Dwi Rinawati
SMK Negeri 02 batu
Dwirinawatismkn2batu@gmail.com
Abstrak: Setiap guru selalu berharap dapat memberikan pelajaran yang baik agar siswa
mencapai kompetensi yang diharapkan dan siswa secara keseluruhan berhasil optimal
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Pada kenyataannya, apabila guru
hany a menggunakan ceramah saja ternyata membuat hasil belajar siswa rendah. Upaya
meningkatkan hasil belajar dilakukan dengan menggunakan metode demonstrasi melalui
penelitian tindakan kelas dalam dua siklus dikelas XI APHPP pada semester satu tahun
2016/2017. Setiap siklus dilakukan dua kali pertemuan setiap pertemuan 35 menit. Dengan
demonstrasi ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa terlihat aktif dalam
mengikuti pelajaran, terjadinya interaksi antar siswa dengan guru dan siswa dengan siswa
Keberhasilan siswa dalam belajar tidak terlepas peran aktif guru yang mampu memberi
motivasi dan dapat menciptakan iklim belajar yang harmonis, kondusif, menyenangkan dan
mampu memberi semangat kepada siswa. Rendahnya prestasi belajar dipengaruhi beberapa
faktor baik internal maupun Eksternal siswa itu sendiri. Faktor Internal antara lain minat
siswa, bakat, motivasi dan intelegensi sedangkan faktor Eksternal antara lain metode belajar,
fasilitas, media, proses belajar baik di sekolah maupun luar sekolah.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui
penggunaan metode pembelajaran yang mampu mengembangkan cara belajar siswa aktif.
Dengan demikian, guru harus menguasai berbagai bentuk metode mengajar dan
menggunakan metode yang sesuai untuk setiap materi yang akan diajarkannya.
Menurut Djamarah dan Zain, 2006 (dalam Jamil, 2009) pada hakekatnya belajar adalah
perubahan yang terjadi didalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas belajar. Belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
Interaksi dengan lingkungannya (Wuryanti, 2003).
Oleh sebab itu, aktivitas mempelajari bahan tersebut tergantung pada kemampuan
siswa. Jika bahan belajarnya sukar dan siswa kurang mampu maka dapat diduga bahwa
proses belajar memakan waktu yang lama. Pada dasarnya belajar adalah proses perubahan
tingkah laku ke arah yang lebih baik. Pada sisi lain, mengajar pada hakekatnya adalah suatu
proses yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anakdidik
sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada
tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bantuan atau bimbingan kepada anak
didik dalam melakukan proses belajar. Pada proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas
untuk mendorong, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru
mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas untuk
membantu proses perkembangan siswa (Wuryanti, 2003).
573
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pembelajaran tidak selalu sesuai dengan rencana dan harapan pembalajaran seringkali
memunculkan masalah, baik dalam proses maupun hasilnya. Berdasarkan hasil ulangan
harian mata pelajaran Teknik Pengolahan kompetensi dasar Proses Penggorengan di SMK N
2 Batu Program Keahlian Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian kelas XI masih banyak
siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan. Secara keseluruhan tingkat pemahaman siswa
khususnya pada materi tentang : Proses Penggorengan hanya 55% artinya masih 45% siswa
di sekolah belum mencapai nilai ketuntasan minimal pada pembelajaran teknik pengolahan
menggunakan media pemanasan pada kompetensi dasar proses penggorengan, konsep yang
harus dipahami siswa adalah pada proses penggoregan itu ada beberapa metode penggoregan
yang harus dipahami pada beberapa macam bahan tersebut ada perbedaan metode
penggorengannya.
Menurut Zubaidah (2011), metode demonstrasi merupakan metode yang efektif, sebab
membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta atau data
yang benar. Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda
tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan. Sebagai metode penyajian demonstrasi
tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru, walaupun dalam proses demonstrasi
peran siswa hanya sekedar memperhatikan akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan
pelajaran lebih konkret.
Penggunaan metode demonstrasi merupakan salah satu cara yang diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, dengan metode demosntrasi siswa terlihat aktif dalam
mengikuti pelajaran, interaksi tidak saja terjadi satu arah, lebih mudah tercapainya ketuntasan
minimal yang ditetapkan, dikarenakan siswa melakukan sendiri serta menemukan tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah yang dihadapi, peneliti
melakukan penelitian tindakan kelas dengan pembelajaran menggunakan metode demonstrasi
untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Penelitian
dilaksanakan di SMK Negeri 2 Batu Program keahlian Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian
kelas XI pada tanggal 18 Oktober – 20 November 2016.
Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri atas dua siklus. Masing-masing siklus melalui
tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi 2 x 35 menit. Pada siklus I
pembelajaran dilakukan dengan guru mendemonstrasikan pembelajaran dan menjelaskan.
Selama pembelajaran diobservasi hal-hal yang terjadi didalam kelas terutama sikap siswa.
Setelah pembelajaran dilakukan tanya jawab. Setelah pembelajaran dilakukan refleksi dengan
fokus hal-hal yang menjadi kelemahan atas kekurangan pelaksanaan pembelajaran,
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil belajar berupa ketuntasan
belajara siswa, ditunjang dengan pengamatan sikap siswa.
574
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
kelompok, dan (4) sharing dengan mengomunikasikan hasil analisis dan diskusi. Masing-
masing langkah dideskripsikan sebagai berikut.
Siklus 1 pertemuan 1
Pelaksanaan tindakan kelas untuk perbaikan pembelajaran dilakukan pada bulan oktober –
november 2016. Pembelajaran dilaksanakan pada tanggal 4 Oktober 2016 dengan materi
metode penggorengan . Pada saat pembelajaran guru mengfokuskan untuk meningkatkan
kinerja dalam mengelola dan mengfungsikan alat peraga dalam menggunakan metode
demonstrasi selama pembelajaran. Sementara itu siswa difasilitasi untuk melakukan
keterampilan proses untuk memperoleh penguasaan metode penggorengan.
Pembelajaran teknologi pengolahan dilaksanakan dengan prosedur kegiatan awal, Inti
dan Penutup.
a. Kegiatan Awal
Guru mempersiapkan buku pelajaran,alat peraga dan materi pelajaran. Kemudian
mengkondisikan siswa pada keadaan siap belajar dengan cara memeriksa kehadiran dan
membereskan posisi siswa . Pada kegiatan awal guru melakukan apersepsi dengan pertanyaan
“ Apakah kalian tahu Metode Penggorengan ? “ Jika telur dan kentang kalau digoreng
,apakah sama cara menggorengnya ? “. Saat memanfaatkan waktu kegiatan awal guru belum
menggunakan alat untuk pembelajaran . Siswa berada pada posisi tempat duduk masing-
masing dalam keadaan sangat dan Nampak tegang . Ketika guru mengajukan pertanyaan
siswa menjawab pelan dan hanya beberapa orang saja .
b. Kegiatan Inti
Guru menetapkan siswa menjadi 4 kelompok. Setiap kelompok menduduki satu baris
bangku. Siswa diberikan penjelasan dan petunjuk mengenai kegiatan yang akan dilakukan
dan selanjutnya siswa diajak menggunakan alat dan media pembelajaran yang akan
digunakan. Guru mendemonstrasikan metode penggorengan pada telur dan dan kentang .
Siswa mengamati demonstrasi guru dan diberi kesempatan untuk mencatat hasil
pengamatannya. Setelah selesai mendemonstrasikan metode penggorengan siswa diberi
kesempatan untuk bertanya. Ternyata hanya sedikit siswa yang mau bertanya tetapi pada saat
guru mengajukan pertanyaaan jumlah siswa yang menjawab banyak . Guru memberi
kesempatan kepada siswa melakukan diskusi kecil dengan anggota kelompoknya untuk saling
melengkapi hasil pengamtan terhadap demonstrasi guru. Dalam kegiatan ini ternyata siswa
tertentu yang masih sangat mendominasi kegiatan. Setelah tugas selesai siswa dan guru
membahas percobaan yang didemonstrasikan . Pada kegiatan ini guru dan siswa melakukan
Tanya jawab.
c. Kegiatan Akhir
Siswa dan guru membahas hasil demonstrasi untuk membuat suatu kesimpulan. Guru
memberikan tes akhir yang dilanjutkan dengan memberikan tindak lanjut berupa pesan agar
siswa belajar dengan baik selama dirumah dan disekolah dan pekerjaan rumah.
Berdasarkan hasil observasi dan penilaian terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran
siklus I, diperoleh gambaran keterampilan proses siswa yang disajikan pada tabel 1.
575
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa secara umum upaya guru mengembangkan
keterampilan proses siswa masih sangat kurang. Pada kegiatan awal
pembelajaran,keterampilam proses yang dilakukan siswa hanya melakukan pengamatan
melalui indera penglihatan. Menurut pengamatan observer hanya sekitar 20 % siswa yang
nampak antusias mengamati alat peraga yang ditunjukan guru. Hal demikian mungkin karena
guru membuka pelajaran dengan cara konvensional (mengabsen,menyampaikan tujuan
pelajaran,apresiasi verbal) sehingga siswa tidak tertarik terhadap kegiatan pembelajaran.
Pada kegiatan inti , alat peraga yang difungsikan guru secara kuantitas telah dapat
mengaktifkan tujuh keterampilan proses dari 10 yang ditargetkan. Tetapi dari segi kualitas,
kinerja siswa rata-rata masih sangat rendah (14,5%) . Hal ini disebabkan guru terlalu
dominan pada mendemonstrasikan alat peraga. Diantara tujuh keterampilan proses tersebut
dua diantaranya mencapai kualitas yang cukup memadai yaitu kegiatan mengobservasi
disertai inisiatif hasil pengamatan (40%) dan mengelompokkan (60%)
Pada fase kegiatan akhir pembelajaran,keterampilan proses siswa sangat rendah. Siswa
hanya terlibat dalam proses menyimpulkan materi yang dipelajari. Alat peraga tidak
difungsikan lagi dan berada dalam posisi “berserakan” Siswa pun Nampak tidak peduli lagi
dengan alat-alat yang tersedia karena lebih terpusat perhatiannya pada persiapan evaluasi.
Hasil evaluasi pembelajaran menunjukkan bahwa rerata hasil belajar teknologi
pengolahan mencapai skor 6,43. Sebagian besar (80%) siswa mencapai batas standar
kelulusan minimal (6,0). Hal ini menunjukkan siswa sudah memahami konsep tentang
metode penggorengan. Ini berarti bahwa penggunaan metode demonstrasi dan alat peraga
telah dapat dilaksanakan guru untuk membantu siswa memahami konsep metode
penggorengan. Meskipun demikian masih ada 4 orang siswa yang masih belum memahami
dan belum mencapai batas minimal keberhasilan. Pada siklus berikutnya focus tindakan
576
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
dalam hal penguasaan konsep adalah meningkatkan pencapaian nilai rata-rata dan
mengurangi jumlah siswa yang masih mendapat nilai kurang dari 6,0.
Setelah selesai pembelajaran peneliti melakukan refleksi terhadap segala kegiatan yang
terkait dengan pelaksanaan tindakan pembelajaran tersebut. Refleksi dilakukan sehari setelah
pembelajaran pertemuan 1 selesai dilaksanakan. Hasil refleksi adalah dipaparkan sebagai
berikut :
a. Guru telah cukup berhasil membuat rancangan pembelajaran dengan penilaian kategori
“cukup memadai”. Hal-hal yang perlu ditingkatkan untuk pertemuan berikutnya adalah
tentang penyediaan alat bantu peragaan dan penentuan obyek observasi yang lebih
proporsional dan jelas (misalnya aspek-aspek yang harus diamati oleh siswa)
b. Kinerja guru mengelola pembelajaran siklus 1 pertemuan 1 secara umum masih sangat
kurang kecuali dalam hal mengelola ketersediaan alat cukup memadai. Adapun mengenai
ukuran alat ,kerapian dan ketertiban dalam meletakkan alat ,keterampilan , keluwesan
penggunaan alat dan menghubungkan lebih luas dengan konsep metode penggorengan
dan contoh-contohnya harus ditingkatkan lebih baik. Kemampuan guru
mendemonstrasikan alat untuk mengembangkan keterampilan proses siswa masih sangat
kurang terutama pada kegiatan awal dan kegiatan akhir pembelajaran meskipun pada
persiapan telah direncanakan penggunaan alat peraga untuk setiap tahap pembelajaran.
c. Kinerja siswa pada pembelajaran untuk pengembangan keterampilan proses siswa masih
sangat minim. Pada kegiatan inti tujuh jenis keterampilan proses dapat dilakukan siswa
walaupun presentase siswa yang melakukan masih sangat rendah.
Siklus 1 pertemuan 2
Pembelajaran siklus 1 pertemuan 2 dilakukan pada hari Selasa 18 Oktober 2016.
Pembelajaran dilakukan dalam tiga tahapan: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup.
a. Kegiatan Awal/Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan mengungkap pengetahuan awal siswa melalui
kegiatan tanya jawab.
G: Masih ingat, penggorengan dilakukan dengan cara apa saja?
S: deep defraying dan shallow defraying
G: Apa bedanya dua bentuk penggorengan tersebut?
S: wadah
G: apalagi?
S: minyak, kerataannya, kerenyahan.
b. Kegiatan Inti
Dari dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah memahami dua macam model
penggorengan dan bisa membedakan unsur-unsur yang terkait dengan penggorengan. Guru
melanjutkan pada kegiatan inti dengan membagi siswa menjadi 4 kelompok, masing-masing
kelompok 7 orang. Dua kelompok melakukan demonstrasi penggorengan deep frying dan
dua kelompok lain melakukan penggorengan shallow frying. Kegiatan inti dilakukan dengan
tahapan (1) persiapan alat dan bahan, (2) praktikum dengan demontrasi, (3) analisis
hasil secara kelompok, dan (4) sharing dengan mengomunikasikan hasil analisis dan
diskusi.
577
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kegiatan persiapan alat dan bahan dilakukan dengan menginstruksi kepada siswa
untuk mengambil alat-alat dan bahan-bahan yang diperlukan. Alat yang disiapkan antara lain:
kompor dan LPG, wajan, spatula, papan iris, pisau, peniris, mangkok, sendok. Bahan yang
disediakan adalah kentang, telur, dan minyak goreng.
Kegiatan praktik demonstrasi diawali dengan mengocok telur dan memotong
kentang yang disiapkan untuk digoreng. Demonstrasi dilanjutkan menuangkan minyak
goreng dengan volume berbeda sesuai metode penggorengan. Penggorengan telur dilakukan
pada minyak sedikit pada tugas shallow frying. Penggorengan kentang menggunakan minyak
“banyak” pada tugas deep frying.
Hasil praktik demonstrasi berupa gorengan telur dan kentang didistribusikan kepada
semua kelompok. Kelompok yang menggoreng telur diberi gorengan kentang oleh kelompok
penggoreng kentang dan sebaliknya. Hasil penggorengan dianalisis berdasarkan warna,
kekekeringan, dan tingkat kematangan. Rangkuman hasil analisis siswa dsajikan seperti
berikut.
Metode Warna Kerenyahan Kematangan Keterangan
Deep frying Coklat, lebih Lebih renyah Lebih rata
rata matangnya
578
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
c. Kegiatan Akhir/Penutup
Berikutnya guru melanjutkan pada kegiatan penutup dengan mengajak siswa untuk
menyimpulkan kegiatan demonstrasi yang sudah dilakukan.
G: Anak-anak kegiatan kita sudah selesai, sekarang bu guru ingin bertanya, apa perbedaan
dari dua metode penggorengan, deep frying dan shallow frying?
S: minyaknya banyak, tempatnya datar dan lengkung
G: faktor apa yang mempengaruhi penggorengan?
S: jenis bahan, waktu penggorengan, suhu, dan metode penggorengan
Dari dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah menguasai materi yang disampaikan pada
hari ini. Dalam kegiatan penutup guru juga memberikan tugas kepada siswa terkait dengan
materi yang harus disiapkan pada pertemuan berikutnya, yakni terkait dengan pengasapan
dan pengukusan.
Di akhir siklus 1 dilakukan refleksi dan penilaian unjuk kerja. Hasil refleksi
digunakan untuk memperbaiki pembelajaran siklus 2. Adapun hasil refleksi disajikan pada
tabel 2. Berikut ini.
Kekurangan Penyebab Alternatif perbaikan
Pada saat mengerjakan Masing-masing siswa Setiap 2 orang diberi satu LKS
LKS siswa masih ada memiliki LKS sendiri supaya terjadi proses diskusi.
yang hanya meniru sehingga diskusi tidak
temannya berjalan sesuai harapan
Hasil evaluasi pembelajaran menunjukkan bahwa rerata hasil belajar siswa dari 28 siswa
.92,5 % .% sudah tuntas dengan rata-rata sebesar 75. Sebagian besar siswa telah mencapai
nilai penguasaan konsep metode penggorengan lebih dari batas standart kelulusan minimal .
Skor rata-rata kelas 75 lebih besar dari skor rata-rata pada siklus 1 pertemuan 1. Ini berarti
bahwa penggunaan metode demonstrasi telah dapat dilakukan oleh guru untuk membantu
siswa memahami konsep metode penggorengan. Meskipun demikian masih ada sebagian
siswa yang masih belum mencapai batas minimal keberhasilan. Pada siklus berikutnya
tindakan difokuskan meningkatkan pencapaian nilai rata-rata dan mengurangi jumlah siswa
yang masih mendapat nilai kurang dari 75.
Hasil refleksi pembelajaran menunjukkan bahwa guru telah berhasil membuat RPP yang
memadai atau sangat baik. Hal-hal Yang dianjurkan untuk ditingkatkan oleh guru adalah
tentang penyediaan alat bantu peragaan, lembar kerja siswa dan cara –cara melakukan
demonstrasi yang lebih baik.
Keterampilan proses berkomunikasi pada siklus 1 masih sulit berkembang kecuali
komunikasi tulisan untuk melaporkan hasil pengamatan. Dengan kata lain siswa masih sangat
jarang yang berani bertanya atau menjawab pertanyaan. Untuk keterampilan menyimpulkan ,
kinerja siswa secara umum memadai, terutama pada kegiatan inti dan kegiatan akhir
pembelajaran.
Siklus II
Pembelajaran Siklus 2 dilaksanakan pada 7 November 2016 dengan materi Metode
Pengukusan . Tindakan penelitian difokuskan pada upaya meningkatkan kinerja guru dalam
579
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
mengelola dan mengfungsikan alat peraga dalam menggunakan metode demonstrasi selama
pembelajaran dan meningkatkan kemampuan siswa melakukan keterampilan proses jenis
observasi , berkomunikasi (bertanya dan menjawab) dan menyimpulkan untuk memperoleh
penguasaan konsep metode pengukusan.
Tahapan pembelajaran dilakukan sebagai berikut :
a. Kegiatan Awal
Pada pembelajaran siklus 2 guru mengawali pembelajaran dengan mengkondisikan siswa
pada keadaan siap belajar dengan cara memeriksa kehadiran dan membereskan posisi duduk
siswa serta memeriksa kehadiran dan membereskan posisi duduk siswa serta menyiapkan
perangkat alat peraga dengan lembar pengamatan siswa. Lembar pengamatan diberikan
kepada dua siswa satu lembar pengamatan agar siswa lebih berkonsentrasi dan terjadi proses
diskusi mengamati demonstrasi . Sebelum memulai pembelajaran , guru menjelaskan lebih
dahulu cara menggunakan dan mengisi lembar pengamatan. Pada kegiatan awal guru
melakukan apersepsi dengan suruhan dan pertanyaan antara lain yang mengarahkan siswa
untuk menyimpulkan pelajaran sebelumnya dan bertanya :
>” :anak-anak , coba lihat jagung rebus yang ada ditangan ibu ! siapa diantara kalian yang
dapat menjelaskan cara pengolahan jagung dan hasil pengolahannya ?”.
> “Mengenai perbedaan jagung kukus dan jagung rebus, apakah ada yang ingin kalian
tanyakan ? “
> “ketika jagung rebus dan jagung kukus ditaruh diwadah dan siswa disuruh mencicipi dan
mengamati ?” apakah ada yang berbeda ? “ silahkan tanyakan sekarang !”
Respon siswa terhadap pertanyaan dan tugas guru cukup antusias. Banyak siswa berani
mengacungkan tangan. Karena terbatas waktu, guru hanya memberikan kesempatan kepada
beberapa siswa yang mewakili kelompok siswa.
b. Kegiatan Inti
Kegiatan guru pada kegiatan inti dilakukan dengan memberi siswa lembar pengamatan.
Kemudian guru menjelaskan bahwa dua siswa harus bisa mengisi lembar pengamatan
berdasarkan hasil memperhatikan bahan demonstrasi. Siswa mengamati percobaan yang
didemonstrasikan guru.dan siswa mendapatkan contoh bahan pengamatan. Setiap satu jenis
percobaan/demonstrasi selesai guru member kesempatan kepada siswa untuk mengisikan
pada lembar pengamatan. Pada saat siswa mengisi lembar pengamatan , guru menghentikan
demonstrasinya . Waktu tersebut guru memanfaatkan untuk berkeliling dalam kelas
memonitoring dan membimbing aktifitas siswa. Sebelum membahas hasil pengamatan siswa
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya yang dapat diajukan siswa dalam
bentuk lisan maupun tulisan. Decara ini jumlah siswa yang mampu mengkomunikasikan
pertanyaan menjadi lebih banyak jika dibandingkan dengan siklus 1 sebelumnya tetapi hanya
sedikit siswa yang berani bertanya . Hasil diskusi siswa tidak segera dikumpulkan oleh guru
beserta lembar pengamatan, hasil diskusi tersebut tetap dipegang siswa untuk dijadikan
pegangan pada saat diskusi kelas. Saat diskusi kelas, guru member kesempatan kepada siswa
untuk melaporkan hasil pengamatan dan hasil diskusi kelompok serta melakukan Tanya
jawab. Siswa yang melaporkan diprioritaskan bukan ketua kelompok tetapi siswa anggota
yang berinisiatif atau yang ditunjuk oleh guru. Dalam kegiatan pembahasan dan Tanya jawab
ini sesekali guru dan siswa menggunakan alat peraga serta memberI kesempatan kepada
580
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
siswa untuk mencoba memperagakan alat tersebut. Respon siswa yang paling sering adalah
menjawab pertanyaan sedangkan pertanyaan siswa belum berkembang baik.
c. Kegiatan Akhir
Siswa dan guru membahas konsep-konsep yang diperoleh dari demonstrasi untuk membuat
kesimpulan. Cara membuat kesimpulan lebih teratur bila dibandingkan dengan siklus I .
Kesimpulan diambil dari hasil pengamatan siswa berupa kalimat dan
paragraph yang ditugaskan supaya dilengkapi siswa. Selain itu siswa diberi kesempatan
menggunakan alat peraga sebagai alat bantu memperjelas konsep juga diberi kesempatan
mengajukan pertanyaan . Pada siklus 2 kegiatan siswa membuat kesimpulan dan bertanya
cukup meningkat. Pada akhirnya kegiatan guru memberi tes akhir berupa soal esai. Setelah
itu guru memberikan tindak lanjut agar siswa mempelajari lebih lanjut tentang metode
pemanggangan.
Keterampilan proses yang dilakukan siswa yaitu melakukan pengamatan
berkomunikasi dan menyimpulkan yang semula pada siklus 1 kurang memadai , pada siklus 2
tercapai dengan penilaian sudah memadai . Meskipun diketahui bahwa untuk mencapai hasil
demikian alokasi waktu menjadi bertambah dari yang ditentukan /direncanakan .
Keterampilan proses yang paling berhasil dikembangkan adalah mengobservasi , berikut
menyimpulkan dan yang paling sedikit berkomunikasi.
Berdasarkan hasil observasi dan penilaian gambaran efektifitas , ketrampilan proses
yang diamati disajikan pada tabel 3.
1 Mengobservasi 80 100 90 90
mengamati/mencatat)
2 Berkomunikasi 40 60 60 53,33
3 Menyimpulkan 60 80 80 73,33
Rata-rata 60 80 76,67 72,22
Tabel 3 menunjukkan bahwa keterampilan proses siswa sudah memadai (mencapai target72,2
%) termasuk pada kegiatan awal dan kegiatan akhir pembelajaran. Hasil belajar siswa pada
akhir pembelajaran mencapai rerata skor 7,4 . Sebagian besar (95%) siswa telah mencapai
nilai penguasaan konsep pengukusan dari batas standar kelulusan minimal (75) . Ini berarti
bahwa penggunaan metode demonstrasi dan alat peraga untuk pengembangan keterampilan
proses telah dapat dilakukan guru untuk membantu siswa memahami konsep pengukusan.
Temuan menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan adalah bahwa penggunaan alat
peraga dalam keterampilan proses dengan metode demonstrasi telah memudahkan siswa
memahami konsep-konsep yang diajarkan guru melalui metode tersebut.
581
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Keterampilan proses yang sulit dikembangkan adalah mengajukan pertanyaan. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Supardi (2008:65) yang menyatakan bahwa kompetensi siswa
yang sulit berkembang adalah mengajukan pertanyaan . Hal ini diantisipasi dengan mencoba
mengoptimalkan penggunaan alat peraga dan menghadirkan fenomena yang menarik
sehingga siswa tertantang mengajukan pertanyaan .
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan metode demonstrasi
dapat meningkatkan keterampilan proses siswa pada topik metode penggorengan dikelas
XI APHPP SMK Negeri 2 Batu. RPP tersebut disusun dengan langkah-langkah
pembelajaran yang sesuai dengan aktivitas demonstrasi dan menfasilitasi aktivitas
keterampilan proses siswa.
2. Tindakan pembelajaran dalam rangka mengoptimalkan kinerja guru menggunakan
Metode demonstrasi untuk mengembangkan keterampilan proses dilakukan dengan
pembatasan jenis keterampilan proses yaitu mengobservasi meliputi penggunaan indera
dan mencatat hasil pengamatan , berkomunikasi meliputi berkomunikasi mengajukan
dan menjawab pertanyaan serta melaporkan hasil pengamatan secara lisan dan tulisan.
3. Upaya untuk mengembangkan keterampilan proses siswa dilakukan guru dengan cara
mengoptimalkan kinerja pengelolaan pembelajaran terutama dalam hal penyediaan alat
peraga yang relevan dengan tuntutan konsep dan tingkat keterlibatan alat oleh siswa ,
mengfungsikan alat peraga untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, membimbing
siswa agar terfasilitasi dan termotifasi melakukan keterampilan proses dan ketepatan
serta keefektifan penyediaan penggunaan lembar pengamatan oleh siswa.
Saran
Berdasarkan pengalaman ini peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Faktor penting yang harus dipersiapkan guru adalah mematangkan keterampilan dalam
mengelola dan mengfungsikan alat peraga serta keterampilan khusus agar siswa
termotivasi berani untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu perlu dikembangkan
penggunaan catatan persiapan guru yang secara khusus berisi scenario cara-cara
menggunakan alat peraga untuk tujuan pengembangan keterampilan proses.
Daftar Rujukan
Anshori, J. 2006. Kegiatan Belajar Mengajar Berbasis Psikologi Belajar. Surabaya. PT.
Walisongo Citra Aksara.
Kasbolah. K. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta. Depdiknas Dirjen Dikti.
Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Beserta Sistematika
Proposal Dan Laporannya. Jakarta. Bumi Aksara.
Wuryanti. 2003. Mengembangkan Potensi Siswa Dengan Media Dan Alat Peraga. Surabaya.
PT. Walisongo Citra Aksara.
Zubaidah. S. Yuliati. L. Mahanal. S. 2011. Model-Model Dan Metode Pembelajaran IPA.
Malang . Universitas Negeri . Malang .
582
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Viva Hardini
SMKN 2 Batu
vivhardin@gmail.com
583
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
siswa dalam kegiatan praktik kultur jaringan, hal ini dapat diketahui dari nilai hasil belajar
siswa yang belum semuanya bisa memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM ). Untuk
mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tindakan di kelas XI APT-SMKN 2
Batu dengan pendekatan CTL yang berbasis masalah, agar siswa lebih terampil, teliti,
memiliki tanggung jawab yang tinggi, kreatif dan aktif, dalam mengikuti pelajaran kultur
jaringan .
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. CTL,(Faridah, 2012)
Pendekatan CTL berbasis masalah telah dikaji oleh beberapa peneliti Loong, (2015) ;
Hidayatullah, (2015); Teniwut,(2015); Sutadji, (2015). Loong (2015) menemukan bahwa
metode demonstrasi menggunakan media realita dapat meningkatkan pemahaman siswa.
Menurut Hidayatullah, (2015) mengemukakan bahwa Penggunaan Contekstual Framework
dapat memahamkan siswa dan ketrampilan siswa dalam bekerjasama dalam kelompok.
Teniwut,(2015) mengemukakan bahwa dengan menggunakan contoh konkrit dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi yang dipelajari. Pada dasarnya, pendidikan
mempunyai tujuan untuk menghantarkan siswa pada perubahan tingkah laku baik moral
maupun intelektual yang dapat dijadikan bekal hidup sebagai makhluk individu maupun
makhluk sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, siswa berinteraksi dengan lingkungan
belajar yang telah dibimbing oleh guru melalui suatu proses yaitu kegiatan belajar mengajar.
Kultur jaringan merupakan salah satu metode pembiakan tanaman dengan menggunakan
jaringan. Untuk mempelajari Kultur jaringan, siswa memerlukan kemampuan pemahaman
yang kompleks karena Kultur jaringan berkaitan dengan berbagai macam bentuk yang
abstrak. Adanya bentuk abstrak tersebut merupakan kesulitan belajar tersendiri bagi siswa
SMK.
CTL berbasis masalah merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna dari materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga
siswa memiliki pengetahuan / keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (
ditransfer) dari satu permasalahan / konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. Guru
bukanlah sebagai paling tahu, melainkan guru harus mendengarkan siswa-siswanya dalam
berpendapat mengungkapkan idea atau gagasan yang dimiliki oleh siswa. Guru bukan lagi
sebagai penentu kemajuan siswa-siswanya, tetapi guru sebagai seorang pendamping siswa
dalam pencapaian kompetensi dasar.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah menurut Kurniasih,
Imas dan Sani, Berlin (2016) adalah (1) Orientasi siswa kepada masalah, (2)
Mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) Membimbing penyelidikan idividual maupun
kelompok, (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Berdasarkan permasalahan dan kajian di atas maka peneliti menetapkan Judul
Penerapan Pendekatan Contekstual Teaching and Learning Berbasis Masalah Untuk
584
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI Agribisnis Produksi Tanaman Pada Mata
Pelajaran Kultur Jarinngan , di SMKN 2 Batu.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini juga termasuk
penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan
dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Penelitian ini dilakukan menggunakan
metode penelitian tindakan kelas melalui dua siklus. Setiap siklus memuat tahap
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian siswa kelas XI
Agribisnis Produksi Tanaman SMKN 2 Batu. Jumlah siswa sebanyak 24 orang yang terdiri
dari 5 siswa perempuan dan 19 siswa laki-laki.
Perencanaan dalam penelitian tindakan kelas ini diawali dengan menyusun RPP,
menyiapkan media pembelajaran, mengembangkan Lembar Kerja Siswa (LKS),
mengembangkan pedoman observasi dan alat evaluasi untuk praktik / unjuk kerja.
Pelaksanaan tindakan meliputi tahap awal, inti dan penutup. Pada tahap awal dimulai
dengan kegiatan mengkondisikan siswa secara fisik dan psikis. Tahap inti diawali dengan
orientasi siswa pada masalah, kemudian mengorganisasikan siswa untuk belajar,
membimbing penyelidikan inndividual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan
hasil karya serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Pengamatan dilakukan oleh teman guru yang bertindak sebagai observer, selanjutnya
dilakukan refleksi serta pembahasan hasil dan simpulan hasil penelitian tindakan kelas.
585
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Anggrek yang sudah dilakukan sterilisasi satu minggu sebelumnya. Dalam pelaksanaan
pembelajaran mengacu pada lembar kerja yang ada di modul kultur jaringan.
Sebelum melakukan inokulasi biji anggrek Phalaenopsis siswa diberi lembar kerja
untuk mengamati hasil pembuatan media. Siswa diminta mengamati hal-hal yang terjadi
perubahan-perubahan yang terjadi dan menulis adanya kontaminan-kontaminan yang terjadi.
Kemudian siswa secara berkelompok melakukan inokulasi biji anggrek dalam Laminar Air
Flow Cabinet. Setelah selesai melalukan kegiatan inokulasi siswa diharuskan melaporkan
kegiatan praktikum yang telah dilakukan. Adapun Laporan LKS yang harus diisi adalah
dengan susunan sebagai berikut : judul, tujuan, alat dan bahan serta prosedur kerja.
Untuk penilaian yang disiapkan adalah penilaian sikap dan penilaian unjuk kerja yang
meliputi persiapan, proses pelaksaan ( keaktifan siswa, kerja sama dan ketelitian siswa dalam
melakukan setiap tahapan sesuai prosedur yang ditetapkan) dan laporan.
Pelaksanaan Tindakan
Terdapat tiga kegiatan utama dalam pelaksanaan tindakan di siklus 1: (1) kegiatan
pendahuluan , (2) kegiatan inti, (3) kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan diawali dengan
guru mengkondisikan kesiapan siswa secara fisik dan psikis siswa , dalam mengikuti
kesiapan menerima materi pembelajaran. Kemudian dilanjutkan dengan mengajak siswa
untuk berdo‟a bersama. Berikut adalah dialog guru – siswa dalam kegiatan pendahuluan.
Guru : “ anak-anak siapa yang tidak hadir hari ini “ ?
Siswa : “ nihil bu”
Guru : “ materi kita hari ini adalah melakukan inokulasi, coba buka
modul di halaman 39 tentang inokulasi eksplan, apa yang
dimaksud dengan inokulasi”?
Siswa 1 : “ Inokulasi adalah penanaman eksplan ke media kultur bu”!
Guru : “ Kalau begitu apa yang dimaksud dengan eksplan”? dengan
menunjuk salah satu siswa
Siswa 2 : “ Iya bu saya..., eksplan adalah media tanam”
Guru : “ Kurang benar, coba Abdullah ( siswa 3 ), jelaskan apa yang
dimaksud dengan eksplan”?
Siswa 3 : “ Eksplan adalah bahan tanam yang berukuran kecil sampai
sangat kecil yang akan diinokulasi dalam kegiatan kultur
jaringan”
Guru : “ Betul sekali jawaban Abdullah”
586
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
biji anggrek Phalaenopsis Sp. Coba ada yang tahu mana biji
anggrek itu “?
Siswa 4 : “ yang itu bu, yang berbentuk seperti belimbing itu “!
Guru : “ kurang benar, coba siapa lagi yang bisa menjawab dengan
betul”?
Siswa 5 : “ saya bu, biji anggrek yang ada didalam buah tersebut,dengan
menunjuk buah yang ada di depan siswa”
Guru : “ benar”! ,
Dialog antara guru dan siswa dapat dilihat dalam Gambar 1 berikut.
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa siswa anthusias mengamati bagian tanaman
yang akan dibuat untuk inokulasi. Mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing
penyelidikan idividual maupun kelompok, serta megembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru meminta siswa untuk membuka modul kultur jaringan hal 39 tentang materi inokulasi.
Guru meminta siswa dalam masing-masing kelompok membawa botol berisi media alternatif
untuk anggrek yang akan digunakan untuk inokulasi. Sebelum melakukan inokulasi guru
meminta siswa mengamati media yang ada dalam botol tersebut. Ternyata media yang telah
disterilkan tadi tidak semuanya bisa diinokulasi. Guru menugasi siswa untuk mengamati
kontaminan yang tumbuh pada media yang ada dalam botol kultur tersebut. Dan menugasi
siswa dalam kelompok untuk menuliskan dalam LKS yang disediakan. Berikut dialog siswa
dan guru .
Guru : “untuk melakukan inokulasi biji anggrek banyak hal yang
harus diperhatikan terutama untuk ketelitian dalam
pelaksanaan, dan diperlukan pemahaman tentang
prosedur pelaksanaan. Coba identifikasi masalah -
masalah yang menyebabkan kegagalan dalam inokulasi
eksplan”!
Siswa : “ penyebab kegagalan adalah kurang sterilnya media bu”
Guru : “ coba, siapa lagi yang bisa menyebutkan kekegagalan
dalam inokulasi’?
Siswa : “ saya bu, kurang telitinya dalam melakukan setiap
587
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Dari gambar di atas siswa dapat mengamati dan membuktikan secara langsung media
dalam botol kultur jaringan, yang bisa diinokulasi dan yang siap diinokulasi
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, Guru meminta siswa
untuk mengamati media kultur yang terkontaminasi dan mengidentifikasi ciri-ciri kontaminan
serta mencocokkan pada modul kultur jaringan di halaman 39. Dialog guru dan siswa tertulis
sebagai berikut.
Guru : “ anak-anak coba amati ciri-ciri kontaminan yang tumbuh pada
media yang terkontaminasi”!
Siswa : “ iya bu, kalau yang putih itu apa bu”?
Melakukan tindakan strategis. Guru menugasi siswa untuk mencocokkan ciri-ciri
kontaminan yang ada dalam botol media kultur dengan modul kultur jaringan.
Guru : “ yang warna putih dengan tumbuh benang-benang hifa itu
disebabkan oleh jamur, dan untuk lebih memantapkan
pengamatan kalian , silahkan browsing ciri-ciri gejala/gambar
kontaminan yang ada dalam media kultur jaringan dalam
HP kalian “!
Siswa : “ browsing internet ya bu”
Guru : “ iya”
Siswa : “ kalau yang keluar cairan itu bu?
Guru : “ media yang keluar cairan berbau biasannya disebabkan oleh
bakteri “
588
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Untuk melaporkan hasil dari pengamatan setiap kelompok membuat laporan hasil
pengamataan dan harus mempresentasikan hasil pengamatan kontaminan yang tumbuh pada
media yang akan diinokulasi di depan kelas.
Pengamatan
Dari hasil pengamatan oleh observer pada proses pembelajaran diketahui masih ada
siswa yang belum bisa konsentrasi dengan mengganggu temannya pada saat awal pelajaran,
tetapi setelah memasuki inti dari pembelajaran dengan adanya demonstrasi oleh guru semua
antusias memperhatikannya. Untuk mengalisis tingkat keberhasilan siswa setelah proses
belajar mengajar dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis dan juga
penilaian unjuk kerja. Analisis menggunakan statistik sederhana melalui prosentase untuk
menilai tes formatif. Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-
rata (X) tes formatif sebesar 78,33. Dengan demikian dari jumah siswa sebanyak 24 orang
yang mendapatkan nilai di atas KKM yang ditetapkan (75), sebanyak 19 siswa atau 79,2 %,
sedangkan yang belum tuntas sebanyak 5 siswa atau 20,8 %.
Refleksi
Berdasarkan refleksi yang telah dilakukan terdapat beberapa temuan yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
(1) Masih terdapat yang belum focus ( siswa bernama Aprillia Citra) ,masih bermain-
main penggaris, ada juga siswa lain yang masih mengganggu temannya
(2) Siswa belum semuanya melakukan pengamatan, siswa bernama azizul masih ada
yang mondar-mandir
(3) Masih terjadi teacher center dalam kegiatan menyimpulkan materi pembelajaran
(4) Masih banyak siswa yang belum memahami inokulasi eksplan, karena materi ini
masih bersifat abstrak
(5) RPP dan kegiatan masih perlu disesuaikan
589
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Siklus II
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana Pelaksanaan pembelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang Kompetensi Dasar (KD)
Melakukan Aklimatisasi . Komponen RPP meliputi indikator, tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, metode pembelajaran CTL berbasis masalah, skenario pembelajaran, media,
bahan, sumber belajar dan penilaian. Media pembelajaran yang disiapkan untuk KD ini
berupa bibit anggrek dalam botol dan LKS. Dalam pelaksanaan pembelajaran mengacu pada
lembar kerja yang ada di modul kultur jaringan. Pedoman observasi memuat tentang
kedisiplinan, ketelitian siswa, dan kerja sama dalam kelompok. Sedangkan pengembangan
alat evaluasi ditunjukkan dalam penilaian unjuk kerja.
Pelaksanaan Tindakan
Terdapat tiga kegiatan utama dalam pelaksanaan tindakan di siklus 2: (1) kegiatan
pendahuluan , (2) kegiatan inti, (3) kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan diawali dengan
guru mengkondisikan kesiapan siswa secara fisik dan psikis siswa , dalam mengikuti
kesiapan menerima materi pembelajaran. Kemudian dilanjutkan dengan mengajak siswa
untuk berdo‟a bersama. Berikut adalah dialog guru – siswa dalam kegiatan pendahuluan.
Guru : “ anak-anak silahkan berdo‟a “ ?
Siswa : “ siswa berdo‟a”
Guru : “ siapa yang tidak hadir hari ini”?
Siswa : “ Nihil bu”!
Guru : “ Materi kemaren melakukan inokulasi dan menumbuhkan
eksplan. Untuk hari ini materi kita tentang aklimatisasi. Ada
yang tahu apa yang dimaksud dengan aklimatisasi”?
Siswa 1 : “ Aklimatisasi adalah pemindahan tanaman dari lingkungan steril
(in vitro) ke lingkungan semi steril, sebelum dipidahkan ke
lapangan”
Guru : “ Benar”!
“Anak-anak tujuan pembelajaran hari ini adalah agar siswa
melaksanakan aklimatisasi dengan baik dan benar “.
Guru : “ coba ini ada lembar kerja yang harus kalian kerjakan”
Siswa : “ iya bu” siswa menerima LKS dan kemudian mengerjakannya
590
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Orientasi masalah, Guru meminta siswa mengerjakan lembar kerja berupa tugas membuat
diagram alir proses aklimatisasi. Interaksi guru dan siswa dapat dilukiskan dalam dialog
berikut.
Guru : “ anak-anak untuk pretes kali ini buat digram alir proses aklimatisasi
eksplan tanaman anggrek yang ada dalam botol ini “?
Siswa : “ iya bu “.
Dialog antara guru dan siswa dapat dilihat dalam Gambar 4 berikut.
Mengorganisasikan siswa untuk belajar, Guru membacakan hasil kerja siswa dan
mengevaluasi dan siswa menyimak. Guru meminta siswa untuk membaca modul kultur
jaringan hal 50 tentang aklimatisasi. Siswa membaca sesuai dengan materi yang ada di
modul secara bergantian. Selanjutnya guru mendemonstrasikan cara aklimatisasi anggrek
phalaenopsis sp. Berikut dialog siswa dan guru .
Guru : “anak-anak perhatikan ibu mau mendemonsttrasikan cara
aklimatisasi anggrek”! Ada yang tahu bagaimana cara
mengeluarkan anggrek dari dalam botol”?
Siswa 1 : “ saya bu “
Guru : “ iya kamu”
Siswa 1 : “ dengan cara di pecah botolnya bu “
Guru : “ bisa, mungkin ada yang lainnya lagi “?
Siswa 2 : “ dibuka tutup botolnya bu , kemudian diambil dengan kawat
bentuk u”
Guru : “ benar sekali”, jadi utk menghemat biaya cara mengeluarkan
bibit anggrek dari dalam botol tidak harus dipecah botolnya,
tapi dengan cara dibuka botolnya ,seperti ini “
591
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Guru : “ coba, siapa yang mau mencoba mengeluarkan bibit anggrek dari
dalam botol ini?
Siswa 4 : “ saya bu”
Guru : “ iya silahkan, bergantian ya dilanjutkan dengan teman-temannya
yang lain”
592
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Refleksi
Berdasarkan refleksi yang telah dilakukan dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut
:
(1) Pada saat dihadapkan pada masalah , siswa dapat memperhatikan secara penuh
(2) Motivasi belajar dan keaktifan siswa lebih meningkat
(3) Kedisiplinan / taat azas meningkat
(4) Kerjasama dalam kelompok meningkat
(5) Materi pembelajaran diterima dengan baik karena pembelajaran dengan
menghadirkan dunia nyata ke siswa, yaitu “ Learning by doing”
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada siklus II, sebagai hasil
penyempurnaan terhadap tindakan yang dilakukan pada siklus I diperoleh hasil bahwa
pendekatan CTL berbasih masalah dapat meningkatkan aktifitas dan motivasi siswa dalam
pembelajaran kultur jaringan untuk materi aklimatisasi planlet anggrek . Demikian pula untuk
hasil belajar yang diperoleh pada saat unjuk kerja juga meningkat dengan signifikan jika
dibandingkan dengan hasil belajar pada siklus sebelumnya.
Pada saat siswa melakukan praktik / unjuk kerja dapat diperoleh data bahwa terjadi
peningkatan hasil belajar siswa yang dapat dilihat dari perolehan siswa yang mendapat nilai
di atas KKM sebanyak 100 % dari 24 siswa dengan rata-rata nilai 85. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan CTL berbasis masalah dapat diterapkan
dalam pembelajaran kultur jaringan di kelas XI program keahlian Agribisnis Produksi
Tanaman di SMKN 2 Batu.
Daftar Rujukan
593
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
594
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
SMK Negeri 2 Batu merupakan sekolah menengah kejuruan yang berbasis pertanian
dan salah satu program keahliannya adalah Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian dan
Perikanan , di dalam standar kompetensinya terdapat mata pelajaran Mengelolah Usaha
Hasil Pertanian merupakan salah satu mata pelajaran pada pada kelas XII, ketuntasan belajar
siswanya dapat diukur dari ketercapaian Kriterian Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah
ditetapkan oleh sekolah dengan mengacu pada sarana prasarana, tingkat kesulitan materi dan
kemampuan siswa, sehingga KKM yang ditetapkan adalah 7,5.
