Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Transcultural Nursing of Madelaine Leininger

Disusun Oleh:
Kelompok 4

Apipah (2110913220016) Nabillah Fatiniah (2110913220019)


Asyfa Putri Aprilia (2110913220022) Nadhea Puteri R (2110913220015)
Dessy Damayanti (2110913220025) Noor Annisa (2110913220028)
Fadhilah (2110913220014) Nurul Husna (2110913220029)
Farida Santi (2110913220023) Nur Safitri (2110913220021)
Jannatul Rahmah (2110913220024) Rasyidatul Ilma (2110913220026)
Muziati Hidayah (2110913220013)

Dosen Pengampu:
Fatma Sayekti Ruffaida, S.Kep., Ns., M.N.S
Mata Kuliah:
Falsafah dan Teori Keperawatan

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang menciptakan, mengatur dan menguasai
seluruh makhluk di dunia dan akhirat. Semoga kita senantiasa mendapatkan limpahan
rahmat dan ridho-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
kita Rasulullah Muhammad Saw. beserta keluarganya yang telah membimbing manusia
untuk meniti jalan lurus menuju kejayaan dan kemuliaan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Falsafah dan Teori Keperawatan yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami
juga mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Makalah ini berisi penjelasan tentang TRANSCULTURAL NURSING OF
MADELAINE LEININGER. Semoga makalah ini dapat membantu dalam proses
pembelajaran bagi kami dan pihak yang berkepentingan pada umumnya.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang membangun
senantiasa kami harapkan.

Banjarbaru, September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI………………....………………...……………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................................... 1
1.3 Manfaat Penulisan ......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 2
2.1 Biografi ......................................................................................................................... 2
2.2 Teori .............................................................................................................................. 5
2.3 Model ............................................................................................................................ 8
2.4 Aplikasi Teori dan Model dalam Kasus ...................................................................... 12
BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 17
3.2 Saran ........................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Era sekarang pengetahuan tentang teori keperawatan sangat penting.
Terutama meliputi pemberian asuhan keperawatan bagi seluruh manusia untuk
memenuhi kebutuhan bio-psiko-sosial klien maupun keluarga. Banyak model
konseptual dan teori yang telah dikembangkan para ahli keperawatan, dimana
teori dan model konseptual merupakan suatu cara untuk memandang, menilai
situasi kerja, dan petunjuk bagi perawat dalam mendapatkan informasi tentang apa
yang harus dilakukan kepada klien.
Salah satu teori keperawatan yang bisa di pakai adalah teori Culture Care atau
Transcultural Nursing yang dikemukakan oleh Madeleine Leininger. Teori
Culture Care dipandang sebagai pengetahuan individu, kelompok, komunitas dan
institusi dalam sistem keperawatan yang beragam. Fokus utama teori Leininger
adalah memberikan asuhan keperawatan yang memiliki manfaat bagi klien dan
selaras dengannilai nilai budaya. Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan
mahasiswa bisa memahami dan mengaplikasikan teori Culture Care saat terjun ke
lapangan.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mahasiswa mampu menjelaskan biografi Madelaine Leininger.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan teori Madelaine Leininger.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan model keperawatan Madelaine Leininger.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan aplikasi teori dan model Madelaine Leininger
berdasarkan kasus.

