Hipertensi Urgensi Asih
Hipertensi Urgensi Asih
KRISIS HIPERTENSI
Oleh :
ASIH APRILIYANI
NIM.0908151698
Pembimbing :
dr. WR Butar Butar, Sp.PD FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.3 Epidemiologi
Insiden hipertensi tergantung komposisi ras populasi yang diteliti dan kriteria
yang digunakan untuk menjelaskan kondisi. Pada populasi kulit putih di daerah
pinggiran kota seperti pada penelitian Framingham, hampir seperlima populasi
mempunyai tekanan darah lebih besar dari 160/95, sementara hampir setengah
populsi mempunyai tekanan lebih besar dari 140/90. Prevalensi yang lebih tinggi
ditemukan pada populasi bukan kulit putih.6
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya
populasi lanjut usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi
hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang
berusia di atas 65 tahun.2
Hasil penelitian Oktora (2007) mengenai gambaran penderita hipertensi yang
dirawat inap di bagian penyakit dalam RSUD ArifinAchmad Pekanbaru tahun
2005 didapatkan penderita hipertesi meningkat secara nyata pada kelompok umur
45-54 tahun yaitu sebesar 24,07% dan mencapai puncaknya pada kelompok umur
≥65 tahun yaitu sebesar 31,48% Jika dibandingkan antara pria dan wanita
didapatkan wanita lebih banyak menderita hipertensi yaitu sebesar 58,02% dan
pria sebesar 41,98%.
4
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar:2
Tekanan darah = Curah jantung x Tahanan perifer
2.5 Patofisiologi
Banyak fakto ryang dapat menyebabkan hipertensi menjadi krisis hipertensi.
Hipertensi kronis jarang menyebabkan terjadinya krisis hipertensi karena adaptasi
pebuluh darah sehingga kerusakan organ target dapat dicegah. Krisis hipertensi
terjadi karena peningkatan tahanan vaskuler sistemik. Endotel memiliki peranan
penting dalam mengatur homeostasis tekanan darah dengan mensekresikan
beberapa substansi seperti nitrit oxide (NO) dan prostasiklin. Peningkatan
vasoreaktif dapat dipresipitasi oleh pelepasan substansi vasokonstriksi seperti
angiotensin II, norepinefrin atau keadaan yang menyebabkan suatu kondisi
hipovolemia. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) berperan
penting pada proses hipertensi berat. Angiotensin II menyebabkan cedera pada
pembuluh darah sehingga terjadi aktivasi gen proinflamatori seperti interleukin 6
dan NF-kβ. Selama terjadi peningkatan tekanan darah, endotel mengkompensasi
dengan melepaskan vasodilator seperti NO. Saat endotel tidak lagi mampu
mengkompensasi maka akan terjadi peningkatan tekanan darah dan kerusakan
endotel.1,2
Kegagalan mekanisme tubuh dalam mengkompensasi menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah dan kerusakan endotel. Mekanisme pasti
kerusakan endotel belum diketahui secarapasti. Hali ini mungkin berhubungan
dengan respon imun sehingga terjadi pelepasan sitokin, vasokonstriktor endotelin
dan peningkatan ekspresi endothelial adhesion molecules. Peningkatan ekspresi
cell adhesion molecules seerti P-selectin, atau intracellular adhesion molecule 1
oleh sel endotel menyebabkan terjadinya inflamasi yang menyebabkan
bertambahnya kerusakan fungsi sel endotel, peningkatan permeabilitas endotel,
menghambat aktivitas fibrinolitik endotel dan aktivasi kaskade koagulasi.
