Anda di halaman 1dari 10

Artikel Riset Jurnal Apoteker....

(Rr
Pengaruh Keberadaan KefarmasianShinta
Indonesia
LH, dkk )
DOI :10.22435/jki.v7i1.5018.67-76 Vol.7 No.1-Februari 2017:67-76
p-ISSN: 2085-675X
e-ISSN: 2354-8770

Pengaruh Keberadaan Apoteker terhadap Mutu Pelayanan Kefarmasian


di Puskesmas Wilayah Kabupaten Banyumas
The Effect of Pharmacist’s Presence on Pharmacy Services Quality
in Community Health Centers of Banyumas District

Rr. Shinta Lian Hanggara*, Nabial Chiekal Gibran, Anjar Mahardian Kusuma,
Githa Fungie Galistiani

Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia


*E mail : shintalianhanggara@gmail.com

Diterima: 10 Juni 2016 Direvisi: 9 Januari 2017 Disetujui: 28 Februari 2017

Abstrak
Semakin kompleksnya pelayanan kesehatan khususnya di bidang kefarmasian, menuntut apoteker untuk
memberikan orientasinya kepada pasien.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ketersediaan, kelengkapan
prosedur tetap pelayanan kefarmasian serta mengukur pengaruh keberadaan apoteker terhadap ketersediaan
prosedur tetap pelayanan kefarmasian dan mutu pelayanan berdasarkan daftar tilik pelayanan kefarmasian di
Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas. Metode penelitian yang digunakan merupakan observasional
analitik kategorik melalui pendekatan cross sectional. Cara pengumpulan data terbagi menjadi 2 periode,
melalui observasi dan wawancara terstruktur terhadap penanggung jawab unit pelayanan farmasi mengenai
kegiatan kefarmasian. Hasil penelitian pada periode I menunjukkan sebanyak 24 (63,16%) Puskesmas di
wilayah Kabupaten Banyumas tersedia prosedur tetap pelayanan kefarmasian, sedangkan 14 (36,84%)
Puskesmas belum tersedia prosedur tetap pelayanan. Pengambilan data pada periode II, dari 39 Puskesmas
terdapat 33 (84,61 %) Puskesmas yang memiliki apoteker, 2 (6,06%) Puskesmas dikategorikan bermutu sedang
dan 31 (93,94%) dikategorikan bermutu kurang. Dari 6 (15,38%) Puskesmas yang tidak memiliki apoteker
dikategorikan bermutu kurang. Pengaruh keberadaan apoteker terhadap ketersediaan prosedur tetap pelayanan
kefarmasian memiliki p value 0,363 (p>0,05) dan daftar tilik pelayanan kefarmasian dengan p value 1,00
(p>0,05) di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas. Kesimpulan pelayanan kefarmasian di Kabupaten
Banyumas belum berjalan maksimal. Keberadaan apoteker belum meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas
wilayah Kabupaten Banyumas.
Kata kunci: Evaluasi; Pelayanan kefarmasian; Prosedur tetap; Kabupaten Banyumas

Abstract
Due to complexity enhancement of health care services, pharmacists are required to provide their orientation
to the patient.The objective of the study are to evaluate the pharmaceutical standard prosedures and
measuring the effect of the pharmacist’s presence on the pharmacy services quality in the Community Health
Centers (CHCs) of Banyumas districts. The study is an observational analytic categorical through cross
sectional approach with colleting data technique is divided into two periods, through observation and
structured interviews to the person in charge of pharmaceutical care unit. Based on the analysis, from 38
CHCs it’s found out that 24 (63,16%) CHCs have the pharmaceutical standard procedures and 14 (36,84%)
CHCs doesn’t have it. However, of the 39 CHCs, there are 33 (84,61) CHCs that have pharmacist, 2 (6,06%)
CHCs were categorized in a moderate quality and 31 (93,94%) of them categorized as having less quality.
While the six (15,38%) CHCs that doesn’t have a qualified pharmacist categorized as having less quality.
There are the presence of pharmacists towards the availability ofthe pharmaceutical standard prosedures,
have p value of 0.363 (p>0.05) and the pharmaceutical services checklist with p value of 1.00 (p>0.05)at
CHCs of Banyumas districts. Conclusionis pharmaceutical services in Banyumas district aren’t running
optimally because presence of pharmacists hasn’t improve the quality.
Keywords: Evaluation; Pharmaceutical services; Standard prosedures; Banyumas distric

