Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH MODEL KONSEP TEORI

KEPERAWATAN MADELINE LEININGER

KEPERAWATAN KOMUNITAS I

Dosen Pembimbing: Anis Rosyiatul H, S.Kep.Ns.,M.Kes

Disusun Oleh:
Rido Destantoro (20171660056)
Citra Maulidya W I (20171660057)
Nur Aini Tsaniyah (20171660059)
Arum Puspita Dewi (20171660060)
Naila Rahmatika (20171660061)
Fitri Kumala Dewi (20171660072)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas Rahmatnya


sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Mode
Konsep Keperawatan Madeline Leininger” penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas dalam mata kuliah KEPERAWATAN KOMUNITAS I di
universitas muhammadiyah surabaya.

Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, mengingat akan


kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan
demi menyempurnakan pembuatan makalah ini. Kami ucapkan terima kasih
kepada pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Diharapkan
makalah ini dapat menjadi penambah wawasan kita dan bermanfaat untuk
pembaca makalah ini.

Surabaya, 19 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Sejarah Teori Culture Care ............................................................... 1

1.3 Rumusan Masalah ............................................................................ 1

1.4 Tujuan .............................................................................................. 1

1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................ 1

1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 1

BAB II Tinjauan Teori

2.1 Sejarah Teori Culture Care ............................................................... 2

2.2 Konsep Utama dan Defnisi Keperawatan Transkultur ..................... 5

2.3 Pengertian Teori Transkultural ......................................................... 6

2.4 Model Keperawatan Transkultural Leininger ................................... 7

2.5 Faktor – faktor dalam komunikasi lintas budaya .............................. 10

2.6 Paradigma Transkultural Nursing ..................................................... 11

2.7 Proses keperawatan Transkultural. ................................................... 13

2.8 Contoh Kasus .................................................................................... 16

BAB III Analisa

3.1 Kelebihan Teori Laininger .............................................................. 24

iii
3.1 Kekurangan Teori Laininger ........................................................... 24

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan .......................................................................................... 25

4.2 Saran ................................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak model konseptual dan teori yang telah dikembangkan para ahli
keperawatan, dimana teori dan model konseptual merupakan suatu cara untuk
memandang, menilai situasi kerja yang menjadi petunjuk bagi perawat dalam
mendapatkan informasi untuk menjadikan perawat peka terhadap apa yang terjadi
dan apa yang harus dia lakukan.
Teori-teori keperawatan juga digunakan dalam praktik, penelitian dan proses
belajar-mengajar dalam bidang keperawatan sehingga perlu diperkenalkan, dikaji
dan dikembangkan untuk memperkuat profesi keperawatan.
Perawat perlu memiliki latar belakang pengetahuan baik secara teoritis
maupun empiris terhadap teori-teori keperawatan yang ada sehingga perawat
dapat memahami dan mengaplikasikan teori-teori tersebut dalam memberikan
pelayanan keperawatan kepada klien sesuai keadaannya.
Salah satu teori keperawatan yang ada adalah teori keperawatan yang
dikembangkan oleh Madeleine Leininger yang lebih dikenal dengan teori “Trans
Cultural”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Menjelaskan Mode Culture Care System Dari : Madeline Leininger


2. Menjelaskan kerangka kerja keperawatan trancultural yang spesifik yang
biasa disebut teori sunrise

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami dan mampu mengaplikasikan teori keperawatan


menurut Madeline Leininger

1.3.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa mengerti tentang teori transkultural menurut Madeline Leininger.

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Sejarah Teori Culture Care

Madeline Leininger adalah pelopor keperawatan transkultural dan seorang


pemimpin dalam keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan yang
berfokus pada manusia. Ia adalah perawat professional pertama yang meraih
pendidikan doctor dalam ilmu antropologi social dan budaya. Dia lahir di Sutton,
Nebraska, dan memulai karir keperawatannya setelah tamat dari program diploma
di “St. Anthony’s School of Nursing” di Denver.

Tahun 1950 ia meraih gelar sarjana dalam ilmu biologi dari “Benedictine
College, Atchison Kansas” dengan peminatan pada studi filosofi dan humanistik.
Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut ia bekerja sebagai instruktur, staf
perawatan dan kepela perawatan pada unit medikal bedah sererta membuka
sebuah unit perawatan psikiatri yang baru dimana ia menjadi seorang direktur
pelayanan keperawatan pada St. Joseph’s Hospital di Omaha. Selama waktu ini ia
melanjutkan pendidikan keperawatannya di ”Creigthton University ” di Omaha.
Tahun 1954 Leininger meraih gelar M.S.N. dalam keperawatan psikiatrik dari ”
Chatolic University of America” di Washington, D. C. Ia kemudian bekerja pada
”College of Health” di Univercity of Cincinnati, dimana ia menjadi lulusan
pertama (M. S. N ) pada program spesialis keperawatan psikiatrik anak . Ia juga
memimpin suatu program pendidikan keperawatan psikiatri di universitas tersebut
dan juga sebagai pimpinan dalam pusat terapi perawatan psikiatri di rumah sakit
milik universitas tersebut.

