Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM


(SUKU DAYAK BAKUMPAI) MENGGUNAKAN APLIKASI TEORI
MODEL TRANSCULTURAL NURSING”

DISUSUN OLEH :
SIGMA ROHMATUL LAILI (1712042)
DHARMA INDARTO YOGO (1712045)
NOVI DEWANTORO (1712046)
YOSI KRISMANTO (1712054)
RINA WAHYU ANGGRAENI (1511012)
TITIN RAHAYU (1511014)

S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN 2017/2018
DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang……………………………………………………………………….............
1.2 Rumusan Masalah
…………………………………………………………………………….
1.3 Tujuan
…………………………………………………………………………………………

Bab II Tinajauan Pustaka


2.1 Sejarah teori Madeline Leininger
………………………………………………………………
2.2 Konsep Teori
…………………………………………………………………………………...

Bab III Suku Dayak Bakumpai


3.1 Masyarakat Suku Dayak Bakumpai
……………………………………………………………
3.2 Upacara Pengobatan Orang Bakumpai .................................................................................

Bab IV
Asuhan Keperawatan Dengan Ulkus Peptikum (Suku Dayak Bakumpai) ………………………...

Bab V Penutup
5.1 Kesimpulan
…………………………………………………………………………………….
5.2 Saran
…………………………………………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Globalisasi akan menyebabkan masyarakat hidup dalam suasana multikultural yang
disebabkan karena migrasi antar daerah dan Negara menjadi lebih mudah. Keperawatan
transkultural menjadi komponen utama dalam kesehatan dan menjadi konstituen penting dari
perawatan, yang mengharapkan para perawat kompeten secara budaya dalam praktek sehari –
hari. Perawat yang kompeten dalam budaya memiliki pengetahuan tentang budaya lain dan
terampil dalam mengidentifikasi pola-pola budaya tertentu sehingga dirumuskan rencana
perawatan yang akan membantu memenuhi tujuan yang telah ditetapkan untuk kesehatan
pasien.
Selain itu, praktik keperawatan memberikan perawatan yang holistik. Pendekatan
holistik ini meliputi perawatan fisik, psikologi , emosional, dan kebutuhan rohani pasien.
Dalam rangka untuk memberikan perawatan holistik, perawat juga harus mempertimbangkan
perbedaan budaya dalam membuat rencana keperawatan. Dengan demikian, perawat harus
mempunyai kompetensi budaya dalam praktek sehari-hari mereka agar pasien merasa dikenal
dan diperhatikan sebagai individu dalam suatu sistem kesehatan yang sangat kompleks dan
beragam secara budaya.
Indonesia sendiri merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini
dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu beragam dan
luas. Selain itu Indonesia juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti
Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran
Kebudayaan.
Salah satu suku di Indonesia adalah suku dayak. Dimana masyarakat dayak memiliki
keyakinan tentang yang berhubungan dewa dan roh. Dan dalam pengobatan terhadap orang
sakit suku dayak juga masih mempercayai pada dewa dewa dan roh. Jadi kita sebagai
seorang perawat harus memiliki kemampuan untuk memahami perbedaan budaya dalam
rangka untuk memberikan layanan berkualitas kepada pasien dengan berbagai
keanekaragaman budaya. Perawat yang mempunyai kompetensi budaya mempunyai
kepekaan terhadap isu-isu yang berkaitan dengan budaya, ras, etnis, gender, danorientasi
seksual.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Sejarah teori Madeline Leininger ?
2. Bagaimana Konsep Teori Madeline Leininger ?
3. Siapa Masyarakat Suku Dayak Bakumpai itu ?
4. Bagaimana Upacara Pengobatan Orang Bakumpai ?
5. Bagaiamana Asuhan Keperawatan Dengan Ulkus Peptikum (dengan klien dari
Suku Dayak Bakumpai) ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah teori Madeline Leininger
2. Untuk mengetahui Konsep Teori Madeline Leininger
3. Untuk mengetahui Siapa Masyarakat Suku Dayak Bakumpai
4. Untuk mengetahui Upacara Pengobatan Orang Bakumpai
5. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Dengan Ulkus Peptikum (dengan klien
dari Suku Dayak Bakumpai)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah teori Madeline Leininger


