Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KASUS TUTOR 4 TRANSKULURAL NURSING

MAKALAH KASUS TUTOR 4 TRANSKULURAL NURSING

NOVEMBER 4, 2016BESMART226

MAKALAH KASUS TUTOR 4

TRANSCULTURAL NURSING

BLOK IKD 1

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

Riki Gustiawan G1B116005

Siska Meliyana G1B116009

Siska Hidayanti G1B116010

Agnica Mirza G1B116011

Marisa Maharti G1B116018

Ayuni Amalina G1B116019

R Dilha Pradivta G1B116037

Dewi Rara Shinta G1B116039

Etika Suryani G1B114046

Abdul Haris G1B112091

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S-1)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Keperawatan ini Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah membantu kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah
menulis makalah ini. Atas bimbingan yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang juga membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih
kurang sempurna.Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan tujuan
untuk menyempurnakan makalah ini. Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan
sebaik mungkin, baik itu bagi diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.

Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………….. i

Daftar Isi………………………………………………………………… ii

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………. 1

 Latar Belakang 1

 Identifikasi Masalah 2

 Tujuan Penulisan 2

 Metode Penulisan 2

BAB 2 KAJIAN TEORI…………………………………………… 3

 Sejarah Teori ‘ Culture Care ’ …………………………………………………………………….. 3

 Definisi Transcultural Nursing …………………………………………………………………….. 7

 Tujuan Penggunaan Transcultural Nursing………………………………………………………….. 8

 Asumsi Dasar 9

 Konsep dan dari Teori Leininger …………………………………………………………………….. 9

 Paradigma Transcultural Nursing…………………………………………………………………….. 11

 Proses Trasncultural Nursing …………………………………………………………………….. 13

 Trasn dan Isu Transkultural Nursing………………………………………………………….. 23

BAB 3 PENUTUP…………………………………………………… 25

 Kesimpulan 25

 Saran 25

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 26
BAB 1

PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Dalam menjalankan tugas sebagai perawat, banyak perubahan-perubahan yang ada baik di
lingkungan maupun klien. Perawat harus menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi ini
termasuk segi pelayanan kesehatannya. Perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat
menyesuaikan diri dengan budayanya dan sesuai dengan teori-teori yang dipelajari.

Dalam ilmu keperawatan, banyak sekali teori-teori yang mendasari ilmu tersebut. Termasuk salah
satunya teori yang mendasari bagaimana sikap perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan.
Salah satu teori yang diaplikasikan dalam asuhan keperawatan adalah teori Leininger tentang
“transcultural nursing”.

Dalam teori ini transcultural nursing didefinisikan sebagai area yang luas dalam keperawatan yang
fokusnya dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai
perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan
perkembangan ilmu dan humanistik body of knowledge untuk kultur yang universal dalam
keperawatan. Dalam hal ini diharapkan adanya kesadaran terhadap perbedaan kultur berarti
perawat yang profesional memiliki pengetahuan dan praktik berdasarkan kultur secara
konsep perencanaan dalam praktik keperawatan. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural
adalah untuk mengembangkan sains dan keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik
keperawatan pada kultur yang spesifik dan kultur yang universal. Kultur yang spesifik adalah kultur
dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu. Kultur yang universal
adalah nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur (Leininger,
1979).

Leininger mengembangkan teorinya dari perbedaan kultur dan universal berdasarkan kepercayaan
bahwa masyarakat dengan perbedaan kultur dapat menjadi sumber informasi dan menentukan jenis
perawatan yang diinginkan, karena kultur adalah pola kehidupan masyarakat yang berpengaruh
terhadap keputusan dan tindakan.

