Anda di halaman 1dari 102

SKRIPSI

2017

HUBUNGAN ANTARA ANGKA KEJADIAN NYERI KEPALA PRIMER


(MIGREN/ TENSION TYPE HEADACHE) DENGAN GANGGUAN TIDUR
INSOMNIA PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 17 MAKASSAR

OLEH :
Andi Amalia Yasmin
C111 14 042

Pembimbing :
dr. Muhammad Yunus Amran, Ph.D, Sp.S

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017
HUBUNGAN ANTARA ANGKA KEJADIAN NYERI KEPALA PRIMER
(MIGREN/ TENSION TYPE HEADACHE) DENGAN GANGGUAN
TIDUR INSOMNIA PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 17 MAKASSAR

SKRIPSI

Ditujukan Kepada Universitas Hasanuddin


Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Andi Amalia Yasmin


C111 14 042

Pembimbing:
dr. Muhammad Yunus Amran, Ph.D, Sp.S

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017

ii
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Andi Amalia Yasmin

NIM : C111 14 042

Tempat & tanggal lahir : Ujung Pandang, 30 Agustus 1996

Alamat tempat tinggal : Jl. Pongtiku No. 149, Makassar

Alamat email : amalia.yasmin34@yahoo.com

HP 082194047948

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul: “Hubungan antara

Angka Kejadian Nyeri Kepala Primer (Migren/ Tension Type Headache) dengan

Gangguan Tidur Insomnia pada Siswa-Siswi SMA Negeri 17 Makassar” adalah

hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat, atau materi dari sumber lain telah

dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai. Pernyataan ini saya buat

dengan sebenar-benarnya.

Makassar, 27 November 2017

Yang Menyatakan,

Andi Amalia Yasmin

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia- Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan skripsi ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked.) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin. Terima kasih penulis ucapkan dengan tulus dan ikhlas

kepada kedua orang tua yang telah dengan sabar, tabah dan penuh kasih sayang

serta selalu memanjatkan doa dan dukungannya selama masa studi penulis. Secara

khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada

dr. Muhammad Yunus Amran, Ph.D, Sp.S, selaku pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu dan sabar dalam memberikan arahan, koreksi dan bimbingan

penulis tahap demi tahap selama penyusunan skripsi ini. Waktu yang beliau

berikan merupakan kesempatan berharga bagi penulis untuk belajar. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Kepala Sekolah SMA Negeri 17 Makassar beserta guru-guru dan

siswa-siswi.

2. Kepala Rumah Sakit Pendidikan Makassar dan staf.

3. Pimpinan dan staf-staf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar.

4. Seluruh keluarga dan dosen-dosen penulis yang juga telah

memberikan dorongan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi

ini.

5. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

vii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari yang diharapkan, untuk

itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran dari semua

pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demikian, dengan segala

keterbatasan yang ada, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang

banyak. Akhirnya penulis berdoa semoga Allah SWT senantiasa memberikan

imbalan yang setimpal kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian

skripsi ini. Amin.

Makassar, November 2017

Penulis

viii
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
NOVEMBER, 2017

Andi Amalia Yasmin, C111 14 042


dr. Muhammad Yunus Amran, Ph.D, Sp.S
Hubungan antara Angka Kejadian Nyeri Kepala Primer (Migren/ Tension
Type Headache) dengan Gangguan Tidur Insomnia pada Siswa-Siswi SMA
Negeri 17 Makassar

ABSTRAK

Latar Belakang : Nyeri kepala primer (NKP) dan gangguan tidur merupakan dua
keluhan yang sering dijumpai pada remaja. Kedua hal tersebut berhubungan satu
sama lain. Angka kejadian nyeri kepala primer pada remaja cukup tinggi terutama
migren dan tension type headache (TTH). Selain itu, prevalensi gangguan tidur
pada remaja juga cukup tinggi khususnya insomnia. Kedua hal ini bisa muncul
secara bersamaan pada suatu individu. Diduga hal tersebut disebabkan karena
adanya faktor kronobiologis dan keterlibatan hipotalamus. Masih kurangnya
penelitian mengenai hubungan nyeri kepala primer (migren/ tension type
headache) dan gangguan tidur insomnia pada remaja melatarbelakangi
dilakukannya penelitian ini.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional
dengan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel berdasarkan probability
sampling yaitu simple random sampling. Untuk menentukan karakteristik subyek
dilakukan analisis deskriptif, sedangkan untuk menentukan nilai keterkaitan diuji
menggunakan chi square dengan program IBM Statistical Product for Social
Science (SPSS) versi 24.0®.
Hasil : Sampel sebanyak 153 siswa diambil pada bulan Oktober 2017 di SMA
Negeri 17 Makassar dan didapatkan angka kejadian nyeri kepala primer (migren/
tension type headache) dan gangguan tidur insomnia yang tinggi (76,47% dan
88,9%), sedangkan nyeri kepala primer dan gangguan tidur insomnia berkorelasi
signifikan positif lemah ( r = 0,196 dan p < 0,05).
Kesimpulan : Gangguan tidur insomnia akan meningkatkan kemungkinkan
seseorang menderita nyeri kepala primer (migren/ tension type headache).
Kata Kunci : nyeri kepala primer, migren, tension type headache, insomnia,
remaja.

ix
THESIS
FACULTY OF MEDICINE
HASANUDDIN UNIVERSITY
NOVEMBER, 2017

Andi Amalia Yasmin, C111 14 042


dr. Muhammad Yunus Amran, Ph.D, Sp.S
Correlation between Incidence of Primary Headache (migraine/ tension type
headache) and Insomnia Sleep Disorder in Students of SMA Negeri 17
Makassar.

ABSTRACT

Background : Primary headache and sleep disturbance are the common


complaint in adolescent. Both of them is correlated each other. Incidence of
primary headache in adolescent is quite high mostly migraine and tension type
headache. Other than that, sleep disturbance prevalence in adolescent also is high.
These two things can appear at the same time in an individual. Allegedly it caused
by the existence of chronobiology factor and involvement of the hypothalamus.
There is lack of research about correlation between primary headache and
insomnia in adolescent. This research background is to determine relationship
between primary headache (migraine/ tension type headache) and insomnia.
Method : This research is an analytical observational research with cross
sectional approach, sample gathering are based from probability sampling which
is simple random sampling. And for deciding characteristics of the subjects,
descriptive analytical were used, while for correlation value using chi square from
IBM Statistical Product for Social Science (SPSS) version 24.0®.
Result : A total of 153 sample were collected on October 2017 in SMA Negeri 17
Makassar and are concluded that the number of primary headache (migraine/
tension type headache) and Insomnia sleep disorder are high (76,47% and 88,9%),
beside that primary headache and Insomnia sleep disorder showing significantly
weak positive (r = 0,196 dan p < 0,05) .
Conclusion : Insomnia sleep disorder can increase an individual to suffer from
primary headache (migraine/ tension type headache).
Key Words : primary headache, migraine, tension type headache, insomnia,
adolescent.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN CETAK .................................................................... v

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ........................................... vi

KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii

ABSTRAK ................................................................................................................. ix

DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiv

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tidur ................................................................................................... 6
2.1.1 Definisi ............................................................................................. 6
2.1.2 Fisiologi Tidur .................................................................................. 6
2.1.3 Tahapan Tidur .................................................................................. 7
2.1.4 Siklus Tidur ...................................................................................... 8
2.1.5 Mekanisme Tidur ............................................................................... 10

2.2 Ganggua n Tidur ................................................................................................ 11


2.2.1 Definisi ........................................................................................................... 11
2.2.2 Etiologi Gangguan Tidur pada Remaja .......................................................... 11

xi
2.2.3 Prevalensi Gangguan Tidur pada Remaja .......................................... 12
2.2.4 Klasifikasi .......................................................................................... 14
2.2.5 Insomnia ............................................................................................. 15

2.3 Nyeri Kepala ......................................................................................... 16


2.3.1 Definisi ............................................................................................... 16
2.3.2 Prevalensi NKP pada Remaja ............................................................ 17
2.3.3 Faktor-faktor Pencetus ....................................................................... 17
2.3.4 Migren ................................................................................................ 21
2.3.5 Tension type headache ....................................................................... 21

2.4 Hubungan NKP dan Gangguan Tidur .................................................. 22


2.4.1 Prevalensi Gangguan Tidur pada Remaja Penderita NKP ............................. 22
2.4.2 Peranan SCN dan melatonin pada patofisiologi NKP.................................... 26

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN


3.1 Kerangka Teori ..................................................................................... 33
3.2 Kerangka Konsep ................................................................................. 34
3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 35

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 36
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 36
4.3 Populasi dan Sampel............................................................................. 36
4.4 Variabel Penelitian ............................................................................... 38
4.5 Jenis Data dan Instrumen Penelitian..................................................... 42
4.6 Manajemen Penelitian .......................................................................... 42
4.7 Etika Penelitian ..................................................................................... 43

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................ 44

BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................ 51

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kes impulan ....................................................................................................... 60

xii
7.2 Saran ................................................................................................................. 61

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 62

LAMPIRAN

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Tahap-tahap Siklus Tidur ................................................................... 8

Gambar 3.1: Kerangka Teori ................................................................................... 33

Gambar 3.2: Kerangka Konsep................................................................................ 34

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Faktor-Faktor yang Mencetuskan NKP (Silberstein, 2002) ............................ 18

Tabel 2.2: Struktur Anatomi yang Terlibat dalam Nyeri Kepala (Silberstein dkk,

2002) .................................................................................................................................19

Tabel 2.3: Klasifikasi Nyeri Kepala Terkait dengan Komponen Tidur (Dodick

dkk, 2003) ......................................................................................................................... 23

Tabel 2.4: Beberapa Peranan Melatonin dalam Patofisiologi NKP (Peres, 2005)............ 30

Tabel 5.1: Karakteristik Subyek Penelitian....................................................................... 44

Tabel 5.2: Proporsi NKP berdasarkan Jenis Kelamin ....................................................... 45

Tabel 5.3: Proporsi NKP berdasarkan Umur .................................................................... 46

Tabel 5.4: Proporsi Gangguan Tidur Insomnia ................................................................. 47

Tabel 5.5: Hubungan NKP dengan Jenis Kelamin ........................................................... 48

Tabel 5.6: Hubungan NKP dengan Umur ......................................................................... 48

Tabel 5.7: Hubungan NKP dengan Gangguan Tidur Insomnia ........................................ 49

xv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Jadwal Penelitian
2. Surat Izin Penelitian
3. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik
4. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
5. Form Kuesioner
6. Data Penelitian
7. Hasil Uji Statistik
8. Data Diri Penulis

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri kepala dan gangguan tidur merupakan dua keluhan yang sering

dijumpai pada masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Kedua hal tersebut

berhubungan satu sama lain. Tidur diperkirakan dapat mengurangi nyeri

kepala, namun di sisi lain juga dapat memprovokasi timbulnya nyeri kepala.

(Yagihara, 2012).

Nyeri kepala merupakan gangguan neurologis yang paling sering

dijumpai diantara semua gejala gangguan kesehatan secara umum. Sebanyak

50% populasi dunia mengalami nyeri kepala setiap tahun dan lebih dari 90%

penduduk dunia mempunyai riwayat penyakit kepala selama hidupnya (IASP,

2011).

Menurut Sjahrir (2009), data prevalensi Nyeri Kepala Primer (NKP)

di Indonesia menunjukkan bahwa nyeri kepala primer merupakan salah satu

keluhan tersering yang didapati di praktik klinik. Di samping itu, pengamatan

terhadap jenis penyakit pasien rawat jalan di praktik klinik selama tahun

2003, nyeri kepala menempati peringkat paling atas dengan proporsi sekitar

42% dari seluruh pasien neurologi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah

penduduk Sulawesi Selatan tahun 2010 sebanyak 8.034.776 jiwa dengan

19,47% diantaranya adalah remaja. Masalah kesehatan yang sering dialami

oleh remaja adalah nyeri kepala. Data dari berbagai penelitian retrospektif

menunjukkan bahwa nyeri kepala generik ditemukan 37-51% pada anak

1
2

berumur 7 tahun dan meningkat menjadi 57-82% pada anak berumur 15

tahun (Lewis et al, 2002). Di antara semua nyeri kepala pada anak, migren

dan TTH menunjukkan prevalensi paling tinggi (Lewis, 2009). Prevalensi

migren adalah 3% pada anak pra-sekolah, 4-11% pada anak usia sekolah

dasar, dan 8-23% pada anak sekolah menengah, sedangkan prevalensi TTH

adalah 30-78% (Silberstein et al, 2005).

Secara internal, terjadi perubahan biologis yang mempengaruhi durasi

tidur remaja. Keterlambatan fase sirkadian selama perkembangan usia remaja

menyebabkan memanjangnya latensi tidur remaja. Hal ini diakibatkan oleh

faktor psikososial pada pubertas yang merupakan salah satu stresor eksternal

yang mempengaruhi kehidupan remaja, seperti tanggung jawab akademik dan

meningkatnya akitivitas sosial pada remaja (Carskadon dkk., 1998; Moran

dan Everhart, 2012).

Pada remaja, hampir 25% mengalami gangguan tidur yang bervariasi

mulai dari kesulitan untuk tidur, terbangun tengah malam, sampai dengan

gangguan tidur primer yang serius seperti obstructive sleep apnea syndrome.

Gangguan tidur yang sering terjadi pada remaja ialah insomnia. Insomnia

adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur yang bisa

bersifat sementara atau persisten. Insomnia memiliki dampak buruk bagi

penderitanya, diantaranya insomnia dapat menurunkan kualitas hidup,

menurunkan stamina, menurunkan produktivitas, dan sebagai pencetus

penyakit gangguan jiwa. Prevalensi insomnia meningkat sesuai usia. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Li et al., (2002) di Hongkong didapatkan

prevalensi insomnia pada pria (12,9%), wanita (17,5%) dengan kisaran usia
3

15-45 tahun.

Prevalensi gangguan tidur pada penderita nyeri kepala cukup besar.

Insomnia adalah jenis gangguan tidur yang sering dihubungkan dengan

chronic daily headache (CDH). Penelitian yang dilakukan Paiva dkk.

mengidentifikasi bahwa adanya gangguan tidur yang spesifik pada 55%

populasi penderita nyeri kepala dengan awitan tidur malam hari. Selain itu,

Boardman dkk. menunjukkan data pada populasi umum bahwa terdapat

hubungan antara meningkatnya gangguan tidur dengan derajat keparahan

nyeri kepala.

Nyeri kepala serta gangguan tidur sering terjadi pada usia remaja dan

bisa muncul bersamaan pada suatu individu. Seperti yang dikutip oleh

Linawaty dkk. (2013), penelitian di Italia menunjukkan bahwa anak-anak dan

remaja dengan migren diketahui memiliki kualitas tidur yang lebih buruk

dibandingkan dengan anak-anak dan remaja yang tidak menderita migren.

Hubungan kedua hal tersebut diduga akibat adanya peranan faktor

kronobiologis pada nyeri kepala khususnya migren serta keterlibatan

hipotalamus yang diduga sangat erat berperanan dalam hubungan keduanya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang adanya hubungan antara angka kejadian nyeri

kepala primer (migren / tension-type headache) dengan gangguan tidur

insomnia pada remaja khususnya siswa-siswi SMA Negeri 17 Makassar.