Madeline Leininger adalah adalah pelopor keperawatan transkultural dan seorang
pemimpin dalam mengembangkan keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan
yang berfokus pada manusia. Leininger juga merupakan seorang perawat professional
pertama yang meraih pendidikan doctor dalam ilmu antropologi social dan budaya.
Madeline Leininger lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karir keperawatannya
setelah tamat dari program diploma di St. Anthony·s School of Nursing di Denver. Pada
tahun 1950 ia meraih gelar sarjana dalam ilmu biologi dari ´Benedictine College, Atchison
Kansas dengan peminatan pada studi filosofi dan humanistik. Setelah menyelesaikan
pendidikan tersebut ia bekerja sebagai instruktur, staf perawatan dan kepela perawatan pada
unit medikal bedah serta membuka sebuah unit perawatan psikiatri yang baru dimana ia
menjadi seorang direktur pelayanan keperawatan pada St. Joseph·s Hospital di Omaha.
Tahun 1954 Leininger meraih gelar M.S.N. dalam keperawatan psikiatrik dari
Chatolic University of America di Washington, D. C. Ia kemudian bekerja pada College of
Health di Univercity of Cincinnati, dimana ia menjadi lulusan pertama (M. S. N ) pada
program spesialis keperawatan psikiatrik anak.
Selama bekerja pada unit perawatan anak diCincinnati, Leininger menemukan bahwa
banyak staff yang kurang memahami mengenai faktor-faktor budaya yang mempengaruhi
perilaku anak-anak. Dimana diantara anak-anak ini memiliki latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Ia mengobservasi perbedaan – perbedaan yang terdapat dalam asuhan dan
penanganan psikiatri pada anak-anak tersebut. Terapi psikoanalisa dan terapi strategi lainnya
sepertinya tidak menyentuh anak-anak yang memiliki perbedaan latar belakang budaya dan
kebutuhan. Leininger melihat bahwa para perawat lain juga tidak menampilkan suatu asuhan
yang benar-benar adekuat dalam menolong anak tersebut,dan ia dihadapkan pada berbagai
pertanyaan mengenai perbedaan budaya diantara anak-anak tersebut dan hasil terapi yang
didapatkan.
Sebagai seorang mahasiswa program doktor, Leininger mempelajari berbagai macam
kebudayaan dan menemukan bahwa pelajaran antroplogi itu sangat menarik dan merupakan
area yang perlu diminati oleh seluruh perawat. Kemudian ia menfokuskan diri pada
masyarakat Gadsup di Eastern Highland of New Guinea, dimana ia tinggal bersama
masyarakat tersebut selama hampir dua tahun. Dia dapat mengobservasi bukan hanya
gambaran unik dari kebudayaan melainkan perbedaan antara kebudayaan masyarakat barat
dan non barat terkait dengan praktek dan asuhan keperawatan untuk mempertahankan
kesehatan. Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan masyarakat Gad sup,
Ia terus mengembangkan teori perawatan kulturalnya dan metode ethno nursing.
Antusiasme dan perhatiannya yang mendalam terhadap pengembangan bidang
perawatan transkultural dengan fokus perawatan pada manusia telah menyokong dirinya
selama 4 dekade. Tahun 1950-an sampai 1960-an, Leininger mengidentifikasi beberapa area
umum dari pengetahuan dan penelitian antara perawatan dan anthropologi: formulasi konsep
keperawatan transkultural, praktek dan prinsip teori. Bukunya yang berjudul Nursing and
anthropology : Two Words to Blend, yang merupakan buku pertama dalam keperawatan
transkultural, menjadi dasar untuk pengembangan bidang keperawatan transkultural, dan
kebudayaan yang mendasari perawatan kesehatan. Buku yang berikutnya,Transcultural
Nursing : Concepts, theories, research, and practise (1978), mengidentifikasi konsep mayor,
ide-ide teoritis, praktek dalam keperawatan transkultural, bukti ini merupakan publikasi
definitif pertama dalam praktek perawatan treanskultural.
Ia telah memepelajari 14 kebudayaan mayor secara lebih mendalam dan telah
memiliki pengalaman dengan berbagai kebudayaan. Disamping perawatan transkultural
dengan asuhan keperawatan sebagai fokus utama , bidang lain yang menjadi perhatiannya
adalah administrasi dan pendidikan komparatif, teori-teori keperawatan, politik, dilema etik
keperawatan dan perawatan kesehatan, metoda riset kualitatif, masadepan keperawatan dan
keperawatan kesehatan, serta kepemimpinan keperawatan. Theory of Culture Care saat ini
digunakan secara luas dan tumbuh secara relevan serta penting untuk memperoleh data
kebudayaan yang mendasar dari kebudayaan yang berbeda.