Pada tahun 1960, Leininger bersama C. Hofling menulis sebuah buku yang
diberi judul ” Basic Psiciatric Nursing Consept” yang dipublikasikan ke dalam
sebelas bahasa dan digunakan secara luas di seluruh dunia. Selama bekerja pada
unit perawatan anak di Cincinnati, Leininger menemukan bahwa banyak staff
yang kurang memahami mengenai faktor-faktor budaya yang mempengaruhi
perilaku anak-anak. Dimana diantara anak-anak ini memiliki latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Ia mengobservasi perbedaan- perbedaan yang terdapat

2
dalam asuhan dan penanganan psikiatri pada anak-anak tersebut. Terapi
psikoanalisa dan terapi strategi lainnya sepertinya tidak menyentuh anak-anak
yang memiliki perbedaan latar belakang budaya dan keutuhan.

Leininger melihat bahwa para perawat lain juga tidak menampilkan suatu
asuhan yang benar-benar adequat dalam menolong anak tersebut, dan ia
dihadapkan pada berbagai pertanyaan mengenai perbedaan budaya diantara anak-
anak tersebut dan hasil terapi yang didapatkan. Ia juga menemukan hanya sedikit
staff yang memiliki perhatian dan pengetahuan mengenai faktor-faktor budaya
dalam mendiagnosa dan manangani klien.

Pada satu ketika, Prof. Margaret Mead berkunjung pada departemen


psikiatri University of Cincinnati dan Leiniger berdiskusi dengan Mead mengenai
adanya kemungkinan hubungan antara keperawatan dan antropologi. Meskipun ia
tidak mendapatkan bantuan langsung, dorongan, solusi dari Mead , Leininger
memutuskan untuk melanjutkan studinya ke program doktor (Ph.D) yang berfokus
pada kebudayaan, sosial, dan antropologi psikologi pada Universitas Washington.

Sebagai seorang mahasiswa program doktor, Leininger mempelajari


berbagai macam kebudayaan dan menemukan bahwa pelajaran antroplogi itu
sangat menarik dan merupakan area yang perlu diminati oleh seluruh perawat.
Kemudia ia menfokuskan diri pada masyarakat Gadsup di Eastern Highland of
New Guinea, dimana ia tinggal bersama masyarakat tersebut selama hampir dua
tahun. Dia dapat mengobservasi bukan hanya gambaran unik dari kebudayaan
melainkan perbedaan antara kebudayaan masyarakat barat dan non barat terkait
dengan praktek dan asuhan keperawatan untuk mempertahankan kesehatan.

Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan masyarakat


Gadsup, ia terus mengembangkan teori perawatan kulturalnya dan metode ethno
nursing. Teori dan penelitiannya telah membantu mahasiswa keperawatan untuk
memahami perbedaan budaya dalam perawatan manusia, kesehatan dan penyakit.
Dia telah menjadi pemimpin utama perawat yang mendorong banyak mahasiswa
dan fakultas untuk melanjutkan studi dalam bidang anthropologi dan
menghubungkan pengetahuan ini kedalam praktik dan pendidikan keperawatan

3
transkultural. Antusiasme dan perhatiannya yang mendalam terhadap
pengembangan bidang perawatan transkultural dengan fokus perawatan pada
manusia telah menyokong dirinya selama 4 dekade.

Tahun 1950-an sampai 1960-an, Leininger mengidentifikasi beberapa area


umum dari pengetahuan dan penelitian antara perawatan dan anthropologi
formulasi konsep keperawatan transkultural, praktek dan prinsip teori. Bukunya
yang berjudul Nursing and anthropology : Two Words to Blend ; yang merupakan
buku pertama dalam keperawatan transkultural, menjadi dasar untuk
pengembangan bidang keperawatan transkultural, dan kebudayaan yang
mendasari perawatan kesehatan. Buku yang berikutnya, ”Transcultural Nursing :
Concepts, theories, research, and practise (1978 )” , mengidentifikasi konsep
mayor, ide-ide teoritis, praktek dalam keperawatan transkultural, bukti ini
merupakan publikasi definitif pertama dalam praktek perawatan treanskultural.
Dalam tulisannya, dia menunjukkan bahwa perawatan treanskultural dan
anthropologi bersifat saling melengkapi satu sama lain, menkipun berbeda. Teori
dan kerangka konsepnya mengenai Cultural care diversity and universality
dijelaskan dalam buku ini.

Sebagai perawat profesional pertama yang melanjutkan pendidikan ke


jenjang doktor dalam bidang antropologi dan untuk memprakarsai beberapa
program pendidikan magister dan doktor, Leininger memiliki banyak bidang
keahlian dan perhatian. Ia telah memepelajari 14 kebudayaan mayor secara lebih
mendalam dan telah memiliki pengalaman dengan berbagai kebudayaan.
Disamping perawatan transkultural dengan asuhan keperawatan sebagai fokus
utama , bidang lain yang menjadi perhatiannya adalah administrasi dan
pendidikan komparatif, teori-teori keperawatan, politik, dilema etik keperawatan
dan perawatan kesehatan, metoda riset kualitatif, masa depan keperawatan dan
keperawatan kesehatan, serta kepemimpinan keperawatan. Theory of Culture Care
saat ini digunakan secara luas dan tumbuh secara relevan serta penting untuk
memperoleh data kebudayaan yang mendasar dari kebudayaan yang berbeda.

4
2.2 Konsep Utama dan Defnisi Keperawatan Transkultur

a. Budaya
Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak
dan mengambil keputusan.
b. Nilai budaya
Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih
diinginkanatau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu
danmelandasi tindakan dan keputusan.
c. Perbedaan budaya
Dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yangoptimal dari pemberian
asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinanvariasi pendekatan keperawatan
yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya
individu, kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari
individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
d. Etnosentris,
diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. adalah persepsi yang
dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik
e. Etnis,
berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
f. Etnografi,
adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran
yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi
untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal
balik diantara keduanya.
g. Care,
adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia.

5
h. Caring,
adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,mendukung
dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
i. Cultural Care,
berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,kepercayaan
dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi
kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan,
sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai
kematian dengan damai.
j. Culturtal imposition,
berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan
kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena percaya bahwa ide
yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

2.3 Pengertian Teori Transkultural

Teori Leininger berasal dari disiplin ilmu antropologi. Tapi konsep teori
ini relevan untuk keperawatan. Leininger mendefinisikan “Transcultural Nursing”
sebagai area yang luas dalam keperawatan yang mana berfokus pada komparatif
studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai perilaku
caring, nursing care dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku
dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledege untuk
kultur yang spesifik dan kultur yang universal dalam keperawatan.

Tujuan dari transkultural dalam keperawatan adalah kesadaran dan


apresiasi terhadap perbedaan kultur. Hal ini berarti perawat yang profesional
memiliki pengetahuan dan praktek yang berdasarkan kultur secara konsep
perencanaan dan untuk praktek. Leininger mengembangkan teorinya dari
perbedaan kultur dan universal berdasarkan kepercayaan bahwa masyarakat
dengan perbedaan kultur dapat menjadi sumber informasi dan menentukan jenis
perawatan yang diinginkan dari pemberi pelayanan yang profesional , karena
kultur adalah pola kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap keputusan

6
dan tindakan. Culture care adalah teori yang holistic karena meletakkan
didalamnya ukuran dari totalitas kehidupan manusia dan berada selamanya,
termasuk sosial struktur, pandangan dunia, nilai cultural, konteks lingkungan,
ekspresi bahasa dan etnik serta sistem profesional.

2.4 Model Keperawatan Transkultural Leininger

Berdasarkan konsep,teori dan asumsi pendukung model Leininger


menampilkan kerangka kerja keperawatan transkultural yang spesifik dikenal
dengan Leininger Sunrise Model (Leininger,2002).

Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk
memulai pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan
struktur sosial untuk mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana
ini dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau menjadi dasar untuk
menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan sistem perawatan
kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi
penyebab atau garis hubungan. Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan
sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak
terpisahkan/tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka.

Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan
tidak tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh
Leininger adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh
perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai
cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan,
demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi
pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk
memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan
kebudayan serta penelitian ilmiah.

7
Dari gambar tersebut, dijelaskan bahwa konsep utama transkultural adalah sebagai
berikut :

1. Culture care
Nilai – nilai keyakinan, norma,pandangan hidup yang dipelajari dan
diturunkan serta diasumsikan yang dapat membantu mempertahankan
kesejahteraan dan kesehatan serta meningkatkan kondisi dan cara
hidupnya.

8
2. World View
Cara pandang individu atau kelompok dalam memandang kehidupannya
sehingga menimbulkan keyakinan dan nilai.
3. Culture and Social Structure Dimention
Pengaruh dari faktor – faktor budaya tertentu (sub budaya) yang mencakup
religius, kekeluargaan, politik dan legal. Ekonomi, pendidikan, teknologi
dan nilai budaya yang saling berhubungan dan berfungsi untuk
mempengaruhi perilaku dalam konteks lingkungan yang berbeda
4. Generic Care System
Budaya tradisional yang diwariskan untuk membantu, mendukung,
memperoleh kondisi kesehatan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas
hidup untuk menghadapi kecacatan dan kematiannya
5. Profesional System
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan
yang memiliki pengetahuan dari proses pembelajaran di institusi
pendidikan formal serta melakukan pelayanan kesehatan secara
profesional
6. Culture Care Presentation
Upaya untuk mempertahankan dan memfasilitasi tindakan profesional
untuk mengambil keputusan dalam memelihara dan menjaga nilai – nilai
pada individu atau kelompok sehingga dapat mempertahankan
kesejahteraan, sembuh dan sakit, serta mampu menghadapi kecacatan dan
kematian.
7. Culture Care Acomodation
Teknik negosiasi dalam memfasilitasi kelompok orang dengan budaya
tertentu untuk beradaptasi/berunding terhadap tindakan dan pengambilan
kesehatan.
8. Cultural Care Repattering
Menyusun kembali dalam memfasilitasi tindakan dan pengambilan
keputusan profesional yang dapat membawa perubahan cara hidup
seseorang.

9
9. Culture Congruent / Nursing Care
Suatu kesadaran untuk menyesuaikan nilai – nilai budaya / keyakinan dan
cara hidup individu / golongan atau institusi dalam upaya memberikan
asuhan keperawatan yang bermanfaat.

2.5 Faktor – faktor dalam komunikasi lintas budaya

Ketika seorang perawat berinteraksi dengan klien berbeda latar belakang


budayanya dengan perawat maka dapat dikatakan terjadi proses komunikasi lintas
budaya atau cross cultural communication. Karena itu beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam komunikasi lintas budaya antara lain :

1. Komunikasi dengan anggota keluarga dan orang lain yang berkepentingan


Adalah penting untuk mengetahui keluarga klien, struktur hubungan darah
dan mengidentifikasi siapa yang menurut pasien penting dalam
perawatannya dan mungkin juga bertanggung jawab akan pembuatan
keputusan yang akan mempengaruhi perawatan kesehatan mereka.
2. Pandangan budaya dalam hal kedekatan
Seberapa dekat perawat dengan klien ditentukan oleh latar belakang
budaya klien, interaksi yang terjadi bisa beragam mulai dari informal
sampai yang formal sekalipun.
3. Komunikasi nonverbal
Komunikasi nonverbal terdiri keheningan, kontak mata, sentuhan, ruang
dan jarak, jenis kelamin dan gender. Setiap budaya memiliki interpretasi
yang berbeda tentang keheningan. Setiap budaya memiliki interpretasi
yang berbeda tentang keheningan. Sejauh mana seorang dituntut untuk
mengadakan kontak mata juga amat ditentukan oleh budaya. Disisi lain
seberapa dekat seseorang berbicara dengan orang lain juga dipengaruhi
oleh budaya. Dengan kata lain penggunaan ruang dan jarak dalam
melakukan interaksi dengan orang lain tidak dapat lepas dari pengaruh
budaya. Budaya juga mengatur hubungan antar jenis kelamin dan
bagaimana peran gender dalam suatu masyarakat.

10
4. Bahasa
Dalam komunikasi lintas budaya penguasaan bahasa dimana sang perawat
bekerja adalah yang utama karena hal itu penting untuk meminimalkan
terjadinya salah interpretasi
5. Tingkah laku peran sakit
Penunjukkan perasaan tidak enak ketika pasien sedang sakit juga
dipengaruhi budaya dimana pasien itu dibesarkan. Berdasarkan observasi
di keperawatan maternitas ketika seseorang ibu mengekspresikan nyeri
melahirkan ada kecenderungan yang berbeda dari latar budaya pasien.
Misalnya suku batak cenderung berteriak sedangkan suku jawa lebih
banyak merintih.

2.6 Paradigma Transkultural Nursing

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural


sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat
konsep sentral keperawatan (Andrew and Boyle, 1995), yaitu :

a. Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai


dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger
and Davidhizar, 1995).

b. Sehat

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi


kehidupannya, terletak pada rentang sehat dan sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam
aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin

11
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew
and Boyle, 1995).

c. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi


perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai
suatu totalitas kehidupandimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan
fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang
tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang
lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan
aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah
keseluruhan bentuk dan simbol yangmenyebabkan individu atau kelompok merasa
bersatu seperti musik, seni, iwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.

d. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada


praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan
budaya klien. Strategi yang digunakan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan(Leininger, 1991) adalah :

- Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya.

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan


dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
Berolah raga setiap pagi

- Strategi II, Mengakomodasi/negoasiasi budaya.

12
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang.

- Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan


status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

2.7 Proses keperawatan Transkultural.

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan


asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai
landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew
andBoyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
“Sunrise Model” yaitu :
- Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan
yangamat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan
diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh
perawatadalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien

13
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.

- Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)


Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : namalengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, danhubungan klien dengan kepala
keluarga.

- Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkanoleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah
suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya
terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :posisi dan jabatan yang
dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan
aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
- Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segalasesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhankeperawatan lintas
budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikajipada tahap ini adalah :
peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang
dirawat.
- Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material
yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi
yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya
pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.

14
- Faktor pendidikan (educational factors)
Tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. Latar
belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka
keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan
individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai
dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah :
tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar
secara aktif mandiri.

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan
yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu :
- Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
- Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
- Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.

c. Perencanaan dan Pelaksanaan


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan
yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada
tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and
Boyle, 1995) yaitu :
- Mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan,
- Mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan dan

15
- Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan
dengan kesehatan.

d. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan
yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

2.8 Contoh Kasus

Pada suatu ruangan ada seorang pasien yang dirawat dengan diagnosa
CKD, DM, Hipertensi, pasien bernama Tn X umur 45 tahun berasal dari daerah
Y, pasien seorang muslim yang sudah berangkat haji sebanyak 2 kali. Tn X
mengatakan baru menegetahui penyakitnya sekitar 3 bulan ini, sebelumnya pasien
tidak pernah melakukan medical chek up. Menurut pasien bila mengeluh tidak
nyaman atau badan kurang sehat, Tn X hanya minum air ZamZam yang di
bawahnya dari tanah suci (mekkah), kemudian merasa lebih baik. Sebelum sakit
Tn X beraktifitas dengan mengelola Madrasah di daerahnya, Tn X berperan
penting dalam kemajuan madrasah kelolaanya. Tn X yang mengaku lulusan
pondok pesantren tinggal di pondok pesantren selama 15 tahun dan hidup jauh
dari orang tua, Tn X mengatakan jarang menggunakan gadge untuk mrnambah
pengetahuan dan wawasannya, pasien juga mengatakan aktif dalam beberapa
organisasi sosial, “Saya hanya bekerja berdasarkan pola turun temurun”, tutur Tn
X. Menurutnya saat ini dia tidak sakit, tapi sedang mendapat ujian dari tuhan,
selama sakit Tn X hanya mengkonsumsi buah dan sayur, kurang suka minum air
putih dan tidak senang berolahraga, kopi dan teh adalah minuman wajib setiap
hari harus ada, Tn X minum kopi 7-10 gelas/hari. Orang tua dari Tn X sudah
meninggal dua tahun yang lalu dengan penyakit yang sama.

16
Saat ini Tn X mendapat therapi injeksi insulin sesuai sleeding scale, dan
program hemodialisa dua kali seminggu. Tn X menolak di berikan therapi injeksi
insulin karena menurut beliyau insulin mengandung babi yang tidak
diperbolehkan agamanya. Saat kondisisi sesak atau ureum creatinin Tn X
melebihi batas normal dan harus cuci darah Tn X menolak juga karena
menurutnya beberapa orang temannya yang cuci darah meninggal dalam waktu
yang relatif cepat, dan bila sekali cuci darah akan menimbulkan ketergantungan
terhadap alat pencuci darah. Tn X sudah di bujuk oleh keluarga tapi tidak
mau, perawatpun sudah mejelaskan mengenai hemodialisa serta dampak negatif
terhadap penolakan cuci darah terhadap kondisi pasien. Tn X tetap menolak
terhadap tindakan hemodialisa.
Dari sisi lain Tn X juga kurang memenuhi kebutuhan personal hygiene,
kuku panjang dan tampak hitam, rambut kotor dan tidak mau mandi selama
dilakukan perawatan. Saat perawat akan memotong kuku dan membantu personal
hygiene pasien menolak karena menurutnya akan memperlambat proses
penyembuhan. Karena kondisi sakitnya Tn X juga memiliki luka di bagian jari-
jari kaki, luka mengalami nekrose, bernanah dan mengeluarkan bau tak sedap,
luka sudak tampak tulang, dan menurut dokter, luka yang ada di jari kaki Tn X
harus di amputasi, pasien menolak dan yakin biahwa bila meninggal tidak mau
ada bagian tubuhnya yang hilang. Sebelum pengobatan selesai pasien
memutuskan untuk pulang, setelah disampaikan pada dokter, diperbolehkan
pulang atas permintaan sendiri.
Berhubung permintaan saat itu hari selasa pasien tidak jadi pulang, karena
menurut kepercayaan keluarga hari selasa pantang untuk pulang, karena diyakini
apabila pulang dihari selasa akan membawa sial di jalan. Tn X mengaku memiliki
7 orang anak dan mengaku tidak mengikuti program pemerintah yaitu KB
memutuskan tetap meminta pulang besok paginya, di ijinkan atau tidaknya oleh
dokter dan tetap menolak semua pengobatan, tapi mau minum obat yang
diberikan. Saat perawatan berlangsung Tn X selalu di tunggu semua anak dan
keluarganya. Cucu Tn X yang masih kecilpun ikut diajak menunggui dan tidur di
RS. Perawat yang menjaga sudah menjelaskan ada batasan pengunjung demi
kenyamanan bersama dan adanya larangan anak kecil di lingkungan RS karena