67
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;7(1):67-76

PENDAHULUAN
Upaya pelayanan kesehatan khususnya keseluruhan hanya sejumlah 1.539 orang.4
di bidang kefarmasian semakin kompleks, Di Kabupaten Banyumas, total 39
sehingga menuntut apoteker untuk Puskesmas, hanya 18 Puskesmas yang
memberikan orientasinya kepada pasien.1 memiliki apoteker, sisanya hanya memiliki
Penelitian mengenai evaluasi pelayanan tenaga teknis kefarmasian (sarjana farmasi,
kefarmasian di Puskesmas Kabupaten D3 farmasi, atau asisten apoteker) bahkan
Bombana, Sulawesi Tenggara, menyatakan terdapat Puskesmas yang sama sekali tidak
bahwa kepuasan pasien untuk kategori memiliki keduanya.5
Puskesmas dengan apoteker dan tenaga Masih sedikitnya penelitian mengenai
teknis kefarmasian adalah puas, sementara mutu pelayanan kefarmasian di
Puskesmas tanpa tenaga apoteker maupun Puskesmas, pentingnya meningkatkan
teknis kefarmasian adalah cukup puas.2 mutu pelayanan kefarmasian untuk
Hasil tersebut sebanding dengan penelitian meningkatkan kualitas hasil pengobatan
yang menyatakan bahwa di Kabupaten pasien, dan masih adanya Puskesmas yang
Banyumas, tingkat kepuasan pasien untuk belum memiliki apoteker, serta belum
pelayanan lebih tinggi pada Puskesmas dilakukan penelitian mengenai hal tersebut
yang memiliki apoteker dibandingkan di Kabupaten Banyumas, mengingat
dengan Puskesmas tanpa apoteker.3 bahwa mutu yang lebih tinggi
Kinerja pelayanan kefarmasian di memungkinkan pemberian pelayanan yang
Kabupaten Bombana, skor tertinggi efektif kepada pasien. Berdasarkan uraian
dengan kategori sedang pada Puskesmas tersebut, dalam penelitian ini mutu
Rarowatu, sementara skor terendah pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Puskesmas Lombakasih dikategorikan wilayah Kabupaten Banyumas dilihat dari
kinerja pelayanan kefarmasiannya kurang.2 ketersediaan prosedur tetap pelayanan
Hanya 10% Puskesmas yang memiliki kefarmasian dan daftar tilik pelayanan
apoteker, ini menunjukkan bahwa instansi kefarmasian. Secara umum permasalahan
seperti Puskesmas masih belum memenuhi yang dapat dirumuskan pada penelitian ini
standar pelayanan kefarmasian yang telah sebagai berikut (a) apakah prosedur tetap
ditetapkan. pelayanan kefarmasian sudah tersedia di
Mutu yang lebih tinggi memungkinkan tiap Puskesmas, (b) bagaimana mutu
untuk mengurangi tingkat kesalahan, pelayanan kefarmasian di Puskesmas
mengurangi ketidakpuasan pelanggan, wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan
mengurangi keharusan memeriksa dan daftar tilik pelayanan kefarmasian, (c)
menguji, meningkatkan hasil kapasitas, apakah terdapat pengaruh keberadaan
memberikan dampak utama pada biaya, apoteker terhadap ketersediaan prosedur
dan biasanya mutu lebih tinggi biaya lebih tetap pelayanan kefarmasian dan mutu
sedikit, sehingga Puskesmas diharapkan pelayanan kefarmasian berdasarkan daftar
dapat meningkatkan mutu pelayanannya tilik pelayanan kefarmasian di Puskesmas
guna tercapainya tujuan tersebut. Dalam wilayah Kabupaten Banyumas.
mengukur mutu pelayanan kefarmasian,
tidak hanya dilihat dari tingkat kepuasan METODE
pasien, dimensi waktu, dan prosedur tetap Penelitian dilakukan selama 1 tahun,
pelayanan kefarmasian saja, melainkan dengan pengambilan data dibagi menjadi 2
juga daftar tilik pelayanan kefarmasian.1 periode. Periode I (pengambilan data
Dari jumlah total 9.655 Puskesmas di ketersediaan dan kelengkapan prosedur
Indonesia, 3.317 tergolong Puskesmas tetap) pada bulan Maret sampai dengan
rawat inap, dan sisanya sebanyak 6.338 bulan Juni 2015, sedangkan periode II
tergolong Puskesmas non rawat inap (pengambilan data daftar tilik pelayanan
dengan total apoteker di Puskesmas

