Anda di halaman 1dari 36

TEORI MADELEINE M.

LEININGER (TOERI KEPERAWATAN


BERBASIS DIVERSITAS DAN UNIVERSALITAS BUDAYA)

Nama : Ostavia Putra jaya

Nim :

Kelas : S1 Keperawatan (V-B khusus)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEBIDANAN


DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS KADER BANGSA
PALEMBANG 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
karena penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa salawat serta salam semoga
senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, sahabatnya hingga kepada kita selaku umatnya hingga akhir zaman.

Pada makalah ini penulis membahas mengenai penerapan teori model Madeleine
Leininger dalam praktek keperawatan. Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan
beberapa sumber sebagai referensi, penulis mengambil referensi dari buku dan internet.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
dapat membangunkami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selnjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Palembang, Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ....................................................................................................... 2
BAB II....................................................................................................................... 3
TIJAUAN PUSATAKA .......................................................................................... 3
2.1 Latar Belakang Teori/Sejarah Madeleine Leininger..................................... 3
2.2 Konsep Teori Madeleine Leininger ............................................................. 5
2.3 Paradigma Keperawatan Teori Madeleine Leininger .................................. 14
2.4 Aplikasi teori Madeleine Leininger dalam Keperawatan ............................. 18
BAB III...................................................................................................................... 30
PENUTUP................................................................................................................. 30
3.1 Kesimpulan................................................................................................... 30
3.2 Saran ............................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga, dan masyarakat. Sebagai
salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan
praktek keperawatan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan
yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai
body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat
diimplementasikan kepada masyarakat langsung.( Nikmatur dan Saiful,2016)
Perawat dalam mempratikan keperawatannya harus memperhatikan budaya dan
keyakinan yang dimiliki oleh klien, sebagaimana yang disebutkan oleh teori model
Madeleine Leininger bahwa teori model ini memiliki tujuan yaitu menyediakan bagi
klien pelayanan spesifik secara kultural. Untuk memberikan asuhan keperawatan dengan
budaya tertentu, perlu memperhitungkan tradisi kultur klien, nilai-nilai kepercayaan ke
dalam rencana perawatan. .( Nikmatur dan Saiful,2016)
Berdasarkan latar belakang di atas kami membuat makalah mengenai penerapan
teori model Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan. Hal ini ditujukan supaya
lebih memahami teori model menurut Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan,
agar perawat mampu melakukan pelayanan kesehatan peka budaya kepada klien menjadi
lebih baik. .( Nikmatur dan Saiful,2016)

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana sejarah terbentuknya teori Madeleine Leininger dalam praktek


keperawatan ?
b. Apa Konsep dari teori Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan ?
c. Bagaimana Paradigma teori Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan ?
d. Bagaimana Apikasi dari teori Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan ?

1
1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui sejarah dari teori Madeleine Leininger dalam praktek


keperawatan.
b. Untuk mengetahui konsep dari teori Madeleine Leininger dalam praktek keperawatan.
c. Untuk mengetahui paradigma dari teori Madeleine Leininger dalam praktek
keperawatan.
d. Untuk mengetahui aplikasi dari teori Madeleine Leininger dalam praktek
keperawatan.

1.4 Manfaat
Dapat meningkatkan pengetahuan tentang teori model dan konsep keperawatan
Medeleine Leiniger serta dapat mengaplikasikanya dalam praktek keperawatan.

2
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah dan Biografi Madeleine Leininger


Madeleine M. Leininger lahir di Suton, Nebraska. Dia menempuh pendidikan
Diploma pada tahun 1948 di St.Anthony Hospital School of Nursing, di daerah Denver.
Dia juga mengabdi di organisasi Cadet Nurse Corps, sambil mengejar pendidikan dasar
keperawatannya. Pada tahun 1950 dia meralih gelar Sarjana dalam bidang Ilmu Biologi
dari Benedictine College di Kansas. Setelah menyelesaikan studi keperawatannya di
Creighton University, Ohama, dia menempuh pendidikan magister dalam bidang
keperawatan jiwa di Chatolic University, Washington DC, Amerika. Dia merupakan
perawat pertama yang mempelajari ilmu antropologi pada tingkat doktoral, yang diraih di
University of Washington. Dan pada tahun terakhir, dia tinggal di Ohama, Nebraska.
(Rahyu,2015)

Pada pertengahan tahun 1950. Saat Leininger bekerja untuk membimbing anak-
anak rumahan di Cincinnati, dia menemukan bahwa salah seorang dari stafnya tidak
mengerti tentang faktor budaya yang mempengaruhi perilaku anak-anak. Dia
menyimpulkan, bahwa diagnosis keperawatan dan tindakannya belum membantu anak
secara memadai. Pengalaman tersebut, mendorong Leininger untuk menempuh
pendidikan doktoral dalam bidang antropologi. Awalnya dia menulis pada akhir tahun
1970. Tulisannya ini berfokus membahas caring dan transcultural nursing. Dia
melanjutkan untuk menulis mengenai permasalahan tersebut. Namun sebelumnya dia
telah mempublikasikan teori mengenai caring dalam keanekaragaman budaya dan
universalitas. Tahun 1981, professor dan direktur pusat penelitian kesehatan di Wayne
State University. Saat berkarya di sini Madeleine mendapat beberapa penghargaan,
antara lain :

a. Penghargaan bergengsi dari Presiden dalam keunggulan dalam mengajar.


b. The Board of Governor’s Distinguished Faculty Award.
c. Gershenson’s Research Fellowship Award.

3
d. Tahun 1990, di angkat sebagai “the Women in Science Award” oleh California
State University.

Gambar Madeleine Leininger

Leininger mempunyai peran dalam bidang edukasi dan administrasi. Dia sempat
menjadi dekan keperawatan di Universities of Washington dan Utah. Dia juga
merupakan direktur dari organisasi Center for Health Research di Wayne States
University, Michigan. Sampai akhirnya dia pensiun sebagai professor emeritus. Dia juga
belajar di New Guinea sampai program doktoral, dia telah mempelajari 14 macam
budaya di daerah pedalaman. Dia merupakan pendiri dan pimpinan (pakar) dari bidang
transcultural nursing dan dia telah menjadi konsultan di bidang tersebut dan teorinya
tentang culture care around the globe. Dia telah mempublikasikan jurnal yang berjudul
The Journal of Transcultural Nursing in 1989 yang telah direvisi selam 6 tahun. Dia
berhasil mendapatkan honor yang tinggi dan meraih penghargaan nasional dan menjadi
penceramah di lebih dari 10 negara. (Leininger, Madeleine 2002).