17
berdampak terhadap kesehatan anak. Tetapi Tn X tetap meminta agar tetap di
ijinkan karena dari jauh kasihan kalau harus pulang.
1. Pengkajian
a) Faktor Teknologi (technological factors)
Selama ini Tn X merasa sehat. Jika sakit hanya minum air ZamZam.
Pasien jarang minum obat, pasien tidak pernah mencari informasi melalui internet
karena tidak menggunakan gatdge, hanya menerima saran dari orang lain, tidak
pernah medical chek up dan Tn X jarang berolahraga
b) Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and Philosophical factors)
Pasien beragama islam, menurut Tn X bahwa suntik insulin tidak
diperbolehkan oleh agama karena mengandung minyak babi. Untuk transfusi tidak
dianjurkan oleh agama, karena darah itu darah orang lain yang tidak tau asal
usulnya. Pasien menolak amputasi karena menurut keyakinannya, manusia
meninggal harus keadaan utuh atau lengkap. Tn X merasa sedang tidak sakit,
hanya mendapat ujian dari tuhan.
c) Faktor Sosial dan Kekeluargaan ( social and kinship factor )
Pasien selalu mengambil keputusan secara mandiri, pasien juga sering
berkomunikasi dengan orang lain dan keluarga. Pasien berperan penting sebagai
pengelola madrasah ternama didaerahnya. Tn X dan keluarga sering mengikuti
kegiatan rutin pengajian dan berperan sebagai pembicara utama dalam ceramah,
selain sebagai pengelola madrasah Tn X juga aktif dalam organisasi keagamaan.
d) Faktor Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values & Lifeways)
Sebelum sakit pasien jarang berolah raga, tidak suka minum air putih, hanya
minum teh dan kopi, menurutnya dilingkungan tempat tinggal Tn X, saat di
opname tidak boleh memotong kuku dan memebersihkan diri karena sangat
dipercayai akan menyebabkan lama dalam proses penyembuhan dan ada
kepercayaan bahwa pulang hari selasa akan menyebabkan sial saat perjalanan. Tn
X juga tidak mau melakukan HD karena Menurutnya orang yang cuci darah akan
segera meninggal, selain itu Tn X gemar meminum teh dan kopi, dan tidak suka
dengan air putih.

e) Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit (Political and Legal factors)

18
Tn X memiliki 7 orang anak dan tidak mengikuti program KB yang di
anjurkan dari pemerintah karena tidak sesuai dengan keyakinannya. Keluarga Tn
X juga kurang mematuhi aturan di RS terhadap batasan jumlah penunggu dan
larangan membawa anak kecil dilingkungan RS.

f) Faktor Ekonomi (Economical Factor)


Pasien bekerja sebagai pengelola madrasah ternama sudah naik haji
sebanyak 2 kali

g) Faktor pendidikan (educational factors)


Pasien seorang lulusan pondok pesantren, sejak usia 6 tahun pasien sudah
tinggal jauh dari keluarga dan hidp di pondok pesantrebn sejak 15 tahun, Tn X
kurang koperatif terhadap pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas
kesehatan, klin selalu memandang kesehatan dari keyakinan agamanya.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
b) Ketidak patuhan klien terhadap Regimen pengobatan penyakit
c) Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita

3. Perencanaan dan Implementasi Keperawatan


Perencanaan dan implementasi dalam keperawatan transkultural merupakan
suatu proses keperawatan yang tidak apat dipisahkan. Perencanaan suatu proses
pemilihan strategi yang tepat sedangkan implementasi yaitu melaksanakan
tindakan sesuai latar belakang budaya klien. Ada tiga strategi sebagai pedoman
Leininger yaitu:

a) Perlindungan/mempertahankan budaya(Cultural care reservation/maintenance)


bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
1. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
pengobatan dan perawatan luka DM, Hemodialisa, pemberian insulin dan
personal hygiene.