68
Pengaruh Keberadaan Apoteker....(Rr Shinta LH, dkk )

kefarmasian) pada bulan Februari sampai Kesehatan No. 30 Tahun 2014. Data yang
dengan bulan Maret 2016 di seluruh terkumpul selanjutnya dimasukkan dalam
Puskesmas di Kabupaten Banyumas. perangkat lunak pengolahan data kemudian
Populasi merupakan keseluruhan data dianalisis dengan dilakukan uji
subjek penelitian atau subjek yang akan kenormalan menggunakan normality test,
diteliti. Populasi dalam penelitian ini analisis univariat dilakukan untuk
adalah penanggung jawab unit pelayanan mendeskripsikan responden dan analisis
farmasi di 39 Puskesmas di wilayah bivariat dilakukan terhadap dua variabel
Kabupaten Banyumas. yang diduga berhubungan atau yang
Sampel merupakan bagian dari objek berkorelasi.
yang diteliti dan dianggap mewakili
keseluruhan populasi.6 Teknik pengam- HASIL DAN PEMBAHASAN
bilan sampel pada penelitian ini adalah
Responden penelitian
Total Sampling. Kriteria inklusi pada
Penelitian ini terbagi dalam 2 periode.
penelitian ini adalah seluruh Puskesmas di Pengambilan data pada periode I mengenai
Kabupaten Banyumas yang bersedia prosedur tetap dengan jumlah 39
dijadikan bahan penelitian. Kriteria Puskesmas (1 Puskesmas tidak termasuk
eklusinya adalah penanggung jawab dalam kriteria inklusi), sedangkan periode
pelayanan kefarmasian sedang menjalan- II dilakukan pengambilan data mengenai
kan cuti dan tidak adanya dokumen karena mutu pelayanan kefarmasian berdasarkan
sedang dalam proses pembenahan atau daftar tilik pelayanan kefarmasian di
hilang karena kejadian tidak terduga. Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas.
Cara pengumpulan data melalui Dari 39 Puskesmas, 33 Puskesmas
observasi dan wawancara terstruktur memiliki apoteker dan 6 Puskesmas tidak
terhadap penanggung jawab unit pelayanan memiliki apoteker.
farmasi berdasarkan Peraturan Menteri
Tabel 1. Karakteristik responden
K Karakteristik Responden
Apoteker
Non apoteker (f=6)
(f=33)
Asisten apoteker (f=5) Bidan (f=1)
n (%) n (%) n (%)
Umur
< 28 tahun 15 (38,46) 3 (7,69) 0
≥ 28 tahun 18 (46,16) 2 (5,13) 1 (2,56)
Status
PNS 7 (17,95) 2 (5,13) 1 (2,56)
Kontrak 26 (66,66) 3 (7,69) 0
Jenis Kelamin
Perempuan 22 (56,41) 5 (12,82) 1 (2,56)
Laki-laki 11 (28,21) 0 0
Masa Kerja
< 1 tahun 15 (38,46) 0 0
≥ 1 tahun 18 (46,16) 5 (12,82) 1 (2,56)
Ada tidaknya
SIPA/SIKTTK
Ada 21 (53,85) 5 (12,82) 0
Tidak 12 (30,77) 0 1 (2,56)

69
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;7(1):67-76

Tabel 2. Jumlah puskesmas yang memiliki prosedur tetap pelayanan


kefarmasian (n=38)
Prosedur tetap/SOP Jumlah Prosentase
Tersedia 24 63%
Tidak tersedia 14 45%

Tabel 3. Persentase kelengkapan prosedur tetap pelayanan kefarmasian


Prosedur tetap Lengkap (n = 24) Persentase
Penerimaan Resep 13 54%
Peracikan Obat 2 8,3%
Penyerahan Obat 4 16,6%
Pelayanan Informasi Obat 1 4,1%
Penanganan Obat Rusak dan
Kadaluarsa 16 66,6%
Pencatatan dan Penyimpanan Resep 1 4,1%
Pemusnahan Resep 0 0%