4
2.2 Konsep Teori Madeleine Leininger
Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity and universality,
atau yang kini lebih dikenal dengan transcultural nursing. Awalnya, Leininger
memfokuskan pada pentingnya sifat caring dalam keperawatan. Namun kemudian dia
menemukan teori cultural diversity and universality yang semula disadarinya dari
kebutuhan khusus anak karena didasari latar belakang budaya yang berbeda.
Transcultural nursing merupakan subbidang dari praktik keperawatan yang telah
diadakan penelitiannya. Berfokus pada nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan pelayanan
kesehatan berbasis budaya. (Efendi, 2015)

2.2.1 Konsep Utama


 Care mengacu kepeada suatu fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan
dengan pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan pemberian
pengalaman maupun perilaku kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya
dan bertujuan untuk memperbaiki kondisi maupun cara hidup manusia.
(Efendi, 2015)
 Caring, mengacu kepada suatu tindakan dan aktivitas yang ditujukan secara
langsung dalam pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan individu
lain dan kelompok didalam memenuhi kebutuhannya untuk memperbaiki
kondisi kehidupan manusia atau dalam menghadapi kematian .(Efendi, 2015)
 Kebudayaan merupakan suatu pembelajaran, pembagian dan transmisis nilai
keyakinan, norma-norma, dan gaya hidup dalam suatu kelompok tertentu yang
memberikan arahan kepada cara berfikir mereka, pengambilan keputusan, dan
tindakkan dalam pola hidup. (Efendi, 2015)
 Perawatan kultural mengacu kepada pembelajaran subjektif dan objektif dan
transmisi nilai, keyakinan, pola hidup yang membantu, mendukung,
memfasilitasi atau memungkinkan ndividu lain maupun kelompok untuk
mempertahankan kesjahteraan mereka, kesehatan, serta untuk memperbaiki
kondisi kehidupan manusia atau untuk memampukan manusia dalam
menghadapi penyakit, rintangan dan juga kematian. (Efendi, 2015)
 Cultural care diversity (perbedaan perawatan kultural) mengacu kepada
variabel-variabel, perbedaan-perbedaan, pola, nilai, gaya hidup, ataupun
simbol perawatan di dalam maupun diantara suatu perkumpulan yang

5
dihubungkan terhadap pemberian bantuan, dukungan atau memampukan
manusia dalam melakukan suatu perawatan. (Efendi, 2015)
 Cultural care universality (Kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada
suatu pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman ang
paling dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang
dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan pemberian
bantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang memungkinkan
untuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan pada
suatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan. (Efendi,
2015)
 Keperawatan mengacu kepada suatu pembelajaran humanistik dan profesi
keilmuan serta disiplin yang difokuskan pada aktivitas dan fenomena
perawatan manusia yang bertujuan untuk membantu, memberikan dukungan,
menfasilitasi, atau memampukan individu maupun kelompok untuk
memperoleh kesehatan mereka dalam suatu cara yang menguntungkan yang
berdasarkan pada kebudayaan atau untuk menolong orang-orang agar mampu
menghadapi rintangan dan kematian. (Efendi, 2015)
 Pandangan dunia mengacu kepada cara pandang manusia dalam memelihara
dunia atau alam semesta untuk menampilkan suatu gambaran atau nilai yang
ditegakkan tentang hidup mereka atau lingkungan di sekitarnya. (Efendi,
2015)
 Dimensi struktur sosial dan budaya mengacu pada suatu pola dinamis dan
gambaran hubungan struktural serta faktor-faktor organisasi dari suatu bentuk
kebudayaan yang meliputi keagamaan, kebudayaan, politik, ekonomi,
pendidikan, teknologi , nilai budaya dan faktor-faktor etnohistory serta
bagaimana faktor-faktor ini dihubungkan dan berfungsi untuk mempengaruhi
perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda. j. Lingkungan mengacu
pada totalitas dari suatu keadaan, situasi, atau pengalaman-pengalaman yang
memberikan arti bagi perilaku manusia, interpretasi, dan interaksi sosial dalam
lingkungan fisik, ekologi, sosial politik, dan atau susunan kebudayaan.
(Efendi, 2015)
 Etnohistory mengacu kepada keseluruhan fakta-fakta pada waktu yang
lampau, kejadian-kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, kebudayaan
serta suatu institusi yang difokuskan kepada manusia/masyarakat yang

6
menggambarkan, menjelaskan dan menginterpretasikan cara hidup manusia
dalam suatu bentuk kebudayaan tertentu dalam jangka waktu yang panjang
maupun pendek. (Efendi, 2015)
 Sistem perawatan pada masyarakat tradisional mengacu kepada pembelajaran
kultural dan transmisi dalam masyarakat tradisional (awam) dengan
menggunakan pengetahuan dan keterampilan tradisonal untuk memberikan
bantuan, dukungan atau memfasilitasi tindakan untuk individu lain, kelompok
maupun suatu institusi dengan kebutuhan yang lebih jelas untuk memperbaiki
cara hidup manusia atau kondisi kesehatan ataupun untuk menghadapi
rintangan dan situasi kematian. (Efendi, 2015)
 Sistem perawatan profesional mengacu kepada pemikiran formal,
pembelajaran, transmisi perawatan profesional, kesehatan, penyakit,
kesejahteraan dan dihubungkan dalam pengetahuan dan keterampilan praktek
yang berlaku dalam institusi profesional biasanya personil multi disiplin untuk
melayani konsumen. (Efendi, 2015)
 Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang didefinisikan secara
kultural memiliki nilai dan praktek serta merefleksikan kemampuan individu
maupun kelompok untuk menampilkan kegiatan budaya mereka sehari-hari,
keuntungan dan pola hidup. (Efendi, 2015)
 Mempertahankan perawatan kultural mengacu kepada semua bantuan,
dukungan, fasilitas atau pengambilan keputusan dan tindakan profesional yang
memungkinkan yang dapat menolong orang lain dalam suatu kebudayaan
tertentu dan mempertahankan nilai perawatan sehingga mereka dapat
memperthanakan kesejahteraannya, pulih dari penyakit atau menghadapi
rintangan mapun kematian. (Efendi, 2015)
 Negosiasi atau akomodasi perawatan kultural mengacu pada semua bantuan,
dukungan, fasilitas, atau pembuatan keputusan dan tindakan kreatifitas
profesional yang memungkinkan yang menolong masyarakat sesuai dengan
adaptasi kebudayaan mereka atau untuk bernegosiasi dengan fihak lain untuk
mencapai hasil kesehatan yang menguntungkan dan memuaskan melalui
petugas perawatan yang profesional. (Efendi, 2015)
 Restrukturisasi perawatan transkultural mengacu pada seluruh bantuan,
dukungan, fasilitas atau keputusan dan tindakan profesional yang dapat
menolong klien untuk mengubah atau memodifikasi cara hidup mereka agar