Cultur care adalah teori yang holistik karena meletakan di dalamnya ukuran dari totalitas kehidupan
manusia dan berada selamanya, termasuk sosial struktur, pandangan dunia, nilai kultural, ekspresi
bahasa, dan etnik serta sistem profesional.
 Identifikasi Masalah

1. Sejarah teori ‘ Culture Care ’

2. Definisi transcultural nursing

3. Tujuan penggunaan Transkultural Nursing

4. Asumsi Dasar

5. Konsep dan definisi dalam teori Leininger

6. Paradigma Transcultural Nursing

7. Proses Transkultural Nursing

8. Trend dan Isu Transkultural Nursing

 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan dan untuk memberi informasi tentang apa yang
dimaksud dengan transkultural nursing melalui definisi yang dijabarkan, konsep-konsep yang ada
serta hal yang terjadi yang berhubungan dengan transkultural nursing.

 Metode penulisan

Menjabarkan secara keseluruhan tentang transkultural nursing dalam proses keperawatan.

BAB 2

TINJAUAN TEORI

 Sejarah Teori ‘ Culture Care ’

Dr. Madeline Leininger, seorang perawat yang ahli antropologi, mempunyai andil besar dalam
meningkatkan riset dalam perawatan trans-kultural dan dalam merangsang program-program studi
yang erat kaitannya. Ia adalah pelopor keperawatan transkultural dan seorang pemimpin dalam
mengembangkan keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan yang berfokus pada
manusia. Leininger juga adalah seorang perawat professional pertama yang meraih pendidikan
doctor dalam ilmu antropologi social dan budaya.

Madeline Leininger lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karir keperawatannya setelah tamat dari
program diploma di “St. Anthony’s School of Nursing” di Denver. Pada tahun 1950 ia meraih gelar
sarjana dalam ilmu biologi dari “Benedictine College, Atchison Kansas” dengan peminatan pada studi
filosofi dan humanistik. Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut ia bekerja sebagai instruktur,
staf perawatan dan kepela perawatan pada unit medikal bedah sererta membuka sebuah unit
perawatan psikiatri yang baru dimana ia menjadi seorang direktur pelayanan keperawatan pada St.
Joseph’s Hospital di Omaha. Selama waktu ini ia melanjutkan pendidikan keperawatannya di
”Creigthton University ” di Omaha. Tahun 1954 Leininger meraih gelar M.S.N. dalam keperawatan
psikiatrik dari ” Chatolic University of America” di Washington, D. C. Ia kemudian bekerja
pada ”College of Health” di Univercity of Cincinnati, dimana ia menjadi lulusan pertama (M. S. N )
pada program spesialis keperawatan psikiatrik anak . Ia juga memimpin suatu program pendidikan
keperawatan psikiatri di universitas tersebut dan juga sebagai pimpinan dalam pusat terapi
perawatan psikiatri di rumah sakit milik universitas tersebut.

Leininger bersama C. Hofling pada tahun 1960 menulis sebuah buku yang diberi judul ” Basic
Psiciatric Nursing Consept” yang dipublikasikan ke dalam sebelas bahasa dan digunakan secara luas
di seluruh dunia. Selama bekerja pada unit perawatan anak di Cincinnati, Leininger menemukan
bahwa banyak staff yang kurang memahami mengenai faktor-faktor budaya yang mempengaruhi
perilaku anak-anak. Dimana diantara anak-anak ini memiliki latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Ia mengobservasi perbedaan- perbedaan yang terdapat dalam asuhan dan penanganan
psikiatri pada anak-anak tersebut. Terapi psikoanalisa dan terapi strategi lainnya sepertinya tidak
menyentuh anak-anak yang memiliki perbedaan latar belakang budaya dan kebutuhan. Leininger
melihat bahwa para perawat lain juga tidak menampilkan suatu asuhan yang benar-benar adequat
dalam menolong anak tersebut, dan ia dihadapkan pada berbagai pertanyaan mengenai perbedaan
budaya diantara anak-anak tersebut dan hasil terapi yang didapatkan. Ia juga menemukan hanya
sedikit staff yang memiliki perhatian dan pengetahuan mengenai faktor-faktor budaya dalam
mendiagnosa dan manangani klien.