Namun demikian permasalahan yang terjadi di kelas XII program keahlian
Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian dan Perikanan (APHPP) SMKN 2 Batu siswa yang
mencapai nilai KKM tidak lebih dari 70% disebabkan oleh keterbatasan sumber belajar,
proses pembelajaran terganggu karena siswa harus bekerja setelah pulang sekolah dengan
waktu bekerja kurang lebih 8 jam sehingga menyita waktu belajar siswa, kurangnya keaktifan
dan kreatifitas siswa menyebabkan penurunan konsentrasi siswa dalam menerima
pembelajaran, maka di perlukan pembelajaran berbasis project based learning untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran project based learning menurut Lindawati, dkk (2013:43)
menyatakan bahwa model pembelajaran project based Project based learning adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang membenturkan siswa kepada masalah – masalah praktis
melalui stimulus dalam belajar. Pembelajaran berbasis proyek ini siswa dilatih untuk: (1)
bertanggung jawab atas apa yang menjadi tanggung jawabnya, (2) menilai rencana kerja dan
bekerja sesuai rencana yang telah dibuat, (3) berkompentensi secara sehat, dan (4)
menerapkan atau mencari penerapan ilmu yang telah dipelajari.
595
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Berdasarkan penjelasan di atas disimpulkan bahwa Project based learning merupakan model
pembelajaran yang melatih siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari. Dan melatih siswa
untuk bekerja dalam tim atau kelompok.
Gora (2015) dalam fitriani menjelaskan bahwa project based learning memiliki 4
(empat) karakteristik, Pertama, pengorganisasian masalah/pertanyaan yang mengembangkan
pengetahuan atau minat peserta didik. Kedua, memiliki hubungan dengan dunia nyata
(pembelajaran yang bermakna dan otentik). Ketiga, menekankan pada tanggung jawab
peserta didik, dimana peserta didik harus mengakses informasi sendiri dan mendesain proses
untuk memperoleh solusi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat, penilaian diarahkan pada produk finalnya bukan dalam bentuk tes, tetapi berbasis
proyek, laporan dan kinerja peserta didik.
Menurut Hartina (2015) Project-based learning dengan pendekatan scientific
bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika. Berkaitan dengan diatas maka
diterapkan artikel dengan judul penerapan pembelajaran project based learning dengan
bantuan media power point untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XII SMKN 2 Batu
pada mata pelajaran mengelola usaha hasil pertanian.
Menurut lavy dan shriki 2008 Project Based Learning dapat diintegrasikan dalam
program computer dan disebut PBL berbantuan media computer, sehingga dapat
mempermudah guru dalam pembelajaran.
Menurut Krajcik (dalam Lavy dan Shriki, 2008), dalam Fitriani (2015) menjelaskan
bahwa pendekatan PjBL memiliki berbagai keunggulan antara lain: berkembang rasa
kontribusi pribadi untuk proses pembelajaran, meningkatkan motivasi, menimbulkan
kepuasan diri, membantu dalam mengembangkan keterampilan pembelajaran jangka panjang
dan mendalam, terpadu dalam pemahaman isi dan proses, meningkatkan kemampuan untuk
berbagi ide, mempromosikan tanggung jawab dan belajar mandiri, memberikan jawaban atas
kebutuhan belajar yang berbeda, mengembangkan kemampuan untuk mengumpulkan dan
menyajikan data bernalar (mathematical reasoning), belajar untuk memecahkan masalah
(mathematical problem solving), belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection),
dan belajar untuk merepresentasikan, sehingga apabila diterapkan dalam pembelajaran
mengelola usaha hasil pertanian dapat membuat siswa lebih mengembangkan kemampuannya
dalam menciptakan suatu produk.
Project-Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang
menekankan belajar konstektual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Melalui
pembelajaran kerja proyek ini, kreativitas dan motivasi siswa akan meningkat (Lindawati,
2013) dalam fitriani. Richmond & Striley (dalam Purnomo, 2014) dalam fitriani menyatakan
bahwa Project Based Learning merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memberikan
penekanan kuat pada pemecahan masalah sebagai suatu usaha kolaboratif.
Keuntungan pembelajaran dengan project based learning memiliki beberapa
keuntungan diantaranya siswa dapat mengembangkan rasa kepercayaan dirinya, menambah
motivasi belajar siswa, menimbulkan kepuasan diri karena bisa menghasilkan suatu produk
yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan sesuai dengan kreativitas masing – masing
siswa, dalam jangka panjang siswa dapat mengembangkan jadi suatu usaha jika mereka
sudah lulus.
596
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Berdasarkan dari beberapa rujukan yang berkaitan dengan Project Based Learning,
maka Project Based Learning ini dapat digunakan pada Penelitian Tindakan Kelas untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Mengelola Usaha Hasil Pertanian pada
kelas XII Program Keahlian Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian dan Perikanan SMKN 2
Batu.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas dengan subyek penelitian Siswa
kelas XII Program Keahlian Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian dan Perikanan SMK
Negeri 2 Batu terdiri dari 18 siswa. Metode pengambilan data menggunakan metode
observasi, dokumentasi dan tes. Berdasarkan rancangan Kemmis dan Taggart (dalam Sutarto,
2013) dalam Fitriani (2015) langkah – langkah penelitihan tindakan kelas meliputi
perencanaan (plan), tindakaun (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
Permasalahan Perencanaan Pelaksanaan
Tindakan I Tindakan I
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dimana masing – masing siklus
dilakukan sebanyak satu kali pertemuan ( 6 jam pelajaran, dimana 1 jam pelajaran 45 menit)
dengan empat tahapan pokok yaitu perencanaan, pelaksanaan, tindakan, pengamatan dan
refleksi. Pada tahap perencanaan guru mengidentifikasi masalah yang terjadi, kemudian
membuat RPP yang disesuaikan dengan sintak model pembelajaran Project Based Learning
yaitu. (1) Menentukan pertanyaan/ permasalahannya dimana siswa di berikan permasalahan
terkait bagaimana mengembangkan usaha dengan menghadapi banyak pesaing dan
memanfaatkan komoditas lokal serta peralatan yang tersedia, (2) Merencanakan suatu proyek
dengan menyesuaikan program keahlian siswa, bahan, sarana dan prasarana yang tersedia di
sekolah, serta membuat analisa usahanya, (3) Menyusun jadwal pelaksanaan proyek mulai
dari menyiapkan proposal, pelaksanaan (praktik) sampai dengan hasil akhir presentasi dan
evaluasi, (4) Melaksanakan, memonitor kemajuan proyek yang dikerjakan siswa dengan
penilaian praktik dan membuat laporan, dan (5) Menguji hasil dan mengevaluasi hasil dari
kegitan praktik.
Pelaksanaan dilakukan di kelas dimana siswa sudah menyiapkan proposal
perencanaan usahanya kemudian penerapannya siswa melakukan praktik pengolahan untuk
membuat produk menghitung analisa usahanya dan memasarkan produknya bisa di sekitar
597
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
sekolah atau di luar sekolah. Selama proses pelaksanaan guru melakukan pengamatan
terhadap kinerja siswa dan melakukan penilaian praktikum mulai dari persiapan bahan,
peralatan, proses, hasil akhir, sikap dan waktu.
Pengumpulan data dilakukan setelah melakukan observasi selama kegiatan praktik
melalui penilaian praktik, hasil akhir (laporan) kegiatan dan tes tertulis. Instrument penelitian
yang digunakan adalah soal tes tertulis, lembar observasi pembelajaran praktik, dan
dokumentasi (hasil atau laporan).
Data penelitian berupa hasil pengamatan selama pelaksanaan pembelajaran
dianalisis secara kualitatif dan data penelitian berupa hasil tes yang dianalisis dengan
perhitungan persentase. Jika nilai akhir dari kegiatan penelitian rata-rata kelas sudah
mencapai KKM 75 dengan prosentase ketuntasan sebesar 75% dari jumlah siswa yang
dijadikan subyek penelitian, maka penelitihan ini dinyatakan berhasil. Selanjutnya rencana
tindakan siklus I diaplikasikan dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran yang nyata di kelas
dengan melibatkan teman sejawat sebagai observer dan peneliti bertindak sebagai guru
model.
Proses pembelajaran pada tindakan siklus I diamati oleh seorang observer yang
bertugas mencatat seandainya perlu tindakan selanjutnya. Hasil pengamatan observer
dijadikan dasar penyusunan rencana tindakan siklus II. Hasil pelaksanaan siklus I ini
kemudian direfleksi bersama observer untuk menentukan tindakan perbaikan pada siklus
selanjutnya jika masih perlu perbaikan.
598
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Menyiapkan lembar kerja yang harus digunakan oleh siswa selama melaksanakan
proyek secara berkelompok yang terdiri dari petunjuk praktik (langkah kerja, kebutuhan
bahan dan alat, hasil selama kegiatan praktik ), melakukan sanitasi peralatan dan ruang kerja,
memastikan kondisi peralatan dapat berfungsi dengan baik dan sesuai SOP, ketersediaan
bahan baku dan bahan bakar yang digunakan untuk proses (LPG) tersedia dengan cukup,
sehingga pada saat proses dapat berjalan dengan lancar tanpa kendala.
Alat evaluasinya berupa penilaian sikap selama melakukan proses belajar mengajar
dengan indikator penilaian yang terdiri dari aspek menanya, mengamati, menalar, mengolah
data, penilaian presentasi dengan indicator sebagai berikut : kejelasan presentasi,
pengetahuan, penampilan dan yang terakhir adalah penilaian ketrampilan yang terdiri dari ;
menyiapkan perlengkapan kerja sesuai SOP, menyiapkan bahan dan alat, menentukan produk
dan formulasi, melakukan proses produksi, produk yang dihasilkan, sikap selama proses
produksi, waktu dan laporan hasil.
Siklus I dilakukan pada pertemuan ke 5 sesuai dengan RPP dan dilaksanakan pada
hari senin tanggal 17 Oktober 2016 diikuti oleh 18 siswa, pembelajaran dilakukan dalam
tiga tahapan : kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Pelaksanaan Tindakan
Terdapat tiga kegiatan utama dalam pelaksanaan tindakan (1) kegiatan pendahuluan,
(2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan, guru memberikan salam
pembuka serta menunjuk ketua kelas untuk memimpin doa dan melakukan presensi untuk
mengetahui siswa yang belum hadir di ruang praktik dan alasan ketidak hadirannya. Guru
menyampaikan materi yang akan di pelajari, tujuan pembelajaran dan hasil yang harus di
capai siswa pada pertemuan hari itu. Guru melakukan apersepsi dengan memberikan
pertanyaan terkait pembelajaran sebelumnya melalui dialog antara guru dan siswa.
Guru : sebelum merencanakan suatu usaha perlu adanya informasi terkait usaha yang
akan di jalankan, jelaskan sumber informasi dan usaha yang kalian pilih termasuk
berasal dari sumber yang mana?
Siswa 1 : sumber informasi terdiri dari 2 yaitu informasi internal dan eksternal
Siswa 2 : Sumber internal berasal dari ide atau gagasan diri sendir, keahlian dan
ketrampilan, keluarga.
Siswa 3 : sumber eksternal berasal dari pemerintah dan asosiasi pengusaha yang sejenis
Guru : Tepat sekali, sehubungan dengan sumber informasi tersebut pemilihan jenis
usaha yang kalian pilih termasuk dalam sumber informasi apa?
Siswa 4 : termasuk sumber informasi internal (diri sendiri, keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki sesuai dengan jurusan yang kami pilih yaitu Agribisnis Pengolahan Hasil
Pertanian dan Perikanan (APHPP)
599
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Berdasarkan dialog antara guru dan siswa, guru memberikan penekanan pada jawaban siswa,
kemudian guru membagi siswa menjadi 3 kelompok sesuai dengan pembagian kelompok
dipertemuan sebelumnya masing – masing kelompok terdiri dari 6 orang, kemudian guru
menginstruksikan kepada masing – masing kelompok untuk menyiapkan proposal yang sudah
dibuat pada pertemuan sebelumnya yang akan di gunakan untuk presentsi di kegiatan inti.
Kegiatan inti, dimulai dengan siswa melakukan presentasi proposal perencanaan
produksi yang sudah dikerjakan pada pertemuan sebelumnya, dimulai dengan kelompok 1
yang memilih produk pembuatan sari apel, kelompok 2 memilih produk pembuatan bakery,
kelompok 3 memilih produk pembuatan Teh dengan memanfaarkan limbah sari apel berupa
kulit apel, limbah wortel yang berupa daun wortel yang selama ini hanya digunakan sebagai
pakan ternak. Masing – masing kelompok memulai presentasinya dengan menyampaikan
latar belakang pemilihan produk, tujuan pemilihan produk, manfaat yang dihasilkan dari
kegiatan tersebut, setelah kelompok penyaji menyampaikan prosposalnya kelompok yang lain
dapat memberikan tanggapan maupun memberikan masukan untuk menyempurnakan
proposal yang dibuat.
Beberapa dialog yang muncul selama kegiatan presentasi dapat dijabarkan sebagai
berikut
Guru : Apa yang melatar belakangi kelompok 1, 2, 3 menentukan proposal atau proyek
pengolahan sari apel, rainbow cake, dan teh kulit apel?
Siswa 1 : Yang melatar belakangi adalah kompetensi dasar dalam mata pelajaran
mengelolah usaha hasil pertanian, memanfaatkan peralatan yang dimiliki oleh
progli APHPP, sebagai branding SMKN 2 Batu terutama progli APHPP
Siswa 2 : Yang melatar belakangi adalah kompetensi dasar mata pelajaran mengelola
usaha hasil pertanian, pengembangan usaha mengingat Kota Batu sebagai kota
wisata, diversifikasi pangan
Siswa 3 : Yang melatar belakangi adalah kompetensi dasar mata pelajaran mengelola
usaha hasil pertanian, memanfaatkan limbah sari apel (kulit apel) yang banyak
mengandung nilai gizi, daun wortel yang selama ini hanya digunakan sebagai
pakan ternak
600
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Akhir dari kegiatan inti semua siswa melakukan sanitasi peralatan dan ruangan
kemudian menuliskan hasil produksi mereka pada lembar kerja dan produk yang dihasilkan
sesuai dengan kriteria mutu produk akhir , selanjutnya masing – masing kelompok membuat
analisis harga untuk menentukan harga jual.
Siswa menyampaikan beberapa kendala teknis yang terjadi seperti beberapa kali
listriknya padam akibat semua mesin dioperasikan namun bisa diatasi. Kegiatan
pembelajaran berakhir dengan menuliskan jumlah produk yang dihasilkan dan menuliskan
pada kartu stok dari masing – masing dan menuliskan hasil yang dicapai, dilanjutkan dengan
melakukan proses pemasaran dan mengevaluasi hasil pada pertemuan berikutnya.
Dari hasil pengamatan dan penilaian terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran
melalui dua tahap penilaian yaitu presentasi dan penilaian unjuk kerja diperoleh gambaran
bahwa dari 30% nilai presentasi dan 70% dari nilai ketrampilan di dapatkan 9 siswa yang
tidak tuntas dengan kriteria ketidak tuntasan sebanyak 4 siswa nilainya kurang dari 70 dan 5
siswa nilainya 70 -75.
Hasil dari data menunjukkan bahwa selama kegiatan proses belajar mengajar dengan
menggunakan model Project Based Learning pada siklus I dari penilaian presentasi dan unjuk
kerja atau ketrampilan, keaktifan siswa dengan ditunjukkan pada peningkatan hasil belajar
siswa dengan nilai rata – rata kelas 79,56 meskipun ada 9 siswa yang belum tuntas karena
nilainya belum mencapai 75 (KKM), penilaian dimulai dari menyiapkan permasalahan
proposal sampai dengan siswa yang dapat melaksanakan kegiatan menentukan masalah
sampai dengan analisis. Peningkatan aktivitas siswa terutama pada saat melaksanakan proyek
yang mereka kerjakan dan menghasilkan produk sesuai dengan kriteria mutu produk. Hasil
belajar siswa di dapat dari penilaian kelompok berupa portofolio dan penilaian individu
berupa penilaian unjuk kerja.
601
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pengamatan
Berkaitan dengan pengamatan guru dan observer selama proses pembelajaran di
dapatkan hasil tentang keaktifan siswa, meskipun 90 % siswa memperhatikan pembelajaran
yang di berikan guru tetapi ada beberapa siswa 2-3 orang yang masih tidak memperhatikan
atau tidak berkonsentrasi karena berbicara dengan temannya diluar konteks pembelajaran,
ada yang masih mengaktifkan HP nya karena ingin mendokumentasikan kegiatan yang
dilakukan, ada yang langsung menuju peralatan yang akan digunakan.
Kegiatan presentasi awal sebelum proses produksi yang aktif dalam kegiatan tanya
jawab kurang lebih 40 % dari jumlah siswa yang ada, selebihnya lebih pasif dan kurang
antusias dalam kegiatan presentasi terutama saat Tanya jawab.
Selama proses pembelajaran langsung berada di ruang produksi maka siswa harus
berdiri, keadaan ini yang membuat siswa kurang tertib karena ada yang duduk, ada yang
berdiri ada yang berjalan – jalan, ada yang berdiri di dekat mesin yang akan digunkan
sehingga pantauan guru kurang maksimal, ada beberapa siswa yang mengantuk. Pada saat
kegiatan produksi beberapa siswa yang tidak tanggap terhadap tugas yang harus dikerjakan
sehingga hanya melihat temannya bekerja dan baru bertindak setelah diinstruksi teman yang
lainnya, ada yang keluar masuk ruangan, ada salah satu kelompok yang tidak teliti dalam
penggunaan alat sehingga pada saat kompor yang digunakan mati tidak tahu, dalam hal ini
mereka mengabaikan standar K3 yang harus dilakukan selama menggunakan laboratorium
produksi, jika hal ini kurang diperhatikan siswa maka dapat menimbulkan bahaya kerja.
Pada saat kegiatan penutup ada beberapa siswa yang meninggalkan ruang produksi
terlebih dahulu karena mereka beranggapan kegiatan sudah selesai tetapi setelah proses
produksi masih ada proses penutupan dengan menyampaikan hasil.
Refleksi
Dari kegiatan siklus I didapatkan hasil laporan observer memuat kelebihan dan
kekurangan selama proses pembelajaran diantaranya kelebihan tersebut yaitu (1) sebagaian
besar siswa antusias dengan pembelajaran praktik, (2) beberapa siswa mengajukan
pertanyaan dan mengemukakan ide mereka, (3) sebagian besar siswa terlibat aktif selama
kegiatan praktik sesuai dengan tugasnya masing – masing. Adapun kekurangan dari proses
belajar mengajar ini adalah pertama terdapat 2-3 orang siswa yang tidak berkonsentrasi,
karena mengantuk, berbicara dengan sebelahnya, ada yang sibuk dengan peralatan
produksinya, sibuk bermain HP karena mengambil dokumentasi. Kedua jumlah anggota
kelompok terlalu besar sehingga kemandirian dan bertanggung jawab siswa kurang. Ketiga
penyampaian materi durasinya lebih lama sehingga waktu proses berkurang, Keempat tidak
ada tempat duduk di ruang produksi sehingga siswa kurang tertib dan teratur. Kelima pada
saat penyampaian hasil akhir tidak semua focus memperhatikan karena sebagian masih ada
yang sanitasi. Keenam proses pemasaran belum bisa dilaporkan karena waktu pembelajaran
sudah habis.
602
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siklus II
Perencanaan
Setelah melakukan refleksi siklus I, maka peneliti merencanakan siklus II dengan
tahap: (1) menyusun rencana perbaikan pembelajaran (RPP) dengan perbaikan pada tahap
apersepsi, kegiatan inti pada saat presentasi harus menggunakan media (2) menyiapkan media
pembelajaran dengan menambahkan LCD, laptop untuk presentasi, (3) mengembangkan
lembar kerja siswa, (4) mengembangkan pedoman observasi dan (5) mengembangkan alat
evaluasi dengan menambahkan tes tertulis. Lima kegiatan itu menyertakan teman sejawat dari
kelompok mata pelajaran produktif Teknologi Pengolahan Hasil pertanian.
Siklus II dimulai dengan merefleksi kegiatan pada pertemuan sebelumnya kemudian
dilanjutkan dengan penyampaian pembelajaran seperti yang tertuang dalam RPP melalui
beberapa langkah diawali dengan pembagian kelompok sesuai dengan kelompok praktik
produksi pada pertemuan sebelumnya, melakukan literasi dengan membaca materi atau
modul. melakukan presentasi hasil produk, melakukan praktik pemasaran dan membuat
pembukuan sederhana.
Pada tahapan menyiapkan media pembelajaran, media yang digunakan berupa LCD,
laptop sebagai media untuk presentasi hasil dari proses produksi yang mereka hasilkan,
analisisi kelayakan usaha dan harga untuk proses penjualan. Alat evaluasinya berupa
penilaian presentasi dengan indicator penilaian yang terdiri dari aspek : kejelasan presentasi,
pengetahuan, penampilan dan yang terakhir adalah penilaian tes tertulis.
Siklus II dilakukan pada pertemuan ke 11 sesuai dengan RPP dan dilaksanakan pada
hari senin tanggal 07 Nopember 2016 diikuti oleh 18 siswa, pembelajaran dilakukan dalam
tiga tahapan : kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Pelaksanaan Tindakan
Terdapat tiga kegiatan utama dalam pelaksanaan tindakan: (1) kegiatan
pendahuluan, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan, guru
memberikan salam pembuka serta menunjuk ketua kelas untuk memimpin doa dan
melakukan presensi untuk mengetahui siswa yang belum hadir. Guru menyampaikan materi
yang akan di pelajari, tujuan pembelajaran dan hasil yang harus di capai siswa pada
pertemuan hari itu. Guru melakukan apersepsi dengan memberikan pertanyaan terkait
pembelajaran sebelumnya melalui dialog antara guru dan siswa.
Guru : bagaimana hasil pemasaran produk yang sudah dilakukan kendala apa yang
ditemui selama melakukan proses pemasaran ?
Siswa 1 : pemasaran sudah dilakukuan untuk produk cake sudah langsung habis terjual
Siswa 2 : produk sari apel terjual karena sudah ada yang memesan
Siswa 3 : produk D’Rose Tea, ada sebagian yang terjual sebagian lagi dibuat untuk
pemeran
603
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kegiatan inti, dimulai dengan siswa melakukan presentasi hasil atau laporan selama
melakukan proses produksi, pemasaran dan membuat pembukuan sederhana untuk masing –
masing produk, kelompok lain yang tidak menyajikan presentasinya dapat memberikan
tanggapan maupun memberikan masukan untuk menyempurnakan laporan yang dibuat.
Setelah mempresentasikan laporannya dan tanya jawab, siswa melakukan test tertulis yang di
berikan oleh guru, dengan cara soal ditanyangkan melalui LCD siswa langsung menjawab
pertanyaan tersebut di lembar jawabannya (lihat Gambar 5).
Akhir dari kegiatan inti semua siswa melakukan evaluasi terhadap soal yang dikerjakan
menuliskan hasil evaluasi hari itu
Dari hasil pengamatan dan penilaian terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran
melalui dua tahap penilaian yaitu presentasi dan tes tertulis didapatkan nilai rata – rata kelas
83,04 sehingga terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 3.48%.
Kegiatan proses belajar mengajar dengan menggunakan model Project Based
Learning pada siklus I dari penilaian presentasi dan unjuk kerja atau ketrampilan, dan siklus
II dengan penilaian presentasi dan test tulis menunjukkan peningkatan sebesar 3,48 %.
Berdasarkan tujuan pembelajaran terkait keaktifan siswa yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dan harapan ketercapaian KKM (75) pada siklus II tinggal 2 siswa dari 18 siswa
yang nilainya tidak memenuhi KKM karena nilainya kurang dari 75. Bagi siswa yang
nilainya kurang dari KKM akan dilakukan tindakan remedial.
Pengamatan
Berkaitan dengan pengamatan guru dan observer selama proses pembelajaran di
dapatkan hasil tentang keaktifan siswa dalam melakukan diskusi 85 % siswa memperhatikan
pembelajaran yang di berikan guru tetapi ada beberapa siswa 2-3 orang yang masih tidak
memperhatikan atau tidak berkonsentrasi karena berbicara dengan temannya diluar konteks
pembelajaran, ada yang belum memahami materi yang dipresentasikan karena tidak
mengerjakan secara bersama dengan kelompoknya, sementara yang aktif mendominasi
selama kegiatan presentasi.
Selama proses pembelajaran langsung berada di ruang kelas ada kelompok yang
betul – betul siap dengan kegiatan presentasi sehingga materi yang disajikan berurutan sesuai
tujuan pembuatan laporannya dan mempresentasikan dengan jelas dan dapat menjawab
pertanyaan audiens dengan tepat, tetapi ada kelompok yang belum siap dengan bahan
presentasinya sehingga agak kesulitan dalam menjawab pertanyaan audiens.
Pada saat kegiatan penutup semua siswa mengerjakan soal yang di berikan guru dan
langsung dilakukan penilaian dan dari hasil penilaian tersebut masih ada 2 orang yang
nilainya kurang dari 75, tetapi diatas 70.
604
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Refleksi
Dari kegiatan siklus II didapatkan hasil laporan observer memuat kelebihan dan
kekurangan selama proses pembelajaran diantaranya kelebihan tersebut yaitu: (1)
menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, (2) menambah wawasan siswa dari beberapa
pertanyaan dan jawaban yang disampaikan, (3) pemahaman siswa lebih meningkat karena
mengalami sendiri proses pemasaran. Adapun kekurangan dari proses belajar mengajar ini
adalah pertama terdapat siswa yang kurang aktif karena tidak terlibat langsung dalam
pembuatan materi presentasi. Kedua siswa yang berperan aktif dalam menjawab hanya
beberapa . Ketiga penyampaian materi presentasi terbatas sehingga siswa kurang
mengeksplor pengetahuannya. Keempat pada saat melakukan test tertulis masih banyak siswa
yang tidak percaya diri sehingga masih banyak yang bertanya ke teman disebelahnya.
Berdasarkan hasil temuan observer pada proses pembelajaran siklus II pembelajaran
dengan model project based learning dengan mengaktifkan siswa dapat meningkatkan hasil
belajar sebesar 3,5 %.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjang dengan RPP serta pembahasan dapat
disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dapat
meningkatkan keaktifan siswa dari yang semula hanya 1 - 2 siswa yang mengerjakan tugas
yang diberikan menjadi 1-2 orang yang tidak mengerjakan, menumbuhkan kreatifitas siswa
dengan adanya proyek sesuai dengan kemampuan mereka, meningkatkan konsentrasi belajar,
tanggung jawab siswa lebih tinggi karena terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk
proyek.
Hasil dari kegitan praktik dapat meningkatkan keaktifan siswa, peningkatan nilai
sikap pada saat pembelajaran praktik, presentasi maupun tes tertulis, selama proses belajar
mengajar pada mata pelajaran Mengelola Usaha Hasil Pertanian, sehingga ketercapaian KKM
(75) dapat tercapai dengan di buktikan pada siklus I ketercapaian hasil belajar sebesar 50 %
dengan 9 siswa yang belum tuntas dari 18 siswa, sedangkan pada siklus II peningkatan hasil
belajar dapat tercapai meskipun masih ada 2 siswa yang belum mencapai KKM (75) karena
nilainya 70 dan 73, sehingga pada siklus II ketercapaian hasil belajar sebesar 77,7% terdapat
peningkatan sebesar 3,5% .
DAFTAR RUJUKAN
Fitriani. 2015. Penerapan Pembelajaran Project-Based Learning Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Anuitas Pada Peserta Didik Kelas Xii Mipa Sman 3
Batam. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program)
dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada
31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu. Hal 112
Hartina. 2015. Penerapan Model Discovery Learning dengan Pendekatan Sceientific dalam
Pembelajaran Sifat-sifat Cahaya pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 01 Poasia. Prosiding
Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema
“Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober
2015 di Hotel Purnama, Batu. Hal 417
605
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Lavy & Shriki, 2008. Investigating changes in prospective teachers‟ views of a „good
teacher‟ while engaging in computerized project-based learning. J Math Teacher Educ
(2008) 11:259–284
Lindawati, dkk. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning Untuk
Meningkatkan Kreativitas Siswa Man I Kebumen Radiasi. Vol.3. No.1. Lindawat. hal
43
606
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Isnaini Rokhmawati
SMK Muhammadiyah 1 Batu
isnainirokhmawati@gmail.com
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi masalah rendahnya motivasi, aktifitas,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran memelihara
unggas pedaging pada materi mengatur kenyamanan ayam pedaging periode finisher
dengan menerapkan model pembelajaran Inquiry berbantukan praktek. Metode penelitian
ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dalam 2 siklus, masing masing
siklus memuat tahapan perencanaan, pelaksanaan , observasi dan refleksi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa penerapan Inquiry selain mampu mengatasi masalah rendahnya
motivasi, aktifitas dan situasi belajar yang menarik perhatian siswa sehingga pembelajaran
menjadi lebih komukatif, juga mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar yang
terjadi pada Siklus I, angka prosentase tingkat motivasi siswa hanya sebesar 69,2 % dan
angka keaktifan siswa sebesar 57,7 %. Setelah melakukan refleksi dan dilaksanakan
perbaikan pada Siklus II maka didapat hasil prosentase tingkat motivasi siswa sebesar 88,5
% dan angka keaktifan siswa sebesar 84,6 %. Hasil capaian KKM pada Siklus I yang
memperoleh nilai diatas 70 sebesar 53,8 % dan terjadi kenaikan pada Siklus II sebesar 73,0
%
Kata kunci : Inquiry, motivasi, aktifitas dan hasil belajar .
Belajar merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan
menambah wawasan bagi siswa. Belajar diartikan sebagai proses membangun pemahaman
terhadap informasi dan atau pengalaman yang dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau
bersama orang lain. Keberhasilan dalam proses belajar mengajar salah satunya sangat
ditentukan oleh guru. Guru dituntut melakukan inovasi melalui proses pembelajarannya,
dalam hal ini pemilihan metode dan strategi pembelajaran menjadi penting dalam proses
belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan yang merupakan kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat,
prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang
digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar
dan pendidikan menengah.
Namun kenyataannya sekarang, penerapan belajar yang efektif dan aktif di sekolah
masih sulit diterapkan dikarenakan banyak siswa yang masih kurang aktif dalam mengikuti
pembelajaran. Pembelajaran selama ini dilakukan dengan cara ceramah dan diskusi belum
meningkatkan hasil yang maksimal seperti motivasi siswa, aktifitas dan kontinyuitas siswa
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan kalau pembelajaran dilaksanakan
dengan praktek agak sedikit lebih aktif dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan belajar
mengajar meskipun belum semua siswa terlibat karena sarana yang terbatas.
Berdasarkan pengalaman dan observasi selama mengajar di SMK Muhammadiyah 1
Batu mata pelajaran memelihara unggas pedaging, ditemukan kelemahan-kelemahan dalam
607
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
proses pembelajaran antara lain: (1) pembelajaran memelihara unggas pedaging kurang
menantang siswa dalam belajar, (2) informasi yang disampaikan guru masih bersifat
ceramah, (3) kurang melibatkan siswa dalam proses maupun pengambilan kesimpulan, (4)
siswa kurang diberi waktu untuk mengeksplor kemampaunnya, (5) pola pengajaran belum
mengikuti pola pembelajaran bermakna dari yang kongkrit ke abstrak, (6) guru mengajar
tanpa persiapan yang matang dan tanpa media, dan (7) hasil belajar memelihara unggas
pedaging masih banyak yang mempunyai nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal yang
ditetapkan sekolah. Untuk mengatasi permasalahan pembelajaran tersebut diatas diperlukan
penerapan model pembelajaran berbasis inquiry.
Model pembelajaran Inquiry menurut Sanjaya (2007) merupakan rangkaian kegiatan
pembelajaran yang menekan pada proses berpikir kritis dan analisis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pembelajaran Inquiry
merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara
sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri. Adapun tahap-tahap metode inquiry adalah: (1) observasi untuk
menemukan masalah, (2) merumuskan masalah, (3) mengajukan hipotesis, (4) melaksanakan
eksperimen, (5) melakukan pengamatan dan pengumpulan data, (6) analisis data, dan (7)
penarikan kesimpulan dan penemuan. Menurut Wilson dan Murdoch (2004) dalam Zubaidah,
Yuliati, Mahanal, (2013) mengidentifikasi karakteristik umum pembelajaran berbasis inkuiri
sebagai berikut: (a) berpusat pada siswa, (b) menekankan proses dan pengembangan
keterampilan, (c) melibatkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, (d) berbasis konseptual,
(e) mendorong interaksi peserta didik, (f) membangun pengetahuan berdasarkan pengetahuan
sebelumnya, (g) memanfaatkan dan mempertimbangkan minat siswa, (h) pengalaman
lansung , (i) mengitegrasikan refleksi dan metakognisi, (j) penerapan ide – ide, (k)
mengeksplorasi, dan (l) memunculkan perspektif yang berbeda dan menangkap nilai – nilai.
Model inquiry memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: siswa lebih dilibatkan aktif
dalam mengkonstruksi pengetahuan, memperoleh informasi, mengorganisasi informasi,
memecahkan masalah, dan mencari kebenaran atau pengetahuan, dari pada mengkonsumsi
pengetahuan. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Buxton & Provenzo (2011: 68)
“…simple hands-on experiments become critical means by which learners can enter into the
process of discovering science”, maksudnya percobaan sederhana menjadi sarana penting
bagi peserta didik dapat masuk ke dalam proses menemukan ilmu pengetahuan
METODE
Penelitian ini dilaksanakan menggunakaan pendekatan inquiry dengan metode praktek
dengan jenis penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua Siklus, masing – masing
Siklus dilakukan dengan 4 tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan
refleksi. Penelitian dilakukan dengan subyek siswa kelas X ATU 1 di SMK Muhammadiyah
1 Batu tahun pembelajaran 2016/2017 yang berjumlah 26 orang siswa, terdiri dari 6 siswa
perempuan dan 20 siswa laki-laki. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016.
Tahapan atau langkah – langkah penelitian tindakan kelas ini sama seperti yang dilakukan
oleh Kemmis dan Mc Taggart (dalam Ustar, 2014) yang dijelaskan pada Gambar di bawah
ini.
608
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
Pelaksanaan Tindakan
Tindakan kelas dilaksanakan dengan tiga kegiatan antara lain (1) kegiatan
pendahuluan, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan dimulai
dengan berdo‟a bersama-sama kemudian guru memberi salam, menanyakan kabar siswa yang
masuk dan kabar yang tidak masuk serta mengamati kondisi kelas yang belum dibersihkan.
Guru menyampaikan materi tentang tingkat kenyamanan ayam pedaging periode finisher agar
siswa paham bahwa kondisi kandang dapat mempengaruhi kenyamanan ayam dan akhirnya
bisa berpengaruh terhadap produksi ayam. Apersepsi dilakukan guru dengan mengajukan
pertanyaan kepada siswa
609
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Guru : “anak-anak kemarin kalian sudah melihat kondisi kandang, bagaimana kondisinya
saat ini” ?
Siswa 1 : baik bu ....
Siswa 2 : bersih bu ....
Siswa 3 : ayamnya sehat ...
Siswa 4 : kandangnya awet ....
Guru : Nah ... anak-anak hari ini kita akan melihat bagaimana kenyamanan ayam
didalam kandang, karena ayam didalam kandang itu butuh kenyamanan. Sekarang
apa saja yang bisa memberikan kenyamanan ayam dalam kandang itu apa saja .... ?
Siswa 1 : jauh dari lingkungan warga
Siswa 2 : jauh dari keramaian
Siswa 3 : tidak ramai dalam kandang
Siswa 4 : kandang bersih / tidak kotor
Dari dialog diatas dapat disimpulkan bahwa siswa sedikit memahami tentang faktor –
faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan ayam dalam kandang, sehingga masih perlu
penekanan terhadap pemahanan siswa terhadap faktor – faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat kenyamanan ayam dalam kandang dan pengaruhnya terhadap performance ayam.
Kegiatan inti pembelajaran, dilaksanakan sesuai sintak Inquiry berbantukan praktek
yang dijabarkan dalam RPP. Sebelum kegiatan dilaksanakan siswa terlebih dahulu dibagi
dalam 7 kelompok. Adapun tahap-tahap metode inquiry adalah: (1) observasi untuk
menemukan masalah, (2) merumuskan masalah, (3) mengajukan hipotesis, (4) melaksanakan
eksperimen, (5) melakukan pengamatan dan pengumpulan data, (6) analisis data, dan (7)
penarikan kesimpulan dan penemuan.
Kegiatan (1) observasi untuk menemukan masalah dimulai dengan pembagian siswa
kedalam 7 kelompok dengan rincian 5 kelompok berjumlah 4 siswa dan 2 kelompok
berjumlah 3 siswa. Kelompok telah dibentuk pada pertemuan sebelumnya secara bersama –
sama dengan siswa dengan cara diundi untuk mengambil nomor kelompoknya. Setelah
kelompok terbentuk guru menyampaikan materi tentang faktor – faktor yang mempengaruhi
kenyamanan ayam pedaging periode finisher dalam kandang dengan tujuan agar siswa
mampu menemukan masalah, (2) setiap kelompok melakukan diskusi untuk merumuskan
masalah dan guru memantau siswa saat mengisi LKS agar sesuai dengan temuan masalah, (3)
mengajukan hipotesis atau dugaan – dugaan terhadap masalah yang telah dirumuskan dengan
dibantu oleh guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai target, (4) melakukan
pengamatan dimulai dari lingkungan luar kandang yang terdiri dari masyarakat, hama,
vegetasi, sanitasi kandang dan musim, serta pengamatan lingkungan dalam kandang yang
terdiri dari konstruksi kandang, kepadatan ayam, jumlah peralatan dalam kandang, ketebalan
litter dan tenaga kandang, (5) siswa melakukan pengambilan data hasil praktek pemeliharaan
ayam yang ada pada recording, (6) kegiatan berikutnya siswa melakukan diskusi untuk
menganalisa data dengan cara membandingkan antara teori yang telah di dapat dengan
kondisi pada saat pengamatan dan interaksi yang terjadi didalam kelompok selama diskusi
berlangsung sangat antusias, ditambah dengan hasil pengamatan dan data yang berbeda, (7)
dan dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan dan penemuan pemecahan masalah yang
terjadi pada saat pengamatan dan pengambilan data, (8) guru memantau hasil diskusi yang
610
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
disajikan oleh tiap-tiap kelompok dan memberikan penilaian, (9) setelah semua kelompok
menyajikan hasil diskusinya guru memberikan penjelasan dengan tujuan lebih memperjelas
hasil presentasi dari diskusi tiaptiap kelompok, (10) disela-sela kelompok mempresentasikan
hasil praktek guru juga mempersilahkan kepada kelompok lain untuk memberikan pertanyaan
atau meminta penjelasan apabila terdapat ketidakjelasan dari yang disampaikan oleh
kelompok penyaji, (11) setelah proses presentasi selesai, kemudian guru memberikan soal
atau tes untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi teori tentang
mengatur kenyamanan ayam pedaging periode finisher dalam kandang. Tes berupa tes tertulis
dalam bentuk essay, dan (12) setelah kegiatan evaluasi berakhir, guru mempersilahkan siswa
untuk kembali ke tempat duduknya masing-masing.
Kegiatan penutup dilakukan sebagai berikut: (1) guru menutup pembelajaran dengan
memberikan penguatan kepada siswa, (2) guru memberikan pemahaman yang tentang faktor
– faktor lingkungan luar kandang dan lingkungan dalam kandang, (3) guru memberikan
penghargaan (reward) berupa tepuk tangan kepada kelompok yang paling antusias dalam
menyajikan hasil diskusinya, (4) guru memberikan semangat untuk kelompok-kelompok
lainnya supaya lebih serius lagi dalam berdiskusi dipertemuan selanjutnya, dan (5) guru
mengakhiri pembelajaran dengan memberitahukan kepada siswa pembelajaran yang akan
dilaksanalan pada pertemuan selanjutnya supaya siswa lebih siap lagi dalam mengikuti
pembelajaran selanjutnya. Setelah itu pembelajaran diakhiri dengan salam penutup.
Hasil penelitian pada Siklus I ditunjukkan pada Gambar 2.
80
60
40
20 Pra Siklus
0 Siklus 1
Motivasi
Aktivitas
Hasil
Belajar
Dari Gambar diatas dapat disimpulkan bahwa siswa masih belum termotivasi dan
aktif secara keseluruhan sehingga belum dapat mempengaruhi hasil belajar secara significan
dalam kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran memelihara unggas pedaging. Hasil yang
diperoleh prosentase motivasi siswa dalam pembelajaran pra siklus 1 sebesar 69,2 % dari
sebelum siklus sebesar 46,1 % dan aktifitas siswa sebesar 57,6 % dari sebelum siklus sebesar
42,3 %, hal ini mengakibatkan hasil belajar sebesar 53,8 % dari sebelum siklus sebesar 26,9
%. Hasil peningkatan pada siklus 1 terhadap motivasi sebesar 23,1 % dan peningkatan
aktifitas sebesar 15,3 % serta peningkatan hasil belajar sebesar 26,9 %.
Pengamatan
Saat kegiatan awal pembelajaran berlangsung dikelas siswa masih ada yang kurang
aktif mendengarkan penjelaskan guru dikarenakan ada siswa yang terlambat masuk sehingga
siswa ada yang berkomentar yang menimbulkan kelas ramai. Kondisi siswa saat pengamatan
dikandang sebagian besar siswa aktif dan termotivasi untuk melakukan pengamatan, namun
611
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
sebagian ada yang hanya main-main. tetapi sebagian siswa antusias dan aktif melakukan
pengamatan dalam kandang, guru memberikan respon terhadap siswa yang kesulitan.
Refleksi
Pada tahap refleksi guru peneliti mendengarkan laporkan hasil pengamatan yang
dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung menggunakan lembar observasi yang
telah disiapkan. Beberapa hal yang dikemukakan observer dari hasil pengamatan antara lain
tentang: (1) kesiapan siswa dalam belajar sebagian siswa belum siap mengikuti proses
belajar, hal ini terlihat saat guru menginformasikan skenario pembelajaran, sebagian siswa
tampak tidak memperhatikan, (2) respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi
sebagian kecil siswa antusias saat guru menyampaikan pembelajaran akan dilakukan
dikandang, (3) interaksi antara siswa dan guru terjadi saat guru membagikan lembar kerja
untuk pengamatan di kandang, saat guru melakukan pengamatan siswa di kandang, saat
diskusi kelas dan pada saat siswa presentasi di kelas, (4) interaksi antar siswa dengan siswa
terjadi saat merumuskan masalah, membuat hipotesa, merencanakan pemecahan masalah,
menganalisa data atau pembahasan dan menarik kesimpulan hasil pengamatan, (5) sebagian
siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, diantara 8 siswa tadi 6
diantaranya suka mondar mandir dan mengganggu teman yang lain, (6) upaya yang dilakukan
guru dalam mengatasi masalah belajar siswa dengan cara mendekati siswa yang mengalami
masalah dalam belajar dan menanyakan alasan ketidakaktifan mereka dalam pembelajaran,
dan (7) sebagian besar siswa sangat antusias saat diberi pertanyaan dengan cepat siswapun
menjawab dengan benar, hanya 8 siswa yang mengalami masalah dalam motivasi belajar
serta 11 siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran.
Dari hasil pengamatan terhadap motivasi dan aktifitas serta hasil belajar siswa masih
terdapat siswa yang kurang aktif dan termotivasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran,
padahal target maksimal siswa yang tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran sebanyak 2
siswa, sehingga masih perlu ada tindakan lagi pada Siklus II.
612
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
diharapkan membaca materi terlebih dahulu, guru perlu lebih menekankan kepada siswa
untuk lebih aktif dalam kegiatan praktek, dan lebih menekankan kepada siswa untuk lebih
berani untuk mempresentasikan hasil praktek di depan kelas.
Pelaksanaan Tindakan
Tindakan kelas dilaksanakan dengan tiga kegiatan antara lain: (1) kegiatan
pendahuluan, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan dimulai
dengan berdo‟a bersama-sama kemudian guru memberi salam, menanyakan kabar siswa yang
masuk dan kabar yang tidak masuk serta mengamati kondisi kelas yang belum dibersihkan.
Guru menanyakan kepada siswa apakah sudah membaca materi tentang kualitas daging.
Guru : “Anak-anak kemarin kalian sudah membaca atau mempelajari tentang kualitas
daging ayam” ?
Siswa 1 : belum bu ....
Siswa 2 : sudaht bu ....
Guru : “Anak-anak, apakah kamu tahu apa saja ciri-ciri daging yang berkualitas baik ...
Siswa 1 : baunya enak bu ....
Siswa 2 : warnanya merah bu ....
Siswa 3 : enak dimakan bu ....
Siswa 4 : bisa dimasak bu ....
Guru : Ya...ya...ya, kalau begitu sekarang kalian baca dulu materi tentang kualitas
daging, saya beri waktu 15 menit.
Siswa 1 : ya bu ....
Siswa 2 : baik bu ....
Dari hasil dialog dapat disimpulkan bahwa sebagian siswa sudah siap dengan materi
yang akan dipelajari, hal ini dibuktikan dengan adanya tanya jawab yang disampaikan oleh
guru dan siswa yang menjawab dengan tepat. Namun demikian masih ada siswa yang belum
paham tentang materi yang akan disampaikan, sehingga guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membaca materi terlebih dahulu tentang kualitas daging mulai dari
ciri-ciri daging yang baik sampai pada uji kualitas daging. Setelah itu guru menyampaikan
apersepsi dengan memberikan pertanyaan kepada siswa tentang apa yang dimaksud dengan
karkas ayam, bagaimana ciri-ciri daging yang baik dan cara uji kualitas daging.
613
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
perbedaan karkas ayam pedaging yang diberi perlakuan penambahan ampas jamu pada pakan
dibandingkan dengan karkas ayam pedaging tanpa pemberia ampas jamu pada pakan.