7
lebih baik dan memperoleh pola perawatan yang lebih menguntungkan dengan
menghargai keyakinan dan nilai yang dimiliki klien sesuai dengan budayanya.
 Perawatan kultural yang konggruen mengacu kepada kemampuan kognitif
untuk membantu, mendukung, menfasilitasi atau membuat suatu keputusan
dan tindakan yang dapat memperbaiki kondisi individu, atau kelompok dengan
nilai budaya, keyakinan dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk
memperoleh kesejahteraan dan kesehatan. (Efendi, 2015)

2.2.2. Asumsi Mayor


Asumsi mayor untuk mendukung teory cultural care : diversity and
universality yang dikemukakan ole Leininger :
 “Care” adalah esensi keperawatan serta focus yang mempersatukan perbedaan
sentral dan dominant dalam suatu pelayanan.
 Perawatan (Caring) yang didasarkan pada kebudayaan adalah sutau aspek
esensial unuk memperoleh kesejahteraan, kesehatan, pertumbuhan dan
ketahanan, serta kemampuan untuk enghadapi rinangan maupun kematian.
 Perawatan yang berdasarkan budaya adalah bagian yang paling komprehensif
dan holistic untuk mengetahui, menjelaskan, menginterprestasikan dan
memprediksikan fenomena asuhan keperawatan serta memberikan panduan
dalam pengambilan keputusan dan tindakan perawatan.
 Keperawatan traskultural adalah disiplin ilmu perawatan humanistic dan
profesi yang memiliki tujuan utama untuk melayani individu, dan kelompok.
 “Caring” yang berdasarkan kebudayaan adalah suatu aspek esensial untuk
mengobati dan menyembuhkan dimana pengobatan tidak akan mungkin
dilakukan tanpa perawatan, sebaliknya perawatan dapat tetap eksis tanpa
pengobatan.
 Konsep keperawatan cultural, arti, ekspresi, pola-pola, proses dan struktur dari
bentuk perawatan transkultural yang beragam dengan perbedaan dan
persamaan yang ada.
 Setiap kebudayaan manusia memiliki pengetahuan dan praktek perawatan
tradisional serta praktik professional yang bersifat budaya dan individual.
 Praktek perawatan keyakinan dan nilai budaya dipengaruhi oleh dan
cenderung tertanam dalam pandangan dunia, bahasa, filosofi, agama,

8
kekeluargaan, sosial, politik, pendidikan, ekonomi, teknologi, etnohistory, dan
lingkungan kebudayaan.
 Keuntungan, kesehatan dan kepuasan terhadap budaya perawatan
mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan individu, keluarga, kelompok,
komunitas di dalam lingkungannya.
 Kebudayaan dan keperawatan yang konggruen dapat terwujud apabila pola-
pola, ekspresi dan nilai-nilai perawatan digunakan secara tepat, aman dan
bermakna.
 Perbedaan dan persamaan perawatan cultural tetap berada diantara masyarakat
tradisioal dan professional pada setiap kebudayaan manusia.
 Konflik cultural, beban praktek kebudayaan, stress kultural merefleksikan
kurangnya pengetahuan perawatan kultural untuk memberikan perawatan, rasa
aman, tangung jawab yang koggruen dengan kebudayaan.
 Metode penelitian kualitatif ethnonursing memberikan intepretasi dan temuan
yang penting mengenai pemberian asuhan keperawatan dengan kebudayaan
komplek yang berbeda. (Sagar,2014)

2.2.3 Esensi keperawatan dan kesehatan


 Perbedaan-perbedaan interkultural terhadap keyakinan kepetrawatan, nilai dan
praktek akan merefleksikan perbedaan kemampuan identifikasi dan praktek
asuhan keperawatan yang bersifat umum.
 Kebudayaan yang memiliki nilai iindividualisme yang tinggi dengan model
independen akan menunjukan tanda-tanda dari nilai dan praktek keperawatan
diri, dimana kebudayaan yang tidak memiliki nilai individualisme dan
independen akan menunjukan tanda terbatas dan praktek keperawatan diri.
 Jika terdapat hubungan yang erat antara praktek dan keyakinan pemberi dan
penerima pelayanan praktek keperawatan , hasil yang diperoleh klien akan
dapat ditingkatkan dan lebih memuaskan .
 Klien dari kebudayaan yang berbeda dapat mengidentifikasi nilai caring dan
non caring mereka serta keyakinan terhadap ethnonursing.
 Perbedaan utama antara nilai perawatan tradisional dengan perawatan
profesional, merupakan tanda dari konflik budaya antara pemberi pelayanan
kesehatan profesional dan klien.

9
 Praktek dan tindakan caring yang diterapkan dengan menggunakan teknologi
berbeda secara kultural dan memiliki perbedaan terhadap hasil dalam
pencapaian kesehatan dan kesejahteraan klien.
 Tanda terpenting dari ketergantungan perawat terhadap teknologi merupakan
tanda dari depersonalisasi asuhan keperawatn humanistik pada klien.
 Bentuk simbolis dan fungsi ritual dari praktek dan perilaku asuhan
keperawatan memiliki hasil dan makna berbeda dalam kebudayaan yang
berbeda.
 Politik, agama, ekonomi, hubungan kekeluargaan, nilai budaya dan
lingkungan memberikan pengaruh yang besar terhadap praktek budaya untuk
mencapai kesejahteraan individu, keluarga dan kelompok. (Sagar,2014)

2.2.4 Konsep kebudayaan menurut Leininger dalam buku Transcutural Nursing;


concepts, theories and practices (1978 & 1995).
 Kebudayaan yang mempersepsikan penyakit ke dalam bentuk pengalaman
tubuh internal dan bersifat personal (contohnya yang disebabkan oleh kondisi
fisik, genetic,stress dalam tubuh) lebih cenderung menggunakan teknik dan
metode keperawatan diri secara fisik dari pada melakukan perawatan
berdasarkan budaya yang memandang penyakit sebagai suatu keyakinan
kultural dan ekstra personal serta pengalaman budaya secara langsung.
 Budaya sangat menekankan proses, prilaku dan nilai perawatan (caring),
memegang peranan yang lebih cenderung dilakukan wanita daripada pria.
 Kebudayaan yang menekankan pada prilaku dan proses pengobatan (caring)
cenderung dilaksanakan oleh pria daripada wanita.
 Klien (masyarakat umum / tradisional) yang membutuhkan pelayanan
keperawatan (caring), pertama sekali cenderung untuk mencari bantuan dari
pihak keluarga maupun relasinya dalam mengatasi masalahnya, baru kemudian
mencari pemberi pelayanan kesehatan professional apabila orang-orang
terdekatnya tidak mampu memeberikan kondisi yang efektif, keadaan klien
semakin memburuk atau jika terjadi kematian.
 Kegiatan perawatan yang banyak dipraktekkan di masyarakat (ethno caring
activities), yang memiliki keuntungan terapeutik bagi klien dan keluarganya,
kurang dipahami oleh kebanyakan perawat professional di Werstern.