1.3 Manfaat Penulisan


1. Mahasiswa mampu memahami tentang biografi Madelaine Leininger.
2. Mahasiswa mampu memahami tentang teori Madelaine Leininger.
3. Mahasiswa mampu memahami tentang model keperawatan Madelaine
Leininger.
4. Mahasiswa mampu memahami aplikasi teori dan model Madelaine Leininger
berdasarkan kasus.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi
Madeleine M. Leininger lahir di Suton, Nebraska. Dia menempuh
pendidikan Diploma pada tahun 1948 di St.Anthony Hospital School of Nursing,
di daerah Denver. Dia juga mengabdi di organisasi Cadet Nurse Corps, sambil
mengejar pendidikan dasar keperawatannya. Pada tahun 1950 dia meralih gelar
Sarjana dalam bidang Ilmu Biologi dari Benedictine College di Kansas. Setelah
menyelesaikan studi keperawatannya di Creighton University, Ohama, dia
menempuh pendidikan magister dalam bidang keperawatan jiwa di Chatolic
University, Washington DC, Amerika. Dia merupakan perawat pertama yang
mempelajari ilmu antropologi pada tingkat doktoral, yang diraih di University of
Washington. Dan pada tahun terakhir, dia tinggal di Ohama, Nebraska. Pada
pertengahan tahun 1950. Saat Leininger bekerja untuk membimbing anak- anak
rumahan di Cincinnati, dia menemukan bahwa salah seorang dari stafnya tidak
mengerti tentang faktor budaya yang mempengaruhi perilaku anak-anak. Dia
menyimpulkan, bahwa diagnosis keperawatan dan tindakannya belum membantu
anak secara memadai. Pengalaman tersebut, mendorong Leininger untuk
menempuh pendidikan doktoral dalam bidang antropologi. Awalnya dia menulis
pada akhir tahun 1970. Tulisannya ini berfokus membahas caring dan
transcultural nursing. Dia melanjutkan untuk menulis mengenai permasalahan
tersebut. Namun sebelumnya dia telah mempublikasikan teori mengenai caring
dalam keanekaragaman budaya dan universalitas.
Leininger mempunyai peran dalam bidang edukasi dan administrasi. Dia
sempat menjadi dekan keperawatan di Universities of Washington dan Utah. Dia
juga merupakan direktur dari organisasi Center for Health Research di Wayne
States University, Michigan. Sampai akhirnya dia pensiun sebagai professor
emeritus. Dia juga belajar di New Guinea sampai program doktoral, dia telah
mempelajari 14 macam budaya di daerah pedalaman. Dia merupakan pendiri dan

2
pimpinan (pakar) dari bidang transcultural nursing dan dia telah menjadi
konsultan di bidang tersebut dan teorinya tentang culture care around the globe.
Dia telah mempublikasikan jurnal yang berjudul The Journal of Transcultural
Nursing in 1989 yang telah direvisi selam 6 tahun. Dia berhasil mendapatkan
honor yang tinggi dan meraih penghargaan nasional dan menjadi penceramah di
lebih dari 10 negara.
Madeleine M. Leininger lahir pada 13 Juli 1925 di Sutton, Nebraska, AS.
Setelah lulus dari sekolah menengah, ia menghadiri Sekolah Perawat St. Setelah
lulus, ia mulai bekerja sebagai perawat di korps taruna, sehingga ia terus
menerima pelatihan di bidang profesional yang sama. Pada tahun 1950, ia lulus
dari Kansas dengan jurusan ilmu biologi sambil belajar filsafat dan humanisme.
• Pekerjaan keperawatan pertama
Nasib karirnya membawanya bekerja sebagai dosen dan kepala perawat
di ruang operasi Departemen Penyakit Dalam di Rumah Sakit St. Yusuf di
Omaha. Di sana, dia membuka departemen psikiatri dan mengambil alih
layanan keperawatan yang sama. Ia juga bekerja sama dengan perguruan
tinggi negeri untuk mengembangkan mata kuliah di bidang tersebut.
Tertarik pada psikiatri, Leininger menerima gelar doktor dalam
keperawatan psikiatri dari M.S.N. dari Catholic University of America di
Washington, DC pada tahun 1954. Hal ini menyebabkan Cincinnati, di mana
University Hospital meluncurkan program perawatan psikiatri pediatrik
pertama di dunia.
Selama misi inilah Leininger mulai memperhatikan bahwa faktor budaya
pasien akan mempengaruhi perilaku dan efektivitas pengobatan, yang tidak
dipertimbangkan oleh petugas kesehatan.
Dengan mempertimbangkan faktor budaya ini, perawat mulai
meningkatkan kebutuhan untuk mengubah metode. Namun, ia tidak
mendapatkan respon positif dari rekan-rekannya saat itu.

• Antropologi dan Keperawatan


Karena kurangnya tanggapan, Leininger mulai menulis disertasi doktoral
tentang antropologi sosial, budaya, dan psikologis.

3
Selama penelitiannya tentang masalah ini, ia menganalisis banyak
budaya yang berbeda dan menegaskan keyakinannya dalam penggunaan
antropologi terapan untuk pengobatan.
Leininger tidak hanya mengabdikan dirinya untuk mempelajari budaya
ini dari jauh, tetapi juga pergi ke Papua untuk tinggal bersama orang-orang
Gasu selama hampir dua tahun. Di desa-desa yang dikunjunginya, ia
mengumpulkan data untuk penelitian etnografi dan keperawatan etnografi.
Karya-karya ini merupakan landasan dari teori kepedulian budaya dan
pendekatan lintas budaya yang membuatnya terkenal di seluruh dunia.