Kegiatan pengamatan kualitas daging dimulai dari mengamati warna daging, bau daging,
konsistensi daging dan kadar lemak daging, (3) guru menyampaikan tugas yang ada di LKS
(lembar kerja siswa) dan membahas materi tentang bagaimana cara melakukan pemilihan
daging ayam yang baik, (4) guru memberikan penjelasan tentang langkah – langkah yang
ingin dicapai dari LKS, (5) kegiatan dilanjutkan dengan diskusi di dalam kelas membahas
tentang analisa hasil pengamatan dan mengambil kesimpulan dari pengamatan di kandang,
(6) diskusi berlangsung selama 30 menit kemudian guru mengakhiri proses diskusi dan
meminta 4 kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya. Selama proses presentasi, siswa
sangat antusias karena hasil praktek dan diskusi dari masing – masing kelompok berbeda,
sehingga dapat menyebabkan motivasi dan aktifitas siswa lebih meningkat, (7) guru
memantau hasil diskusi yang disajikan oleh tiap-tiap kelompok dan memberikan penilaian,
(8) setelah semua kelompok menyajikan hasil diskusinya guru memberikan penjelasan
dengan tujuan lebih memperjelas hasil presentasi dari diskusi tiap-tiap kelompok, (9) disela-
sela kelompok mempresentasikan hasil praktek guru juga mempersilahkan kepada kelompok
lain untuk memberikan pertanyaan atau meminta penjelasan apabila terdapat ketidakjelasan
dari yang disampaikan oleh kelompok penyaji. Interaksi yang terjadi selama proses presentasi
siswa sangat antusias karena hasil pengamatan yang berbeda – beda, tiap-tiap kelompok
mempresentasikan dengan gaya dan bahasanya masing-masing sehingga terdapat
keberagaman bahasa dalam penyampaiannya dan terkadang membuat suasana kelas menjadi
humoris, (10) setelah proses presentasi selesai, guru memberikan soal atau tes untuk melihat
sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi tentang kualitas daging ayam, dan
(11) setelah kegiatan evaluasi berakhir, guru mempersilahkan siswa untuk kembali ke tempat
duduknya masing-masing.
Gambar 3. Siswa aktif praktek dan hasil praktek kualitas daging ayam
614
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
100
80
60 Pra Siklus
40 Siklus 1
20
0 Siklus 2
Motivasi Aktifitas Hasil
Belajar
Dari Gambar diatas dapat disimpulkan bahwa siswa lebih termotivasi dan aktif secara
keseluruhan sehingga sedikit dapat mempengaruhi hasil belajar secara significan dalam
kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran memelihara unggas pedaging. Hasil yang
diperoleh prosentase motivasi siswa dalam pembelajaran pada Siklus I sebesar 69,2 % dan
terdapat peningkatan pada Siklus II sebesar 88,4 % dan aktifitas siswa pada Siklus I sebesar
57,6 % dan mengalami peningkatan pada Siklus II sebesar 84,6 %, hal ini mengakibatkan
hasil belajar pada Siklus 1 sebesar 53,8 % meningkat pada siklus ke 2 sebesar 73,1 %. Hasil
belajar meningkat pada Siklus II terhadap motivasi sebesar 19,2 % dan peningkatan aktifitas
sebesar 27,0 % serta peningkatan hasil belajar sebesar 19,3 %.
Pengamatan
Saat kegiatan awal pembelajaran berlangsung dikelas siswa masih ada yang kurang
aktif mendengarkan penjelaskan guru dikarenakan ada siswa belum siap menerima pelajaran
karena belum membaca materi terlebih dahulu. Kondisi siswa saat pengamatan dikandang
sebagian besar siswa aktif dan termotivasi untuk melakukan praktek dan pengamatan, namun
ada sebagian kecil siswa yang hanya main-main saat praktek dan guru memberikan respon
terhadap siswa yang kesulitan.
Refleksi
Pada tahap refleksi guru peneliti mendengarkan laporkan hasil pengamatan yang
dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung menggunakan lembar observasi yang
telah disiapkan. Beberapa hal yang dikemukakan observer dari hasil pengamatan antara lain
tentang: (1) kesiapan siswa dalam belajar sebagian siswa belum siap mengikuti proses
belajar, hal ini terlihat saat guru menginformasikan skenario pembelajaran, sebagian siswa
tampak tidak memperhatikan, (2) respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi
sebagian besar besar siswa antusias saat guru menyampaikan pembelajaran akan dilakukan
dikandang, (3) interaksi antara siswa dan guru terjadi saat guru membagikan lembar kerja
untuk pengamatan di kandang, saat guru melakukan pengamatan siswa di kandang, saat
diskusi kelas dan pada saat siswa presentasi di kelas, (4) interaksi antar siswa dengan siswa
terjadi saat merumuskan masalah, membuat hipotesa, praktek, melakukan pengamatan,
615
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
menganalisa data atau pembahasan dan menarik kesimpulan hasil pengamatan, (5) sebagian
siswa ada yang tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Diantara 26 siswa ada 6
diantaranya suka mondar mandir dan mengganggu teman yang lain, (6) upaya yang dilakukan
guru dalam mengatasi masalah belajar siswa dengan cara mendekati siswa yang mengalami
masalah dalam belajar dan menanyakan alasan ketidakaktifan mereka dalam pembelajaran,
dan (7) sebagian besar siswa sangat antusias saat diberi pertanyaan dengan cepat siswapun
menjawab dengan benar, hanya 3 siswa yang mengalami masalah dalam motivasi belajar, 4
siswa kurang aktif dan 7 siswa yang hasil belajarnya masih di bawah KKM.
Dari hasil pengamatan terhadap motivasi dan aktifitas serta hasil belajar siswa masih
terdapat siswa yang kurang aktif dan termotivasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran,
namun dalam kegiatan pembelajaran sudah terlihat peningkatan motivasi, aktifitas dan hasil
belajar yang meningkat, sehingga metode pembelajaran inquiry sangat disarankan untuk
diterapkan pada kegiatan pembelajaran karena dapat meningkatkan motivasi, aktivitas dan
hasil belajar siswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan refleksi pada Siklus II dapat disimpulkan bahwa: (1)
dengan menerapkan Inquiry berbantukan praktek pada materi tingkat kualitas daging ayam
pedaging terhadap aktifitas, motivasi dan peningkatan hasil belajar yang signifikan, terbukti
dari 26 siswa hanya 4 siswa yang tidak aktif. Hal ini berbanding terbalik pada pembelajaran
sebelum diterapkan model inquiry dimana ada 15 siswa yang kurang aktif, dan (2) sedangkan
motivasi siswa sebelum diterapkan inquiry sebanyak 14 siswa yang kurang motivasi dalam
pembelajaran dan setelah penerapan inquiry pada Siklus II siswa lebih termotivasi dalam
belajar hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang memperhatikan penjelasan
dari guru yaitu sebanyak 23 siswa,
Hasil ketuntasan belajar terhadap 26 siswa adalah sebagai berikut: (1) pada Siklus I
siswa yang mencapai KKM diatas 70 sebanyak 14 siswa atau 53,8 % , dan (2) pada Siklus II
siswa yang mencapai KKM diatas 70 sebanyak 19 siswa atau 73,1 %, sehingga terjadi
peningkatan KKM dari Siklus I ke Siklus II sebesar 19,3 %. maka saran yang dapat
diberikan adalah: (1) agar hasil belajar siswa meningkat saat pembelajaran memelihara
unggas pedaging, model inquiry berbantukan praktek dapat dijadikan solusi dalam
pembelajaran karena mampu mengaktifkan siswa sehingga termotivasi dalam belajar yang
berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa, dan (2) agar pembelajaran lebih bermakna,
inquiry berbantukan praktek dapat dijadikan alternative dalam pembelajaran. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa penerapan metode inquiry dapat memperbaiki proses
pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Benawa, Arcadius. 2010. Peran Media Komunikasi dalam Pembentukan Karakter Intelektual
di Dunia Pendidikan. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010.
Buxton, E.A. & Provenzo, E.F. Jr. (2011). Teaching science in elementary and middle
school: a cognitive and cultural approach (2nd ed). California: SAGE
Publications, Inc.
616
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Daniarti, Ira. 2014. Penerapan Metode Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas XI IIS di MAN 2 Probolinggo. Jurnal Vol. 5, No.1 Juli 2014.
Dimyati dan Mujiono, (1995). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudrajat, Akhmad. 2011. Pembelajaran Inkuiri. [serial online]
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/12/pembelajaran-inkuiri/. [diakses
pada tanggal 14 Oktober 2015]
Sutarman, Endang, K. Media Pembelajaran Sains SMP. Malang : Kerjasama PT. Pertamina
(Persero) dengan Universitas Negeri Malang.
Ustar. 2014. Implementasi Metode Demonstrasi Berbasis Multimedia dalam Pembelajaran
Terjadinya Gerhana Bulan dan Matahari. Jurnal Vol. 5, No.1 Juli 2014.
Wina, Sanjaya. 2007. “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”.
Jakarta
Zubaidah, S., yuliati, L., Mahanal, S. 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP
IPA.Malang : Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri
Malang.
617
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Emy Khuriyah
SMK Ma‟arif Batu
emykhuriyah@gmail.com
Kimia merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak dan sulit dipahami oleh
sebagaian besar peserta didik. Untuk mempelajari konsep Kimia siswa memerlukan
pemahaman yang kompleks karena materi Kimia banyak memiliki bentuk yang abstrak.
Penerapan metode pembalajaran yang kurang tepat semakin membuat siswa kesulitan dalam
memahami materi secara maksimal.
Metode pembelajaran disekolah masih bersifat konstektual, dimana guru lebih banyak
menerangkan, memberi contoh dan penyelesaian, pemberian tugas dan penilaian. Siswa
hanya mendapatkan materi secara teori tidak dilibatkan dalam menemukan konsep secara
langsung sehingga siswa menjadi malas, kurang aktif dan tergantung kepada guru, bila guru
merubah angka pada soal yang sama siwa mengalami kesulitan dalam penyelesaian karena
kurangnya pemahaman konsep yang diajarkan hanya sebatas teori.
Metode pembelajaran sangatlah penting dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa
dalam memahami materi kimia, karena itu diperlukan guru yang dapat menggunakan metode
pembelajaran dan yang tepat dan menyenangkan didukung dengan penggunaan media
pembelajaran yang tepat sehingga siswa dapat memahami konsep kimia dengan hasil yang
memuaskan. Pada materi Hdrokarbon dan turunannya salah satu metode yang dapat
mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran adalah metode Discovery Learning dengan
bantuan media pembelajaran berupa molymod
Ramuni (2015) dan Hartina (2015) mengatakan pembelajaran Discovery Learning
dapat membuat siswa menjadi aktif dan kreatif. Pembelajaran Discovery Learning siswa
juga merasa tertantang,senang, asyik, menyenangkan dan termotivasi dalam belajar. Naila
Izzati (2015) mengatakan bahwa pembelajaran Discovery learning dapat meningkatkan
618
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
prestasi hasil belajar siswa. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu
yang terjadi didalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa (Slamet, 2003)
Pembelajaran tidak selalu sesuai dengan rencana dan harapan, dalam proses
pembelajaran seringkali bermunculan masalah baik dalam proses maupun hasilnya.
Berdasarkan hasil ulangan harian mata pelajaran Kimia di SMK Ma‟arif Batu program
keahlian Keperawatan dan RPL kelas XII masih banyak siswa yang belum mencapai nilai
ketuntasan. Secara keseluruhan tingkat pemahaman siswa untuk materi Hidrokarbon kurang
hal ini dikarenakan materi Hidrokarbon bersifat abstrak, disini peneliti menggunakan
bantuan Molymod dalam menggambarkan bentuk molekul dari senyawa Hidrokarbon dan
menggunakan metode Discovery Learning dalam proses pembelajarannya untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi Hidrokarbon.
Model Discovery Learning berlandaskan teori belajar dan pandangan konstruktivis,
bahwa belajar bermakna akan terjadi apabila siswa secara aktif membangun sendiri
pemahaman atau pengetahuan terhadap materi pembelajaran atas dasar
pengalaman/pengetahuan/pemahaman awal yang telah dimilikinya (Dahar, 2011; Nur, 2000).
Model Discovery Learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam mempelajari materi pembelajaran atau memecahkan masalah yang disajikan tidak
dalam bentuk final dengan harapan siswa dapat mengorganisasi dan menemukan sendiri
substansi materi pembelajaran dan solusi masalah melalui multi aktifitas-interaktif
belajarnya, sementara guru lebih banyak berperan sebagai stimulator, motivator, fasilitator
dan pembimbing belajar siswa (Ghalib, 2014). Fase-fase atau langkah operasional model
Discovery Learning seperti terlihat pada Gambar.1
619
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Penggunaan media pembelajaran atau contoh konkrit dalam kehidupan sehari-hari dapat
menjadikan pembelajran kimia menjadi pembelajaran bermakna. (Depdiknas, 2002, dalam
Zubaidah dkk, 2013) menyatakan bahwa pembelajaran bermakna menuntut pembelajaran
dikelas dikaitkan dengan permasalahan sehari-hari. Dalam hal ini penggunaan media
Molymod untuk pemahaman materi Hidrokarbon dan turunananya sangat dibutuhkan untuk
mempermudah dalam memahami konsep Hidrokarbon dan turunannya terutama dalam
menggambarkan bentuk molekul dari senyawa hidrokarbon dari yang sederhana hingga yang
lebih kompleks. Penggunaan media Molymod diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar
peserta didik terutama dalam pemahaman materi Hidrokrbon dan turunannya.
METODE
Penailitian ini mengkaji penerapan pembelajaran Discovery Learning menggunakan
molymod yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2 siklus. Masing masing siklus dilakukan
dengan empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
Seperti Gambar. 3.
Seperti yang terlihat pada Gambar.3 tahapan penelitian dari penelitian tindakan kelas terdiri
dari tahapan perencanaan, tahapan pelaksanaan, tahapan observasi dan tahapan refleksi.Pada
tahap perencanaan dikembangkan RPP, Media, LKS dan Instrumen penilaian. Pelaksanaan
tindakan disesuaikan dengan langkah langkah pembelajaran Discovery Learning dengan
bantuan media Molymod dan diobservasi oleh teman sejawat. Kegiatan refleksi dilakukan
dengan mengevaluasi kegiatan pembelajaran terutama berkaitan dengan kendala kendala
dalam pembelajaran. Hasil refleksi digunakan dalam perbaikan pembelajaran beikutnya.
Penelitian tindakan kelas dilakukan di SMK Ma‟arif Batu. Dilaksanakan tanggal 10-
22 oktober 2016 untuk siklus I dan tanggal 25 oktober sampai 5 november 2016. Jumlah
siswa keseluruhan sebanyak 438, dengan jumlah rombongan belajar sebanyak 16 kelas .
620
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Subyek penelitian yang diambil dalam penilitin tindakan kelas ini adalah kelas XII
Keperawatan/RPL dengan sebaran 10 laki laki dan 20 perempuan
Pada siklus 1 diawali dengan tahapan perencanaan yang meliputi pengembangan
RPP, media pembejaran, LKS, instrumen penilaian dan alat evaluasi. Pembelajaran dilakukan
guru dengan menggunakan metode Discovery Learning dengan bantuan media Molymod
dengan materi Hidrokarbon sub pokok bahasan Alkana, Alkena dan Alkuna,
mendemonstrasikan bentuk molekul senyawa Hidrokarbon yang lebih sederhana dan
menjelaskan pelajaran. Observasi proses pembelajaran dilakukan setelah proses kegiatan
pembelajaran guru model dan diobservasi oleh teman sejawat untuk melihat kesesuaian RPP
dengan pelaksanaan pembelajaran oleh guru model, observer menyampaikan tanggapan
terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Selanjutnya hasil refleksi dipakai untuk
memperbaiki pembelajaran pada siklus II. Pada siklus II diawali dengan tahapan perencanaan
yang meliputi pengembangan RPP, media pembejaran, LKS, instrumen penilaian dan alat
evaluasi. pembelajaran dilakukan guru dengan menggunakan metode Discovery Learning
dengan bantuan media Molymod pada materi Hidrokarbon sub pokok bahasan gugus fungsi,
mendemonstrasikan bentuk molekul dan menjelaskan pembelajaran. Observasi proses
pembelajaran dilakukan setelah proses kegiatan pembelajaran guru model dan diobservasi
oleh teman sejawat untuk melihat kesesuain RPP dengan pelaksanaan pembelajaran oleh guru
model, observer menyampaikan tanggapan terhadap proses pembelajaran yang berlangsung,
selanjutnya hasil refleksi dipakai untuk memperbaiki proses pembelajaran berikutnya.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang proses belajar
mengajar, motivasi dan aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar disertai hasil evaluasi
dalam bentuk soal-soal test untuk melihat ketuntasan hasil belajar siswa pada materi tersebut.
621
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Penggunaan Molymod diharapkan akan lebih memudahkan dalam penulisan rumus struktur
karena siswa mendapatkan gambaran tentang bentuk molekulnya. Pada pengembangan LKS,
peneliti membuat pertanyaan-pertayaan atau soal yang berkaitan dengan rumus umum, tata
nama,rumus struktur dan keisomeran pada senyawa Alkana, Alkena dan Alkuna. Pada
pengembangan rubrik penilaian sikap peneliti mengembangan rubrik penilaian sikap yang
akan diambil selama kegiatan peelitian yang meliputi sikap santun, kerjasama, tanggung
jawab dan keaktifan dalam berdiskusi. Pada pengembngan evaluasi peneliti membuat soal-
soal pretest, postest dan soal evaluasi hasil belajar.
Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan Pendahuluan: tampak pada Gambar. 4 guru menyiapkan siswa untuk belajar
serta menyampaikan tujuan pembelajaran dan garis besar cakupan materi atau kompetensi
yang ingin dicapai, apersepsi dilakukan dengan mengulas materi sebelunnya tentang
kekhasan atom karbon dan menjelaskan materi selanjutnya tentang Alkana, Alkena dan
Alkuna pada kegiatan tersebut ada tanya-jawab antara guru dengan siswa.
Guru: apa yang dimaksud dengan kekhasan atom Karbon?
Siswa: atom karbon dapat membentuk rantai, atom karbon mempunyai kemampuan mengikat
atom empat atom yang lain secara kovalen
Guru: bagaimana penggolongan senyawa hidrokarbon?
Siswa: hidrokarbon digolongkan dalam hidrokarbon alifatik dan hidrokarbon alisiklik
622
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
623
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
624
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Guru: bagus
Ketika guru memberi kesempatan lagi tidak ada siswa yang bertanya atau menambah
kesimpulan. Hal ini terjadi karena hasil kerja siswa sudah sama
Berikutnya guru melanjutkan pada kegiatan penutup dengan mengajak siswa untuk
menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan seperti contoh
Guru: anak- anak kegiatan kita sudah selesai, sekarang bu guru ingin bertanya apa
perbedaan dari senyawa Alkana, Alkena dan Alkuna?
Siswa: Alkana termasuk dalam Hidrokabon jenuh yang didalamnya terdapat ikatan tunggal,
Alkena dan Alkuna termasuk dalam hidrokarbon tak jenuh dengan ikatan rangkap 2
pada alkena terdapat pada salah satu rantai karbonya dan rangkap 3 pada Alkuna
terdapat pada salaj satu rantai karbonnya
Dari contoh dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah menguasai materi yang disampaikan
pada hari ini. Dalam kegiatan penutup guru juga memberikan tugas kepada siswa terkai
dengan materi yang harus disiapkan pada pertemuan berikutnya, yakni tentang Gugus fungsi
senyawa Hidrokarbon.
Pengamatan
Dari hasil pelaksanaan pada siklus I, pada kegiatan pendahuluan terlalu memakan waktu dari
waktu yang telah direncanakan. Pada kegiatan inti disini guru masih banyak mendominasi
kelas meskipun siswa sudah terlihat aktif dalam pembelajaran. pelaksanaan presentasi hanya
diwakili oleh satu kelompok saja mempertimbangkan waktu yang telah direncanakan . pada
kegiatan diskusi Penggunaan media molymod kurang maksimal, dalam memahami konsep
hidrokarbon siswa masih kesulitan dalam pengambilan data dari literatur yang telah
disediakan. Keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran yang meliputi, diskusi, kajian
litetatur, mendemonstrasikan bentuk molekul dengan menggunakan media molymod secara
menyeluruh sudah baik meskipun ada beberapa siswa yang masih kurang aktif.
Refleksi
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer dan peneliti ditemukan beberapa
kendala seperti pada tabel. 1
625
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Berdasarkan hasil refleksi pada Tabel. 1 maka perlu diadakan perbaikan yang meliputi
menyederhanakan materi bahan ajar disesuaikan dengan alokasi waktu, melibatkan siswa
dalam tehnis pembelajaran, memperbanyak jumlah LKS yang digandakan, menyesuaikan
jumlah soal pada LKS dengan alokasi waktu, pembagian kelompok yang lebih heterogen,
memaksimalkan penggunaan media molymod dalam memahami rumus struktur senyawa
Hidrokarbon
Dari hasil pelaksanaan siklus I diperoleh hasil belajar rerata siswa kelas XII
RPL/Keperawatan dengan jumlah 30 siswa untuk materi hidrokarbon adalah sebagai berikut
untuk nilai 50-60 = 10 siswa, 60-70 = 10 siswa, 70-80 = 9 siswa, 80 > = 1 siswa, berdasarkan
KKM yang harus dicapai untuk mata pelajaran kimia disekolah kami adalah 75, sedangkan
626
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
dari hasil diatas siswa yang nilainya KKM hanya 10 siswa (33,33%) dari 30 dengan nilai
rerata 67,43 siswa maka peneliti perlu melaksanakan tahapan pada siklus II.
Siklus II
Perencanaan
Pada tahap perencanaan peneliti melakukan persiapan proses pembelajaran yang meliputi
(1)pengembangan RPP , (2) pengembangan media pembelajaran dengan menggunakan power
point dan Molymod, (3) pengembangan LKS, (4) pengembangan rubrik penilaian sikap
dan(5)dan pengembangan alat evaluasi. Pengembangan tersebut dilakukan dengan teman
sejawat guru pengajar di SMK Ma‟arif Batu.
Pada perbaikan RPP, peneliti mengembangkan kompetensi dasar “Menggolongkan senyawa
Hidrokarbon dan turunannya” menjadi 4 indikator yakni: (1) Gugus fungsi senyawa karbon
(2) Rumus umum dan tatanama senyawa Alkohol, Eter, Alkanal, Alkanon, Asam karoksilat,
Ester dan Alkil halida (3) Keisomeran fungsi pada senyawa karbon (4) Sifat, pembuatan,
dampak dan kegunaan senyawa karbon. Proses perbaikan RPP peneliti menganalisis
kedalaman materi dengan alokasi waktu yang disediakan. Pada pengembangan media
pembelajaran peneliti menggunakan media power point dan molymod, peneliti menyajikan
rumus struktur dari senyawa kabon pada media power point hal ini dilakukan untuk
memudahkan siswa dalam memahami rumus struktur dan keisomeran fungsi dari Alkohol,
Eter, Alkanal, Alkanon, Asam kaboksilat, Ester dan Alkil halida, penggunaan Molymod
lebih ditekankan pada siswa dengan harapan siswa lebih memahami dan memudahkan dalam
penulisan rumus struktur senyawa karbon yang lebih rumit dibandingkan senyawa
hidrokarbon dengan penggunaan molymod siswa lebih jelas dalam mendapatkan gambaran
tentang bentuk molekulnya. Pada pengembangan LKS, peneliti membuat pertanyaan-
pertayaan atau soal yang berkaitan dengan rumus umum, tata nama,rumus struktur dan
keisomeran pada senyawa Alkohol, Eter, Akanal, Alkanon, Asam karbokilat, Ester dan Alkil
halida. Pada pengembangan rubrik penilaian sikap peneliti mengembangan rubrik penilaian
sikap yang akan diambil selama kegiatan peelitian yang meliputi sikap santun, kerjasama,
tanggung jawab dan keaktifan dalam berdiskusi. Pada pengembangan evaluasi peneliti
membuat soal-soal pretest, postest dan soal evaluasi hasil belajar.
Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan Pendahuuan:
Guru menyiapkan siswa untuk belajar serta menyampaikan tujuan pembelajaran dan garis
besar cakupan materi atau kompetensi yang ingin dicapai, apersepsi dilakukan dengan
mengulas materi sebelumnya tentang penggolongan senyawa hirokarbon berdasarkan
ikatannya dan dilanjutkan dengan materi selanjutnya yaitu gugus fungsi pada senyawa
karbon, pada kegiatan tersebut ada tanya-jawab antara guru dengan siswa seperti berikut
Guru: mengulasmateri kemarin berdasakan ikatannya senyawa hidrokarbon debedakan
menjadi berapa?
Siswa: dibedakan menjadi 3 bu, yaitu Alkana, Alkena dan Alkuna
Guru: bagaimana rumus umum dari alkana, alkena dan alkuna?
Siswa: rumus umum dari alkana CnH2n+2, alkena CnH2n, Alkuna CnH2n-2.
Guru: bagus
627
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
628
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
berdiskusi secara kelompok, serta menfasilitasi dan kelompok yang bermasalah; (2) siswa
menerima LKS dari guru menyimak dan memperhatikan penjelasan guru tentang tugas yang
perlu dikerjakan secara kelompok, membaca buku atau bahan ajar, menggunakan molymod
untuk menggambarkan bentuk molekul dari senyawa karbon, mencari informasi yang relevan
untuk menjawab pertanyaan dan menguji hipotesis yang telah diajukan, menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS, dan melakukan diskusi secara kelompok. Seperti
yang tampak pada Gambar.10
629
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Dari contoh dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah menguasai materi yang disampaikan
pada hari ini. Dalam kegiatan penutup guru juga memberikan tugas kepada siswa terkait
dengan materi yang harus disiapkan pada pertemuan berikutnya, yakni tentang minyak bumi.
630
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pengamatan
Dari hasil pelaksanaan pada siklus II, pada kegiatan pendahuluan sesuai dengan waktu yang
telah direncanakan. Pada kegiatan inti siswa sudah terlihat aktif dalam pembelajaran. Siswa
menjawab pertanyaan yang ada di lks dengan melakukan kajian buku/ literatur tentang
senyawa karbon pada saat penulisan rumus struktur senyawa karbon siswa menggunakan
media molymod untuk memudahkan pemahaman tetang bentuk molekul serta perbedaan
antara gugus fungsi satu dengan gugus fungsi yang lainnya. Pada pelaksanaan diskusi siswa
terlihat aktif dalam kelompoknya walaupun masih ada beberapa siswa terlihat kurang aktif.
Guru membimbing siswa pada tiap kelompok pada kegiatan diskusi terutama pada tahapan
penalaran pada kegiatan diskusi siswa mengajukan beberapa pertanyaan tentang cara
penamaan pada senyawa karbon kemudian guru membimbing siswa dalam pemberian nama
senyawa karbon. Pada pelaksanaan presentasi diwakili oleh kelompok 3sesi presentasi ada
tanya jawab antar kelompok, guru membenarkan konsep yang salah saat presentasi hasil
kerja. Pada sesi penarikan kesimpulan ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan. Pada
kegiatan penutup penarikan kesimpulan dilakukan oleh guru dan siswa, diakhir kegiatan guru
meminta siswa untuk mempelajari materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya
Refleksi
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer dan peneliti ditemukan beberapa
kendala seperti pada Tabel. 2
Tabel. 2 Ringkasan hasil refleksi siklus II
Kekurangan Alternatif perbaikan
saat presentasi ada beberapa siswa saat presentasi siswa perlu
yang kurang memperhatikan diminta untuk memperhatikan
kelompok presenter dengan
dimintai pendapat
saat presentasi siswa kurang melatih siswa dengan memberikan
berani dalam menyampaikan pertanyaan pada saat proses
pendapat belajar mengajar dengan cara
menunjuk siswa yang cenderung
pasif dalam pembelajaran
Berdasarkan hasil refleksi pada Tabel. 2 maka perlu diadakan perbaikan yang meliputi
mengkondisikan siswa pada kegiatan presentasi dan melatih siswa dengan memberikan
pertanyaan pada saat proses belajar mengajar dengan cara menunjuk yang cenderung pasif
pada kegiatan pembelajaran
Dari hasil pelaksanaan siklus I diperoleh hasil belajar rerata siswa kelas XII
RPL/Keperawatan dengan jumlah 30 siswa untuk materi hidrokarbon sub materi senyawa
karbon adalah sebagai berikut untuk nilai 60-74 = 6 siswa, 75-80 = 23siswa, 85 = 1 siswa,
berdasarkan KKM yang harus dicapai untuk mata pelajaran kimia disekolah kami adalah 75,
sedangkan dari hasil diatas siswa yang nilainya KKM hanya 24 siswa dari 30 siswa maka
peneliti melakukan program remedial untuk siswa yang belum KKM. Hal ini menunjukkan
bahwa secara umum hasil belajar pada aspek pengetahuan siswa kelas XII RPL/Keperwatan
SMK Ma”arif kota Batu yang belajar melalui model Discovery Learning dangan pendekatan
Scientific termasuk kategori tinggi. Indikator ini menjadi data atau informasi empiris
631
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Perbandingan hasil belajar pada Siklus I dan Siklus II dapat dilihat sebagai berikut
Tabel 3. Hasil Belajar dan Ketuntasan Siswa dalam Pembelajaran Discovery Learning
Siklus I Siklus II
No Ketuntasan
Jumlah Prosentase Rerata Jumlah Prosentase Rerata
1 Tuntas 10 33,33 % 24 80 %
67,43 74,40
2 Tidak Tuntas 20 66,66 % 6 20 %
Dari tabel terlihat: (1) pada siklus I nilai rerata hasil belajar 67,43 dan ketuntasan sebesar
33,33 %. (2) pada siklus II nilai rerata hasil belajar 74,40 dan ketuntasan sebesar 80 %.
Berdasarkan tabel dapat dilihat terjadi peningkatan hasil belajar dengan metode Discovery
Learning pada Siklus I dan Siklus II terjadi kenaikan nilai rerata sebesar 6,97 dan prosentase
ketuntasan 46,67 %
632
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Berdasarkan temuan dan kesimpulan penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran
sebagai berikut.
1. Dalam penerapan metode Discovery Learning berbantuan molymod hendaknya
pengaturan alokasi waktu direncanakan sebaik mungkin
2. melatih keberanian siswa dalam menyampaikan pendapat pada saat pembelajaran
dengan cara memberi pertanyaan pada siswa kurang aktif pada saat presentasi.
3. Untuk dapat memperoleh tanggapan/respons/umpan balik dari siswa secara bebas dan
komprehensif, perlu diedarkan angket tanggapan kepada seluruh siswa setelah proses
pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Ramuni A (75-82(2015). Penerapan Discovery Learning dalam Pembelajaran Operasi
Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar dengan Media Kartubar pada Siswa
Kelas VIII A SMP Negeri 5 Sanggau. Prosiding Seminar nasional
Izzati, N, (2015), Penerapan Discovery Learning untuk meningkatkanhasil belajar geografi
siswa kelas X IPS 2 SMA 14 Batam pada materi Hidrosfer.Prosiding Seminar
Nasional
Hartina, (2015), Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Untuk Menyelesaikan Soal Non
Rutin pada Pokok Bahasan Lingkaran dengan LKS Berbasis PMR dan Model
Pembelajaran Discovery Learning Siswa Kelas VIII A SMPN Tanjab Timur.
Prosiding Seminar Nasional
Dahar, R.W.,(2011).Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga
Nur,M.,(2000). Strategi-Strategi belajar. Surabaya: Pusat Studi MIPA UNESA.
Ghalib, L.M,. (2014). Best Prectice: Mengapa, Bagaimana? Materi sajian pada
Workshop Implemenasi Kurikulum 2013 Bagi Guru MTs Se-Sulawesi Tenggara, di
Hotel Clarion, Kendari, 20-8-2014
Zubaidah, Siti, Mahanal, Susriyati dan Yuliati, Lia. (2013). Ragam Model Pembelajaran IPA
Sekolah Dasar, Malang; Universitas Negeri Malang.
633
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Sri Harjanti
SMK Negeri 1 Batu
Spd.sriharjanti@gmail.com
Kata Kunci : Pembelajaran kooperatif STAD, media kreatif dan hasil belajar
634
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
pembelajaran yang berpusat pada siswa yaitu metode pembelajaran kooperatif STAD. Untuk
mencapai hasil yang diharapkan metode pembelajaran di komninasikan dengan berbantuan
media kreatif.
Pembelajaran Kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang
dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman – temannya di Universitas John Hopkin ( dalam
Slavin, 1995) merupakan pembelajaran yang paling sederhana. STAD adalah salah satu tipe
pembelajaran uang paling sederhana, dimana siswa ditempatkan dalam tim belajar
beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis
kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh
siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling
membantu. Model pembelajaran kooperatif STAD merupakan pendekatan Cooperative
Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling
memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi
yang maksimal.
Menurut Nurasman (2006 : 5) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran kooperatif
STAD terdiri dari enam tahapan : (1) Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok.
Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang
akan dipelajari siswa dalam kelompok – kelompok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa
dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 – 6 orang, aturan heterogenitas dapat
berdasarkan pada kemampuan akademik, jenis kelamin, latar belakang social, kesenangan
bawaan/ sifat, dll, (2) Penyajian materi pelajaran ditekankan pada hal berikut : a)
pendahuluan, b) pengembangan, c) praktek terkendali. (3) kegiatan kelompok. Guru
membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari
LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif, (4) evaluasi. Dilakukan
selama 45 – 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari
selama bekerja dalam kelompok, (5) penghargaan individu dan kelompok, (6) perhitungan
ulang skor awal dan pengubahan kelompok.
Menurut Arends (2011: 368) mengemukakan bahwa metode pembelajaran kooperatif
STAD ini banyak direkomendasikan bagi para guru yang belum terbiasa dalam menerapkan
pembelajaran kooperatif di dalam kelas. Sedangkan menurut Slavin (2010:134) fase – fase
pembelajaran kooperatif tipe STAD meliputi: (1) menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap belajar; (2) mengkondisikan kelas dan membagi kelompok
secara heterogen; (3) memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang materi yang akan
dipelajari; (4)memberikan lembar kerja peserta didik; (5) mengevaluasi.
Guru yang menggunakan STAD memulai pembelajarannya dengan menyampaikan
informasi baru kepada siswa, melalui ceramah atau buku bacaan. Dalam STAD siswa
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 siswa, dan setiap kelompok
haruslah heterogen. Peneliti menyajikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
Akhirnya seluruh siswa dikenai ulangan tentang materi itu. Dan pada saat ulangan mereka
tidak boleh saling membantu. Model pembelajaran kooperatif sistem STAD memberikan
kesempatan kepada siswa terlibat aktif dan saling berkomunikasi dalam kelompoknya. Hal
utama dalam pembelajaran ini adalah bentuk pengakuan atau ganjaran kecil yang harus
635
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
diberikan kepada kelompok yang kinerja-nya baik, sehingga anggota kelompok itu dapat
melihat bahw a menjadi kepentingan mereka bersama untuk membantu belajar teman-teman
dalam kelompok mereka.
Kelebihan menggunakan pembelajaran kooperatif Tipe STAD adalah (1)
menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota kelompok menjadi
lebih baik(slavin, 2005: 105); (2) melatih siswa untuk mengembangkan aspek kecakapan
sosial disamping kecakapan kognitif (isjoni, 2010:72); (3) pengelompokan siswa secara
heterogen membuat kompetisi yang terjadi di kelas menjadi lebih hidup; (4) siswa memiliki
dua bentuk tanggung jawab belajar, yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama
anggota kelompok untuk belajar (Rusman, 2011:203).
Pembelajaran cooperative STAD sudah dikaji oleh banyak peneliti ( Herniwati,2015;
Mujiono A, 2010; Helmi Nurul Hikmah,2015). Menurut Mujiono Agus (2003), dalam
pembelajaran cooperative STAD siswa selalu aktif dalam kegiatan belajar mengajarnya,
sedangkan pengajar bertindak sebagai fasilitator, motivator, evaluator, dan sekaligus sebagai
pembimbing belajar. Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa belajar bersama dengan teman,
saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab atas pencapaian hasil belajar secara
individu maupun kelompok. Siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok kecil-kecil yang
terdiri dari 3 atau 4 siswa, sehingga diharapkan dengan kelompok kecil ini interaksi siswa
menjadi maksimal dan efektif. Menurut Helmi Nurul Hikmah(2015) Untuk itu penerapan
model pembelajaran cooperative tipe STAD dalam lesson study diharapkan mampu
meningkatkan keaktifan belajar siswa yaitu dengan adanya saling kerjasama antar siswa,
siswa yang sudah menguasai materi membantu siswa yang kurang bisa memahami materi
pelajaran. Dan bagi guru dapat meningkatkan produktifitas dan profesionalitasnya.
Kombinasi dengan media kreatif diharapkan dapat memperkuat proses dan hasil
pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif STAD. Media adalah perantara atau
pengantar pesan dari komunikator kepada komunikan (Daryanto,2013). Sedangkan media
kreatif adalah media pembelajaran yang dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang
dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki
untuk proses selanjutnya. Menurut (Bumiselan,2013. Hal 918) Penggunaan media pada
waktu berlangsung pengajaran setidaknya digunakan guru pada situasi berikut : a) Bahan
pengajaran yang dijelaskan guru kurang dipahami siswa. b) Terbatasnya sumber pengajaran
yang tidak semua sekolah mempunyai buku sumber atau tidak semua bahan pengajaran
dalam buku sumber tersebut dalam bentuk media. c) Perhatian siswa terhadap pengajaran
berkurang akibat kebosanan mendengarkan uraian guru.
Media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang dan
secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah siswa dengan stimulus
pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Media yang digunakan tindakan ini
yaitu Video Pembelajaran. Video adalah teknologi pengiriman sinyal elektronik dari suatu
gambar bergerak. Aplikasi umum dari sinyal video adalah televisi, tetapi dia dapat juga
produksi dan keamanan. Fungsi Presentasi Video sebagai alat atau sarana untuk
mengkomunikasikan rencana dan ide melalui penyajian satu buah product yang sudah
dihasilkan. Selain itu, fungsi presentasi video adalah sebagai alat untuk mengkomunikasikan
gagasan atau konsep, presentasi video harus menyampaikan keunggulan gagasan atau ide
636
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
yang dapat disampaikan. Media kreatif yang digunakan adalah video tentang materi
pembelajaran Pengetahuan Bahan Makanan.
Microsoft power point merupakan salah satu produk unggulan Microsoft corporation
dalam program aplikasi presentasi yang paling banyak digunakan saat ini. Menurut Ouda
Teda Ena (2013) power point adalah program pengolah presentasi yang menggabungkan teks
dan angka yang sudah dikumpulkan dan memasang gambar dan slide dengan sentuhan
professional yang memenuhi tuntutan audiens berselera tinggi. Fasilitas yang dimiliki power
point diharapkan mampu menghilangkan kebosanan siswa saat proses belajar mengajar
berlangsung. Selain itu power point membuat tampilan materi lebih menarik. Sehingga siswa
lebih mudah memahami materi pembelajaran dengan mudah
Berkaitan dengan masalah diatas, maka ditetapkan judul dari artikel ini :
“Penerapan Pembelajaran Kooperatif STAD Berbantuan Media Kreatif Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pengetahuan Bahan Makanan Kelas X Jasa Boga
SMK Negeri 1 Batu”.
METODE
Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas X Jasa Boga 2 SMK Negeri 1 Batu.
Penentuan subyek penelitian didasarkan karena kelas X Jasa Boga 2 memiliki motivasi,
konsentrasi belajar yang rendah, dan capaian nilai KKM yang masih rendah.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau
Classroom Action Research (CAR). Menurut Agung (2012:24) menyatakan bahwa Penelitian
Tindakan Kelas merupakan penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas, segera dan
hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran yang sedang
berjalan. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus (siklus I dan siklus II), masing – masing
memiliki tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Penelitian ini
dilakukan pada mata pelajaran Pengetahuan Bahan Makanan (PBM) pada kompetensi dasar
menganalisis bahan makanan dan hasil olahannya.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Menurut Agung
(2014:92)”metode tes dalam kaitannya dengan penelitian adalah cara memperoleh data yang
berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang
yang dites (testee), dan dari tes tersebut dapat menghasilkan suatu data berupa skor (data
interval)”. Data hasil belajar Pengetahuan Bahan Makanan (PBM) diperoleh melalui tes
pilihan ganda yang dilakukan pada akhir pembelajaran yang bertujuan untuk mengukur hasil
belajar Pengetahuan Bahan Makanan (PBM). Data dalam penelitian ini berupa data nilai
perkembangan siswa dan hasil belajar. Data nilai perkembangan diperoleh dari hasil
pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar
pengamatan. Sedangkan data hasil belajar siswa diperoleh dari tes tertulis.
Adapun langkah – langkah Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : (1) Tahap
Persiapan Pembelajaran Pada tahap ini peneliti membuat perangkat pembelajaran yang
berupa : RPP, materi pembelajaran, LKS, lembar pengamatan, soal kuis. (2) Tahap
Pembelajaran / Tahap Pelaksanaan Tindakan Tindakan dilakukan berdasarkan RPP yang
telah dibuat. (3) Tahap Pengamatan melaksanakan pengamatan pada kegiatan pembelajaran
sedang berlangsung dengan berpedoman pada lembar pengamatan. (4) Tahap Refleksi
637
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
638
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
dengan berdoa dan mengabsen kehadiran siswa. Guru melakukan apersepsi dengan mengulas
kembali materi yang sudah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Kemudian guru
memberikan pengantar materi tentang bahan makanan dari ikan dan hasil olahannya melalui
gambar – gambar jenis ikan dari slide power point. Siswa memperhatikan gambar – gambar
tersebut dan memberi komentar. Selanjutnya guru menayangkan video tentang macam –
macam ikan dan hasil olahannya. Setelah penayangan video guru menanyakan kepada siswa
tentang apa saja yang diamati, sehingga terjadi dialog dengan peserta didik. Berikut adalah
dialog guru – siswa.
Kegiatan inti, setelah terjadi dialog dengan siswa, guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai pada pertemuan hari ini. Kemudian guru menjelaskan
skenario pembelajaran yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran menyampaikan
materi tentang menganalisis bahan makanan dari ikan secara garis besarnya
Pembelajaran dalam kegiatan inti menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD
dengan urutan sebagai berikut : (1) Guru membentuk kelompok belajar dengan jumlah setiap
kelompok empat orang, (2) guru menyajikan materi pembelajaran yang akan dipelajari, (3)
guru membagi lembar kerja siswa, (4) guru memberikan kuis / tes, (5) guru memberi
evaluasi, dan (6) memberi kesimpulan.
Dalam membentuk kelompok guru memberi kebebasan kepada siswa untuk mencari
teman sendiri dengan jumlah empat orang. Setiap siswa diberi tanda pengenal dengan nomor
dada yang ditempelkan disaku seragam. Setelah kelompok terbentuk, guru menyampaikan
garis besar materi tentang menganalisis bahan makanan dari ikan dan hasil olahannya
ditunjang dengan penayangan video kreatif tentang macam – macam ikan yang dapat
dikonsumsi yang terdiri dari fish dan shellfish ( lihat Gambar 1a dan 1b)
639
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Langkah selanjutnya setiap kelompok diberi lembar kerja siswa (LKS). Lembar kerja
yang diberikan memuat materi yang harus di selesaikan siswa bersama dengan kelompok
belajarnya. Untuk menyelesaikan lembar kerja, siswa memanfaatkan jaringan internet,
handout dan sumber belajar yang lain. Secara periodik, guru mendampingi siswa pada saat
melaksanakan diskusi dan memberi masukan terhadap setiap kelompok yang mengalami
kesulitan. Siswa begitu antusias mengikuti kegiatan pembelajaran, dengan bertanya dan
berdebat dengan teman dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas
Setelah melakukan kegiatan diskusi dan lembar kerja sudah selesai di kerjakan, setiap
kelompok melakukan presentasi di depan kelas, kelompok lain menanggapi dalam kegiatan
presentasi. Guru mengamati kegiatan presentasi dan memberi masukkan pada kegiatan
tersebut. Seperti terlihat dalam gambar dibawah ini:
640
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Salah satu masukan yang diberikan guru kepada siswa adalah meluruskan jawaban
siswa tentang kualitas dari crustacea yang baik. Siswa mengganggap crustacea yang
berkualitas adalah ukuran badannya harus besar, padahal untuk ukuran badan tidak menjamin
bahwa crustacea tersebut berkualitas baik. Dalam hal ini guru menjelaskan bahwa crustecea
yang baik itu justru pada warna dan aroma dari crustacea.
Setelah selesai presentasi siswa kembali ke tempat duduk masing – masing dan
merapikan meja kursinya. Guru memberikan soal kuis yang berupa soal pilihan ganda yang
berjumlah dua puluh lima soal. Siswa mengerjakan soal kuis secara individu tanpa meminta
bantuan pada teman yang lain. Lembar jawaban kemudian di koreksi secara bersama – sama
dan langsung dapat diketahui berapa banyak siswa yang memenuhi KKM atau belum.
Dalam kegiatan penutup, guru bersama – sama dengan siswa menyimpulkan materi
yang dipelajari pada pertemuan hari ini. Dari hasil yang diperoleh siswa ternyata masih
banyak yang belum tuntas. Ada Sebelas siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM yang
ditentukan. Ini disebabkan pada saat guru menyampaikan materi siswa tersebut tidak
mengikuti kegiatan belajar dengan baik, mereka tidak memperhatikan dan bercanda dengan
temannya. Guru menyampaikan kegiatan pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Guru
menutup pelajaran dengan berdoa dan mengucapkan salam.