4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1.2.1 Apakah terdapat hubungan antara angka kejadian nyeri kepala primer

(migren / tension-type headache) dengan gangguan tidur insomnia pada

remaja?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya hubungan antara angka kejadian nyeri kepala primer

(migren / tension-type headache) dengan gangguan tidur insomnia pada

remaja.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui angka kejadian nyeri kepala primer (migren / tension-type

headache) siswa-siswi SMA Negeri 17 Makassar.

2) Mengetahui angka kejadian gangguan tidur insomnia siswa-siswi SMA

Negeri 17 Makassar.

3) Mengetahui hubungan antara angka kejadian nyeri kepala primer

(migren / tension-type headache) dengan gangguan tidur insomnia

pada siswa-siswi SMA Negeri 17 Makassar.

4) Mengetahui hubungan antara angka kejadian nyeri kepala primer

(migren / tension-type headache) dengan jenis kelamin pada siswa-

siswi SMA Negeri 17 Makassar.


5

5) Mengetahui hubungan antara angka kejadian nyeri kepala primer

(migren / tension-type headache) dengan umur pada siswa-siswi SMA

Negeri 17 Makassar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan bahan sebagai

referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya yang

berhubungan dengan nyeri kepala primer pada masa yang akan datang.

1.4.2 Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu tenaga kesehatan khususnya

dokter dalam menangani nyeri kepala primer yang berhubungan dengan

masalah tidur dengan jalan memberikan informasi kepada remaja

mengenai pola tidur yang baik.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tidur

2.1.1 Definisi

Tidur merupakan proses aktif, repetitif serta reversibel yang

dibutuhkan oleh berbagai fungsi, misalnya untuk perbaikan dan

pertumbuhan, konsolidasi memori, dan proses restoratif. Proses tingkah

laku (behavioral), fisiologi, dan neurokognitif terlibat dalam tidur, seperti

halnya fungsi imunologis (Curcio dkk, 2006; Lange dan Born, 2011).

2.1.2 Fisiologi Tidur

Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan masa

rotasi bola dunia yang dikenal dengan istilah irama sirkadian. Irama

sirkadian bersiklus 24 jam antara lain diperlihatkan oleh menyingsing dan

terbenamnya matahari, layu dan segarnya tanam-tanaman pada malam dan

siang hari, awas waspadanya manusia dan bintang pada siang hari serta

tidurnya mereka pada malam hari (Harsono, 1996). Tidur merupakan suatu

kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika seseorang sedang tidur bukan

berarti bahwa susunan saraf pusatnya tidak aktif, namun sedang bekerja

(Harsono, 1996). Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur

adalah Reticular Activating System (RAS) serta Bulbar Synchronizing

Regional (BSR) yang terletak pada batang otak (Potter & Perry, 2005).

RAS adalah sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan

susunan saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS terletak dalam

mesenfalon dan bagian atas pons. Selain itu RAS juga dapat memberi

6
7

rangsangan visual, nyeri, pendengaran, serta perabaan dan juga dapat

menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan

proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS ini akan

melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat

tidur, hal tersebut disebabkan oleh adanya pelepasan serum serotonin dari

sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR (Potter

& Perry, 2005).

2.1.3 Tahapan Tidur

Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau

Rapid Eye Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau

Non-Rapid Eye Movement (NREM). Berdasarkan tiga rekaman fisiologis

yang dilakukan sewaktu tidur, yaitu elektroensefalografi (EEG),

elektrookulografi (EOG), dan elektromiografi (EMG), tidur dibagi menjadi

2 tahapan nyata yang berlangsung sesuai dengan pola siklus:

2.1.3.1 Tidur Non-Rapid Eye Movement (NREM), dibagi menjadi 4

stadium, yaitu:

1. Tidur Stadium Satu (tidur dangkal)

2. Tidur Stadium Dua (tidur terkonsolidasi)

3. Tidur Stadium Tiga dan Empat (tidur dalam atau tidur gelombang

lambat)

2.1.3.2 Tidur Rapid Eye Movement (REM)

Siklus akan berulang sebanyak 4-6 kali tiap tidur secara normal

pada orang dewasa, dan setiap siklus berlangsung sekitar 90-110

menit (Lumbantobing, 2008; Chokroverty, 2010).


8

2.1.4 Siklus Tidur

Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan

NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang

cukup mengalami REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan

kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan

emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan, jika NREM kurang

cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit (Mardjono, 2008).

Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:

Gambar 2.1 Tahap-tahap siklus tidur (Potter & Perry, 2005)

Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang

merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama

sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu,

maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu (Potter & Perry,

2005).

Sistem sirkadian ini terorganisasi secara pola hirarki dan

pacemaker sentral yang mensinkronisasi osilator sirkadian seluler pada

ba dan-badan sel paling perifer. Jam biologis ini meliputi pengaturan irama

fu ngsi-fungsi tubuh seperti tekanan darah, kadar hormonal, temperatur


9

tubuh, dan tentu saja siklus bangun tidur. Osilator sirkadian terdiri dari

kurang lebih 20.000 neuron-neuron jam biologis yang terletak di daerah

ventrolateral suprachiasmatic nucleus (SCN). Nukleus ini merupakan

“master clock” dalam tubuh manusia yang berlokasi secara bilateral di

bagian anterior hipotalamus, di atas chiasma opticum. Bila terjadi

kerusakan pada SCN, maka irama sirkadian bangun tidur menjadi tidak

teratur lagi (Mahdi dkk, 2011; Bohm, 2012).

Cahaya mempengaruhi tubuh untuk memproduksi berbagai

substansi yang erat hubungannya dengan dengan pola sirkadian tubuh,

misalnya kortisol, serotonin dan terutama melatonin. Kortisol adalah

hormon penanda stres yang produksinya mengikuti irama sirkadian.

Kortisol meningkat saat pagi hari dan menurun di malam hari. Tetapi,

dengan adanya perubahan fungsi aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal

(HPA) berpengaruh terhadap produksi kortisol. Pada beberapa keadaan

gangguan aksis HPA, misalnya fibromyalgia, produksi kortisol diurnal

cenderung tidak mengalami peningkatan namun terjadi lonjakan kadar

kortisol pada malam harinya. Sedangkan pada sleep deprivation (SD) juga

terjadi perubahan kadar kortisol. Kadar kortisol meningkat secara perlahan

sepanjang paruh kedua tidur dengan kenaikan tajam sebelum waktu

bangun fisiologis (Mahdi dkk, 2011, Bohm, 2012).

Beberapa sitokin dihasilkan secara konsisten mengikuti irama

diurnal dengan kadar puncak sepanjang malam terutama dini hari, kadar

ortisol
k saat itu paling rendah dan melatonin dalam kadar paling tinggi

Mahdi
( dkk, 2011; Prather dkk., 2014).
10

Produksi melatonin biasanya terjadi pada malam hari. Produksi

melatonin mengaktivasi hipotalamus yang dimana pada akhirnya

menyebabkan penurunan histamin dan oreksin, dua substansi ini akan

meningkatkan kewaspadaan. Melatonin merupakan mediator antara

stimulus cahaya eksternal dengan adaptasi fisiologis tubuh sepanjang siang

dan malam serta memfasilitasi kecenderungan untuk tidur pada malam hari

dan terbangun pada siang hari (Mahdi dkk, 2011).

2.1.5 Mekanisme Tidur

Tidur NREM dan REM berbeda berdasarkan kumpulan parameter

fisiologis. NREM ditandai oleh denyut jantung dan frekuensi pernafasaan

yang stabil dan lambat serta tekanan darah yang rendah. NREM adalah

tahapan tidur yang tenang. REM ditandai dengan gerakan mata yang cepat

dan tiba-tiba, peningkatan saraf otonom serta mimpi. Pada tidur REM,

terdapat fluktuasi luas dari denyut nadi, tekanan darah, dan frekuensi

nafas. Keadaan ini disertai dengan adanya penurunan tonus otot dan

peningkatan aktivitas otot involunter. REM disebut juga dengan aktivitas

otak yang tinggi dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradoks (Ganong,

1998).

Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung selama 5-20

menit dan rata-rata timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi

80-100 menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola

EG yang menyerupai tidur NREM tingkat I dengan gelombang beta, sertai


E

di mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas dak

ti teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata yang cepat atau
11

rapid eye movement), dan lebih sulit dibangunkan daripada tidur

gelombang lambat atau NREM.

Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh

sistem yang disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular

Activity System ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar,

namun jika aktivitas Reticular Activity System menurun, maka orang

tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System

(RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem

serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, dan histaminergik (Japardi,

2002).

2.2 Gangguan Tidur

2.2.1 Definisi

Gangguan tidur adalah suatu kumpulan kondisi yang digambarkan

dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada

seseorang (Dawson, 2007).

2.2.2 Etiologi Gangguan Tidur pada Remaja

Setiap manusia memiliki waktu tersendiri, yaitu waktu sirkadian

endogen yang dimana mengalami sinkronisasi dengan waktu harian

selama 24 jam. Hal ini disebut sebagai kronotipe dan dipengaruhi oleh

faktor genetik serta karakteristik individu seseorang, misalnya umur dan

jenis kelamin. Perlu diketahui bahwa kronotipe masing-masing individu

m enentukan durasi tidur seseorang, sehingga sering didapati orang dengan

w aktu tidur yang lama atau sebaliknya. Siklus gelap terang, irama biologis
12

tubuh, dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kronotipe seseorang

(Bohm, 2012).

Remaja cenderung terlambat untuk memulai tidur. Remaja yang

berumur 12 tahun-an, yang memulai awitan akil balik akan mulai

mengalami keterlambatan fase tidur dan akan mencapai puncak

keterlambatan saat berumur 20 tahun. Roennerberg dan Kuehnle (2004)

memperkirakan perubahan irama internal ini sebagai suatu “marker

biologis pertama yang menunjukkan akhir fase remaja”. Remaja

perempuan cenderung mengalami puncak keterlambatan tidur saat berusia

sekitar 19,5 tahun, sedangkan remaja laki-laki saat berusia 20,9 tahun.

Keterlambaan fase tidur laki-laki dibandingkan perempuan akan terjadi

sampai umur 50 tahun-an.

2.2.3 Prevalensi Gangguan Tidur pada Remaja

Penelitian Mindell dan Meltzer (2008) menunjukkan bahwa

masalah tidur pada anak dan remaja memiliki prevalensi yang sangat

tinggi dengan kisaran 25%-40%. Lebih banyak ditemukan pada kalangan

spesial khususnya anak-anak dengan masalah psikiatri. Selain itu, masalah

tidur kerap menetap. Sayangnya, gangguan tidur seringkali tidak mendapat

perhatian khususnya sejak mereka sangat menerima untuk diintervensi. Di

samping itu, pada remaja terdapat perubahan besar dalam pola bangun-

tidur yaitu meliputi durasi tidur yang berkurang, waktu tidur tertunda dan

pe rbedaan pola tidur pada hari kerja serta akhir pekan sehingga kualitas

tidur remaja cenderung berkurang (Mindell dan Owens, 2003).


13

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian epidemiologi

menunjukkan bahwa jumlah remaja yang mengalami gangguan tidur

semakin meningkat tiap tahunnya. Pada penelitian Ohida dkk. (2004)

menunjukkan bahwa prevalensi gangguan tidur pada siswa sekolah

menengah bervariasi yaitu sekitar 15,3%-39,2%. Sedangkan, menurut hasil

penelitian Bruni dkk. (1996), prevalensi gangguan tidur pada remaja

adalah 73,4%.

Gangguan tidur pada remaja dapat berupa berkurangnya durasi,

kuantitas serta kualitas tidur. Terdapat kesepakatan antara peneliti di mana

kebutuhan tidur remaja yaitu kurang lebih 9-10 jam setiap malam agar

dapat mencapai fungsi biologis tubuh yang optimal, misalnya regulasi

mood dan fungsi kognitif yang baik. Menurut suatu survei nasional

mengenai pola tidur remaja di Amerika Serikat, ternyata hanya 20%

remaja berumur 11-17 tahun yang memenuhi kebutuhan tidur malam

selama 9 jam sedangkan, 45% tidur kurang dari 8 jam (Moran dan

Everhart, 2012).

Pada suatu penelitian epidemiologi berskala besar yang dilakukan

di Eropa menunjukkan bahwa 30% remaja berumur 15-18 tahun

mengeluhkan setidaknya satu keluhan gangguan tidur. Hampir 20%

mengeluh mengantuk sepanjang siang hari (daytime sleepiness), 13,8%

mengalami tidur non-restoratif dan 12,4% mengeluh sulit untuk jatuh

tertidur, sedangkan 9,25% mengeluh sulit untuk mempertahankan tidur

Moran
( dan Everhart, 2012).
14

2.2.4 Klasifikasi

Pembagian gangguan tidur yang baru menurut American Academy

of Sleep medicine classification of Sleep Disorders, 2005:

1. Insomnia

2. Sleep Related Breathing Disorders

3. Hypersomnias of Central Origin Not Due to a Circadian Rhytm Sleep

Disorders, Sleep Related Breathing Disorders, or Other Cause of

Disturbed Nocturnal Sleep

4. Circadian Rhythm Sleep Disorders

5. Parasomnia

6. Sleep Related Movement Disorders

7. Isolated Symptoms, Apparently Normal Variants and Unresolved Issue

8. Other Sleep Disorders

2.2.5 Insomnia

a. Definisi

Insomnia merupakan kesukaran untuk memulai maupun

mempertahankan tidur yang bersifat sementara ataupun persisten

(Siregar, 2011).

b. Epidemiologi

Insomnia merupakan kasus gangguan tidur tersering dijumpai

dalam praktik sehari-hari. Wanita lebih sering terkena insomnia

dibandingkan dengan pria. Prevalensi insomnia juga meningkat pada

populasi pengguna alkohol atau NAPZA, pasien yang sedang dirawat di


15

rumah sakit atau asrama, dan pasien yang sedang mengalami gangguan

medis atau neurologis tertentu (Teofilo Lee-Chiong, 2008).

Suatu penelitian berbasis populasi menunjukkan bahwa sekitar

10,7% remaja usia 13-16 tahun pernah mengalami insomnia sepanjang

hidupnya dan 9,4% masih tetap mengalami insomnia. Insomnia juga

disebutkan sebagai faktor paling berpengaruh dari kualitas tidur yang

buruk. Selain faktor genetik, faktor psikososial remaja juga berperan

menimbulkan insomnia pada remaja.

c. Klasifikasi berdasarkan durasi

1) Akut (< 1 bulan)

- Transient : beberapa hari

- Short term : hingga 3-4 minggu

2) Kronis (>1-3 bulan)

d. Patofisiologi

Beberapa faktor penting yang terlibat dalam patofisiologi insomnia

adalah gangguan irama sirkadian siklus bangun-tidur, irama suhu tubuh,

keinginan waktu tidur dan waktu terjaga. Pada beberapa penelitian

dilaporkan bahwa keluhan yang dirasakan pasien insomnia bukanlah

disebabkan oleh adanya gangguan selama mereka tidur malam atau

karena sleep deprivation, melainkan disebabkan oleh karena waktu

terjaga somatik dan kognitifnya selama 24 jam (Teofilo Lee-Chiong,

2008).
16

e. Penyebab Insomnia

Insomnia merupakan gejala dari berbagai kondisi atau penyakit.