10
 Jika terdapat prilaku perawatan yang efektif dalam suatu kebudayaan maka
kebutuhan pengobatan dan pelayanan dari petugas professional akan
berkurang.
 Perbedaan mendasar antara praktek keperawatan tradisional dan professional
mengakibatkan konflik budaya dan membebani praktek keperawatan.
 Perawatan transkultural akan mempersiapkan perawat untuk dapat menyusun
asuhan keperawatan pada setiap budaya yang berbeda, dan dapat menentukan
hasil yang tepat sesuai dengan kebudayaan klien tersebut.
Keberhasilan dalam perawatan kesehatan akan sulit dicapai apabila pemberi
pelayanan tersebut tidak menggunakan pengetahuan dan praktek yang didasarkan atas
keyakinan dan nilai budaya klien. (Efendi,2015)

Untuk membantu perawat dalam menvisualisasikan Teori Leininger, maka Leininger


menjalaskan teorinya dengan model sunrise. Model ini adalah sebuah peta kognitif yang
bergerak dari yang paling abstrak, ke yang sederhana dalam menyajikan faktor penting
teorinya secara holistik.

11
The Sun Rise Model Leininger Sunrise Model merupakan pengembangan dari
konseptual model asuhan keperawatan transkultural.

Terdapat 7 (tujuh) komponen dalam sunrise model tersebut, yaitu :


 Faktor Teknologi ( Technological Factors ) Teknologi kesehatan adalah
sarana yang memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.
Berkaitan dengan pemanfatan teknologi kesehatan, maka perawat perlu
mengkaji berupa persepsi individu tentang penggunaan dan pemanfaatan
teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini, alasan mencari
kesehatan, persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan.(Janes, 2009)

12
 Faktor keagamaan dan falsafah hidup ( Religous and Philosofical Factors)
Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan
motivasi yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya di atas segalanya bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti :
agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap
kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai
konsep diri yang utuh. . (Janes, 2009)
 Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors) Faktor
sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan
nama panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis
kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota
keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan
rutin oleh keluarga. . (Janes, 2009)
 Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways) Nilai
adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang
dianggap baik dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan dengan
nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah posisi dan jabatan, bahasa yang
digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang
berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan dan
persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari. . (Janes, 2009)
 Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor) Peraturan dan
kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan
individu dalam asuhan keperawatan transkultural. Misalnya peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga
yang menunggu. . (Janes, 2009)
 Faktor ekonomi ( Economical Faktor ) Klien yang dirawat dapat
memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai
sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi yang ada pada umumnya
dimanfaatkan klien antara lain asurannsi, biaya kantor, tabungan. Faktor
ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan klien,
sumber biaya pengobatan. . (Janes, 2009)
 Faktor pendidikan (Educational Factor) Latar belakang pendidikan individu
adalah pengalaman individu dalam menmpuh jalur pendidikan formal

13
tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu, maka keyakinannya
harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan dapat beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Perawat perlu
mengkaji latar belakang pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis
pendidikan, serta kemampuan belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. . (Janes, 2009)

Sunrise model dikembangkan untuk memvisualisasikan dimensi tentang


pemahaman perawat mengenai budaya yang berdeda-beda. Perawat dapat
menggunakan model ini saat melakukan pengkajian dan perencanaan asuhan
keperawatan, pada pasien dengan berbagai latar belakang budaya. Meskipun model
ini bukan merupakan teori, namun setidaknya model ini dapat dijadikan sebagai
panduan untuk memahami aspek holistik, yakni biopsikososiospiritual dalam proses
perawatan klien. Selain itu, sunrise model ini juga dapat digunakan oleh perawat
komunitas untuk menilai faktor cultural care pasien (individu, kelompok, khususnya
keluarga) untuk mendapatkan pemahaman budaya klien secara menyeluruh.
Sampai pada akhirnya, klien akan merasa bahwa perawat tidak hanya melihat
penyakit serta kondisi emosional yang dimiliki pasien. Namun, merawat pasien
secara lebih menyeluruh. Adapun, sebelum melakukan pengkajian terhadap
kebutuhan berbasis budaya kepada klien, perawat harus menyadari dan memahami
terlebih dahulu budaya yang dimilki oleh dirinya sendiri. Jika tidak, maka bisa saja
terjadi cultural imposition. (Janes, 2009)

2.2.4 Tujuan Teori Madeleine Leininger


Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan
pohon keilmuan yang humanis, sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan
yang spesifik dan universal (Leininger, dalam Ferry Efendi dan Makhfudli, 2009). Dalam
hal ini, kebudayaan yang spesifik merupakan kebudayaan yang hanya dimiliki oleh
kelompok tertentu. Misalnya kebudayaan Suku Anak Dalam, Suku Batak, Suku Minang.
Sedangkan kebudayaan yang universal adalah kebudayaan yang umumnya dipegang oleh
masyarakat secara luas. Misalnya, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan merupakan
perilaku yang baik, untuk meminimalisir tubuh terkontaminasi oleh mikroorganisme
ketika makan. Dengan mengetahui budaya spesifik dan budaya universal yang dipegang
oleh klien, maka praktik keperawatan dapat dilakukan secara maksimal. (Efendi, 2009)

14
 Kelebihan Teori Madeleine Leininger
a. Merupakan perspektif teori yang bersifat unik dan kompleks, karena tidak
kaku memandang proses keperawatan. Bahwa kebudayaan klien juga sangat
patut diperhatikan dalam memberikan asuhan.
b. Pengaplikasiannya memaksimalkan teori keperawatan lain, seperti Orem,
Virginia Henderson, dan Neuman.
c. Teori transkultural ini dapat mengarahkan perawat untuk membantu klien
dalam mengambil keputusan, guna meningkatkan kualitas kesehatannya.
d. Mengatasi berbagai permasalahan hambatan budaya yang sering ditemukan
saat melakukan asuhan keperawatan. . (Johnson, 2005)
 Kelemahan Teori Madeleine Leininger
a. Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga  tidak bisa berdiri
sendiri dan  hanya  digunakan sebagai pendamping dari berbagai macam
konseptual model lainnya.
b. Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi
masalah keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya.
(Johnson, 2005)