Karakteristik responden Tabel 2 menunjukkan bahwa belum


Responden dalam penelitian ini adalah sepenuhnya Puskesmas di wilayah
penanggung jawab unit pelayanan Kabupaten Banyumas menyediakan
kefarmasian. Dari 39 Puskesmas di prosedur tetap pelayanan kefarmasian.
Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas Prosedur tetap merupakan pedoman yang
terdapat 33 Puskesmas yang memiliki dapat memberi acuan bagi pola kerja yang
apoteker dan 6 Puskesmas yang tidak terarah dan pada penelitia tenaga akan
memiliki apoteker (5 Puskesmas pelayanan berperan penting sehingga pelatihan akan
kefarmasian dilakukan oleh asisten terarah dan petugas perlu mencoba, agar
apoteker dan 1 Puskesmas oleh bidan). pada saatnya sudah mahir.7 Ada 14 unit
Karakteristik penanggung jawab unit Puskesmas yang belum menyediakan
pelayanan dapat dilihat pada tabel 1. prosedur tetap penyebabnya antara lain
yakni penanggung jawab unit pelayanan
Ketersediaan prosedur tetap pelayanan kefarmasian bukan seorang apoteker, dan
kefarmasian Puskesmas wilayah kabupaten Banyumas
Pada penelitian periode I ini mengenai masih dalam tahap akreditasi sehingga,
prosedur tetap, total Puskesmas adalah 39 diadakan pembaharuan prosedur tetap yang
Puskesmas, namun terdapat 1 Puskesmas mengakibatkan prosedur tetap pelayanan
yang tidak masuk dalam inklusi sehingga menjadi tidak tersedia.
hanya 38 Puskesmas. Dalam Permenkes
tentang standar pelayanan kefarmasian di Kelengkapan prosedur tetap pelayanan
Puskesmas No. 30 tahun 2014 pasal 1 ayat kefarmasian
2 telah ditetapkan bahwa standar Dari total 24 Puskesmas di Kabupaten
pelayanan kefarmasian merupakan tolak Banyumas yang menyediakan prosedur
ukur yang dipergunakan sebagai pedoman tetap, menunjukkan bahwa tidak ada
bagi tenaga kefarmasian dalam rangka satupun unit Puskesmas di Banyumas yang
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, memiliki protap pelayanan kefarmasian
dalam hal ini standar pelayanan lengkap sesuai dengan Peraturan Menteri
kefarmasian adalah prosedur tetap Kesehatan No. 30 Tahun 2014 (Tabel 3).
pelayanan. Berikut hasil data ketersedian Penyebabnya ialah penanggung jawab unit
prosedur tetap pelayanan kefarmasian di pelayanan bukan seorang apoteker dan
tiap unit Puskesmas Kabupaten Banyumas. acuan yang digunakan untuk protap
pelayanan kefarmasian bukan dari buku

70
Pengaruh Keberadaan Apoteker....(Rr Shinta LH, dkk )

Pedoman Pelayanan Kefarmasian di disiplin kejuruan yang dimiliki, dapat


Puskesmas 2006. Pentingnya kelengkapan diketahui melalui latar belakang
prosedur tetap ini akan mempengaruhi pendidikan dan pelatihan.8, 9
mutu pelayanan kesehatan. Dilihat pada skor penilaian penunjang
pelayanan (tabel 4), dari 39 Puskesmas
Kinerja pelayanan kefarmasian hanya 5,1% Puskesmas yang mendapatkan
Pengukuran ini menggunakan skor maksimal 20. Hal ini dapat
instrumen Depkes RI 2006 (lampiran 3), disebabkan kondisi sarana dan prasarana
yang meliputi penanggung jawab kamar yang belum sesuai. Menurut Pedoman
obat, penunjang pelayanan, pelayanan, dan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang
mutu pelayanan. Penilaian kinerja dikeluarkan oleh Binfar (2006), dalam
pelayanan kefarmasian dilakukan pada upaya mendukung operasional pelayanan
periode II dengan total responden 39 kefarmasian diperlukan sarana dan
Puskesmas. prasarana yang memadai untuk
Transkrip wawancara dan observasi meningkatkan kualitas pelayanan terhadap
digunakan sebagai acuan dalam pengisian pasien. Namun, pada kenyataannya kondisi
instrumen daftar tilik pelayanan sarana dan prasarana yang disediakan
kefarmasian dilakukan. Hasil pengamatan masih belum sesuai dengan apa yang
dapat terlihat pada Tabel 4. Berdasarkan terdapat di pedoman tersebut, kurangnya
hasil observasi dan tinjauan dokumen informasi tambahan (poster, spanduk,
sumber daya dalam melakukan pelayanan leaflet, dll) tentang obat, masih banyak
kefarmasian di Puskesmas wilayah Puskesmas yang belum memiliki ruang
Kabupaten Banyumas dilakukan oleh tunggu pendaftaran yang cukup, masih
tenaga apoteker, tenaga teknis terdapat Puskesmas yang tidak memiliki
kefarmasian, maupun tenaga kesehatan sumber informasi obat (ISO, MIMS, dan
lain (perawat, gizi, dan bidan) sehingga lain-lain), serta tidak tersedianya ruang
kinerja pelayanan kefarmasian di penyimpanan obat yang sesuai dengan
Puskesmas berbeda-beda (tabel 4). Dari 39 persyaratan sehingga pelayanan menjadi
Puskesmas skor penilaian terhadap kurang maksimal. Dalam menjalankan
penanggung jawab kamar obat, yang roda administrasi tentu memerlukan sarana
mendapatkan skor maksimal 2 (tabel 4) dan prasarana tertentu karena hal ini
dengan presentase 48,7% berjumlah 19 merupakan suatu keharusan serta sarana
Puskesmas. Sedangkan Puskesmas yang dan prasarana termasuk dalam salah satu
mendapatkan skor 0 sebanyak 28,2% faktor yang mempengaruhi produk-
dengan jumlah 11 Puskesmas, penanggung tivitas.10, 11
jawab kamar obat di Puskesmas Pada tabel 4, skor maksimal pelayanan
dilimpahkan kepada tenaga yang tidak adalah 56, tetapi hanya 5,1% Puskesmas
kompeten di bidang kefarmasian (perawat yang mendapatkan skor tertinggi sebesar
dan bidan) yang berstatus PNS walaupun 38. Hampir seluruh Puskesmas tidak
Puskesmas tersebut sudah memiliki melakukan pemeriksaan keabsahan resep
apoteker atau tenaga teknis kefarmasian dengan tidak membubuhkan tanda tangan
(kontrak). Menurut PP No. 51 Tahun 2009, pemeriksa di bagian belakang resep. Dari
setiap fasilitas kesehatan yang mengadakan hasil wawancara, pertimbangan klinik
penyaluran sediaan farmasi berupa obat yang dilakukan juga belum sempurna,
harus memiliki apoteker sebagai hampir sebagian besar Puskesmas hanya
penanggung jawab. Dalam penempatan mempertimbangkan dari aspek medikasi
pegawai hendaknya memperhatikan azaz rangkap, sedangkan aspek yang lain belum
penempatan orang-orang yang tepat dan dipertimbangkan. Begitu juga pada saat
penempatan orang yang tepat ini untuk penyerahan obat, yang ditekankan hanya
jabatan yang tepat disertai dengan arahan pemberian informasi mengenai frekuensi