Penyebab insomnia meliputi gangguan tidur primer, gangguan tidur

lainnya, gangguan irama sirkadian bangun-tidur, kelainan medis,

kelainan neurologis, gangguan psikiatri, kelainan behavior, penggunaan

obat, dan efek putus obat. Dengan mengidentifikasi faktor pencetus

secara spesifik mungkin sulit, terutama bila keluhan telah muncul

selama bertahun-tahun (Teofilo Lee-Chiong, 2008).

f. Faktor Predisposisi

Yang termasuk dalam faktor predisposisi adalah:

 Genetik

 Personality traits

 Hyperarousal fisiologis (seperti: peningkatan tekanan otot, suhu

tubuh, tingkat metabolisme, dan denyut jantung, peningkatan

frekuensi EEG pada saat onset tidur dan selama NREM

 Arousal fisiologis (kecenderungan untuk agitasi, anxietas, atau

vigilance)

 Waktu bangun-tidur yang digemari pasien

2.3 Nyeri Kepala

2.3.1 Definisi

Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa tidak mennyenangkan pada

daerah kepala termasuk meliputi daerah wajah, tengkuk dan leher

(PERDOSSI, 2013). Beberapa bentuk nyeri kepala yang digolongkan


17

sebagai NKP adalah migren (umum dan aura), Tension-type Headache

(TTH), nyeri kepala klaster (NKK), dan yang tergolong NKP lainnya

(PERDOSSI, 2013).

2.3.2 Prevalensi NKP pada remaja

Insiden nyeri kepala primer meningkat dan mencapai puncak pada

usia 13 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Pada penelitian berbasis

populasi pada remaja usia 11-12 tahun menunjukkan bahwa lebih dari

90% mengalami keluhan NKP jenis apapun dalam setahun (Gilman dkk.,

2007).

Nyeri kepala merupakan keluhan yang paling sering dialami pada

populasi umum, demikian pula pada anak dan remaja. Prevalensi nyeri

kepala pada populasi usia sekolah berdasarkan 50 penelitian berbasis

populasi di Amerika dan Eropa bahwa sekitar 58,7% anak sekolah

mengalami nyeri kepala dalam satu bulan. Terdapat tendensi

meningkatnya prevalensi NKP pada anak dan remaja umur 11 tahun

sampai 17 tahun yaitu 45,2%-78,7%. Nyeri kepala primer yang dialami

oleh remaja usia sekolah menunjukkan prevalensi yang tinggi, yaitu

sebanyak 66%-71% mengalami NKP sebanyak satu kali dalam seminggu

(Straube dkk., 2013).

2.3.3 Faktor-faktor pencetus

Menurut Kutlu dkk. (2010) yang meneliti faktor-faktor pencetus

NKP terutama migren di Turki, terdapat berbagai faktor lain sebagai

pencetus. Faktor stres psikologis, suara, gangguan tidur dan kelelahan

merupakan faktor pencetus NKP yang paling umum.


18

Tidur merupakan faktor pencetus yang unik karena di satu sisi

kekurangan tidur dapat memprovokasi nyeri kepala, di sisi lain tidur dapat

meredakan nyeri kepala. Kualitas tidur yang menurun berhubungan

langsung dengan timbulnya serangan migren dan seringkali tidak dapat

dijelaskan secara terpisah dengan komorbiditasnya, seperti depresi atau

gangguan cemas pada individu yang sama. Terbangun saat malam hari

yang terjadi secara kronik dan pola timbulnya nyeri kepala saat pagi hari

merupakan hal yang mendasari pemikiran bahwa gangguan tidur memicu

timbulnya nyeri kepala. Hipotalamus sebagai pusat otonom mengatur

homeostatik tubuh dan mengontrol nyeri. Hipotalamus dan area pada

batang otak yang terhubung secara anatomi berperan terhadap gejala

kronobiologi pada beberapa jenis nyeri kepala primer. Pada penelitian di

Turki ini, gangguan tidur merupakan faktor pemicu NKP tersering setelah

stres psikologis dan faktor lingkungan (Alstadhaug, 2006). Tabel berikut

ini mengklasifikasikan faktor-faktor pencetus timbulnya NKP.

Tabel 2.1 Faktor-Faktor yang Mencetuskan NKP (Silberstein, 2002)


19

Keterlibatan hipotalamus dalam patofisiologi NKK telah diketahui

sejak lama. Hipotalamus diperkirakan pula memiliki peranan dalam

terjadinya NKP lainnya seperti migren terutama dalam bentuk migren

kronik. Beberapa jalur dan sistem seperti jalur hipotalamik-

tuberoinfundibular (prolaktin dan hormon pertumbuhan), aksis HPA yang

memproduksi kortisol dan peranan badan pineal dalam patofisiologi

migren (Peres dkk., 2001).

Secara umum struktur neuroanatomi yang terlibat dalam

patofisiologi NKP dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2
Struktur Anatomi yang Terlibat dalam Nyeri Kepala
(Silberstein dkk., 2002)

Selama serangan migren, serabut saraf sensoris melepaskan

peptida-peptida yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah. Serabut saraf yang berasal dari ganglion

trigeminovaskular mengandung substansi P, calcitonin gene-related

peptide (CGRP) dan neurokinin A yang diproduksi apabila sistem

trigeminovaskular distimulasi. (Silberstein dkk, 2002).

Peptida-peptida ini muncul sebagai respon inflamasi steril pada

duramater dan menyebabkan sensitisasi pada serabut saraf sensoris


20

terhadap stimulus nonnoksius terdahulu (misalnya pulsasi pembuluh darah

atau perubahan tekanan vena). Sensitisasi tersebut bermanifestasi sebagai

peningkatan mekanosensitivitas intrakranial dan hiperalgesia yang

diperberat dengan batuk atau gerakan kepala yang mendadak. Kadar

CGRP ditemukan meningkat pada vena jugularis selama serangan migren

berlangsung dan normal kembali setelah pemberian sumatriptan yang

kemudian meredakan nyeri kepala. Vasoactive intestinal polypeptide (VIP)

dan CGRP merupakan petanda aktivasi saraf parasimpatis intrakranial

yang banyak ditemukan pada penderita NKP kronik (Silberstein dkk.,

2002).

Nukleus batang otak termasuk di antaranya PAG, LC, dan nukleus

rafe dorsalis tidak aktif sebagai respon terhadap timbulnya nyeri kepala.

Nukleus noradrenergik dan serotonergik berpartisipasi dalam respon stres,

kecemasan dan depresi. Pada penderita migren menunjukkan terjadinya

hipersensitivitas sentral terhadap stimulasi dopaminergik yang

berhubungan dengan tingkah laku yang terjadi selama serangan migren

(menguap, iritabilitas, hipereaktivitas, gastroparesis, mual dan muntah)

(Silberstein dkk., 2002).

Disamping teori vaskuler dan inflamasi steril tersebut, serotonin

diduga memainkan peranan penting pada patofisiologi migren. Metabolit

utama serotonin, 5- hydroxyindoleacetic ditemukan meningkat dalam urin

penderita migren. Pada kondisi lain, kadar serotonin platelet menurun

de ngan cepat pada serangan migren akut. Penurunan kadar serotonin

diduga justru dapat memicu serangan migren (Silberstein dkk., 2002).


21

2.3.4 Migren

a. Definisi

Menurut International Headache Society (2004), migren adalah nyeri

kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri

biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang

sampai berat dan diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual,

muntah, fotofobia dan fonofobia.

b. Etiologi dan Faktor Pencetus

Perubahan hormonal, kafein, puasa dan terlambat makan, ketegangan

jiwa (stres), cahaya kilat atau berkelip, makanan, banyak tidur atau

kurang tidur, faktor herediter, dan faktor kepribadian.

c. Klasifikasi

 Migren tanpa aura

 Migren dengan aura

 Migren oftalmoplegik

 Migren retinal

 Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial

 Migren dengan komplikasi

 Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasi

2.3.5 Tension Type-Headache

a. Definisi

Tension type-headache adalah nyeri kepala karena tegang yang

menimbulkan nyeri akibat kontraksi menetap otot-otot kulit kepala,

dahi, dan leher yang disertai dengan vasokonstriksi ekstrakranium.


22

Nyeri ditandai dengan rasa kencang seperti pita di sekitar kepala dan

nyeri tekan didaerah oksipitoservikalis (Hartwig dan Wilson, 2006).

b. Etiologi

Tension (ketegangan) dan stres; tiredness (kelelahan); anxiety

(kecemasan); lama membaca, mengetik atau konsentrasi (eye strain);

postur yang buruk; jejas pada leher dan spine; tekanan darah yang

tinggi; physical dan stres emosional (emergency department factsheet,

2008).

c. Klasifikasi

Menurut International Headache Society Classification, TTH terbagi

atas 3 yaitu, episodic tension-type headache, chronic tension type

headache, dan headache of the tension type not fulfilling above criteria.

2.4 Hubungan Nyeri Kepala Primer dan Gangguan Tidur

2.4.1 Prevalensi gangguan tidur pada remaja penderita NKP

Pada penelitian Paiva dkk. (1997) menunjukkan bahwa 26 dari 49

sampel (53%) yang teridentifikasi mengalami gangguan tidur merupakan

penderita nyeri kepala primer.

Boardman dkk. (2005) menunjukkan data bahwa penderita dengan

NKP kronik memiliki kemungkinan 17 kali lebih besar mengalami

gangguan tidur dibandingkan dengan populasi normal. Meningkatnya

kecenderungan gangguan tidur juga berkorelasi dengan derajat keparahan

NKP pada penelitian lainnya (Rains dkk., 2008).


23

Pada remaja penderita NKP, gangguan tidur merupakan fenomena

klinis. Beberapa penelitian yang memfokuskan pada hubungan antar kedua

fenomena ini melaporkan adanya variasi bentuk gangguan tidur seperti

misalnya kesulitan untuk jatuh tertidur, frekuensi terbangun malam hari

yang sering, terbangun terlalu pagi dan mengantuk hebat pada siang hari.

National Sleep Foundation di Amerika pada tahun 2006 memberikan data

bahwa 45% remaja tidak mencapai kebutuhan tidur dalam semalam. Suatu

penelitian terhadap 69 remaja berumur 13-17 tahun dengan NKP

menunjukkan bahwa 65,7% peserta penelitian tersebut mengalami masalah

tidur dengan pemenuhan kebutuhan tidur yang tidak mencukupi (Gilman

dkk., 2007).

Sahota dan Dexter mengajukan klasifikasi kompleks mengenai

NKP yang berhubungan dengan gangguan tidur seperti yang dikutip oleh

Dodick dkk. (2003) pada tabel 2.3 berikut ini

Tabel 2.3
Klasifikasi Nyeri Kepala Terkait dengan Komponen Tidur
(Dodick dkk, 2003)
24

Paiva dkk. (1997) mengajukan klasifikasi mengenai hubungan

antara gangguan tidur dan NKP sebagai berikut:

1. Gangguan tidur yang disebabkan oleh nyeri kepala.

2. Nyeri kepala yang diinduksi oleh gangguan tidur.

3. Nyeri kepala dan gangguan tidur timbul tumpang tindih misalnya TTH

dan insomnia yang diinduksi oleh gangguan mood.

4. Nyeri kepala dan gangguan tidur muncul pada satu individu namun

tidak ada interaksi antara keduanya.

Perkembangan tidur pada remaja tidak terlalu pesat jika

dibandingkan dengan anak-anak. Perubahan pola tidur pada remaja

disebabkan oleh adanya perubahan hormonal serta pergeseran irama

sirkadian. Rata-rata durasi tidur harian menurun dari 11 jam di usia 6

tahun menjadi 10 jam di usia 9 tahun dan sekitar 8-9 jam saat usia 16

tahun. Selain itu, maturasi arsitektur tidur ditandai dengan penurunan

secara bertahap proporsi tidur dalam NREM dan sebagai kompensasi yaitu

dengan meningkatnya proporsi stadium tidur ringan NREM. Kantuk di

siang hari yang dialami pada remaja dapat diukur dengan multiple sleep

latency test (MSLT). Hasil dari tes tersebut adalah meningkatnya nilai

MLST menunjukkan bahwa adanya efek berkurangnya durasi tidur secara

relatif terhadap kebutuhan tidur remaja (Hoban, 2010).

Menurut Hoban (2010); Schochat dkk (2010), lingkungan sosial

juga sangat berpengaruh terhadap perubahan pola tidur pada remaja.

Seperti misalnya, penggunaan komputer atau internet, game video dan


25

telepon, kegiatan tersebut wajar dilakukan oleh remaja, mengganggu

waktu tidur dan meningkatkan risiko mengantuk pada saat siang hari.

Paparan media elektronik seperti televisi (3 jam per hari), penggunaan

fasilitas internet (2,5 jam per hari) akan meningkatkan latensi tidur dan

mengurangi waktu tidur anak dan remaja.

Sleep deprivation memberikan konsekuensi berat terhadap

perkembangan fisik dan mental remaja. Suatu penelitian berbasis populasi

dilakukan terhadap anak sekolah yang tergolong remaja (usia 11-17) tahun

menilai kualitas tidur dan faktor- faktor prediktor gangguan tidur pada

remaja menggunakan beberapa parameter yaitu PSQI dan Epworth

Sleepness Scale (ESS) dan lain-lain. Penelitian tersebut menyebutkan

bahwa rata-rata waktu tidur anak sekolah adalah sekitar 7,02 jam. Hanya

29,4% dari responden penelitian yang tidur lebih dari 8 jam dalam sehari.

Kualitas tidur yang buruk (skor PSQI ≥8) berhubungan signifikan dengan

peningkatan mood negatif (kemarahan, kecemasan, depresi, kelelahan dan

ketegangan). Responden dengan kualitas tidur buruk juga berkorelasi

signifikan dengan penyakit fisik (Lund dkk., 2010; Dinges dkk., 2011;

Moran dan Everhart, 2012).

Gangguan tidur yang dialami remaja selain Delayed Sleep Phase

(DSP) adalah insomnia. Menurut Diagnostic and Statistical Manual

(DSM)-V seperti yang dikutip oleh Tikotzky dan Sadeh (2012), insomnia

ditandai dengan adanya kesulitan memulai tidur, mempertahankan tidur au

attidur nonrestoratif yang berlangsung minimal satu bulan dan enyebabkan

m gangguan harian dan distres yang signifikan. Suatu


26

penelitian berbasis populasi menunjukkan bahwa sekitar 10,7% remaja

usia 13-16 tahun pernah mengalami insomnia sepanjang hidupnya dan

9,4% masih tetap mengalami insomnia. Insomnia juga disebutkan sebagai

faktor paling berpengaruh dari kualitas tidur yang buruk. Selain faktor

genetik, faktor psikososial remaja juga berperan menimbulkan insomnia

pada remaja.

Berbagai gangguan tidur pada remaja seperti sindrom DSP,

insomnia dan sleep-related breathing disorder berkorelasi kuat dengan

timbulnya nyeri kepala saat pagi hari (Calhoun dan Ford, 2007).