• Keperawatan lintas budaya


Setelah kembali ke Amerika Serikat, Leninger melanjutkan
pekerjaannya. Pada tahun 1966, ia membuka kursus keperawatan lintas budaya
pertama di University of Colorado. Dengan cara yang sama, ia menjadi kepala
proyek ilmu keperawatan pertama di negaranya.
Pada tahun 1969, ia diangkat sebagai dekan Departemen Keperawatan di
University of Washington. Selain itu, ia juga menjabat sebagai dosen di bidang
antropologi. Dia turun dari tugasnya, mendirikan kantor promosi penelitian,
dan memulai beberapa kursus keperawatan lintas budaya.
Pada saat itu juga ia membentuk Komite Keperawatan dan Antropologi
(1968), sebuah organisasi yang dikoordinasikan dengan Asosiasi Antropologi
Amerika.
Dalam sepuluh tahun berikutnya, Leininger berubah tempat kerja
beberapa kali. Di setiap posisi baru, ia telah mempromosikan pengembangan
asuhan keperawatan berdasarkan antropologi.

• Perhimpunan Keperawatan Antarbudaya Nasional


Pada awal 1974, Leininger mendirikan National Intercultural Nursing
Society. Empat tahun kemudian, ia mendirikan Konferensi Penelitian
Keperawatan Nasional, yang didedikasikan untuk mengembangkan para
profesional yang tertarik pada teorinya.

4
• Pekerjaan setelah pensiun
Pada tahun 1981, Leninger mulai sebagai profesor di Wayne State
University di Detroit. Di sana, ia mengajar keperawatan dan antropologi
hingga pensiun pada tahun 1995.
Ini tidak berarti bahwa dia telah sepenuhnya meninggalkan
pekerjaannya, karena dia terus memberi kuliah, menghadiri kelas dan
mengurus organisasi yang dia buat.

• Kematian
Meninggal pada 10 Agustus 2012 di Omaha, pada usia 87 tahun.
Teorinya telah diakui dengan berbagai penghargaan dan sepenuhnya dapat
diterapkan saat ini.

2.2 Teori
Teori Leininger ialah tentang culture care diversity and universality atau
yang familiar saat ini terkenal dengan transcultural nursing. Pada awalnya dia
menyadari betapa menjadi hal yang penting untuk memusatkan perhatian atau
sifat caring pada perawatan sejak dini, dia juga terkejut melihat perbedaan
mencolok dalam pola perilaku anak berdasarkan latar belakang budaya yang
berbeda. Ide-ide yang dipicu oleh kesimpulannya membuka jalan cara bagi
Leininger untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman perawat tentang
beragam budaya yang kurang dalam perawatan kesehatan saat ini. Usahanya
untuk meningkatkan perawatan dan kesejahteraan pasien melalui pendidikan
keperawatan yang kompeten secara budaya nanti akan disebut sebagai "Teori
Keperawatan Transkultural" Bahasan khusus di dalam teori Leininger,
diantaranya ialah:
1) Culture
Budaya adalah nilai-nilai, kepercayaan, norma, dan kehidupan yang telah
dipelajari, didistribusikan dan ditransmisikan dari kelompok tertentu yang
memandu pemikiran, keputusan, dan tindakan mereka dengan cara yang
terpola.
2) Culture care