Pengamatan
Hasil pengamatan produk siklus I seperti terlihat pada tabel 1 berikut
Tabel 1 Hasil skor Kemampuan Siswa dalam pembelajaran Pengetahuan Bahan Makanan
(PBM) siklus I
Uraian Daya Serap Peningkatan
Prasiklus Siklus I Nilai
Nilai rata – rata siklus 67,04 75,82 8,76
Jumlah siswa yang tuntas 53 % 67,6 %
Jumlah siswa yang tidak tuntas 47 % 32,3 %
Pada saat kegiatan awal pembelajaran guru membagikan nomor peserta, ini untuk
memudahkan dalam pengamatan. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam,
menanyakan kepada siswa akan kabarnya pada saat mengikuti pelajaran. Guru mengecek
kehadiran siswa dengan cara mengabsen satu persatu. Guru melakukan apersepsi dengan
menanyakan materi yang sudah dipelajari pada minggu sebelumnya. Pada saat pembukaan
ada beberapa siswa sudah tidak konsentrasi lagi. Diantaranya siswa nomor 28 dan 4
mengobrol dengan teman sebangkunya. Kemudian ada juga yang sibuk dengan dirinya
sendiri yaitu siswa nomor 2 melamun dan ada siswa pada saat kegiatan pembelajaran hanya
diam dan pasif yaitu siswa nomor 20.
Pada kegiatan inti, guru membentuk kelompok belajar yang terdiri empat orang.
Siswa langsung bergabung dengan teman kelompoknya. Guru menayangkan video tentang
macam – macam ikan dan hasil olahannya. Siswa mengamati tayangan video, dan mencatat
apa saja yang di amati. Guru menanyakan kepada siswa tentang apasaja yang diamati. Guru
menyampaikan materi yang akan dipelajari dan beberapa tugas yang harus dikerjakan oleh
siswa. Siswa melakukan diskusi untuk membahas tugas yang diberikan oleh guru, kemudian
641
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
hasil diskusi dipresentasikan didepan kelompok lain. Guru mengamati dan melakukan
pembimbingan pada siswa. Guru melakukan evaluasi dengan memberikan tes tertulis dengan
memberikan soal pilihan ganda sebanyak 25 soal. Setelah kegiatan tes / evaluasi selesai, guru
menyimpulkan pembelajaran dengan mengulas kembali secara singkat materi yang sudah
selesai di kerjakan. Guru menutup pembelajaran dengan memimpin berdoa dan memberikan
salam.
Refleksi
Setelah pembelajaran berakhir dilakukan kegiatan refleksi bersama dengan observer
tentang kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan. Hasil dari pengamatan observer pada
saat kegiatan pembelajaran ada beberapa hal yang tertuang dalam RPP belum dilakukan oleh
guru. Diawali dari kegiatan pendahuluan pada saat appersepsi guru tidak memotivasi siswa
untuk mengikuti pelajaran dengan baik. Sehingga kondisi kelas menjadi kurang kondusif,
banyak siswa yang mengobrol sendiri dan bercanda dengan teman yang lain. Pada saat
pembentukan kelompok masih dilakukan dengan cara berhitung, sehingga diperoleh
kelompok belajar yang homogen. Padahal sebaiknya dalam pembentukan kelompok belajar
seharusnya bersifat heterogen.
Pada saat kegiatan inti, kegiatan mulai bisa dikondisikan oleh guru, karena dengan
menggunakan media kreatif yang berupa video dan gambar yang ada di slide power point
membuat perhatian siswa tertuju pada layar yang ada di depan. Kegiatan inti dilakukan
dengan baik dan siswa mengikuti dengan antusias.
Secara proses, berdasarkan hasil pengamatan siklus I menunjukkan bahwa aktifitas
siswa dalam pembelajaran masih sedikit yang aktif, berani bertanya, berani mengungkapkan
pendapat dan menjadi bersemangat mengikuti pelajaran. Secara produk, sebetulnya sudah ada
peningkatan kemampuan siswa dalam menganalisis bahan makanan dari ikan dan hasil
olahannya. Hal ini ditunjukkan dari perolehan skor rata rata sedikit ada peningkatan
dibanding dengan sebelum dilakukan tindakan. Dari 34 siswa sebelum dilakukan tindakan
terdapat lebih dari 47 % siswa belum tuntas belajar menjadi 32,3 % siswa belum tuntas
belajar. Padahal target yang diharapkan peneliti adalah maksimal hanya 25 % siswa belum
tuntas belajar. Oleh karena itu masih perlu diadakan tindakan lebih lanjut pada siklus II.
Siklus II
Perencanaan
Tahap perencanaan tindakan siklus II, diawali dengan : (1) menyiapkan perencanaan
pembelajaran yang diperbaiki berdasarkan hasil refleksi siklus I; (2) menyiapkan materi
pembelajaran tentang bahan makanan dari telur dan hasil olahannya; (3) menyiapkan media
pembelajaran yang akan digunakan; (4) menyiapkan lembar pengamatan, lembar kerja siswa
(LKS), alat untuk melakukan evaluasi (KUIS), serta alat untuk mendokumentasikan tindakan.
Dalam menyusun RPP, peneliti mengembangkan kompetensi dasar “ menganalisis
bahan makanan dari telur dan hasil olahannya” meliputi lima indikator, yakni (a)
mengidentifikasi telur dan hasil olahannya, (b) fungsi telur dan hasil olahannya, (c)
mengidentifikasi mutu / kualitas telur dan hasil olahannya, dan (d) menganalisis mutu telur
dan hasil olahannya serta perubahan setelah diolah. Selain itu dalam RPP perlu ditegaskan
kembali tentang pemberian motivasi supaya siswa lebih siap dalam mengikuti pembelajaran
642
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus II ini diharapkan dapat lebih meningkatkan keberhasilan
proses dan keberhasilan produk. Pelaksanaan tindakan ini dilakukan pada minggu ke 2 bulan
Nopember 2016.
Pada pelaksanaan siklus II dilakukan dalam 3 langkah, yaitu kegiatan pembukaan,
kegiatan inti dan kegiatan penutup. Dalam siklus II beberapa hal yang ditekankan untuk
perbaikan adalah: (1) pemberian motivasi kepada siswa pada saat akan mengikuti pelajaran,
(2) pembentukan kelompok yang heterogen, (3) memberikan penguatan pada kegiatan
presentasi siswa. Dalam kegiatan pendahuluan, diawali dengan berdoa dan mengecek
kehadiran siswa, mengecek kondisi ruangan kelas. Guru melakukan refleksi materi yang
sudah dipelajari pada pertemuan sebelumnya, kemudian memberikan motivasi kepada siswa
untuk lebih siap mengikuti pembelajaran. Pada kegiatan awal pembelajaran sebagian siswa
sudah siap mengikuti pembelajaran, hal ini dibuktikan dengan terjadinya interaksi antara guru
dengan siswa pada saat diberikan pertanyaan untuk mengingat kembali materi yang sudah
dipelajari pada pertemuan sebelumnya.
Pembelajaran dalam kegiatan inti menggunakan model pembelajaran kooperatif
STAD dengan urutan sebagai berikut : (1) guru membentuk kelompok belajar dengan jumlah
setiap kelompok empat orang, (2) guru menyajikan materi pembelajaran yang akan dipelajari,
(3) guru membagi lembar kerja siswa, (4) guru memberikan kuis / tes, (5) guru memberi
evaluasi, dan (6) memberi kesimpulan. Pada kegiatan inti, guru membentuk kelompok belajar
yang terdiri dari 4 – 5 siswa yang heterogen. Guru menayangkan video pembelajaran tentang
materi yang akan dipelajari pada pertemuan siklus II dan di kombinasikan dengan tayangan
dari slide power point tentang gambar gambar yang mendukung materi pembelajaran. Setelah
643
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
penayangan materi selesai, guru menanyakan kepada siswa tentang apa yang dilihat pada
video tersebut.
Guru : anak – anak apa yang kalian lihat pada tayangan tadi
Siswa : cara mengetahui kualitas telur yang baik bu …….
Guru : bagaimana cara mengetahui kualitasnya ….
Siswa 1 : telurnya di masukkan kedalam air bu ………
Siswa 2 : telur yang kualitasnya bagus tenggelam bu ……….
Siswa 3 : telur yang mengapung kualitas sudah jelek bu ………
Guru : bagus anak – anak….. baiklah hari ini kita akan mempelajari jenis – jenis
telur dan kualitasnya.
Langkah selanjutnya, guru membagi lembar kerja kepada siswa tentang materi yang akan di
diskusikan dengan kelompoknya. Dalam kegiatan ini siswa mengamati telur untuk melihat
kualitas telur yang baik kemudian di diskusikan bersama. Untuk menyelesaikan lembar kerja
siswa dapat memanfaatkan jaringan internet dan modul yang ada. Secara periodik guru
mendampingi siswa dalam menyelesaikan lembar kerja dan menyimpulkan hasil dari diskusi.
Kegiatan selanjutnya adalah melakukan presentasi hasil dari pengamatan yang dilakukan,
dalam kegiatan ini diwakili oleh 3 kelompok presentasi. Kemudian kelompok lain
menanggapi presentasi. Guru menfasilitasi kegiatan presentasi dan memberi penguatan pada
pembelajaran yang dilakukan. Siswa kembali ke tempat duduk masing – masing dan
dilakukan evaluasi. Guru memberikan lembar soal yang harus dikerjakan siswa secara
individu.
Dalam kegiatan penutup, guru bersama – sama dengan siswa menyimpulkan materi
yang dipelajari pada pertemuan hari ini. Dari hasil yang diperoleh siswa ternyata ada
peningkatan dari pembelajaran sebelumnya. Guru menyampaikan kegiatan pembelajaran
pada pertemuan berikutnya. Guru menutup pelajaran dengan berdoa dan mengucapkan salam.
Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan proses kegitan pembelajaran pada siklus II menunjukkan bahwa
nilai keseluruhan pengamatan terdiri dari aspek perhatian siswa terhadap pelajaran, gairah
belajar, keaktifan siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan. Ini ditunjukkan dengan
perolehan skor rata – rata kemampuan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
mengalami peningkatan 11,72 % dari siklus I.
Hasil pengamatan produk siklus II seperti terlihat pada tabel 2 berikut
Tabel 2 Hasil skor kemampuan siswa dalam pembelajaran pengetahuan bahan makanan siklus II
Uraian Daya Serap Peningkatan
Siklus I Siklus II Nilai
Nilai rata – rata siklus 75, 82 80,58 4,76
Jumlah siswa yang tuntas 67,6 % 79,42 %
Jumlah siswa yang tidak tuntas 32,3 % 20,58 %
644
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Berdasarkan Tabel 3 pada siklus II menunjukkan bahwa perolehan skor rata – rata
kemampuan siswa pada siklus II adalah 80, 81. Skor rata – rata tersebut menandakan adanya
peningkatan sebesar 3,23 dari skor rata – rata siklus I. Pada siklus II ini siswa yang tidak
tuntas sebesar 20,58 %. Hal ini ada peningkatan sebesar 11,72 % dari penerapan siklus I yang
sudah dilakukan.
Refleksi
Hasil refleksi siklus II menunjukkan bahwa siswa lebih semangat mengikuti
pelajaran, berani mengemukaan pendapat dan berani bertanya setelah dilakukan tindakan.
Melalui penerapan STAD berbantuan Media kreatif mampu memberikan dampak
peningkatan dari segi proses dan hasil. Hal ini di buktikan dengan adanya peningkatan hasil
belajar siswa. Hal ini menandakan bahwa siswa lebih fokus dalam kegiatan pembelajaran
yang lebih serius, lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran dan kondisi kelas
menjadi lebih nyaman, kondisif dan menyenangkan.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa setelah diadakan tindakan
pembelajaran Pengetahuan Bahan Makanan melalui metode STAD berbantuan media kreatif,
aktifitas siswa menunjukkan perubahan kearah positif. Perubahan ini ditunjukkan pada siklus
I dimana siswa mulai aktif dalam kegiatan pembelajaran dan hasil belajar yang diperoleh
siswa mengalami peningkatan. Ini di tunjukkan dari pra siklus siswa yang belum tuntas
sebesar 47 %, kemudian dilakukan tindakan pada siklus I mengalami peningkatan seperti
terlihat pada tabel 3
Keberhasilan dalam penelitian ini dapat dilihat dari peningkatan nilai pada setiap akhir
siklus. Rata – rata nilai prasiklus 67,04 pada siklus I meningkat menjadi 75,82 dan pada
siklus II meningkat lagi menjadi 80,58. Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode STAD berbantuan media
kreatif dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam pelajaran Pengetahuan Bahan
Makanan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai produk pada setiap siklus,
meningkatnya jumlah siswa yang telah mencapai KKM dan menurunnya jumlah siswa yang
belum tuntas.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) pra
siklus, hasil evaluasi menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik dalam pembelajaran
pengetahuan bahan makanan masih rendah, (2) siklus I, hasil evaluasi menunjukkan
645
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
peningkatan yang cukup signifikan yaitu adanya peningkatan pada proses pembelajaran dan
produk pembelajaran menggunakan metode STAD berbantuan media kreatif. Hal ini
ditunjukkan dari hasil ketercapaian KKM yang meningkat yaitu Prasiklus : 53 %, siklus I :
67,6 %, dan siklus II : 79,42 %, (3) hasil penelitian diatas membuktikan bahwa penggunaan
metode STAD berbantuan media kreatif dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
pembelajaran Pengetahuan Bahan Makanan di kelas X Jasa Boga 2 SMK Negeri 1 Batu tahun
pelajaran 2016 / 2017.
Saran
Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah: (1)
guru dapat melaksanakan pembelajaran melalui berbagai metode agar kompetensi dasar yang
ditargetkan dapat tercapai, pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan, (2) siswa
harus mampu menumbuhkan motivasi belajar sehingga mampu berprestasi lebih tinggi lagi,
(3) dibutuhkan penelitian lebih lanjut oleh peneliti lain agar tercapai hasil yang lebih baik
lagi.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, A. A. Gede. 2014 Metodologi Penelitian Pendidikan, Singaraja: Undiksha
Arends, Slavin. 2008. Teaching Modern Science. New York:Mcmillan Publishing Company
Bumiselan, 2013 Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Ix.6 Pada Materi Kesebangunan
Dan Kekongruensi Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad
Dengan Bantuan Media Powerpoint. Prosiding 2 TEQIP 2013. Hal 916 - 923
Helmi Nurul Hikmah, 2015 Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Stad Untuk
Meningkatan Keaktifan Siswa Pada Materi Ukuran Pemusatan Data (Statistika) Siswa
Kelas Ixf Mtsn Tanah Grogot: Pengalaman Lesson Study. Jurnal Seminar Nasional
TEQIP 2015. Hal. 26 – 31
Herniwati, 2015 Peningkatan Hasil Belajar Siswa SD Kelas V Dalam Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Kreatif. Prosiding Seminar Nasional TEQIP
2015. Hal. 425 - 431
Salamani & Mujiono Agus, 2010 Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Stad Untuk
Meningkatkan Pemahaman Materi Pemcerminan Siswa Kelas V Sdn 017 Penajam.
Jurnal TEQIP 2010. Hal 86 - 89
646
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Nurul Ismayanti
SMK Negeri 2 Batu
ning.ismayanti@yahoo.co.id
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi masalah pembelajaran : karena rendahnya
motivasi, kurang aktif dalam menyusun laporan praktikum, dan penerapan standar operasional
praktik kerja, terutama pada materi perawatan tanaman melon dan semangka, sehingga diharapkan
peningkatan ketrampilan ilmiah dan hasil belajar siswa, dapat diatasi dengan penerapan metode
inquiry learing. Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2
siklus, dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan motivasi, siswa lebih aktif dalam menyusun laporan dan
pelaksanaan praktik kerja yang sesuai dengan standar operasional. Hasil pembelajaran siswa,
diperoleh peningkatan ketercapaian KKM, dari data sebelum siklus diantara 23 siswa yang
mencapai KKM 75 adalah 15 siswa (65%), naik sebanyak 18 siswa (78%) pada siklus I dan pada
siklus II sebanyak 21 siswa (91%). Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode
inquiry terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi yang dipelajari.
Kata Kunci : metode inquiry terbimbing, ketrampilan ilmiah, hasil belajar siswa, perawatan
budidaya melon dan semangka
SMK Negeri 2 Batu merupakan SMK yang berbasis pertanian, yang salah satu
kompetensi keahliannya Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura (ATPH). Pada kelas
XI terdapat mata pelajaran yaitu Agribisnis Tanaman Buah Semusim, dengan melakukan
budidaya tanaman melon dan semangka sebagai komoditas yang sesuai dengan kompetensi
dasar yang ditetapkan pada silabus mata pelajaran tersebut. Dipilihnya komoditas melon dan
semangka, diharapkan siswa dapat memahami proses budidaya tanaman buah semusim yang
belum dikembangkan di daerah Kota Batu, yang selama ini mengembangkan tanaman buah
tahunan, sehungga siswa diharapkan mampu menambah wawasan dalam berbudidaya, dan
dapat meningkatkan produktivitas kebutuhan buah di Kota Batu.
Berdasarkan pengalaman siswa dalam menjalani mata pelajaran produktif di
kompetensi keahlian ATPH, bahwa siswa dalam kegiatan praktik, hanya menguasai sesuai
yang diperoleh dari pengalaman keluarga secara turun temurun, ataupun hanya berdasarkan
peminatan terhadap budidaya tanaman. Kegiatan praktik masih belum dijalankan secara
ilmiah sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran produktif.
Kegiatan praktik dijalankan hanya sekedar menjalankan kewajiban belajar tanpa memahami
prosedur dan proses ilmiah sehingga proses pembelajaran tidak berjalan optimal.
Dalam mata pelajaran produktif, kendala yang masih dihadapi adanya rendahnya
motivasi rendahnya motivasi, kurang aktif dalam menyusun laporan praktikum, serta
penerapan standar operasional praktik kerja, sehingga diperlukan metode pembelajaran yang
dapat mengatasi permasalahan tersebut. Pada materi perawatan budidaya tanaman melon dan
semangka merupakan kegiatan utama yang menentukan hasil produk komoditas melon dan
647
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
semangka. Pada materi ini siswa cenderung meremehkan kegiatan perawatan sehingga hasil
komoditas melon dan semangka kurang optimal. Untuk itu perlu dilakukan solusi terhadap
pengelolaan pembelajaran produktif, yang dapat melibatkan siswa sehingga dapat
meningkatkan kerangka berpikir dan ketrampilan secara ilmiah, dan meningkatkan hasil
belajar siswa. Salah satu metode pendekatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan
metode inquiry terbimbing.
Menurut Suchman (1996) dalam Zubaidah, dkk (2013) dalam Fitriati (2015), inkuiri
sebagai suatu pencarian kebenaran, informasi, atau pengetahuan upaya pencarian tersebut di
lakukan melalui pertanyaan. Selanjutnya di kemukakan, mengetahui cara belajar lebih
penting daripada mengetahui semua jawaban, maka harus disadari bahwa pertanyaan yang
baik lebih penting dari pada jawaban yang benar. Mengajar siswa untuk bertanya dan
mengajukan pertanyaan bermakna lebih penting daripada kebenaran jawaban yang diberikan.
Menurut Wilson dan Murdoch (2004) dalam Zubaidah, dkk (2013) dalam Fitriati,
(2015) mengidentifikasi karakteristik umum pembelajaran berbasis inquiry sebagai berikut :
(a) berpusat pada siswa, (b) menekankan proses dan pengembangan keterampilan, (c)
melibatkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, (d) berbasis konseptual, (e) mendorong
interaksi peserta didik, (f) membangun pengetahuan berdasarkan pengetahuan sebelumnya,
(g) memanfaatkan dan mempertimbangkan minat siswa, (h) pengalaman lansung , (i)
mengitegrasikan refleksi dan metakognisi, (j) penerapan ide–ide, (k) mengeksplorasi, (l)
memunculkan perspektif yang berbeda dan menangkap nilai–nilai. Dengan demikian, model
inkuiri memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: siswa lebih dilibatkan aktif dalam
mengkonstruksi pengetahuan, memperoleh informasi, mengorganisasi informasi,
memecahkan masalah, dan mencari kebenaran atau pengetahuan, daripada mengkonsumsi
pengetahuan.
Menurut Prasojo (2015) bahwa pembelajaran inkuiri terdiri dari empat macam yaitu
inkuiri konfirmasi, inkuiri terstruktur, inkuiri terbimbing dan inkuiri terbuka (Trna, Trnova &
Sibor, 2012); dan Zubaidah, dkk (2013). Penerapannya dalam pembelajaran disesuaikan
dengan beberapa pertimbangan karakteristik siswa. Siswa dalam pembelajaran berbasis
inkuiri terbimbing akan melakukan pengamatan, mengajukan pertanyaan dan hipotesis,
merencanakan dan melakukan percobaan, melakukan analisis data, membuat kesimpulan
serta mengomunikasikannya dengan bimbingan guru.
Ditambahkan oleh Bertha (2015) melalui pembelajaran inkuiri, siswa dengan tingkat
perkembangan yang berbeda mampu berkolaborasi dalam menyelesaikan tugas dan
termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran, yang memberi dampak positif
yaitu meningkatnya hasil belajar siswa mencapai ketuntasan.
Berdasarkan keunggulan metode Inquiry Learning, telah diungkapkan menurut Fitriati
(2015) bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan bantuan media
pada pelajaran IPA dapat melatih siswa untuk bisa menemukan informasi dan menyusun
pertanyaan yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Hal ini lebih bermanfaat agar siswa
terbiasa menemukan suatu konsep IPA sendiri dengan bimbingan guru sebagai fasilitatornya
dan dapat membuat siswa terbiasa untuk mengemukan hasil pembelajarannya didepan kelas.
Ditambahkan pula menurut Prasojo (2015) bahwa proses pembelajaran menggunakan
perangkat pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen, melatih peserta
648
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
didik dalam memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan melalui penyelidikan dan
percobaan.
Berdasarkan keunggulan metode Inquiry Learning, maka perlu dilakukan penelitian
tindakan kelas pada kelas XI ATPH yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan ilmiah
dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Menjalankan Agribisnis Tanaman Buah
Semusim, terutama pada materi perawatan budidaya tanaman melon dan semangka, dan
mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman melon dan semangka, sehingga parameter
hasil komoditas tersebut dapat optimal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan penilitian tindakan kelas dengan dua siklus
model Kemmis dan Taggard (1998) dalam Dasna (2013) dalam Agung (2015) yang terdiri
dari siklus–siklus yang saling berhubungan, yang terdiri dari tahapan (1) Perencanaan, (2)
Tindakan, (3) Pengamatan/observasi, (4) Refleksi. Bila siklus I belum mencapai indikator
yang ditargetkan maka dilanjutkan dengan siklus II yaitu perbaikan rencana, tindakan,
pengamatan dan refleksi. Siklus berikutnya selalu dimulai dengan perbaikan tindakan dari
siklus sebelumnya, yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Model PTK Kemmis dan Taggard dalam Arikunto dalam Febriany (2015)
649
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Sebagai penunjang proses pembelajaran, maka guru membuat Lembar Kerja Siswa (LKS),
menyusun Lembar Instrumen Penilaian dan menyusun Lembar Observasi.
Pelaksanaan, yang terdiri dari siklus I dilakukan dengan 1 kali pertemuan dengan
durasi waktu 3 x 45 menit, tahap pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan
pembelajaran dengan metode inquiry terbimbing, yang tersusun meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Pengamatan/Observasi dilaksanakan pada saat pelaksanaan pada pembelajaran
berlangsung. Tujuan kegiatan tersebut untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara
mendalam dan menyeluruh. Observasi dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan satu
kolaborator teman sejawat yang sudah mempunyai pengalaman
Fokus observasi adalah penerapan tindakan yang dilakukan siswa maupun guru.
Aktivitas siswa meliputi (1) observasi media pembelajaran, (2) observasi alat praktik
pembelajaran, (3) kegiatan diskusi, (4) kemampuan bertanya, (5) kemampuan menyampaikan
pendapat, dan (6) pelaksanaan lembar aktivitas siswa.
Aktivitas guru yang diamati meliputi (1) apersepsi, (2) penyampaian tujuan
pembelajaran, (3) menyampaikan kegiatan atau langkah-langkah pembelajaran, (4)
memberikan kesimpulan, (5) memberikan tugas, dan (6) memberikan penguatan materi.
Dalam refleksi, hasil-hasil observasi dibahas bersama oleh guru dan observer. Pada
akhir siklus I diperoleh gambaran dampak penerapan pembelajaran dengan metode inquiry
terbimbing. Hasil pembahasan yang diperoleh merupakan refleksi dari yang telah terjadi
selama penerapan tindakan siklus I. Jika ditemukan permasalahan pada siklus I digunakan
untuk pertimbangan dalam menyusun perencanaan tindakan pada siklus II.
Perencanaan siklus II ini kegiatan yang dilakukan adalah: (1) guru dan observer
mempelajari hasil refleksi dari tindakan siklus I yang menjadi masukan dalam melakukan
tindakan yang lebih efektif pada kegiatan siklus II, (2) pada prinsipnya persiapan siklus II
sama dengan siklus I, perbedaannya hanya terletak pada indikator pembelajaran yaitu
melakukan mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman melon dan semangka, (3)
mempersiapkan media pembelajaran yang sesuai dengan indikator pembelajaran, dan (4)
mempersiapkan instrumen penilaian sesuai dengan indikator pembelajaran.
Pelaksanaan tindakan, pada siklus II yang dilakukan sesuai dengan (1) perencanaan
yang telah dilakukan pada siklus I setelah melalui proses refleksi, (2) observasi, dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Hal-hal yang diamati sesuai dengan siklus I
disesuaikan dengan kondisi lapangan dan hasil refleksi pada siklus I, (3) Refleksi, hasil
pengamatan dibahas oleh guru bersama kolaborator untuk memperoleh gambaran dampak
penerapan motode pembelajaran Inquiry Terbimbing.
650
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Subyek Penelitian
Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XI ATPH pada mata
pelajaran Menjalankan Agribisnis Tanaman Buah Semusim.
Pengambilan Data
Pengambilan data penelitian dilakukan dengan menggunakan lembar observasi,
lembar hasil diskusi siswa pada saat pembelajaran, lembar isian untuk mengetahui
ketrampilan ilmiah dari masing – masing siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan
motode inquiry terbimbing. Sedangkan dan hasil belajar diambil menggunakan instrument
tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif tentang proses dan
hasil belajar pada setiap siklus. Data penelitian tindakan kelas berupa hasil pengamatan
selama pembelajaran yang dianalisis secara kualitatif data penelitian berupa hasil tes yang
dianalisis dengan perhitungan prosentase. Jika hasil akhir dari kegiatan penelitian dapat
mencapai KKM 75 dengan prosentase yang tuntas sebesar 85% dari subyek penelitian, maka
penelitian dapat dikatakan berhasil.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan siklus I dilaksanakan pada Senin tanggal 17 Oktober 2016 di kelas XI
ATPH SMKN 2 Batu pada jam pelajaran 4-6. Tindakan pembelajaran sesuai dengan RPP
Melakukan Perawatan Tanaman Buah Semusim, dengan materi perawatan pada tanaman
melon dan semangka.
Kegiatan pendahuluan, guru memberikan salam dengan menyapa siswa yang hadir di
kelas, guru melakukan presensi sambil menanyakan kondisi siswa, guru memberikan
apresepsi yang membahas materi pembelajaran sebelumnya, mengaitkan dengan tujuan
pembelajaran tentang materi melakukan perawatan tanaman melon dan semangka, guru
membagi siswa dalam 8 kelompok, yang terdiri 3-5 siswa, untuk memudahkan kegiatan
pembelajaran.
Kegiatan inti, setelah guru memberikan penjelasan sesuai dengan topik pada pokok
pembahasan, guru memberikan arahan kepada siswa untuk mengikuti proses pembelajaran
melalui model inquiry terbimbing dengan tahapan menyajikan masalah atau pertanyaan,
651
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Membuat hipotesis, tahapan ini guru mendampingi siswa dalam kelompoknya, untuk
membuat hipotesis tentang perawatan tanaman buah semusim komoditas tanaman melon dan
semangka, yaitu siswa membuat asumsi/pendapat sementara. Hipotesis dicatat tanpa melihat
kebenaran pendapat tersebut. Kebenaran asumsi perlu dibuktikan dengan kegiatan praktikum
sehingga akan memperoleh hasil produk melon dan semangka yang maksimal.
Melakukan percobaan, dilakukan dengan guru mendampingi siswa dalam menyiapkan
kegiatan praktikum, siswa menuju ke lahan praktik, siswa melakukan praktik perawatan
tanaman, seperti menyiram, menyiang gulma, mewiwil tunas air, mengikat batang melon,
membuat ajir dan mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Dari 8 kelompok tersebut,
siswa melakukan praktik perawatan tanaman yang disesuaikan dengan kondisi tanaman
melon. Jadi tiap kelompok jenis perawatan yang dilakukan tidak sama, namun tetap
berpedoman pada lembar kerja siswa, sehingga siswa memiliki standar opersional prosedur
kegiatan perawatan tanaman melon.
Mengumpulkan dan menganalisis data, guru mendampingi siswa melakukan
pengamatan dengan mencatat hal-hal yang dihadapi di lahan pada lembar kerja siswa
membersihkan alat yang digunakan pada saat praktik, siswa mengembalikan alat yang
digunakan pada tempatnya, siswa merapikan/ mengembalikan bahan yang digunakan pada
tempatnya, siswa menuju ke kelas, siswa melakukan diskusi terhadap hal-hal yang dihadapi
di lahan atau kegiatan praktikum.
Membuat kesimpulan dan mengomunikasikan, guru mendampingi siswa membuat
kesimpulan, guru memberi kesempatan agar siswa dapat mempresentasikan hasil kerja
kelompok yang berupa penyampaian masalah, menyampaikan solusi dan membuat
kesimpulan, guru membimbing permasalahan yang dihadapi pada kelompok, meluruskan
pemecahan masalah yang dihadapi dengan memberi kesempatan kelompok lain untuk
menyampaiakan pendapat, guru dan siswa secara bersama membuat kesimpulan terhadap
permasalahan yang dihadapi saat praktik di lahan.
652
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Keterangan gambar :
Gambar 3 : Kegiatan awal, Kegiatan inti (pembagian kelompok, menyajikan masalah dan
hipotesa)
Gambar 4 : Kegiatan inti (melakukan perawatan di lahan melon)
Gambar 5 : Kegiatan inti (melakukan perawatan di lahan semangka)
Gambar 6 : Kegiatan inti (siswa mengumpulkan data, menganalisis melalui diskusi
kelompok)
Gambar 7 : Kegiatan inti (siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok)
Evaluasi dan pembobotan penilaian pembelajaran berupa tes tulis (bobot 20%),
penilaian sikap (bobot 20%) dan penilaian unjuk kerja (bobot 60%), sehingga diperoleh nilai
akhir, dengan KKM minimal 75. Rumus nilai akhir (NA) = (20% x nilai tes tulis) + (20% x
nilai sikap kerja) + (60% x nilai unjuk kerja)
Hasil penilaian yang diperoleh pada siklus I dengan materi perawatan tanaman melon
pada mata pelajaran Menjalankan Agribisnis Tanaman Buah Semusim, dapat disimpulkan
bahwa siswa yang memiliki ketuntasan pembelajaran individual sejumlah 78% (ada 18
siswa), sedangkan 22% (ada 5 siswa) yang belum tuntas. Untuk rata-rata perolehan nilai tes
tulis sebesar 76, nilai sikap kerja 82 dan nilai unjuk kerja 83, dengan rata-rata nilai akhir 81.
Berdasarkan dari hasil Siklus I dari kegiatan proses pembelajaran dan hasil belajar
siswa dapat dijelaskan bahwa secara umum proses pembelajaran dapat dikatakan tuntas
karena rata-rata nilai akhir siswa mencapai 81. Namun secara individual ketuntasan
pembelajaran masih rendah karena siswa yang tuntas hanya 78% karena idealnya ketuntasan
minimal 85%.
Pengamatan
Berdasarkan pengamatan guru dan observer diperoleh hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan siswa di lahan seperti : a). keseriusan dalam melaksanakan praktikum pada beberapa
kelompok, b). tanggung jawab dalam melaksanakan penyiapan benih yang dilakukan pada
kelompok benih, c). siswa yang melaksanakan praktikum dengan kurang serius (terlihat pada
Gambar 8, 9 dan 10)
653
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Berdasarkan pengamatan tersebut, keseriusan siswa dalam menjalankan praktik masih perlu
ditingkatkan. Hal ini dimungkinkan karana siswa menganggap kegiatan praktik di lahan
hampir sama kegiatan refreshing sehingga keseriusan tidak diutamakan. Walaupun kegiatan
praktik yang cenderung santai, namun seharusnya tetap mempertimbangkan standar
opererasional prosedur, sehingga tahapan kegiatan praktik tidak salah dan hasil yang dicapai
dapat maksimal.
Refleksi
Berdasarkan kegiatan proses pembelajaran dan pengamatan, maka penulis melakukan refleksi
penelitian yang dapat diuraikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kendala yang dihadapi selama proses pembelajaran, penyebabnya dan alternatif perbaikan
Kendala/hambatan Penyebab Alternatif/Solusi
yang dihadapi permasalahan perbaikan
Ketidakseriusan kerja Siswa menganggap Siswa diberi kriteria
siswa dalam kegiatan proses praktik di lahan penilaian secara detail,
praktik hampir sama dengan sehingga walaupun
refreshing, sehingga proses pembelajaran di
motivasi siswa yang lahan oleh guru tetap
kurang dalam menjalani diberikan penilaian
proses pembelajaran
Penyelesaian proses Motivasi siswa dalam Guru perlu
praktik yang relatif mengerjakan kegiatan pengembangan Lembar
lambat praktik yang kurang, Kerja Siswa yang dipakai
sehingga seringkali tidak dalam kegiatan praktik,
sesuai prosedur sehingga sesuai prosedur
dan waktu penyelesaian
Ketercapaian ketuntasan Motivasi siswa dalam Siswa perlu porsi yang
proses pembelajaran kegiatan pengetahuan seimbang dalam proses
mencapai 78% yang kurang, karena pembelajaran di kelas
menganggap untuk SMK baik
654
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Berdasarkan dari Tabel 2. maka penulis perlu melakukan Siklus II guna menunjang perbaikan
dari proses pembelajaran, baik untuk kegiatan pengetahuan, sikap dan unjuk kerja.
Siklus II
Perencanaan
Kegiatan perencanaan pembelajaran pada siklus II terdiri dengan : (a) menyusun RPP pada
materi pembelajaran Mengendalikan Hama dan Penyakit pada Tanaman Buah Semusim, (b)
menyiapkan alat dan bahan praktikum, seperti sprayer, ember, emrat (gembor), cetok, sabit,
pupuk, ZPT, pestisida, (c) menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), dan (d) menyusun alat
evaluasi berupa perangkat tes tulis dan perangkat penilaian. Pada penyusunan RPP,
komponen yang diperbaiki adalah, kriteria penilaian di lahan, manajemen waktu proses
pembelajaran dan komponen Lembar Kerja Siswa.
Pelaksanaan Tindakan
Penelitian Siklus II dilaksanakan hari Senin tanggal 31 Oktober 2016, di kelas XI
ATPH SMKN 2 Batu pada jam ke 4-6 mata pelajaran Menjalankan Agribisnis Tanaman
Buah Semusim, yang disesuaikan dengan penyusunan RPP dengan materi Mengendalikan
Hama dan Penyakit Tanaman Buah Semusim (Budidaya melon dan semangka).
Pada Kegiatan Pendahuluan, guru memberikan appresepsi berkaitan kegiatan
perawatan pada tanaman melon dan semangka yang sudah dilaksanakan pada siklus I.
Guru : “Bagaimana perawatan tanaman melon dan semangka yang sudah kalian lakukan
minggu lalu ?”
Siswa 1 : “Kegiatan menyiram, mengikat batang, mewiwil, membentuk cabang dan
memupuk.”
Guru : “Baiklah, apa yang kalian sampaikan sudah benar. Kira-kira apa yang kalian
temui saat melakukan perawatan ?”
Siswa 2 : “ Iya bu, saat pengikatan cabang melon pada ajir, ada tanaman dengan bercak
daun di bagian ruas bawah, ada juga tanaman yang berbuah tapi pertumbuhannya
kerdil, buahnya keriut.”
Guru : “ Kelompok lain lainnya apa menemukan hal yang sama ?”
Siswa 1 : “ Tidak sama, bu. Di kelompok saya justru ada tanaman yang berbuah, tapi pada
ujung buah malah sudah busuk, ada yang kondisi buahnya baik ada bercak coklat,
tapi buahnya lunakdan mengeluarkan cairan.”
Siswa 3 : “ Kelompok saya, ada tanaman yang daunnya bercak seperti siswa 2, ada
tanaman yang daunnya berlubang, buahnya yang sudah busuk dengan bercak
coklat.”
Guru : “Dari laporan yang sudah kalian ungkapkan, maka ada hubungannya dengan
jadwal hari ini, yaitu tentang mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman
melon dan semangka. Untuk itu kalian hari ini melakukan observasi tanaman
sekaligus merawat tanaman.”
655
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Keterangan gambar :
Gambar 11. : Siswa melakukan praktik di lahan melon
Gambar 12. : Siswa melakukan praktik di lahan semangka
Gambar 13. : Siswa melakukan presentasi hasil diskusi kelompok
Pengamatan
Berdasarkan pengamatan guru dan observer pada kegiatan siklus II, diperoleh
peningkatan keseriusan dan tanggungjawab siswa dalam menjalankan kegiatan praktik di
lahan. Hal ini dimungkinkan karena siswa dalam menjalankan praktik berdasarkan kegiatan
yang sudah ada dalam LKS (Lembar Kerja SIswa), sehingga praktikum berjalan sesuai
prosedur. Siswa lebih bertanggungjawab karena dapat melaporkan kegiatan praktik dalam
LKS yang kemudian didiskusikan bersama kelompok dan dipresentasikan di hadapan
kelompok lain. Peningkatan tanggungjawab ini juga disertai dengan peningkatan rasa percaya
diri, untuk bekerja dan berkomunikasi di depan orang lain.
Refleksi
Kendala yang dihadapi guru pada siklus I dapat teratasi dengan perbaikan pada LKS,
sehingga kegiatan praktik lebih terarah dan sesuai prosedur. Selain itu cara berpikir siswa
yang lebih kritis dan ilmiah dapat terlatih dengan peran siswa pada kegiatan presentasi
kelompok.
656
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model
Inquiry dengan metode Inquiry terbimbing pada mata pelajaran Menjalankan Agribisnis
Tanaman Buah Semusim, di kelas XI ATPH SMK Negeri 2 Batu, pada siklus I proses
pembelajaran dapat berjalan sesuai perencanaan, namun mengalami kendala terkait
ketersediaan LKS, dan hasil pembelajaran dengan ketercapaian 78% ketuntasan klasikal,
dengan sebanyak 18 siswa yang mencapai KKM 75. Hal ini disempurnakan dengan
pelaksanaan pada siklus II dengan ketersediaan LKS sehingga dapat meningkatkan aktivitas
siswa dalam berpikir kritis dan ilmiah. Hasil pembelajaran pada siklus II dapat mencapai
sebanyak 21 siswa (91%) yang mencapai KKM 75, dengan keaktifan siswa dalam
menjalankan kegiatan praktik yang terarah sesuai prosedur.
DAFTAR RUJUKAN
Dimara, Bertha, 2015. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Training Model Pada Topik
Sifat-Sifat Cahaya Di Kelas V Sd Inpres 66 Taman Ria Manokwari Melalui Lesson
Study. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program)
dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada
31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu. Halaman 575-580.
Febriany AK, Nenny. 2015. Pemanfaatan Media Audio –Visual Pada Materi Alat Pencernaan
Makanan Manusia Untuk Meningkatkan Motivasi dan hasil Belajar Pada Pembelajaran
Ipa Siswa Kelas V Sdn 48 Kota Ternate. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers
Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui
Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu. Halaman
567-572.
Fitriati, Ida. 2015. Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Dengan Bantuan Media Untuk
Meningkatkan Keterampilan Ilmiah, Sikap Ilmiah , Motivasi Belajar Dan Hasil Belajar
Siswa Pada Pembelajaran IPA Kelas VIII B SMP Negeri 3 Sanggau. Prosiding Seminar
Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun
Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel
Purnama, Batu. Halaman 504-510.
Prasojo, 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Ipa Berbasis Inkuiri Terbimbing
Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains. Prosiding Seminar Nasional TEQIP
(Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif
melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu.
Halaman 511-512.
Stiyawan, Agung. 2015. Penerapan Model Inquiry dengan Metode Demonstrasi Materi
Dinamika Planet Bumi sebagai Ruang Kehidupan untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Geografi Kelas X IIS 5 Semester 1 di SMA Negeri 8 Batam. Prosiding Seminar
Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun
Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel
Purnama, Batu. Halaman 1044-1053.
657
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Sri Subekti
SMK Negeri 2 Batu
tatiksrisubekti@gmail.com
658
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
659
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dibuktikan dengan mereka mengubah permainan lurah – lurahan yang biasa mereka mainkan
1 warna menjadi dua warna sesuai yang di kerjakan pada waktu pelajaran matematika.
Berangkat dari permasalahan yang selalu dihadapi guru pada saat proses pembelajaran
maka penelitian ini menggunakan model problem based learning, yang mana dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah ini diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa, yang ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar konsep fermentasi pada
siswa kelas XI (A) APHPP SMK Negeri 2 Batu.
METODE
Penelitian ini mengkaji penerapan problem based Learning yang dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus dilakukan dengan tahapan: perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi, Prosedur pelaksanaan penelitian sebagimana
diuraikan pada Gambar 1.
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Batu, yang beralamatkan di jalan Raya
Pandanrejo Nomor 39 A Desa Pandanrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Wisata Batu – Provinsi
Jawa Timur. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI (A) APHPP sebanyak 28 siswa, dengan
sebaran siswa laki-laki sebanyak 16 siswa dan siswa perempuan sebanyak 12 siswa.
Pengambilan data baik siklus I maupun siklus II, dilakukan pada Bulan Oktober-Nopember
2016.
Pada setiap siklus terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu : perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi tindakan dan refleksi. Masing-masing tahapan langkah setiap siklus
sebagaimana diuraikan berikut :
Siklus I
a) Perencanaan. Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran sebagai berikut : (1) guru
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk Kompetensi Dasar (KD)
mengidentifikasi mikroorganisme yang aktif dalam proses pengolahan (fermentasi)
660
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siklus II
a) Perencanaan. Pada tahap perencanaan siklus II, kegiatan yang dilakukan adalah : (1)
guru dan observer mempelajari hasil refleksi dari tindakan siklus I, yang menjadi
masukan dalam melakukan tindakan yang lebih efektif pada siklus II, (2) pada prinsipnya
persiapan pada siklus II sama dengan siklus I, perbedaannya hanya pada indikator
pembelajaran yaitu mengondisikan bahan sebagai media dalam proses fermentasi, (3)
menyiapkan media pembelajaran sesuai dengan indikator pembelajaran mengondisikan
bahan sebagai media dalam proses fermentasi, (4) menyiapkan instrumen evaluasi sesuai
dengan indikator mengondisikan bahan sebagai media dalam proses fermentasi.
b) Pelaksanaan tindakan. Pada siklus II tindakan yang dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang telah dilakukan pada siklus I setelah melalui refleksi.
c) Observasi. Tahapan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, hal-hal
yang diamati sesuai dengan siklus I, disesuaikan dengan kondisi lapangan dan hasil
refleksi pada siklus I.
661
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
d) Refleksi. Hasil pengamatan dibahas bersama oleh guru dengan kolabolator, untuk
memperoleh gambaran dampak penerapan model problem based learning.
Siklus I
Pembelajaran siklus I terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu : perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi tindakan dan refleksi. Uraian secara detail setiap tahapan adalah sebagai
berikut :
Perencanaan (Planning)
Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) guru
menyusun RPP untuk KD mengidentifikasi mikroorganisme yang aktif dalam proses
662
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
G: Masih ingat, fermentasi merupakan pengolahan dengan mikroorganisme jenis apa saja?
S: Bakteri, kapang, dan khamir.
G: Apa perbedaan dari tiga jenis mikroorganisme tersebut?
S: Produk yang dihasilkan
G: Apalagi?
S: Suhu yang digunakan, bahan untuk membuat produk
Dari dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah memahami 3 (tiga) jenis
mikroorganisme yang digunakan dalam proses pengolahan (fermentasi). Pada kegiatan inti,
pembelajaran problem based learning dilakukan melalui 5 (lima) langkah utama, yakni : (1)
guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai dan menyebutkan sarana atau alat
pendukung yang dibutuhkan serta memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih, (2) guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.),
(3) guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan, pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah. (4) guru
membantu siswa dalam merencanakan/menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan
membantu mereka berbagi tugas dengan temannya, dan (5) guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan.
663
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Guru melanjutkan pada kegiatan inti dengan membagi siswa menjadi 6 kelompok,
masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang. Masing-masing kelompok melakukan
penyelesaian permasalahan yang diberikan berkaitan dengan mikroorganisme untuk proses
fermentasi. Kegiatan inti dilakukan dengan tahapan (1) identifikasi masalah, (2)
penyelesaian masalah, (3) analisis hasil secara kelompok, dan (4) sharing dengan
mengomunikasikan hasil diskusi.
Kegiatan identifikasi masalah dilakukan dengan menginstruksi kepada siswa untuk
membentuk menjadi 6 kelompok, terdiri dari 4-5 orang. Selanjutnya, menginstruksikan siswa
menempati tempat duduk sesuai dengan kelompok yang sudah dibentuk. Permasalahan
diberikan dalam bentuk lembar kerja yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok
senagaimana terlihat pada Gambar 3.
Dari tabel terlihat bahwa mikroorganisme yang aktif dalam proses fermentasi meliputi 3
jenis, yaitu : bakteri, kapang dan khamir, dengan masing-masnig memiliki contoh spesies dan
produk yang berbeda.
664
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Dari gambar terlihat bahwa masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi anggota
kelompoknya dengan menunjuk satu orang siswa sebagai perwakilan. Penyampaian hasil
diskusi dilakukan dengan cara salah satu siswa berdiri membacakan hasil diskusi
kelompoknya, kelompok lain memperhatikan dan menanggapi.