2.2 Konsep Teori


a. Pengertian
Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus
pada analisis studi perbandingan tentang perbedaan budaya. Keperawatan transkulural
merupakan ilmu dan kiat yang humanis, yang di fokuskan pada perilaku individu atau
kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sakit secara
fisik atau psikokultural sesuai latar belakang budaya.
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari
keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan.
Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan
dukungan kepada individu secara utuh.

b. Konsep keperawatan transkultural


1) Budaya
norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi
serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
2) Nilai budaya
keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan
yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.
3) Culture care diversity (Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan)
Bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan
asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan
termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang
mungkin kembali lagi.
4) Cultural care universality (Kesatuan perawatan kultural)
mengacu kepada suatu pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun
pemahaman yang paling dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-
simbol yang dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan
pemberianbantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang
memungkinkanuntuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan
padasuatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan.
5) Etnosentris
persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah
yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain
6) Etnis
Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
7) Ras
perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal
manusia.
8) Etnografi
ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi
memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada
perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari
lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara
keduanya.
9) Care
fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku
pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi
kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas
kehidupan manusia.
10) Caring
tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia. k.
11) Cultural Care
berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan
pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi
kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan,
sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai
kematian dengan damai.
12) Cultural imposition
berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan
kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide
yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain
c. Paradigma keperawatan transkultural
1) Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan
pilihan.
2) Kesehatan
Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat
diobservasi dalam aktivitas sehari-hari.
3) Lingkungan
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan
budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu fisik, sosial dan
simbolik.
 Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau yang diciptakan oleh
manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukimam padat dan iklim.
Lingkungan fisik dapat membentuk budaya tertentu misalnya bentuk rumah di
daerah panas yang banyak lubang dengan bentuk rumah orang Eskimo hampir
tertutup rapat.
 Lingkungan social adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu atau kelompok kedalam masyarakat yang lebih luas
seperti keluarga, komunitas dan tempat ibadah.
 Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk atau symbol yang
menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat
hidup, bahasa atau atribut yang digunakan.
4) Keperawatan
Keperawatan dipandang sebagai suatu ilmu dan kiat yang diberikan kepada klien
dengan berfokus pada prilaku, fungsi dan proses untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan atau pemulihan dari sakit.
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai latar belakang budayanya.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah mempertahankan
budaya, mengakomodasi/menegosiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien
(Leininger, 1984) :
 Mempertahankan budaya (Maintenance)
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya.
 Mengakomodasi / Negosiasi
Negosiasi budaya yaitu intervensi dan implementasi keperawatan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatannya. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan
budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan.
 Mengubah / Mengganti budaya (Restrukturisasi)
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatannya. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Seluruh perencanaan dan
implementasi keperawatan dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga
budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap saat. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai
dengan keyakinan yang dianut.