5
Didefinisikan sebagai nilai-nilai, kepercayaan, dan pola kehidupan yang
dipelajari dan dipelajarkan secara subjektif dan objektif yang membantu,
mendukung, memfasilitasi, atau memungkinkan individu atau kelompok
lain untuk mempertahankan kesejahteraan, kesehatan, meningkatkan kondisi
manusia dan kehidupan mereka, atau untuk berurusan dengan penyakit,
kecacatan atau bahkan kematian
3) Diversity
Keanekaragaman serta perbedaan pada asuhan keperawatan berupa
persepsi budaya, pengetahuan dan adat kesehatan.
4) Universality
Kesamaan pada aspek persepsi budaya, pengetahuan praktik
berhubungan dengan konsep sehat dan asuhan keperawatan.
5) Worldview
Merupakan cara orang dalam memandang dunianya.
6) Ethnohistory
Ethnohistory mencakup fakta, kejadian, peristiwa, pengalaman individu
di masa lalu, kelompok, budaya, dan instruksi yang berpusat terutama pada
orang (etno) dan yang menggambarkan, menjelaskan, dan menafsirkan
kehidupan manusia di dalam konteks budaya tertentu dan dalam waktu yang
singkat atau Panjang.
Leininger menjelaskan teorinya dengan menggunakan model sunrise
agar dapat membantu perawat dalam upaya menvisualisasikan model
tersebut. Dalam upaya menyajikan faktor penting dari teori leininger secara
holistik maka model ini merupakan sebuah peta kognitif yang bergerak dari
arah yang paling abstrak menuju ke hal yang sederhana (Risnah & Irwan.,
2021).
PRINSIP CULTURE CARE THEORY
Menurut Alligod (2014) dan McFarlan & Wehbe Alamah (2019) Leininger
merumuskan dan mengkonseptualisasi 4 prinsip utama Culture Care Theory yaitu :
1. Prinsip teoritis pertama adalah terdapat keberagaman dalam ekspresi,makna, pola
dan praktek berbasis budaya, tetapi juga terdapat kesamaan atribut yang bersifat
universal di antara dan antar budaya.

6
2. Prinsip teoritis kedua adalah pandangan umum dunia; faktor struktur sosial seperti
agama,ekonomi, pendidikan, teknologi, politik, kekerabatan, lingkungan; bahasa;
dan perawatan generik/rakyat dan faktor keperawatan profesional sangat
memengaruhi makna,ekspresi, dan pola perawatan peka budaya yang berbeda.
Faktor-faktor tersebut juga memengaruhi pola perawatan budaya untuk
mempredeksi kesehatan, kesejahteraan, penyakit, penyembuhan, dan cara orang
menghadapi kecacatan dan kematian.
3. Prinsip teoritis ketiga adalah baik faktor generik (emik atau pandangan orang
dalam budaya tertentu) dan faktor kesehatan profesional (etik) dalam konteks
lingkungan yang beragam sangat memeranguhi kesehatan dan hasil akhir dari
penyakit, dan karena itu perlu dianjurkan, diteliti, dan dibawa bersama dalam
praktik keperawatan untuk memberikan keperawatan yang memuaskan bagi klien,
yang mengarahkan pada kesehatan dan kesejahteraan mereka.
4. Prinsip teoritis keempat adalah konseptualisasi dari 3 model keputusan dan
tindakan keperawatan budaya utama digunakan untuk merencanakan
merencanakan perawatan yang kongruen dengan budaya untuk kesehatan dan
kesejahteraan klien secara umum atau untuk membantu mereka menghadapi
kematian atau disabilitas.
a. Tiga model keputusan dan tindakan berbasis budaya adalah sebagai berikut:
Pelestarian Perawatan Budaya atau negosiasi.
b. Akomodasi Perawatan Budaya atau negosiasi.
c. Pemodelan ulang Culture Care atau restrukturasi. Model keputusan dan tindakan
berdasarkan perawatan budaya dipredeksi sebagai faktor kunci untuk mencapai
perawatan yang kongruen, aman, dan bermakna.

Model Keputusan dan Tindakan Keperawatan Berbasis Budaya


Mode Keputusan/ Tindakan Defenisi
Pemeliharaan atau Tindakan atau keputusan profesional yang
Pelestarian perawatan membantu mendukung, memfasilitasi, atau
budaya (Culture Care memungkinkan membantu budaya untuk
Preservation and/or mempertahankan, melestarikan, atau
maintenance) mempertahankan keyakinan dan nilai perawata