2.4.2 Peranan SCN dan melatonin pada patofisiologi NKP

Hubungan antara gangguan tidur dan NKP secara umum memiliki

dasar struktur neuroanatomi dan mekanisme neurofisiologi yang sama,

meliputi hipotalamus, serotonin dan melatonin. Aktivasi ARAS di batang

otak menyebabkan kondisi terjaga. Pengaruh neurotransmiter kortikal

seperti epinefrin, dopamine dan asetilkolin berperan mempertahankan

kewaspadaan selama terjaga. Tidur fase NREM dikontrol oleh neuron-

neuron GABA di basal otak depan (basal forebrain). Sedangkan generator

fase REM terletak di daerah dorsolateral tegmentum pontin. Fase REM

diawali oleh pelepasan asetilkolin yang diaktivasi oleh neuron pontin

tersebut. Serotonin yang berasal dari nukleus di daerah rafe dorsalis telah

diketahui memegang peranan pada migren (Alberti, 2003).

Kadar melatonin menurun pada beberapa jenis NKP terutama

migren, NKK dan nyeri kepala hipnik. Melatonin memiliki efek terapeutik

terhadap nyeri kepala primer melalui efek antioksidan, antiinflamasi dan


27

antinosiseptik. Mekanisme yang mendasari efek protektif melatonin

terhadap nyeri kepala belum sepenuhnya jelas. Efek beta endorfin yang

mungkin dimiliki oleh melatonin diperkirakan berperanan penting selain

mekanisme oksida nitrit dan jalur GABA, glutamat dan opiat endogen.

Efek protektif tersebut memungkinkan melatonin digunakan sebagai terapi

farmakologi prevensi migren (Bhasyar dkk., 2009).

Melatonin berperanan dalam ritme sirkadian dan mungkin memiliki

efek terapeutik terutama pada NKK. Nukleus noradrenergik LC dan

nukleus serotonergik rafe dorsalis mengontrol siklus bangun tidur dan

modulasi nyeri. Serotonin terlibat dalam regulasi tidur dan memegang

peranan penting dalam patofisiologi migren. Namun demikian, belum ada

penjelasan yang memuaskan mengenai bagaimana kedua hal tersebut

saling mempengaruhi (Alberti, 2006; Rains dkk., 2008).

Badan pineal adalah organ fotoneuroendokrin yang berbentuk

cemara, berada pada pusat otak di belakang ventrikel ketiga. Organ yang

kaya vaskular ini menghasilkan melatonin, peptida (seperti arginin

vasotosin) dan sel neuroglial. Stimulus eksternal dikonversi oleh badan

pineal dengan jalan menghasilkan hormon melatonin sebagai respon

terhadap sinkronisasi homeostasis internal dan lingkungan (Teron, 2002;

Peres, 2005).

Lokasi SCN di bagian posterior hipotalamus berhubungan dengan

aktivitas korteks oksipital dan nukleus rafe di batang otak sebagai nghasil

pe serotonin. Aktivitas serotonin memiliki ritme sirkadian dan rkanual

si dibawah kontrol SCN sebagai pacemaker. Jalur serotonergik


28

seperti traktus serotonergik basal forebrain yang bersifat asenden bermula

pada nukleus rafe dan berakhir pada area otak yang berbeda termasuk

pada SCN di hipotalamus. Stimulasi nukleus rafe akan menginduksi

pengeluaran serotonin pada SCN dan memulai ritme aktivitas sirkadian.

Adanya eksistensi komunikasi anatomi antara SCN dengan nukleus rafe

melalui neurotransmisi serotonin mungkin dapat menerangkan hubungan

antara tidur dengan NKP (Teron, 2002; Peres dkk., 2006).

Nyeri kepala primer yang seringkali dihubungkan dengan tidur

pada berbagai penelitian adalah migren. Serangan migren pada fase

prodromal diawali oleh gangguan fungsional neuronal pada hipotalamus.

Gangguan periodisitas sentral di hipotalamus ini dapat dilihat sesuai

dengan periodisitas serangan migren dan adanya perubahan emosional

oleh mekanisme jalur sistem limbik yang berhubungan dengan

hipotalamus. Gangguan fisiologi bioritmik hipotalamus seperti perubahan

hormonal, gangguan tidur dan perubahan nafsu makan merupakan

beberapa faktor yang sering memicu serangan migren (Teron, 2002).

Migren dipicu oleh perubahan siklus internal atau eksternal,

misalnya perubahan bioritmik hormonal (menstruasi), siklus bangun tidur

dan fase tidur, jet lag, giliran kerja (shift), faktor geoklimatik (siklus

musim, perubahan temperatur tekanan barometri, perubahan siklus gelap

terang), gangguan afektif atau emosional, perubahan kebiasaan rutin (pola

waktu makan, aktivitas istirahat dan akhir pekan). Hal ini menyokong teori

ga ngguan sirkuit serebral dengan mekanisme adaptasi homeostatik

(Dodick, 2003).
29

Trigeminal nucleus caudalis di pons dan mesensefalon yang

diperkirakan sebagai “generator migren” mengaktivasi struktur vaskuler

yang memvaskularisasi nukleus ini selama serangan migren. Gejala

migren yang berhubungan dengan fase prodromal dan aura kemungkinan

disebabkan oleh aktivitas hipotalamus atau kortikal, misalnya menguap,

peningkatan rasa lapar, kelelahan, perubahan mood, distorsi visual dan

sensoris. Hipotalamus terhubung dengan sistem limbik, sel-sel melatonin

neuronal di badan pineal dan nukleus di batang otak yang mengatur

kontrol eferen otonom oleh nukleus traktus solitarius, kontrol motorik dan

fase tidur oleh LC dan modulasi nyeri oleh PAG (Alberti, 2006).

Berdasarkan polisomnografi yang dilakukan pada penderita

migren, terdapat hubungan antara nyeri kepala di malam hari dengan fase

REM. Migren yang terjadi saat terjaga, disebabkan oleh pemanjangan fase

3, 4 dan REM. Suatu studi observasional yang dilakukan oleh Kelman dan

Rain (2005) menunjukkan adanya keluhan gangguan tidur pada 1.283

penderita migren.

Penderita TTH kronik mengalami pengurangan waktu tidur tapi

tidak spesifik pada fase tertentu, pemanjangan latensi tidur seringkali

terjaga, peningkatan aktivitas motorik di malam hari dan penurunan tidur

gelombang lambat. Kecemasan dan depresi komorbid dengan TTH

sehingga gangguan tidur khususnya insomnia yang menjadi salah satu

gejala depresi juga sering dialami terutama oleh penderita TTH kronik. al

H ini menyokong hipotesis adanya hubungan antara NKP, gangguan

tidur dan gangguan psikiatri (Alberti, 2006; Rain dkk., 2008).


30

Penelitian Brun dkk. (1995) menunjukkan penurunan kadar

melatonin dalam urin pada wanita penderita migren saat serangan bila

dibandingkan pada wanita menstruasi yang tidak mengidap migren. Hal

inilah yang mendasari pemikiran bahwa melatonin terlibat dalam

patofisiologi migren, terutama migren kronis. Peranan melatonin dalam

patofisiologi NKP kronik dimungkinkan oleh adanya efek melatonin

seperti yang dipaparkan pada tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4
Beberapa Peranan Melatonin dalam Patofisiologi NKP (Peres, 2005)

Melatonin adalah molekul yang bertanggung jawab terhadap

sinkronisasi internal tubuh dengan lingkungan. Dalam hubungannya

dengan NKP, dalam hal ini migren, melatonin diperkirakan berperan

dalam terjadinya cortical spreading depression (CSD) melalui efeknya

terhadap sistem oksida nitrit, GABA dan glutamatergik. Mekanisme lain

berupa keterlibatan melatonin dalam patofisiologi migren dan gangguan

ps ikiatri yang komorbid mungkin melalui sistem serotonergik dan

dopaminergik (Peres, 2005).


31

Migren kronik merupakan sindrom kompleks yang berhubungan

dengan berbagai kondisi termasuk gangguan cemas menyeluruh (70%),

insomnia (71%), dan depresi mayor (80%). Penyebab dan mekanisme

migren kronik masih belum jelas. Sejumlah mekanisme diduga

bertanggung jawab terhadap timbulnya migren kronik, yaitu sensitisasi

sentral, adanya gangguan pada modulasi nyeri sentral, disfungsi

hipotalamus, serta kombinasi keempat mekanisme tersebut (Bruera dkk.,

2008).

Sekresi melatonin oleh badan pineal secara substansial ditekan oleh

paparan cahaya. Penderita migren akan lebih rentan terhadap serangan

sepanjang musim panas saat siang hari dan berlangsung hampir sepanjang

hari selama beberapa bulan. Disfungsi hipotalamus juga diduga berperanan

dalam timbulnya TTH kronik (Bruera dkk., 2008).

Hampir 50% serangan migren timbul saat pukul 4 dan 9 pagi

mengikuti irama sirkadian. Namun serangan migren dikatakan tidak

memiliki hubungan dengan stadium tidur. Penderita mungkin saja

terbangun karena serangan migren di luar tidur fase REM atau serangan

tersebut muncul pada stadium 3 dan 4 tidur NREM. Enam puluh persen

pasien dengan migren melaporkan adanya rasa gembira yang berlebihan

(euforia patologis), iritabilitas, depresi, lapar, haus dan mengantuk

sepanjang 24 jam mendahului munculnya serangan nyeri kepala. Gejala-

gejala tersebut merupakan gejala yang berasal dari disfungsi hipotalamus.

Kemunculan migren yang dipicu oleh siklus alami tubuh atau siklus n

lingkunga (perubahan hormonal saat menstruasi, siklus bangun tidur)


32

mengindikasikan mekanisme hipotalamus, sehingga migren diduga

merupakan gangguan sirkuit serebral dengan mekanisme homeostatik

adaptif (Bruera dkk., 2008).

Suatu penelitian yang dilakukan pada penderita NKK yang

mengalami serangan nyeri kepala melaporkan adanya penurunan

konsentrasi melatonin secara bermakna. Kadar melatonin nokturnal

menurun pada saat serangan bila dibandingkan dengan kadar melatonin

saat remisi. Penurunan kadar melatonin mencapai level terendah pada saat

tidur REM pukul 2 & pukul 3 dini hari dimana pada waktu-waktu tersebut

terjadi serangan nyeri kepala. Nyeri yang diinduksi oleh stres tidak dapat

menjelaskan bagaimana kadar melatonin menurun saat serangan karena di

lain pihak stres memicu pengeluaran norepinefrin endogen yang

sebenarnya meningkatkan produksi melatonin. Dari sudut pandang

biokimia, kadar melatonin yang rendah mungkin disebabkan oleh

penurunan kadar serotonin yang diperlukan untuk sintesis hormon tersebut

(Bruera dkk., 2008).

Serangan NKK timbul pada musim semi dan musim gugur saat

siklus gelap dan terang mengalami perubahan. Berbagai indikator yang

memungkinkan sebagai petunjuk keterlibatan hipotalamus pada NKP

adalah dengan melihat efek terapi litium pada pasien NKK, perubahan

sekresi kortisol dan perubahan regulasi aksis HPA (Bruera dkk., 2008).
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 KERANGKA TEORI

Remaja

Masa Pubertas

Perubahan
Hormonal

Gangguan Tidur
(Insomnia)

Gangguan Irama Sirkadian

Disfungsi Hipotalamus dan


badan pineal

Kadar melatonin <<


Kadar serotonin <<

Faktor Pencetus Nyeri Kepala Primer


(Makanan, stres, dll) (Migren & TTH)

Gambar 3.1 Kerangka Teori

33
34

3.2 KERANGKA KONSEP

Penelitian ini mengkaji dua variabel, yaitu variabel dependen dan

variabel independen. Variabel dependen adalah nyeri kepala primer (migren /

TTH), sedangkan variabel independen adalah gangguan tidur (insomnia).

Gangguan Tidur
(Insomnia)

Disfungsi
hipotalamus dan
badan pineal

- Tumor otak
- Demam
- Trauma Capitis Nyeri Kepala - Jenis Kelamin
- Konsumsi Primer - Umur
alkohol dan / (Migren / TTH)
kopi

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Keterangan:

Variabel dependen

Variabel independen

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Variabel antara
35

3.3 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara angka

kejadian nyeri kepala primer (migren/ tension type headache) dengan

gangguan tidur insomnia pada remaja.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan

rancangan cross sectional. Pengambilan subyek berdasarkan probability

sampling yaitu simple random sampling.

4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

4.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di SMA Negeri 17 Makassar.

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Oktober – November 2017.

4.3 POPULASI DAN SAMPEL

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 17

Makassar.

4.3.2 Sampel

4.3.2.1 Besar Sampel

Penghitungan besar sampel pada penelitian ini memakai rumus

besar sampel untuk penelitian analitik korelatif sebagai berikut (Dahlan,

009):
2

N = (Z)2 P Q = (1,96)2 x 0,65 x (1-0,65)


d2 0,12

36
37

Keterangan:

Z = Kesalahan tipe I ditetapkan 5 % = 1,96

d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki ditetapkan sebesar

10%

Q =1-P

P = Proporsi NKP dengan gangguan tidur pada remaja yaitu 65,7%

(Gilman dkk, 2007).

Berdasarkan penghitungan dengan menggunakan rumus di atas

ditetapkan jumlah sampel minimal sebesar 87 orang.

4.3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan

probability sampling yaitu simple random sampling, pengambilan sampel

dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota

populasi.

4.3.2.3 Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi

1. Siswa-siswi SMA Negeri 17 Makassar kelas X, XI, XII yang

bersedia untuk dijadikan sampel.

b. Kriteria Eksklusi

1. Menderita demam karena infeksi sistemik maupun intrakranial.

2. Riwayat trauma kepala ringan hingga berat setidaknya 3 bulan

sebelumnya.

3. Telah didiagnosis menderita tumor otak.


38

4. Mengonsumsi alkohol, kopi dan/atau minuman yang

mengandung kafein, maupun obat-obatan yang dapat

menginduksi nyeri kepala.

5. Tidak mengisi lembar kuesioner dengan lengkap.

4.4 VARIABEL PENELITIAN

4.4.1 Identifikasi Variabel

1. Variabel dependen: nyeri kepala primer.

2. Variabel independen: gangguan tidur.

3. Variabel yang diteliti: jenis kelamin dan umur.

4. Variabel yang tidak diteliti: tumor otak, demam, trauma kapitis,

konsumsi alkohol dan/ kopi.

5. Variabel antara: disfungsi hipotalamus dan badan pineal.

4.4.2 Definisi Operasional & Kriteria Objektif

a. Jenis kelamin

1) Definisi : Jenis kelamin responden berdasarkan yang tercatat

pada kartu pelajar.

2) Hasil Ukur : a) Laki- laki

b) Perempuan

Data berskala kategorikal nominal.

b. Umur

1) Definisi : Lamanya waktu hidup responden yaitu terhitung

sejak lahir sampai dengan sekarang.

2) Hasil Ukur : Data disajikan dalam skala numerik.