Suatu ketika, Prof. Margaret Mead berkunjung pada departemen psikiatri University of Cincinnati
dan Leiniger berdiskusi dengan Mead mengenai adanya kemungkinan hubungan antara
keperawatan dan antropologi. Meskipun ia tidak mendapatkan bantuan langsung, dorongan, solusi
dari Mead , Leininger memutuskan untuk melanjutkan studinya ke program doktor (Ph.D) yang
berfokus pada kebudayaan, sosial, dan antropologi psikologi pada Universitas Washington. Sebagai
seorang mahasiswa program doktor, Leininger mempelajari berbagai macam kebudayaan dan
menemukan bahwa pelajaran antroplogi itu sangat menarik dan merupakan area yang perlu diminati
oleh seluruh perawat. Kemudia ia menfokuskan diri pada masyarakat Gadsup di Eastern Highland of
New Guinea, dimana ia tinggal bersama masyarakat tersebut selama hampir dua tahun. Dia dapat
mengobservasi bukan hanya gambaran unik dari kebudayaan melainkan perbedaan antara
kebudayaan masyarakat barat dan non barat terkait dengan praktek dan asuhan keperawatan untuk
mempertahankan kesehatan.

Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan masyarakat Gadsup, ia terus
mengembangkan teori perawatan kulturalnya dan metode ethno nursing. Teori dan penelitiannya
telah membantu mahasiswa keperawatan untuk memahami perbedaan budaya dalam perawatan,
manusia, kesehatan dan penyakit. Dia telah menjadi pemimpin utama perawat yang mendorong
banyak mahasiswa dan fakultas untuk melanjutkan studi dalam bidang anthropologi dan
menghubungkan pengetahuan ini kedalam praktik dan pendidikan keperawatan transkultural.
Antusiasme dan perhatiannya yang mendalam terhadap pengembangan bidang perawatan
transkultural dengan fokus perawatan pada manusia telah menyokong dirinya selama 4 dekade.
Tahun 1950-an sampai 1960-an, Leininger mengidentifikasi beberapa area umum dari pengetahuan
dan penelitian antara perawatan dan anthropologi: formulasi konsep keperawatan transkultural,
praktek dan prinsip teori. Bukunya yang berjudul Nursing and anthropology : Two Words to Blend
; yang merupakan buku pertama dalam keperawatan transkultural, menjadi dasar untuk
pengembangan bidang keperawatan transkultural, dan kebudayaan yang mendasari perawatan
kesehatan. Buku yang berikutnya, ”Transcultural Nursing : Concepts, theories, research, and practise
(1978 )” , mengidentifikasi konsep mayor, ide-ide teoritis, praktek dalam keperawatan transkultural,
bukti ini merupakan publikasi definitif pertama dalam praktek perawatan treanskultural. Dalam
tulisannya, dia menunjukkan bahwa perawatan treanskultural dan anthropologi bersifat saling
melengkapi satu sama lain, menkipun berbeda. Teori dan kerangka konsepnya mengenai Cultural
care diversity and universality dijelaskan dalam buku ini.

Sebagai perawat profesional pertama yang melanjutkan pendidikan ke jenjang doktor dalam bidang
antropologi dan untuk memprakarsai beberapa program pendidikan magister dan doktor, Leininger
memiliki banyak bidang keahlian dan perhatian.

Ia telah memepelajari 14 kebudayaan mayor secara lebih mendalam dan telah memiliki pengalaman
dengan berbagai kebudayaan. Disamping perawatan transkultural dengan asuhan keperawatan
sebagai fokus utama , bidang lain yang menjadi perhatiannya adalah administrasi dan pendidikan
komparatif, teori-teori keperawatan, politik, dilema etik keperawatan dan perawatan kesehatan,
metoda riset kualitatif, masa depan keperawatan dan keperawatan kesehatan, serta kepemimpinan
keperawatan. Theory of Culture Care saat ini digunakan secara luas dan tumbuh secara relevan serta
penting untuk memperoleh data kebudayaan yang mendasar dari kebudayaan yang berbeda.