7
yang bermanfaat untuk menghadapi penyakit,
kecacatan, dan kematian.
Bantuan mengakomodasi, memfasilitasi, atau
memungkinkan penyedia keputusan atau tindakan
Akomodasi perawatan
perawatan yang kreatif membantu budaya-budaya
budaya dan/atau
beradaptasi atau bernegosiasi dengan orang lain
negosiasi(Culture care
untuk budaya perawatan yang kongruen, aman, dan
accommodation and/or
efektif untuk kesehatan dan kesejahteraan mereka,
negotiation)
atau untuk manangani penyakit, cedera, kecacatan,
dan kematian.
Membantu, mendukung, memfasilitasi, atau
Memola kembali perawatan memungkinkan tindakan dan keputusan profesional
budaya dan/atau dan saling mengntungkan yang akan membantu
merestruktur (Culture care seseorang menyusun ulang, mengubah,
repartterning and/or memodifikasi, atau merestrukturisasi cara hidup
restructuring) dan instansinya, untuk mencapai pola, praktik, atau
hasil akhir yang terbaik

2.3 Model
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise enabler). Sunrise Enabler paralel dengan proses keperawatan,
karena keduanya merepresentasikan proses pemecahan masalah. Fokus proses
keperawatan adalah klien yang menerima tindakan keperawatan. Klien juga
merupakan fokus dalam Sunrise Enabler tetapi penting untuk mengetahui dan
memahami budaya klien sebagai kekuatan utama dalam Sunrise Enabler.
Level pertama, kedua dan ketiga pada Sunrise enabler serupa dengan fase
pengkajian dan diagnosa keperawatan pada proses keperawatan. Namun dalam
Sunrise Enabler pengetahuan akan budaya dapat diperoleh sebelum
mengidentifikasi klien tertentu yang akan menjadi fokus pada proses keperawatan.
Perencanaan dan Implementasi berada pada level keempat, yaitu keputusan dan
tindakan keperawatan (George, 1990).

8
• Pengkajian
Pada keperawatan transkultural yang perlu dikaji adalah struktur sosial dan
pandangan umum tentang budaya klien. Informasi lain yang dibutuhkan
termasuk bahasa dan konteks lingkungan klien seperti faktor teknologi, agama,
filosofi, kekerabatan, struktur sosial, nilai dan kepercayaan budaya, politik.
sistem hukum, ekonomi, pendidikan dan faktor biologi (George, 1990).
1. Faktor Teknologi
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk
memilih atau mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam
pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi kesehatan,
maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi individu tentang penggunaan
dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat
ini, alasan mencari kesehatan, persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau
mengatasi masalah kesehatan.

2. Faktor keagamaan dan falsafah hidup (Religious and Philosophical Factors)


Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan
motivasi yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya di atas segalanya bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti:
agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap
kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai
konsep diri yang utuh.

3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)


Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat: nama
lengkap dan nama panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal
lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang
dilakukan rutin oleh keluarga.

9
4. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai
apa yang dianggap baik dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan
dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah posisi dan jabatan, bahasa
yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan
pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan
dan persepsi sakit berkaitan- dengan aktivitas sehari -hari.

5. Faktor peraturan dan kebijakan (Political and Legal Factor)


Peraturan dan kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang
memengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan transkultural.
Misalnya peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung,
jumlah anggota keluarga yang menunggu.

6. Faktor ekonomi (Economical Faktor)


Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi
yang ada pada umumnya dimanfaatkan klien antara lain asuransi, biaya
kantor, tabungan. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara lain
seperti pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan.

7. Faktor pendidikan (Educational Factor)


Latar belakang pendidikan individu adalah pengalaman individu dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan individu, maka keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti
ilmiah yang rasional dan dapat beradaptasi terhadap budaya yang sesuai
dengan kondisi kesehatannya. Perawat perlu mengkaji latar belakang
pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis pendidikan, serta kemampuan
belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.

10
Faktor-faktor yang harus dikaji pada level pertama Sunrise Enabler dapat
aplikasikan pada klien baik klien sebagai individu. keluarga kelompok atau
institusi sosiokultural.
• Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada keperawatan transkultural ditegakkan setelah
melakukan pengkajian dan identifikasi dari faktor-faktor pengkajian budaya,
adakah karakteristik yang bersifat universal atau umum dan karakteristik yang
berbeda atau spesifik pada budaya yang dikaji. Dengan kata lain diagnosa
keperawatan pada keperawatan transkultural ditegakkan didasarkan pada area
di mana klien tidak memenuhi keragaman atau universalitas perawatan budaya
(George, 1990).
Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini (Rejeki 2012).
• Perencanaan dan Implementasi
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural berada pada
level keempat Sunrise Enabler, yaitu 3 model keputusan dan tindakan
keperawatan. Penetapan keputusan dan tindakan asuhan keperáwatan perlu
didasarkan pada budaya untuk memenuhi kebutuhan klien dan memberikan
asuhan yang sesuai dengan budaya (George, 1990).