39

c. Gangguan Tidur Insomnia

1) Definisi : Kesulitan untuk memulai tidur, mempertahankan

tidur, merasa tidak segar saat bangun dari tidur, meminum obat-

obatan untuk membantu tertidur, serta ada gangguan kesehatan

yang mengganggu tidur dengan frekuensi kadang-kadang hingga

selalu.

2) Cara Ukur : Dengan menggunakan kuesioner untuk skrining

insomnia yang digunakan oleh JPS Health Network yang terdiri

dari 5 pertanyaan yang merujuk pada insomnia dengan poin 1

(tidak pernah), 2 (jarang), 3 (kadang-kadang), 4 (hampir selalu),

dan 5 (selalu).

3) Hasil Ukur

a) Ya : bila poin 3, 4, atau 5 pada poin pertanyaan mana saja.

b) Tidak: bila poin hanya 1 dan/atau 2 pada semua pertanyaan.

Data berskala kategorikal nominal.

d. Migren

1) Definisi : Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan

selama 4-72 jam. Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut,

intensitas nyeri sedang hingga berat, bertambah berat dengan

aktivitas fisik yang rutin dan diikuti oleh nausea dan/atau fotofobia

dan fonofobia.

2) Cara ukur : Dengan menggunakan kuesioner nyeri kepala primer

yang terdiri dari beberapa pertanyaan dan merujuk pada definisi

migren menurut International Headache Society (IHS).


40

3) Hasil Ukur : a) Ya

b) Tidak

Data berskala kategorikal nominal.

e. Tension Type Headache

1) Definisi : Nyeri kepala episodik yang infrekuen dan

berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Karakteristik

nyeri bilateral, rasa menekan atau mengikat pada dengan intensitas

nyeri ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktivitas

fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau

fonofobia.

2) Cara ukur : Dengan menggunakan kuesioner nyeri kepala primer

yang terdiri dari beberapa pertanyaan dan merujuk pada definisi

Tension Type Headache menurut International Headache Society

(IHS).

3) Hasil ukur : a) Ya

b) Tidak

Data berskala kategorikal nominal.

f. Konsumsi kopi dan/atau minuman mengandung kafein lainnya

1) Definisi : kebiasaan mengonsumsi kopi dan/atau minuman

yang mengandung kafein sejumlah 3-4 cangkir selama tiga bulan

terakhir.

2) Hasil Ukur : a) Ya

b) Tidak

Data berskala kategorikal nominal.


41

g. Konsumsi alkohol

1) Definisi : kebiasaan mengonsumsi minuman yang

mengandung alkohol dalam waktu paling lama 24 jam sebelum

timbulnya serangan nyeri kepala.

2) Hasil Ukur : a) Ya

b) Tidak

Data berskala kategorikal nominal.

h. Tumor otak

1) Definisi : responden yang telah didiagnosis menderita tumor

otak.

2) Hasil Ukur : a) Ya

b) Tidak

Data berskala kategorikal nominal.

i. Demam

1) Definisi : responden yang mengalami demam (suhu axilla

>37,50) pada saat pengisian kuesioner.

2) Hasil Ukur : a) Ya

b) Tidak

Data berskala kategorikal nominal.

j. Trauma kapitis

1) Definisi : responden yang mengalami cedera mekanik

terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang

menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,

kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.


42

2) Hasil Ukur : a) Ya

b) Tidak

Data berskala kategorikal nominal.

4.5 JENIS DATA DAN INSTRUMEN PENELITIAN

4.5.1 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari

penderita melalui wawancara aktif menggunakan lembar pengumpulan data

atau kuesioner.

4.5.2 Instrumen Penelitian

 Kuesioner

4.6 MANAJEMEN PENELITIAN

4.6.1 Pengumpulan data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer yang

didapatkan secara langsung dari subyek penelitian atau sampel, meliputi

data identitas responden serta kuesioner untuk mengukur gangguan tidur

insomnia dan nyeri kepala primer pada siswa-siswi SMA Negeri 17

Makassar.

4.6.2 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah memasukkan data dari kuesioner ke

dalam tabel, selanjutnya dilakukan analisa data menggunakan uji chi-

sq uare dengan program IBM Statistical Product for Social Science (SPSS)

versi 24.0®
43

4.6.3 Teknik Penyajian Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan serta

disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.

4.7 ETIKA PENELITIAN

Telah mendapatkan persetujuan rekomendasi etik berdasarkan SK

nomor: 792 / H4.8.4.5.3.1 / PP36-KOMETIK / 2017.


BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Pada hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 153 subyek penelitian

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Berikut merupakan tabel yang

menggambarkan karakteristik subyek penelitian.

Tabel 5.1
Karakteristik Subyek Penelitian

Jumlah
Karakteristik
N %
A. Umur
14 tahun 1 0,7
15 tahun 55 35,9
16 tahun 57 37,3
17 tahun 37 24,2
18 tahun 3 2,0
B. Jenis kelamin
Laki-laki 53 34,6
Perempuan 100 65,4
Jumlah total subyek 153 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 5.1 di atas maka dapat diketahui bahwa subyek

penelitian merupakan remaja dengan rentang umur 14 tahun sampai 18 tahun.

Kelompok terbesar adalah subyek dengan umur 16 tahun yaitu 37,3%.

Sedangkan, kelompok terkecil adalah subyek dengan umur 14 tahun yaitu

0,7%. Subyek penelitian adalah remaja siswa-siswa SMA Negeri 17

Makassar yang diambil dari kelas X, XI, serta kelas XII. Perbandingan

44
45

persentase subyek laki-laki dan perempuan pada penelitian ini adalah 34,6% :

65,4%. Jumlah subyek laki-laki dan perempuan pada penelitian ini cukup

jauh berbeda.

5.2 Proporsi NKP (Migren/ Tension Type Headache) Berdasarkan Jenis

Kelamin

Berikut hasil penelitian yang menunjukkan proporsi nyeri kepala

primer (Migren/ Tension Type Headache) berdasarkan jenis kelamin yang

dapat dilihat pada tabel 5.2 di bawah ini.

Tabel 5.2
Proporsi NKP (Migren/ Tension Type Headache)
Berdasarkan Jenis Kelamin
NKP
Total
Jenis Kelamin Normal Migren TTH
N (%)
N % N % N %
Laki-laki 17 47,22 23 29,11 13 34,21 53 (34,64)
Perempuan 19 52,78 56 70,89 25 65,79 100 (65,36)
Total 36 100 79 100 38 100 153 (100)

Persentase subyek penelitian dengan nyeri kepala migren sangat jauh

berbeda antara laki-laki dengan perempuan yaitu 29,11% dan 70,89%, begitu

pula dengan persentase subyek penelitian dengan nyeri kepala tipe tegang

(Tension Type Headache) antara laki-laki dengan perempuan yaitu 34,21%

dan 65,79%. Selain itu, perbandingan persentase subyek penelitian tanpa

disertai nyeri kepala primer antara laki-laki dengan perempuan yaitu 47,22%

dan 52,78%.
46

5.3 Proporsi NKP (Migren/ Tension Type Headache) Berdasarkan Umur

Di bawah ini hasil penelitian yang menunjukkan proporsi nyeri kepala

primer berdasarkan umur.

Tabel 5.3
Proporsi NKP (Migren/ Tension Type Headache) Berdasarkan Umur

NKP
Total
Umur Normal Migren TTH N (%)
N % N % N %
14 tahun 0 0 0 0 1 2,63 1 (100)

15 tahun 12 33,33 30 37,97 13 34,21 55 (100)

16 tahun 14 38,89 29 36,71 14 36,84 57 (100)

17 tahun 10 27,78 18 22,79 9 23,69 37 (100)

18 tahun 0 0 2 2,53 1 2,63 3 (100)

Total 36 100 79 100 38 100 153 (100)

Tabel 5.3 di atas menunjukkan proporsi nyeri kepala primer

berdasarkan umur, dimana yang memiliki angka tertinggi yaitu nyeri kepala

migren sejumlah 79 orang dengan kelompok umur 15 tahun sebanyak 30

orang (37,97%). Sedangkan, proporsi nyeri kepala tipe tegang (Tension Type

Headache) sejumlah 38 orang dengan kelompok umur tertinggi yaitu 16

tahun sebanyak 14 orang (36,84%).


47

5.4 Proporsi Gangguan Tidur Insomnia Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil penelitian berikut ini menunjukkan proporsi gangguan tidur

insomnia berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 5.4
Proporsi Gangguan Tidur Insomnia

Jenis Kelamin
Gangguan Tidur Total
Laki-laki Perempuan
Insomnia N (%)
N % N %
Ya 48 90,57 88 88 136 (88,9)
Tidak 5 9,43 12 12 17 (11,1)
Total 53 100 100 100 153 (100)

Pada tabel 5.4 di atas bahwa sejumlah 136 orang (88,9%) mengalami

gangguan tidur insomnia, di mana jenis kelamin perempuan memiliki angka

tertinggi yaitu 88 orang (88%), sedangkan sisanya adalah subyek laki-laki

yaitu 48 orang (90,57%). Selain itu, perbandingan persentase subyek laki-laki

dengan perempuan yang tidak memiliki gangguan tidur insomnia cukup

berbeda yaitu 9,43% dan 12%.

5.5 Hubungan NKP (Migren/ Tension Type Headache) dengan Jenis Kelamin

dan Umur

Hasil penelitian mengenai hubungan NKP (Migren/ Tension Type

Headache) dengan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut, ngkan

seda hubungan NKP (Migren/ Tension Type Headache) dengan umur

dapat dilihat pada tabel 5.6 di bawah.


48

Tabel 5.5
Hubungan NKP dengan Jenis Kelamin

NKP
Total
Jenis Kelamin Tidak Ya P
N (%)
N % N %
Laki-laki 17 47,22 36 30,77 53 (34,64%)
Perempuan 19 52,78 81 69,23 100 (65,36) 0,107
Total 36 100 117 100 153 (100)
Chi-Square Test (P < 0,05)

Tabel 5.6
Hubungan NKP dengan Umur

NKP
Total
Umur Tidak Ya P
N (%)
N % N %
14 tahun 0 0 1 0,86 1 (100)
15 tahun 12 33,33 43 36,75 55 (100)
16 tahun 14 38,89 43 36,75 57 (100)
0,768
17 tahun 10 27,78 27 23,08 37 (100)
18 tahun 0 0 3 2,56 3 (100)
Total 36 100 117 100 153 (100)
Chi-Square (P < 0,05)

Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa hasil uji Chi-Square antara

nyeri kepala primer dengan jenis kelamin tidak signifikan, dimana diperoleh

nilai p-Value 0,107 (p-Value > 0,05). Begitu pula dengan Tabel 5.6

berdasarkan uji Chi-Square didapatkan nilai p-Value 0,768 (p-Value > 0,05)

yang berarti tidak signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan

antara nyeri kepala primer baik dengan jenis kelamin maupun umur

menunj ukkan hubungan yang tidak signifikan ataupun bermakna antar kedua

variabel.
49

5.6 Hubungan NKP (Migren/ Tension Type Headache) dengan Gangguan

Tidur Insomnia

Hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara NKP (Migren/

Tension Type Headache) dengan gangguan tidur insomnia dapat dilihat pada

tabel 5.7 di bawah ini.

Tabel 5.7
Hubungan NKP dengan Gangguan Tidur Insomnia

NKP
Gangguan Tidur Total
Ya Tidak P r
Insomnia N (%)
N % N %
Ya 108 92,31 28 77,78 136 (88,89)
Tidak 9 7,69 8 22,22 17 (11,11) 0.029 0.196
Total 117 100 36 100 153 (100)
Chi-Square Test (P < 0,05)

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah subyek penelitian yang

mengalami gangguan tidur insomnia maupun tidak dan mengalami NKP

(Migren/ Tension Type Headache). Sebanyak 108 (92,31%) subyek penelitian

dengan gangguan tidur insomnia dan mengalami nyeri kepala primer

diantaranya nyeri kepala migren sejumlah 72 orang dan nyeri kepala tipe

tegang sejumlah 36 orang. Sedangkan, sebanyak 9 (7,69%) subyek penelitian

tidak mengalami gangguan tidur insomnia tetapi mengalami nyeri kepala

primer diantaranya 7 orang dengan nyeri kepala migren dan 2 orang dengan

nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache). Selain itu, sebanyak 36

suby ek penelitian tidak mengalami nyeri kepala primer baik migren maupun

tensi on type headache diantaranya sejumlah 28 orang (77,78%) mengalami

gang guan tidur insomnia dan 8 orang (22,22%) tidak mengalami gangguan
50

tidur insomnia.

Berdasarkan uji Chi-Square antara nyeri kepala primer dengan

gangguan tidur insomnia maka diperoleh nilai kebermaknaan p-Value adalah

0.029 (p-Value < 0,05) dengan besaran nilai korelasi antar keduanya adalah

0,196 yang menunjukkan kekuatan korelasi lemah. Sehingga pada penelitian

ini berkesimpulan bahwa nyeri kepala primer cukup berkorelasi dengan

gangguan tidur insomnia pada remaja.


BAB 6

PEMBAHASAN

Dari penelitian ini diperoleh sampel subyek remaja usia sekolah

menengah atas (SMA) dengan rentang umur 14-18 tahun. Kelompok terbesar

adalah subyek dengan umur 16 tahun yaitu 37,3%. Perbandingan persentase

perempuan dan laki-laki pada penelitian ini terpaut jauh yaitu 65,4% : 34,6%.

Hal ini sesuai dengan penelitian berbasis populasi di Swedia dengan jumlah

237 sampel remaja sekolah menengah pertama dan lanjut dengan rentang usia

12-18 tahun. Jumlah sampel dengan kelompok usia 15-16 tahun memiliki

angka yang tertinggi yaitu sekitar 26,6%, dengan jumlah subyek perempuan

lebih banyak daripada laki-laki, yaitu dengan perbandingan 57% : 43%

(Larsson dan Fitchel, 2014).

Distribusi nyeri kepala primer pada penelitian ini adalah 76,47% atau

sekitar 115 orang dari 153 subyek penelitian. Hal ini didukung dengan

penelitian yang dilakukan oleh Michelle Katherine et al. mengenai prevalensi

nyeri kepala pada remaja dengan rentang usia 14-19 tahun bahwa sebanyak

954 sampel didapatkan 80,6% yang menderita nyeri kepala.

Pada penelitian ini, nyeri kepala migren memiliki angka kejadian yang

lebih besar yaitu sebanyak 79 orang (51,63%), sedangkan nyeri kepala tipe

tegang (Tension Type Headache) sebanyak 38 orang (24,84%). Hal yang

sama dengan penelitian cross-sectional yang dilakukan di Iran oleh Talebian

A. d kk. (2015), dimana dari 114 sampel didapatkan sekitar 58,8% mengalami

nyeri kepala migren, sedangkan sekitar 33,3% mengalami nyeri kepala tipe

51
52

tegang (Tension Type Headache).

Selain itu, pada penelitian ini didapatkan angka kejadian nyeri kepala

migren pada remaja perempuan adalah 70,89%. Angka ini jauh lebih besar

dibandingkan dengan remaja laki-laki yaitu sekitar 29,11%. Begitu pun

dengan nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache), dimana remaja

perempuan memiliki angka yang lebih tinggi yaitu 65,79%, sedangkan pada

laki-laki sekitar 34,21%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di

Jerman mengenai nyeri kepala primer yang mengambil populasi remaja

bahwa prevalensi nyeri kepala primer baik migren maupun tension type

headache pada remaja perempuan memang lebih tinggi dibandingkan remaja

laki-laki yaitu 78,9% dan 59,5% (Fendrich et al. 2007).