Presentasi dilakukan dengan menyampaikan kesimpulan. Dalam hal ini ada 3
kesimpulan yang dapat disampaikan, yaitu : (1) mikroorganisme jenis bakteri, contoh
spesiesnya : Lactobacillus bulgaricus, Acetobacter xylinum, dll, contoh produknya : yoghurt,
nata de coco, dll; (2) mikroorganisme jenis kapang, contoh spesiesnya : Rhyzopus
oligosporus, Aspergillus oryzae, dll, contoh produknya : tempe, kecap, dll; (3)
mikroorganisme jenis khamir, contoh spesiesnya : Saccharomyces cerevisiae, Hansenula, dll,
contoh produknya : roti, tape, dll.
Ketika kelompok 1 maju, ada tambahan pendapat dari kelompok 2, hal ini terjadi
ketika guru memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menambah.
G: Anak-anak mungkin ada tambahan dari kelompok lain?
S: (kelompok2): contoh baketri lain adalah Lactobacillus casei untuk membuat yakult.
G: Bagus…
Ketika guru memberi kesempatan lagi, tidak ada siswa yang bertanya atau menambah
kesimpulan. Hal ini terjadi karena hasil kerja siswa sudah sama.
Selanjutnya, guru melanjutkan pada kegiatan penutup dengan mengajak siswa untuk
menyimpulkan kegiatan pembelajaran model problem based learning yang sudah dilakukan.
G: Anak-anak kegiatan kita sudah selesai, sekarang bu guru ingin bertanya, apa perbedaan
dari tiga jenis mikroorganisme yang digunakan dalam proses fermentasi?
S: Spesiesnya baketri : Lactobacillus bulgaricus, kapang : Rhyzopus oligosporus, dan
khamir: Saccharomyces cerevisiae
G: Produk apa yang dihasilkan dari proses fermentasi?
S: Produknya baketri : yoghurt, kapang : tempe, dan khamir: roti
Dari dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah menguasai materi yang disampaikan.
Pada kegiatan penutup guru juga memberikan tugas kepada siswa terkait dengan materi yang
665
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
harus disiapkan pada pertemuan berikutnya, yakni terkait dengan materi mengondisikan
bahan sebagai media dalam fermentasi.
Pengamatan (Observation)
Hasil pengamatan yang didapatkan oleh peneliti pada siklus I meliputi hasil
pengamatan siswa dan aktifitas guru dalam pembelajaran. Hasil pengamatan siswa dalam
pembelajaran diantaranya : (1) siswa belum terbiasa belajar secara berkelompok, sehingga
diskusi dalam kelompok belum terlihat dapat berjalan secara maksimal, (2) siswa masih takut
untuk bertanya maupun mengungkapkan pendapat, hanya beberapa siswa saja yang sudah
aktif jika diberi umpan oleh guru, dan (3) siswa belum bisa memaksimalkan waktu yang
diberikan untuk menyelesaikan tugas. Adapun hasil pengamatan aktivitas guru diantaranya
adalah : (1) guru aktif memantau kegiatan siswa di dalam kelas, dengan berkeliling saat siswa
mengerjakan tugas, (2) guru memberikan umpan kepada siswa agar siswa aktif, (3) guru
selalu memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, berpendapat, maupun komentar,
(3) guru kurang memotivasi siswa untuk belajar.
Refleksi (Reflection)
Pada akhir siklus I dilakukan refleksi dan penilaian hasil belajar. Hasil refleksi
digunakan untuk memperbaiki pembelajaran siklus II. Hasil refleksi sebagaimana disajikan
pada Tabel 2. Adapun hasil penilaian hasil belajar siswa menunjukkan bahwa dari 28 siswa
yang sudah tuntas ada sebanyak 19 siswa (67.86 %) dengan rata-rata sebesar 74.40.
Berdasarkan hasil refleksi seperti terlihat pada tabel, dapat disimpulkan bahwa selama
pelaksanaan siklus I terdapat beberapa kekurangan, diantaranya : (1) pada saat mengerjakan
LKS, belum semua siswa mau berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, penyebabnya adalah
tidak semua siswa memiliki LKS sendiri (LKS hanya diberikan pada masing-masing
kelompok yang terdiri dari 4-5 orang), dengan alternatif perbaikannya adalah setiap 2 siswa
diberi 1 LKS, harapannya siswa tetap dapat melakukan diskusi, (2) pada saat mengerjakan
LKS siswa terlihat kebingungan karena kurangnya informasi, penyebabnya adalah tidak
semua siswa memiliki uraian materi (hand out), dengan alternatif perbaikannya adalah
666
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
memberikan uraian materi (hand out) kepada masing-masing siswa, dan (3) pada saat diskusi,
belum semua siswa mau berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, penyebabnya adalah
pembagian kelompok masih homogen secara kemampuan siswa (analisis guru), dengan
alternatif perbaikannya adalah pembagian kelompok diarahkan lebih heterogen secara
kemampuan siswa. Hasil refleksi pada siklus I ini digunakan sebagai dasar perbaikan
tindakan kegiatan pembelajaran pada siklus II.
Siklus II
Pembelajaran siklus II terdiri dari 4 tahapan, yaitu : perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi tindakan dan refleksi. Uraian secara detail setiap tahapan adalah sebagai berikut :
Perencanaan (Planning)
Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran berikut (1) guru menyusun RPP untuk
KD mengondisikan bahan sebagai media dalam proses pengolahan (fermentasi) dengan
indikator menjelaskan macam-macam bahan sebagai media dalam proses fermentasi, RPP
yang disusun mengacu pada sintak problem based learning : observasi, merumuskan
masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat
kesimpulan, (2) menyiapkan lembar kerja siswa tentang mengondisikan bahan sebagai media
dalam proses fermentasi (3) menyiapkan perangkat penilaian hasil belajar tentang fermentasi,
(4) mempersiapkan media berupa tabel jenis-jenis bahan sebagai media dan gambar produk
yang dihasilkan dari proses fermentasi (5) mempersiapkan lembar observasi siswa tentang
pelaksanaan diskusi pembelajaran proses fermentasi pada KD mengondisikan bahan sebagai
media dalam proses fermentasi.
667
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
membantu siswa dalam merencanakan/menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan
membantu mereka berbagi tugas dengan temannya, (5) guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
Guru melanjutkan pada kegiatan inti dengan membagi siswa menjadi 6 kelompok,
masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang. Masing-masing kelompok melakukan
penyelesaian permasalahan yang diberikan berkaitan dengan bahan sebagai media dalam
proses fermentasi. Kegiatan inti dilakukan dengan tahapan (1) identifikasi masalah, (2)
penyelesaian masalah, (3) analisis hasil secara kelompok, dan (4) sharing dengan
mengomunikasikan hasil diskusi.
Kegiatan identifikasi masalah dilakukan dengan menginstruksi kepada siswa untuk
membentuk menjadi 6 kelompok, dengan masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang.
Selanjutnya, menginstruksikan siswa menenpati duduk berkumpul sesuai dengan kelompok
yang sudah dibentuk. Permasalahan diberikan dalam bentuk lembar kerja siswa yang harus
dikerjakan oleh masing-masing kelompok sebagaimana terlihat pada Gambar 5.
Dari gambar terlihat siswa duduk melingkar dalam satu kelompok dan mediskusikan
permasalahan yang mereka hadapi sebagaimana tertuang dalam lembar kerja. Hasil diskusi
dituliskan pada lembar yang sudah disediakan.
Kegiatan penyelesaian masalah diawali dengan masing-masing kelompok
mendiskusikan penyelesaian masalah sesuai lembar kerja yang sudah diberikan. Hasil diskusi
dari masing-masing kelompok, selanjutnya dianalisis dan dituliskan sebagai suatu
rangkuman. Rangkuman hasil analisis siswa disajikan pada Tabel 1.
668
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Dari tabel terlihat bahwa bahan sebagai media dalam proses fermentasi dapat dikelompokkan
menjadi 2 macam, yaitu bentuk padat dan bentuk cair, yang masing-masing ada contoh bahan
dan produk yang dihasilkan.
Kegiatan berikutnya adalah sharing hasil diskusi/analisis, dilakukan dengan
presentasi masing-masing kelompok sebagaimana pada Gambar 6. Presentasi dilakukan
dengan menyampaikan kesimpulan. Dalam hal ini ada tiga kesimpulan: (1) mikroorganisme
jenis bakteri menggunakan bahan sebagai media dalam bentuk cair, contohnya : susu segar,
air kelapa, dll, dengan contoh produk : yoghurt, nata de coco, dll; (2) mikroorganisme jenis
kapang menggunakan bahan sebagai media dalam bentuk padat, contohnya : kacang koro,
kedelai, dll, dengan contoh produk : tempe, kecap, dll; (3) mikroorganisme jenis khamir
menggunakan bahan sebagai media dalam bentuk padat, contohnya : tepung terigu, singkong,
dll, dengan contoh produk : roti, tape, dll.
Dari gambar terlihat bahwa masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi anggota
kelompoknya dengan menunjuk satu orang siswa sebagai perwakilan. Penyampaian hasil
diskusi dilakukan dengan cara salah satu siswa berdiri membacakan hasil diskusi
kelompoknya, kelompok lain memperhatikan dan menanggapi.
Ketika salah satu kelompok maju, ada tambahan pendapat dari kelompok lain, hal ini
terjadi ketika guru memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menambah,
sebagaimana dialog berikut ini :
G: Anak-anak apakah ada tambahan dari kelompok lain?
S: (kelompok 3), Contoh bahan lain sebagai media adalah ekstrak buah apel untuk
membuat cuka apel.
G: Bagus… yang lain?
S: (kelompok 5), Contoh bahan lain sebagai media adalah ekstrak buah nanas untuk
membuat nata de pina.
G: Bagus sekali…pintar…
Ketika guru memberi kesempatan lagi, tidak ada siswa yang bertanya atau menambah
kesimpulan. Hal ini terjadi karena hasil kerja siswa sudah sama.
Selanjutnya, guru melanjutkan pada kegiatan penutup dengan mengajak siswa untuk
menyimpulkan kegiatan pembelajaran problem based learning yang sudah dilakukan,
sebagaimana dialog berikut :
669
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
G: Anak-anak kegiatan pembelajaran kali ini sudah selesai, sekarang bu guru ingin
bertanya, apa perbedaan dari bahan sebagai media yang digunakan dalam proses
fermentasi?
S: Media padat : bentuknya padat, contohnya : kedelai dalam pembuatan tempe
(melibatkan kapang), ketan dalam pembuatan tape (melibatkan khamir), dan media cair
: bentuknya cair, contohnya : ekstrak buah tomat dalam pembuatan nata de tomato
G: Bagus…pintar sekali…
Dari dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah menguasai materi yang disampaikan
pada hari ini. Pada kegiatan penutup guru juga memberikan tugas kepada siswa terkait
dengan materi yang harus disiapkan pada pertemuan berikutnya, yakni terkait dengan
lingkungan yang harus dikonsidikan dalam proses fermentasi.
Pengamatan (Observation)
Hasil pengamatan yang didapatkan oleh peneliti pada siklus II meliputi hasil
pengamatan siswa dan aktifitas guru dalam pembelajaran. Hasil pengamatan siswa dalam
pembelajaran diantaranya : (1) siswa sudah pernah belajar secara berkelompok sebelumnya,
sehingga diskusi dalam kelompok terlihat sudah dapat berjalan secara maksimal, (2) siswa
sudah berani untuk bertanya maupun mengungkapkan pendapat. Hanya beberapa siswa saja
yang terlihat masih kurang aktif, (3) siswa sudah dapat memaksimalkan waktu yang
diberikan untuk menyelesaikan tugas. Adapun hasil pengamatan aktivitas guru diantaranya
adalah : (1) guru aktif memantau kegiatan siswa di dalam kelas, dengan berkeliling saat siswa
mengerjakan tugas, (2) guru memberikan umpan kepada siswa agar siswa aktif, (3) guru
selalu memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, berpendapat, maupun komentar.
Refleksi (Reflection)
Di akhir siklus II dilakukan refleksi dan penilaian hasil belajar. Hasil refleksi
digunakan untuk memperbaiki penelitian selanjutnya. Adapun hasil refleksi dari siklus II
disajikan pada Tabel 4. Sementara itu, hasil penilaian konsep fermentasi menunjukkan bahwa
dari 28 siswa yang sudah tuntas sebanyak 25 siswa (89.29 %) dengan rata-rata sebesar 87.14
Tabel 4. Hasil Refleksi Pembelajaran Proses Fermentasi Siklus II
Kekurangan Alternatif perbaikan
adanya kelompok yang lebih dominan hendaknya setiap kelompok diberi durasi
dalam diskusi, biasanya siswanya itu-itu yang sama dilakukan secara bergilir setiap
saja kelompok yang mau mengemukan
pendapat
suasana terasa ramai karena dalam pada saat ada siswa yang sedang berbicara
proses diskusi siswa tidak sabar dalam lebih dahulu siswa yang lain difokuskan
menyampaikan pengalaman pendapat dulu untuk memusatkan perhatian kepada
mereka teman yang sedang berbicara
masih ditemui siswa yang lebih banyak siswa yang kurang berpartisipasi digilir
diam kurang berpartisipasi ketika untuk juga mengeluarkan pendapatnya
diskusi berlangsung
670
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Dari tabel dapat disimpulkan bahwa hasil pengamatan pada silkus II adalah sebagai
berikut : (1) adanya kelompok yang lebih dominan dalam diskusi, biasanya siswanya itu-itu
saja, (2) suasana terasa ramai karena dalam proses diskusi siswa tidak sabar dalam
menyampaikan pengalaman pendapat mereka, (3 ) masih ditemui siswa yang lebih banyak
diam kurang berpartisipasi ketika diskusi berlangsung
Saran untuk alternative pada siklus II yaitu: (1) hendaknya setiap kelompok diberi
durasi yang sama dilakukan secara bergilir setiap kelompok yang mau mengemukan
pendapat, (2) pada saat ada siswa yang sedang berbicara lebih dahulu, siswa yang lain
difokuskan dulu untuk memusatkan perhatian kepada teman yang sedang berbicara, (3)
siswa yang kurang berpartisipasi digilir untuk juga mengeluarkan pendapatnya.
Hasil penelitian penerapan model problem based learning secara keseluruhan
sebagaimana ditampilkan pada Tabel 5.
Dari tabel terlihat : (1) hasil belajar pada siklus I diperoleh sebanyak 19 (67.86 %) siswa
sudah tuntas dan 9 (32.18 %) siswa tidak tuntas dari jumlah total sebanyak 28 siswa, dengan
rata-rata 74.40, (2) hasil belajar pada siklus II diperoleh sebanyak 25 (89.29 %) siswa sudah
tuntas dan 3 (10.71 %) siswa tidak tuntas dengan rata-rata 87.14
Proses pembelajaran sudah menetapkan nilai 75 untuk ketuntasan belajar. Dengan
melihat hasil belajar siswa, dapat dilaporkan bahwa terjadi peningkatan ketuntasan hasil
belajar siswa (jumlah maupun prosentase) sebagaimana disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Ketuntasan Belajar Siswa (kiri) secara Jumlah (kanan) secara Prosentase
671
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 6 memperlihatkan grafik jumlah siswa yang tuntas mengalami peningkatan baik
secara jumlah maupun secara prosentase. Jumlah siswa yang tuntas mengalami peningkatan
dari 19 (67.86 %) menjadi 25 (89.29 %).
Secara keseluruhan, penerapan model problem based learning memberikan dampak
terhadap peningkatan hasil belajar siswa, baik rata-rata maupun ketuntasan belajar siswa
(secara jumlah dan prosentase) sebagaimana disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 memperlihatkan grafik peningkatan rata-rata nilai hasil belajar konsep fermentasi,
ketuntasan belajar siswa (secara jumlah) dan ketuntasan belajar siswa (secara prosentase )
dari siklus I ke siklus II. Dengan demikian didapatkan hasil : (1) peningkatan rata-rata dari
74.40 menjadi 87.14 atau meningkat sebesar 12.74, (2) peningkatan jumlah siswa yang tuntas
dari 19 menjadi 25 atau meningkat sebesar 9 siswa. (3) peningkatan prosentase siswa yang
tuntas dari 67.86 % menjadi 89.29 % atau meningkat sebesar 21.43%.
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa penerapan model problem based learning
dapat meningkatan hasil belajar konsep fermentasi pada siswa. Hal itu diduga dapat terjadi
karena beberapa faktor, diantaranya yaitu : (1) sintak problem based learnig yang merupakan
pedoman penerapan metode mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa, (2) model
problem based learning meningkatkan aktifitas dan mandiri siswa, (3) pada saat
pembelajaran membawa siswa dalam pengalaman langsung dalam pemecahan masalah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori belajar menurut Bruner dalam Meildawati,
yaitu terdapat dua ciri konsep belajar, pertama tentang discovery yaitu mengarahkan agar
siswa mandiri dalam menemukan, mengolah, memiliah dan mengembangkan, kedua teori
scodiery bahwa adanya pengulangan-pengulangan terhadap pengetahuan yang sama namun
diulang dengan pembahasan yang lebih luas dan mendalam. Teori Bruner juga menyatakan
bahwa proses pembelajaran itu mampu membantu cara belajar siswa yang baik, sehingga
peserta memiliki motivasi yang kuat untuk tetap semangat dalam belajar, memberikan
kepercayaan tersendiri bagi siswa karena mampu menemukan, mengolah, memilah dan
mengembangkan pengetahuan sendiri. Konsep ini berpusat pada siswa, dan guru hanya
membantu saja.
Menurut Stepien dkk dalam Meldawati (2015) yang dikutip I Wayan bahwa problem
based learning suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk
memcahkan masalah. Penerapan model problem based learning dapat memberikan respon
positif bagi siswa, karena siswa dapat saling membantu dan mengajarkan dalam memahami
672
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
materi yang diajarkan sehingga memudahkan siswa dalam menyerap materi yang diajarkan,
selain itu, respon positif dari model pembelajaran ini dapat menumbuhkan solidaritas dan
tanggungjawab siswa dalam menyelesaikan soal serta memecahkan masalah (Rabiatul dalam
Meldawati, 2015)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1) Penerapan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar
konsep fermentasi siswa, dimana rata-rata nilai hasil belajar meningkat sebesar 12.74
(siklus I : 74.4 dan siklus II : 87.14) dan terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar
sebesar 21.43 % (siklus I : 67,86 % dan siklus II : 89,29 %,)
2) Penerapan model pembelajaran problem based learning meningkatkan aktifitas dan
kemandirian siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Jauhari, M. 2015. Menemukan Pecahan Senilai dengan Pendekatan Saintifik melalui Metode
Problem Based Learning. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal . 327-334
Karokaro, D. 2015. Penerapan Problem Based Learning pada Materi Dinamika dan Masalah
Kependudukan untuk Meningkatkan Keterampilan Geografi Kelas XI IIS SMAN 6
Batam. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal . 1054-1060.
Kurikulum 2013, Panduan Teknis Pembelajaran Tematik Dengan Pendekatan Saintifik Di
Sekolah Dasar
Meldawati . 2015. Penerapan Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan
Analisis pada Materi Interaksi Spasial Antara Main Land dan Hinterland Kelas XII
IPS 3 SMAN 5 Batam. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal . 1060-1066.
Mulyani, F. 2015. Best Practice Problem Based Learning Belajar Aktif, Kreatif,
Menyenangkan dengan Permainan Lurah – Lurahan pada Materi Operasi
Penjumlahan Bilangan Bulat Kelas VII.1 SMP N 1 Bunguran Tengah Kabupaten
Natuna Tahun Pelajaran 2014/2015. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal
.56-60.
673
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Edy Mintarjo
SMK Maarif Batu
mintarjomaarifbatu@gmail.com
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMK Maarif
Batu dengan metode demonstrasi menggunakan media simulasi. Jenis penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus dan masing masing siklus terdiri
dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Tempat penelitian di SMK
Maarif Batu. Subyek penelitian adalah siswa kelas X TSM 2. Siklus 1 di laksanakan pada
tanggal 10 s/d 22 oktober dan Siklus 2 di laksanakan pada tanggal 24 s/d 5 november 2016.
Hasil penelitian ini adalah: (1) pembelajaran produktif, merangkai unit komponen motor
starter dan lampu kepala menggunakan simulasi mampu meningkatkan hasil belajar siswa
(16 %) yaitu pada siklus I dengan nilai rata-rata 69,25 mengalami peningkatan pada siklus
II dengan nilai rata-rata 85; (2). dengan menggunakan alat simulasi dapat meningkatkan
keaktifan, motivasi dan semangat siswa dalam belajar merangkai komponen-komponen
sepeda motor.
674
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Mata Pelajaran Produktif di sekolah kejuruan merupakan mata pelajaran harus benar-
benar dikuasai oleh siswa, karena materi ini merupakan materi pilihan sesuai dengan minat
dan bakat siswa. Selama ini proses pembelajaran dilakukan dengan cara ceramah (guru
menjelaskan proses kerja system starter) lalu memberi contoh soal yang berkaitan dengan
Motor starter, selanjutnya memberi latihan dan tes akibatnya siswa menjadi malas belajar,
tidak kreatif sehingga prestasinya rendah.Hal semacam di atas tidak sesuai dengan tuntutan
kurikulum, harapan orang tua, dan harapan sekolah,selaku penyelenggara pendidikan. Maka
perlu adanya upaya perbaikan system pembelajaran yang bisa membuat siswa semakin
semangat belajar dan tidak jenuh dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, maka perlu keaktifan siswa dan kreatifitas
siswa sehingga siswa menjadi senang belajar dan merasa tudak jenuh dalam mengikuti proses
belajar mengajar. Dengan metode demonstrasi menggunakan media simulasi diharapkan hasil
belajar siswa SMK Maarif Batu pada materi pelajaran system starter sepeda motor dapat
meningkat serta semangat belajarnya semakin meningkat pula. Hasil belajar siswa sangat
dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang dilakukan oleh guru. Strategi dan
perencanaan yang dimaksud adalah bagaimana guru memikirkan strategi dalam upaya
mencapai hasil belajar yang sesuai dengan program yang direncanakan. Untuk itu, guru perlu
membuat model pembelajaran yang dapat menjadikan suasana belajar siswa yang
menyenangkan dan lebih efektif. Harapannya adalah siswa aktif dalam kegiatan belajar dan
tujuan pembelajaran tercapai berupa hasil belajar siswa lebih meningkat.
Salah satu media yang dapat digunakan dalam peningkatan hasil belajar siswa
adalah media simulasi, dengan menggunakan media simulasi tersebut siswa dapat dengan
mudah mendemonstrasikan prinsip kerja motor starter dan siswa bisa semakin aktif.
Berdasarkan Silvester Danny Rumangkang (357-365) bahwa dengan penerapan metode
demonstrasi dapat Meningkatkan Minat Belajar Mata Pelajaran Matematika pada Siswa
Kelas VI SD Katolik Santu Agustinus Lirung. Berdasarkan hasil penelitian Johana Fuakubun
S.Pd. (449-455) bahwa Penerapan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Kooperatif
Berbantuan Media Tata Surya dengan Ketrampilan Proses mampu Memahamkan Siswa pada
Materi Revolusi Bulan. Demikian juga berdasarkan hasil penelitian Agung Stiyawan (1044-
1053) bahwa Penerapan Model Inquiry dengan Metode Demonstrasi Materi Dinamika Planet
Bumi sebagai Ruang Kehidupan mampu Meningkatkan Hasil Belajar Geografi Kelas X IIS 5
Semester 1 di SMA Negeri 8 Batam.
METODE
Penelitian ini mengkaji penerapan pembelajaran Demonstrasi dengan Simulasi yang
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan kelas
yang di lakukan dalam dua siklus, Masing masing siklus di lakukan dengan
tahapan,Perencanaan,Pelaksanaan,Observasi dan Revleksi.
Pada tahap Perencanaan Peneliti mekembangkan : RPP, Media ,LKS, Instrumen
penilaian. Pelaksanaan tindakan di lakukan sesuai dengan langkah langkah demonstrasi dan
di observasi oleh teman sejawat.kegiatan refleksi di lakukan dengan mengevaluasi
pelaksanaan pembelajaran berkaitan dengan kendalakendala dalampembelajaran.hasil refleksi
di gunakan untuk perbaikan pembelajaran.
675
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Penelitian ini di lakukan di SMK Maarif Batu dengan subyek penelitian kelas Xtsm2
dengan sebaran 14 laki laki dan 1 Perempuan.
Siklus 1 di laksanakan pada tanggal 10 s/d 22 oktober dengan materi merangkai Unit System
Motor Starter.
Siklus 2 di laksanakan pada tanggal 24 s/d 5 november Setiap akhir siklus dilakukan refleksi,
untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaiki untuk siklus berikutnya.
Alur penelitian tindakan kelas yang digunakan disajikan pada diagram alur di bawah seperti
pada Gambar: 1
Observasi awal
Ber-
hasil
?
siklus perencanaan
SIKLUS I
Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini Terdapat lima kegiatan yaitu : (1) menyusun rencana
perbaikan pembelajaran(RPP) (2) menyiapkan media pembelajaran (3) mengembagkan
lembar kerja siswa (LKS)/ Job Sheet (4) mengembangkan pedoman observasi
dan(5)mengembangkan alat evaluasi.Dalam menyusun RPP peneliti mengembangkan
kompetensi dasar “ Merakit Komponen- Komponen Sistem Kelistrikan“ yang terdiri dari dua
indicator,,yakni (a) Informasi yang benar diakses dari spesifikasi pabrik dan dipahami. (b)
Komponen system starter dirakit dengan benar.Selanjutnya peneliti mengembangkan Tujuan
pembelajaran Akademis Yang terdiri dari (1) Siswa dapat menjelaskan prosedur perakitan
komponen system starter. (2) Siswa dapat malakukan pemeriksaan sisstem starter sesuai
prosedur dan mengacu pada K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan Tujuan Karakter
bangsa Yang terdiri dari: (1) Siswa menjadi pribadi yang mandiri. (2) Siswa menjadi pribadi
yang kreatif. (3) Siswa menjadi pribadi yang disiplin. (4) Siswa menjadi pribadi yang
676
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut maka di gunakan metode
demonstrasi menggunakan media simulasi .
Media pembelajaran yang di pilih adalah panel simulasi sistim starter sepeda Honda
Versa Tahun 2014. Karena jenis media simulasi system starter ini lebih banyak di gunakan
pada unit–unit kendaraan type yang lain, Sehingga jika siswa menjumpai unit system starter
yang sebenarya siswa sudah tidak asing lagi.Untuk mempermudah dalam menjelaskan proses
pelaksanaan merakit komponen system starter.maka guru mengembang model lembar kerja.
Pada Lembar kerja Siswa/Job Shett yang digunakan dalam penelitian terdapat tiga materi
pokok yaitu:(a) Prinsip kerja sistem starter (b)Menguji relay starter (c)Merakit Komponen
sistem starter. Sehingga dengan memahami tiga materi pokok tersebut siswa dapat
memahami : (a) nama komponen komponen system starter. (b) Fungsi masing masing
komponen system starter (c) memahami prinsip kerja relay starter (d) dapat merakit
komponen – komponen system starter hingga bisa berfungsi seperti yang seharusnya.
Disamping LKS/Job Sheet untuk mempermudah siswa dalam pemahaman system
Starter juga di gunakan sebagai Pengembangan pedoman observasi yang harus di isi oleh
masing masing kelompok siswa. Didalam Job Sheet tersebut siswa mengisi nama nama
komponen system stater, proses kerja system starter.Untuk mengetahui tingkat pemahaman
siswa dalam proses belajar mengajar maka di kembangkan alat evaluasi penelitian. Alat
evaluasi penelitian yang di kembangkan terdiri dari tiga format penilaian yaitu: (a)
Pengetahuan (kognitif), siswa diberi beberapa soal yang berkaitan dengan merangkai system
starter. Dengan Rubrik pensekoran tertera di dalam RPP (b) Sikap(afektif) merupakan
penilaian sikap dari masing masing siswa aspek aspek yang di nilai di antaranya :
Kehadiran,Partisi pasi dalam kelas,kedisiplinan, dan penyelesaian tugas.(c) Unjuk kerja
(psikomotorik) merupakan penilaian proses kegiatan siswa dalam melaksanakan praktik,
diantaranya : Persiapan kerja,sistematika dan cara kerja,sikap kerja, hasil kerja, dan waktu
pelaksanaan.
Pelaksanaan Tindakan
Pada siklus I Pembelajaran dilakukan dalam waktu 3 x 40 menit. Pada kegiatan
terdiri dari tiga tahapan yaitu : Pendahuluan, kegiatan inti dan penurtup. Dalam kegiatan
pendahuluan guru mengawali dengan mengucap salam dan memimpin doa, selanjutnya guru
mengingatkan tentang materi sebelumnya dan menanyakan kepada siswa tentang fungsi
motor starter . Seperti terlihat pada gambar 2. Yang mana mereka setiap hari melihat dan
bahkan menggunakanya. Berikut ini proses Tanya jawab yang di lakukan antara guru dan
siswa.
G: “Apa fungsi motor starter”
S1: “untuk menghidupkan mesin Pak...”
S2: “untuk memutar roda gigi agar mesin bias hidup”
S3: “agar kita tidak repot pak…”
G: “kalian hebat, jawaban kalian benar semua”
677
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 2. Guru mengingatkan materi sebelumnya dan menanyakan fungsi motor starter.
Pada kegiatan inti guru mulai menyampaikan Tujuan pembelajaran hari ini ,Yaitu
merangkai komponen komponen motor starter. Untuk Memotivasi siswa, guru
mendemonstrasikan cara kerja relay starter, karena relay starter merupakan salah satu
komponen yang sangat penting didalam sistim starter seperti pada gambar 3, dan untuk
memotivasi siswa guru juga menjelaskan bahwa relay starter dapat di gunakan sebagai kunci
rahasia (anti maling). Dengan di jelaskan bahwa relay starter bisa di gunakan sebagai kunci
rahasia maka terjadi beberapa dialog
G: “Bahwa relay starter dapat di gunakan sebagai kunci rahasia ( anti Maling)”
S: “Gimana caranya Pak...”
G: “arus penggerak relay dihubungkan ke : 1. Lampu netral maka pada saat di masukkan gigi
satu sepeda motor tersebut akan mati. 2 lampu rem maka pada saat pedal rem di injak/ handel
rem di tarik maka sepeda motor akan mati dan masih banyak lagi cara cara yang lain. “
Guru membagi beberapa kelompok masing masing kelompok terdiri dari tiga orang. Guru
membagikan Job Shet satu kelompok satu Job Sheet.Guru memerintahkan untuk membaca
Job Sheet yang sudah di terima.
Guru menjelaskan cara kerja motor starter mulai dari batray sampai terakhir adalah motor
starter.Seperti pada gambar 4.
678
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar 4. Guru menjelaskan cara kerja motor starter mulai dari batray sampai terakhir
Guru juga langsung mendemonstarsikan cara merangkai komponen motor starter sampai
motor starter berputar (berfungsi). Seperti Gambar 5
Gambar 5. Guru mendemonstarsikan cara merangkai komponen motor starter sampai motor starter
berputar (berfungsi).
Setelah siswa mengetahui cara merangkai motor starter maka satu per satu masing
masing kelompok maju untuk merangkai komponen komponen motor starter.
Setelah dua kelompok mendemonstrasikan merangkai komponen motor starter ada salah satu
siswa yang bertanya.
S: “Gimana Pak jika komponen sudah terakit dengan benar tetapi motor starter tidak bisa
berfunfsi ?”
G: “banyak kemungkinan yang menyebabkan motor starter tidak berfungsi:
1. Batray ada arusnya apa enggak.
2. Sikringnya putus apa enggak.
3. Saklar starternya berfungsi apa enggak.
4. Relay starternya berfungsi dengan baik apa enggak.
5. Dan terakhir Motor starternya rusak apa enggak.
Caranya yaitu di cek dengan menggunakan alat ukur AVO Meter.
G: “ apakah kalian sudah mempelajari cara mengoprasikan AVO Meter ?”
S: “ Sudah Pak…”
G: “ Bagus nanti pada materi perbaikan dan perawatan motor starter akan kita lakukan cara
menganalisa kerusakan”
679
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kegiaan di lanjutkan oleh kelompok kelompok yang lain sampai semua kelompok
bisa merangkai komponen komponen motor starter dengan sedikit bantuan guru seperti yang
terlihat pada gambar 6.
Kelompok kelompok yang sudah melakukan praktik langsung mengerjakan tugas yang ada di
job shet. Dan terakhir guru menyimpulkan hasil dari pembelajaran pada saat itu dan seluruh
siswa mendengarkan dengan seksama.
Pengamatan
Dari kegiatan pembelajaran terlihat bahwa pembelajaran belum sesuai dengan
harapan karena masih ada beberapa kelompok yang masih belum tahu fungsi masing masing
komponen, dan setelah direfleksikan ada beberapa langkah pembelajaran yang perlu
diperbaiki, antara lain : Perlu adanya Modul Pembelajaran.perlu bimbingan khusus pada anak
yang kemampuannya di bawah rata-rata, dan bimbingan pada kelompok yang belum aktif
perlu diintensifkan.
Dari hasil pengamatan yang di lakukan oleh observer didapatkan suatu kesimpulan
bahwa dengan menggunakan sistim demonstrasi siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran
dan siswa lebih cepat mengerti akan proses kerja system starter.
Akan tetapi siswa kurang dapat mengerti akan nama nama komponen yang sebagian besar
nama namanya dari bahasa asing.Dan kelemahan siswa kita lebih senang langsung praktik
dari pada belajar dengan cara membaca buku materi.olehkarna itu dengan sistim demonstrasi
ini semangat belajar siswa bias lebih baik dan rasa ingin tahunya semakin besar, di buktikan
dengan beberapa pertanyaan yang di lakukan oleh siswa.
Refleksi
Pada akhir proses belajar mengajar guru menarik kembali Job Sheet yang telah di
kerjakan oleh siswa dan menilainya dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keber-hasilan
siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Data hasil penelitian pada siklus I
disajikan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.
680
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
SIKLUS II
Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan
pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian belum tercapai. Upaya perbaikan
siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, yaitu :
Salah satu siswa maju ke depan kelas untuk mendemonstrasikan merangkai system
starter . Setelah memperhatikan siswa yang melakukan tugas dan guru sekali lagi menanya
kepada yang lainya.
G: “Giman yang lainya apa masih ingat cara merangkai,system starter”
S: “Masih,pak...”
681
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Guru membagi beberapa kelompok masing masing kelompok terdiri dari tiga orang.
Guru membagikan Job Shet satu kelompok satu Job Shet.Guru memerintahkan untuk
membaca Job Shet yang sudah di terima.
Guru menjelaskan cara kerja unit komponen lampu kepala mulai dari batray sampai terakhir
adalah lampu kepala.Seperti pada gambar 7.
Gambar 7. Guru menjelaskan cara kerja komponen lampu kepala mulai dari batray sampai terakhir
Guru juga langsung mendemonstarsikan cara merangkai komponen lampu kepala sampai
lampu kepala menyala (berfungsi). Seperti Gambar 8.
Gambar 8. Guru mendemonstarsikan cara merangkai komponen lampu kepala sampai lampu kepala
menyala (berfungsi).
Setelah siswa mengetahui cara merangkai lampu kepala maka satu per satu masing
masing kelompok maju untuk merangkai komponen komponen lampu kepala.
682
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Setelah tiga kelompok mendemonstrasikan merangkai komponen motor starter ada salah satu
siswa yang bertanya.
S: “kenapa pak dalam merangkai komponen lampu kepala kok tidak menggunakan relay
seperti pada unit motor stsrter ?”
G: “pertanyaan yang bagus ….., berarti kalian sudah memahami fungsi relay.Memang relay
bisa dipasang pada unit lampu kepala dan lampu akan menyala lebih terang karena
mendapatkan arus yang besar dari batray langsung (seperti yang ada pada unit lampu
kepalanya mobil di situ menggunakan relay) karena lampu kepala mobil dayanya besar,
sedangkan daya dari lampu kepala sepeda motor lebih kecil jadi tidak perlu di pasang relay
sudah memadai.
G: “ Gimana Apa ada yang bertanya lagi ?”
G: “ Kalau nggak ada yag bertanya maka pak edy yang akan bertanya ;bagaimana caranya
mengetahui bahwa bola lampu, lampu kepala ini putus apa enggak ?”
S: “ Dengan menggunakan AVO Meter pak?”
G: “ Bagus, berarti kalian sudah memahami fungsi dari komponen dan alat-alat yang di
butuhkan”
Kegiaan di lanjutkan oleh kelompok kelompok yang lain sampai semua kelompok
bisa merangkai komponen komponen lampu kepala dengan sedikit bantuan guru seperti yang
terlihat pada gambar 9.
Kelompok kelompok yang sudah melakukan praktik langsung mengerjakan tugas yang ada di
job sheet. Dan terakhir guru menyimpulkan hasil dari pembelajaran pada saat itu dan seluruh
siswa mendengarkan dengan seksama.
Pengamatan
Dari kegiatan pembelajaran terlihat bahwa pembelajaran sudah sesuai dengan harapan
karena siswa sudah tahu fungsi masing masing komponen dan bias merangkai dengan benar.
683
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Dari hasil pengamatan yang di lakukan oleh observer didapatkan suatu kesimpulan
bahwa dengan menggunakan sistim demonstrasi siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran
dan siswa lebih cepat mengerti akan proses sistym lampu kepala.
Siswa kita lebih senang langsung praktik dari pada belajar dengan cara membaca buku
materi.olehkarna itu dengan sistim demonstrasi ini semangat belajar siswa lebih baik dan
antusias .
Refleksi
Proses pembelajara pada siklus 2 interaksi antara guru dan siswa semakin meningkat
dibuktikan dari beberapa pertanyaan yang di sampaikan oleh siswa. Siswa semakin serius dan
antusias dalam mengikuti pembelajaran. Pada akhir proses belajar mengajar guru menarik
kembali Job Sheet yang telah di kerjakan oleh siswa dan menilainya dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keber-hasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
Data hasil penelitian pada siklus II disajikan pada Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6.
Dari kegiatan diatas terlihat bahwa pada proses pembelajaran yang menggunakan
simulasi untuk mendemonstrasikan dalam merakit komponen-komponen, seluruh siswa
terlibat aktif, menyenangkan dan menikmati alat simulasi tersebut.Siklus II ini diakhiri
dengan refleksi. Dari hasil evaluasi yang diperoleh siswa pada siklus II didapat nilai rata-rata
85. Prosentase Siswa yang tuntas belajar sejumlah 13 anak ( 87 %) dan siswa yang tidak
tuntas belajar sejumlah 2 anak ( 13 %). Secara umum siswa telah mampu memahami konsep
merakit komponen-komponen lampu kepala, namun masih perlu ditingkatkan agar hasil yang
didapat lebih lagi.
Hasil penelitian dapat dirangkum dalam tabel berikut :
684
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siklus II 86 % 14 % 85
Perbandingan hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II dideskripsikan sebagai
berikut: Pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 69,25 dan pada siklus II adalah 85. Hal ini
berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 16%. Dengan melihat prosentase hasil
belajar, pada siklus I prosentase siswa yang tuntas 60% dan prosentase siswa yang tidak
tuntas 40 % sedangkan pada siklus II prosentase siswa yang tuntas 86% dan prosentase siswa
yang tidak tuntas 14%. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar 26 %.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini pembelajaran produktif, merangkai unit komponen
motor starter danlampu kepala menggunakan simulasi meningkatkan hasil belajar siswa yaitu
pada siklus I dengan nilai rata-rata 69,25 mengalami peningkatan pada siklus II dengan nilai
rata-rata 85. Prosentase peningkatan 16%. Selain itu tingkat keaktifan, motivasi dan semangat
siswa menjadi meningkat dengan diggunakannya media simulasi sebagai alat demonstrasi
merangkai komponen-komponen sepeda motor.
DAFTAR RUJUKAN
Upaya Meningkatkan Minat Belajar Mata Pelajaran Matematika melalui Penerapan Metode
Demonstrasi pada Siswa Kelas VI SD Katolik Santu Agustinus Lirung Silvester Danny
Rumangkang (357-365)
Penerapan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Media Tata
Surya dengan Ketrampilan Proses untuk Memahamkan Siswa Materi Revolusi Bulan.
Johana Fuakubun S.Pd. (449-455)
Penerapan Model Inquiry dengan Metode Demonstrasi Materi Dinamika Planet Bumi
sebagai Ruang Kehidupan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Geografi Kelas X IIS 5
Semester 1 di SMA Negeri 8 Batam Agung Stiyawan (1044-1053)
685
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Abstrak: Matematika dikenal sebagai mata pelajaran yang sulit oleh sebagian besar siswa,
untuk itu diperlukan strategi pembelajaran yang tepat dan menyenangkan bagi siswa. Salah
satu pembelajaran yang dapat digunakan adalah kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS).
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus.
Masing-masing siklus menggunakan tahapan: perencanaan, pelaksanaan dan observasi,
serta refleksi. Penelitian dilakukan di kelas X.1 SMAN 3 Batu dengan jumlah siswa 28
orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif TSTS dapat
meningkatkan hasil belajar, dari siklus 1 dengan rata-rata kelas 83,04 meningkat menjadi
91,03 pada siklus 2. Dengan ketuntasan 82,15% pada siklus 1 sedangkan pada siklus 2
meningkat menjadi 96,42%.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 adalah hal yang sangat penting dalam mengambil
momentum dimana menyambut Indonesia Emas pada tahun 2045 Indonesia harus sudah
berinvestasi dalam peningkatan sumber daya manusia dimana saat itu penduduk Indonesia
mempunya jumlah usia produktif yang sangat besar.Maka dari itu kesempatan itu tidak boleh
terlewatkan pada tahun 2013 ini dicanangkan pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam upaya
pemerintah menyiapkan generasi Emas yang dibiayai dengan harga saat ini. Hal tersebut
sering disampaikan oleh bapak Menteri Pendidikan dalam setiap kesempatan dalam
mendorong dan mensosialisasikan Kurikulum 2013. Untuk itu kita sebagai bangsa yang harus
bertanggung jawab dalam dunia pendidikan setidaknya mengambil bagian dalam
mewujudkan cita cita mulia menuju Indonesia Emas pada tahun 2045 mulai sekarang ini.
Mata pelajaran Matematika merupakan salah satu pelajaran yang sebagian besar
peserta didik mengalami kesulitan dalam mencerna informasi konsep dan bahkan bentuk-
bentuk soal yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari hari yang cenderung abstrak dan
sulit untuk dimengerti. Untuk itu dalam kegiatan pembelajaran diperlukan model yang lebih
kreatif dimana peserta didik dapat terlibat aktif dalam penemuan konsep maupun penerapan
konsep pada penyelesaian soal soal yang berkaitan dengan Persamaan Kuadrat dan persoalan
hidup sehari hari sehingga peserta didik merasa perlu untuk mempelajari materi persamaan
kuadrat sehingga menimbulkan kesan yang mendalam dan mudah diingat dan
dimengerti.Dari hasil ulangan harian sebelumnya peserta didik banyak mengalami kesulitan
pada penentuan himpunan penyelesaian PK khususnya pada cara menfaktorkan dan
melengkapkan kuadrat. Ketika peserta didik mengalami kesulitan tersebut maka perlu
bantuan dari peserta didik yang lain guru hanya sebagai fasilitator sehingga terjadi penguatan
antar sesama mereka seperti yang dilaksanakan pada model pembelajaran Two Stay Two
Stray. Siswa yang tinggal dirumah (kelompoknya) wajib memberikan informasi kepada
686
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Tamu yang datang sedangkan bagi tamu yang pergi wajib mencari informasi untuk oleh-oleh
bagi teman yang dirumah. Disinilah akan terjadi proses mencari, menanya, menemukan dan
menyebarkan informasi sehingga terjadi interaksi sosial diantara mereka.
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua tinggal dua
tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan
model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil
dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar
mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak
diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar
sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya. Karena itu
dianjurkan untuk menerapkan pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif selama ini telah banyak diteliti oleh beberapa orang penggiat
pendidikan diantaranya adalah (Ruslah,2015; NovaDewi,2015; Yusneli, 2015; Lizawati,
2015;). Ruslah (2015) menemukan pembelajaran kooperatif membentuk kerjasama sosial.
Nova Dewi(2015) melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi
siswa.Yusneli (2015) melalui pembelajaran kooperatif siswa menemukan luas jajaran
genjang. Lisawati (2015)meneliti pembelajaran kooperatif tutor sebaya meningkatkan hasil
belajar pengolahan data.
Salah satu pembelajaran kooperatif yang bisa digunakan adalah model TSTS.
Penerapan pembelajaran kooperatif TSTS sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Tohari, 2015;
Suyati, 2015; Sopiah, 2013;Syarianto, 2013). Tohari (2015) menemukan bahwa kooperatif
model TSTS dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Lebih lanjut ditemukan juga bahwa
kooperatif TSTS efektif dipraktikkan dalam kegiatan lesson study. Suyati (2015)
pembelajaran TSTS dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Sopiah (2013)
meneliti efektifitas pembelajaran TSTS dalam proses menemukan rumus trapesium.
Sedangkan Syarianto(2013) meneliti tentang peningkatan pertisipasi dan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran TSTS.
Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray, yaitu (1) siswa bekerja dalam
kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) kelompok dibentuk
dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (3) Bila mungkin anggota
kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda, (4) penghargaan lebih
berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Tujuan Pembelajaran Two Stay Two Stray, dalam model pembelajaran ini siswa
dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang
bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang
diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan
terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS
ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di
bahas sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik
dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi
yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay
Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok,
687
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan
sulit diatur saat proses belajar mengajar.Dengan demikian, pada dasarnya kembali pada
hakekat keterampilan berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara,
menulis dan menyimak. Ketika siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya,
maka tentu siswa yang berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa yang di
jelaskan oleh temannya. materi kepada teman lain. Demikian juga ketika siswa kembali ke
kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok yang dikunjungi.
Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari kelompok lain, siswa
yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan oleh temannya. Dalam proses
pembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar ataupun tidak sadar, siswa akan
melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu
keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS seperti
itu, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian
tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa jenuh.
Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga
akan memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif). Sedangkan tanya jawab dapat
dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang
didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri,
seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber.
Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan
penggunaan model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam meningkatkan
keterampilan menyimak siswa.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray menurut Lie (2002)
adalah sebagai berikut: (1) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa; (2)
setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya
dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain; (3) dua siswa yang tinggal dalam
kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka; (4) tamu
mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari
kelompok lain; (5) kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Tahapan pembelajaran kooperatif tipe TSTS meliputi: persiapan, penyajian materi, diskusi
kelompok, formalisasi, dan evaluasi. Pertama, pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan
guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas
siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4
siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan
suku. Kedua, penyajian materi. Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran,
mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
Ketiga, kegiatan kelompok. Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan
yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok.
Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempelajarinya dalam kelompok kecil.
Keempat, mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-
masing kelompok menyelesaikan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara
mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam
688
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah
memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke
kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas
hasil-hasil kerja mereka.(4).Formalisasi.Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan
permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian
guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.(5). Evaluasi Kelompok dan
Penghargaan.Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa
dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan
dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian
penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.
Kelebihan model TSTS adalah (a) dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan; (b)
kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna; (c) lebih berorientasi pada keaktifan,
(d) diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya; (e) menambah kekompakan
dan rasa percaya diri siswa; (f) kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan; (g)
membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Sedangkan kekurangan dari model TSTS
adalah: (a) membutuhkan waktu yang lama; (b) siswa cenderung tidak mau belajar dalam
kelompok; (c) bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga); (d) guru
cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka sebelum
pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok
belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis.
Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompok harus ada siswa laki-laki dan
perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri
dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan
satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen
memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga
memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan
akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.
Berdasarkan hasil penelitian dan pentingnya pembelajaran kooperatif TSTS, maka
dalam penelitian ini dikaji penerapan pembelajaran kooperatif TSTS yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas X.1 SMA Negeri 3 Batu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua
siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahapan: perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi. Kegiatan perencanaan dilakukan dengan mengembangkan rencana
pelaksanaan pembelajaran, menyusun lembar kerja siswa, menyusun penilaian. Tahap
pelaksanaan tindakan dilakukan dengan mempraktikkan pembelajaran sekaligus diobservasi
oleh teman sejawat. Tahap refleksi dilakukan dengan berdiskusi bersama teman sejawat
untuk mempelajari praktik pembelajaran berdasarkan langkah TSTS. Dalam hal ini dikaji
kekurangan-kekurangan yang selanjutnya dibuat acuan dalam menentukan langkah
perbaikan. Adapun siklus pelaksanaan penelitian digambarkan sebagai berikut:
689
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Penelitian ini dilakukan di kelas X.1 SMA Negeri 3 Batu dengan jumlah siswa 28
orang dengan sebaran 8 laki-laki dan 20 perempuan. Data dikumpulkan melalui observasi
dan perekaman video. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan mendeskripsikan
praktik pembelajaran berdasarkan langkah kooperatif TSTS dan analisis kuantitatif dilakukan
dengan membandingkan nilai rata-rata siklus 1 dan siklus 2.
690
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
cara dalam menentukan himpunan penyelesaian Persamaan Kuadrat baik dengan cara
memfaktorkan,melengkapkan kuadrat dan menggunakan rumus ABC.
Guru membagi kelompok dengan acak siswa disuruh mengambil nomor A,1 – A.4
:B.1 – B.4 sampai dengan G.1 – G.4 yang telah dipersiapkan oleh guru sehingga terbentuk 7
kelompok yang masing masing anggotanya terdiri 4 orang siswa.Tiap kelompok mengerjakan
soal sesuai dengan nomornya masing masing setelah selasai ditampilkan dalam lembar
presentasi untuk dijelaskan kepada tamu yang datang. Sedangkan 2 siswa yang pergi akan
mencari informasi tentang nomor nomor lainnya yang belum dikerjakan dari keseluruhan soal
yang telah diberikan oleh guru,sepulangnya dari bertamu dua orang tersebut akan
memberikan penjelasan kepada teman yang ada dirumah. Sehingga terjadi pembelajaran yang
saling mengisi satu sama lain.
Pada akhir pertemuan pertama pada siklus I siswa dimintai pendapatnya dengan menuliskan
komentar pada secarik kertas tanpa menyebutkan identitas sehingga mereka dapat
memberikan kritik dan saran lebih objektif tidak takut atau sungkan kepada
gurunya.Sehingga masukan tersebut dapat dipakai dalam pembelajaran berikutnya.
Refleksi pembelajaran dilaksanakan setelah pertemuan satu selesai yang dilakukan oleh
peneliti dan 2 orang observer.Siswa atas nama si A dan si B dari kelompok 1 bergabung
dengan si C dari kelompok 7 dan berdiskusi sendiri tidak sesuai arahan Guru.Dibeberapa
kelompok belum bisa menjelaskan secara gamblang kepada tamunya yang datang hal ini
tercermin dari beberapa tulisan anak anak.
Siklus 1 pertemuan 2
Pada pertemuan kedua ini kita bagi dua 1x45 menit pertama untuk meninjau ulang mater
Persamaan Kuadrat yang telah mereka bahas dengan kelompoknya jika ada yang masih
kurang jelas maka siswa lain bisa menjelaskan kedepan dengan bantuan guru diberi tekanan
yang perlu dan sangat penting dibagian kedua dakhiri dengas test dengan alokasi waktu 1x
45 menit.Proses pembelajaran diawali dengan salam dan yel- yel kemudian guru menanyakan
691
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
kegiatan yang telah dilakukan kemarin. Siswa diberikan 10 soal dengan aturan sebelah kiri
mengerjakan nomor ganjil sedangkan sebelah kanan mengerjakan nomor genap dengan
maksud tidak terjadi saling kerja sama jadi sebangku nomornya berbeda, siswa akan
konsentrasi dengan pekerjaan masing masing. Dari hasil test siperoleh nilai rata rata 83,04
dengan dengan ketuntasan 23 anak dan yang tidak tuntas 5 anak dengan KKM (kriteria
ketuntasan minimal ) 75.
SIKLUS 2
Dari hasil refleksi pada siklus 1 diperoleh data data kekurangan yang harus diperbaiki
diantaranya pada penyusunan kelompok. Pada anak- anak yang kurang harus disatukan
dengan anak anak yang punya kemampuan lebih supaya bisa menjelaskan kepada tamu yang
datang.Sedangkan pada kelompok yang kurang aktif bahkan cenderung ngobrol sendiri harus
dipisahkan ke anggota kelompok lainnya. Sehingga terjadi interaksi yang sama. Sedangkan
untuk kelompok yang agak lemah diberikan penguatan dengan penjelasan peneliti .Pada
siklus 2 ini pertemuan dibagi menjadi dua dimana pada pertemuan 1 hari Kamis tgl 10
Nopember 2016 dan pertemuan kedua hari Jum‟at,11 Nopember 2016 jam ke 3-4 masing
masing 2 x 45 menit.
Siklus 2 Pertemuan 1
Pada pembelajaran yang kedua ini guru mengadakan tanya jawab diawal tatap muka untuk
menghilangkan penat dan suasana bosan guru mengajak anak-anak enjoy dengan senam
aerobik “coconut” selama 5 menit.Mereka merasa segar dan gembira ketika bisa bergerak dan
berteriak bersama ,kegiatan ini dilakukan di Aula sekolah karena dikelas terasa sempit dan
kurang leluasa dalam pembelajaran kooperatif TSTS.Guru menanyakan kembali tentang
penyelesaian persamaan kuadrat sebagai berikut :
Guru : “ Kalian masih ingat cara menentukan penyelesaian Persamaan Kuadrat ?”
Siswa : “ Masih, Pak!”
Guru : “ Sekarang Bapak akan melanjutkan Materi Pertidaksamaan Kuadrat. Su-
dahkah kalian tahu perbedaan Persamaan Kuadrat dan Pertidaksamaan kuadrat ?”
Siswa : “ Belum , Pak !”
Kegiatan pada siklus 2 pertemuan satu ini sama seperti pada kegiatan siklus 1 pertemuan 1
,hanya yang berbeda pada perlakuan pembentukan kelompok dan penjelasan guru kepada
siswa dilakukan secara perkelompok bukan klasikal dan hanya kepada kelompok yang dirasa
kurang mampu.Sedangkan kepada kelompok yang telah cepat memahami cara penyelesaian
Pertidaksamaan kuadrat segera membuat bahan presentasi untuk persiapan tamu yang
datang.Tamu yang berkunjung juga diatur waktu rotasinya sehingga tidak terjadi
bergerombol disatu tempat saja sedangkan dibeberapa kelompok tidak ada tamunya.Waktu
diatur sedemikian hingga supaya lebih efektif untuk mengurangi diskusi yang tidak
diperlukan saat bertamu pengamat ikut mendekat ke setiap kelompok. Memang masih ada
satu anak yang belum berperan aktif atas nama Sdw. Dia hanya membantu menyiapkan alat
dan bahan presentasi tetapi tidak berani memberikan penjelasan ketika temannya
bertanya.Sehingga peneliti harus menegurnya untuk ikut berperan aktif dan ikut memberikan
keterangan kepada tamu yang datang.
692
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siklus 2 Pertemuan 2
Diawal pembelajaran pada siklus 2 ini,kegiatan diawali dengan mengulang kembali cara
memperoleh jawaban pada soal soal pertidaksamaan Kuadrat. Dinataranya perlu penekanan
pada saat membuat grafik dan menentukan daerah plus (+) dan daerah minus ( –) sehingga
saat menentukan himpunan penyelesaian tidak salah.Kegiatan ini dilaksanakan 1 x 45 menit
dan dilanjutkan dengan test essay sebanyak 10 soal yang digilir kiri mengerjakan soal genap
sedangkan sebelah kanan mengerjakan soal bernomor gasal.Masing masing siswa
mengerjakan 5 soal baik dengan metode grafik parabola atau dengan cara garis bilangan. Dari
hasil test kedua ini diperoleh hasil nilai rata-rata 91,03 dengan 1 orang siswa belum tuntas
atau nilainya dibawah 75. Namun siswa tersebut sudah mengalami kenaikan dari nilai pada
siklus 1 sebesar 60 dan naik pada siklus 2 sebesar 72.Hal ini juga ditunjukkan ketuntasan
belajar secara klasikal pada siklus 1 sebesar 82,14% dan pada sikuls 2 sebesar 96,42% atau
terjadi peningkatan sebesar 14,28%.Hasil refleksi pada siklus 2 ini juga diperlukan penulis
dalam mengembangkan pembelajaran pada materi berikutnya walaupun tidak semuannya
diadakan penelitian tindakan kelas.
693
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
DAFTAR RUJUKAN
Lisawati,2015.Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya Berbintang untuk
Meningkatkan Hasil .Belajar Matematika tentang Pengolahan Data pada Siswa
Kelas VI SD Negeri 3 Singkawang Timur. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015.
Hal 312-327
Nova Dewi,2015.Penerapan Pembelajaran Kooperatifdengan Media Pohon untuk
Memahaman Siswa Materi FPB dan KPK. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015.
Hal 160-166.
Ruslah,2015. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalam Menentukan
KPK dan FPB
melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Bantuan Media Miscin pada Siswa Kelas VII.
Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal 83-89
Syarianto, 2013. Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan
Partisipasi dan Hasil Belajar Siswa pada Operasi Himpunan;. Prosiding Seminar
Nasional TEQIP 2013. Hal. 1002 - 1009
Suyati, Y.L.A, 2015. Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Menemukan Informasi dari
Tabel atau Diagram yang Dibaca dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two
Stay Two Stray (TSTS) pada Peserta Didik Kelas VII A SMP Negeri 4 Sanggau.
Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal 764-772
Sopiah, 2015. Penerapan Model Kooperative Learning Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa dalam Menemukan Rumus Luas Trapesium di
Kelas V SD. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Hal 789-791
Tohari, Amir, 2015. Penerapan Model TSTS Berbasis Lesson Study dalam Mencari Luas
Bangun Datar pada Kelas VI SDN 3 Mentawa Baru Hulu Kabupaten Kotawaringin
Timur. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal 152-160
Yusneli,2015.Pembelajaran Pengukuran Luas Layang – Layang dengan Pendekatan Luas
Persegi Panjang melalui Pembelajaran Kooperatif. Prosiding Seminar Nasional TEQIP
2015. Hal 199-206.
694
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Awaluddin
SMA N 1 Kota Batu
awaluddin418@gmail.com
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada
mata pelajaran Matematika tentang irisan kerucut pada materi parabola dengan
menerapkan pembelajaran kooperatif TGT berbantuan LKPD Edmodo. Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) dilaksanakan pada bulan November dan
Oktober 2016, dilakukan 2 siklus. Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 Kota Batu kelas
XI Lintas Peminatan yang diikuti oleh 35 peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan peneliti menyampaikan materi, peserta didik
bekerja kelompok menyelesaikan LKPD, mengerjakan soal turnamen secara individu, dapat
meningkatkan hasil belajar. Hasil belajar siklus 1 dengan rerata nilai 74 meningkat menjadi
80 Ketuntasan dari 51% siklus 1 menjadi 82,85% siklus 2. Prosentase peningkatan 31,85
%. Selain itu terjadi peningkatan aktifitas, peserta didik merasa senang belajar matematika.
Peneliti pada tahun pelajaran 2015/2016 mengajar di kelas XI Lintas Minat (LMT)
yang diikuti oleh peserta didik dari program IPS dan program Bahasa, kurikulum yang
digunakan adalah kurikulum 2013. Pembelajaran yang dilakukan menggunakan metode
pembelajaran langsung, yaitu memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian
latihan soal yang dikerjakan peserta didik, diakhiri dengan penugasan. Hasil belajar pada
akhir semester 22,35 % peserta didik tuntas atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu
75, dengan persentase rerata hasil belajar 61,45 %. Hasil tes tidak menggembirakan peneliti,
peserta didik tidak aktif, kerjasama rendah, perlu individu untuk kerjasama
Hasil belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang
dilakukan oleh peneliti. Strategi dan perencanaan yang dimaksud adalah bagaimana peneliti
memikirkan upaya mencapai hasil belajar yang sesuai dengan program yang direncanakan.
Untuk itu, peneliti perlu membuat model pembelajaran yang dapat menjadikan suasana
belajar peserta didik yang aktif dan menyenangkan.
Salah satu strategi dan perencanaan pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta
didik adalah TGT. (Mariani, 2016) menyatakan bahwa untuk melaksanakan pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif type TGT diperlukan persiapan yang lebih matang
dan guru harus mampu menentukan atau memilih materi yang benar-benar bisa diterapkan
sesuai dengan sintak TGT dan model pembelajaran yang disajikan tentu memiliki
kelemahan, namun dapat diminimalisir dengan kreatifitas guru untuk memodifikasi langkah-
langkah maupun media yang digunakan dalam pembelajaran.
Hal yang sama (Zubaidah, dkk. 2013) bahwa dalam belajar kooperatif peserta didik
belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggungjawab terhadap pencapaian
hasil belajar secara individu maupun kelompok. Seperti juga yang ditulis dalam Kompasiana,
695
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
(2013) “Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik anggota kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.”
Salah satu media yang dapat digunakan dalam memfasilitasi tournament game
yang diadakan adalah dengan bantuan LKPD edmodo. Beberapa penelitian terkait
pembelajaran berbantuan media edmodo sudah banyak dilakukan (Zamrotul Aniyah, 2015 ;
Ahmad Zanin Nu'man, 2014). (Zamrotul Aniyah, 2015) respons yang diberikan peserta didik
mengenai penggunaan Edmodo sebagai media pembelajaran e-learning sangat bagus.
Menurut peserta didik, Edmodo itu mudah dan menyenangkan. (Ahmad Zanin Nu'man, 2014)
penggunaan media pembelajaran E-Learning model edmodo lebih tinggi daripada
penggunaan media pembelajaran konvensional dalam meningkatkan hasil belajar peserta
didik kelas XI SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo pada mata pelajaran PAI.
Berdasarkan beberapa hasil peneltiian, penelitian ini mengkaji penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TGT berbantuan LKPD Edmodo dapat meningkatkan hasil
belajar peserta didik pada materi irisan kerucut dengan bidang datar khususnya materi
parabola di kelas XI Lintas Peminatan (LMT).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan tahapan perencanaan
tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan dengan
menyusun rencana pembelajaran yang mengacu pada sintak TGT dan dilanjutkan dengan
mengembangkan LKPD Edmodo. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas XI
Lintas Peminatan (LMT). Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi
yang dibantu oleh teman sejawat.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri
dari 2 pertemuan (@ 2 jam pelajaran x 45 menit). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 18
dan 20 Oktober 2016 dan siklus kedua dilakukan pada tanggal 3 dan 8 Nopember 2016.
Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan
memperbaikinya untuk siklus berikutnya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 teknik
yaitu teknik observasi dan teknik tes. Teknik Observasi dilakukan saat pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang digunakan sebagai sumber data
diperoleh dari pengamatan Peneliti dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Teknik tes
dilakukan pada akhir siklus diadakan uji kompetensi dasar untuk mengetahui hasil belajar
peserta didik.
696
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pada RPP memuat: rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam 2 (dua) kali pertemuan,
menyusun skenario pembelajaran dengan memilih model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
RPP yang disusun dijabarkan dari Kompetensi Dasar (KD) yaitu, KD 3.3 Menganalisis irisan
kerucut pada materi parabola. KD 4.3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan irisan
kerucut pada materi parabola.
Peneliti juga menyiapkan lembar observasi untuk pengamatan pembelajaran. Lembar
observasi yang dibuat digunakan sebagai lembar observasi peserta didik dan lembar observasi
peneliti. Selanjutnya untuk keperluan observasi peneliti bersama 2 (dua) teman sejawat
menjadi obserever
Langkah berikutnya yang dilakukan peneliti adalah memilih media yang akan
digunakan pada pembelajaran, adapun media yang dipilih dan yang akan digunakan yaitu
lkpd edmodo. Kemudian peneliti membuat lembar kerja peserta didik (LKPD) dan soal uji
kompetensi dasar 3.3 dan 4.3 untuk kelompok dan individu
Evaluasi dilakukan dengan berbagai cara, evaluasi pertama dilakukan untuk
mengamati keaktifaan peserta didik, antara lain kapan saat peserta didik mulai
berkonsentrasi, kapan saat peserta didik tidak berkonsentrasi. Untuk keperluan evaluasi
pertama ini digunakan LKPD edmodo yang dikerjakan secara kelompok, masing-masing
kelompok beranggotakan 4-5 orang peserta didik dan lembar observasi peserta didik untuk
mengetahui kapan saat peserta didik berkonsentrasi dan kapan saat peserta didik tidak
berkonsentrasi serta catatan temuan saat pelaksanaan tindakan oleh observer. Evaluasi kedua
dengan turnamen, untuk keperluan evaluasi kedua digunakan tes pilihan ganda dengan
jumlah soal 10 (sepuluh) dikerjakan secara individu di kelompok masing masing, pada
pertemuan 2 (dua) diadakan uji komptensi untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar pada
siklus 1(satu) digunakan tes uraian dengan jumlah soal sebanyak 4 (empat) dengan waktu 45
menit.
Pelaksanaan Tindakan
Dalam pelaksanaan tindakan siklus I peneliti (peneliti) menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi parabola. Adapun langkah-langkah yang di-
laksanakan oleh peneliti dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I adalah sebagai berikut.
Kegiatan pertemuan pertama pelaksanaan
tindakan dilakukan pada hari Selasa, tanggal 18 Oktober
2016, pada jam 12.30 sampai dengan 14.00. Pelaksanaan
tindakan dengan kegiatan pendahuluan yaitu: peneliti
menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran dengan memberi salam,
berdoa, dan memeriksa kehadiran peserta didik, peneliti
menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai Gambar 1, tayangan foto alun alun
Kota Batu
dengan penayangan slide tujuan pembelajaran. Pada
gambar 1, gerakan air mancur yang ada di alun alun kota Batu untuk mengkontekstualkan
materi parabola, percakapan peneliti (G) dan peserta didik (PD) sebagai berikut:
697
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
698
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pertemuan 2
Dalam pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan 2 (dua), pada hari Kamis, tanggal 20
Oktober 2016, pada jam 12.30 sampai dengan 14.00, 1 x 45 menit pertama peneliti
melakukan pembelajaran dengan materi parabola , dengan pusat parabola O (0,0),
699
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pengamatan
Pengamatan tindakan dilakukan oleh peneliti sebagai peneliti dibantu oleh teman
sejawat sebagai observer. Tugas observer yaitu mengamati peneliti dalam melaksanakan
proses pembelajaran terkait dengan persiapan dalam menyampaikan materi pembelajaran
yang dilakukan dengan mengamati, memberikan catatan, memberikan komentar pada lembar
pengamatan yang telah disediakan, diantaranya mengenai kejadian saat peserta didik mulai
berkonsentrasi, kapan saat peserta didik tidak berkonsentrasi, kesiapan media dan alat pem-
belajaran, melakukan penilaian/evaluasi pada akhir pembelajaran. Selain itu juga peneliti dan
observer mengamati keaktifan, antusisme dan kerjasama yang dilakukan peserta didik dalam
mengikuti proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran TGT. Pengamatan
dilakukan oleh teman sejawat menggunakan lembar observasi yang telah disepakati oleh
peneliti dan pengamat.
Pengamatan yang dilakukan oleh observer tentang proses pembelajaran yang
dilakukan peneliti, sebagai berikut: 1) hasil observer pada pertemuan pembelajaran pertama,
hari selasa, jam 12.30 sampai dengan 14.00, tanggal 18 Oktober 2016, oleh Dra. Martinah,
antara lain, sejak awal pembelajaran peserta didik berkonsentrasi mendengarkan penjelasan
peneliti, terutama yang baru disampaikan peneliti, dalam membentuk kelompok nampak
bersungguh sungguh, pada kegiatan inti peserta didik semua berkonsentrasi, aspek
pembelajaran yang dipetik manfaatnya adalah dengan turnamen akan lebih baik, 2) hasil
observer pada pertemuan kedua, hari kamis, jam 12.30 sampai dengan 14.00, tanggal 20
Oktober 2016 , oleh Dra Sriwati, M.M, sejak awal pembelajaran ada peserta didik tidak
konsentrasi karena masih persiapan pembentukan kelompok turnamen, pada soal turnament 1
(satu), soal nomor 5 (lima) peserta didik menemukan jawaban yang dikerjakan tetapi tidak
ada jawaban/pilihan yang benar pada soal turnament.
Refleksi
Refleksi tindakan dilakukan setelah pelaksanaan tindakan dan pengamatan, peneliti
dan observer mengadakan diskusi singkat hasil pelaksanaan pembelajaran pertemuan 1(satu)
dan pertemuan 2 (dua), hasil refleksi antara lain: pada pertemuan 1 (satu), peneliti telah
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran kooperatif TGT yang ada
pada rencana pelaksanaan pembelajaran, meskipun berdasarkan data yang diperoleh dari
observer, dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kekurangan yaitu ketika belajar
secara kelompok menggunakan LKPD edmodo ada peserta didik yang kurang aktif karena
hanya ada satu gunting dan tiga lembar karton, yang dibagikan ke setiap kelompok, pada saat
turnamen satu ada soal yang jawabannya tidak ada pada pilihan jawaban yang disediakan.
700
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siklus II
Pertemuan 1
Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi siklus I, perencanaan tindakan dimulai dengan penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), materi lanjutan dari parabola yaitu persamaan garis
singgung parabola, dilaksanakan dalam 2 (dua) pertemuan, pertemuan pertama pembelajaran
menggunakan model kooperatif tipe TGT dan pertemuan kedua pembelajaran dan evaluasi.
Peneliti juga menyiapkan lembar
observasi untuk pengamatan pembela-
jaran. Lembar observasi yang dibuat
digunakan sebagai lembar observasi
peserta didik dan lembar observasi
peneliti berisi catatan catatan observer.
Selanjutnya untuk keperluan observasi
peneliti bersama teman sejawat menjadi
observer
Langkah berikutnya yang dilaku-
kan peneliti adalah memilih media yang
akan digunakan pada pembelajaran, ada-
pun media yang dipilih dan yang akan
digunakan yaitu LKPD edmodo.
Gambar 5, LKPD Edmodo Kemudian peneliti membuat lembar kerja
701
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
peserta didik (LKPD) dan soal uji kompetensi dasar 3.3 dan 4.3 untuk kelompok dan
individu, pada Gambar 5, peserta didik akan mengerjakan LKPD secara kelompok dan
dituliskan pada lembar cetakan LKPD, selanjutnya peneliti menyiapkan 10 soal turnamen
yang akan dikerjakan peserta didik secara individu. soal turnamen dapat dilihat pada Gambar
6.
Peneliti menyiapkan
ruangan komputer yang
digunakan dengan menyiapkan
surat izin penggunaan ruangan
pada wakil kepala sekolah
sarana prasarana, penanggung
jawab ruang komputer (Heny
Nurmayanto, S.Pd) dan teknisi
komputer (Muhaimin) untuk
digunakan pada hari Kamis,
tanggal 3 Nopember 2016, jam
12.00 sampai jam 14.00 WIB (7-
8).
Gambar 6, Soal Turnamen 10 soal
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan tanggal 3 dan 8 Nopember 2016, jam 12.00
sampai jam 14.00 WIB (jam pelajaran ke 7 - 8) di SMA N 1 Batu pada ruang komputer,
observer adalah : (1) Dra Martinah. (SMA N 1 Batu), (2) Cahyaning Hermawati, S.Si (SMK
N 2 Batu), (3) Dra Sriwati, M.M (SMA N 1 BATU), (4) Umi Khulsum, S.Pd (SMK 2 Batu),
(5) Muhaimin (tehnisi ruang komputer), (6) Heny Nurmayanto, S,Pd dan dihadiri pula oleh
dosen pembimbing dari Universitas Negeri Malang (Drs. Sukoriyanto, M.Si).
Pembelajaran dimulai dengan
tahapan pendahuluan, guru membantu
peserta didik duduk pada kelompok yang
telah disediakan, guru memberi salam,
mengajak peserta didik berdoa,
pemberian apersepsi dan motivasi
dengan tanya jawab mencermati
tayangan power pointlewat LCD
proyektor. Menyampaikan model
pembelajaran TGT, menggunakan e-
learning Edmodo Guru. Dialog guru dan
peserta didik saat apersepsi dan motivasi
sebagai berikut,
Gambar 7, Kelompok 5 mengerjakan LKPD
secarakelompok
702
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pengamatan
Selama kegiatan pembelajaran berlansung, observer mengamati kegiatan pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun. Pengamatan yang
703
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dilakukan oleh para observer diarahkan pada aktivitas belajar peserta didik, saat bekerja
individu, saat bekerja kelompok, dan saat kegiatan turnamen dengan berpedoman pada
lembar observer. Observer bukan untuk mengevaluasi penampilan guru yang sedang bertugas
mengajar, tetapi mengamati aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran saat peserta
didik dan memberikan catatan-catatan pengamatan selama pembelajaran berlangsung
Refleksi
Pelaksanaan tahap refleksi dipandu oleh moderator seorang dosen dari Universitas
Negeri Malang. Tahap refleksi dimaksudkan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan
pelaksananaan pembelajaran. Guru yang telah bertugas sebagai pengajar mengawali diskusi
dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Kesempatan berikut-
nya diberikan kepada anggota kelompok observer. Selanjutnya observer diminta
menyampaikan komentar dari pembelajaran terutama berkenaan dengan aktivitas peserta
didik. Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti guru
demi perbaikan. Sebaliknya, pihak yang dikritik harus dapat menerima masukan dari
pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini
dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya yang lebih baik, (Ibrohim, 2010).
Secara singkat, berikut ini ada-lah hal-hal yang menjadi bahan diskusi refleksi.
a. peneliti menyatakan terima kasihnya atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi
model pada pelaksanaan pembelajaran. Peneliti juga menyatakan bahwa sudah berusaha
melaksanakan rancangan pembelajaran yang disusun, tetapi merasa kurang memuaskan,
sehingga meminta masukan dari para teman sejawat.
b. Observer 1 (Cahyaning Hermawati, S.Si , SMK N 2 Batu), menyatakan bahwa keaktifan
para peserta didik cukup tinggi karena tanpa diperintah peserta didik bekerja dengan
sungguh sungguh, dibandingkan dengan sekolah tempat mengajar. Dan peserta didik
termotivasi karena menggunakan e-learning Edmodo. Saran yang bisa diberikan,
mungkin akan lebih baik kalau saat turnament diadakan antar kelompok agar lebih seru
lagi, posisi peserta didik dibuat lebih tertata lagi agar saat kegiatan diskusi lebih seru,
koneksi internet tidak terganggu, menutup situs lain saat pembelajaran berlangsung .
c. Observer 2 (Umi Khulsum, S.Pd, SMK N 2 Batu), menyatakan bahwa peserta
didiksangat santai dalam belajar, tidak tegang jadi peserta didik mengerjakan soal
individu dengan hati yang senang. Hal tersebut disebabkan penggunaan e-learning
EdmodoGuru juga menunjukkan usaha untuk mendorong peserta didik dengan
mendatangi masing-masing kelompok apabila peserta didik mengalami masalah saat
mengerjakan LKPD .Saran yang bisa berikan, saat kegiatan inti semua peserta didik
berkonsentrasi mengerjakan tugasnya sendiri, tetapi ada peserta didik yang mengerjakan
LKPD dengan melihat tugas kelompok lainnya, ada peserta didik yang membuka web
selain web edmodo, ada gambar kartun di layar LCD yang mengganggu tayangan power
point yang berasal dari gambar LCD proyektor
d. Observer 3 (Dra. Martinah Rahayu, SMA N 1 Batu), peserta didk berkonsentrasi tampak
antusias, pada kegiatan inti tampak peserta didik konsentrasi pada rumus yang akan
digunakan untuk menyelesaikan permasalahan persamaan garis singgung parabola yang
sudah ditemukan saat mengerjakan LKPD, peserta didik bisa belajar sendiri dengan
bantuan e-learning Edmod. Sebaiknya sekolah menyiapkan lebih banyak lagi perangkat
704
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
705
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad Zanin Nu'man. (2014). Efektifitas penerapan e-Learning model Edmodo dalam
pembelajaran pendidikan Agama Islam terhadapa hasil belajar peserta didik, (Online)
http://journal.stmikdb.ac.id/index.php/dutacom/article/view/41, (diakses 8 Oktober
2016).
Ibrohim. (2010). Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG. Kerjasama PT Pertamina
(Persero) dengan Universitas Negeri Malang.
Mariani. (2016). Penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe TGT Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas II SD Muhammadiyah 4 Kota Batu. J-KPS,
Tahun 1, Edisi 1, Mei 2016 hlm 70-85, Dinas Pendidikan Batu
Nurwito. (2013). Model Pembelajaran Kooperatif Tipet TGT (Teams Games Tournament)
Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pembelajaran IPA Kelas IV SDN 030 Long Ikis
Kabupaten Paser: Prosiding 2 Seminar Nasional Excange of Experiences TEQIP, 2013
Tahun IV hlm 1078-1080, PT Pertamina dan Universitas Negeri Malang.
Zamrotul Aniyah. (2015). Penggunaa Edmodo sebagai media pembelajaran e-learning pada
matapelajaran otomatisasi perkantoran di SMKN 1 Surabaya, (Online),
http://ejournal.unesa.ac.id/article/16278/55/article.pdf, (diakses 8 Oktober 2016).
Zubaidah, S., Mahanal, S., Yuliati, L. (2013). Ragam Model dan Metode Pembelajaran IPA
Sekolah Dasar. Prosiding 2 Seminar Nasional Excange of Experiences TEQIP, 2013
Tahun IV Kerjasama PT Pertamina (Persero) dan Universitas Negeri Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang.
706
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Emy Jumiati
SMP N 5 Sanggau – Kalbar
murdi91267@gmail.com
Abstrak :Penelitian tindakan kelas telah dilakukan di Kelas IXA SMP N 5 Sanggau
melalui penerapan model pembelajaran Jigsaw.Subjek penelitian adalah siswa kelas IXA
SMP N 5 Sanggau semester I tahun pembelajaran 2016/2017. Penelitian ini bertujuan untuk
mendiskripsikan pembelajaran jigsaw yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
siswa materi Kesebangunan. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dua siklus. Data
dalam penelitian ini diperoleh dari praktik pembelajaranyang di observasi. Observasi
pembelajaran terkait dengan aktivitas guru dan siswa pada pelaksanaan pembelajaran.
Selain itu juga didapat instrumen soal kuis, soal ulangan harian dan dokumentasi. Hasil
Penelitian ini menunjukkan bahwa Pembelajaran kooperatif Jigsaw pada materi
Kesebangunan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.Ada peningkatan
ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 25 %, dariawalnya siklus 1 adalah 70,83%, menjadi
sebesar95,83% pada siklus 2. Ada peningkatan nilai rata-rata siswa sebesar 12,1, dari
awalnya siklus 1 adalah 75,1 menjadi sebesar 87,2 pada siklus 2. Pada aktivitas belajar ada
peningkatan keaktifan siswa mengajukan pertanyaan sebesar 10%, dari awalnya siklus 1
adalah 10% menjadi sebesar 20% pada siklus 2. Ada peningkatan ketepatan waktu
melakukan kegiatan eksplorasi (diskusi pada kelompok ahli) sebesar 25%, dari awalnya
siklus 1 adalah 55% menjadi sebesar 80% pada sikuls 2. Ada peningkatan Interaksi antar
siswa pada kegiatan menjelaskan di kelompok asal sebesar 20%, dari awalnya siklus 1
adalah 35% menjadi sebesar 55% pada siklus 2.
707
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Evaluasi akan kecapaian tujuanproses belajar mengajar tentunya akan mengarah pada
beberapa komponen seperti kurikulum, model pembelajaran guru dan kemampuan
propesional keilmuan serta pedagogik atau siswa. Faktor siswa adalah faktor yang sangat
penting mengingat paradigma pendidikan di Indonesia saat ini tidak lagi menjadikan guru
sebagai pusat proses belajar mengajar tetapi siswa yang menjadi pusat dalam proses belajar
mengajar.
Sebagaimana diketahui bahwa mata pelajaran matematika di sekolah ada yang
disenangi siswa akan tetapi sering pula menjadi mata pelajaran yang tidak ditakuti oleh
sebagian siswa, yang mengalami kesulitan belajar sehingga dalam proses pembelajaran
model-model yang diberikan guru sangat penting untuk membangkitkan motivasi dalam
aktivitas belajar siswa.
Belajar matematika lebih efektif jika matematika itu menarik, menyenangkan,
menantang disamping dapat menumbuhkan rasa ingin tahu serta dapat memberikan
ketrampilan untuk memecahkan masalah. Dalam pembelajaran hendaknya dapat
menimbulkan rasa ingin tahu, disesuaikan dengan tingkat berfikir siswa dan dikaitkan
kehidupan sehari-hari sehingga siswa menyadari kegunaan dari matematika selain itu siswa
diupayakan senantiasa merasa berhasil dalm belajar sehingga timbul sikap positif terhadap
matematika itu sendiri. Guru hendaknya berupaya menumbuhkan motivasi siswa untuk
mengikuti pembelajaran karenatanpa adanya motivasi pembelajaran tidak akan berlangsung
dengan baik.
Pembelajaran dengan kooperatif jigsawsudah dikaji oleh beberapa peneliti (Mistiah,
2015; Sulaiwati, 2015; Masdalifah, 2013). Mistiah, (2015) menerapkan pembelajaran
kooperatif Jigsaw pada materi bangun ruang sisi datar dan hasilnya dapat meningkatkatkan
nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 18,95. Sulaiwati (2015) menerapkan pembelajaran
kooperatif jigsaw padaSiswa Kelas VII C SMP Negeri 3 Tanjab Timur materi Keterampilan
Membaca dan Menemukan Realitas Kehidupan dalam Cerita Anak dan hasilnya ada
peningkatan ketrampilan membaca anak. Masdalifah (2013) menerapkan pembelajaran
kooperatif jigsaw pada siswa kelas VIIIB SMP N 5 Sanggau materi Biologi dan hasilnya (1)
Pengalaman belajar siswa bertambah ketika bahan bacaan dan daftar pertanyaan telah
disiapkan guru, karena siswa dapat langsung membaca dan mengikuti perintah. (2) Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya, artinya baik atau tidak hasil belajar bukan hanya dilihat dari berapa nilai hasil tes
tertulis yang diberikan guru kepada siswanya karena perubahan sikap adalah salah satu indi-
kator meningkatnya hasil belajar..
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah adalah : “ Bagaimana penerapan
Model Jigsaw dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi Kesebangunan dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IXA SMP N 5 Sanggau”
Tujuan Penelitian adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran kesebangunan dengan menggunakan model Jigsaw di kelas IXA SMP N 5
Sanggau. Bagi guru dapat menerapkan model jigsaw dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar. Bagi siswa model jigsaw yang diberikan oleh guru memunculkan kreatifitas siswa
untuk menemukan jawaban melalui soal-soal yang diberikan guru, serta aktif dalam kegiatan
belajar mengajar. Bagi Peneliti menambah wawasan pengetahuan dan meningkatkan
kemampuan konsep dalam proses pembelajaran.
708
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
METODE
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan
memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas. Penelitian ini dilakukan di
SMP N 5 Sanggau yang beralamat di Jalan Flamboyan no.7 Sanggau Kabupaten Sanggau.
Subjek penelitian adalah di kelas IXA semester I, dan dilaksanakan bulan Juli sampai agustus
tahun pelajaran 2016/2017 pada materi Kesebangunan.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus 1 dilaksanakan sebanyak dua kali
pertemuan dan 1 kali ulangan harian. Dimanahasil refleksi siklus I dipakai sebagai dasar
untuk melakukan perbaikan pada siklus II . Siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan.
709
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
710
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
(1) Pengalaman belajar siswa bertambah ketika bahan bacaan dan daftar pertanyaan
telah disiapkan guru, karena siswa dapat langsung membaca dan mengikuti perintah.
(2) Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya, artinya baik atau tidak hasil belajar bukan hanya
dilihat dari berapa nilai hasil tes tertulis yang diberikan guru kepada siswanya karena
perubahan sikap adalah salah satu indikator meningkatnya hasil belajar. Hasil belajar
711
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
siswa pada hakikatnya adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif dan
psikomotoris yang berorientasi pada proses belajar mengajar yang dialami siswa. (3)
Dengan menerapkan model-model pembelajaran guru dapatmeningkatkan kemam-
puan menciptakan suasana baru yang berbeda dan menyenangkan bagi siswa. Dengan
demikian, diketahui bahwa pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa
Keaktifan siswa 10 % 20 %
mengajukan pertanyaan
Berdasarkan hasil siklus 1 dan 2 maka dapat diartikan pembelajaran yang baik adalah:
(1) Merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif (2) Merubah pembelajaran
yang teacher oriented menjadi student oriented (3) Dapat memotivasi siswa untuk belajar
matematika dengan menggunakan media dan menerapkan model pembelajaran jigsaw. (4)
Penguasaan materi dapat lebih ditingkatkan melalui media yang mudah dipahamisiswa (5)
Perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung dapat diciptakan dengan
meningkatkan komunikasi yang baik antara guru dengan bsiswa ataupun antara siswa dengan
siswa melaui diskusi kelompok
Tabel 2. Hasil Belajar Siswa Kelas IXA Siklus I dan Siklus II
Hasil
No Ragam Data Perubahan
Siklus I Siklus II
1 Jumlah siswa yang tuntas 17 23 6
2 Jumlah siswa yang tidak tuntas 7 1 6
3 Rata-rata kelas 75,1 87,2 12,1
4 Tingkat ketuntasan 70,83% 95,83% 25%
712
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
95,83
87,2
75,1 70,83
23
12 12,1
6 7 6 5
1
Pada siklus pertama setelah dilakukan tindakan dan diberi tes ternyata ketuntasan nilai
siswa mencapai 70, 83 % , siswa yang tuntas 17 siswa, dengan nilai rata rata dari 75,1. Hasil
pelaksanaan pada siklus pertama belum mencapai hasil yang memuaskan seperti yang
diharapkan, hal tersebut dikarenakan siswa belum maksimal dalam model pembelajaran
jigsaw yang diberikan,dan masih ada beberapa siswa yang tidak serius dalam melakukan
kegiatan diskusi untuk menemukan konsep yang sedang dibahas pada materi pembelajran.
Pada siklus kedua di proleh hasil belajar semakin baik terlihat dari banyaknya
siswa yang tuntas sebanyak 23 siswa atau mencaapai 95,83 % dengan nilai rata-rata 87,2 ini
berarti mengalami peningkatan sebesar 25 % dari siklus pertama
713
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENUTUP
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan
model pembelajaran jigsaw dapat membuat siswa menjadi aktif dan kreatif. Sehingga
pembelajaran ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pembelajaran dengan
menggunakan model jigsaw pada materi kesebangunan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa yang dapat dilihat dari tes hasil belajar . Pada tes awal ketuntasan hanya mencapai 66,2
% saja siswa yang tuntas dengan nilai rata-rata 45,86, sedangkan pada tes siklus I siswa bisa
mencapai ketuntasan 70, 83 % , dengan nilai rata-rata 75,1. Pada siklus kedua hasil belajar
semakin baik siswa yang tuntas mencaapai 95,83 % dengan nilai rata-rat 87,2 ini berarti
mengalami peningkatan hasil belajar yang baik.
Saran
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk acuan bagi peneliti lain yang akan
mengadakan penelitian sejenis lebih lanjut. Penelitian ini juga dapat menjadi sumbangan
pemikiran bagi guru untuk mengembangkan variasi strategi pembelajaran dalam mengajar
matematika.
.
714
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
DAFTAR PUSTAKA
Subanji. 2013. Pembelajaran matematika Kreatif dan Inovatif . Malang : Universitas Negeri
Malang (UM PREES).
Subanji, dkk.2013. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences Teqip 2013.
Malang : Universitas Negeri Malang disponsori oleh PT PERTAMINA (PERSERO)
Rini, Nurhakiki dkk. 2013. Media Pembelajaran Matematika SMP. Malang : Universitas
Negeri Malang (UM PREES).
Peningkatan Keterampilan Membaca dan Menemukan Realitas Kehidupan dalam Cerita
Anak Melalui Metode Kooperatif Jigsaw pada Siswa Kelas VII C SMP Negeri 3
Tanjab Timur Tahun Pelajaran 2013/2014Sulaiwati (745-751)
Zarkasyi Wahyudin. 2015.Penelitian Pendidikan Matematika.PT Refika aditama : Bandung
Mistiah. 2015. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Bangun Ruang Sisi Datar pada Siswa Kelas VIII – A SMP Ma’arif Batu .
Jurnal Batu Malang. PP (99-109)
Masdalifah. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw untuk meningkatkan
Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIIIB SMP N 5 Sanggau.J-TEQIP,
Tahun IV, Nomor 2, November 2013. PP 261-269
715
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
NiningWijiyanti
SMP N 1 Sanggau & SMP N 10 Sanggau – Kalbar
nining_wijiyanti@yahoo.com
Niningwijiyanti@Gmail.com
Hasil Observasi di kelas VIIIE SMP N 1 Sanggau selama semester 2 tahun pelajaran
2015/2016 diperoleh informasi bahwa siswayang mengikuti pelajaran cenderung pasif dan
merasa bosan apabila pembelajaran dilakukan dengan metode konvensional. Hasil penilaian
terhadap ketuntasan belajar siswa dalam mata pelajaran matematika materi Bentuk aljabar
menunjukkan angka yang masih rendah. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Matematika di
Kelas VIII SMP N 1 Sanggau adalah 68. Hasil Penilaian Ulangan semester 2 tahun
2015/2016 menunjukkan bahwa siswa yang mampu mencapai KKM dalam pelajaran
matematika dikelas VIIIE hanya 68,25% dengan nilai rata-rata 69 sedangkan siswa di kelas
dikatakan berhasil jika 75% siswa dikelas mencapai KKM yang ditetapkan di sekolah.
Hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika perlu ditingkatkan untuk
mencapai KKM yang telah ditetapkan sekolah. Inovasi dalam pembelajaran perlu dilakukan
dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada. Salah satu sumber daya yang dapat
digunakan untuk menciptakan strategi pembelajaran yang inovatif adalah dengan
memanfaatkan teknologi informasi khususnya teknologi internet. Teknologi internet
merupakan teknologi yang mengalami perkembangan sangat pesat, sehingga sangat strategis
jika digunakan dalam bidang pendidikan.
Aljabar merupakan cabang ilmu matematika yang mempelajari konsep atau prinsip
penyederhanaan serta pemecahan masalah dengan menggunakan simbol atau huruf tertentu.
Pada tingkat sekolah menengah pertama ( SMP ) jenis aljabar yang dipelajari adalah aljabar
716
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
dasar yang mempelajari sifat-sifat yang terjadi pada operasi bilangan riil yang direkam dalam
bentuk simbol untuk menyatakan konstanta serta variabel.
Strategi pembelajaran khusus diperlukan untuk mempermudah siswa dalam
memahami mata pelajaran matematika materi Bentuk Aljabar, sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Salah satu strategi yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dan
mempermudah proses belajar mengajar dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi adalah hybrid learning.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini mengambil judul “ Penerapan
Hybrid Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Bentuk aljabar di
Kelas VIIIE SMP N 1 Sanggau”.
Hybrid learning atau pembelajaran hibrid adalah gabungan pembelajaran dalam kelas
dan pembelajaran online tanpa menghilangkan pembelajaran secara tatap muka langsung
(Melton et al., 2009). Adapun tahapan hybrid learning adalah: (1) Penyajian materi oleh guru.