71
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;7(1):67-76

Tabel 4. Skor nilai kegiatan kefarmasian di puskesmas wilayah


Kabupaten Banyumas tahun 2016
Penanggung Jawab Unit Skor
Pelayanan Kefarmasian Kegiatan Kefarmasian
No. Puskesmas Kategori
Non
Apoteker A B C D
Apoteker
1 √ 1 12 29,5 12 *
2 √ 2 16 36 8 *
3 √ 2 12 26 6 *
4 √ 2 12 28 8 *
5 √ 1 12 33 8 *
6 √ 1 10 14 6 *
7 √ 2 18 28 14 *
8 √ 2 18 26 14 *
9 √ 2 16 28 10 *
10 √ 2 12 30 10 *
11 √ 0 14 18 10 *
12 √ 1 20 24 14 *
13 √ 0 14 30 4 *
14 √ 2 14 32 8 *
15 √ 2 12 28 14 *
16 √ 1 12 16 12 *
17 √ 1 18 26 14 *
18 √ 1 12 32 12 *
19 √ 0 14 30 8 *
20 √ 2 16 38 4 *
21 √ 0 12 32 8 *
22 √ 1 16 32,5 10 *
23 √ 0 12 32 10 *
24 √ 2 10 32 10 *
25 √ 0 16 32 8 *
26 √ 2 10 26 10 *
27 √ 0 12 14,5 12 *
28 √ 2 12 28 10 *
29 √ 2 16 36 10 *
30 √ 2 8 34 8 *
31 √ 0 16 32 12 *
32 √ 2 18 38 12 **
33 √ 1 14 26,5 12 *
34 √ 2 14 30 12 *
35 √ 0 12 16 6 *
36 √ 2 20 32 12 **
37 √ 2 12 34 10 *
38 √ 0 10 4 12 *
39 √ 0 12 15 12 *
Keterangan (tabel 4) : A. Penanggung jawab kamar obat (Skor max = 2) *Kurang
B. Penunjang Pelayanan (Skor max = 20) **Sedang
C. Pelayanan (Skor max = 56)
D. Mutu Pelayanan (Skor max = 28)