d. Sunrise Model
Bagan diatas merupakan Sunrise Model dari teori Leininger. Matahari terbit
sebagai lambang/ symbol perawatan. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak
menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis putus- putus pada model ini
mengindikasikan sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak
terpisahkan/ tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka.
Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leiningera adalah agar seluruh
terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi
keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan
dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak selalu
sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang
produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan
dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.
Terdapat 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu
1) Factor teknologi
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan manusia untuk
memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi kesehatan maka perawat perlu
mengkaji berupa : persepsi klien tentang penggunaaan dan pemanfaatan teknologi
untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini, alasan mencari bantuan kesehatan,
persepsi sehat-sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan.
2) Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and Philosophical factors)
Agama adalah suatu sistem symbol yang mengakibatkan pandangan dan
motivasi yang amat realistic bagi para pemeluknya. Agama menyediakan motivasi
kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya diatas segalanya, bahkan di atas
kehidupan sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti : agama yang
dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan, beriktiar untuk
sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh.
3) Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan ( Kinship & Social factors)
Pada faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama
lengkap dan nama panggilan di dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir,
jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga,
hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh
keluarga misalnya arisan keluarga, kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat
misalnya : ikut kelompok olah raga atau pengajian.
4) Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values & Lifeways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu
kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Hal-
hal yang perlu dikaji berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah :
posisi dan jabatan misalnya ketua adat atau direktur, bahasa yang digunakan, bahasa
non verbal yang ditunjukkan klien, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan,
makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang biasa
dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari.
5) Faktor kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku (Political and Legal
factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dan kelompok dalam asuhan keperawatan
transkultural, seperti peraturan dan kebijakan dapat berkaitan dengan jam berkunjung,
klien harus memakai baju seragam, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu,
hak dan kewajiban klien yang harus dikontrakkkan oleh rumah sakit, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
6) Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material
yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi yang
pada umumnya dimanfaatkan klien antara lain : asuransi, biaya kantor, tabungan dan
patungan antar anggota keluarga. Faktor ekonomi yang perlu dikaji oleh perawat
antara lain seperti pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan , kebiasaan menabung
dan jumlah tabungan dalam sebulan.
7) Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh
jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Perawat perlu mengkaji latar belakang
pendidikan klien meliputi tingkat pendidikan klien dan keluarga, jenis
pendidikannnya, serta kemampuan klien belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
BAB III
SUKU DAYAK BAKUMPAI

3.3 Masyarakat Suku Dayak Bakumpai


Suku Dayak Bakumpai adalah salah satu subetnis Dayak Ngaju yang beragama Islam.
Suku Bakumpai terutama mendiami sepanjang tepian daerah aliran sungai Barito di
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yaitu dari kota Marabahan, sampai kota Puruk
Cahu, Murung Raya. Secara administratif Suku Bakumpai merupakan suku baru yang
muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 7,51% dari penduduk Kalimantan Tengah,
sebelumnya suku Bakumpai tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus 1930. Kota-kota
utama Dayak Bakumpai yakni Marabahan (Barito Kuala), Muara Taweh (Barito Utara),
Buntok (Barito Selatan) Dan Puruk Cahu (Murung Raya)

3.4 Upacara Pengobatan Orang Bakumpai


Badewa merupakan upacara ritual khas Suku Bakumpai yang merupakan sub suku
Dayak Ngaju. Upacara ini bertujuan untuk menyembuhkan orang sakit, yang dalam bahasa
Banjar disebut Batatamba.
Upacara Badewa tumbuh dan berkembang sebelum Islam merasuki Kabupaten Barito
Kuala. Berawal dari sebuah keluarga yang masih tergolong Suku Bakumpai, mereka
mempercayai serta meyakini kekuatan roh-roh Gaib.
Dengan kesederhanaan hidup dan pengetahuan tentang kesehatan yang masih rendah,
suatu ketika salah satu di antara keluarga terserang sakit. Sang orang tua berupaya mencari
ramuan tumbuh-tumbuhan yang akan digunakan sebagai obat.
Hal ini sudah menjadi kelaziman yang dilakukan para leluhur mereka sebelumnya.
Kendatipun ramuan tumbuh-tumbuhan tersebut telah digunakan, namun keluarga yang
terserang sakit tak kunjung sembuh.
Akhirnya mereka pasrah kepada Yang Maha Kuasa, yang ketika itu disebut para
Dewa. Dengan berbagai mantera, sang ayah memanggil roh-roh nenek moyang mereka yang
dianggap mempunyai kesaktian. Selain diminta datang sebagai perantara penghubung dengan
para Dewa, salah seorang anggota keluarga yang sehat langsung kesurupan dimasuki roh
gaib.
Kemudian keluarga yang kesurupan mengambil daun sawang. Daun tersebut
beberapa kali diusapkan dan diurutkan ke sekujur tubuh si sakit. Setelah itu keluarlah benda,
baik berupa potongan kaca, paku, atau pasak ulin dari tubuh si sakit.
Dengan segala keajaiban, keluarga yang terserang sakit pun sembuh. Cerita
kesembuhan tersebut kemudian menyebar ke seluruh pelosok. Jadi, Badewa merupakan
pegobatan dengan memohon kepada para Dewa melalui roh nenek moyang yang diundang
melalui mantera-mantera tertentu.
Mulai saat itulah, apabila ada keluarga yang sakit dan tidak dapat disembuhkan
dengan ramuan, upacara Badewa dilakukan sebagai alternatif pengobatan sebagaimana
lazimnya para penganut Animisme, dalam melakukan pemujaan terhadap para Dewa yang
menyiapkan kemenyan, minyak likat, mayang pinang, beras kuning, kelapa tua, kelapa muda,
banyu gula, serta piduduk (beras, gula merah, telur ayam dan kelapa).
Untuk mempercepat datangnya roh gaib, diperlukan sarana penunjang berupa
seperangkat gamelan. Upacara ini biasanya dilakukan oleh seorang dalang atau pembaca
mantera, satu orang Padewa atau orang yang akan kesurupan, lima orang penabuh Gamelan
dan dua orang cadangan untuk mengganti dalang dan padewa.
Upacara dapat dilangsungkan di mana saja baik tempat terbuka maupun tempat
tertutup. Namun belakangan budaya Upacara Badewa ini mulai sulit ditemui.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ULKUS PEPTIKUM (SUKU DAYAK BAKUMPAI)

