafik
kepemimpinan, perilaku setiap seorang pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya
terhadap hasil atau tugas dan terhadap bawahan atau hubungan kerja. JAF.Stoner, 1978:442-
443 mengungkapkan bahwa kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan
dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori ini seorang pemimpin yang baik
adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki perhatian yang tinggi terhadap bawahan dan terhadap
hasil yang tinggi juga.
Bagaimana seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan,
nilai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai contoh, pimpinan yang yakin
bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan daripada kebutuhan organisasi, mungkin akan
mengambil peran yang sangat direktif (peran perintah) dalam kegiatan para bawahanya.
Seorang pemimpin yang efektif dalam teori ini harus bisa memahami dinamika situasi dan
menyesuaikan kemampuannya dengan dinamika situasi yang ada. Penyesuaian gaya kepemimpinan
yang dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku karena tuntunan
situasi tertentu. Demikian pula seorang bawahan perlu dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih
gaya yang cocok atau sesuai. Dengan demikian berkembanglah berbagai macam model-model
kepemimpinan diantaranya :
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi
antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku
pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif apabila :
Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpian seseorang tergantung pada pemilihan
gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa
bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam metode ini adalah perilaku pemimpin yang
berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi
tersebut, gaya kepemimpina yang dapat digunakan adalah :
Ø Memberitahukan
Ø Menjual
Ø Melakukan pendelegasian
Model Jalan-Tujuan
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan
jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu
kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan
kebtuuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor
motivasional bagi bawahannya.
Pada teori situasional ini terdapat empat dimensi situasi yang dimana secara dinamis akan
memberikan pengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan seseorang :
1) Kemampuan Manajerial
Kemampuan ini merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi efktivitas kepemimpinan seseorang.
Kemampuan manajerial meliputi kemampuan teknikal, kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan
penilaian terhadap “reward” yang disediakan oleh perusahaan.
2) Karakteristik Pekerjaan
Merupakan unsur kedua terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pekerjaan
yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk berprestasi dibanding
pekerjaan rutin yang membosankan. Juga pada tingkat kerja dengan kelompok yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan akan sangat mempengaruhi efektivitas seorang pemimpin.
3) Karakteristik Organisasi
Budaya korporat, kebijakan, dan biokrasi bisa membatasi gaya kepemimpinan seorang manajer.
Juga bila didalam suatu organisasi banyak terdapat profesional dan kelompok ahli. Maka gaya
kepemimpinan yang efektif tentu berbeda dengan organisasi perusahaan yang terdiri dari para pekerja
kasar.
4) Karakteristik Pekerja
Dalam karakteristik pekerja meliputi karakteristik kepribadian, kebutuhan, pengalaman dari para
pegawai akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan manajer.
Keberhasilan seorang pemimpin menurut toeri situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan
dengan perilaku yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional
yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh
terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagan (1994:129) adalah :
Rentang kendali
Tingkat stress
5. Teori Kontingensi
Model kepemimpinan kontingensi dikembangkan oleh Fiedler. Model kepemimpinan kontingensi
mengemukakan bahwa prestasi kelompok tergantung interaksi antara gaya kepemimpinan dengan
kadar menguntungkan/tidaknya situasi. Kepemimpinan dipandang sebagai suatu hubungan yang
didasarkan atas kekuasaan dan pengaruh.
Pertama, pada tingkat manakah situasi menyediakan kekuasaan dan pengaruh yang diperlukan
pemimpin agar efektif,dan seberapa menguntungkan faktor situasi tersebut; kedua, sejauh mana
pemimpin dapat meramalkan dampak gayanya atas perilaku dan prestasi bawahnya.
Tiga faktor penting dalam pendekatan ini adalah hubungan pemimpin dengan anggota, struktur
tugas dan otoritas pada suatu situasi. Faktor hubungan pemimpin-anggota mengacu pada kadar
keyakinan, kepercayaan, rasa hormat para pengikut terhadap pemimpin yang bersangkutan. Variabel
situasional ini mencerminkan penerimaan pengikut kepada pemimpin. Struktur tugas mencakup
masalah untuk mencapai tujuan, kesahihan keputusan, kerincian keputusn. Otoritas pada suatu posisi
menunjukan kekuasaan yang melekat pada posisi kepemimpinan untuk melakukan pekerjaan tertentu.
Esensi dari teori ini adalah bahwa seorang pemimpin mempunyai tugas untuk membantu
bawahannya dalam pencapaian tujuan-tujuan dan menyediakan petunjuk dan/atau dukungan yang
diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut seiring sejalan dengan tujuan kelompok
atau organisasi secara keseluruhan.
Ada dua preposisi yang dikemukakan dalam teori path-goal. Kedua preporsisi tersebut adalah :
1) Perilaku seorang pemimpin dapat diterima oleh bawahannya sejauh perilaku tersebut dipandang oleh
bawahan sebagai sumber untuk memperoleh kepuasaan saat ini ataupun sebagai sarana untuk
memperoleh kepuasan pada masa yang akan datang.
Perilaku tersebut membuat kebutuhan bawahan akan kepuasan, bergantung pada prestasi kerja yang
efektif.