Tiga Model keputusan tersebut adalah:


1. Mempertahankan perawatan budaya dan memelihara
2. Mengakomodasi perawatan budaya dan atau negosiasi
3. Mempola kembali perawatan budaya dan atau restrukturisasi
(Alligood,Martha Raile; Tomey. 2006).
• Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan dengan cara
mempelajari secara sistematis perilaku asuhan keperawatan untuk menentukan

11
perilaku asuhan yang sesuai dengan pola hidup dan pola perilaku budaya untuk
penyembuhan, kesehatan atau kesejahteraan.
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural juga dilakukan terhadap
keberhasilan klien untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya klien sebelumnya (Rejeki, 2012).

2.4 Aplikasi Teori dan Model dalam Kasus


Contoh Kasus :
Sebuah keluarga baru yang terdiri dari Tn. X berusia 26 tahun dan Ny. Y
berusia 19 tahun baru menikah sekitar 6 bulan yang lalu. Saat ini Ny. Y sedang
hamildengan usia kandungan 3 bulan. Tn. X dan Ny. Y sama-sama dari suku
Jawa. Saat ditanya perawat Ny. Y mengatakan ia sering mual dan muntah
sehingga ia malas untuk makan karena khawatir akan muntah-muntah lagi setelah
makan. Ny. Y mengatakan bingung cara mengurus anak karena ia masih muda
dan belum ada pengalaman menjadi seorang ibu. Ketika ditanyakan mengenai
pemeriksan kesehatan yang telah dilakukan, Ny. Y mengatakan bahwa ia belum
pernah memeriksakan kandungannya ke pelayanan kesehatan karena malas
berpergian. Perawat juga berkesempatan bertemu suami Ny. Y dan dari hasil
pengkajian Tn. X mengatakan sangat berbahagia dengan kondisi istrinya yang
sedang mengandung dan mengatakan malasnya istrinya adalah hal yang wajar
selama masa hamil. Tn. X merupakan lulusan SMP dan Ny. Y lulusan SD. Tn. X
bekerja sebagai tukang serabutan. Tn. X dan Ny. Y aktif di pengajian dan kegiatan
masyarakat lainnya. Ny. Y yakin kandungannya baik-baik saja karena orang
tuanya dulu tidak pernah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan tetapi
semuanya baik-baik saja. Tn. X mengatakan ingin memiliki banyak anak karena
menurutnya, banyak anak banyak rejeki. Pada saat pemeriksaan, klien mengeluh
pusing dan lemas terutama setelah melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti
mencuci. Dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa TD klien 90/70 mmHg, suhu
36,50C, RR 18x/menit, nadi 61x/menit, BB 41kg, TB 150 cm, klien tampak lemah
dan pucat, rutin mandi 2 kali sehari. Ny. Y memiliki riwayat anemia dan pernah

12
sampai dibawa ke rumah sakit. Ny. Y mengatakan hanya membeli obat di warung
ketika merasa pusing dan lemas karena setelah minum obat warung dan tidur,
klien merasa sehat kembali sehingga tidak perlu datang ke pelayanan kesehatan.
Ny. Y menolak tranfusi darah karena ia dan keluarga percaya bahwa menerima
darah dari orang lain dilarang oleh agama. Klien hanya tinggal berdua dengan
suaminya. Perawat menyarankan klien untuk pergi ke pelayanan kesehatan karena
dikhawatirkan klien terkena anemia.

