Anda di halaman 1dari 5

Ukuran umpan grinding 0,5 cm – 1 cm (1/4 inchi – 3/8 inchi) yang merupakan produk

dari secondary crusher. Alat yang digunakan dapat berupa ball mill, rod mill, tube mill. Umumnya
distribusi ukuran produk dari peremuk maupun penggerus sudah standar dan dinyatakan dalam
bentuk grafik yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat alat peremuk/penggerus yang bersangkutan.
Perbandingan antara ukuran/dimensi terbesar umpan dengan ukuran/dimensi terbesar produk
disebut nisbah reduksi (reduction ratio). Untuk tahap primary crushing nisbah reduksi berkisar 4
– 7, secondary crushing berkisar 8 – 50, dan tertiary crushing/fine crushing biasanya lebih besar
50. Pembatasan harga nisbah reduksi ini dimaksudkan agar kerja alat peremuk maupun
penggerus lebih efektif untuk menghasilkan produk sesuai dengan target produksi.
Pada proses peremukan, pecahnya batuan/bijih disebabkan gaya dari luar lebih besar dari
gaya tahan batuan/bijih, disamping itu nip angle (sudut jepit dari alat peremuk) memenuhi. Gaya
yang bekerja pada umumnya yaitu gaya tekan, gravitasi, gesek, chipping (menyudut), sedangkan
pada proses penggilingan pecahnya bijih dapat disebabkan adanya grinding media yang dapat
menimbulkan gaya yaitu gesek, impact atau jatuhan. Pada operasi penggilingan menggunakan
mill maka kecepatan putar mill perlu diperhitungkan karena sangat berpengaruh terhadap produk
yang dihasilkan. Kecepatan kritis mill, yaitu batas kecepatan putar silinder mill yang membuat
semua isian (beban) didalam mill mulai menempel pada dinding bagian dalam silinder, sehingga
tidak terjadi penggerusan/penggilingan. Besarnya kecepatan/putaran kritis mill ini menurut
B.A.Wills (1985) dapat didekati dengan persamaan:

Nc = putaran kritis, rpm


D = diameter bagian dalam, meter
d = diameter media gerus, meter
Umumnya pengoperasian mill pada kecepatan 50 – 90% dari kecepatan kritisnya. Pada kecepatan
cataracting (+ 80% dari kecepatan kritis) maka penggerusan di dalam mill akan didominasi oleh
gaya impact (akibat jatuhan dari grinding media). Sedangkan pada kecepatan cascading (+ 60%
dari kecepatan kritis) maka penggerusan di dalam mill akan didominasi oleh gaya abrasi (akibat
gesekan oleh grinding media). Menurut Rittinger’s, permukaan baru yang dihasilkan sewaktu
crushing maupun grinding besarnya akan sebanding dengan kerja/energi yang dibutuhkan.
Semakin besar luas permukaan material (semakin halus produk yang dihasilkan) maka akan
semakin besar pula energi yang dibutuhkan untuk mereduksi ukuran tersebut. Agar tidak terjadi
overcrushing maupun over grinding pada waktu peremukan maupun penggerusan, maka
diperlukan suatu pengendalian ukuran (sizing) dengan menggunakan pengayak (screen) atau
classifier. Pada dasarnya screening merupakan pengelompokan suatu partikel/material yang
didasarkan pada ukuran (opening) lubang ayakan. Pada umumnya pengayakan akan efektif
(cocok) jika digunakan untuk ukuran yang dipisahkan lebih besar 20 mesh. Sedangkan classifying
merupakan pengelompokan material/partikel yang didasarkan pada perbedaan kecepatan jatuh
partikel dalam suatu media baik air maupun udara. Kecepatan jatuh partikel pada suatu media
akan dipengaruhi oleh berat jenis, bentuk, dan volume butir partikel. Classifying ini akan efektif
(cocok) jika digunakan pada ukuran material yang dipisahkan lebih besar 20 mesh. Tujuan dari
crushing maupun grinding, disamping untuk mereduksi ukuran bijih juga untuk meliberasi bijih
agar lebih sempurna dan untuk memenuhi kehendak konsumen agar sesuai dengan persyaratan
yang berlaku (Adjie, 2006).

Adjie, W, dkk. 2006. Petunjuk praktikum pengolahan bahan galian. Yogyakarta: UPN Veteran
Yogyakarta.