(2) Pemberian latihan soal. (3) Penggunaan layanan internet untuk membantu pengerjaan
latihan soal. (4) dan pembahasan soal.
Jurnal Kajian Pendidikan Teknik Bangunan Vol 1 Nomer 1/JKPTB/15 : 40 – 49,
Riskiyah A (2015) menerangkan bahwa :
Hybrid learning adalah kombinasi pembelajaran tradisional dan lingkungan
pembelajaran elektronik. Hybrid learningmenggabungkan aspek pembelajaran
berbasis web/ internet, streaming video, komunikasi audio atau menggunakan aplikasi
internet dalam proses belajar mengajar. Hybrid learningadalah campuran dari
teknologi multimedia, email, animasi teks online, yang dikombinasikan dengan
bentuk – bentuk tradisional pelatihan di kelas. Penerapan hybrid learning diharapkan
siswa dapat memahami materi dengan lebih baik dan lebih aktif dalam mengikuti
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pembelajaran dengan hybrid learningmemiliki kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut: Kelebihan Pembelajaran dengan hybrid learning(1) Penyampaian pembelajaran
dapat dilaksanakan kapan sajadan dimana saja dengan memanfaatkan sistem jaringan
internet.(2) Kegiatan diskusi berlangsung secara online/offline dan berlangsung diluar jam
pelajaran, kegiatan diskusi berlangsung baik antara siswa dengan guru maupun antara siswa
itu sendiri(3) Pembelajaran menjadi luwes dan tidak kaku (4) Target pencapaian materi ajar
dapat dicapai sesuai dengan target yang ditetapkan pada kurikulum sekolah.
Kekurangan Pembelajaran dengan hybrid learning(1) Guru perlu ketrampilan dalam
menyelenggarakan e-learning. (2) Guru perlu menyiapkan waktu khusus dan tambahan diluar
jam sekolah untuk mengembangkan dan mengelola pembelajaran, seperti menjawab atau
memberikan pernyataan pada forum yg disampaikan siswa. (3) Guru perlu menyiapkan
referensi digital sebagai acuan siswa (4) Tidak meratanya sarana dan prasarana pendukung,
jaringan internet yg susah didapatkan.
Pembelajaran dengan hybrid learningsudah dikaji oleh beberapa peneliti (Atsiro
M,dkk, 2012; Hadi B,2015; Rizkiyah A, 2015). Atsiro M, (2012) menerapkan pembelajaran
hybrid learning dalamproses belajar mengajar pada Universitas Esa Unggul Jakarta dan
hasilnya Mahasiswa lebih mudah mengakses segala sumber pembelajaran yang tersedia dan
dapat diakses dengan pemanfaatan TIK. Hadi B (2015), menerapkan pembelajaran blended
learningdengan memanfaatkan aplikasi whatsapp di SMK N 1 Sragen dan hasilnya aplikasi
717
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
METODE
Penelitian yang dilakukan oleh guru adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom
action research). Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian dengan memberikan
serangkaian perlakuan (treatment) secara terencana yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan subjek yang diteliti. Desain Penelitian Tindakan Kelas mengacu pada Model
Kemmis, yang dikembangkan oleh Stephen Kemmisdan Robin Mc Taggart, yang terdiri atas
empat komponen, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi (Sukardi,
2012: 214-215)
Penelitian ini dilakukan di SMP N 1 Sanggau di kelas VIIIE semester I, pada bulan
Juli - Agustus tahun pelajaran 2016/2017 pada mata pelajaran matematika materi Bentuk
Aljabar. Jumlah siswa awalnya 33 tetapi karena ada yang pindah sekolah sehingga menjadi
32 orang yang terdiri dari 17 orang perempuan dan 15 orang laki-laki.
Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Tahapan
penelitian berupa perencanaan (penyusunan perangkat pembelajaran dan instrumen
penelitian), tindakan (melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan strategi hybrid learning),
pengamatan/observasi (mengamati kegiatan siswa selama pembelajaran), dan refleksi
(mengkaji hasil pelaksanaan pembelajaran hybrid learning).
718
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
719
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
hybrid learning pada materi Bentuk Aljabar dengan cara guru menerangkan materi secara
langsung kepada siswa, dan memberikan tugas kepada siswa melalui e-learning.
Kegiatan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran
hybrid learning siklus 1 adalah siswa mengamati materi pembelajaran yang diberikan oleh
guru. Siswa mengerjakan tugas pada media e-learning melalui media hp dengan
menggunakan aplikasi group bbm . Siswa melakukan diskusi bersama untuk memecahkan
masalah dalam tugas. Siswa mempresentasikan tugas didepan kelas. Siswa mengikuti
penilaian post-test untuk mengetahui hasil belajar siswa siklus 1.
Dalam siklus 1, walaupun diluar jam sekolah siswa dan guru juga bisa melaksanakan
kegiatan pembelajaran online melalui media group BBM yang telah dibuat. Guru bisa
mengontrol siswa dan mengetahui sejauh mana materi yang dikuasi. Diskusi berlangsung
secara online/offline dan berlangsung diluar jam pelajaran, kegiatan diskusi berlangsung baik.
720
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
2 Kondisi kelas ramai guru kurang menguasai Guru harus lebih fokus
kelas pada saat proses untuk penguasaan kelas
pembelajaran dengan
strategi hybrid learning
721
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
siswa yang lulus dengan jumlah seluruh siswa dikalikan 100%. Persentase ketuntasan
sebelum tindakan adalah 31,25%, persentase ketuntasan belajar kognitif siswa setelah
tindakan siklus 1 adalah 75,00%, dan persentase ketuntasan belajar kognitif siswa setelah
tindakan siklus 2 adalah 93,75%. Persentase ketuntasan belajar siswa meningkat dan sudah
melebihi 75% dari seluruh siswa. Ketuntasan tersebut tak lepas dari perbaikan dari
kekurangan-kekurangan pada siklus sebelumnya. Ketuntasan yang dicapai oleh sebagian
besar siswa menunjukkan bahwa penguasaan dan tingkat pemahaman siswa terhadap materi
semakin meningkat setelah siswa menggunakan strategi hybrid learning.
60
40 30
24
18,75 14,69
20
6
0
Persentase Nilai Rata-rata Siswa Tuntas
Ketuntasan (%) Siswa
722
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
723
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
terendah adalah siswa tidak merasa bosan selama mengikuti proses pembelajaran. Hal
tersebut menjelaskan bahwa siswa merasa senang dengan adanya strategi baru dalam
pembelajaran yaitu strategi hybrid learning, tetapi siswa akan bosan apabila pengelolaan
kelas dalam pembelajaran belum dapat berjalan dengan baik karena kurang menguasai
strategi pembelajaran.
Hasil respon siswa siklus 2 terhadap 32 siswa mendapatkan jumlah nilai 1312,
dengan jumlah rata-rata 41,00 dan termasuk dalam kategori sangat baik. Skor tertinggi adalah
pembelajaran dengan strategi hybrid learningmembuat suasana baru yang menyenangkan
dan siswa lebih mandiri dalam mengerjakan tugas ketika mengikuti pembelajaran
menggunakan strategi hybrid learning. Setelah dilakukan perbaikan dalam pengelolaan
strategi hybrid learningdi kelas, maka respon siswa meningkat. Siswa sangat senang dengan
strategi pembelajaran baru yang membuat suasana kelas tidak membosankan.
Hasil pengamatan respon siswa mengalami peningkatan tiap siklusnya. Hal ini
menunjukkanantusias siswa terhadap proses pembelajaran hybrid learning sehingga akan
menambah motivasi siswauntuk belajar dan mempermudah dalam memahami materi
pembelajaran.
Aktivitas Belajar
Siswa; 8
Ketuntasan Belajar
Siswa (%); 18,75
Aktivitas Mengajar
Guru; 11,5
Ketuntasan Belajar Siswa (%) Aktivitas Mengajar Guru
Aktivitas Belajar Siswa Rata- rata Respon Belajar Siswa
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut. (1) Hasil belajar siswa setelah menerapankan hybrid learningpada Mata Pelajaran
Matematika materi bentuk aljabar SMP N 1Sanggau mengalami peningkatan, ditunjukkan
dengan persentase ketuntasan belajar yang mengalami peningkatan, yaitu sebelum tindakan
adalah 31,25%, setelah tindakan siklus 1 adalah 75,00%, dan setelah tindakan siklus 2 adalah
93,75%. (2) Hasil kegiatan mengajar guru dengan menggunakan strategi pembelajaran hybrid
learningpada siklus 1 dengan jumlah nilai rata-rata adalah 60 dan termasuk dalam kategori
cukup. Hasil kegiatan mengajar guru dengan menggunakan strategi pembelajaran hybrid
learningpada siklus 2 mengalami kenaikan, yaitu nilai ratarata sebesar 71,50 dan termasuk
dalam kategori baik.(3) Hasil kegiatan belajar siswa dengan menggunakan strategi
724
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
pembelajaran hybrid learningsiklus 1 mempunyai jumlah nilai rata-rata sebesar 27,33 dan
termasuk dalam kategori kurang. Hasil kegiatan belajar siswa dengan menggunakan strategi
pembelajaran hybrid learningsiklus 2 mengalami kenaikan dengan jumlah nilai rata-rata hasil
sebesar 35,33 dan termasuk dalam kategori baik. (4) Hasil respon siswa siklus 1 terhadap 33
siswa mendapatkan jumlah nilai 1224, dengan rata-rata 38,25 dan termasuk dalam kategori
baik. Hasil respon siswa siklus 2 terhadap 32 siswa mendapatkan jumlah nilai 1312, dengan
jumlah rata-rata 41,00 dan termasuk dalam kategori sangat baik.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut.
(1) Bagi guru SMP agar meningkatkan keterampilan dalambidang teknologi, sehingga mudah
dalam menerapkan strategi pembelajaran yang menggunakan media berbasis komputer
multimedia dan internet yang dapat bermanfaat bagi pembelajaran dan peningkatan hasil
belajar siswa. (2) Bagi pihak sekolah agar memperhatikan sarana dan prasarana penunjang
pembelajaran, termasuk menyediakan koneksi internet yang baik di area sekolah. Sehingga,
memudahkan siswa dalam mengakses informasi yang bermanfaat bagi pendidikan. (3) Bagi
siswa agar memanfaatkandengan baik adanya kemajuan teknologi dengan hal yang positif,
seperti mengakses materi-materi pembelajaran di web, e-learning, jurnal, dan e-book di
internet.
DAFTAR RUJUKAN
Zarkasyi W. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung : PT. Refika Aditama
Bistari. 2015. Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas. Pontianak : PT. Ekadaya Multi
Inovasi
Rizkiyah A. 2015.Jurnal Kajian Pendidikan,Vol 1 Nomer 1/JKPTB/15 : PP 40 - 49
Shadiq F. 2014. Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PT. Graha Ilmu.
Subanji, dkk.2014. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences Teqip
2014.Malang : Universitas Negeri Malang disponsori oleh PT PERTAMINA
(PERSERO)
Subanji. 2013. Pembelajaran matematika Kreatif dan Inovatif . Malang : Universitas Negeri
Malang (UM PREES).
Aris Sohimin. 2013. Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta : AR-
RUZZMEDIA.
Wayan Dasna. 2013. Penelitian Tindikan Kelas . Malang : Universitas Negeri Malang (UM
PREES).
Sjukur B S. 2011. Jurnal Pendidikan Vokasi, Pengaruh Blended Learning Terhadap Motivasi
Belajar dan Hasil Belajar Siswa Tingkat SMK, Yogyakarta: Assosiasi Dosen dan
Guru Vokasi Indonesia.
725
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
NiningWijiyanti
SMP N 10 Sanggau – Kalbar
nining_wijiyanti@yahoo.com
Niningwijiyanti@Gmail.com
Abstraks:Miscin adalah media pembelajaran yang terdiri dari mistar bilangan dan cincin
yang digunakan siswa dikelas dengan bermain untuk menentukannilai mean, median dan
Modus padamateristatistika.Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengkajipemanfaatan media
Miscinyang dapat meningkatkan hasil belajar siswa, kegiatan mengajar guru, danaktivitas
belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang mencakup empat
komponen yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Data penelitian
diperoleh melalui observasi (temansejawat), tes tertulis dandokumentasi. Subjek penelitian
iniadalahsiswakelas IX SMP N 10 Sanggautahunpelajaran 2016/2017. Hasil penelitian ini
adalah (1) Ada peningkatan ketuntasanrata-rata aktivitashasil belajar siswa setelah
menggunakan media Miscin sebesar 11,88%, dari awalnya siklus 1 adalah 71,56%, menjadi
sebesar 83,44% pada siklus 2. (2) Ada peningkatan hasil rata-rata kegiatan mengajar guru
sebesar 16,875% dari awalnya siklus 1adalah71,875%, menjadi sebesar88,75% padasiklus
2. (3) Ada peningkatanhasil belajar siswa sebesar 25% dari awalnya siklus 1
sebesar68,75%, menjadi 93,75% padasiklus 2. Kesimpulannya kegiatan pembelajaran
menggunakan media miscindapat meningkatkan aktivitas sertahasil belajar siswa.
726
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Penggunaan media dalam pembelajaran sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Nining,
2013; Rahmad, 2015; Ramuni, 2015). Nining, (2013) menerapkan penggunaan media
permendancinmenmo pada materi statistika pada siswa kelas IX SMP N 3 Sanggau di
saatkegiatan on going Lesson Study dan hasilnya dengan media konkret siswa memahami
konsep dasar menentukan mean, median dan modus dalam statistika. Selain itu hasil belajar
siswa dalam materi statistika meningkat. Rahmad (2015), memanfaatkan penggunaan media
stadion koordinat kartesius dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas, ini terbukti dari
hasil tes siklus I rata-rata ketuntasannya 33,3% dan tes siswa pada siklus II ketuntasannya
adalah 80%. Ramuni (2015), menerapkan penggunaan media Kartubar pada materi Bentuk
Aljabar hasilnya ada peningkatan hasil belajar siswa, aktivitas mengajar guru, Aktivitas
belajar siswa dan respon siswa.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, terlihat bahwa penggunaan mediasangat
membantu proses pembelajaran, karena itu peneliti memanfaatkan media miscin
(MistarCincin) untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX SMP N 10 Sanggau.
Menurut Djamarah dan Zain (2006: 121) dalam Bistari (2015 : 357) menyatakan bahwa
“media pembelajaran adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur
pesan atau konsep dalam pembelajaran guna mencapai tujuan pengajaran”.
Miscin merupakan media pembelajaran yang terdiri dari mistar bilangandan cincin
yang terbuatdaripotongankertaswarna yang digunakan siswa untuk bermain menemukan
konsep mean, median dan modus. Media Miscin ini digunakan dalam proses belajar
mengajar dikelas agar dapat menarik perhatian siswa, sehingga siswa merasa pembelajrannya
menyenangkan dan bermakna .
727
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
masukkan cincin sama rata sesuai banyak baris semula. Hasil Pembagian jumlah
cincin dengan banyak baris itulah rata-ratanya
2. Menentukan Median atau nilai tengah
Syarat : Data harus urut
Masukkan cincin pada mistar miscin, sesuaikan dengan jumlah tiap barisnya.
Tentukan jumlah barisnya kemudian carilah baris tengahnya dengan melihat
keseimbangan baris kanan dan kirinya lalu ambillah cincinnya. Banyak cincin pada
baris tengah itulah mediannya
Median terletak tepat di tengah-tengah jika banyak data ganjil. Median adalah nilai
rata-rata dari dua data tengah jika banyak data ganjil
3. Menentukan Modus atau nilai yang sering muncul
Masukkancincinpadamistarmiscin, sesuaikandenganjumlahtiapbarisnya.Banyakcincin
yang seringkeluaradalah modus
Aktivitas belajar dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa yang merupakan kegiatan
atau prilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Aktivitas yang dimaksud meliputi :
(1) Memperhatikan apa yang disampaikan guru. (2) Membantu memperagakan media miscin.
(3) Menjawab pertanyaan guru. (4) Mengerjakan LKS/soal latihan. (4) Mempresentasikan
jawaban di depan kelas. (5) Merespon jawaban teman.
METODE
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan
memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas. Penelitian ini dilakukan di
SMP N 10 Sanggau. Subjek penelitian adalah siswakelas IX SMP N 10 Sanggau yang
berjumlah 32 orang yang terdiridari 17 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Penelitian
Tindakan Kelas ini dilaksanakan pada minggu ke-1 bulan agustus sampai minggu ke-4 bulan
September semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017. Data penelitian diperoleh dari
observasi dan nilai tes kelas IX. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
:lembar validasi, lembar observasi pembelajaran dan tes hasil belajar digunakan sebagai alat
untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi statistika ukuran pemusatan data.
Desain Penelitian Tindakan Kelas mengacu pada Model Kemmis, yang
dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart, yang terdiri atas empat
komponen, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi (Sukardi, 2012:
214-215). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiapsiklus dilaksanakan sebanyak
dua kali pertemuan dan 1 kali ulangan harian. Dimana hasil refleksi siklus 1 dipakai sebagai
dasar untuk melakukan perbaikan pada siklus 2 . Tahapan penelitian berupa perencanaan
(penyusunan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian), tindakan (melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan media miscin, pengamatan/observasi (mengamati
aktivitaskegiatan siswa dan guru selama pembelajaran), dan refleksi (mengkaji hasil
pelaksanaan pembelajaran denganmemanfaatkan media miscin).
728
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
729
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Siklus 2
Pembelajaran pada siklus 2 dilakukan berdasarkan hasil refleksi siklus 1, peneliti
melakukan perbaikan pembelajaran untuk menjalankan siklus 2 ini merupakan tindak lanjut
dari kegiatan pembelajaran siklus 1. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan media
miscin pada materi median dan modus data tunggal.
Gambar 4. AktivitasBelajarsiswasiklus 2
Pada tabel 1 terlihat terjadi peningkatan pada persentase aktivitas mengajar guru
sebesar 16,875%, hal tersebut disebabkan oleh perolehan skor guru pada siklus I hanya 115
dan meningkat pada siklus II menjadi 142 dengan kategori tingkat keberhasilan guru amat
baik.
Tabel 2. Hasil ObservasiAktivitasBelajar Siswa Siklus I & Siklus II
SIKLUS
SIKLUS
N II
INDIKATOR
O Pertemua Pertemua Pertemua Pertemua
n1 n2 n1 n2
Memperhatikanapa yang 4 4
1. 3 4
disampaikan guru
Membantumemperagaka 4 4
2. 2 3
n media miscin
Menjawabpertanyaan 3 4
3. 2 3
guru
Mengerjakan 4 4
4. 4 4
LKS/soallatihan
5. Mempresentasikanjawab 2 3 4 4
730
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
an di depankelas
6. Meresponjawabanteman 1 3 3 3
Persentase 58,33% 83,33% 91,66% 95,83%
Hasil
No Ragam Data Perubahan
Siklus I Siklus II
1 Jumlah siswa yang tuntas 22 30 8
2 Jumlah siswa yang tidak tuntas 10 2 8
3 Rata-rata kelas 71,56 83,44 11,88
4 Tingkat ketuntasan 68.75% 93,75% 25%
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan media miscin dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Ada peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 25
%, dari awalnya siklus 1 adalah 68,75%, menjadi sebesar 93,75% pada siklus 2. Ada
peningkatan nilai rata-rata siswa sebesar 11,88, dari awalnya siklus 1 adalah 71,56 menjadi
sebesar 83,44 pada siklus 2. Adanya peningkatan banyak siswa yang tuntas sebanyak 8 siswa,
dari awalnya siklus 1 dimana siswa yang tuntas adalah 22 siswa menjadi 30 siswa yang tuntas
pada siklus 2. Hal ini dikarenakan pada siklus 2 siswa lebih menguasai materi.
Kegiatan refleksi dilakukan setelah pertemuan ke 2 siklus 2 berakhir. Dilihat dari
hasil observasi baik observasi guru, observasi aktivitas siswa serta hasil belajar siswa semua
mengalami peningkatan kualitas pada kegiatannya masing-masing.
731
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas dengan melalui pemanfaatan media
miscin dalam kegiatan pembelajaran, makadapatdiambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah menggunakan media miscin pada materi statistika ukuran pemusatan data,
terlihat meningkatnya penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan dengan
adanya peningkatan ketuntasan hasil Ada peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa
setelah menggunakan media Miscin sebesar 11,88%, dari awalnya siklus 1 adalah
71,56%, menjadi sebesar 83,44% pada siklus 2.
2. Ada peningkatan hasil rata-rata kegiatan mengajar guru sebesar 16,875% dari awalnya
siklus 1 adalah 71,875%, menjadi sebesar 88,75% pada siklus 2. Ada peningkatan hasil
rata –rata aktivitas belajar siswa sebesar 22,92% dari awalnya siklus 1 sebesar 70,83%,
menjadi 93,75% pada siklus 2
3. Dengan menggunakan media miscin dapat membuat siswa menjadi aktif dan kreatif.
Sehingga pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa
B. Saran
Sebagai tindakan meningkatkan hasil belajar siswa pada kegiatan pembelajaran,
disarankan bagi guru untuk menggunakan media sebagai alat bantu untuk menyampaikan
pesan-pesan pembelajaran yang ingin disampaikan. Selain sebagai alat demonstri bagi guru,
siswa juga sebaiknya dilibatkan pada saat penggunaan media pembelajaran untuk melatih
siswa beraktivitas dan dapat menimbulkan semangat serta rasa suka pada pelajaran
matematika.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi statistikaukuranpemusatan data
diharapkan menggunakan media miscin. Hal ini telah terbukti disaat peneliti menerapkan di
kelas IX SMP N 10 Sanggau. Semoga hasil penelitian ini dapat digunakan untuk acuan bagi
peneliti lain yang akan mengadakan penelitian sejenis lebih lanjut. Penelitian ini juga dapat
menjadi sumbangan pemikiran bagi guru untuk mengembangkan variasi strategi pembelaja-
ran dalam mengajar matematika.
DAFTAR RUJUKAN
Zarkasyi W. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung : PT. Refika Aditama
Bistari. 2015. Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas. Pontianak : PT. Ekadaya Multi
Inovasi
Rizkiyah A. 2015.Jurnal Kajian Pendidikan,Vol 1 Nomer 1/JKPTB/15 : PP 40 - 49
Shadiq F. 2014. Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PT. Graha Ilmu.
Subanji, dkk.2014. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences Teqip
2014.Malang : Universitas Negeri Malang disponsori oleh PT PERTAMINA
(PERSERO)
Subanji. 2013. Pembelajaran matematika Kreatif dan Inovatif . Malang : Universitas Negeri
Malang (UM PREES).
Aris Sohimin. 2013. Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta : AR-
RUZZMEDIA.
Wayan Dasna. 2013. Penelitian Tindikan Kelas . Malang : Universitas Negeri Malang (UM
PREES).
732
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Sjukur B S. 2011. Jurnal Pendidikan Vokasi, Pengaruh Blended Learning Terhadap Motivasi
Belajar dan Hasil Belajar Siswa Tingkat SMK, Yogyakarta: Assosiasi Dosen dan Guru
Vokasi Indonesia.
733
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Titin Rosina
SMP Negeri 1 Sanggau
Abstrak : “GELPER”merupakan media pembelajaran yang terdiri dari gelas plastik dan
permen yang digunakan siswa di kelas dengan bermain untuk menemuka konsep
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pada operasi hitung bilangan bulat .
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa dan kegiatan belajar siswa .
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Setiap
siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juli –Agustus di kelas VII E SMP Negeri I Sanggau . Hasil
penelitian menunjukan bahwa pembelajaran berbantuan media GELPER dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Rata – rata hasil belajar sebelum tindakan adalah 58,91,
setelah diberikan tindakan pada siklus I rata – rata adalah 75,82 dan pada siklus ke II rata –
rata adalah 80,57.
Pada masa lalu dan mungkin sampai detik ini, tidak sedikit orang beranggapan
bahwa matematika dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan seseorang. Misalnya di
SMP Negeri 1 Sanggau matematika merupakan pelajaran yang menjadi syarat untuk
penerimaan calon siswa baru, dari hasil seleksi PPDB tahun pelajaran 2016/2017 di peroleh
informasi bahwa banyak siswa yang mendapat nilai di atas KKM berjumlah 25 orang dari 32
jumlah siswa, ini berarti secara keseluruhan sudah mencapai 78,13% berhasil, Sedangkan
banyak siswa yang nilainya dibawah KKM hanya berjumlah 7 orang (21,87%). Saat
dimulainya proses pembelajaran di kelas diberikan pretes pada tanggal 29 Juli 2016 tentang
bilangan bulat , ternyata dari 32 siswa hanya 15 orang ( 46,88 %) siswa yang mampu
menjawab soal dengan benar dan mencapai nilai diatas KKM sekolah yaitu 70,00, sehingga
dapat dikatakan bahwa masih banyak siswa yang belum bisa mengoperasikan bilangan bulat
dengan benar. Hal ini disebabkan oleh penguasaan konsep matematika yang kurang. Konsep
bilangan merupakan konsep dasar matematika yang harus dikuasai siswa sejak SD.
Pemanfaatan media pembelajaran sudah dikaji beberapa peneliti (Nining,2015; Ramuni,
2015; Utin Emma,2015). Nining menerapkan pembelajaran berbantuan media Mistar pada
materi statistika. Ramuni (2015) menggunakan media Kartubar pada pembelajaran Operasi
Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar. Utin Emma (2015) menggunakan media
Realita pada pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat dan hasilnya dapat
meningkatkan hasil belajar.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut terlihat bahwa media sangat membantu proses
pembelajaran, karena itu penelitian ini mengaji penerapan pembelajaran pada operasi
bilangan bulat berbantuan media GELPER perlu dilaksanakan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa di kelas VII E SMP Negeri 1 Sanggau.
734
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VII E SMP Negeri 1 Sanggau dengan
jumlah 32 siswa, yang terdiri dari 20 siswa putri dan 12 siswa putra . adapun alasan kelas ini
dipilih sebagai subjek penelitian adalah karena peneliti guru matematika kelas VII E di SMP
Negeri 1 Sanggau . Guru berkolaborasi dengan teman sejawat sebagai pengamat. Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dengan dua siklus, setiap siklus
dua kali pertemuan, komponen tindakan yang dilakukan pada setiap siklus adalah
perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi
(reflekting).
LANGAKAH PELAKSANAAN
Dalam penelitian ini diharapkan siswa dapat menemukan konsep pada opersi hitung
bilangan bulat dan memahami konsep tersebut dengan cepat serta mendapat hasil belajar
yang baik.
Tahapan pada penelitian ini adalah :
Siklus I
a. Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan :
1. Menyiapkan RPP yang sesuai dengan materi pelajaran
2. Menyusun lembar kereja siswa
3. Menyiapkan media pembelajaran
4. Meyusun format obervasi guru dan siswa
b. Pelaksanaan / tindakan
Pertemuan pertama (Jumat, 5 Agustus 2016)
Materi : Penjumlahan Bilangan Bulat
Melaksanakan tindakan sesuai dengan perencanaan sesuai dengan skenario
pembelajara yang di rencanakan yaitu :
1. Guru memberi format observasi guru kepada pengamat untuk mengamatai proses
pembelajaran yang sedang berlansung.
735
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
2. Guru membuka pelajaran dengan memberi salam dan megecek kehadiran siswa.
(Siapa yang tidak masuk hari ini)
Siawa : Masuk semua bu.
3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan tentang permainan gelper.
4. Guru bertanya kepada siswa tentang pengertian dan jenis bilangan bulat.
Guru : Apa itu bilangan bulat .
Siswa ( Fajar) : bilangan yang bulat-bulat bu, misalnya nol, tiga, dan delapan .
Siawa ( Dustin) : Bukan bu, bilangan bulat adalah semua bilangan selain pecahan. Ya,
baiklah jawaban temanmu tadi semuanya tetapi, bulat disini bukan bearti bentuknya.
ibu akan jelaskan tentang bilangan bulat, agar kalian lebih memahami
5. Guru membagikan siswa dalam 6 kelompok yang terdiri dari 5 - 6 siswa dalam
satu kelompok. ( tempat duduk yang berdekatan )
6. Siswa diberikan LKS,(Lks Terlampir) gelas plastik dua warna merah dan putih,
permen dua jenis dan berbeda warna merah dan putih, masing-masing 30 gelas dan
30 permen .
7. Guru menjelaskan aturan permaina pada operasi penjumlahan, gelas untuk bilangan
pertama dan permen untuk bilangan kedua, jika gelas dan permen satu warna
jumlahkan dan hasilnya sesuai warana, warna putih untuk positif dan warna merah
untuk negatif. Jika gelas dan permen berwarna beda pasangkan dan menjadi nol,
warna yang tersisa itulah hasil.
Contoh : -7 + 4 =
Ambil 7 gelas plastik berwarna merah, dan 4 permen berwarna putih, masukan
permen kedalam gelas, ternyata ada 4 gelas merah berisi permen putih, yang tersisa 3
gelas merah, sehingga hasilnya adalah negatif 3.
8. Siswa berdiskusi menemukan konsep penjumlahan bilangan bulat dengan cara
mengkombinasikan 3 bilangan bulat yaitu bulat positip, bulat negatif dan bilangan
nol.
9. Guru membimbing siswa melakukan diskusi kelompok, Waktu yang diperlukan untuk
siswa berdiskusi 40 menit, setelah itu dipilih 3 kelompok secara acak untuk
mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain menanggapi.
10. Guru mempertegaskan hasil temuan siswa tentang konsep penjumlahan bilangan
bulat.
11. Untuk mengecek pemahaman siswa terhadap konsef yang ditemukan diberikan
beberapa soal tentang bilangan bulat sesuai dengan operasinya.
12. Pada tahap penutup peserta didik diarahkan untuk membuat rangkuman dari hasil
permainan dengan gelas dan permen.
13. Guru memberikan PR
736
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siklus II
Pada siklus kedua ini akan dilaksanakan seperti siklus pertama dengan memperhatikan hasil
refleksi siklus pertama.
Pertemuan pertama (Jumat, 19 Agustus)
Materi : Perkalian Bilangan Bulat
Langkah pembelajran sama dengan siklus pertama , dan yang membedakannya adalah guru
menjelaskan aturan permaina, pada operasi perkalian , gelas untuk bilangan pertama dan
permen untuk bilangan kedua, jika gelas dan permen satu warna hasil kalinya positif, jika
gelas dan permen berbeda warna hasil kalinya negatif .(merah negatip dan putih positip)
Contoh : 4 x -3 =
Ambil 4 gelas berwarna putih, masukan permen merah kedalam gelas secara berulang
sebanyak 3 kali, hitung jumlah permen yang ada didalam 4 gelas plastik ternyata hasilnya ada
12, dan karena permen dan gelas berbeda warna maka hasilnya negatip, sehingga 4 x -3 = -
12.
737
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
738
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
mengalami peningkatan sebesar 15,72 % dari siklus pertama dan 40,72 % dari nilai tes awal,
maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga gelper
hasil belajar siswa meningkat, dan siswa terlibat lansung dalam kegiatan pembelajaran,
sehingga siswa dapat merasakan bahwa pembelajaran yang didapatkan sangatlah bermakna.
Media pembelajaran yang digunakan siswa untuk menemukan kosep operasi hitung bilangan
bulat pada siklus pertama dan kedua dapat dilihat pada gambar berikut :
Siklus I pertemuan pertama
739
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
740
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
KESIMPULAN
Pembelajaran dengan menggunakan media gelper pada materi operasi bilangan bulat
dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dapat dilihat dari tes hasil belajar . Pada tes awal
ketuntasan hanya mencapai 46,88 % saja siswa yang tuntas dengan nilai rata-rata 58,91,
sedangkan pada tes siklus I siswa bisa mencapai ketuntasan 71, 88 % , terjadi peningkatan
sebesar 25 % dengan nilai rata-rata 75, 82. Pada siklus kedua hasil belajar semakin baik
siswa yang tuntas mencaapai 87,50 % dengan nilai rata-rat 80,57 ini berarti mengalami
peningkatan hasil belajar yang cukup baik.
SARAN
Penggunaan media yang sederhana dan tepat untuk menyampaikan materi
pembelajaran sangat diperlukan untuk memudahkan siswa dalam belajar agar hasil yang
didapatkan memuaskan, dan pembelajaranpun bisa lebih bermakna.
DAFTAR RUJUKAN
Wijianti,N,2015. Penerapan Pembelajaran Bermakna Materi Statistika dengan Menggunakan
Media Mistar Cincin di Kelas IX SMP N 10 Sanggau. Prosiding Seminar Nasional
Exchange Of Experiences Teachers Quality Improvement Program (TQIP) 2015.
Halaman 61- 67.
Albina,R, 2015. Penerapan Discovery Learning dalam Pembelajaran Operasi Penjumlahan
dan Pengurangan Bentuk Aljabar dengan Media Kartubar pada Siswa Kelas VIII A
SMP Negeri 5 Sanggau. Prosiding Seminar Nasional Exchange Of Experiences
Teachers Quality Improvement Program (TQIP) 2015. Halaman75-82
Meningkatkan Hasil Belajar melalui Metode Demontrasi Menggunakan Media Realita pada
Materi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat di Kelas VII SMP Negeri 2
Sanggau.
Utin Emma Dafiana Erta (91-95).Shadiq Fadjar 2014. Pembelajaran Matematika
.Yogyakarta : Graha Ilmu
Bistari. 2015. Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas. Pontianak : PT. Ekadaya Multi
Inovasi.
Hosnan Dipl.Ed. M 2016. Pendekatan Saintifik dan Kontektual Dalam Pembelajaran
Abad 21 . Bogor : Ghalia Indonesia
741
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Totok Hardiantoro
SMK Brawijaya-Batu
totokhardiantoro99@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi masalah pembelajaran alat ukur mistar
geser dengan ketelitian yang berbeda sebagai berikut : siswa banyak yang mendapatkan
kesulitan cara pembacaan ketelitian alat ukur mistar geser, cara pemakaian alat ukur, siswa
mengalami hambatan untuk menentukan ketelitian alat ukur dengan kalibrasi standart,
sehingga hasil belajar yang diukur melalui KKM yang telah ditetapkanbelum dapat dicapai
dengan baik. Subyek penelitian ini adalah siswa tingkat X SMK BRAWIJAYA Batu. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini melalui penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan
2 siklus, masing-masing siklus dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Hasil yang diperoleh pada siklus pertama dengan 68,00 % tuntas belajar. Pada
siklus kedua proses pembelajaran meningkat sehingga ketuntasan menjadi 89,00 % .
Kata kunci: problem based learning, media kreatif, ketrampilan membaca alat ukur
mistar geser
742
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
khususnya mistar geser dengan ketelitian0,1 mm , 0,02 mm, 0,05 mm. Pada kenyataanya
siswa kurang teliti pada saat membaca mistar tersebut jika menggunaan ketelitian yang lebih
akurat.
Pada saat siswa mau mengukur benda kerja, masih banyak yang salah cara memegang atau
membaca hasil ukuran, disamping itu hasil pengukuran benda kerja kebanyakan memiliki
angka dibelakang koma, misal 8,04 mm
Penerapan Model Problem Based Learning sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Lavy
& Shriki, 2008; Karokaro, 2015; Meldawati ). Lavy & Shriki (2008) mengkaji penerapan
PBL berbantuan komputer dan dikemukakan bahwa PBL berbantuan komputer dapat
mengubah orientasi guru dalam pembelajaran. Menurut Karokaro (2015). Pembelajaran
model PBL menuntut guru berperan menyajikan masalah,mengajukan pertanyaan dan
memfasilitasi penyelidikan dan dialog.Proses pembelajaran lebih melibatkan pada kegiatan
belajar sehingga pengetahuan dapat diserap dengan baik, melatih untuk dapat bekerja sama
dengan siswa lain,mengakses pengetahuan dari berbagai sumber. Menurut Meldawati (2015).
Dengan proses belajar yang kurang konduktif menyebabkan siswa mengalami pengalaman
belajar yang kurang menyenangkan, dalam hal ini masih banyak guru yang belum dapat
menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efeketif dan menyenangkan yang
disebut PAKEM. Agar hal-hal yang dapat mengganggu proses pembelajaran tidak terjadi,
termasuk guru harus senantiasa memperhatikan keadaan siswa yang tidak konsentrasi
terhadap materi yang guru ajarkan, selalu mendorong siswa untuk aktif. Dengan demikian
PBL memiliki langkah-langkah sebagai berikut: PTK dilakukan dengan 2 siklus, masing-
masing siklus dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi, hal ini
sejalan dengan Meldawati (2015).
METODE.
Metode penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2
siklus. Siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2016 dan siklus kedua pada
tanggal 17 Oktober 2016. Setiap akhir siklus dilakukan refleksi. Siklus 1 meliputi
perencanaan, observasi, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. Siklus 2 meliputi perbaikan
dan refleksi, observasi, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. Observasi di lapangan
menggunakan lembar pengamatan, media komputer dan alat ukur mistar geser. Rancangan
ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang mencakup dua siklus, siklus
pertama dilakukan dalam dua tahap, dimulai dengan tahap perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi. Prosedur pelaksanaan penelitian diuraikan sebagai berikut :
Siklus I
Perencanaan. Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran berikut (1) guru
menyusun rencana pembelajaran , RPP yang disusun mengacu pada sintak Problem Based
Learning : observasi, merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data,
menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (2) menyiapkan lembar kerja siswa, (3)
menyiapkan perangkat penilaian, (4) mempersiapkan media (5) mempersiapkan lembar
observasi siswa.
Pelaksanaan tindakan. Tahap pelaksanaan tindakan satu siklus dilakukan dalam
satu kali pertemuan, dengan alokasi waktu setiap pertemuan 2 X 45 menit. Tahap
pelaksanaan dalam penelitian ini adalah penerapan Problem Based Learning . Penerapan
743
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
tersebut disusun dalam pembelajaran yang dilakukan dalam pendahuluan, kegiatan inti dan
penutup.
Observasi. Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran
berlangsung. Tujuan kegiatan untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara
mendalam dan menyeluruh. Fokus observasi adalah tindakan yang dilakukan oleh siswa
dan guru, aktivitas siswa meliputi (1) observasi media, (2) berdiskusi, (3) bertanya, (4)
menyampaikan pendapat, dan (5) pengisian lembar kerja. Aktivitas guru yang diamati (1)
apersepsi, (2) penyampaian tujuan pembelajaran, (3) menyampaikan langkah-langkah
pembelajaran, (4) menyimpulkan (4) memberi tugas, (5) dan memberikan penguatan materi.
Refleksi hasil-hasil observasi di bahas bersama oleh guru dan observer. Pada
akhir siklus I diperoleh gambaran dampak penerapan metode Problem Based Learning.
Hasil pembahasan yang diperoleh merupakan hasil refleksi dari apa yang telah terjadi
selama penerapan tindakan siklus I. Kegiatan akhir pada pertemuan ini diakhiri dengan
refleksi. Berdasarkan pada hasil evaluasi, nilai rata-rata 70,50 Siswa yang tuntas belajar
sejumlah 19 anak ( 68 %) dan siswa yang tidak tuntas belajar sejumlah 9 anak ( 32 %). Hasil
belajar siswa sudah cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan agar lebih baik dengan
ditemukan permasalahan pada siklus I digunakan untuk pertimbangan dalam menyusun
perencanaan tindakan pada tahap II.
Siklus II
Perencanaan. Dalam perencanaan siklus II ini kegiatan yang dilakukan adalah : (1)
guru dan observer mempelajari hasil refleksi dari tindakan siklus I yang menjadi
masukan dalam melakukan tindakan yang lebih efektif pada siklus II, (2) pada
prinsipnya persiapan pada siklus II sama dengan siklus I perbedaannya hanya indikator
pembelajaran (3) menyiapkan media pembelajaran sesuai dengan indikator pembelajaran
(4) menyiapkan instrumen evaluasi
Pelaksanaan tindakan. Pada siklus II tindakan yang dilakukan sesuai dengan
perencanaanyang telah dilakukan pada siklus I setelah melalui refleksi.
Observasi. Tahapan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, hal-
hal yang diamati sesuai dengan siklus I. Di sesuaikan dengan kondisi lapangan dan hasil
refleksi pada siklus satu.
Refleksi. Hasil pengamatan dibahas bersama guru dengan observe untuk
memperoleh gambaran dampak penerapan model Problem Based Learning.Penelitian ini
dilaksanakan di SMK BRAWIJAYA – Batu. Subyek penelitian siswa tingkat X Program
keahlian Teknik Pemesinan
Pengambilan data. Instrumen pengumpulan data diambil berdasarkan skor hasil
pembelajaran. Data tersebut dikumpulkan dengan prosedur berikut : (1) tes akhir
siklus data yang diperoleh dari tes akhir yang digunakan untuk mengukur hasil belajar, (2)
observasi, yaitu data yang diperoleh dari keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru dalam penerapan model Problem Based Learning, (3) catatan lapangan yaitu data
yang diperoleh dari catatan lapangan yang berupa kegiatan yang tidak tercantum di dalam
lembar observasi, seperti jumlah siswa yang tidak hadir, situasi saat kegiatan pembelajaran
berlangsung, kerjasama siswa dalam pembelajaran, respon siswa terhadap media
pembelajaran, dan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas KKM. Dokumentasi, yaitu
744
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
data yang diperoleh dari dokumen-dokumen seperti data nilai awal sebelum pelaksanaan
refleksi.Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah (1) skor tes, yang diperoleh dari
soal, (2) skor tes aktivitas kerja siswa yang diperoleh dengan lembar observasi proses
pembelajaran, (3) catatan lapangan yang berkaitan dengan aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran yang tidak tercakup dalam point (1) dan (2).Analisis data dilakukan setiap
kali pemberian tindakan berakhir analisa tersebut dilakukan untuk data yang berwujud
kualitatif. Selain itu analisis dilakukan secara deskriptif untuk data yang berwujud
kuantitatif.Indikator keberhasilan tindakan hasil belajar siswa tingkat X Program keahlian
Teknik Pemesinan SMK BRAWIJAYA-BATU di tentukan dengan cara sebagai berikut : (1)
dengan melihat perubahan ketercapaian hasil belajar antara tindakan siklus dua dan
tindakan siklus satu. Keberhasilan tindakan pada siklus dua diketahui dari selisih skor
antara tindakan siklus dua dan siklus satu, (2) indikator keberhasilan tindakan ditentukan
oleh peneliti yaitu apabila siswa tingkat X Program keahlian Teknik Pemesinan SMK
BRAWIJAYA –BATU menunjukkan peningkatan aktivitas dan hasil.
Setelah mengamati dan pencermati proses tanya jawab tersebut, nampak bahwa siswa sudah
memiliki pengetahuan awal terkait dengan pengukuran menggunakan mistar
geser.Selanjutnya siswa dibagi menjadi 6 kelompok, dan masing-masing kelompok terdiri
dari 5 siswa.
Pembelajaran dilanjutkan dengan memberikan masalah kepada siswa sebagai berikut.
Kegiatan inti, dalam kegiatan inti, guru menjelaskan tentang fungsi dan bagian utama
dari alat ukur mistar geser, serta ciri-ciri khusus untuk mistar geser dengan ketelitian yang
745
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
berbeda mulai dari ketelitian 0,1 mm ,0,02 mm,0,05 mm. Pengamatan siswa pada mistar
geser 0,05 mm,kemudian dilanjutkan dengan kerja kelompok.
gb.1 guru menjelaskan alat ujur mistar geser gb. 2 guru melakukan diskusi
746
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Dari hasil tes diperoleh rata-rata nilai siswa 19 sebanyak 9 anak belum tuntas.
Evaluasi keterlaksanaan pembelajaran dilakukan melalui observasi yang dilakukan oleh 2
orang observer, diperoleh hasil sebagai berikut: (1)Panduan dalam diskusi di sampaikan
secara lisan sebaiknya diberikan secara tertulis setiap tahapan,(2) Pemberian apersepsi sudah
cukup baik,tetapi lebih baik jika melibatkan siswa dalam proses apersepsi dengan adanya
tanya jawab guru dengan siswa(3)Metode silih tanya masih belum terlaksanakan seperti yang
seharusnya sehingga menyebabkan hanya beberapa siswa saja yang terlihat aktif(4)Teknik
penilaian untuk para siswa peserta didik masih belum jelas. Evaluasi observer merupakan
kajian untuk perbaikan dalam siklus II
G: Para siswa pada pertemuan hari senin, kita belajar tentang mistar geser ketelitian
0,05mm,sebutkan kesimpulan apa saja yang kamu ketahui
S1: lebih teliti dibandingkan mistar geser ketelitian 0,1 mm
S2: dibutuhkan pengamatan yang cermat pada strip skala nonius yang berimpit
S3: dapat untuk mengukur,ketebalan,diameter dan ketinggian benda kerja
G: hari ini kita pelajari lagi mistar geser yang sejenis tetapi mempunyai ketelitian 0,02
mm
Hasil dari apersepsi tampak siswa memahami tentang mistar geser cara membaca dan
penggunaanya.Guru memberikan penguatan agar dalam pertemuan ini dapat memahami
seperti pada pertemuan sebelumnya. Guru membagi kelas dalam kelompok yang telah
dibentuk sebelumnya dan membagikan lembar kerja siswa 3 dan lembar kerja siswa 4 dengan
tujuan dapat membaca dengan benar ukuran benda kerja berdasarkan mistar geser yang
dipakai dengan masing-masing ketelitian mistar geser.
Hasil dari diskusi pada lembar kerja siswa 2 siswa dapat membaca dengan benar dan
tepat serta mampu membedakan ketelitian mistar geser yang dipakai dari sini guru memberi
penguatan bahwa mistar geser untuk penggunaan dan cara pembacaan tidak berbeda,yang
747
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
membedakan adalah ketelitian mistar geser tersebut.Untuk itu sebelum memakai mistar geser
perlu sekali diidentifikasi mistar tersebut.