Proporsi nyeri kepala primer berdasarkan umur pada penelitian ini

yang memiliki angka tertinggi yaitu nyeri kepala migren sejumlah 79 orang

(51,63%) dengan kelompok umur 15 tahun sebanyak 30 orang (54,54%).

Sedangkan, proporsi nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache)

sejumlah 38 orang (24,84%) dengan kelompok umur tertinggi yaitu 16 tahun

sebanyak 14 orang (24,56%). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan

di Shanghai terhadap 4.812 siswa bahwa sebanyak 466 (9,68%) mengalami

nyeri kepala selama 3 bulan terakhir dimana 44,85% mengalami nyeri kepala

migren dengan proporsi yang paling tinggi pada kelompok usia 14 dan 15

tahun. Sedangkan, proporsi TTH sebesar 29,18%, dan proporsi klaster serta

nyeri kepala lainnya sebesar 6,22% dan 19,74% (Zheng Jin et al., 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang tidak bermakna

antara nyeri kepala primer dengan jenis kelamin dan umur. Hal ini sesuai
53

dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zheng Jin dkk. (2013)

mengenai prevalensi nyeri kepala terhadap anak dan remaja di China.

Persentase nyeri kepala pada jenis kelamin perempuan lebih tinggi (51,2%)

dibandingkan laki-laki. Sedangkan, persentase berdasarkan umur lebih tinggi

pada kelompok usia 12-15 tahun. Walaupun begitu, kedua hal tersebut tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan nyeri kepala.

Penelitian ini menunjukkan bahwa sejumlah 136 orang dari 153

subyek penelitian (88,9%) mengalami gangguan tidur insomnia. Dimana jenis

kelamin perempuan memiliki angka tertinggi yaitu 88 orang (88%),

sedangkan sisanya adalah subyek laki-laki yaitu 48 orang (90,57%).

Penelitian yang dilakukan oleh Jodi dan Lisa bahwa gangguan tidur pada

anak dan remaja memiliki prevalensi yang tinggi yaitu sekitar 25-40%. Selain

itu, Xianchen Liu et al. (2000) mempublikasikan hasil penelitian mengenai

prevalensi gangguan tidur di China bahwa insomnia pada remaja perempuan

lebih tinggi dibanding dengan remaja laki-laki. Walaupun begitu, gangguan

tidur insomnia dan jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan.

Tidur merupakan hal yang penting dalam kesehatan perkembangan

pada remaja agar mereka dapat berhasil di sekolah. Pada tahun 2011, dua dari

tiga remaja melaporkan tidur yang tidak cukup, sebagaimana satu dari tiga

remaja lainnya memiliki tidur yang cukup. Pada remaja, tidur yang tidak

memadai, kualitas tidur yang tidak adekuat, dan pola tidur yang tidak teratur

berhubungan dengan rasa kantuk yang berlebih pada siang hari (daytime

sleep iness), mood negatif, kemungkinan meningkatkan rangsangan untuk

men gonsumsi obat-obat terlarang, tingkat perilaku yang berisiko lebih tinggi,
54

buruknya kinerja di sekolah, dan meningkatkan risiko luka yang tidak

disengaja. Hampir seperempat dari seluruh siswa sekolah melaporkan tertidur

di dalam kelas setidaknya sekali dalam seminggu. Beberapa faktor

berkontribusi terhadap kurangnya waktu tidur pada remaja. Kurangnya waktu

tidur selama periode pertumbuhan yang kritis ini timbul dari fisiologi,

perilaku, budaya sosial, dan perubahan lingkungan. Faktor-faktor yang

diketahui mempengaruhi remaja dan sering terjadi secara simultan,

diantaranya pergesaran waktu hormonal dan waktu masuk sekolah yang

terlalu cepat. Pada awal remaja, mereka mengalami pergeseran irama

sirkadian yang menyebabkan puncak produksi melatonin, hormon yang

menginduksi tidur, terjadi pada malam hari sekitar jam 11 malam hingga jam

8 pagi. Perubahan dalam siklus tidur normal semakin rumit dengan adanya

jadwal sekolah. Selain itu, jadwal yang sibuk sepulang sekolah misalnya

tugas sekolah, olahraga, aktivitas ekstrakurikuler lainnya, kerja paruh waktu,

dan komitmen sosial yang selanjutnya dapat berkontribusi terhadap waktu

tidur yang terlambat. Aktivitas pada waktu senggang misalnya televisi,

internet, dan permainan di komputer dapat menunda waktu tidur pada remaja.

Paparan cahaya juga dapat membuat otak tetap terjaga. Pada malam hari,

cahaya dari televisi, telepon genggam, serta komputer dapat mencegah

produksi melatonin yang adekuat. Gangguan tidur misalnya restless legs

syndrome atau sleep apnea, dapat mempengaruhi seberapa lama tidur yang

mereka dapat (National Adolescent and Young Adult Health Information,

2014).
55

Prevalensi gangguan tidur insomnia dan nyeri kepala primer pada

penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 70,6% subyek penelitian dengan

gangguan tidur insomnia mengalami nyeri kepala primer baik migren maupun

tension type headache. Jumlah yang cukup tinggi ini menunjukkan

kemungkinan adanya hubungan antara gangguan tidur insomnia dengan

timbulnya nyeri kepala primer (migren/ Tension Type Headache) pada

remaja. Uji statistik juga menunjukkan bahwa adanya hubungan yang

signifikan antara kedua hal tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Sancisi et al. (2010) bahwa penderita NKP kronik

menunjukkan prevalensi yang tinggi terhadap insomnia (67,7%), rasa kantuk

berlebih pada siang hari (36,2%) dan mendengkur (48,6%). Dengan

demikian, insomnia dapat mewakili sebagai faktor risiko independen terhadap

nyeri kepala kronik.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Gilman dkk. (2007) mengenai

NKP dan gangguan tidur pada remaja melaporkan sejumlah 69 remaja dengan

rentang usia 13-17 tahun bahwa sebesar 90% mengalami migren dan 10%

mengalami tension type headache (TTH). Sedangkan, prevalensi dari

keluhan tidur disertai nyeri kepala yang dialami oleh remaja diantaranya

kurangnya jumlah waktu tidur (65,7%), rasa kantuk berlebih pada siang hari

(23,3%), sulit untuk jatuh tertidur (40,6%), dan bangun pada tengah malam

(38%). Hubungan yang signifikan secara statistik antara karakteristik nyeri

kepala (frekuensi, intensitas nyeri) dan perilaku tidur yang dialami oleh

remaja juga muncul pada penelitian ini.


56

Nyeri kepala merupakan salah satu keluhan yang paling sering dialami

oleh remaja. Lebih dari 90% remaja usia 11-21 tahun di Amerika Serikat

sering mengeluh nyeri kepala dalam jangka waktu 12 bulan (Leger et al.,

2008). Di antara semua nyeri kepala pada anak, migren dan TTH

menunjukkan prevalensi yang paling tinggi (Lewis, 2009).

Disamping itu, gangguan tidur juga merupakan keluhan yang sering

dialami oleh para remaja dan biasanya disertai dengan timbulnya nyeri

kepala. Seperti yang dikutip oleh Linawaty dkk. (2013), penelitian di Italia

menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja dengan migren diketahui

memiliki kualitas tidur yang lebih buruk dibandingkan dengan anak-anak dan

remaja yang tidak menderita migren. Hubungan kedua hal tersebut diduga

akibat adanya peranan faktor kronobiologis pada nyeri kepala khususnya

migren serta keterlibatan hipotalamus yang diduga sangat erat berperanan

dalam hubungan keduanya. Meskipun begitu, masih sedikit penelitian yang

berbasis populasi menerangkan bagaimana hubungan antara gangguan tidur

dengan nyeri kepala primer.

Penelitian lainnya yang dilakukan di Italia mengenai hubungan antara

nyeri kepala dan gangguan tidur yang kemungkinan dapat dimediasi oleh rasa

nyeri: suatu penelitian komunitas yang besar terhadap 622 anak-anak dan

remaja yang menderita nyeri (60% dengan nyeri kepala) melaporkan bahwa

keluhan yang paling sering disebabkan oleh rasa nyeri adalah gangguan tidur

(53,6%), diikuti ketidakmampuan untuk melanjutkan hobi (51,1%), dan

akhadiran di sekolah (48,8%). Selain itu, salah satu pencetus subyektif paling
ketid

yang sering dirasakan adalah kurang tidur. Namun, penelitian lain


57

melaporkan bahwa sebanyak 85% penderita nyeri kepala primer memilih

tidur untuk meredakan nyeri kepalanya (Gilman dkk, 2007; Yagihara dkk,

2012; Roth-Isigkeit et al., 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Francomichele dkk (2004) di Italia

melaporkan bahwa hubungan antara nyeri kepala dan gangguan tidur telah

diteliti selama lebih dari satu abad walaupun hubungan kedua hal ini masih

harus dipahami sepenuhnya. Pada sampel terhadap 464 dewasa dengan nyeri

kepala, prevalensi insomnia mencapai nilai 56,03% tanpa membedakan sesuai

dengan jenis kelamin (58,8% pada wanita, 48,80% pada laki-laki). Menurut

Sahota dan Dexter, hubungan tidur dengan nyeri kepala (selama atau setelah

tidur): fase tidur III, IV, dan REM berhubungan dengan migren. Fase REM

berhubungan dengan nyeri kepala klaster, paroksismal kronik, serta

hemicrania. Sedangkan, menurut Paiva nyeri kepala merupakan gejala dari

gangguan tidur primer dan gangguan tidur merupakan gejala dari NKP.

Penelitian di Norwegia juga melaporkan bahwa adanya hubungan

antara gangguan tidur dengan nyeri kepala primer dimana penderita dengan

NKP kronik khususnya migren berisiko mengalami gangguan tidur 17 kali

lebih besar daripada individu yang tanpa disertai NKP. Penelitian tersebut

sesuai dengan hasil penelitian ini dimana subyek penelitian yang menderita

nyeri kepala migren dan mengalami gangguan tidur insomnia lebih tinggi

dibandingkan dengan TTH. Namun, penelitian tersebut tidak memberikan

penjelasan yang lebih lanjut mengenai gangguan tidur menyebabkan nyeri la

primer ataupun sebaliknya. Hal ini disebabkan karena metode litian yang
kepa

pene digunakan membatasi untuk mendapatkan penjelasan tersebut


58

(Odegard dkk., 2010).

Salah satu pendapat megemukakan bahwa gangguan tidur yang

menyebabkan nyeri ataupun sebaliknya, namun kedua hal ini merupakan

fenomena sekunder yang disebabkan akibat disfungsi neurobiologi. Dimana

hipotalamus diperkirakan sebagai tempat utama yang menyebabkan disfungsi

neurobiologi ini dimulai. Hipotalamus berhubungan dengan batang otak

dalam regulasi nyeri dan tidur. Teori ini didukung oleh beberapa penelitian

lain yang melaporkan bahwa adanya aktivasi dari batang otak serta

hipotalamus yang dinilai melalui MRI fungsional ketika terjadi serangan

nyeri kepala. Meskipun peranan hipotalamus selama serangan nyeri kepala

masih dipertanyakan, namun beberapa hasil penelitian yang terbaru

melaporkan bahwa adanya hubungan yang kuat terhadap hipotalamus pada

penderita nyeri kepala primer khususnya migren dibandingkan dengan TTH.

Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya gangguan tidur dan rasa

mengantuk yang berlebihan di siang hari pada hampir seluruh penderita

migren (Montagna, 2006; Alstadhaug, 2008; Odegard dkk., 2010).

Hipotalamus posterior mewakili pusat pengaturan utama fungsi

otonom sentral sehingga ketika terjadi perubahan fungsi homeostatik maka

akan menyebabkan perubahan pada kontrol nyeri. Selain itu, hipotalamus

posterior juga memiliki hubungan yang penting dengan sistem modulasi

nyeri, menerima input dari korteks singulatus anterior, nukleus septal lateral,

nukleus preoptik, nukleus ventromedial dan lateral talamus serta PAG.

Selanj utnya, hipotalamus posterior memproyeksikan serabutnya ke

subta lamus, amigdala, dasar dari otak depan, regio limbik, dan nukleus
59

trigeminal kaudalis. Sehingga, hipotalamus dapat menjelaskan hubungan dari

segi anatomi terhadapnya munculnya nyeri kepala dengan gangguan tidur

(Alstadhaug, 2008).

Di samping itu, teori melatonin juga dapat menjelaskan hubungan

antara kedua hal ini. Suatu penelitian yang dilakukan pada penderita nyeri

kepala kronik (NKK) yang mengalami serangan nyeri kepala melaporkan

bahwa adanya penurunan konsentrasi melatonin secara bermakna. Kadar

melatonin nokturnal menurun pada saat serangan bila dibandingkan dengan

kadar melatonin saat remisi. Melatonin memiliki efek terapeutik terhadap

NKP melalui efek antioksidan, antiinflamasi dan antinosiseptik. Selain itu,

melatonin berperan dalam ritme sirkadian. Ketidakteraturan sirkadian

memicu badan pineal untuk menghasilkan kadar melatonin yang rendah

sehingga akan mencetuskan serangan NKP. Dari sudut pandang biokimia,

kadar melatonin yang rendah juga mungkin disebabkan oleh penurunan kadar

serotonin yang diperlukan untuk sintesis hormon tersebut (Bruera dkk., 2008;

Bhasyar dkk., 2009).


BAB 7

KESIMPULAN & SARAN

7.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian mengenai Hubungan antara Angka

Kejadian Nyeri Kepala Primer (migren / tension-type headache) dengan

Gangguan Tidur Insomnia pada Siswa-Siswi SMA Negeri 17 Makassar maka

dapat disimpulkan :

1. Angka kejadian nyeri kepala primer (migren/ tension type headache)

pada siswa-siswi SMA Negeri 17 Makassar cukup tinggi.

2. Angka kejadian gangguan tidur insomnia pada siswa-siswi SMA Negeri

17 Makassar cukup tinggi.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian nyeri kepala primer

(migren/ tension type headache) dan gangguan tidur insomnia dengan

nilai korelasi positif lemah.

4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian nyeri kepala

primer (migren/ tension type headache) dengan jenis kelamin pada siswa-

siswi SMA Negeri 17 Makassar.

5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian nyeri kepala

primer (migren/ tension type headache) dengan umur pada siswa-siswi

SMA Negeri 17 Makassar.

60
61

7.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel lebih besar

dan tempat penelitian yang berbeda untuk mendapatkan data yang lebih

banyak mengenai kejadian nyeri kepala primer dan gangguan tidur

insomia pada remaja.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan metode yang berbeda untuk

menjelaskan hubungan sebab akibat antara nyeri kepala primer dan

gangguan tidur insomnia serta faktor-faktor lain dengan timbulnya nyeri

kepala pada remaja.