72
Pengaruh Keberadaan Apoteker....(Rr Shinta LH, dkk )

pemakaian obat, lama pengobatan, dan cara Pengaruh keberadaan apoteker


pemakaian. Selanjutnya, saat ini di hampir terhadap ketersediaan prosedur tetap
seluruh Puskesmas belum melakukan Dari hasil yang dituangkan pada Tabel
konseling dan pelayanan home care yang 5 menjelaskan bahwa antara Puskemas
terdokumentasi, terdapat 1 Puskesmas yang dengan apoteker dan non apoteker sebagai
sudah menjalankan home care. Namun, penanggung jawab unit pelayanan
beberapa tahun belakangan ini kegiatan kefarmasian dalam hal prosedur tetap
tersebut tidak dilanjutkan, dikarenakan pelayanan kefarmasian tidak terdapat
semua kegiatan pelayanan kefarmasian, perbedaan, dengan perkataan lain
mulai dari perencanaan obat hingga keberadaan apoteker belum dapat
pelayanan penyerahan obat hanya meningkatkan mutu pelayanan. Faktor-
dilakukan seorang tenaga kefarmasian. faktor yang menjadi penyebab hal ini
Padahal pelaksanaan konseling dalam mungkin antara lain masa kerja apoteker
home care berpengaruh terhadap yang terbilang masih baru. Dari 38
peningkatan kepatuhan pasien dalam Puskesmas yang bersedia menjadi
penggunaan obat. Hal ini terlihat dari responden pada pengambilan data periode
peningkatan rata-rata skor kepatuhan I, terdapat 23 Puskesmas yang memiliki
pasien yaitu sebesar 0,5 + 0,15 serta apoteker, 18 Puskesmas di antaranya
terdapat perbedaan yang bermakna antara terbilang baru dalam melakukan pelayanan
kepatuhan pasien dalam penggunaan obat kefarmasian di Puskesmas yang ada. Masa
sebelum dan setelah konseling dalam home kerja ternyata konsisten berhubungan
care.12 secara negatif dengan keluar masuknya
Skor mutu pelayanan (Tabel 4) karyawan dan kemangkiran, namun
memiliki skor maksimal adalah 28 tetapi memiliki hubungan yang positif terhadap
hanya sebesar 10,1% Puskesmas yang produktivitas kerja, dan masa kerja ini bisa
mendapatkan skor tertinggi dengan skor mempengaruhi penanggung jawab
14. Berdasarkan hasil observasi dan pelayanan kefarmasian dalam produk-
wawancara yang dilakukan, masih tivitasnya, sehingga dalam menyediakan
ditemukan Puskesmas yang tidak memiliki prosedur tetap belum optimal.13 Sedangkan
protap tertulis yang digunakan sebagai 15 Puskesmas lainnya yang menjadi
standar pelayanan kefarmasian. Dari penanggungjawab pelayanan di unit
pengkajian hasil penelitian ini terdapat 9 pelayanan bukan seorang apoteker,
Puskesmas tidak memiliki prosedur tetap kurangnya tenaga kefarmasian ini menjadi
pelayanan kefarmasian, dan 30 Puskesmas faktor utama penyebab tidak tersedianya
lainnya dianggap belum mampu prosedur tetap yang lengkap, karena
menerapkan pelayanan sesuai dengan umumnya kekurangan informasi terhadap
ketentuan. prosedur tetap pelayanan bahkan tidak tahu
menahu tentang prosedur tetap pelayanan
kefarmasian yang semestinya dijalankan di
Puskesmas.

Tabel 5. Pengaruh keberadaan apoteker terhadap ketersediaan prosedur tetap


Protap
PenanggungJawab Tersedia Tidak tersedia P value)*

Apoteker 13 10 0,363
Non Apoteker 11 4

73
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;7(1):67-76

Pengaruh keberadaan apoteker melayani pengambilan obat sehingga dapat


terhadap mutu pelayanan kefarmasian meminimalisir waktu tunggu pasien.
berdasarkan daftar tilik pelayanan Di sisi lain, kepemimpinan seorang
kefarmasian kepala Puskesmas ikut menentukan
Hasil penilaian kinerja pelayanan kualitas pelayanan kefarmasian.
kefarmasian di Puskesmas (Tabel 6) yang Kepemimpinan adalah perilaku dan strategi
dilakukan pada periode II baik Puskesmas sebagai hasil kombinasi dari falsafah,
yang memiliki apoteker dan Puskesmas keterampilan, sifat, dan sikap yang sering
yang tidak memiliki apoteker, sama-sama diterapkan seorang pemimpin ketika ia
melakukan pelayanan kefarmasian. mencoba mempengaruhi kinerja dari
Namun, pada analisis lebih lanjut bawahannya.16 Apabila pimpinan suatu
menggunakan Fisher’s Test dengan taraf instansi/institusi mampu memotivasi kerja
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa karyawannya, kerja karyawan akan tinggi
keberadaan apoteker belum mampu dan berpengaruh baik terhadap hasil
meningkatkan mutu pelayanan (p>0,05; kerjanya. Peraturan Pemerintah No. 51
Tabel 6). Tahun 2009 seharusnya menjadikan profesi
Tabel 6 menunjukkan bahwa apoteker mendapatkan pekerjaan yang
penanggung jawab unit pelayanan cukup dihargai dan cukup penting
kefarmasian yang bekerja melebihi 1 tahun kaitannya dalam hal pembangunan
lebih dominan, itu artinya lama atau masa kesehatan di masyarakat. Pelaksanaan
kerja tidak begitu berpengaruh terhadap standar pelayanan kefarmasian tentu tidak
mutu pelayanan. Hal ini disebabkan oleh dilihat hanya dari pelaku apoteker saja,
kegiatan berulang terus menerus pada suatu banyak pihak yang cukup berpengaruh
fase akan menimbulkan kejenuhan pegawai besar juga dalam pelaksanaannya.
di samping belum terlaksananya pengem- Peraturan Bupati Kabupaten Banyumas
bangan skill (pelatihan) mengenai kegiatan No. 89 Tahun 2014 tentang Tata Kelola
kefarmasian yang menjadikan semangat Badan Layanan Umum Daerah Unit
dalam memberikan kinerja yang baik. Pelaksana Teknis Pusat Kesehatan
Lama kerja yang tidak didukung dengan Masyarakat Kabupaten Banyumas
pengembangan staf yang baik akan seharusnya ditindaklanjuti dengan
menurunkan kualitas pekerjaannya.14 perekrutan tenaga-tenaga farmasi non-PNS
Namun semakin lama seseorang bekerja yang profesional. Hal ini semestinya diatur
maka semakin tinggi pula produktivitasnya dalam tata cara perekrutan melalui seleksi
karena tambah pengalaman dan berupa uji psikotes, uji performa (tes
keterampilan dalam menyelesaikan tugas kesehatan), dan tes wawancara seorang
yang dipercayakan kepadanya.15 Masa apoteker sebagai calon pegawai
kerja yang semakin lama akan Puskesmas.
menyebabkan semakin cepat dalam