Contoh kasus
Tn. Ali berusia 21, pendidikan terakhir SMP, belum menikah dan tinggal di Barito Raya-
kalimantan keturunan suku Bakumpai merupakan Sub suku dayak. Tn. Ali bekerja sebagai
petani. Saat ini berada di ruang perawatan interna dengan diagnosa medis ulkus peptikum. Klien
masuk dirumah sakit dengan keluhan nyeri di ulu hati kuranng lebih dari 1 bulan yang lalu,
demam, hematemesis-melena, mual, dan kurang nafsu makan.
Saat ini Tn. Ali di jaga oleh ibunya. Keluarga Tn. A menggunakan daun sawang untuk
diusapkan dan di urutkan ke sekujur tubuh Tn. Ali mereka percaya daun sawang dapat
mengeluarkan benda-benda dan roh jahat yang bersemayam dalam tubuh Tn. Ali.
Klien dan keluarga percaya bahwa sakit yang didapat dan tidak bisa sembuh merupakan
hukuman para dewa. Keluarga Tn. Ali juga membaca mantra tiap pagi kepada Tn. Ali dan
meletakkan beberapa sesajen di dekat tempat tidur Tn. Ali seperti kemenyam, minyak ikan,
mayang pinang, beras kuning, kelapa tua, kelapa muda, banyu gula, serta piduduk (beras, gula
merah, telur ayam, dan kelapa). Mereka percaya sesajen ini di sukai oleh dewa kemudian
mempercepat penyembuhan penyakit.
Setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital maka di dapat hasil TD : 90/50 mmHg,
N:72x/menit, P : 20 x/menit, dan S : 380C.
Dari penampilan klien Warna kulit: sawo matang (turgor kulit baik), Rambut: ikal,
Struktur tubuh: kurus, dan Bentuk wajah: bulat

4.1 Pengkajian
I. Data Demografi (Identitas Klien)
a) Nama : Tn. Ali
b) Usia : 21 Tahun
c) Jenis kelamin : Laki – Laki
d) Alamat : Barito Raya – Kalimantan
e) Pendidikan : SMP
f) Status perkawinan : belum menikah
g) Perkerjaan : Petani
h) Suku : Suku Bakumpai
i) Diagnose medis : Ulkus Peptikum
II. Pemeriksaan fisik
a) Warna kulit : sawo matang (turgor kulit baik)
b) Rambut : ikal
c) Bentuk wajah : bulat
d) Struktur tubuh : kurus
e) TTV : Tekanan Darah : 90/50 mmHg
Nadi : 72 x / menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 38⁰ C