19
2. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan pasien
3. Diskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b) Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural care accommodation atau
negotiations) apabila budaya pasien kurang mendukung kesehatan.
1. Kebiasaan Tn X minum kopi yang berlebihan dan tidak menyukai minum air
putih
a. Kaji kebiasaan mengkonsumsi minuman yang disukai pasien
b. Ajarkan pada pasien tentang pola hidup sehat
c. Anjurkan tentang pembatasan intake cairan
d. Berikan PENKES tentang efek mengkonsumsi kopi dan teh yang berlebihan
e. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
2. Kebiasaan tidak melakukan medikal Check Up dan hanya minum air
ZamZam
a. Kaji pengetahuan Klien tentang medical Check Up
b. Jelaskan pentingnya medical check up
3. Kebiasaan Membawa anak kecil dilingkungan RS dan ditunggu oleh banyak
orang
a. Kaji tentang pengetahuan klien tentang peraturan RS
b. Jelaskan ulang tentang peraturan di lingkungan RS
c. Berikan rasional tentang pelarangan membawa anak kecil di RS
c) Mengubah dan mengganti budaya pasien dan keluarganya (Cultural care
repartening / recontruction).
1. Persepsi Tn X terhadap pengobatan hemodialisa
a. Kaji pengetahuan tentang kondsi penyakitnya dan hemodialisa
b. Jelaskan pada pasien tentang hemodialisa
c. Jelaskn pada pasien dan keluarga tentang keuntungan dan kekurangan
hemodialisa
d. Libatkan keluarga dalam edukasi terhadap Tn X.
e. Jelaskan tentang alternatif pengobatan lain seperti pembatasan intake
cairan, minum obat teratur, menjaga pola makan dengan diit uremi.
2. Persepsi Tn X terhadap personal Hygiene
a. Kaji pengetahuan klien tentang personal hygiene

20
b. Berikan PENKES tentang penting personal hiegiene
c. Lakukan pemneuhan kebutuhan personal Hygiene
3. Persepsi Tn X terhadap pemeberian insulin
a. Kajia pengetahuan Tn X tentang insulin
b. Jelaskan alternatif lain tentang pengobatan DM seperti pembatasan diet,
pemeberian obat oral, olahraga teratur
c. Ajarkan pada keluarga cara perawatan penderita diabetes

Adapun implementasi yang dilakukan terkait masalah yang telah ditemukan:


a) Cultural Care Preserventation/Maintenance
1. Mengidentifikasi budaya yang tidak bertentangan dengan kesehatan
bahkan dapat menjadi pendukung dalam meningkatkan kesehatan klien
antara lain: sholat lima waktu, berobat, memeriksa kadar gula secara rutin.
2. Memelihara komunikasi yang sedang terjalin dengan baik (tanpa ada
masalah karena budaya) antara klien dengan perawat maupun klien dengan
dokter atau klien dengan tenaga kesehatan lain.
3. Bersikap tenang dan hati-hati saat berinteraksi dengan pasien/klien.
4. Mendiskusikan budaya yang dimiliki klien agar dipertahankan bahkan
lebih ditingkatkan.

b) Cultural Care Accomodation/ Negotiation


Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien dan
keluarga klien, mencoba memahami kebudayaan klien sepanjang tidak
memperburuk proses pengobatan dan perawatan. Keluarga klien (istri dan anak)
menjadi perantara perawat untuk dapat memberikan informasi mengetanai prosdur
pengobatan medis dan perawatan tanpa ada hambatan dari klien yang memiliki
persepsi terhadap informasi pengobatan dan perawatan.
Mengakomodir budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
merubah budaya tersebut bila budaya yang dimiliki bertentangan dengan
kesehatan seperti tidak menyukai air putih, mengkonsumsi kopi dan teh yang
berlebihan, kebiasaan tidak melakukan medical chek up, hanya minum air
ZamZam tidak memotong kuku, tidak pernah mandi selama dirawat, kebiasaan

21
pasien dalam membiarkan dan membawa anak kecil dilingkungan RS. Dalam
penyelesaian masalah tersebut petugas kshatan (perawat) dalam memeberikan HE
gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien. Libatkan keluarga dalam
perencanaan perawatan, Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi
dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik, dan bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan
klien, mencoba memahami kebudayaan klien.

c) Cultural Care Repartening /Reconstruction


Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien dan keluarganya
bertentangan dengan kesehatan seperti: persepsi Tn X terhadap pengobatan
hemodialisa, personal hygiene, dan pemberian insulin, amputasi jari kaki sehingga
terjadi penolakan klien untuk dilakukan tindakan pengobatan dan perawatan, pada
prinsip penanganan kasus ini perawat Memberikan informasi kepada klien dan
keluarga mengenai hemodialisa, pemberian insulin, pentingnya personal hygiene,
perlunya amputasi jari kaki yang nekrotik serta keuntugan, dampak dan
kekurangan apabila tidak di lakukan dari beberapa tindakan tersebut, dan
menjelaskan alternatif pengobatan lain yang menunjang kesehatan seperti
pembatasan intake cairan, minum obat teratur, menjaga pola makan dan perawat
memberikan respon yang tepat terhadap kebutuhan klien dengan
menginformasikan cara pengobatan yang benar serta memberikan informasi
dalam pemenuhan kebutuhan gizi untuk mempercepat proses penyembuhan dan
pemulihan. Melibatkan keluarga untuk turut serta membantu dan memotivasi
klien melakukan prosedur secara bertahap. Perawatan klien harus mencoba untuk
memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan
memperkaya budaya-budaya mereka

4. Evaluasi
a. Negosiasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya:
Keluarga klien (istri dan anak) lebih koperatif dapat memahami dan menerima
penjelasan masukan yang diberikan perawat.

22
b. Setelah dilakukanya beberapa tindakan Tn X tetap meyakini budaya yang
selama ini diyakininya, kecuali tentang kebutuhan personal hygiene dan
pemeotongan kuku untuk kebersihan kuku dan mencegah terjadinya
penyebaran infeksi.
c. Klien memahami pentingnya menjaga pola makan dan meminum, serta minum
obat dengan teratur klien juga berusaha untuk merubah kebiasaan yang sering
dilakukan termasuk menghindari minum kopi dan teh dalam jumlah yang
berlebihan

23
BAB III
ANALISA TEORI

3.1 Kelebihan Teori Transkultural dari Leininger

a. Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang dapat


memberikan pengetahuan kepada perawat dalam pemberian asuhan
dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan cara perawat dapat
menegosiasikan dengan TN X terkait adanya penolakan terhadap
regimen pengobatan
b. Penggunaan teori ini dapat mengatasi hambatan faktor budaya yang
akan berdampak terhadap pasien, staf keperawatan dan terhadap
rumah sakit sehingga pasien bebas memilih alternatif dari tindakan
pengobatan yang ditawarkan.
c. Penggunanan teori transcultural dapat membantu perawat untuk
membuat keputusan yang kompeten dalam memberikan asuhan
keperawatan.
d. Teori ini banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan
pengembangan praktek keperawatan.

3.2 Kekurangan Teori Transkultural dari Leininger


a. Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri
sendiri dan hanya digunakan sebagai pendamping dari berbagai
macam konseptual model lainnya.
b. Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam
mengatasi masalah keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan
model teori lainnya, masih terbatas dalam menyelesaikan kasus
seperti yang dialami oleh Tx yaitu menolak untuk berobat seperti
hemodialisa, pemberian insulin, dan amputasi.
c. Teori ini juga belum sepenuhnya bisa merubah persepsi klien karena
menekankan pada salah satu pilihan intevensi dalam melaksanakan
tindakan.

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Teori Madeleine Leininger menyatakan bahwa kesehatan dan asuhan


dipengaruhi oleh elemen-elemen antara lain : struktur sosial seeperti tehnologi,
kepercayaan dan faktor filosofi, sistem sosial, nilai-nilai kultural, politik dan
fakto-faktor legal, faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor pendidikan.

Faktor sosial ini berhubungan dengan konteks lingkungan, bahasa dan sejarah
etnis, masing-masing sistem ini nerupakan bagian struktur sosial. Pada setiap
kelompok masyarakat : pelayanan kesehatan, pola-pola yang ada dalam
masyarakat dan praktek-praktek yang merupakan baggian integral dari aspek-
aspek struktur sosial.

Dalam model sunrisenya Leineinger menampilkan visualisasi hubungan antara


berbagai konsep yang signifikan. Ide pelayanan dan perawatan (yang dilihat
Leineinger sebagai bentuk tindakan dari asuhan) merupakan inti dari idenya
tentang keperawatan. Memberikan asuhan merupakan jantung dari keperawatan.

Tindakan membantu didefinisikan sebagai perilaku yang mendukung. Menurut


Leineinger bantuan semacam ini baru dapat benar-benar efektif jika latar belakang
budaya pasien juga dipertimbangkan, dan bahwa perencanaan dan pemberian
asuhan selalu dikaitkan dengan budaya.

4.2 Saran

1. Penerapan teori Leinienger diperlukan pengetahuan dan pemahaman


tentang ilmu antropologi agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang
baik.
2. Pelaksanaan teori leininger memerlukan pengabungan dari teori
keperawatan yang lain yang terkait seperti teori adaptasi, self care, dll

25
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Azis. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika

Potter A Patricia, Perry G Anne .1992 . Fundamentals Of Nursing –Concepts


Process & Practice 3rd ed. London Mosby Year Book.

Harmer, B., & Henderson, V. A. 1955. Buku dari prinsip dan praktik
keperawatan. New York: Macmillan.

26

Anda mungkin juga menyukai