Proses penggerusan (grinding) merupakan proses reduksi atau pengecilan ukuran bijih atau
material yang berukuran halus. Proses penggerusan merupakan kelanjutan dari proses
peremukan. Berdasarkan media penggerusnya proses ini dapat dibagi menjadi sebagai berikut
(Kelly, 1982):

1. Ball mil, media penggerusnya berupa bola baja atau keramik,


2. Rod mill, media penggerusnya berupa batang-batang baja,
3. Pebble mil, media penggerus berupa batuan yang keras,
4. Autogeneous mill, tanpa media penggerus atau media penggerusnya adalah bijih itu
sendiri,
5. Semi autogeneous mill, media penggerusnya adalah bijih itu sendiri ditambah bola-bola
baja.

Dari kelima jenis alat diatas, ball mill lebih sering digunakan pada proses kominusi akhir hingga
diperoleh ukuran partikel yang halus. Hal ini disebabkan media penggerus yang berbentuk bola
memiliki luas permukaan persatuan berat yang lebih besar daripada media batang pada rod mill.
Tiga mekanisme penggerusan (Wills, 2006):

1. Tumbukan (impact) atau kompresi (compression), yaitu proses penggerusan dimana


melibatkan gaya yang tegak lurus permukaan partikel.
2. Chipping, yaitu proses penggerusan dimana melibatkan gaya yang membentuk sudut
dengan permukaan partikel.
3. Abrasi, yaitu proses penggerusan akibat adanya gesekan pada permukaan partikel.

Proses peremukan selalu dilakukan dengan cara kering sedangkan proses penggerusan dilakukan
dengan cara basah atau kering.

Ada beberapa faktor penentuan penggerusna dengan cara basah atau dengan cara kering (Kelly,
1982):

1. Penggerusan dengan cara dengan cara basah membutuhkan energi yang lebih rendah
dibandingkan cara kering.
2. Proses pengklasifikasian dengan cara basah relatif mudah dan memerlukan ruang/tempat
yang lebih kecil dibandingkan cara kering.
3. Proses penggerusan cara basah lebih ekonomis karena tidak memerlukan dust collector
dan tidak adanya proses pengeringan terlebih dahulu.
4. Korosi sering terjadi untuk penggerusan dengan cara basah sehingga proses ini diperlukan
konsumsi media gerus dan bahan pelapis yang lebih banyak.

Pengayakan (screening)

Proses pengayakan atau screening merupakan proses sizing atau pemisahan mekanik yang
berdasarkan ukuran bijih yang dilakukan setelah proses penggerusan. Proses pengayakan akan
memisahkan mineral-mineral berdasarkan ukurannya. Alat yang digunakan berupa ayakan
(screen). Untuk mineral-mineral yang sangat halus screen dapat dibuat dari kawat logam yang
ditenun (woven metal wire).
Tujuan utama proses pengayakan (Wills, 2006):

1. Mempersiapkan umpan yang berselang ukuran kecil untuk proses konsentrasi.


2. Mencegah material-material undersize masuk ke dalam proses kominusi ukuran kasar,
misalnya operasi peremukan dan penggerusan mineral halus sehingga meningkatkan
kapasitas dan efisiensi produk.
3. Mencegah material-material oversize masuk ke tahap pada operasi kominusi sirkuit
tertutup.
4. Menghasilkan produk dalam kelompok fraksi ukuran tertentu.

Analisis hasil ayakan berupa fraksi sampel yang lolos dari bidang ayakan terhadap sampel yang
diayak. Analisis tersebut diberikan dalam bentuk basis kumulatif dari setiap presentase sampel
yang tidak lolos pada masing-masing screen.

Ukuran ayakan sudah tertentu dan biasanya dinyatakan dalam satuan mesh. Mesh adalah satuan
untuk menyatakan banyaknya lubang ayakan dalam satu inchi panjang linier. Misalnya ukuran
ayakan 100 mesh, artinya terdapat 100 lubang ayakan dalam satu inchi panjang linier. Konversi
ukuran mesh-mm ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel konversi ukuran ayakan

ukuran ayakan
standar ASTM standar Tyler
(mm) (mm) (mesh) mesh
0,850 850 20 20
0,710 710 25 24
0,500 500 35 32
0,425 425 40 35
0,300 300 50 48
0,212 212 70 65
0,150 150 100 100
0,106 106 140 150
0,075 75 200 200
0,045 45 325 325
Kelly, Errol G. dan David J. Spottiswood. 1982. Introduction to Mineral Processing. New York:
John Wiley & Sons.

Wills, Barry A. dan Tim Napier-Munn. 2006. Mineral Processing Technology. Brisbane: Elsevier
Science & Technology Books.

Anda mungkin juga menyukai