Teori ini memuat empat tipe atau gaya pokok perilaku pemimpin, yaitu :
Bawahan tahu secara jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah khusus
diberikan oleh pemimpin. Disini tidak ada partisipasi oleh bawahan (pemimpin yang otokratis). Hasil
penemuan menyatakan bahwa gaya kepemimpinan direktif mempunyai hubungan yang positif dengan
kepuasan dan harapan bawahan yang melakukan pekerjaan yang mendua (ambiguous) dan mempunyai
hubungan yang negatif dengan kepuasan dan harapan bawahan yang melakukan tugas-tugas yang jelas.
Pemimpin yang selalu yang bersedia menjalankan, sebagai teman, mudah didekati dan
menunjukkan diri sebagai orang sejati bagi bawahan. Gaya kepemimpinan ini mempunyai pengaruh
yang sangat positif bagi kepuasan bawahan yang bekerja dengan tugas-tugas yang penuh tekanan,
frustasi dan tidak memuaskan.
7. Teori kelompok
Teori kelompok dalam kepemimpinan (group theory of leadership) dikembangkan atas dasar ilmu
psikologi sosial. Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada
pertukaran yang positif antara bawahan dan pemimpinannya.
Kepemimpinan merupakan suatu proses pertukaran (exchange process) antara pemimpin dan
pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologis tentang peranan yang diharapkan kedua belah
pihak. Penelitian psikologis sosial dapat digunakan untuk membantu penerapan konsep pertukaran dan
peranan tersebut pada proses kepemimpinan.
Hal ini nampak pula dari hasil studi ohio state university khususnya dimensi pemberian perhatian
(consideration) pada para bawahan yang akan memperluas pandangan kelompok terhadap
kepemimpinan.
Penekanan pendekatan ini ialah terletak pada peranan prilaku kepemimpinan, kelangsungan dan
interaksi timbal balik diantara semua variable yang ada. Dapat dikatakan bahwa bawahan secara aktif
ikut terlibat dalam proses kegiatan organisasi dan bersama-sama dengan pimpinan memusatkan pada
prilakunya sendiri dan prilaku lainnya, serta memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan lingkungan
dan kognisi-kognisi yang bisa memperantarakan.
Pada prinsipnya pendekatan ini menganggap bahwa :
1) Pemimpin menjadi lebih mengetahui dengan variabel-variabel mikro dan makro yang mengendalikan
prilakunya.
2) Pemimpin bekerja bersama-sama dengan bawahannya untuk menentukan serangkaian prilaku kontigen
yang berkepribadiaan dan yang dapat mengatur prilaku bawahan.
3) Pemimpin bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang dapat dipergunakan
untuk mengatur prilaku individu guna menghasilkan hasil-hasil yang produktif yang lebih bisa
menguatkan bersama organisasi.
Dengan demikian, dalam pendekatan “social learning” ini antara pemimpin dan bawahan
mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua perkara yang timbul. Keduanya
mempunyai hubungan interaksi yang hidup dan mempunyai kesadaran untuk menemukan bagaimana
caranya menyempurnakan prilaku masing-masing dengan memberikan penghargaan-penghargaan yang
diinginkan.
Dari beberapa teori kepemimpinan diatas penulis memberikan analisis tentang kelebihan dan
kelemahan dari beberapa teori diatas :
Tidak selalu ada hubungannya antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan,
karena situasi dan kondisi tertentu memerlukan sifat tertentu pula yang berbeda dari yang lain
Kelebihan :
Walaupun beberapa karakteristik dari pemimpin dalam teori ini tidak relevan dengan keefektifan suatu
kepemimpinan. Tetapi karakter ini menjadi suatu kebutuhan idealnya seorang pemimpin
2) Teori Perilaku (Behavior Theory)
Kekurangan :
Teori Kepemimpinan Perilaku belum dilengkapi deangan suatu faktor, yakni penyesuaian terhadap
situasi dan kondisi. Karena situasi dan kondisi tidak akan sama dan selalu ada cara kepemimpinan yang
berbeda untuk menangani situasi dan kondisi yang berbeda.
Kelebihan :
Teori ini mampu mematahkan teori sebelum-sebelumnya tentang bagaimana terbentuknya sebuah jiwa
kepemimpin yang berasal dari cara pembelajaran, observasi, dan pengalaman.
3) Teori Situasional
Kekurangan :
Tindakan terbaik berdasarkan situasi belum menentukan keberhasilan suatu kepemimpinan. Ada
variabel-variabel yang menentukan seperti gaya kepemimpinan,kualitas para pengikut, dan aspek
lingkungan.
Kelebihan :
Teori ini melengkapi teori perilaku, karena sudah memperhatikan situasi sebagai variabel faktor
penetuan karakter kepemimpinan yang baik.
Kekurangan :
Teori ini masih mengandung dua sudut pandang keberhasilan suatu kepemimpinan.
Di satu sisi Pemimpin harus flexible dengan situasi, tetapi ada variable lain yang menentukan seperti
kualitas bawahan dan aspek lingkungan.
Kelebihan :
Teori ini menganggap pemimpin haruslah orang yang memiliki kharisma dan kemampuan memotivasi
yang tinggi, maka barulah pemimpin itu dinilai efektif.
Adanya keterkaitan antara atasan dan bawahan dalam keberhasilan suatu kepemimpinan, yang
menjadikan teori ini berbeda dengan yang lain.
Teori ini memperhatikan variable internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan
kepemimpinan.
Semua teori yang dikemukakan para ahli masing-masing memiliki kekurangan dan kelibahan. Dan
tak satupun dari para pemuka teori bisa menunjukkan tentang teori kepemimpinan yang efektif, yang
dapat berlaku pada kondisi kepemimpinan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA