Anda di halaman 1dari 3

Latar Belakang

Kepemimpinan merupakan kunci kesuksesan. Kepemimpinan atau Leadership sebagai


sesuatu yang esensial bagi setiap orang. Untuk dapat memelihara komitmen organisasi
dibutuhkan peran dari seorang pemimpin dan kepemimpinan yang sangat efektif menjadi
syarat yang utama. Seorang pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinannya terlebih
dahulu harus memahami siapa karyawannya serta harus mengerti kekuatan dan kelemahan
karyawannya dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan karyawannya untuk
mengimbangi kelemahan yang dimilikinya.

Chiang dan Wang (2012) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi
kepercayaan karyawan dalam sebuah organisasi dan dengan para pemimpinnya. Oleh karena
itu, kepercayaan kepada seseorang pemimpin menjadi hal yang penting karena merupakan
awal dari proses risiko dalam pengambilan keputusan sebuah organisasi. Kepemimpinan
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kelangsungan hidup dari organisasi. Kreitner  dan 
Kinicki  (2010) mengemukakan  bahwa  kepemimpinan  adalah sebagai  proses  dimana 
seseorang  individu mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

(Nina Zahra, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen Organisasi Melalui Aspek
Kepuasan Kerja Karyawan Dan Kepercayaan Pada Sektor Perbankan, Jurnal Manajemen
dan Pemasaran Jasa Volume 8, No.1  Tahun  2015. Hal. 146)

Teori Kepemimpinan Tradisional


Kepemimpinan Tradisional atau kepemimpinan adat merupakan seseorang yang mampu
mempengaruhi untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan
tertentu, kelompok masyarakat tertentu, yang keberadaannya tanpa ada pejabat yang berkuasa
yang menyatakan berlakunya, melainkan ia hadir berdasarkan atas kehendak orang atau
kelompok, dalam hal ini sudah merupakan tradisi adat istiadat yang berlaku dan dijunjung
tinggi oleh masyarakat setempat

Tradisional erat kaitannya dengan kata tradisi yang berasal dari bahasa latin: traditio
yang artinya diteruskan. Tradisi merupakan suatu tindakan dan kelakuan suatu kelompok
orang dengan wujud suatu benda atau tindak laku sebagai unsur kebudayaan yang dituangkan
melalui fikiran serta diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dari konsep tradisi
tersebut, maka lahirlah konsep tradisional. . (Muhamad Frengkiy, 2020, Perbandingan
Kepemimpinan Modern Dan Lembaga Kepemimpinan Adat Semende Sumatera Selatan
(Studi Di Desa Cahaya Alam Kecamatan Semende Darat Ulu Kabupaten Muara Enim),
Skripsi, UIN Raden Fatah Palembang, Hal. 10)

Menurut H. Witdarmono Pr. Kepemimpinan tradisional merupakan kepemimpinan yang


mengutamakan apa yang sudah ada. Dan apa yang sudah ada itu, sungguh-sungguh mau
diteruskan, bahkan kalau bisa diwariskan secera terus-menerus. Jadi apa yang sudah ada, atau
keadaan yang sudah ada itulah yang paling penting. Dapat dipahami kepemimpinan
tradisional merupakan kepemimpinan melalui pewaris-pewaris dalam suatu kelompok sosial.
Pemimpin tradisional lahir karena diminta oleh masyarakat berdasarkan prestasi spritualitas
dan amal baktinya kepada masyarakat. Pemimpin tradisional biasanya menjadi penafsir, dan
penterjemah, dan juga menjadi penjaga tradisi.

Pada masyarakat tradisional kehadiran seorang pemimpin pada dasarnya juga melalui
pilihan yaitu menonjolnya kepribadiannya dalam pergaulan dan komunikasi sosial. Biasanya
yang menjadi modal kepemimpinan tradisional ini adalah kemampuan membaca kebenaran
(truth reality) sehingga dapat menafsirkan keterkaitan realitas dengan alam maya (virtual
reality). Selanjutnya kepemimpinan tradisional itu dengan kearifan yang ada pada sang
pemimpin selalu menemukan solusi atas berbagai pertanyaan warganya.

Kepemimpinan tradisional yang biasanya disebut kepemimpinan informal, yang


ditekankan adalah bagaimana kelompok dimana sang pemimpin itu ada agar kelompok
tersebut tetap berada dalam satu kesatuan yang utuh dan bisa maju bersama-sama. Dalam
kepemimpinan tradisional unsur demokrasi lebih besar karena setiap warga dalam
komunitasnya bebas berekspresi sesuai dengan adat dan tradisi mereka. Hubungan antar
anggota dalam kepemimpinan tradisional adalah mereka saling mencakup antara satu dengan
yang lain. Disini pengawasan sangat penting. Lalu juga stabilitas sangat utama. Karena dalam
kepemimpinan tradisional yang diutamakan adalah menjaga tradisi yang diwariskan oleh
nenek moyang mereka.

Untuk kepemimpinan tradisional yang diutamakan adalah apa yang diwariskan, maka
yang tua, yang bijaksana, yang dianggap suci, yang dikeramatkan atau dimitoskan, itu
merupakan teladan yang bisa disebut sebagai pemimpin tradisional. Maka dalam
kepemimpinan tradisional orang-orang yang dilihat secara moril cukup kuat, orang
mempunyai karisma, mempunyai sesuatu yang khusus, yang mendapat wahyu dan ilham
dialah yang biasanya diakui oleh masyarakatnya sebagai seorang pemimpin. Pemimpin
tradisional lahir karena diminta oleh masyarakat berdasarkan prestasi spritualitas dan amal
baktinya kepada masyarakat. (Made Sudawan, 2012, Pengaruh Kepemimpinan Kelian Adat
Kampung Bali Sadhar Tengah Terhadap Perilaku Pemilih Dalam Pemilihan Bupati Way
Kanan Tahun 2010, digilibunila.ac.id, Universitas Lampung, Hal. 20-23)

Adapun karakteristik dari kepemimpinan tradisional yaitu antara lain:

1. Pemimpin yang berperan seperti seorang bapak yang bersifat melindungi dan yang layak
dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk.

2. Legistimasi kepemimpinan tradisional dipandang sebagai hal yang wajar dan normal,
dengan implikasi organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan mengambil
keputusan tanpa harus berkonsultasi dengan para bawahan.

3. Mengutamakan kebersamaan artinya pemimpin berusaha untuk memperlakukan semua


orang dan semua satuan kerja yang terdapat dalam organisasi seadil dan serata mungkin.

4. Hubungan bawahan dan atasan lebih bersifat normal.

5. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri.

6. Pemimpin tersebut hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
berinisiatif.

7. Tidak pernah memberikan kesempatan terhadap bawahannya untuk mengembangkan


imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri.

8. Selalu bersikap maha-tahu dan maha-benar.

Dari karakteristik yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa pemimpin memandang bahwa
bawahannya belum mencapai kedewasaan sedemikian rupa sehingga pemimpin tersebut
dapat dibiarkan bertindak sendiri. Konsekuensi dari perilaku demikian ialah para bawahan
tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide, dan saran. Berarti para bawahan tidak
didorong untuk berpikir secara inovatif dan kreatif.

(Esen Pramudya Utama, 2017, Keterampilan Human Relation Kepala Madrasah Dalam


Meningkatkan Kinerja Guru Di MTs Negeri 2 Bandar Lampung. Masters thesis, IAIN
RADEN INTAN LAMPUNG.. Hal. 36-37)

Anda mungkin juga menyukai