 Definisi Transkultural Nursing

Pengertian Transkultural bila ditinjau dari makna kata, transkultural berasal dari kata trans dan
culture, trans berarti alur perpindahan, jalan lintas atau penghubung. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui. Culture berarti budaya . Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti; kebudayaan , cara pemeliharaan ,pembudidayaan.
Kepercayaan, nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan
diteruskan pada generasi berikutnya, sedangkan

cultural berarti;sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti :akal budi,hasil
dan adat istiadat. Dan kebudayaan berarti hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia
seperti kepercayaan , kesenian dan adat istiadat atau keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah lakunya. Jadi , transkultural dapat
diartikan sebagai lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi
budaya yang lain atau juga pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses
interaksi sosial. TransculturalNursing merupakan suatu area yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai– nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda , ras , yang mempengaruhi pada
seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien / pasien ) menurut Leininger (
1991).Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya
dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien.

Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek
keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

Perilaku caring adalah bagian dari keperawatan yang membedakan, mendominasi serta
mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan caring adalah tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku ini seharusnya sudah tertanam di
dalam diri manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai
individu tersebut meninggal. Hal ini tetap ikut berkembang dengan seturut jalannya perkembangan
manusia tersebut.

 Tujuan Penggunaan Transkultural Nursing

Menurut Leniger tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah dalam pengembangan sains
dan ilmu yang humanis sehingga tercipta praktek keperawatan pada kebudayaan yang spesifik.
Kebudayaan yang spesifik adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang spesifik yang tidak
dimiliki oleh kelompok lain contohnya suku Osing, Tengger dan Dayak. Sedangkan, kebudayaan yang
universal adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang diyakini dan dilakukan oleh hampir
semua kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan.

Dengan adanya keperawatan transkultural dapat membantu klien beradaptasi terhadap budaya
tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya. Perawat juga dapat membantu klien agar dapat
memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status kesehatan.
Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan makanan yang berbau
amis seperti akan, maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan sumber protein nabati yang
lain. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar belakang budaya
sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup
yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

 Asumsi Dasar

Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari keperawatan,
membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan Caring
dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara
utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan
pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal.

Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana
ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.

 Konsep dan Dasar Teori Leininger

1. Budaya (Kultur) adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari,
dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.

2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu
tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan
keputusan.

3. Cultur care diversity (Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan)merupakan bentuk


yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi
pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang
menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap
lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger,
1985).

1. Cultural care universality (Kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada suatu pengertian
umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang paling dominan, pola-pola, nilai-
nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan
serta mereflesikan pemberian bantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara
yang memungkinkan untuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan
pada suatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan.

1. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya
adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.

2. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan
menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.

3. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada


mendiskreditkan asal muasal manusia.

4. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian
etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada
perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari
lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya.
5. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku
pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik
aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.

6. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,


mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata
atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.

7. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan
dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan
individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang
dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

12. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk


memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa
ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

 Paradigma Transkultural Nursing

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara pandang,


keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan
latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat,
lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).

1. Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang
diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger
and Davidhizar, 1995).

2. Sehat

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi


kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola
kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai
tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).

3. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi


perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling
berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik
adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan,
pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena
tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial
yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang
lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang
berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang
menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa
dan atribut yang digunakan.

4. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan
keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya
dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

1. Cara I : Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan


dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.

1. Cara II : Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk


membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani lain.

1. Cara III : Restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki


merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
 Proses Transkultural Nursing

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan
dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (sunrise model) seperti yang
terlihat pada gambar 1. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh
perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and
Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. The Sunrise Model ( Model matahari terbit)

Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai pada puncak
dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial untuk mempertimbangkan
arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau
menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan sistem perawatan
kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau
garis hubungan. Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka. Model ini
menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan/ tidak dapat dipisahkan dari budaya
mereka.

Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak tampak pada teori
dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger adalah agar seluruh terminologi
tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih
tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan,
demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien.
Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan
perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.

2. Proses Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu :

 Faktor teknologi (tecnological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau


mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.

 Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang


amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.

 Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)

Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama


lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.

 Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan


oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.

 Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala


sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.

 Faktor ekonomi (economical factors)

Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber


material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.

 Faktor pendidikan (educational factors)

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam


menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
1. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang


budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan
disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai
yang diyakini.

1. Perencanaan dan Pelaksanaan

Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan
yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman

yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah
budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

1. Cultural care preservation/maintenance

1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses

melahirkan dan perawatan bayi.

2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien


3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

1. Cultural care accomodation/negotiation

 Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien.

 Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan


 Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik

1. Cultual care repartening/reconstruction

 Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan

dan melaksanakannya.

 Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya

Kelompo

 Gunakan pihak ketiga bila perlu

 Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami
oleh klien dan orang tua

 Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya


masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami
budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat
dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan
menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

1. Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap


keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan
budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi
dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien. Globalisasi
menyebabkan masyarakat hidup dalam suasana multikultural yang disebabkan karena migrasi antar
daerah dan negara menjadi lebih mudah. Keperawatan transkultural menjadi komponen utama
dalam kesehatan dan menjadi konstituen penting dari perawatan, yang mengharapkan para perawat
kompeten secara budaya dalam praktek sehari-hari. Perawat yang kompeten dalam budaya memiliki
pengetahuan tentang budaya lain dan terampil dalam mengidentifikasi pola-pola budaya tertentu
sehingga dirumuskan rencana perawatan yang akan membantu memenuhi tujuan yang telah
ditetapkan untuk kesehatan pasien (Gustafson, 2005).

Selain itu, praktik keperawatan memberikan perawatan yang holistik. Pendekatan holistik ini
meliputi perawatan fisik, psikologi , emosional, dan kebutuhan rohani pasien. Penting untuk
menekankan bahwa perawat harus mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan tersebut agar dapat
memberikan perawatan individual, yang telah ditetapkan sebagai hak pasien dan merupakan ciri
praktek keperawatan profesional (Locsin, 2001). Dalam rangka untuk memberikan perawatan
holistik, perawat juga harus harus mempertimbangkan perbedaan budaya dalam membuat rencana
keperawatan.

Dengan demikian, perawat harus mempunyai kompetensi budaya dalam praktek sehari-hari mereka
agar pasien merasa dikenal dan diperhatikan sebagai individu dalam suatu sistem kesehatan yang
sangat kompleks dan beragam secara budaya. Pekerja sosial menggambarkan kompetensi budaya
sebagai suatu proses terus-menerus berusaha untuk menyadari, menghargai keragaman, dan
meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh budaya (Bonecutter & Gleeson, 1997). Dan perawat
telah mengadopsi konsep ini. Perawat menggambarkan kompetensi budaya adalah kemampuan
untuk memahami perbedaan budaya dalam rangka untuk memberikan layanan berkualitas kepada
pasien dengan berbagai keanekaragaman budaya (Leininger, 2002). Perawat yang mempunyai
kompetensi budaya mempunyai kepekaan terhadap isu-isu yang berkaitan dengan budaya, ras,
etnis, gender, dan orientasi seksual. Dengan memiliki pengetahuan tentang perspektif budaya pasien
memungkinkan perawat untuk memberikan perawatan yang tepat dan efektif. Sebagai contoh, pada
kasus pasien yang menolak untuk diberikan tranfusi darah dengan alasan agama, perawat yang
mempunyai kompetensi budaya akan memahami dan mengatasi masalah pasien tersebut dengan
masalah keanekaragaman budaya.