Ada tiga strategi sebagai pedoman Leininger yaitu sebagai berikut:


a. Perlindungan/ mempertahankan budaya (Cultural care
reservation/maintenance) apabila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan Mengidentifikasi budaya yang tidak bertentangan dengan kesehatan
bahkan dapat menjadi pendukung dalam meningkatkan kesehatan klien antara
lain: 1) sholat lima waktu, berobat, memeriksakan tekanan darah secara rutin;
2) memelihara komunikasi yang sedang terjalin dengan baik (tanpa ada
masalah karena budaya) antara klien dengan perawat maupun klien dengan
dokter atau klien dengan tenaga kesehatan lain; 3) bersikap tenang dan hati-hati
saat berinteraksi dengan klien; dan 4) mendiskusikan budaya yang dimiliki
klien agar dipertahankan bahkan lebih ditingkatkan.

b. Mengakomodasi/menegosiasi budaya(Cultural care accommodation atau


negotiations) apabila budaya klien kurang mendukung kesehatan Perawat
bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien dan keluarga
klien, mencoba memahami kebudayaan klien sepanjang tidak memperburuk
proses pengobatan dan perawatan. Keluarga klien (suami) menjadi perantara
perawat untuk dapat memberikan informasi mengenai prosedur pengobatan
medis dan perawatan tanpa ada hambatan dari klien yang memiliki persepsi
terhadap informasi pengobatan dan perawatan. Perawat mengakomodir budaya
klien yang kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya tersebut bila
budaya yang dimiliki bertentangan dengan kesehatan seperti melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin dan menerima tranfusi darah bila klien
terdiagnosis anemia. Dalam penyelesaian masalah tersebut petugas kesehatan

13
(perawat) dalam memeberikan health education menggunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh klien. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan.
Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik, dan
bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien, serta
mencoba memahami kebudayaan klien.

c. Mengubah dan mengganti budaya klien dan keluarganya (Cultural care


repartening / recontruction) Perawat merubah budaya klien apabila budaya
yang dimiliki klien dan keluarganya bertentangan dengan kesehatan seperti:
persepsi Ny. Y terhadap pemeriksaan kandungan dan pembelian obat di
warung sehingga terjadi penolakan klien untuk dilakukan tindakan pengobatan
dan perawatan. Pada prinsip penanganan kasus ini, perawat memberikan
informasi kepada klien dan keluarga mengenai pentingnya pemeriksaan
kandungan secara rutin serta keuntugan, dampak dan kekurangan apabila tidak
di lakukan tindakan tersebut, dan menjelaskan alternatif pengobatan lain yang
menunjang kesehatan seperti intake makan dan minum diperbanyak, tidak
melakukan kegiatan yang banyak membutuhkan tenaga, menjaga pola makan,
dan perawat memberikan respon yang tepat terhadap kebutuhan klien dengan
menginformasikan cara pengobatan yang benar serta memberikan informasi
dalam pemenuhan kebutuhan gizi untuk kesehatan ibu dan bayi. Perawat
melibatkan keluarga untuk turut serta membantu dan memotivasi klien
melakukan prosedur secara bertahap. Perawat harus mencoba untuk memahami
budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya-
budaya mereka.

Aplikasi transcultural nursing pada kasus adalah sebagai berikut:


a. Faktor keagamaan dan falsafah hidup (Religious and Philosophical
Factors)

14
Ny.Y bergama islam. Ny. Y menolak tranfusi darah karena ia dan
keluarga percaya bahwa menerima darah dari orang lain dilarang oleh
agama. Ny. Y aktif dipengajian dan kegiatan masyarakat lainnya.

b. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)


Ny.Y berusia 19 tahun, status menikah, kehamilan pertama, tinggal
berdua dengan suaminya.

c. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)
Ny. Y mengatakan ia sering mual dan muntah sehingga ia malas
untuk makan karena khawatir akan muntah-muntah lagi setelah makan.
Ny.Y yakin kandungannya baik-baik saja karena orang tuanya dulu tidak
pernah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan tetapi semuanya baik-
baik saja. Ny.Y tetap melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti
mencuci saat hamil. Ny. Y mengatakan hanya membeli obat di warung
ketika merasa pusing dan lemas karena setelah minum obat warung dan
tidur, klien merasa sehat kembali sehingga tidak perlu datang ke
pelayanan kesehatan.

d. Faktor Peraturan dan Kebijakan (Political and legal Factor)


Meskipun Ny. Y menolak transfusi darah karena ia dan keluarga
percaya bahawa menerima darah dari orang lain dilarang oleh agama.
Perawat menyarankan klien untuk pergi ke pelayanan kesehatan karena
dikhawatirkan klien terkena anemia.

e. Faktor ekonomi (Economical Faktor)


