Anda di halaman 1dari 15

No.

Policy Nomor Indeks :


3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 01

1. PENDAHULUAN
a. Sebagai sumber daya alam, tanah mempunyai dua fungsi, yaitu:
• sebagai sumber unsur hara bagi tanaman
• sebagai matriks akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan serta tempat
unsur-unsur hara dan air ditambahkan
b. Kedua fungsi tersebut dapat habis atau hilang akibat tidak adanya konservasi tanah.
c. Hilangnya fungsi pertama dapat diperbaharui dengan pemupukan secara intensif, tetapi
hilangnya fungsi kedua tidak mudah untuk diperbaharui. Karena proses pembentukan
tanah diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun.
d. Manfaat pemupukan tidak akan bisa maksimal, apabila usaha-usaha konservasi tanah
dan air tidak dilakukan secara optimal.
e. Usaha-usaha konservasi tanah dan air, meliputi : pencegahan erosi tanah, peningkatan
bahan organik, menjaga kelembaban tanah dan perbaikan drainase tanah.

2. KEMIRINGAN LERENG DAN JENIS-JENIS SARANA PENCEGAHAN EROSI


a. Pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja antara
faktor-faktor tanah, iklim, topografi, vegetasi, hewan dan manusia.
b. Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh
terhadap besarnya erosi.
c. Unsur lain yang juga mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah
lereng.

2.1. Klasifikasi Kemiringan Lereng

a. Tanah Rata / Flat O


• Sudut kemiringan = 0 34' O
• Slope = <8% (<5 )

b. Tanah Agak Miring (berombakO - bergelombang)


O
/ Gentle Slope
• Sudut kemiringan = 0 34' - 3 26'O O
• Slope = 8 - <14% (5 - <8 )

c. Tanah Miring / Steep Slope O O


• Sudut kemiringan = 4 00' - 28 34'
O O
• Slope = 14 - <25% (8 - <14 )

d. Tanah Sangat Miring / Very Steep


O
SlopeO
• Sudut Kemiringan = 31 00' - 45O 00'
• Slope = >25% (>14 )

2.2. Jenis-jenis Sarana Pencegahan Erosi

a. Mengembangkan vegetasi konservasi (ground vegetation) pada tanah rata.


b. Menanam vegetasi konservasi (akar wangi/Vertiver Grass. dan Flemingia sp.) dan
pembuatan benteng teras (contour bund) serta teras kontur (contour terrace) pada tanah
agak miring dan miring.
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 02

c. Teras bersambung (continous terrace atau contour terrace) pada tanah miring dan
sangat miring.
d. Tapak kuda (individual terrace atau plat form) pada tanah agak miring.
e. Pembuatan parit (drainase) pada tanah-tanah rendahan
f. Membuat parit dan teras konservasi pada areal yang bergelombang mengikuti
kemiringan lereng.

2.3. Teknik Pembuatan Sarana Pencegahan Erosi

2.3.1. Parit konservasi (Conservation pit)

a. Penempatan : pada tanah agak miring.


b. Ukuran : Panjang = 6m
Lebar atas = 0,6m
Lebar bawah = 0,4m
Dalam = 0,6m
Jarak antar parit konservasi = 24 m

c. Tanah galian digunakan untuk benteng di belakang parit dan dipadatkan (Lihat Gambar
3.1a dan 3.1b.).