3. Memberikan informasi mengenai pola tidur yang baik untuk mencegah

timbulnya nyeri kepala primer pada remaja.


DAFTAR PUSTAKA

Alberti A. 2006. Headache and Sleep. Sleep Medicine Review;10(6):431-437.


Alstadhaug, K. 2009. Migraine and Hypothalamus. Cephalalgia;29(8):809-817.
Boardman, H.F., Thomas, E., Millson, D.S., Croft, P.R. 2005. Psychological,
Sleep, Lifestyle, and Comorbid Associations With Headache. Headache.
45: 657-669.
Bohm, S. 2012. “Sleep and Chronotype in Adolescents” (Dissertation). Munich:
Universität zu Mϋnchen.
Buysse, D., Reynold, C., Monk, T., Berman, S., Kupfer, D.1989. The Pittsburgh
Sleep Quality Index : A New Instrument for Psychiatric Practice and
Research. Psychiatry Res; 28(2):193-213.
Bruera, O., Sances, G., Levin, G., Cristina, S., Medina, C., Nappi, G., Figuerola,
ML. 2008. Plasma Melatonin Pattern in Chronic and Episodic
Headaches: Evaluation during Sleep and Waking. Functional Neurology;
23(2):77-81.
Bruni, O., Ottaviano, S., Guidetti, V., 1996. The Sleep Disturbances Scale for
Children (SDCS) Construction and Validation of an Instrument to
Evaluate Sleep Disturbances in Childhood and Adolescence. J Sleep
Rrs;5: 251-261.
Bruni O, et al. 1997. Prevalence of sleep disorders in childhood and adolescent
with headache.
http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1046/j.14682982.1997.1704492.x?url_ver
=Z39.882003&rfr_id=ori%3Arid%3Acrossref.org&rfr_dat=cr_pub%3Dpubmed&

Carskadon, M., Wolfson, A., Acebo, C., Tzischinsky, O., Seifer, R. 1998.
Adolescent Sleep Patterns, Circadian Timing, and Sleepiness at A
Transition to Early School Days. Sleep;21(8):871-881.
Chokroverty, S. 2010. Overview of Sleep and Sleep Disorder. Indian J Med Res;
13:126-140.
Craven, R., Hirnle, C. 2000. Fundamental of Nursing: Human Health and
rd
Function. 3 Ed. Philadelphia: Lippincott William&Wilkins.

62
63

Curcio, G., Ferrera, dkk. 2006. Sleep Loss, Learning Capacity and Academic
Performance. Sleep Med Rev;10(5):323-337.
Dawson P. Sleep Disorders. Free Health Encyclopedia [Internet]. 2007 [cited
2012 Des 12]. Available from URL: http://www.faqs.org/
D.K., Gilman, T.M., Palermo, M.A., Kabbouche, A.D., Hershey, S.W., Powers.
2007. Primary Headache and sleep disturbance in adolescents.
Headache;47(8):1189-1194.
Dodick D, Eross E, Parish J. 2003. Clinical, Anatomical, and Physiologic
Relationship between Sleep and Headache. Headache;43: 282-292.
Dosi, C., Riccioni, A., Corte, M., Novelli, L., Ferri, R., Bruni, O. 2013.
Comorbidities of sleep disorders in childhood and adolescence: focus on
migraine. Nature and Science of Sleep: 77-85.
E., Sancisi, S., Cevoli, L., Vignatelli, M., Nicodemo, G., Pierangeli, S., Zanigni,
D., Grimaldi, P., Montagna. 2010. Increased prevalence of sleep
disorders in chronic headache: a case-control study. Headache: The
Journal of Head and Face Pain; 1464-1472.
Fendrich, K., Vennemann, M., Pfaffenrath, M., Evers,S., May, A., Berger, K.,
Hoffmann, W. 2007. Headache Prevalence Among Adolescents -- The
German DMKG Headache Study. Cephalalgia;27:347-354.
Ganong, W.F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 17. Jakarta: EGC
Gilman, D., Palermo, T., Kabbouche, M., Hershey, A., Powers, SC. 2007.
Primary Headache and Sleep Disturbance in Adolescent. Headache;
47:1189-1194.
Harsono. (1996). Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University.
Hoban, T. 2010. Sleep Disorder in Children. Ann N Y Acad Sci;1184:1-14.
Japardi, Iskandar. 2002. Gangguan Tidur. Laporan Penelitian. Fakultas
Kedokteran.
Jin, Z., Shi, L., Wang, Ya-Jie, Yang, Li-Gang, Shi, Yong-Hui, Shen, Li-Wei, Ren,
Chuan-Cheng. 2012. Prevalence of headache among children and
adolescent in Shanghai, China. Journal of Clinical Neuroscience; 20:
117-121.
64

Katherine, M., Carolina A., Rodrigues G., Mayaly V., Barros N., Cappato, R.
2015. Prevalence of headache in adolescent and association with use of
computer and videogames. Ciencia & Saude Coletiva; 20(11):3477-
3486.
Kelman, L., Rain, J. 2005. Headache and Sleep: Examination of Sleep Pattern and
Complaint in A Large Clinical Sample of Migraineurs. Headache;45
:904-910.
Lange, T., Born, J. 2011. The Immune Recovery Function of Sleep-Tracked by
Neutrophil Counts. Brain Behave Immune; 25(1):14-15.
Larsson, B., Fichtel, A. 2014. Headache prevalence and characteristics among
adolescents in the general population: a comparison between retrospect
questionnaire and prospective paper diary data. The Journal of Headache
and Pain;15(8).
Lee-Chiong Teofilo, L., 2008. Sleep Medicine Essentials. Wiley-Blackwell
Canada: 1-14.
Leger, D., Porsain, B., Neubauer, D., Uchiyama, M. 2008. An International
Survey of Sleeping Problems in The General Population. Current
Medical research and Opinion; 24(1): 307-317.
Lewis, D. 2002. Headaches in Children and Adolescents. Am Fam Physician,
15;65(4): 625-633.
Lewis DW. Pediatric migraine. Neurol Clin. 2009;27 : 481-501.8.
Lewis DW, Ashwal S, Dahl G, Dorbad D, Hirtz D, Prensky A, et al. Practice 7.
parameter: evaluation of children and adolescents with recurrent
headaches: report of the quality standards subcommittee of the american
academy of neurology and the practice committee of the child neurology
society. Neurology. 2002; 59:1-3.
Lina Waty, Supriatmo, Saing, B. 2013. Relationship between Migraine and Sleep
Disorders in Adolescents. Paediatrica Indonesiana;53(4): 214-17.
Liu, X., Uchiyama, M., Okawa, M., Kurita, H. 2000. Prevalence and correlates of
self-reported sleep problems among chinese adolescent. SLEEP; Vol. 23,
No. 1
Lumbantobing. 2008. Gangguan Tidur. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
65

Indonesia.
Lund, H., Reider, B., Whiting, R., Prichard, J. 2010. Sleep Patterns and Predictors
of Disturbed Sleep in A Large Population of College Students. Journal of
Adolescent Health.
Mahdi, A., Fatima, G., Kumar Das, S., Verma, N. 2011. Abnormality of Circadian
Rhythm of Serum Melatonin and Other Biochemical Parameters in
Fibromyalia Syndrome. Indian Journal of Biochemistry & Biophysics;
48:82-87.
Mardjono, M. 2008.Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Mindell, J., Owens, J., 2003. A Sleep in The Pediatric Practice. In: Mindell J,
editor. A Clinical Guide to Pediatric Sleep: Diagnosis and Management
of Sleep Problems. Lippincott: Williams&Wilkins;1-10.
Mindell, J., Meltzer, L. 2008. Behavioral Sleep Disorders in Children and
Adolescents. Ann Acad med Singapore; 37:722-728. .
Moran, A., Everhart, D. 2012. Adolescent Sleep: Review of Characteristics,
Consequences, and Intervention. Journal of sleep disorders:
treatment&care;1 (2).
National Adolescent and Young Adult Health Information Center. 2014. Sleep
Deprivation in Adolescent and Young Adults. San Fransisco: University
of California, San Fransisco. Retrieved from: http://nahic.ucsf.edu/wp-
content/uploads/2014/08/sleep-brief-final
Odegard, S., Engstrom, M., Sand, T., Stovner, L.J., Zwart, J.A., Hagen, K. 2010.
Assosciations between sleep disturbance and primary headaches: the
third Nord-Trondelag Health Study. J Headache Pain(11):197-206.
Ohida, T., Osaki, Y., Doi, Y., Tanihata, T., Minowa, M., Suzuki, K, dkk. 2004.
An Epidemiologic Study of Self Reported Sleep Problems among
Japanese Adolescent. Sleep.27;978-985.
Paiva T, Farinha A, Martins A, Batista A, Guilleminault C. Chronic Headaches
and Sleep Disorders. 1997. Arch Intern Med;157:1701-1705.
PERDOSSI. 2013. Konsensus Nasional IV: Diagnostik dan Penatalaksanaan
Nyeri Kepala. Dalam: Sjahrir, H., Machfoed, H., Suharjanti, I., Basir, H.,
Surbakti, KP., Mutiawati, E., Basjiruddin, H., Gunawan, BI., Yuanita, A.,
66

Aninditha, T., dkk. Editor. Kelompok Studi Nyeri Kepala. Surabaya.


Airlangga University Press.
Peres, M. 2005. Melatonin, The Pineal Gland and Their Implications for
Headache Disorders. Cephalalgia;25: 403-411.
Peres M, Marusha M, Zulkerman E, Moreira-Filho J, Cavalheiro E. 2006.
Potensial Therapeutics Use of Melatonin in Migraine and Other
Headache Disorder. Exper OpinInvest Drugs; 15(4): 367-375.
Potter, P. A, Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk.
Jakarta: EGC. 2005.
Prather, A., Puterman, E., Epel, E., Dhabar, F. 2014. Poor Sleep Quality
Potentiates Stress-Indusced Cytokine Reactivity in Postmenopausal
Women with High Visceral Abdominal Adiposity. Brain, Behavior, and
Immunity;35 :155-162.
Rains J, Poceta J, Penzien D. Sleep and Headaches. 2008. Current Neurology and
Neuroscience Reports;8:167–175.
Roennerberg, T., Kuehnle, T. 2004. A Marker for The End of Adolescence. Curr
Biol; 14(24):1038-1039.
Roth-Isigkeit A., Thyen U., Stöven H., Schwarzenberger J., Schmucker P. Pain
among children and adolescents: restrictions in daily living and
triggering factors. Pediatrics. 2005;115:e152–e162.
Sancisi, E., Coveli, S., Vignatelli, L., Mariana, N., Pierangeli, G., Zanigni, S.,
Grimaldi, D., Cortelli, P., Montagna, P. 2010. Increase Prevalence of
Sleep Disorders in Chronic Headache: A Case Control Study. Headache;
50(9):1464-1472.
Schochat, T., Bretler, O., Tzizchinsky, O. Sleep Pattern, Media Exposure, and
Daytime Sleep-Related Behaviors among Israeli Adolescents. Acta
Paediatrica;99:1396-13400.
nd
Silberstein, S., Lipton, R., Goadsby, P. 2002. Headache in Clinical Practice. 2
edition. Martin Dunitz Ltd. United Kingdom:16-17.
67

Silberstein SD, Olesen J, Bousser MG, Diener HC, Dodick D, First M, et al. The
9. International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition
(ICHD-II). Cephalalgia. 2005;25 : 460-5.
Siregar, MH. 2011. Mengenal Sebab – Sebab, Akibat – Akibat dan Cara Terapi
Insomnia. Yogyakarta: Flash Books.
Straube, A., Heinen, F., Ebinger, F., Kries, R. 2013. Headache in School
Children: Prevalence and Risk Factors. Dtsch Arztebl Int;110(48):811-
818.
Talebian, A. et al. 2015. Causes and associated of headaches among 5 to 1-year-
old children referred to a neurology clinic in Kashan, Iran. Iran J Child
Neurol;9(1):71-75.
Teron J. 2002. Is The 5-HT7 Receptor Involved in The Pathogenesis and
Prophylactic Treatment of Migraine? European Journal of
Pharmacology;439: 1-11.
Yagihara F, Lucchesi LM, Smith AKA, Speciali JG. Primary headaches and their
relationship with sleep. Sleep Sci. 2012;5 (1):28-32.
LAMPIRAN

I. JADWAL PENELITIAN
“Hubungan antara Angka Kejadian Nyeri Kepala Primer (Migren/ Tension Type Headache) dengan Gangguan Tidur Insomnia pada Siswa-
Siswi SMA Negeri 17 Makassar”
Juli Agustus September Oktober November
KEGIATAN KET
1 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

1 Mendapatkan Topik

Penyusunan/ Seminar
2
Proposal

3 Pengumpulan Data

4 Pengolahan Data

5 Penyusunan Laporan

Ujian Akhir dan


6
Pengumpulan Nila i
II. SURAT IZIN PENELITIAN
III. SURAT REKOMENDASI PERSETUJUAN ETIK
IV. SURAT KETERANGAN TELAH MELAKSANAKAN PENELITIAN
V. FORM KUESIONER

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
KOMITE ETIK PENELITIAN KESEHATAN
Sekretariat : Lantai 2 Gedung Laboratorium Terpadu
JL.PERINTIS KEMERDEKAAN KAMPUS TAMALANREA KM. 10, Makassar 90245
Contact person dr. Agussalim Bukhari,Ph.D,Sp.GK (HP. 081241850858), email:
agussalimbukhari@ yahoo.com

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Stambuk :

Umur :

Jenis Kelamin : L / P

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai penelitian ini, saya


menyatakan bersedia secara sukarela tanpa paksaan untuk menjadi responden
penelitian ini dan menaati semua prosedur yang akan dilakukan pada penelitian
ini. Saya mengerti bahwa prosedur penelitian terhadap saya tidak akan
menyebabkan hal-hal yang merugikan bagi saya.
Makassar, .................................2017
Responden

(……………………)
Saksi 1: Saksi 2:

(………..………….) (………………..….)

Penanggung Jawab, Peneliti Utama


Nama : Andi Amalia Yasmin
Alamat : Jl. Pongtiku, Makassar
No. Telpon 082194047948
Nama :
Umur :
BB / TB : ......... kg / ............ cm

KUESIONER SKRINING INSOMNIA

Lingkari jawaban yang sesuai


Kejadian selama 1 bulan terakhir Tidak Jarang Kadang Hampir Selalu
pernah -kadang selalu
1 Apakan Anda memiliki kesulitan
1 2 3 4 5
untuk memulai tidur?
2 Apakah Anda memiliki kesulitan
1 2 3 4 5
untuk mempertahankan tidur?
3 Apakah saat bangun tidur Anda
1 2 3 4 5
merasa tidak segar?
4 Apakah Anda meminum obat-obatan
1 2 3 4 5
untuk membantu Anda tidur?
5 Apakah Anda memiliki gangguan
1 2 3 4 5
kesehatan yang mengganggu tidur?
Sumber: JPS Health Network

KUESIONER NYERI KEPALA

1. Apakah anda menderita nyeri kepala dalam tiga bulan terakhir?

(1) Ya
(2) Tidak
2. Jika ya, berapa lama nyeri kepala tersebut berlangsung setiap serangan?