Tabel 6. Pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian


berdasarkan daftar tilikpelayanan kefarmasian
Kategori Pelayanan
Sedang Kurang
P value)*
n (%) n (%)
Responden
Apoteker 2 (5,13) 31 (79,49) 1,000
Non Apoteker 0 (0) 6 (15,38)

74
Pengaruh Keberadaan Apoteker....(Rr Shinta LH, dkk )

Di Kabupaten Banyumas, dari 33 KESIMPULAN


Puskesmas yang memiliki apoteker, Pada periode I mengenai protap
terdapat 12 Puskesmas yang apotekernya terdapat 24 Puskesmas (63%) dari 38
tidak memiliki SIPA. Sedangkan 6 Puskesmas di wilayah Kabupaten
Puskesmas yang tidak memiliki apoteker, Banyumas sudah tersedia prosedur tetap
hanya 1 yang tidak memilki SIKTTK pelayanan kefarmasian sedangkan 14
karena yang melakukan pelayanan adalah Puskesmas (45%) belum tersedia prosedur
seorang bidan. tetap pelayanan. Sedangkan pada periode
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa II mengenai kinerja pelayanan, dari 39
masih terdapat apoteker yang tidak Puskesmas di Kabupaten Banyumas
mempunyai SIPA, padahal dalam terdapat 6 Puskesmas (15,38%) yang tidak
Peraturan Menteri Kesehatan No. memiliki apoteker dikategorikan kinerja
889/Menkes/PER/V/2011 tentang regis- pelayanannya kurang, sedangkan 33
trasi, ijin praktik, dan ijin kerja tenaga
Puskesmas (84,62%) yang memiliki
kefarmasian menyebutkan bahwa SIPA apoteker, 2 Puskesmas (6,06%)
merupakan surat ijin yang diberikan dikategorikan kinerja pelayanan sedang,
kepada Apoteker untuk dapat dan 31 Puskesmas lainnya (93,94%)
melaksanakan praktik kefarmasian pada dikategorikan kinerja pelayanannya
fasilitas pelayanan kefarmasian. Seorang kurang. Hasil uji statistik menunjukkan
apoteker hanya dapat melakukan bahwa keberadaan apoteker belum
pelayanan kefarmasian ketika ijin tersebut meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas
sudah didapatkan. Namun, pada berdasarkan ketersediaan prosedur tetap
kenyataannya masih terdapat Puskesmas dan daftar tilik pelayanan kefarmasian di
yang apotekernya tidak memiliki SIPA Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas
walaupun masih berstatus tenaga kontrak. sehingga disarankan dalam mengadakan
Pasal 21 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. perekrutan tenaga kefarmasian (tenaga
51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan profesional non-PNS) sebaiknya harus
Kefarmasian menyebutkan bahwa hanya melalui serangkaian seleksi berupa uji
dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat psikotes, uji performa (tes kesehatan), dan
apoteker, menteri dapat menempatkan tes wawancara. Selain itu, perlu adanya
TTK yang telah memiliki SIKTTK pada pembinaan dan pelatihan oleh dinas
sarana pelayanan kesehatan dasar yang kesehatan kabupaten bekerja sama dengan
diberi wewenang untuk meracik dan IAI untuk apoteker yang bekerja di
menyerahkan obat kepada pasien. Puskesmas.
Pelatihan-pelatihan yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
UCAPAN TERIMA KASIH
Banyumas merupakan suatu upaya
peningkatan kinerja melalui pemberdayaan Penulis mengucapkan terima kasih
petugas kesehatan. Sejauh ini dinas kepada Fakultas Farmasi Universitas
kesehatan hanya memberikan pelatihan Muhammadiyah Purwokerto, Kepala Dinas
terkait pelaporan obat atau resep pasien Kesehatan Kabupaten Banyumas yang
menggunakan sistem komputer, sedangkan telah memberikan izin penelitian, seluruh
pelatihan PIO masih sulit diterapkan kepala Puskesmas di wilayah Kabupaten
dikarenakan kebutuhan pasien berbeda- Banyumas dan responden penelitian di
beda. Pelatihan tersebut tidak hanya seluruh Puskesmas di wilayah Kabupaten
menambah pengetahuan seseorang, tetapi Banyumas.
juga dapat meningkatkan keterampilan
sehingga mengakibatkan peningkatan
produktivitas.17