Gambar 3.1a & 3.1b. Contoh parit konservasi (conservation pit)

d. Pembuatan Benteng Teras :


• Ukur persentase slope rata-rata pada kawasan tersebut.
• Tetapkan suatu titik P, dimana pemancangan dimulai baik untuk arah benteng
secara timbang air (water pass) maupun jarak antara dua benteng teras.
• Pedoman dasar pembuatan benteng teras, terlihat pada Tabel 3.1.
• Setelah pemancangan selesai, maka parit digali dan tanah galian (lapisan + 15 cm
dari permukaan tanah) ditimbun memanjang menurut arah pancang benteng dan
kemudian dibentuk menurut ukuran serta dipadatkan (di”geblek”).
• Jarak antara pinggir kaki benteng teras dengan bibir parit adalah 45 cm ke arah atas
benteng.
• Ukuran parit yang tanahnya menjadi benteng teras tersebut adalah lebar atas = 40
cm, dasar = 35 cm dan dalam 50 cm (lihat Gambar 3.2a dan 3.2b.).
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 03

Tabel 3.1. Pedoman Dasar Pembuatan Benteng Teras

Klasifikasi Sudut Jarak Horizontal Antara


Slope
Kemiringan Miring Dua Benteng

1% 00 34' 50 meter

2% 10 09' 40 meter

Tanah Agak 3% 10 44' 30 meter


Miring 4% 20 18' 25 meter

5% 20 52' 20 meter

6% 30 26' 18 meter

Gambar 3.2a. Penampang melintang benteng teras pada parit konservasi.

Gambar 3.2b. Contoh benteng teras pada parit konservasi

2.3.2. Teras Bersambung (continous terrace atau contour terrace)

a. Penempatan : pada tanah miring dan sangat miring dan + 1.200 meter teras/Ha.
b. Ukuran : panen manual = lebar 2,5 m panen mekanis = lebar 4,8 m
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 04

Pembuatan teras bersambung :


Memancang Teras
• Ukur persentase slope rata-rata.
• Tarik salah satu garis lurus dari salah satu titik pada tempat tertinggi ke arah tempat
yang terendah dengan sudut miringnya (x) sesuai dengan persentase slope-nya.
Sepanjang garis lurus ini dibuat/dipasang tanda-tanda/pancang-pancang dengan
jarak 7.8 m atau 9.0 m (sesuai jarak tanam).
• Bila slope arah Utara-Selatan maka jarak pancang adalah 9 m dan bila slope arah
Timur-Barat, jarak pancang 7.8 m (sesuai jarak tanam).
• Dimulai dari pancang-pancang tanda tersebut, maka pemancangan menurut garis-
garis kontur untuk teras bersambung dapat dilakukan untuk seluruh areal. Sebagai
alat timbang air dapat digunakan dump level atau “angkring” (alat sederhana dari
kayu yang dilengkapi timbangan air) atau selang plastik berisi air.

Pembuatan
• Pembuatan teras bersambung harus selalu dimulai dari tempat yang paling tinggi
(atas) hingga ke tempat yang lebih rendah.
• Letak garis contur untuk teras bersambung harus timbang air (water pass).
• Teras bersambung harus dibuat dengan permukaan yang miring ke dinding teras
dengan sudut miring 10 - 15o dan tepat pada pancang tanaman.
• Lebar teras 4 m, sedangkan teras penghubung antar tanaman lebarnya 1 m (Lihat
Gambar 3.3a dan 3.3b.)

Tahapan Pembuatan
• Permukaan tanah dibersihkan dari humus, tunggul-tunggul dan kayu.
• Tanah galian disusun untuk tanah bagian yang ditimbun, setelah terbentuk diadakan
pengerasan (peng”geblek”an) hingga padat dan tanah timbunan harus membentuk
kemiringan 10-15o ke dinding teras.
• Setelah itu baru dibuat benteng kecil dipinggir teras dengan ukuran lebar 30 cm dan
tinggi 10 cm.

c. Pemeliharaan Teras
• Pada tahap awal diperlukan pemeriksaan yang teratur untuk konsolidasi teras yang
rusak.
• Pada tahap konsolidasi selanjutnya adalah memperbaiki kembali permukaan dengan
sudut miring tetap 10-15o dan memadatkan pinggiran (bila diperlukan) yang
dilaksanakan setahun sekali.
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 05

Gambar 3.3a. Penampang melintang teras bersambung tepat pada pancang tanaman
(bandingkan dengan Gambar 3.3b.).

Gambar 3.3b. Penampang melintang teras penghubung antar tanaman.

Foto 3.4. Contoh teras bersambung (continous terrace atau contour terrace)
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 06

Gambar 3.5. Contoh penanaman kelapa sawit pada teras bersambung

2.3.3. Teras Individu (tapak kuda / plat form)

Catatan : untuk areal yang sudah tertanam dan belum ada teras (konsolidasi)

a. Penempatan pada tanah miring, ukuran 4 m x 4 m.

b. Pembuatan teras individu, sebagai berikut :

Memancang
• Areal yang akan dibuat tapak kuda terlebih dahulu harus dipancang menurut
pancang tanaman (berbeda dengan pembuatan contour atau teras bersambung).

Tahapan Pembuatan
• Pembuatan tapak kuda tepat pada pancang tanaman.
• Mula- mula permukaan tanah dibersihkan dari humus, akar-akar, tunggul dan kayu.
• Tanah galian disusun untuk tanah bagian yang ditimbun, setelah terbentuk diadakan
pengerasan (pemadatan) hingga padat pada tanah timbunan tersebut dan harus
membentuk kemiringan 10-15o.
• Kemudian dibuat benteng kecil di pinggir tanah timbunan (Gambar 3.6a dan 3.6b.)

c. Pemeliharaan
• Pada tahap awal diperlukan pemeliharaan yang teratur untuk konsolidasi tapak kuda
yang rusak.
• Pada tahap konsolidasi selanjutnya adalah memperbaiki kembali permukaan dengan
sudut kemiringan 10-15o dan memadatkan pinggirannya (bila diperlukan) yang
dilaksanakan setahun sekali.
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 07

Gambar 3.6a. Penampang melintang teras individu (tapak kuda / plat form)

Gambar 3.6b. Contoh teras individu (tapak kuda / plat form)


No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 08

Gambar 3.7. Contoh penanaman kelapa sawit pada teras individu

3. PEMBUATAN PARIT (DRAINASE) DAN PEMELIHARAAN

3.1. Jenis Parit (Drainase)

a. Drainase Alur (outlet) adalah pembuangan air yang berlebih dari dalam kebun ke luar
kebun (Lihat Gambar 3.8.).
b. Drainase Utama / Parit Primer (main drain) adalah parit penampungan dari parit-parit
sekunder/kaki bukit dan mengalirkannya ke alur/outlet. Ukuran 4m x 4m dengan dasar
2m (Lihat Gambar 3.9.).
c. Drainase Pengumpul / Parit Sekunder (collection drain) adalah parit yang langsung
menampung air dari permukaan lapangan terutama bagian-bagian yang rendah dan
mengalirkannya ke parit primer. Ukuran 2m x 2m dengan dasar 1m (Lihat Gambar
3.10.).
d. Drainase Lapangan / Parit Tersier (field drain) adalah parit cabang yang dibuat untuk
membantu mengalirkan air pada tanah rendahan/gambut ke parit sekunder. Ukuran
1m x 1m dengan dasar 0,6m (Lihat Gambar 3.11.).
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 09

Gambar 3.8. Contoh drainase alur atau outlet

Gambar 3.9. Contoh drainase utama atau parit primer (main drain)

Gambar 3.10. Contoh drainase pengumpul atau parit sekunder (collection drain)
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 010

Gambar 3.11. Contoh drainase lapangan atau parit tersier (field drain)

3.2. Pembuatan Parit

3.2.1. Parit Primer


a. Pembuatan parit primer pada areal baru (LC) harus dilakukan sesudah
pemancangan pokok, agar populasi pokok per hektar tidak banyak berkurang
karena pembuatan parit tersebut, terkecuali bila terpaksa.
b. Pembuatan parit baru harus dimulai dari bawah. Terlebih dahulu harus
dibuat peta topografi dari areal lokasi parit yang akan dibuat.
c. Pembuatan parit primer disesuaikan dengan kondisi kemiringan lereng, hal ini
untuk menjamin kelancaran aliran air dari parit primer ke outlet.
d. Spesifikasi parit primer, terlihat pada Gambar 3.12. dibawah ini.

Gambar 3.12. Penampang melintang parit primer

e. Besar kecilnya ukuran parit primer tergantung pada banyaknya air yang perlu
ditampung.
f. Penggalian tanah dilakukan dengan cangkul dan sekop (cara manual) atau
excavator (cara mekanis). Tanah hasil galian dibuang ke kanan dan atau ke kiri
parit untuk pembuatan kaki lima dengan lebar minimal 1 meter.
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 011

3.2.2. Parit Sekunder


a. Pembuatan parit sekunder dilakukan setelah selesai pemancangan atau
b. Penanaman tanaman.
c. Parit sekunder harus sejajar satu sama lainnya dan juga sejajar dengan barisan
pokok.
d. Penggalian parit dimulai dari tepi parit primer dengan dasar yang sama dengan parit
primer menuju kehulu diatur sedemikian rupa sehingga senantiasa timbang air.
e. Spesifikasi parit sekunder, terlihat pada Gambar 3.13. dibawah ini.

Gambar 3.13. Penampang melintang parit sekunder

3.2.3. Parit Sekunder Kaki Bukit


a. Penempatan parit kaki bukit dengan tepat adalah sangat penting untuk areal
rendahan dan rawa-rawa yang dikelilingi bukit-bukit (Lihat Gambar 3.14a dan
3.14b.).
b. Parit kaki bukit harus mengikuti garis kaki bukit dan ukurannya sama dengan
Ukuran parit sekunder.
c. Tanah galian ditempatkan sebelah bagian yang rendah.

Gambar 3.14a. Ukuran parit sekunder pada kaki bukit


No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 012

Gambar 3.14b. Penempatan letak parit sekunder pada kaki bukit

3.2.4. Parit Tertier


a. Parit ini hanya dibuat diareal low land dan dilakukan setelah pemancangan
tanaman.
b. Pada tahap awal, parit tersier dibuat dengan perbandingan 1 : 16, artinya setiap 16
baris tanaman dibuat 1 parit tersier.
c. Untuk selanjutnya apabila diperlukan, dapat dibuat dengan perbandingan 1 : 8 atau
1 : 4 dan seterusnya mengikuti kondisi areal yang ada.
d. Spesifikasi parit tersier, terlihat pada Gambar 3.15. dibawah ini.

Gambar 3.15. Penampang melintang parit tersier

3.2.5. Tempat Pertemuan Parit (Junctions)


a. Arah parit pada lokasi pertemuan parit (junction) harus membelok ke arah aliran air
dan sama sekali tidak boleh tegak lurus.
b. Perhatikan sketsa pertemuan parit (Gambar 3.16.) seperti yang terlihat dibawah ini.
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 013

Gambar 3.16. Arah parit pada lokasi pertemuan parit yang harus dibuat

4. PARIT ISOLASI

a. Parit isolasi adalah parit yang dibuat sebagai batas areal konsesi kebun dengan areal
pihak lain, yang sebelumnya telah disahkan oleh instansi yang berwenang (BPN)
dengan adanya tanda patok batas kebun (Lihat Gambar 3.17.).
b. Fungsinya adalah untuk mencegah pihak lain melakukan okupasi ke lahan kebun,
serangan hama : babi, dsb. dan pencurian buah (dimasa TM).
c. Parit ini juga berfungsi sebagai saluran drainase air dari areal kebun ke main drainage
(alur/sungai) dan menahan masuknya air dari luar ke dalam kebun.
d. Ukuran parit disesuaikan dengan kondisi areal, seperti sebagai berikut:
• Areal mineral = parit ukuran 1,5 x 1,5 m
• Areal lowland = parit ukuran 2 x 2 m
• Areal gambut = parit ukuran 4 x 4 m

Gambar 3.17. Contoh parit isolasi sebagai batas areal kebun dengan hutan
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 014

5. PEMELIHARAAN SALURAN AIR

a. Standar input / kebijakan pencucian saluran air/parit adalah 30% dari total panjang parit
per tahun
b. Diskripsi kondisi saluran air/parit, tercantum pada Tabel 3.2. dibawah ini.