Ny. Y adalah seorang ibu rumah tangga. Tn.X seorang pekerja
serabutan, biaya transfusi darah mungkin akan menjadi masalah bagi
klien, walaupun belum ada anak, tetapi klien dan suami klien mungkin
menabung uang untuk persalinan nanti.

f. Faktor pendidikan (Educational Factor)

15
Ny.Y adalah lulusan SD dan Tn. X lulusan SMP.

g. Faktor teknologi
Melihat dari latar belakang Ny.Y dan Tn.X yang hanya lulusan SD
dan SMP serta pekerjaan Tn.X yang serabutan menunjukkan bahwa
Ny.Y dan Tn.X tidak begitu mengetahui akan teknologi informasi yang
ada sehingga tidak memiliki keahlian dalam hal teknologi.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori Leininger adalah tentang culture care diversity and universality atau
yang familiar saat ini terkenal dengan transcultural nursing. Ide-ide yang dipicu
oleh kesimpulannya, membuka jalan bagi Leininger untuk memperluas
pengetahuan dan pemahaman perawat tentang beragam budaya yang kurang
dalam perawatan kesehatan saat ini. Usahanya untuk meningkatkan perawatan dan
kesejahteraan pasien melalui pendidikan keperawatan yang kompeten secara
budaya nanti akan disebut sebagai "Teori Keperawatan Transkultural".
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise enabler). Sunrise Enabler paralel dengan proses keperawatan
karena keduanya merepresentasikan proses pemecahan masalah. Fokus proses
keperawatan adalah klien yang menerima tindakan keperawatan. Klien juga
merupakan fokus dalam Sunrise Enabler tetapi penting untuk mengetahui dan
memahami budaya klien sebagai kekuatan utama dalam Sunrise Enabler. Pada
keperawatan transkultural yang perlu dikaji adalah struktur sosial dan pandangan
umum tentang budaya klien. informasi lain yang dibutuhkan termasuk bahasa, dan
konteks lingkungan klien seperti faktor teknologi, agama, filosofi, kekerabatan,
struktur sosial, nilai dan kepercayaan budaya, politik. sistem hukum, ekonomi,
pendidikan dan faktor biologi.
Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural, dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem
nilai yang diyakini. Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan
transkultural berada pada level keempat Sunrise Enabler, yaitu tiga model
keputusan dan tindakan keperawatan. Model tersebut yakni mempertahankan

17
perawatan budaya dan memelihara, mengakomodasi perawatan budaya dan atau
negosiasi, mempola kembali perawatan budaya dan atau restrukturisasi. Evaluasi
asuhan keperawatan transkultural dilakukan dengan cara mempelajari secara
sistematis perilaku asuhan keperawatan untuk menentukan perilaku asuhan yang
sesuai dengan pola hidup dan pola perilaku budaya untuk penyembuhan,
kesehatan atau kesejahteraan.

3.2 Saran
Mahasiswa disarankan untuk dapat memahami dengan baik dan menerapkan
teori Madeleine Leininger dalam pemberian asuhan keperawatan dan praktik
keperawatan. Kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh Karenna
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Kami berharap untuk
kedepannya sebagai penulis, kami lebih fokus dalam menerangkan penjelasan
mengenai makalah ini dengan sumber-sumber yang lengkap dan dapat
dipertanggungjawabkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R. (2014). Nursing theory & their work (8 th ed). The CV Mosby
Company St. Louis. Toronto. Missouri: Mosby Elsevier. Inc.
Elon, Y., Malinti, E., Sihombing, R. M., Rukmi, D. K., Tandilangi, A. A., Rahmi,
U., & Rini, M. T. (2021). Teori dan Model Keperawatan. Yayasan Kita
Menulis.
McFarland, M. R., & Wehbe-Alamah, H. B. (2019). Leininger’s theory of culture
care diversity and universality: An overview with a historical retrospective and
a view toward the future. Journal of Transcultural Nursing, 30(6), 540-557.
Rejeki, S. (2012). Herbal dan Kesehatan Reproduksi Perempuan (Suatu Pendekatan
Transkultural dalam Praktik Keperawatan Maternitas). In PROSIDING
SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL.
Risnah & Irwan, Muhammad. (2021). Falsafah dan Teori Keperawatan dalam
Integrasi Keilmuan. Kabupaten Gowa. Alauddin University Press.

19

Anda mungkin juga menyukai