(1)<30 menit
(2) 30 menit – 7 hari
(3) > 7 hari
(4) Beberapa jam atau terus menerus
3. Frekuensi nyeri kepala dalam sebulan:

(1) Sepuluh episode serangan dengan rerata < 1 hari/bulan (infrekuen)


(2)Sepuluh episode serangan dalam 1-15 hari/bulan selama minimal 3
bulan (frekuen)
(3) > 15 hari/bulan selama > 3 bulan (kronis)
4. Tipe nyeri kepala:

(1) B erdenyut
(2) Tidak berdenyut (menekan/mengikat)
5. Lokasi nyeri kepala

(1) Bilateral (2 sisi / sekitar kepala hingga leher)


(2) Unilateral (satu sisi)
6. Gejala prodromal (muncul 2 jam – 2 hari sebelum sakit kepala perubahan
suasana hati, mudah tersinggung, depresi, euforia, lemas, sangat ingin
makanan tertentu, konstipasi/diare, makin sensitif bau/suara):
(1) Ada
(2) Tidak ada
7. Aura (visual, sensoris, disfasia):

(1) Ada
(2) Tidak
8. Gejala penyerta (fotofobia/sensitif terhadap cahaya, fonofobia/sensitif terhadap
suara, rinore/beringus, lakrimasi/mata berair, edema palpebra/bengkak pada
kelopak mata, dahi/wajah berkeringat ipsilateral, ptosis ipsilateral/kelopak
mata jatuh pada sisi yang sama):
(1) Ada
(2) Tidak ada
9. Gejala mual dan muntah:

(1) Ada
(2) Tidak ada (anorexia/tidak mau makan)
10. Intensitas nyeri kepala yang paling sering dirasakan setiap kali serangan
(1) Ringan: Numeric Pain Rating Scale (NPRS) 1-4
(2) Sedang: Numeric Pain Rating Scale (NPRS) 5-7
(3) Berat: Numeric Pain Rating Scale (NPRS) 8-10
11. Bertambah berat dengan aktivitas
(1) Ya
(2) Tidak
12. Ada faktor pencetus:
(1) Ya
(2) Tidak
13. Jika ada, berupa apa: makanan, cuaca, stres fisik, stres psikis, kurang
tidur/tidur terganggu, perubahan pola/kebiasaan, menstruasi (sebutkan):
14. Serangan pertama kali nyeri kepala tersebut muncul saat berumur (sebutkan):

15. Tipe nyeri kepala primer yang diderita: migren / nyeri kepala tipe tegang /
lain-lain:.........
VI. DATA PENELITIAN

“Hubungan antara Angka Kejadian Nyeri Kepala Primer (Migren/ Tension Type

Headache) dengan Gangguan Tidur Insomnia pada Siswa-Siswi SMA Negeri 17

Makassar”

Kode Sampel Jenis Kelamin Kelas Umur Ket. NKP NKP Insomnia
1 Laki-laki XII 17 Tidak Normal Tidak
2 Perempuan XII 17 Tidak Normal Tidak
3 Perempuan XII 17 Ya TTH Ya
4 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
5 Perempuan XII 17 Tidak Normal Ya
6 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
7 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
8 Laki-laki XII 18 Ya TTH Ya
9 Laki-laki XII 17 Tidak Normal Ya
10 Laki-laki XII 17 Tidak Normal Ya
11 Laki-laki XII 17 Tidak Normal Tidak
12 Laki-laki XII 17 Tidak Normal Ya
13 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
14 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
15 Perempuan XII 16 Ya TTH Tidak
16 Perempuan XII 16 Tidak Normal Ya
17 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
18 Laki-laki XII 16 Ya TTH Ya
19 Perempuan XII 17 Tidak Normal Ya
20 Laki-laki XII 17 Ya Migren Ya
21 Laki-laki XII 17 Tidak Normal Ya
22 Perempuan XII 17 Ya TTH Ya
23 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
24 Perempuan XII 16 Ya Migren Ya
25 Perempuan XII 17 Ya TTH Ya
26 Perempuan XII 16 Tidak Normal Ya
27 Perempuan XII 17 Ya Migren Tidak
28 Perempuan XII 18 Ya Migren Ya
29 Perempuan XII 16 Ya Migren Ya
30 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
31 Laki-laki XII 16 Tidak Normal Ya
32 Perempuan XII 16 Ya TTH Ya
33 Perempuan XII 16 Ya Migren Ya
34 Perempuan XII 16 Tidak Normal Ya
35 Laki-laki XII 16 Ya TTH Ya
36 Laki-laki XII 16 Ya Migren Ya
37 Perempuan XII 16 Tidak Normal Ya
38 Perempuan XII 16 Tidak Normal Ya
39 Perempuan XII 16 Ya TTH Ya
40 Laki-laki XII 16 Ya TTH Ya
41 Perempuan XII 16 Tidak Normal Ya
42 Laki-laki XII 17 Tidak Normal Ya
43 Laki-laki XII 17 Ya Migren Ya
44 Laki-laki XII 17 Ya TTH Ya
45 Laki-laki XII 18 Ya Migren Ya
46 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
47 Laki-laki XII 17 Tidak Normal Ya
48 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
49 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
50 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
51 Perempuan XII 16 Ya Migren Ya
52 Laki-laki XII 17 Ya Migren Ya
53 Laki-laki XII 17 Ya TTH Ya
54 Perempuan XII 17 Ya Migren Ya
55 Perempuan XI 15 Ya Migren Ya
56 Perempuan XI 16 Tidak Normal Ya
57 Perempuan XI 15 Ya TTH Ya
58 Perempuan XI 15 Ya TTH Ya
59 Perempuan XI 15 Ya TTH Ya
60 Laki-laki XI 15 Ya TTH Ya
61 Perempuan XI 15 Ya Migren Ya
62 Laki-laki XI 15 Tidak Normal Ya
63 Perempuan XI 16 Ya TTH Ya
64 Perempuan XI 15 Tidak Normal Ya
65 Perempuan XI 15 Tidak Normal Ya
66 Perempuan XI 15 Tidak Normal Ya
67 Perempuan XI 15 Ya TTH Ya
68 Perempuan XI 15 Ya Migren Ya
69 Laki-laki XI 16 Tidak Normal Ya
70 Perempuan XI 16 Tidak Normal Ya
71 Laki-laki XI 16 Tidak Normal Ya
72 Laki-laki XI 16 Tidak Normal Ya
73 Laki-laki XI 17 Tidak Normal Ya
74 Laki-laki XI 17 Tidak Normal Ya
75 Perempuan XI 16 Tidak Normal Ya
76 Perempuan XI 16 Ya Migren Ya
77 Laki-laki XI 16 Ya Migren Ya
78 Laki-laki XI 16 Ya TTH Tidak
79 Perempuan XI 17 Ya TTH Ya
80 Laki-laki XI 16 Ya Migren Ya
81 Perempuan XI 16 Tidak Normal Ya
82 Perempuan XI 16 Ya Migren Ya
83 Perempuan XI 16 Ya Migren Ya
84 Perempuan XI 16 Ya Migren Ya
85 Laki-laki XI 16 Ya Migren Tidak
86 Laki-laki XI 16 Ya Migren Ya
87 Perempuan XI 16 Ya TTH Tidak
88 Perempuan XI 16 Ya Migren Ya
89 Perempuan XI 16 Tidak Normal Ya
90 Perempuan XI 17 Ya Migren Ya
91 Perempuan XI 16 Ya Migren Ya
92 Perempuan XI 16 Ya Migren Ya
93 Perempuan XI 16 Ya Migren Ya
94 Perempuan XI 16 Ya TTH Ya
95 Laki-laki XI 16 Ya Migren Ya
96 Perempuan XI 15 Ya TTH Ya
97 Perempuan XI 16 Ya TTH Ya
98 Perempuan XI 15 Ya Migren Ya
99 Perempuan XI 16 Ya Migren Ya
100 Laki-laki XI 16 Ya TTH Tidak
101 Laki-laki XI 16 Ya Migren Ya
102 Laki-laki XI 16 Ya Migren Ya
103 Perempuan XI 16 Ya TTH Ya
104 Perempuan XI 16 Ya Migren Ya
105 Laki-laki X 15 Ya Migren Ya
106 Laki-laki X 15 Ya TTH Ya
107 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
108 Perempuan X 15 Ya TTH Ya
109 Perempuan X 15 Ya TTH Ya
110 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
111 Laki-laki X 15 Ya TTH Ya
112 Perempuan X 16 Ya TTH Ya
113 Laki-laki X 15 Ya Migren Ya
114 Laki-laki X 15 Tidak Normal Ya
115 Laki-laki X 15 Ya Migren Ya
116 Laki-laki X 15 Ya Migren Ya
117 Laki-laki X 16 Ya TTH Ya
118 Perempuan X 15 Ya Migren Tidak
119 Perempuan X 15 Ya Migren Tidak
120 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
121 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
122 Perempuan X 14 Ya Migren Ya
123 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
124 Perempuan X 15 Ya Migren Tidak
125 Perempuan X 16 Ya Migren Ya
126 Laki-laki X 15 Ya Migren Ya
127 Perempuan X 15 Ya Migren Tidak
128 Perempuan X 15 Ya TTH Tidak
129 Perempuan X 15 Ya TTH Ya
130 Perempuan X 15 Ya Migren Tidak
131 Perempuan X 16 Ya Migren Tidak
132 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
133 Perempuan X 15 Tidak Normal Ya
134 Perempuan X 16 Ya Migren Tidak
135 Laki-laki X 15 Ya Migren Ya
136 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
137 Perempuan X 15 Ya TTH Ya
138 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
139 Perempuan X 15 Tidak Normal Ya
140 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
141 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
142 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
143 Laki-laki X 15 Ya Migren Ya
144 Laki-laki X 15 Ya Migren Ya
145 Perempuan X 15 Ya Migren Ya
146 Laki-laki X 15 Ya TTH Ya
147 Laki-laki X 15 Tidak Normal Ya
148 Laki-laki X 16 Ya Migren Ya
149 Laki-laki X 15 Ya Migren Ya
150 Laki-laki X 15 Ya Migren Ya
151 Perempuan X 16 Ya Migren Ya
152 Perempuan X 15 Ya TTH Ya
153 Perempuan X 15 Ya TTH Ya
VII. HASIL UJI STATISTIK

Frequencies

Statistics

Sex Umur IMT NKP Insomnia

N Valid 153 153 153 153 153

Missing 0 0 0 0 0

Frequency Table

Sex

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Perempuan 100 65.4 65.4 65.4

Laki-laki 53 34.6 34.6 100.0

Total 153 100.0 100.0

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 14 1 ..7 ..7 .7

15 55 35.9 35.9 36.6

16 57 37.3 37.3 73.9

17 37 24.2 24.2 98.0

18 3 2.0 2.0 100.0

Total 153 100.0 100.0


NKP

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Normal 36 23.5 23.5 23.5

Migren 79 51.6 51.6 75.2

TTH 38 24.8 24.8 100.0

Total 153 100.0 100.0

Insomnia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 17 11.1 11.1 11.1

Ya 136 88.9 88.9 100.0

Total 153 100.0 100.0

Keterangan_NKP * Sex Crosstabulation

Count
Sex
Perempuan Laki-laki Total
Keterangan_NK Tidak 19 17 36
P Ya 81 36 117
Total 100 53 153
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3,291a 1 ,070
Continuity Correctionb 2,605 1 ,107
Likelihood Ratio 3,199 1 ,074
Fisher's Exact Test ,075 ,055
Linear-by-Linear 3,270 1 ,071
Association
N of Valid Cases 153
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,47.
b. Computed only for a 2x2 table

Keterangan_NKP * Umur Crosstabulation


Count
Umur
14 15 16 17 18 Total
Keterangan_NKP Tidak 0 12 14 10 0 36
Ya 1 43 43 27 3 117
Total 1 55 57 37 3 153

Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 1,606a 4 ,808
Likelihood Ratio 2,514 4 ,642
Linear-by-Linear
,087 1 ,768
Association
N of Valid Cases 153
a. 4 cells (40,0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is ,24.
Keterangan_NKP * Insomnia Crosstabulation
Count
Insomnia
Tidak Ya Total
Keterangan_NKP Tidak 8 28 36
Ya 9 108 117
Total 17 136 153

Chi-Square Tests
Asymptotic
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df Significance
sided) sided)
(2-sided)
Pearson Chi-Square 5,885a 1 ,015
Continuity Correctionb 4,505 1 ,034
Likelihood Ratio 5,145 1 ,023
Fisher's Exact Test ,029 ,021
Linear-by-Linear 5,846 1 ,016
Association
N of Valid Cases 153
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Correlations
Keterangan_
Insomnia
NKP
Correlation
1,000 ,196*
Coefficient
Keterangan_NKP
Sig. (2-tailed) . ,015
N 153 153
Spearman's rho
Correlation
,196* 1,000
Coefficient
Insomnia
Sig. (2-tailed) ,015 .
N 153 153
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Keterangan_
Sex Umur IMT NKP Insomnia
NKP
N 153 153 153 153 153 153
Mean ,35 15,91 ,63 1,01 ,89 ,76
a,b
Normal Parameters Std.
,477 ,838 ,916 ,698 ,315 ,426
Deviation
Absolute ,420 ,227 ,350 ,259 ,527 ,475
Most Extreme
Positive ,420 ,227 ,350 ,259 ,362 ,290
Differences
Negative -,261 -,177 -,244 -,257 -,527 -,475
Test Statistic ,420 ,227 ,350 ,259 ,527 ,475
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000c ,000c ,000c ,000c ,000c ,000c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
VIII. DATA DIRI PENULIS

Data Pribadi
Nama Lengkap : Andi Amalia Yasmin

Nama Panggilan : Amel

Tempat, Tanggal lahir : Ujung Pandang, 30 Agustus 1996

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Gol. Darah :B

Nama Orang Tua

 Ayah : dr. Junaedi Sirajuddin, Sp.M (K)


 Ibu : DR. dr. Andi Sastri Z. Junaedi, Sp.KK
Pekerjaan Orang Tua

 Ayah : PNS
 Ibu : PNS
Anak ke : 3 dari 3 bersaudara

Hobi : Browsing, travelling

Alamat : Jl. Pongtiku No. 149, Makassar

Nomor Telepon 082194047948

Email : amalia.yasmin34@yahoo.com
Riwayat Pendidikan Formal

Periode Sekolah / Institusi / Universitas Jurusan

2002-2008 SD Islam Athirah Makassar -

2008-2011 SMP Negeri 6 Makassar -

2011-2014 SMA Negeri 17 Makassar IPA


Kedokteran – Pendidikan
2014-sekarang Universitas Hasanuddin
Kedokteran

Riwayat Organisasi
1. Marching Band Gema Suara 17 Makassar (2011-2014)
2. Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMA Negeri 17 Makassar (2012-2014)
3. Medical Muslim Family (M2F) FK UNHAS (2014-sekarang)
4. Tim Bantuan Medis Calcaneus FK UNHAS (2015-sekarang)
5. Member of AMSA-Unhas (2016-sekarang)

Prestasi Akademik dan Non-Akademik


1. Peringkat II Field Commander Divisi Utama LANGGAM INDONESIA
XXVI / 2013

Anda mungkin juga menyukai