III. Komponen Sunrise Model


a) Factor teknologi
 Persepsi sehat sakit
Sehat menurut klien dan keluarga jika seseorang mampu bekerja dan beraktivitas
seperti biasa tanpa hambatan. Sakit menurut klien dan keluarga jika mendapat
hukuman dari yang maha kuasa sehingga tidak mampu melakukan aktivitas
seperti biasa
 Alasan mencari bantuan
Klien mengatakan nyeri di ulu hati semakin bertambah sering terasa mual.
 Persepsi klien tentang peggunaan dan pemanfaat teknologi untuk
mengatasi masalah klien
Walaupun klien sudah di tempat pelayanan kesehatan, tetapi klien dan Keluarga
masih kurang meyakini tindakan kesehatan yang diberikan kepada klien yang
tidak sesuai dengan keyakinannya.
b) Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and Philosophical factors)
 Keluarga Tn. Ali mempercayai adanya tuhan yang maha kuasa yang
dianggap sebagai para dewa.
 Yang dilakukan klien dan keluarganya untuk berusaha menyembuhkan
klien adalah membaca mantra, menyajikan sesajen, dan menggunakan daun
sawang
c) Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan ( Kinship & Social factors)
 Hubungan dengan orang lain
Klien mengatakan hubungan dengan masyarakat sekitar baik.
 Kendala komunikasi
Klien mengatakan sering menggunakan bahasa sehari – hari, komunikasi
terhadap masyarakat dan tokoh agama baik.
 Kendala lingkungan
Klien mengatakan jarak rumah tetangga dengan jarak rumahnya agak berjauhan
sehingga kegiatan sosial masyarakat didesanya berjalan kurang maksima
 Status perkawinan
Klien belum menikah dan tinggal dengan orang tuanya.
d) Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values & Lifeways)
Masyarakat suku bakumpai-dayak dibariton apabila ada keluarga yang sakit dan tidak
dapat disembuhkan menurut keluarga klien mangatakan bahwa sakit tersebut
merupakan hukuman dari dewa. Sehingga biasanya dilakukan upacara badewa yang
dilakukan secara alternative pengobatan sebagaimana lazimnya para penganut
animism dalam melakukan pemujaan para dewa dengan membuat sesajen untuk
dipersembahkan kepada dewa yang dimaksud. Untuk mempercepat datangnya roh
gaib, diperlukan sarana penunjang berupa seperangkat gamelan. Upacara ini biasanya
dilakukan oleh seorang dalang atau pembaca mantra.
e) Faktor kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku (Political and Legal
factors)
 Konflik kebudayaan
Rumah sakit memiliki peraturan jam kunjung rumah sakit sehingga tetangga dan
kerabat tidak leluasa untuk menjenguk.
 Konflik diantara pembuat keputusan
Klien mengatakan mematuhi aturan rumah sakit, tidak terjadi pertentangan
konflik antara keluarga klien dengan keamanan rumah sakit.

f) Faktor ekonomi (economical factors)


 Biaya
Klien mengatakan biaya di tanggung oleh keuarga.
 Financial
Klien mengatakan keuangan dalam keluarganya cukup baik, walaupun semua
keluarga hanya bekerja sebgai petani.
 Asuransi kesehatan individu
Klien tidak mempunyai asuransi kesehatan
g) Faktor pendidikan (educational factors)
 Klien hanya sampai pada tingkat sekolah menengah, sementara orang tua
klien tidak sekolah
 Pemahaman sakit menurut klien dan keluarga adalah klien sedang mendapat
hukuman dari dewa sehingga klien perlu memberikan sesajen dan didalam tubuh
klien terdapat roh jahat yang hanya mampu diusir dengan mengusap daun sawang
pada tubuh klien.
 Klien dan keluarga berharap agar petugas kesehatan mampu memberikan
pertolongan dalam membantu penyembuhan klien

IV. Diagnosa Keperawatan


a) Nyeri
b) Kurang pengetahuan
BAB V
PENUTUP

5.1 kesimpulan
Madeline Leininger adalah adalah pelopor keperawatan transkultural dan seorang
pemimpin dalam mengembangkan keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan
yang berfokus pada manusia. Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan
yang berfokus pada analisis studi perbandingan tentang perbedaan budaya. Paradigma
keperawatan transkultural: Manusia, Kesehatan, Lingkungan, Keperawatan. Suku Dayak
Bakumpai adalah salah satu subetnis Dayak Ngaju yang beragama Islam. Suku Bakumpai
terutama mendiami sepanjang tepian daerah aliran sungai Barito di Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah yaitu dari kota Marabahan, sampai kota Puruk Cahu, Murung Raya.

5.2 saran
Dengan selesainya makalah ini disusun, penulis berharap pembaca dapat mempelajari
dan memahami tentang penyakit teori transkultural dari medeline leininger. Penulis juga
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun, sehingga penulis dapat menjadi
lebih baik untuk masa yang akan datang dalam penyusunan makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek. M, Gloria, dkk. (2016). Nursing Intervention Classification (NIC) Ed. 6.


Mocomedia
Morhead, Sue, dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC) Ed. 5. Mocomedia
Efendi, Ferry. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. .Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai