Anda di halaman 1dari 3

Penjara Rumahku

Karya: Rama Pahirva

“Tok,Tok,Tok” Begitulah suara pukulan palu hakim di Pengadilan yang memutuskan


diriku bebas setelah 25 Tahun diriku mendekam dibalik jeruji penjara. Waktu itu aku
dipenjara karena menjadi tersangka mencuri dan membunuh pemilik suatu toko bersama
saudaraku sendiri yang bernama Dadi. Ya, meskipun tudingan dan tuduhan tersebut tidak
benar. Pengadilan dan warga sekitar menuduh kami dengan gilanya meskipun tak ada bukti
yang jelas.
Pada hari yang sama, diriku langsung membereskan semua dokumen-dokumen ku dan
membawa barang-barang pribadiku yang tertinggal di Sel. Diriku pun juga berpamitan
dengan teman-temanku semasa dipenjara dan juga tidak lupa dengan Dadi saudaraku.
Meskipun kami terjerat kasus yang sama, waktu hukuman kami berbeda satu tahun sehingga
diriku bebas lebih awal.

“Jaga dirimu baik-baik ya Dad!”

“Iya, Dirimu juga. Aku akan segera menyusul kamu!.”

Begitulah percakapan terakhir kami sebelum akan terpisahkan benteng penjara yang
dibarengi mata berkaca-kaca menahan sedih.

Aku pun keluar dari ini. Dan saat aku bejalan melewati gerbang penjara terlihat dari
jauh Dadi dan teman-temanku melambai-lambaikan tangan padaku. Agak aneh memang, Ada
rasa sedih dan senang yang tercampur aduk. Aku sedih mungkin karena harus meninggalkan
saudara dan teman-temanku yang sudah seperti keluarga sendiri. Memang, waktu di Penjara
kami punya memori-memori indah yang mungkin tak akan pernah terlupakan. Kehidupan
kami di Penjara tak seburuk yang yang orang-orang pikirkan.

Aku pun sampai di gerbang penjara. Taksi pengantarku sudah menunggu. Aku pun
pulang ke Rumah Orang Tuaku dan aku pun sampai. Sesampainya di sana, ada banyak
warga-warga disana yang berkumpul. Ku kira orang-orang tersebut ingin menyambutku
tetapi yang sebenarnya itu hanya kerumunan Ibu-Ibu yang sedang memebeli perabotan.

“Dasar memang diriku yang berharap disambut, mana ada orang ingin menyambut napi”
lamun ku.

Setelah itu, diriku pun langsung turun dari taksi. Dan alangkah terkejutnya diriku melihat ibu-
ibu yang sudah melihatku dengan tatapan kosong. Aku pun membalasnya dengan senyuman.
Namun, bukannya senyuman balik yang kudapat. Melainkan ekspresi seperti orang marah.
Sontak diriku pun menundukkan kepala dan langsung masuk ke dalam rumah.

Rumahku saat itu sangatlah berantakan karena sudah lama tak diisi. Kedua Orang
Tuaku yang menempati rumah ini sudah meninggal saat aku masih berada di Penjara. Betapa
pusingnya aku karena harus membereskan seisi rumah belum lagi masih terpikir kejadian
yang tadi terjadi. Mau tidak mau, aku pun membereskan seluruh ruangan. Setelah itu, aku
pun langsung tidur.

Keesokan harinya, Aku berniat untuk menemui salah satu saudaraku yang bernama
Yandi yang sudah tak ku temui selama 15 Tahun. Terakhir kali kami bertemu yaitu waktu
Yandi menengok diriku di Penjara. Aku pun berdandan rapi karena saat hari itu juga, aku
berniat untuk langsung melamar pekerjaan. Aku pun berangkat. Aku berangkat menggunakan
jasa ojek pangkalan. Saat di berada diperjalanan, diriku terkejut sudah banyaknya perubahan
di sekitarku. Layar-Layar besar menutupi gedung-gedung tinggi yang dulunya tidak ada
disana. Aku pun merasa menjadi orang paling kuno disana.

Setelah perjalanan yang cukup jauh, aku pun sampai di Rumah Yandi. Langsung saja
aku memanggil dirinya dan mengucapkan Salam. Tetapi, tak ada orang yang menjawab . Aku
pun mencoba kembali dengan suara yang cukup nyaring. Akhirnya ada orang keluar dan
ternyata itu saudaraku Yandi. Saat itu, kukira Yandi akan senang, tetapi yang terjadi malah
sebaliknya. Yandi berteriak-teriak padaku dan mengusirku

“ Ada apa kau datang kesini? Aku sudah tak ingin melihat dirimu disini”

“Memangnya apa salahku? Aku tidak mencuri dan membunuh pemilik toko
itu! Itu semua hanya fitnah Dan meskipun aku membunuhnya, Aku sudah menjalankan
hukumanku dengan baik! Aku tak bersalah!”

“Lah, Diam kau Bajingan! Enyah kau dari sini! Enyah kau, Kau dan Dadi
hanya mempermalukan keluarga ini!”

“Apa yang salah denganmu, Saudaraku seharusnya mendukung ku, bukan


mencelaku!”

“Sudahlah, Pergi sekarang juga. Atau kan ku panggi polisi!”

Begitulah percakapanku dengan Yandi yang membuat warga-warga sekitar keluar. Aku tak
berdaya dan tak bisa berbuat apa-apa lagi saat itu. Aku langsung pergi dari sana melewati
warga-warga yang berkumpul dan mendengar banyak bisikan-bisikan yang membuat ku sakit
hati. Banyak dari mereka yang memanggilku si Pembunuh, sampah masyarakat dan umpatan-
umpatan lainnya. Hal tersebut benar-benar membuat hatiku tersayat. Tak akan pernah ada
orang yang ingin disebut pembunuh bahkan pembunuh nyata sekalipun. Diriku yang tadinya
rapi dan telah berdandan sekarang menjadi kekacauan. Yang tadinya ingin melamar
pekerjaan diriku akhirnya hanya pulang.

Aku pun pulang ke rumah. Saat Di Rumah diriku hanya bisa menangis di sudut
ruangan. Tak tahu apa yang harus ku lakukan, harus kemana diriku pergi dan harus ku
hubungi. Aku hanya mengurung diriku sendiri selama satu minggu penuh hingga uang ku tak
tersisa sepeserpun untuk makan. Aku ingin meminta tolong pada warga sekitar, tapi aku
yakin tak akan ada orang yang menolongku. Hingga akhirnya mau tidak mau, aku harus
keluar mencari uang untuk bisa makan.
Keesokan harinya, Aku pun pergi berpakaian rapi lagi. Aku ingin melamar pekerjaan
kembali. Kebetulan saat itu sedang banyak lowongan kerja yang tersedia yang info nya ku
dapat dari internet. Aku pun memasukkan banyak sekali lamaran-lamaran pekerjaan ke
perusahaan-perusahaan besar. Yang tak banyak diketahui orang, Aku merupakan Pasca
Sarjana ilmu perekonomian sebelum aku dipenjarakan. Sehingga aku pun PD saja untuk
mamasukkan lamaran ke perusahaan besar disini. Aku pun menunggu, Tetapi hasilnya Nihil.
Jangankan ada panggilan interview, mereka tampaknya langsung menolak lamaran dariku
karena ada catatan kriminal dalam profil ku

“Apakah mantan napi tak dapat di terima lagi di masarakat?” Pikirku

Aku pun kehilangan semangat untuk melamar di perusahaan besar.

Aku pun mencoba-coba mencari pekerjaan di warteg-warteg sekitar. Dan akhirnya


ada orang yang ingin memperkerjakan diriku meskipun hanya sebagai pencuci piring.
Sungguh Ironi memang Lulusan S2 hanya bisa bekerja sebagai pencuci piring hanya karena
fitnah tak dapat di buktikan. Tak ada pilihan lain, ku jalanni saja pekerjaan menyedihkan ini.
Hingga aku bekerja tak terasa sudah satu tahun lamanya.

Tibalah hari yang ditunggu-tunggu oleh diriku. Yaitu hari kebebasan Dadi dari
penjara. Aku langsung menjemputnya ke Penjara. Seketika diriku melihat Dodi keluar dari
penjara, Aku langsung berlari dan langsung memeluk dirinya. Aku langsung membawa Dadi
ke Rumah dan aku pun menceritakan kehidupan satu tahunku di luar penjara. Dadi
mendengar semua suka duka ku disini dan seketika menyadari tak ada lagi tempat untuk napi
di lingkungan ini. Dan saat itupun juga aku menyadari, yang bisa menerima dirikku dan
memberi kebahagianku hanyalah Tuhan,Dadi dan Teman-Teman. Sungguh penjara menjadi
Rumahku dan Rumahku menjadi Penjaraku.

Anda mungkin juga menyukai