Agregasi trombosit dan degranulasi pada endotel yang mengalami kerusakan akan
memicu terjadinya inflamasi lebih lanjut, thrombosis dan vasokonstriksi.1,2
5
Gambar 2.1 Perubahan pada vaskular selama krisis hipertensi
6
terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth
factor-β (TGF-β).2
Adanya kerusakan organ target terutaa pada jantung dan pembuluh darah
akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan
mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit
kardiovaskular. Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi
antara lain adalah:2
- Merokok
- Obesitas
- Kurangnya aktivitas fisik
- Dislipidemia
- Diabetes melitus
- Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit
- Umur (laki laki >55 tahun, perempuan >65 tahun)
- Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur
(laki laki < 55 tahun, perempuan <65 tahun)
Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah
menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130-139/80-89
mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi
hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular dari pada yang tekanan
darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan
darah sistolik > 140 mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk
terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah diastolik:2
- Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
- Risiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan
independen dari faktor risiko lainnya.
- Individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami
hipertensi.
7
2.7 Gambaran Klinis Krisis Hipertensi
Sebagian besar penderita dengan hipertensi tidak mempunyai gejala spesifik
yang menunjukkan kenaikan tekanan darahnya dan hanya diidentifikasi dari
pemeriksaan fisik, sehingga peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan
satu satunya tanda pada hipertensi. Gejala yang ditimbulkan berbeda beda
tergantung tingginya tekanan darah. Kadang kadang hipertensi esensial berjalan
tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target
seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala seperti sakit kepala, epistaksis
dan migren dapat ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi esensial meskipun
tidak jarang yang tanpa gejala. Pada hasil observasi mengenai hipertensi di Paris,
dari 1771 pasien hipertensi yang tidak dapat diobati, gejala sakit kepala
menduduki urutan pertama, diikuti oleh palpitasi, nokturia, pusing dan tinnitus.
Pada observasi tersebut tidak didapatkan korelasi antara tingginya tekanan darah
dan gejala yang timbul.7
Pada survey hipertensi di Indonesia tercatat sebagai keluhan yang
dihubungkan dengan hipertensi. Pada penelitian A. Gani,dkk. Gejala klinisi
seperti pusing, cepat marah dan telinga berdenging merupakan gejala yang sering
dijumpai, selain gejala lain seperti mimisan, sukar tidur dan sesak nafas.
Penelitian ini tidak berbeda dengan Harmaji,dkk yang melaporkan mendapatkan
keluhan pusing, rasa berat di tengkuk dan sukar tidur adalah gejala yang paling
sering dijumpai pada pasien hipertensi, rasa mudah lelah dan cepat marah juga
banyak dijumpai, sedangkan mimisan jarang ditemukan.8
2.8 Diagnosis
Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Pada pemeriksaan yang
menyeluruh kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
1. Anamnesis meliputi:2
a. Lamanya menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
- Keluarga dengan penyakit ginjal (ginjal polikistik).
8
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian
obat obat analgesik dan obat/ bahan lain.
- Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
(feokromositoma).
- Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme).
c. Faktor faktor risiko
- Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga.
- Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarga.
- Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarga.
- Kebiasaan merokok.
- Pola makan.
- Kegemukan, intesnitas olah raga
- Kepribadian.
d. Gejala kerusakan organ
- Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transient ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris.
- Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak napas, bengkak di kaki.
- Ginjal: haus, poliuri, nokturia, dan hematuria.
- Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten.
e. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
f. Faktor faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua
lengan, mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi,
payah jantung kongestif, diseksi aorta). Palpasi denyut nadi di keempat
ekstremitas. Auskultasi untuk mendengar ada atau tidaknya bruit
pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru. Selain itu harus juga
dicari berbagai komplikasi krisis hipertensi lainnya dengan kegawatan
neurologi ataupun payah jantung kongestif dan udema paru. Perlu dicari
penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.1,9
9
Pengukuran tekanan darah:2
a. Pengukuran rutin di kamar periksa
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah
pasien istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi
setinggi jantung. Ukuran dan peletakan manset (panjang 12-13 cm, lebar
35 cm untuk standar orang dewasa) dan stetoskop harus benar (gunakan
suara Korotkoff fase I dan V untuk penentuan sistolik dan diastolik).
Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit,
pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya
sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral
dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan
darah. Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik)
dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah. Untuk
orang usia lanjut, diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada
hipotensi ortostatik, perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada
posisi berdiri.2
b. Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)2
Beberapa indikasi penggunaan ABPM antara lain:
- Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodik
- Adanya disfungsi saraf otonom
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan obat antihipertensi
- Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan
antihipertensi.
c. Pengukuran sendiri oleh pasien
Pengukuran sendiri di rumah memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kekurangannya adalah masalah ketepatan pengukuran, sedang
kelebihannya antara lain dapat memberikan banyak hasil pengukuran.
Beberapa peneliti bahwa pengukuran di rumah lebih mewakili kondisi
tekanan darah sehari hari. Pengukuran tekanan darah di rumah juga
10
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan menigkatkan
keberhasilan pengendalian tekanan darah serta menurunkan biaya.2
a. Non farmakologi
Terapi non farmakologis terdiri dari: 1,9,10
- Menurunkan berat badan (5-20 mmHg/10 kg)
- Menghentikan rokok
- Menurunkan berat badan berlebih
- Menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan (2-4 mmHg)
- Latihan fisik; 30 menit/hari (4-9 mmHg)
- Menurunan asupan garam ; 2,4 gram-6 gram (2-8 mmHg)
- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan
lemak.
b. Farmakologi1,9,10
Penatalaksanaan hipertensi emergensi:
1. Harus dilakukan di RS dengan fasilitas pemantauan yang memadai.
2. Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera
mungkin.
3. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam
dengan langkah sebagai berikut:
11
- 5 - 120 menit pertama tekanan darah rata rata (mean arterial blood)
diturunkan 20-25%.
- 2- 6 jam kemudian diturunkan sampai 160/100 mmHg.
- 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak
ada gejala iskemia organ.
12
Tabel 2.2 Obat parenteral yang dipakai di Indonesia10,11
Obat Dosis Efek Onset Perhatian khusus
Klonidin IV 6 amp per 250 cc 30-60 min 24 jam Ensepalopati
150 ug Glukosa 5% dengan gangguan
mikrodrip koroner
13
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau
kondisi penyerta lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus
dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi.4
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7: 4
- Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone antagonist (Aldo
Ant)
- Beta Blocker (BB)
- Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
- Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
- Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker
(ARB).
Diuretika golongan tiazid bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan
klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler akibatnya
terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Yang termasuk golongan
tiazid antara lain:12
- Hidroklorotiazid (HCT), dosis: 12,5-25 mg, 1 x sehari.
- Klortalidon, dosis: 12,5-25 mg, 1 x sehari.
- Indapamid, dosis: 1,25-2,5 mg, 1 x sehari.
- Bendroflumetiazid, dosis: 2,5-5 mg, 1 x sehari.
- Metolazon, dosis: 2,5-5, 1 x sehari.
- Xipamid, dosis: 10-20 mg, 1 x sehari.
Yang termasuk golongan beta bloker, antara lain:12
- Kardioselektif: asebutolol, atenolol, bisoprolol, metoprolol.
- Non selektif: alprenolol, karteolol, nadolol, oksprenolol, pindolol, propranolol,
timolol, karvedilol, labetalol.
Beberapa obat yang termasuk dalam golongan antagonis kalsium:
Nifedipin, verapamil, diltiazem, amilodipin, nikardipin, isradipin, felodipin.12
Beberapa obat yang tergolong ACEI: Kaptopril, benazepril, enalapril,
fosinopril, lisinopril, perindopril, quinapril, trandolapril, dan imidapril.12
Beberapa obat yang tergolong ARB: Losartan, valsartan, irbesartan,
telmisartan,dan candesartan.
14
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tanga
Alamat : Rama Kasih Pekanbaru
Masuk RS : 22 Februari 2014
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan utama :
Sakit kepala yang semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit (SMRS).
15
dirasakan berkurang setelah pasien minum obat. Namun pasien tidak
minum obat lagi setelah keluhan berkurang.
- Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala semakin hebat, sakit
dirasakan di seluruh bagian kepala, tengkuk terasa berat dan sakit, kepala
pusing, badan lemas, dada terasa berdebar debar, nyeri dada tidak ada,
sesak napas tidak ada, pandangan kabur tidak ada, mual (+), tidak ada
muntah, tidak demam, kelemahan anggota gerak tidak ada, penurunan
kesadaran tidak ada, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien kemudian
dibawa berobat ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Riwayat pengobatan :
- 2 tahun SMRS pasien didiagnosa hipertensi oleh dokter tetapi tidak pernah
kontrol dan minum obat secara teratur. pasien hanya datang berobat dan
minum obat saat ada keluhan. Pasien tidak ingat nama obat yang diberikan
dokter.
Riwayat kebiasaan :
- Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
- Pasien suka makanan yang asin dan gorengan
- Riwayat aktivitas fisik dan olahraga jarang
16
- Riwayat minum alkohol (-)
- Riwayat merokok (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Vital sign di IGD dan di bangsal:
o Tekanan darah :
IGD : 210/160 mmHg
Bangsal : 150/90 mmHg
o Frekuensi nadi :
IGD : 98 kali /menit
Bangsal : 84 kali /menit, regular, isian cukup
o Frekuensi nafas:
IGD : 24 kali /menit
Bangsal : 22 kali /menit
o Suhu axilla
IGD : 36,4˚C
Bangsal : 36,3 0C
Status gizi :
o BB : 45 kg
o TB : 152 cm
o IMT : 19.48 kg/m2 (Normal)
17
Pemeriksaan Thoraks
Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapang paru, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus kordis teraba di SIC V 1 jari medial LMC sinistra
Perkusi : batas jantung kanan : linea sternalis dekstra SIC V
batas jantung kiri : linea midclavicularis sinistra 2 jari
medial SIC V
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, bising jantung (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : perut datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani (+)
Pemeriksaan ekstremitas:
- Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(22/02/2014) Pemeriksaan laboratorium darah rutin
- Hb : 12,9 gr/dl
- Ht : 38,7 %
- Leu : 12.200 /L
- Plt : 144.000/L
(22/02/2014) Pemeriksaan elektrolit
- Na+ : 136,3 mmol/L
- K+ : 2,59 mmol/L
- Cl- : 102,8 mmol/L
18
RESUME
Sejak 2 tahun SMRS pasien sering sakit kepala, sakit di seluruh bagian kepala,
sakit dirasakan berdenyut, kepala pusing, sakit kepala tidak berkurang dengan
tidur dan perubahan posisi, tengkuk terasa berat, Pasien berobat ke klinik dokter
dan didiagnosis hipertensi, namun pasien tidak kontrol dan minum obat secara
teratur. Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala dirasakan
semakin sering, sakit kepala terutama saat pasien emosi dan marah, sakit di
seluruh bagian kepala, tengkuk terasa berat, kepala pusing, badan terasa lemas.
Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sakit kepala semakin hebat, sakit
dirasakan di seluruh bagian kepala, tengkuk terasa berat dan sakit, kepala pusing,
badan lemas, dada terasa berdebar debar, mual. Pasien suka mengkonsumsi
makanan asin dan gorengan, jarang berolahraga dan aktivitas fisik. Nenek pasien
menderita hipertesi. Pada pemeriksaan fisik di IGD didapatkan tekanan darah
210/160 mmHg.
DAFTAR MASALAH
• Sakit kepala
• Hipertensi
DIANOSIS KERJA
Krisis hipertensi (Hipertensi urgensi)
RENCANA PEMERIKSAAN
Rotgen Thoraks
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi :
- Tirah baring
- Diet rendah garam 2-6 gr/hari
- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
- Aktivitas fisik 30 menit/ hari
19
Farmakologi :
- IVFD RL 20 tts/menit
- Captopril 3x 25 gr
- Bisoprolol 1x 5 mg
- Amlodipin 1x 5 mg
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
20
BAB IV
PEMBAHASAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22