Tabel 3.2. Diskripsi kondisi saluran air / parit

Uraian Kondisi Berat Kondisi Sedang Kondisi Ringan

Kedalaman Pendangkalan > 50% Pendangkalan 25-50% Pendangkalan < 25%

Tumbuh gulma >50%, Tumbuh gulma < 25%,


Tumbuh gulma 25-50%,
Kebersihan banyak kotoran bersih dari kotoran
tidak ada kotoran kayu
kayu/sampah kayu

Aliran air Tersumbat Kurang lancar Lancar

> 50% dari biaya 25-50% dari biaya < 25% dari biaya
Analisa Biaya
pembuatan pembuatan pembuatan

5.1. Cara Pemeliharaan Saluran Air / Parit

a. Sungai, Parit Penampungan dan Parit Primer


• Pencucian/pendalaman parit harus dimulai dari parit outlet yang berbatasan dengan
alur pembuangan keluar kebun dan menuju ke parit didalam areal perkebunan.
• Waktu yang tepat untuk melakukan pencucian/pendalaman parit adalah pada musim
kemarau.
• Pemeliharaan parit yang dimaksudkan adalah cukup dilakukan dengan pengorekan
tanah dan lumpur sampai pada dasar tanah yang keras.
• Tanah dan lumpur hasil korekan harus dibuang di luar kaki lima sepanjang kanan-kiri
parit.
• Gulma di tebing kanan-kiri parit harus tetap dipelihara sebagai pencegah erosi
• Rotasi pencucian parit ini dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun.

b. Parit Sekunder
• Pemeliharaan parit sekunder cukup dilakukan dengan pengorekan tanah dan
membuangnya tanah tersebut ke luar kaki lima.
• Pengorekan tanah harus dimulai dari parit bagian bawah, yaitu lokasi pertemuan
antara parit sekunder dengan parit primer
No. Policy Nomor Indeks :
3xx/PTK-KSV/2004 KONSERVASI TANAH DAN AIR III / 015

• Cara pengorekannya dimulai pada ketinggian dasar parit yang sama dengan dasar
parit primer. Perhatikan dan bila diperlukan, lakukan perbaikan pada lokasi
"junction" sehingga berfungsi secara maksimal.
• Agar air dapat mengalir dengan lancar, harus diperhatikan supaya pengorekan
senantiasa timbang air.
• Kaki lima untuk parit sekunder dibuat selebar 60 cm dari bibir parit yang nantinya
dapat dipergunakan untuk jalan kontrol/pemeriksaan.
• Pengikisan gulma di kanan-kiri tebing parit hanya boleh dilakukan pada 30 cm di
atas dasar parit.
• Rotasi pencucian parit ini dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun.

5.2. Peta Saluran Air / Parit


• Seluruh saluran air/parit yang ada dalam setiap blok harus dipetakan secara detil
dengan menggunakan GPS.
• Masing-masing jenis parit, petanya harus dibedakan berdasarkan ukuran dan fungsi
saluran air/parit tersebut.
• Hal ini dimaksudkan nantinya untuk memudahkan perencanaan dan pelaksanaan
pemeliharaan saluran air/parit tersebut.
• Selain itu dengan adanya peta parit akan memudahkan kontrol terhadap volume
pekerjaan pemeliharaan pada setiap tahunnya.

Anda mungkin juga menyukai