2.3 Paradigma Teori Transkultural Nursing


Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral
keperawatan (Andrew and Boyle, 1995), yaitu :
a. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger
and Davidhizar, 1995).
b. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat dan sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam

15
aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew
and Boyle, 1995).
c. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai
suatu totalitas kehidupandimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan
fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang
tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang
lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan
aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah
keseluruhan bentuk dan simbol yangmenyebabkan individu atau kelompok merasa
bersatu seperti musik, seni, iwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
d. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya
klien. Strategi yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan
(Leininger, 1991) adalah :
1) Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya.
2) Strategi II, Mengakomodasi/negoasiasi budaya.
3) Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien
4) Proses keperawatan Transkultural.
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam
menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam
bentuk matahari terbit (Sunrise Model) Geisser (1991) menyatakan bahwa
proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).

16
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen
yang ada pada “Sunrise Model” yaitu :
1) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yangamat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan
diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh
perawatadalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang
klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan
agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
2) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : namalengkap,
nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,status,
tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, danhubungan
klien dengan kepala keluarga.
3) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkanoleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :posisi
dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
4) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segalasesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhankeperawatan lintas
budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikajipada tahap ini
adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam

17
berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
5) Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.
6) Faktor pendidikan (educational factors)
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. Latar
belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh
jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan
klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah
yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap
budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu :
1) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
2) Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
3) Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai
yang diyakini.
c. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien

18
(Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
1) Mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan,
2) Mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan
3) Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan
dengan kesehatan.
d. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan
atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan
dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
(Andrew and Boyle, 1995
2.4. Aplikasi Teori Madeleine Leininger dalam Keperawatan

2.4.1 Riset (Research)


Teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan metode penelitian dalam
berbagai budaya. Pada tahun 1995, lebih dari 100 budaya telah dipelajari
dipelajari. Selain itu juga, digunakan untuk menguji teori ethnonursing. Teori
transcultural nursing ini, merupakan satu-satunya teori yang yang membahas
secara spesifik tentang pentingnya menggali budaya pasien untuk memenuhi
kebutuhannya. adaptif (Andrew and Boyle, 1995).

Kajian yang telah dilakukan mengenai etnogeografi dilakukan pada keluarga yang
salah-satu anggota keluarganya mengalami gangguan neurologis yang akut. Hal
yang dilihat disini, adalah bagaimana anggota keluarga yang sehat menjaga
anggota keluarga yang mengalami gangguan neurologis, tersebut. Akhirnya,
anggota keluarga yang sehat di wawancara dan diobservasi guna memperoleh
data. Ternyata mereka melakukan penjagaan terhadap anggota keluarga yang
sakit, selama kurang lebih 24 jam. Hanya satu orang saja yang tidak ikut

19
berpartisipasi untuk merawat anggota yang sakit. Setelah dikaji, ada beberapa
faktor yang memengaruhi kepedulian anggota keluarga yang sehat untuk menjaga
anggota yang sakit. Faktor tesebut, dintaranya adalah komitmen dalam
kepedulian, pergolakan emosional, hubungan keluarga yang dinamis, transisi dan
ketabahan. Penemuan ini menjelaskan pemahaman yang nyata. Bahwa penjagaan
terhadap pasien merupakan salah ekspresi dari sifat caring dan memperikan
sumbangsih pada pengetahuan tentang perawatan peka budaya. adaptif (Andrew
and Boyle, 1995).
Tujuan dari kajian kedua adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis ekspresi
dari pelaksaan sifat caring warga Anglo Amerika dan Afrika Amerika dalam sift
caring jangka panjang dengan menggunakan metode ethonursing kualitatif. Data
dikumpulkan dari 40 orang partisipan, termasuk di dalamnya adalah para
penduduk Anglo Amerika dan Afrika Amerika, staf keperawatan, serta penyedia
pelayanan. pemelihara gaya hidup preadmission, perawatan yang profesional dan
memuaskan bagi penduduk, perbedaan yang besar antara appartemen dengan
rumah para penduduk, dan sebuah lembaga kebudayaan yang mencerminkan
motif dan pelaksanaan keperawatan. Penemuan ini berguna bagi masyarakat dan
para staf profesional untuk mengembangkan teori culture care diversity and
universality. adaptif (Andrew and Boyle, 1995).

2.4.2 Edukasi (Education)


Dimasukannya keanekaragaman budaya dalam kurikulum pendidikan
keperawatan bukan merupakan hal yang baru. Keanekaragaman budaya atau dalam
dunia keperawatan mulai diintegrasikan ke dalam kurikulum keperawatan pada
tahun 1917, saat komite kurikulum dari National League of Nursing (NLN)
mempublikasikan sebuah panduan yang berfokus pada ilmu sosiologi dan isu sosial
yang sering dihadapi oleh para perawat. Kemudian, tahun 1937 komite NLN
mengelompokan latar belakang budaya ke dalam panduan untuk mengetahui reaksi
seseorang terhadap rasa sakit yang dimilikinya. (Rahayu,2015)

Promosi kurikulum pertama tentang Transcultural Nursing dilaksanakan


antara tahun 1965-1969 oleh Madeleine Leininger. Saat itu Leininger tidak hanya
mengembangkan Transcultural Nursing di bidang kursus. Tetapi juga mendirikan
program perawat besama ilmuwan Ph-D, pertama di Colorado School of Nursing.