Perawat mungkin menghadapi pasien dari berbagai budaya dalam praktek sehari-hari dan tidak
mungkin perawat dapat memahami seluruh keanekaragaman budaya. Namun, perawat dapat
memperoleh pengetahuan dan skill dalam komunikasi transkultural untuk membantu memfasilitasi
perawatan individual yang didasarkan pada praktek-praktek budaya. Perawat yang terampil dalam
komunikasi transkultural akan lebih siap untuk memberikan perawatan yang kompeten secara
budaya untuk pasien mereka.

Baru-baru ini penelitian kualitatif menunjukkan bahwa masalah komunikasi adalah alasan utama
perawat tidak dapat memberikan perawatan yang kompeten dalam budaya (Boi, 2000, Cioffi, 2003).
Perawat menyampaikan bahwa mereka tidak nyaman dengan pasien dari budaya lain selain mereka
sendiri karena hambatan bahasa. Lebih penting lagi, para perawat menjelaskan bahwa mereka tidak
dapat memahami isyarat-isyarat lain yang digunakan oleh para pasien untuk berkomunikasi. Perawat
menyampaikan memerlukan pendidikan dan pelatihan untuk memahami arti isyarat-isyarat
komunikasi nonverbal tertentu yang digunakan oleh kebudayaan yang berbeda, misalnya kontak
mata, sentuhan, diam, ruang dan jarak serta keyakinan terhadap kesehatan.

Kontak mata adalah alat komunikasi yang penting, juga merupakan variabel yang paling berbeda
diantara banyak budaya (Canadian Nurses Association, 2000). Perawat Amerika diajarkan untuk
mempertahankan kontak mata ketika berbicara dengan pasien mereka. Berbeda dengan orang-
orang Arab, yang menganggap kontak mata langsung tidak sopan dan agresif. Demikian pula,
penduduk asli Amerika Utara juga menganggap kontak mata langsung hal yang tidak benar dalam
budaya mereka, menatap lantai selama percakapan menunjukkan bahwa mereka mendengarkan
dengan hati-hati dengan pembicara. Hispanik menggunakan kontak mata hanya bila dianggap tepat.
Hal ini didasarkan pada usia, jenis kelamin, kedudukan sosial, status ekonomi, dan posisi kekuasaan.
Misalnya, tetua Hispanik berbicara dengan anak-anak menggunakan kontak mata, tapi dianggap
tidak pantas bagi anak-anak Hispanik untuk melihat secara langsung pada tetua mereka ketika
berbicara. Dalam lingkungan perawatan kesehatan, pasien Hispanik berharap bahwa perawat dan
penyedia layanan kesehatan lainnya langsung memberikan kontak mata saat berinteraksi dengan
mereka, tetapi tidak diharapkan bahwa pasien Hispanik membalas dengan kontak mata langsung
ketika menerima perawatan medis dan keperawatan. Ini hanya beberapa contoh untuk
menunjukkan bahwa orang-orang dari berbagai budaya kontak mata memandang berbeda. Sangat
penting bahwa perawat harus sadar bahwa beberapa makna yang dapat disertakan pada kontak
mata langsung agar dapat berkomunikasi secara efektif dengan pasien.

Namun demikian berikut adalah kelebihan dan kekurangan Teori Transkultural dari Leininger :

1. Kelebihan :

2. Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang dapat memberikan pengetahuan kepada
perawat dalam pemberian asuhan dengan latar belakang budaya yang berbeda.

3. Teori ini sangat berguna pada setiap kondisi perawatan untuk memaksimalkan pelaksanaan
model-model teori lainnya (teori Orem, King, Roy, dll).

4. Penggunakan teori ini dapat mengatasi hambatan faktor budaya yang akan berdampak
terhadap pasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit.

5. Penggunanan teori transcultural dapat membantu perawat untuk membuat keputusan yang
kompeten dalam memberikan asuhan keperawatan.