75
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;7(1):67-76

DAFTAR RUJUKAN dengan komplikasi hipertensi. Jurnal


Farmasi Udayana. 2013;2(3).
1. Departemen Kesehatan Republik 13. Robbins SP. Psikologi organisasi Edisi
Indonesia. Pedoman pelayanan ke-10 (terjemahan). Jakarta: Prenhallindo;
kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: 2007.
Departemen Kesehatan RI; 2006. 14. Weiss SA, Tappen RM. Essentials of
2. Saleh A. Evaluasi pelayanan kefarmasian
nursing leadership and management Ed.
di Puskesmas Kabupaten Bombana 3rd, Philadephia: Davis Company; 2004.
Sulawesi Tenggara [Thesis]. Yogyakarta : 15. Siagian SP. Manajemen sumber daya
Universitas Gadjah Mada; 2009.
manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara; 2008.
3. Komalasari A. E. Pengaruh keberadaan
16. Tampubolon BD. Analisis faktor gaya
apoteker terhadap tingkat kepuasan pasien kepemimpinan dan faktor etos kerja
dalam pelayanan informasi obat di terhadap kinerja pegawai pada organisasi
puskesmas Kabupaten Banyumas yang telah menerapkan SNI 19-9001-
[Skripsi]. Purwokerto : Fakultas Farmasi 2001. Jurnal Standardisasi. 2007;9(3):
Universitas Muhammadiyah Purwokerto; 106-15.
2013. 17. Yuniarsih T. Manajemen sumber daya
4. Pusat Data dan Informasi. Profil
manusia. Bandung: Alfabeta; 2009.
Kesehatan tahun 2017. Jakarta: 18. Departemen Kesehatan Republik
Kementerian Kesehatan; 2013.
Indonesia. Pedoman pelayanan
5. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.
kefarmasian di Puskesmas. Jakarta:
Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas
Departemen Kesehatan RI; 2008.
2014: Banyumas Sehat dan Mandiri.
19. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah
Purwokerto: Dinkes Kab. Banyumas; Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
2014. Kefarmasian. Jakarta: Departemen
6. Notoatmodjo S. Metodelogi penelitian
Kesehatan RI; 2009.
kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta; 2010.
20. Republik Indonesia. Peraturan Menteri
7. Sabarguna BS. Manajemen pelayanan
Kesehatan Nomor 889/Menkes/PER/
rumah sakit berbasis sistem informasi. V/2011 tentang Registrasi, ijin praktik,
Jakarta: Sagung Seto; 2008. dan ijin kerja tenaga kefarmasian. Jakarta:
8. Hasibuan MSP. Manajemen sumber daya
Departemen Kesehatan RI; 2011.
manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara; 2014.
21. Republik Indonesia. Peraturan Menteri
9. Marfinosa. Gambaran beban kerja
Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang
karyawan di sub unit pembelian RS Haji Standar pelayanan kefarmasian di
Jakarta tahun 2003 [Skripsi]. Depok: puskesmas. Jakarta: Kementerian
Program Sarjana Fakultas Kesehatan Kesehatan RI; 2014.
Masyarakat, Universitas Indonesia; 2003.
22. Republik Indonesia. Keputusan Menteri
10. Siagian SP. Teori motivasi dan Kesehatan Rl No. 1027/Menkes/SK/
aplikasinya. Jakarta : PT. Rineka Cipta; IX/2004 tentang Standar pelayanan
2004. kefarmasian di apotek. Jakarta:
11. Adryanto M. Tips and tricks for driving
Departemen Kesehatan RI; 2004.
productivity: Strategi dan teknik 23. Republik Indonesia. Peraturan Bupati
mengelola kinerja untuk meningkatkan
Kabupaten Banyumas No. 89 tahun 2014
produktivitas, Jakarta: Gramedia Pustaka tentang tata kelola badan layanan umum
Utama; 2012. daerah unit pelaksana teknis pusat
12. Suryani NMP, Wirasuta IMAG. Pengaruh
kesehatan masyarakat kabupaten
konseling obat dalam home care terhadap banyumas. Pemerintah Kabupaten
kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 Banyumas; Banyumas: 2014.

76

Anda mungkin juga menyukai