20
Kemudian dia memperkenalkan teori ini kepada mahasiswa pascasarjana pada
tahun 1977. Ada pandangan, jika beberapa program keperawatan tidak mengenali
pengaruh dari perawatan peka budaya, akan berakibat pelayanan yang diberikan
kurang maksimal. Teori Leininger memberikan pengaruh yang sangat besar dalam
proses pembelajaran keperawatan yang ada di dunia. Namun, Leinginger merasa
khawatir beberapa program menggunkannya sebagai fokus utama. Karena saat ini
pengaruh globalisasi dalam pendidikan sangatlah signifikan dengan presentasi dan
konsultasi di setiap belahan dunia. (Rahayu,2015)

Di Indonesia sendiri, sangat penting untuk menerapkan teori transcultural


nursing dalam sistem pendidikannya. Karena kelak, saat para perawat berhadapan
langsung dengan klien, mereka tidak hanya akan merawat klien yang mempunyai
budaya yang sama dengan dirinya. Bahkan, mereka juga bisa saja menghadapi
klien yag berasal dari luar negara Indonesia. . (Rahayu,2015)

2.4.3 Kolaborasi (Colaboration)


Asuhan keperawatan merupakan bentuk yang harus dioptimalkan dengan
mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan
untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu,
kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu
yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

Dalam mengaplikasikan teori Leininger di lingkungan pelayanan kesehatan


memerlukan suatu proses atau rangkaian kegiatan sesuai dengan latar belakang
budaya klien. Hal ini akan sangat menunjang ketika melakukan kolaborasi dengan
klien, ataupun dengan staf kesehatan yang lainnya. Nantinya, pemahaman terhadap
budaya klien akan diimplentasikan ke dalam strategi yang digunakan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Strategi ini merupakan strategi perawatan
peka budaya yang dikemukakan oleh Leininger, antara lain adalah :

a. Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya.

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan


dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relavan, misalnya budaya berolah raga setiap
pagi.

21
b. Strategi II, Mengakomodasi/negosiasi budaya.

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk


membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan,
misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis,
maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani atau nabati lain yang
nilai gizinya setara dengan ikan.

c. Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki


merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien
yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
(Rahayu,2015)

2.4.4 Pemberi Perawatan (Care Giver)


Perawat sebagai care giver diharuskan memahami konsep teori
Transcultural Nursing. Karena, bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock atau culture imposition. Cultural shock
akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya. Culture imposition adalah
kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam maupun terang-
terangan memaksakan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang
dimilikinya pada individu, keluarga, atau kelompok dan budaya lain karena mereka
meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.
(Rahayu,2015)

Contoh kasus, seorang pasien penderita gagal ginjal memiliki kebiasaan


selalu makan dengan sambal sehingga jika tidak ada sambal pasien tersebut tidak
mau makan. Ini merupakan tugas perawat untuk mengkaji hal tersebut karena ini
terkait dengan kesembuhan dan kenyamanan pasien dalam pemberian asuhan
keperawatan. Ada 3 cara melaksanakan tindakan keperawatan yang memiliki latar
budaya atau kebiasaan yang berbeda. Dalam kasus ini berarti perawat harus

22
mengkaji efek samping sambal terhadap penyakit gagal ginjal pasien, apakah
memberikan dampak yang negatif atau tidak memberikan pengaruh apapun. Jika
memberikan dampak negatif tentunya sebagai care giver perawat harus
merestrukturisasi kebiasaan pasien dengan mengubah pola hidup pasien dengan hal
yang membantu penyembuhan pasien tetapi tidak membuat pasien merasa tidak
nyaman sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan. (Leininger, 1985).

Pemahaman budaya klien oleh perawat sangat mempengaruhi efektivitas


keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya
sehingga tidak akan terjadi hubungan terapeutik. (Leininger, 1985).

2.4.5 Manajemen
Dalam pengaplikasiannya di bidang keperawatan Transcultural Nursing
bisa ditemukan dalam manajemen keperawatan. Diantaranya ada beberapa rumah
sakit yang dalam memberikan pelayanan menggunakan bahasa daerah yang
digunakan oleh pasien. Hal ini memugkinkan pasien merasa lebih nyaman, dan
lebih dekat dengan pemberi pelayanan kesehatan. Bisa saja, tidak semua warga
negara Indonesia fasih dan nyaman menggunakan bahasa Indonesia. Terutama bagi
masyarakat awam, mereka justru akan merasa lebih dekat dengan pelayanan
kesehatan yang menggunakan bahasa ibu mereka. Hal ini dikarena nilai-nilai
budaya yang dipegang oleh tiap orangnya masih cukup kuat. (Leininger, 1985).

2.4.6 Sehat dan Sakit


Leininger menjelaskan konsep sehat dan sakit sebagai suatu hal yang sangat
bergantung, dan ditentukan oleh budaya. Budaya akan mempengaruhi seseorang
mengapresiasi keadaan sakit yang dideritanya.

Apresiasi terhadap sakit yang ditampilakan dari berbagai wilayah di


Indonesia juga beragam. Contohnya, Si A, yang berasal dari suku Batak
mengalami influenza disertai dengan batuk. Namun, dia masih bisa melakukan
aktivitas sehari-harinya secara normal. Maka dia dikatakan tidak sedang sakit.
Karena di Suku Batak, seseorang dikatakan sakit bila dia sudah tidak mampu untuk
menjalankan aktivitasnya secara normal. (Leininger, 1985)

23
Contoh kasus

ANALISA KASUS
A. .Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Ny. N
Usia : 22 tahun
Agama : Islam

24
Pendidikan : SD
Pekerjaan : -
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Desa Tanjung kerta, Sukamantri, Panjalu Diagnosa
Medis : Post Natal 1 hari (G0P2A0)  .
 
b. Identitas penanggung jawab
 Nama : Tn. K
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Dusun Kersamenak, Desa Tanjungkerta, Sukamantri,
Panjalu, Jawa Barat
Hubungan dengan klien : Suami 2.
 
2. Riwayat kesehatan sekarang  
 Klien post natal 1 hari, melahirkan di bidan pukul 22.00 WIB dengan usia
kehamilan 40 minggu. Kehamilan yang kedua dan diharapkan oleh pasangan suami
istri. Mulai merasakan mulas sejak pukul 12.00 dinihari, berharap dapat melahirkan
di emak paraji  (indung beurang).  Pukul 04.00 klien merasakan adanya cairan yang
keluar dari kemaluannya, berwarna bening, oleh indung beurang dicoba untuk
mengeluarkan bayi dengan cara diurut dari bagian atas  perut, minum air kelapa
muda tetapi ternyata bayi tidak mau keluar. Setelah klien kecapaian dan tidak ada
tenaga lagi untuk mengejan oleh indung beurang klien dibawa ke puskesmas yang
berjarak 50 km (1 jam perjalanan menggunakan ojek) dari tempat tinggal klien.
Setelah dirangsang bayi keluar  pukul 22.00 di puskesmas. Keluarga memaksa
membawa pulang bayi dan ibu yang baru melahirkan karena menurutnya bayi tidak
boleh berada terlalu lama di luar rumah.
3. Faktor teknologi
Klien memeriksakan kehamilannya kepada indung beurang dan melahirkan
disana. Sebelum kehamilan klien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi dan
setelah melahirkan klien dan suami berencana menggunakan alat KB tradisional
yaitu dengan meminum bunga pohon jati yang telah direbus.  

25
4. Faktor agama dan falsafah hidup
Klien menyatakan beragama Islam, percaya kepada ilmu sihir dan hal-hal
gaib. Klien percaya bila bayinya dibawa terlalu lama dari rumah maka bayinya
akan hilang dibawa  gendolwewe  atau kalongwewe.Biasanya bayi tersebut akan
dibawa selepas maghrib, karena menurut mereka bayi masih berbau amis dan
mahluk gaib sangat menyukai hal-hal yang berbau amis. Bayi tersebut  biasanya
digunakan tumbal oleh mereka yang memuja ingin awet muda. Biasanya bagi
keluarga yang baru saja memiliki bayi akan menggunakan tradisi ”meutingan”
yaitu tradisi menginap di rumah keluarga yang baru saja melahirkan. Mereka
biasanya ngaos(membaca ayat-ayat suci Al Qur’an) selama 7 hari 7 malam yang
dimulai selepas maghrib sampai dengan Isya. Mereka percaya dengan cara tersebut
bayi yang baru saja lahir tidak akan hilang.  
5. Faktor sosial dan keterikatan keluarga
Hubungan kekerabatan masih sangat kuat terutama dari keluarga perempuan.
Ibu dari pihak wanita, uwak  kakak orangtua wanita), bibi (adek dari orang tua)
akan menginap dan mendukung anak wanitanya yang baru saja melahirkan samapi
dengan bayi berusia 1 minggu. Keputusan dalam keluarga dipegang oleh suami.
Biasanya pasangan akan menanyakan terlebih dahulu kepada orang tua masing-
masing bagaimana yang terbaik, tetapi keputusan tetap diambil oleh suami. Selama
proses setelah melahirkan sampai dengan 40 hari biasanya akan tinggal di pihak
suami.
6. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda. Wanita setelah melahirkan
pantang makan-makanan yang berbau hanyir (amis) seperti ikan, telur karena akan
menyebabkan proses penyembuhan pada alat kelamin akan lama (sulit kering). Ibu
diwajibkan menggunakan kain panjang (stagen) agar perut ibu dapat kembali
seperti keadaan semua sebelum hamil selama 3 bulan. Bagi  bayi, sebelum berusia
40 hari bayi akan dipasangkan bawang putih, peniti,  jarum dan gunting yang
dimasukkan ke dalam kantong (untel kadut ) dan disematkan pada baju bayi. Pada
saat kelahiran anak pertama ibu membuang air susu pertama yang masih berwarna
bening (colostrum) karena menurut ibu dan orang tua bayi akan mengalami
keracunan dan mati. Bayi yang belum diberi ASI akan diberi air gula jawa sampai
usia ± 3 hari, bahkan anak yang  pertema pada hari kedua diberi makan dengan
pisang karena bayinya yang masih lapar meskipun sudah diberi air gula jawa.

26
Untuk plasenta bayi, orang tua bayi akan mencuci bal sampai bersih, diberi
perlengkapan (tujuh potong kain perca dengan warna berbeda), dibungkus dengan
kain putih bersih dan dikubur dibelakang rumah. Selama 7 hari 7 malam diberi
penerangan dengan tujuan agar bayi yang baru lahir juga akan terang. Mereka
percaya bahwa baliadalah saudara muda yang akan mendampingi bayi dalam
keadaan suka dan duka.

7. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku


Indung beurang adalah wanita yang sangat dihormati oleh masyarakat
setempat. Pada saat proses kehamilan dan melahirkan, wanita di daerah tersebut
diwajibkan untuk berobat hanya pada indung beurang , bila berobat ke  petugas
kesehatan meskipun dekat akan dikucilkan oleh warga setempat. Selama 7 hari
setelah bayi lahir, indung beurang akan datang setiap hari ke rumah bayi untuk
memandikan bayi, mengurut bayi dan merawat tali pusat  bayi.

8. Faktor ekonomi
Keduanya adalah pasangan muda, yang mencari nafkah hanya laki-laki,
bekerja dengan cara merantau ke daerah lain untuk berdagang. Kehadiran mertua
dan ibu dari pihak wanita sangat membantu ibu dalam perawatan bayi. Biaya
persalinan ditanggung bersama-sama antara keluarga perempuan dan laki-laki.

9. Faktor pendidikan
Pendidikan keduanya adalah SD, mereka tidak mengetahui adanya kontrasepsi
modern karena selama pendidikan belum pernah mendengar alat kontrasepsi
modern. Keluarga tidak punya biaya untuk menyekolahkan ke SMP karena untuk
sekolah ke SMP sangat jauh dan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk
sekali berangkat ke sekolah
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : resiko ketidakpatuhan
dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
C. Perencanaan dan Pelaksanaan
Berdasarkan data-data yang ada dimana ibu melahirkan anak yang kedua, anak
pertama tidak diberi ASI colostrum, diberi makan pisang maka tindakan yang harus
dilakukan adalah :

27
a) .Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b) Cultural care accomodation/negotiational
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Jelaskan tentang pentingnya makan-makanan yang mengandung protein.
Ikan dan telur boleh saja tidak dimakan tetapi harus diganti dengan tempe
dan tahu, kalau bisa sekali-kali makan daging ayam untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani baik kepada orang tua maupun keluarga klien.
3) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c) Cultual care repartening/reconstruction
1) Jelaskan kepada klien tentang pentingnya pemberian colostrum untuk
meningkatkan pertahanan tubuh bayi.
2) Jelaskan kepada klien akan pentingnya pemberian ASI exclusive sampai
dengan 6 bulan, tanpa pemberian makanan tambahan lain, hanya ASI.
3) Gunakan gambar-gambar yang lebih mudah dipahami oleh klien
4) Jelaskan pada klien bahwasanya pemberian pisang pada hari kedua akan
sangat membahayakan kesehatan pencernaan bayi dan berikan contoh-
contoh dimana bayi yang bayu lahir diberi makan pisang dapat
mengakibatkan kematian.
5) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan
dan melaksanakannya
6) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok 
7) Gunakan pihak ketiga misalnya keluarga yang sekolah sampai ke tahap
SMA atau pada saat menjelaskan juga menghadirkan kepala desa sebagai
pemimpin di daerah tersebut.
8) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien dan orang tua
9) Berikan informasi pada klien tentang sarana kesehatan yang dapat
dugunakan misalnya imunisasi di Puskesmas untuk melindungi bayi dari
berbagai penyakit mematikan.