6. Teori ini banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan pengembangan praktek
keperawatan .

1. Kelemahan :

2. Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri


sendiri dan hanya digunakan sebagai pendamping dari berbagai macam konseptual model
lainnya.

3. Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi masalah
keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya.
Akhirnya, menurut Leininger, tujuan studi praktek pelayanan kesehatan transkultural adalah
meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan
mengidentifikasi praktek kesehatan dalam berbagai budaya (kultur) baik dimasa lalu maupun zaman
sekarang, akan terkumpul persamaan-persamaan, sehingga kombinasi pengetahuan tentang pola
praktek transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya
pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dari berbagai kultur.

 Tren dan Isu Transkultural Nursing

Banyak hal dalam budaya Indonesia termasuk dalam cara mereka mempercayai dan mengobati diri
mereka untuk membuat hidup mereka mampu menangani sakit yang mereka alami, sebagai contoh
budaya Jawa, disini budaya jawa yang sering kami ketahui cara dan adat yang mereka percayai untuk
mengobati diri saat sakit adalah dengan kerokan, kerokan bukan hal yang asing bagi budaya jawa,
lebih dari banyak orang jawa yang masih menggunakan kerokan untuk mengobati sakit mereka
sampai saat ini. Mereka mempercayai adat dan budaya secara turun temurun. Mereka meyakini
bahwa dengan kerokan dapat mengeluarkan angin yang ada didalam tubuh, serta dapat
menghilangkan nyeri atau sakit badan yang dialami dan dengan hal tersebut dapat membantu
penyembuhan yang mungkin telah dirasakan sebelumnya, hal tersebut banyak dilakukan oleh suku
jawa. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan muncul dan berada didalam rumah sakit, meski
mereka telah mendapatkan penangan dari tim kesehatan ada saja yang melakukan tradisi tersebut,
Telah diketahui akibat dari kerokan yaitu penyebabkan pori-pori kulit semakin melebar, lalu warna
kulit memerah menujukkan adanya pembuluh darah dibawah permukaan kulit pecah, sehingga
menambah arus darah kepermukaan kulit.

Ketika melakukan komunikasi untuk memberikan informasi tentang akibat yang terjadi dari kerokan
tidak membuat para klien atau pasien tidak berhenti melakukan tradisi seperti hal tersebut karena
itu telah menjadi kebiasaan yang secara terus menerus dilakukan. Sehingga asuhan keperawat yang
mungkin akan diberikan kepada klien tidak dapat dilakukan karena adanya penolakan yang terjadi
terhadap anggapan akan hal tersebut. Disini kita tidak dapat mengkritik keyakinan dan praktik
budaya kesehatan tradisional yang dilakuakan. Budaya merupakan factor yang dapat mempengaruhi
asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan harus terus dilakukan bagaimana caranya menagani klien
tanpa menyinggung perasaan klien dan mengkritik tradisi yang telah ada yang mungkin sulit untuk
kita tentang dan ubah. Karena tujuan kita bukanlah untuk mengubah atau mengkritik tradisi
tersebut, namun bagaimana perawat mampu melakukan semua tugasnya dalam memenuhi
kebutuhan pasien.

BAB 3

PENUTUP

 Kesimpulan
Transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai-nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda, ras, yang mempengaruhi pada
seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien / klien lintas (budaya yang
mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain)

 Saran

Pihak penulis menyarankan agar para pembaca sekalian dapat mengikuti sebagian besar petunjuk
yang telah dirangkum dalam penulisan makalah ini,hal ini
dikarenakan untuk mengetahui transkultural nursing dan perawat harus mengetahui budaya
individu yang dirawat karena sangat berpengaruh dengan kehidupan individu maupun kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. Marilynn.1989. Nursing Care Plans, Second Edition. FA Davis: Philadelphia

https://www.academia.edu/6525238/Makalah_transcultural_nursing

Anda mungkin juga menyukai