28
d) Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap peningkatan pemahaman klien tentang :
1) Makan-makan protein nabati seperti tempe dan tahu dan makan protein
hewani selain ikan dan telur misalnya daging ayam.
2) Pemberian ASI (colostrum) kepada bayi, setelah diberikan penjelasan ibu
tidak lagi membuang ASI colostrumnya tetapi justru memberikannya
kepada  bayi.
3) Tidak lagi memberi makan pisang kepada bayi meskipun bayi tersebut
menangis. Makanan yang diberikan hanyalah ASI sampai dengan 6 bulan
(ASI exclusive)
 PEMBAHASAN
Proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang
ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi:
Mempertahankan keadaan kesehatan klien yang optimal, apabila keadaannya
berubah membuat suatu jumlah dan kualitas tindakan keperawatan terhadap
kondisinya guna kembali ke keadaan yang normal. Jika kesehatan yang
optimal tidak dapat tercapai, proses keperawatan harus dapat memfasilitasi
kualitas kehidupan yang maksimal berdasarkan keadaannya untuk mencapai
derajat kehidupan yang lebih tinggi selama hidupnya (Iyer et al, 1996).
Pearson (1996) menyatakan konsep proses keperawatan dalam konteks
budaya mendefinisikan sebagai siklus, ada saling keterkaitan antar elemen
proses keperawatan dan bersifat dinamis (Royal College Nursing, 2006).

Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan


keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang
budaya. Sehingga didapatkan kesinambungan antara  proses keperawatan
dengan keperawatan transkultural. Kasus yang dibahas pada makalah ini
adalah kasus pada pasien pasca melahirkan. Kasus ini pada umumnya
menggunakan format pengkajian pasca melahirkan Penggunaan format
pengkajian ini pada umumnya hanya melihat kebutuhan fisik pada ibu
melahirkan. Penggunaan pengkajian aspek budaya pada saat ini dianggap
penting karena bila perawat tidak melihat konteks budaya maka pasien
mungkin saja mengikuti apa yang dianjurkan oleh perawat tetapi hanya pada

29
saat dirawat, setelah kembali ke rumah karena kuatnya pengaruh budaya maka
pasien akan kembali kepada budayanya sendiri. Bila hal ini terjadi maka
tujuan dari asuhan keperawatan tidak akan tercapai. (Royal College Nursing,
2006).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity dan universality,
atau yang lebih dikenal dengan transcultural nursing. Berfokus pada nilai-nilai budaya,
kepercayaan, dan pelayanan kesehatan berbasis budaya, serta di dalam teorinya membahas
khusus culture, culture care, diversity, universality, worldview, ethnohistory. Tujuan
penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan pohon keilmuan
yang humanis, sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan yang spesifik dan

30
universal . Dalam teori ini terdapat beberapa kelebihan dan juga kekurangan yang perlu
diperbaiki dan dipertahankan. Selain itu teori ini juga dapat diterapkan dalam berbagai
bidang/aspek diantaranya bidang riset, edukasi, kolaborasi, pemberi perawatan,
manajemen, dan sehat sakit. (Royal College Nursing, 2006).
Dalam bidang riset, teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan metode
penelitian dalam berbagai budaya, dimana hasil penemuan ini berguna bagi masyarakat
dan para staf profesional untuk mengembangkan teori transcultural nursing. Dalam bidang
edukasi, Leininger mengembangkan Transcultural Nursingdi bidang kursus dan di sebuah
program sekolah perawat. Teori Leininger memberikan pengaruh yang sangat besar dalam
proses pembelajaran keperawatan yang ada di dunia karena teori ini sangat penting guna
menciptakan perawatan profesional yang peka budaya. (Royal College Nursing, 2006).
Dalam bidang kolaborasi, teori Leininger ini diterapkan di lingkungan pelayanan
kesehatan ketika melakukan kolaborasi dengan klien, ataupun dengan staf kesehatan yang
lainnya. Dalam pemberian perawatan, perawat diharuskan memahami konsep teori
Transcultural Nursing untuk menghindari terjadinya cultural shock atau culture imposition
saat pemberian asuhan keperawatan. (Leininger, 1985).

Dalam bidang manajemen teori Transcultural Nursing bisa diaplikasikan saat


pemberian pelayanan menggunakan bahasa daerah yang digunakan oleh pasien. Hal ini
memungkinkan pasien merasa lebih nyaman, dan lebih dekat dengan pemberi pelayanan
kesehatan.Dalam aspek sehat dan sakit, Leininger menjelaskan hal tersebut sebagai suatu
hal yang sangat bergantung, dan ditentukan oleh budaya, karena budaya akan
mempengaruhi seseorang mengapresiasi keadaan sakit yang dideritanya. (Leininger,
1985).

3.2 Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Apabila ada kritik dan saran yang sifatnya membangun, maka
sampaikanlah kepada kami. Apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat
kesalahan kami selaku penyusun mohon maaf dan semoga pembaca dapat
memakluminya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Nikmatur Rohmah dan Saiful Walid, Proses Keperawatan, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media ,


2016.

Leininger, Madeleine (2002). Transcultural nursing: concepts, theories, research and


practice. New York: McGraw-Hill.

32
Johnson, Betty M & Pamela B. Webber. 2005. Theory and Reasoning in Nursing. Virginia:
Wolters Kluwer

Sagar, Priscilla Limbo. 2014.Transculural Nursing Education Strategies. United States:


Spinger Publishing Company.

George, J.B. 1995. Nursing Theories. 4th ed. New Jersey: Prentice Hall.

Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed,
Philadelphia, JB Lippincot Company

Alimul Hidayat, A. Azis. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.  Jakarta : Salemba


Medika

Aplikasi Teori Transcultural Nursing dalam Proses Keperawatan oleh Rahayu Iskandar, Ners,
M.Kep. Diperoleh, 19 Februari 2015, dari,
https://www.academia.edu/5611692/Aplikasi_Leininger .

Efendi, Ferry & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Diakses, 23 Februari 2015, dari
https://books.google.co.id/books?
id=LKpz4vwQyT8C&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false.

Janes, Sharyn & Karen Saucier Lundy. 2009. Community Health Nursing-Caring for the
Public’s Health-Third Edition. United States: Jones & Barklett Learning. Diakses, 23
Februari 2015, dari https://books.google.co.id/books?
id=OYAmBgAAQBAJ&pg=PA286&dq=sunrise+model&hl=id&sa=X&ei=nMbqVIHPK4e
LuATx1oKwCw&redir_esc=y#v=onepage&q=sunrise%20model&f=false

https://www.academia.edu/5611692/Aplikasi_Leininger

33

Anda mungkin juga menyukai