Dari jumlah siswa 28 yang belum KKM sebanyak 9 siswa pada pertemuan pertama,setelah
diberi beban untuk mempelajari lagi dengan cara diskusi, telah ada kemajuan dan
perkembangan cara membaca mistar geser dengan ketelitian 0,05 mm.
SIKLUS II.
Petemuan pertama
Kegiatan pendahuluan,dalam kegiatan dimulai dengan berdoa, dilanjutkan dengan presensi
siswa. Kegiatan apersepsi melalui tanya jawab. Pembelajaran dengan memberikan apersepsi
melalui tanya jawab.
G: Anak-anak mari kita lanjutan penggunaan dan pembacaarn mistar geser dengan
ketelitian 0,02 mm, bagaimana pendapat kalian tentang penggunaan mistar geser 0,05
mm,apakah sudah mengerti dan paham ?
S: Ya, pak untuk mistar ketelitian 0,05 kami sudah bisa,bedanya dimana pak ketelitian
0,05 dengan 0,02 mm ?
G: Prinsif penggunaanya sama , hanya berbeda pada pembagian skala nonius.
S: Prinsif perbedaanya di pembagian skala noniuspak ? Bagaimana ciri-cirinya pak ?
G: Kalau mistar geser ketelitian 0,02, hasil pengukuranya selalu dapat dibagi faktor
kelipatan dua berbeda dengan yang ketelitian 0,05 mm,itu salah satu ciri dan masih
ada ciri yang lain yang nanti kita diskusikan bersama
S: Baik, pak
G: Nanti,dimeja kalian akan bapak siapkan 3 macam benda yang nanti dikerjakan secara
kelompok dan hasilnya dikumpulkan.
748
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pada siklus kedua ini para siswa dihadapkan pada tugas diskusi,dengan kelompoknya
masing-masing.Benda yang diukur tetap sama dengan siklus pertama, hanya mistar geser
yang digunakan mempunyai ketelitian yang berbeda yaitu 0,02 mm. Dari hasil diskusi
diharapkan siswa dapat memahami perbedaan antara mistar geser ketelitian 0,1mm , 0,05 mm
dan 0,02 mm. Dengan demikian siswa dapat menyimpulkan ciri ciri hasil pengukuran yang
menggunakan mistar geser dengan berbagai macam ketelitian.
Dari jumlah siswa sebanyak 28, terdapat 9 siswa yang belum KKM pada pertemuan
pertama, setelah diberi beban untuk mempelajari lagi dengan cara diskusi, telah dapat
membedakan mistar geser dengan tingkat ketelitian 0,1 mm. 0,05 mm dan 0,02 mm
SIKLUS II.
Pertemuan kedua
Pada siklus kedua ini para siswa telah dapat dan mampu membaca mistar geser dengan
ketelitian yang berbeda. Hal ini didapat dari tugas diskusi yang diberikan dengan
mengukurbenda kerja yang memakai mistar geser dengan ketelitan yang berbeda.
Dari 28 siswa yang mengikuti, berdasarkan hasil pengamatan, observasi dan lembar kerja
hasildiskusi dapat dinyatakan ada kemajuan yang signifikan,cara membaca dan menggunakan
alat ukur mistar geser dengan ketelitian yang berbeda
749
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
orang observer, diperoleh hasil sebagai berikut: (1)Panduan dalam diskusi di sampaikan
secara lisan sebaiknya diberikan secara tertulis setiap tahapan,(2) Pemberian Apersepsi sudah
cukup baik,tetapi lebih baik jika melibatkan siswa dalam proses apersepsi dengan adanya
tanya jawab guru dengan siswa(3)Metode silih tanya masih belum terlaksanakan seperti yang
seharusnya sehingga menyebabkan hanya beberapa siswa saja yang terlihat aktif(4)Tehnik
penilaian untuk anak-anak masih belum jelas.
SIMPULAN.
Hasil pembelajaran dengan model Project Based Learning (PBL) dapat disimpulkan
bahwa proses pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh para siswa, karena siswa
berperan secara aktif.Sebagai tolok ukurnya adalah meningkatkan hasil belajar siswa yaitu
pada siklus I dengan nilai rata-rata 74,5 mengalami peningkatan pada siklus II dengan nilai
rata-rata 78,20. Prosentase peningkatan 9,5%. Selain itu tingkat keaktifan, motivasi dan
semangat siswa menjadi meningkat dengan diterapkannya model pembelajaran PBL
Dengan KKM yang telah ditentukan 7,50, dari jumlah 28 siswa yang dinyatakan
memenuhi sebanyak 89 % dinyatakan tuntas,artinya dengan metode Problem Based Learning
( PBL) ada peningkatan hasil belajar yang sangat memuaskan.
DAFTAR RUJUKAN
Lavy & Shriki, 2008. Investigating changes in prospective teachers‟ views of a „good
teacher‟ while engaging in computerized project-based learning. J-Math Teacher Educ
(2008) 11:259–284
Karokaro, Deddy, 2015. Penerapan Problem Based Learning pada Materi Dinamika
dan Masalah Kependudukan untuk Meningkatkan Keterampilan Geografi Kelas XI IIS
SMAN 6 Batam. Prosiding seminar nasional TEQIP 2015, Hal 1054-1060 Deddy Karokaro
1054-1060
Meldawati .Penerapan Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan
Analisis pada Materi Interaksi Spasial Antara Main Land dan Hinterland Kelas XII IPS 3
SMAN 5 Batam Prosiding seminar nasional TEQIP 2015(1060-1066)
750
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Fajar Suryani
fajarsmkn3batu@gmail.com
Abstrak: Direct Instruction (DI) atau pengajaran langsung merupakan suatu model
pembelajaran yang bersifat teacher center dalam pembelajaran model ini, peran guru
sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi
siswa.
Produk Sains merupakan hasil dari suatu kegiatan yang menghasilkan suatu media yang
dapat menunjang proses pembelajaran. Dalam kegiatan ini siswa membuat produk sendiri
kemudian, menggunakannya dalam proses pembelajaran, Tujuan penelitian ini adalah
upaya peningkatan pemahaman konsep dan prestasi belajar siswa dengan metode Direct
Instruction dipadukan produk sains. Penelitian ini dilalakukan dengan menggunakan dua
siklus, siklus I menggunakan metode Direct Instruction (DI) dan siklus II menggunakan
kolaborasi Direct Instruction (DI) dan Produk Sains. Ternyata dari kedua siklus yang telah
dilaksanakan terjadi peningkatan ketuntasan siswa dalam proses pembelajaran, pada siklus I
mencapai 43% sedangkan siklus II mencapai 100%, disamping itu motivasi siswa
meningkat dan siswa mempunyai tantangan untuk mencoba mengembangkan untuk
menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik.
751
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Produk Sains dalam kajian ini merupakan hasil dari suatu kegiatan yang
menghasilkan suatu media yang dapat menunjang proses pembelajaran. Kedudukan media
dalam proses pembelajaran adalah sebagai bagian integral dalam pembelajaran. Dengan
hadirnya media dalam proses pembelajaran sangat membantu siswa untuk lebih memahami
hal yang dipelajari. Dalam kegiatan ini siswa membuat produk sendiri kemudian,
menggunakannya dalam proses pembelajaran, sehingga siswa termotivasi untuk menggali
pengetahuannya sendiri, maka kegiatan ini menunjang secara efektif, efisien dan mempunyai
daya tarik dalam pembelajaran.
Pada studi pendahuluan telah dilakukan obslervasi tentang minat siswa terhadap mata
pelajaran fisika, observasi dilakukan dengan wawancara dengan siswa. Dari hasil wawancara
siswa diperoleh data bahwa siswa kurang berminat untuk belajar fisika, pembelajaran fisika
dirasakan kurang menarik dan menantang, disamping itu penyampaian pembelajaran fisika
monoton yaitu didominasi kegiatan ceramah dan pemberian tugas, dan siswa menginginkan
pembelajaran yang lebih menarik sehingga mudah diaplikasikan sebagai life skill. Disamping
itu dari hasil observasi awal di sekolah menunjukkan bahwa pemahaman konsep optik pada
siswa kelas XII TP4 belum maksimal, guru mengalami kesulitan untuk menerapkan metode
yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa, dan siswa kurang aktif dan interaktif baik
antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru selama proses pembelajaran
berlangsung.
Sejumlah penelitian telah dilakukan antara lain penggunaan media berbantuan
komputer Supriyadi (1999), Husein (2003), Sudarma (2006), dan Walida (2011) dapat
752
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
meningkatkan hasil belajar. Dari hasil mengkaji penelitian tersebut muncullah ide untuk
menggunakan metode Produk Sains dalam pembelajaran dengan harapan penanaman konsep
Fisika lebih aplikatif dan siswa secara tidak langsung dan disadari mereka sudah belajar
banyak dengan bergembira.
Tujuan penelitian ini adalah upaya peningkatan pemahaman konsep dan prestasi
belajar siswa dengan metode Direct Instruction dipadukan produk sains. Berdasarkan kajian
pustaka dan hasil survey di atas peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dalam rangka
Peningkatan Pemahaman Konsep Optik Melalui Metode Kolaborasi Direct Instruction Dan
Produk Sains Pada Siswa Kelas XII SMK Negeri 3 Batu sebagai salah satu upaya untuk
memecahkan masalah pembelajaran di SMK Negeri 3 Batu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas
(PTK) yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri atas 2 pertemuan. Subyek penelitian
ini adalah guru dan siswa Kelas XII program keahlian Teknik Komputer Jaringan (TKJ)
tahun ajaran 2015/2016 pada mata pelajaran Fisika, dengan jumlah 23 siswa . Waktu
penelitian dimulai pada bulan September hingga Desember 2016. Topik pembelajaran adalah
Optik (cermin dan lensa). Prosedur penelitian ini terdiri dari empat tahapan penting, yaitu: a)
perencanaan (planning); b) pelaksanaan tindakan (action); c) pengamatan (observation); dan
d) refleksi (reflection). Keempat tahap dalam penelitian tindakan kelas tersebut adalah unsur
untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke
langkah semula (Arikunto, 2006).
a) Tahap Perencanaan (planning)
1. Menyusun silabus
2. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran mata pelajaran Fisika
3. Membuat daftar kelompok yang heterogen
4. Mempersiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa
5. Mempersiapkan power point yang akan digunakan
b) Tahap Pelaksanaan Tindakan (Action)
(1) Pendahuluan, guru membuka pembelajaran, guru mengecek kehadiran siswa, guru
melakukan apersepsi, guru mengemukakan topik pembelajaran tentang Cermin dan Lensa,
guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan gambaran tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan.
(2) Kegiatan Inti, guru menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri pada siswa
tentang potensi diri, bahwa semua siswa pintar tapi tergantung dengan usaha siswa itu
sendiri, guru membimbing siswa mengartikan cermin , guru menggali pengetahuan awal
siswa tentang hubungan materi dengan kehidupan siswa,guru menayangkan materi ajar
melalui LCD, guru menjelaskan langkah- langkah teknik melukis bayangan, guru
membimbing siswa melukis bayangan, guru menciptakan suasana kelas aman, tertib, hangat
dan terkendali dengan memberikan penekanan- penekanan pada ucapan, humor dan lain
sebagainya, guru meminta tiap- tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja di depan
kelas dan kelompok lain menanggapinya, guru memantapkan materi secara bertahap dari
yang mudah ke yang sukar, guru memberi kesempatan pada siswa untuk mengadakan
evaluasi terhadap diri sendiri, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi
753
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
temannya, guru memberikan penghargaan kepada siswa yang kinerjanya bagus baik secara
verbal maupun nonverbal, guru menginformasikan hasil kerja siswa,
(3) Kegiatan Penutup, guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari, guru
mengadakan refleksi pembelajaran, siswa mengerjakan evaluasi, guru memberikan tindak
lanjut
c) Observasi
Observer dalam penelitian adalah teman sejawat. Observasi dilakukan dengan menggunakan
lembar observasi guru dan lembar observasi siswa.
d) Tahap Penilaian dan Refleksi
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap seluruh hasil penelitian baik menyangkut
penilaian proses (hasil observasi guru dan siswa) maupun hasil belajar. Dalam penelitian ini
data yang dikumpulkan 2 macam yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif
dikumpulkan melalui observasi yaitu tentang aktivitas belajar siswa dan aktifitas guru.
Sedangkan data kuantitas dikumpulkan melalui post test disetiap akhir siklus dengan bentuk
tes tertulis.
Hasil refleksi siklus satu dipergunakan sebagai perbaikan pada siklus-siklus selanjutnya.
Data Pengamatan
Data penelitian berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa nilai hasil
belajar siswa, sedangkan data kualitatif berupa catatan hasil observasi kegiatan pembelajaran
yang terdiri dari aktifitas guru dan siswa.
Ketidaktuntasan belajar secara klasikal pada siklus I dikarenakan masih terdapat kelemahan-
kelemahan sehingga penelitian pada siklus I belum berhasil. Kelemahan tersebut yaitu kurang
menariknya kemasan dalam menyampaikan apersepsi, guru kurang berhasil menumbuhkan
rasa percaya diri anak untuk berhasil dalam pembelajaran. Hal ini berdampak pada hasil
belajar yang anak peroleh masih rendah. Menurut Wigfield (dalam Nur 2008: 24) bahwa
sumbangan bersama dua faktor, yaitu keyakinan siswa bahwa mereka mampu dan nilai yang
mereka berikan terhadap sukses akademik, lebih besar daripada kemampuan mereka
sebenarnya dalam meramalkan hasil belajar mereka. Kelemahan lain, siswa masih kurang
menunjukkan kerja sama dalam melakukan eksperimen kelompok. Hal ini disampaikan pada
754
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
komentar yang ditulis siswa pada akhir pembelajaran. Berikut ini beberapa komentar yang
ditulis oleh siswa:
Siswa A: ” Saya belajar hari ini kesal kepada kelompok saya, tidak ada yang mau membantu,
yang membantu hanya sedikit”.
Siswa B : “Pelajaran Fisika hari ini menyenangkan karena banyak menggambar. Pelajaran
Fisika hari ini tentang Optik. Siswa-siswa ribut saling pinjam alat tulis, gurunya baik. Tapi
saya belum berani maju ke depan, karena saya takut salah”.
Siswa C : “Pelajaran Fisika hari ini tentang Optik. Hari ini menyenangkan, tapi hanya saya
dan 2 teman saya yang menjawab soal dari ibu gurus”.
Siswa D:”Saya kesulitan menggambar bayangan benda pada cermin lengkung, terutama
dalam menggunakan sinar-sinar istimewa dalam cermin”.
Siswa E:”Sebenarnya saya senang disuruh melukis bayangan benda, tapi masih bingung saat
melukis bayangan maya”
Komentar dari beberapa siswa di atas mewakili tanggapan yang diberikan seluruh siswa
setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kelemahan yang terjadi pada proses
pembelajaran di atas merupakan satu kesatuan yang saling mendukung. Pernyataan ini
diperkuat dengan pernyataan bahwa keputusan kelompok lebih mudah diterima oleh anggota
bila mereka turut memikirkan dan memutuskan bersama- sama (Nasution, 2004: 150).
Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada siklus I ini bukan menjadi hambatan untuk
melaksanakan pada penelitian ini. Kelemahan-kelemahan pada siklus I menjadi bahan
perbaikan pada siklus II sehingga pembelajaran pada siklus II bisa mencapai suatu
keberhasilan.
Siklus II
Pelaksanaan PTK pada siklus II dilakukan dalam 2 pertemuan, setiap pertemuan terdiri 3 jam
pelajaran @ 45 menit.
Hasil analisis nilai tes pada siklus II disajikan pada tabel berikut ini:
Jumlah seluruh siswa 23
Jumlah siswa yang mengikuti tes 23
Jumlah siswa yang tuntas belajar 23
Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar
Nilai rata-rata kelas 90 Tuntas
Ketuntasan belajar klasikal 100% Tuntas
Peningkatan yang terjadi pada siklus II tidak dapat dilepaskan dari usaha guru dalam
memperbaiki proses pembelajaran berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I.
Aspek-aspek kelemahan yang terjadi pada siklus I diperbaiki pada siklus II sehingga
kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I dapat diminimalisir pada siklus II. Pada siklus
II, pembelajaran berjalan dengan baik dan sangat menyenangkan. Keberhasilan guru pada
siklus II terkait dengan inovasi guru dalam menumbuhkan rasa percaya diri kepada siswa
melalui metode produk sains yang sangat memberikan sumbangsih yang besar terhadap
motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran.
Dengan metode produk sains yang dilakukan berkelompok dengan bimbingan guru berjalan
maksimal, sehingga membangkitkan rasa ingin tahu siswa selama proses pembelajaran
755
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
berlangsung. Keunggulan pada siklus II juga terkait dengan inovasi pembelajaran yang
dilakukan guru. Inovasi yang dilakukan guru adalah memberikan penguatan kepada siswa
berupa pendampingan selama proses pembelajaran sehingga siswa semakin termotivasi untuk
melakukan praktek pembuatan produk. Penguatan ini bertujuan untuk meningkatkan
perhatian siswa terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar,
meningkatkan kegiatan belajar dan membina perilaku yang produktif. (Mulyasa, 2005: 78).
Hal ini disampaikan pada komentar yang ditulis siswa pada akhir pembelajaran. Misalnya
komentar yang ditulis oleh:
Siswa E : “Pelajaran hari ini sangat menyenangkan karena membuat alat praktek Optik . Hari
ini aku dan teman- teman pertama kali mencoba membuat alat praktik optik”.
Siswa F : “Saya senang sekali dan saya baru pertama kali melakukan praktik membuat
produk alat fisika khususnya Optik”.
Siswa G: “Saya sangat senang melakukan praktik pembuatan alat lab fisika (optik)”.
Siswa H: “Kelompok saya sangat bersemangat karena selama praktik didampingi guru yang
siap membantu jika ada kesulitan. Kemudian saya usul kepada Ibu guru untuk membawa
pulang karya kelompok kami karena ternyata setelah kami coba-coba dengan penggaris besi
hasil pantulan sinar laser lebih bagus, kelompok kami ingin mengganti penggaris plastik
dengan penggaris besi ”.
Siswa I: “Dengan membuat produk alat fisika (optik) saya lebih memahami materi seperti
yang disampaikan ibu guru pada materi sebelumnya”
Siswa J:”Saya lebih suka kalu pelajaran fisika disuruh membuat produk berupa alat-alat
praktek fisika...hidup fisika”.
Peningkatan kualitas pembelajaran pada Penelitian Tindakan Kelas ini juga disebabkan
karena guru telah mampu menguasai pembelajaran dengan baik dan telah dapat memahami
apa yang diinginkan siswa selama proses pembelajaran. Berdasarkan uraian data diatas,
tergambar bahwa aktivitas guru dan aktivitas siswa pada siklus II meningkat dari siklus I
yang diikuti dengan peningkatan hasil belajar siswa. Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa
kualitas proses dan hasil belajar telah berhasil dan mencapai ketuntasan yang ditetapkan
sekolah yaitu belajar dikatakan tuntas bila minimal 70% siswa mendapat nilai ≥ 70 dan rata-
rata kelas minimal 80, sehingga penelitian ini dapat diakhiri.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diambil kesimpulan: penggunaan
metode Direct Instruction dan kegiatan laboratorium dapat meningkatkan hasil belajar siswa
di kelas XII Teknik Komputer Jaringan (TKJ) SMK Negeri 3 Batu yang ditunjukkan dengan
rata-rata kelas pada siklus I sebesar 60 dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 43% dan
meningkat pada siklus II dengan nilai rata-rata 90 dan ketuntasan belajar secara klasikal
mencapai 100%.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut.
1. Guru disarankan untuk dapat :
a. mencoba membuat alat praktek Optik melalui metode produk sains pada tingkatan kelas
yang lain, karena terjadi peningkatan hasil belajar,
756
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
b. mencoba menerapkan metode kolaborasi Direct Instruction dan produk sains pada mata
pelajaran yang lain.
2. Bagi peneliti lain disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
pembelajaran dengan menggunakan metode kolaborasi Direct Instruction dan produk
sains.
Daftar Rujukan
Arikunto, Suharsimi & Supandi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Bahri Djamarah, Syaiful. 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suharningrum. 2010. BAB II Kajian Pustaka.(Online). (http://cucuzakariyya.files.
wordpress.com/2010/05/45-tatik-suharningrum-bab-ii.doc.), diakses pada 14
September 2016.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya.
Nasution. 2004. Didaktik Asas- Asas Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Nur, Muhammad. 2008. Pemotivasian Siswa Untuk Belajar. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.
Sopah, Djamarah. 2010. Model Pembelajaran ARIAS. (online). (http://duniaguru.com/
index.php?option=com_content&task=view&id=238&Itemid=28bohlin), diakses 20
September 2016.
Syah, Muhibbin. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada Winarni.
Endang W. 2009. Belajar IPA Secara Bermakna. Bengkulu: Unib Pres.
Haryoto, Dwi & Muhardjito. 2010. Pengembangan Media Pembelajaran Sains. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Kardi, S., Nur, M.2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: University Press-UNESA
Suwarna Iwan Permana. 2010. Materi Optik. Bogor: Duta Grafika.
757
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Ismadi
SMKN 3 Batu
ismadist1965@gmail.com
Kata
Abstrak : Dalam kegiatan pembelajaran seorang pendidik seharusnya harus jeli dan teliti
dalam menggunakan berbagai macam pendekatan, sehingga obyek atau siswa yang kita beri
materi tidak merasa bosan, sehingga dengan pendekatan yang sesuai akan lebih berkualitas
ilmu yang dipahaminya. Dalam hal ini penulis berusaha bemberikan suatu metode
“Penerapan pendekatan kontekstual dengan model pembelajaran group Investigasi untuk
meningkatkan prestasi belajar pada pelajaran Fisika (optik) di Kelas 12 SMKN 3
Batu”.Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar, dan
penerapan pendekatan kontekstual pada proses pembelajaran Fisika (optik) di Kelas 12
SMKN 3 Batu. Dalam kegiatan pembelajaran Fisika , siswa masih banyak mengalami
kesulitan memahami materi dengan baik. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah
satunya dikarenakan metode yang digunakan guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran masih kurang menarik. Akibatnya pencapaian hasil belajar siswa tidak
optimal. Agar dapat tercapai tujuan yang diharapkan, diperlukan adanya strategi
pembelajaran yang dapat menarik minat siswa serta melibatkan siswa secara aktif sehingga
pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk dapat membangkitkan minat
belajar siswa dan melibatkan siswa secara aktif diperlukan suatu pembelajaran dengan
penerapan pendekatan kontektual, Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam
penelitian ini menjadikankan siswa belajar lebih rileks, aktif serta meningkatkan aktivitas
dan tanggung-jawab siswa.
758
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Tindakan Kelas yang mengambil judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Fisika Melalui
Contekstual Teaching And Learning (CTL) Dengan Model Pembelajaran Group Investigasi
” Bermaksud memperbaiki sistem pembelajaran pada pelajaran Fisika . Pendekatan
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,
bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil. Depdiknas, 2002 : 01) Pendekatan kontekstual dalam penelitian ini diartikan
sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme, Inkuiri, bertanya,
masyarakat belajar, pemodelan,refleksi dan penilaian sebenarnya. Skiner berpandangan
bahwa belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih
baik dan sebaliknya bila tidak belajar responnya menjadi menurun. Sedangkan menurut
Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat simulasi lingkungan
melewati penyaluran informasi menjadi kapasitas baru (Dimyati, 2002-10). Sedangkan
menurut kamus umum Bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha, berlatih, dsb supaya
mendapat suatu kepandaian (Purwadarminta :109) Prestasi belajar berasal dari kata “Prestasi”
dan “ Belajar” Prestasi berarti hasil yang telah dicapai (Depdikbud, 1995 : 787). Sedangkan
pengertian Belajar adalah berusaha mermperoleh kepandaian atau ilmu (Depdikbud, 1995 :
14). Jadi prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai atau angka yang
diberikan oleh guru. kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi.
METODE
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Pada Penelitian ini penulis
mencoba dengan menggunakan penerapan pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran
Tematik Fisika .Penelitian ini dilaksanakan di SMKN 03 BATU . Sekolah ini terletak di Desa
Sumberejo, Kecamatan Batu, Kota Batu. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu
mulai September sampai November 2016. Penelitian ini difokuskan pada peserta didik kelas
12 SMKN 03 Batu yang berjumlah 26 anak, terdiri dari 7 laki-laki dan 19 perempuan. Dalam
penerapan dalam penelitian ini, penulis membuat RPP dengan pendekatan kontekstual yang
pelaksanaannya seperti pada tabel dibawah ini.
1. Prosedur Penelitian
a. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain :
1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penggunaan sarana praktik dengan
materi prinsip kerja alat optik
2) Membuat soal evaluasi untuk dikerjakan di kelas.
3) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar di kelas pada waktu
pembelajaran teori maupun praktik dengan materi prinsip kerja alat optik .
759
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
b. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan tindakan kegiatan yang dilaksanakan adalah melaksanakan
RPP yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaan tindakan ini, penulis bertindak sebagai
guru dan guru kelas sebagai observator. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2
siklus dan setiap siklus dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pada pertemuan terakhir pada
masing-masing siklus diberi tes hasil belajar. Waktu pertemuan selama 3 x 45 menit.
c. Pengamatan
Pada tahap pengamatan, peneliti sebagai guru pengajar melakukan tindakan
pembelajaran dengan menggunakan media, selain itu peneliti juga mencatat aktivitas siswa
di dalam kelas dengan menggunakan lembar pengamatan. Sedangkan untuk
mengobservasi hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar kerja siswa, tes, dan
lembar tugas. Data yang diperoleh melalui lembar pengamatan dan tes hasil belajar,
disusun, dijelaskan, dan akhirnya dianalisis dengan cara mendeskripsikan atau menyajikan
data pada setiap putaran.
d. Refleksi
Pada setiap refleksi, peneliti menganalisis kembali segala sesuatu yang dilakukan
dalam kegiatan pembelajaran dan hasil-hasilnya dengan melihat data hasil observasi setiap
siklus apabila terdapat kekurangan maka akan diperbaiki pada siklus berikutnya. Hasil
analisis data pada tahap ini digunakan sebagai acuan untuk merencanakan putaran
berikutnya.
2. Rancangan Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilakukan selama 2 siklus. Dengan masing-masing
siklus 2 pertemuan.
Siklus I
1) Perencanaan
a) Mengumpulkan dan analisis data berupa nilai ulangan harian fisika siswa materi prinsip
kerja alat optik .
b) Identifikasi dan klarifikasi semua masalah yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam
kegiatan belajar mengajar.
c) Menyiapkan materi yang akan disampaikan.
d) Menyusun RPP, LKS, Alat evaluasi akhir siklus, lembar pengamatan.
2) Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti bertindak sebagai guru dan 2 guru fisika
sebagai observator. Adapun pembelajaran yang dilakukan sebagai berikut: Dalam pertemuan
pertama materi pembelajaran adalah prinsip kerja alat optik . Media yang digunakan adalah
program interaktif dan LCD. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Guru menyiapkan media yang sesuai dengan materi prinsip kerja alat optik
(2) Guru melakukan penjelasan awal dengan media program interaktif LCD
(3) Guru menjelaskan materi prinsip kerja alat optik .
(4) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang materi yang diajarkan.
(5) Guru memerintahkan pada siswa untuk melihat soal-soal dalam LKS dan
memperhatikan petunjuk pengerjaannya. Guru memerintahkan kepada siswa
untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam LKS.
760
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
(6) Guru bersama siswa membahas semua soal yang terdapat dalam LKS.
(7) Guru memberikan pujian kepada siswa yang berprestasi dan bimbingan kepada
siswa yang kurang menguasai.
(8) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
Siklus II
1) Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka diadakan perencanaan ulang yang
meliputi:
a) Menganalisis masalah siklus I yang belum berhasil.
b) Menyusun RPP, LKS, Alat evaluasi akhir siklus, lembar pengamatan
2) Pelaksanaan
Materi pembelajaran adalah materi prinsip kerja alat optik . Media yang digunakan
adalah alat praktik optik dan audio visual. Langkah-langkah yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
a) Guru menyiapkan media yang sesuai dengan materi prinsip kerja alat optik .
b) Guru melakukan penjelasan awal tentang sarana yang akan digunakan, yaitu layar
bayangan, optik, benda, power suply.
c) Guru menjelaskan prinsip kerja penggunaan alat praktik optik dan keselamatan
kerjanya.
d) Guru memerintahkan untuk berkerja setiap kelompok sesuai dengan prosedur pada
LKS.
e) Guru memerintahkan pada siswa untuk pengisian pengambilan data dalam LKS
dan memperhatikan petunjuk pengerjaannya.
f) Guru mengontrol siswa yang kurang aktif dengan pendekatan dan bimbingan
khusus seperti mengarahkan untuk menyusun alat-alat praktik yang kurang sesuai
dalam susunanya.
g) Guru memerintahkan kepada siswa untuk mengerjakan perhitungan yang terdapat
dalam LKS .
761
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
762
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan Aktivitas Siklus I
Dari hasil yang diamati pada saat guru mengajar pada lembar observasi materi pokok
mengenal bangun datar dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan
terlihat jelas bahwa;
a. Guru kurang menjelaskan materi pelajaran
b. Guru tidak mengadakan tanya-jawab
c. Guru tidak memberi tugas.
Refleksi Siklus I
Untuk mengatasi masalah yang ditemui pada siklus I berdasarkan pada nilai ulangan
dan hasil observasi teman sejawat dan siswa dalam proses pembelajaran perlu adanya
perbaikan pada siklus berikutnya, yaitu :
a. Guru menunjukkan benba-benda yang secara Fisik yang tersusun dari alat-alat
optik. Melalui benda-benda yang ada dilingkungan sekolah.
b. Guru membagi beberapa kelompok belajar
c. Guru mengadakan tanya-jawab
d. Guru memberi tugas beberapa pertanyaan pada LKS.
763
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1. Pembahasan
A. Hasil Penelitian Dari Siklus I
Setelah dilakukan refleksi dan mendiskusikan dengan teman sejawat dan supervisor
pada siklus pertama pelajaran Fisika memperoleh Hasil nilai yang rendah dengan nilai rata-
rata 64,4 nilai yang tidak dapat dijadikan standar kenaikan jika untuk nilai perorangan karena
masih banyak dibawah KKM. Dari hasil nilai rata-rata dapat diketahui penyebab nilai rendah
ini adalah:
a.Waktu yang digunakan tidak direncanakan dengan baik, guru mengajarkan pelajaran
Fisika hari itu
b.Guru tidak memancing pertanyaan yang menyangkut pada materi pelajaran
sebelumnya
c. Guru belum menggunakan Pendekatan Kontekstual (CTL)
d. Guru tidak menggunakan alat peraga secara tepat
e. Guru belum mengkondisikan siswa, sehingga suasana kelas terlihat pasif.
Dengan pelaksanaan yang terencana maka suasana kelas 12 menjadi sangat hidup,
kegairahan guru maupun siswanya dalam proses belajar mengajar terlihat sekali saat
diadakan tanya jawab. Nilai prestasi yang diberikan pada siklus ke dua mencapai nilai rata-
rata 7,33. Nilai yang cukup baik jika dibandingkan pada waktu sebelum diadakan penelitian
disiklus kedua.
764
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil nilai perbaikan pembelajaran yang terlaksana dengan baik, maka
penulis dapat menarik kesimpulan mengajar yang baik adalah sebagai berikut :
a. Memotivasi siswa untuk Pelajaran Fisika dapat ditingkatkan dengan menggunakan
alat peraga yang menarik dan menerapkan pendekatan Kontekstual (CTL).
b. Keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan dapat ditingkatkan melalui diskusi
kelompok dengan pertanyaan yang jelas dan singkat.
c. Minat siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami dapat ditingkatkan
dengan cara memancing pertanyaan dan memberi kesempatan pada siswa untuk
mengeluarkan pendapat dengan memberikan pertanyaan.
d. Siswa lebih berani untuk menjelaskan dan mempertahankan pendapat dari hasil
praktikmya
e. Penguasaan materi pelajaran dapat lebih ditingkatkan melalui praktik dengan
merangkai dan menyimpulkan dikelompoknya sehingga lebih dipahami siswa.
f. Perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung dapat ditingkatkan
dengan menciptakan komunikasi yang baik antara guru dan siswa dengan
menggunakan Pendekatan Kontekstual (CTL), mempersiapkan media dan metode
pembelajaran yang mudah dipahami oleh siswa.
B. Saran dan tindak lanjut
Bila dilihat dari rata-rata kelas sebelum penulis melaksanakan penelitian tindakan
kelas nilai rata-rata kelas 12 SMKN 03 Batu pada pelajaran Fisika tidak sampai 7 artinya
masih dibawah KKM.
Sebagai seorang guru hendaknya mampu merefleksikan apa yang telah diajarkan
dengan melakukan perbaikan pembelajaran selanjutnya. Dengan demikian mutu pendidikan
untuk dimasa mendatang dapat meningkat sehingga kebutuhan untuk mendapat nilai standar
kelulusan dapat meningkat .
Penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan di SMKN 03 Batu sangat
membantu keberhasilan siswa untuk memupuk kreatifitas, daya nalar, dan kemampuan
berfikir siswa.
DAFTAR RUJUKAN
(Sadisman, 1986) bahwa guru dituntut menguasai segala hal yang menyangkut proses
pembelajaran
( Depdiknas, 2002 : 01) Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil
(Dimyati, 2002-10), Sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif
yang mengubah sifat simulasi lingkungan melewati penyaluran informasi menjadi
kapasitas baru
(Purwadarminta :109) menurut kamus umum Bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha,
berlatih, dsb supaya mendapat suatu kepandaian
(Depdikbud, 1995 : 787). Prestasi belajar berasal dari kata “Prestasi” dan “ Belajar” Prestasi
berarti hasil yang telah dicapai
(Depdikbud, 1995 : 14). Sedangkan pengertian Belajar adalah berusaha mermperoleh
kepandaian atau ilmu
765
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Ributtati, SDN 024 Tanah Grogot Paser Kalimantan Timur, Peningkatan Hasil Belajar
Matematika Materi Operasi Hitung Campuran Melalui Media Kartu Smart
Bambang Stiawan, Sdn 05 Kepahiang Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Pada Pelajaran Geometri Dikelas I Sd Negeri 05
Kepahiang
766
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Nurlaela
SMK Negeri 1 Batu
nurlaelazabidi@yahoo.co.id
Guru merupakan salah satu unsur terpenting dalam pendidikan. Baik buruknya kualitas
pendidikan sangat ditentukan oleh standar kualitas guru. Oleh karena itu, guru perlu
meningkatkan kompetensinya seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. Ada empat kompetensi yang harus dipenuhi guru, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan kompetensi sosial. Peningkatan kualitas
pendidikan dapat dilakukan salah satunya dengan peningkatan kualitas guru. Dalam halini
guru memiliki peranan sentral dalam proses pembelajaran, artinya guru sering menja
diinspirator dan motivator bagi siswanya. Salah satu komponen utama dalam proses
pembelajaran adalah penyiapan rencana pembelajaran (RPP). Karena rencana pembelajaran
dapat mencerminkan proses yang akan terjadi di kelas dan menggambarkan pencapaian yang
akan diperoleh di kelas.
Dalam setiap perencanaan proses pembelajaran salah satu aspek yang diperhatikan
adalah metode mengajar, karena metode yang digunakan guru dalam proses Pembelajaran
pada dasarnya memberikan petunjuk tentang apa yang harus dikerjakan pada saat proses
pembelajaran maupun setelah proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam penelitian ini
peneliti mencoba menerapkan metode Pembelajaran Cooperative STAD Berbantuan Internet
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Aliran Energi Siswa Kelas XII Busana
Butik 2 SMKN 1 Batu
Menurut Slavin ( dalam Erianto, 2007:56 ) bahwa “ Pendekatan kooperatif tipe STAD,
siswa di tempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran dan
siswa bekerja dalam tim dan memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran tersebut”.
767
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Davision (dalam Asma, 2006 : 11) mendefinisikan belajar kooperatif “ Kegiatan yang
berlangsung dalam lingkugan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi ide-ide
dan bekerja sama secara kolaboratif untuk memecahkan masalah yang ada dalam tugas
mereka”. Subanji ( 2013 ) bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode
dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam kelompok itu saling
bertanggung jawab satu dengan yang lain. Dalam pembelajaran kooperatif peranan guru
adalah mendorong dan mengkondisikan kelas sehingga siswa bekerjasama dalam satu tugas
bersama, dan mereka harus mengkondisikan usahanya.
Menurut Thomson ( dalam Karuru, 2007:2 ) pendekatan kooperatif adalah “ Kegiatan
siswa belajar bersama-sama dalam kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas di
susun dalam kelompok yang terdiri 4 atau 5 siswa, dengan jenis yang heterogen”
Pendekatan kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa belajar di dalam kelompok
kecil yang memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyelesaikan tugas kelompok, siswa
saling bekerja sama dan membantu memahami bahan pelajaran. Melalui pendekatan
kooperatif ini di harapkan siswa dapat belajar lebih aktif dan suasana yang kondusif untuk
mengembangkan pengetahuan, nilai sikap, keaktifan, serta ketrampilan sosial seperti
ketrampilan bekerjasama. Sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat.
Dengan menggunakan pendekatan kooperatif diharapkan dapat menumbuhkan
kegairahan siswa dalam belajar. Karena dengan pendekatan kooperatif kompetensi-
kompetensi yang dimiliki akan menjadikan suasana belajar yang saling mengisi dari segi
pengetahuan dan keahlian. Pembelajaran kooperatif STAD merupakan pembelajaran yang
paling sederhana diantara pembelajaran kooperatif lain yang dikembangkan oleh Slavin,
sehingga cukup baik digunakan oleh guru yang pertama kali menggunakan pembelajaran
kooperatif.
Penerapan tipe STAD dalam pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan
informasi baru materi pokok kepada siswa, baik melalui ceramah maupun melalui bahan
bacaan. Siswa dalam kelas dibagi ke dalam kelompok –kelompok dengan anggota masing –
masing 4 sampai 5 siswa, yang diatur secara heterogen, mewakili jenis kelamin, kemampuan
sakademik ( siswa berprestasi rendah, sedang, tinggi ) dan kelompok ras atau etnis. Anggota
tim menggunakan lembar kegiatan siswa ( LKS ) untuk menuntaskan materi dengan saling
membantu satu sama lain melalui belajar bersama, saling bertanya atau berdiskusi .
Untuk melihat perkembangan dan peningkatan skor selanjutnya, maka seminggu atau
dua minggu sekali siswa diberi kuis. Kuis diskor, dan setiap siswa diberiskor perkembangan,
Skor perkembangan ini tidak di dasarkan pada skor mutlak siswa, tapi berdasarkan pada
perbedaan dengan skor siswa yang lalu. Poin individual di hitung untuk membentuk skor
kelompok, dan pemberian penghargaan berdasarkan hasil skor individual maupun skor
kelompok.
Wahyudansyah (2015) menjelaskan bahwa STAD merupakan pembelajaran yang
pada mulanya dikembangkan oleh Robert Slavin dan para koleganya di John Hopkins
Universitas dan dipublikasikan pada tahun 90–an. Pembelajaran kooperatif STAD merupakan
pembelajaran yang paling sederhana diantara pembelajaran kooperatif lain yang
dikembangkan oleh Slavin, sehingga cukup baik digunakan oleh guru yang pertama kali
menggunakan pembelajaran kooperatif.
768
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Slavin (2005) menyatakan bahwa STAD dapat digunakan untuk berbagai macam kajian
seperti pelajaran bahasa Inggris, ilmu sosial, matematika, geografi, sains, dan berbagai kajian
lain. STAD dapat digunakan untuk berbagai tingkat pendidikan, dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi ( Armstrong dan Palmer, 1998 ).
Guru yang mengunakan STAD, memulai pembelajarannya dengan penyampaian informasi
baru kepada siswa, baik melalui ceramah maupun melalui bahan bacaan. Siswa dalam kelas
dibagi ke dalam kelompok – kelompok dengan anggota masing – masing 4 sampai 5 siswa,
yang diatur secara heterogen, mewakili jenis kelamin, kemampuan akademik ( siswa
berprestasi rendah, sedang, tinggi ), dan kelompok ras atau etnis. Anggota tim menggunakan
lembar kerja siswa ( LKS ) untuk menuntaskan materi dengan saling bertanya atau
berdiskusi. Setiap seminggu atau dua minggu sekali siswa diberii kuis. Kuis diskor, dan tiap
siswa diberi “ skor perkembangan”. Skor perkembangan ini tidak didasarkan pada skor
mutlak siswa, tapi berdasarkan pada perbedaan dengan sekor siswa yang lalu ( Arends, 2004 )
Untuk mengatasi hal tersebut guru perlu merubah cara lama seperti pembelajaran model
konvensional, dimana siswa kurang menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu
pembelajaran. Dalam sepuluh menit pertama siswa hanya dapat mengingat 70% dari materi
yang disampaikan guru, sedangkan pada sepuluh menit terakhir mereka hanya bisa mengingat
20% saja.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK)
yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri atas 2 pertemuan.Prosedur penelitian ini
terdiri dari empat tahapan penting, yaitu: a) perencanaan (planning); b) pelaksanaan tindakan
(action); c) pengamatan (observation) ; dan d) refleksi (reflection). Keempat tahap dalam
penelitian tindakan kelas tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu
putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula. (Arikunto, 2006), seperti terlihat
Gambar 1.
769
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 1 Batu dengan subjek penelitian siswa kelas
XII busana 2 dengan jumlah 26 siswa.Siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 10 - 22 Oktober
2016 dengan materi Aliran Energi. Siklus 2 dilaksanakan 24 Oktober - 10 Nopember 2016.
Uraian untuk setiap siklus sebagai berikut :
Siklus I
a. Perencanaan. Pada tahap ini peneliti melakukan beberapa kegiatan yaitu menyusun RPP,
mengembangkan media,menyusun LKS, menyusun instrumen penilaiandan lembar
observasi yang akan digunakan selama penelitian dilakukan.
b. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap inimerupakan implementasi dari pelaksanaan RPP
yang telah didesain oleh peneliti dan didampingi 2 teman sejawat selaku observer yang
dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran dari kegiatan pendahuluan ,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup yang berorientasi kooperatif tipe STAD
c. pengamatan tindakan. Dalam tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan
tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan. Observer
mencatat kejadian-kejadian yang ada secara objektif,ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui aktifitas proses belajar mengajar
d. Refleksi. Setelah semua langkah dilaksanakan, peneliti melakukan diskusi dengan
observer untuk mencari tahu kekurangan ataupun kelebihan yang ditemukan pada saat
proses pembelajaran berlangsung pada siklus I. dengan harapan akan pada siklus II akan
lebih baik.
Siklus II
Pada siklus II, pelaksanaan pembelajaran didasarkan pada hasil refleksi siklus I. siklus II
menjadi penting karena penilaian yang dilakukan pada akhir siklus I akan dibandingkan pada
akhir siklus II dalam rangka melihat perubahan hasil tindakan.
770
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Lembar kerja siswa (LKS) dibuat untuk mempermudah siswa dalam mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru. Lembar kerja siswa berisi tujuan, unjuk kerja, tabel, dan 5 pertanyaan
yang harus dikerjakan oleh siswa.
Untuk mempermudah dalam mengumpulkan data maka dibuatlah lembar observasi. Lembar
observasi yang dikembang berisi catatan lapangan dan dokumentasi, serta lembar kerja siswa
(LKS). Rancangan ini disusun berdasarkan program semester I sesuai dengan waktu
penelitian berlangsung. Perencanaan disusun dengan waktu 2 x 35 menit.
Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil evaluasi proses dan hasil belajar.
Untuk mencapai hal tersebut maka dikembangkanlah alat evaluasi pembelajaran yang terdiri
dari unjuk kerja, soal dalam bentuk esaay, porto folio.
Pelaksanaan Tindakan
Pembelajaran siklus I dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 20 Oktober 2016. Pembelajaran
dilakukan dalam tiga tahapan: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Kegiatan pendahuluan diawali dengan memberikan salam, dan melakukan presensi. Untuk
selanjutnya dilaksanakan dengan mengungkap pengetahuan awal siswa melalui kegiatan
tanya jawab;
G: kita telah belajar mengenai komponen ekosistem, coba sebutkan komponen ekosistem
S: abiotik dan biotik
G:coba sebutkan contoh komponen abiotik
S: air, udara, tanah
G: apalagi?
S:.Suhu, kelembapan
G: sekarang contoh komponen biotik apa saja.
S : tumbuhan, hewan
Dari dialog tersebut terlihat bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat yang cukup
untuk melanjutkan pembelajaran berikutnya.Kemudian dilanjutkan kegiatan inti yaitu Guru
menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran secara umum tentang rantai makanan dan
jaring-jaring makanan Kemudian siswa dibagi atas 4 kelompok yang terdiri dari 4-5 orang.
Guru juga membagikan lembar kerja kelompok (LKK ) kepada masing-masing kelompok.
Guru memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan siswa dan
menyampaikan batas waktu pengerjaan tugas tersebut.
Siswa mulai melakukan kegiatan diskusi kelompok terlihat pada gambar 2. Selama kegiatan
kelompok berlangsung guru membimbing kelompok atau siswa yang kurang mampu
menyelesaikan tugas-tugas kelompokseperti pada gambar 3. Guru juga mengingatkanbahwa
data yang digunakan untuk mengisi lembar kerja dikelompok sesuai dengan soal yang dipilih.
771
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
772
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Bagi kelompok yang mendapatkan nilai tinggi dan sudah baik diberikan penghargaan. Guru
bersama siswa mengadakan Tanya jawab secara klasikal dan meluruskan kesalahan
pemahaman dan memberikan penguatan.Kegiatan selanjutnya adalah siswa mengerjakan
soal-soal secara individu dan tidak boleh bekerjasama dalam menyelesaikannya. Pada
kegiatan penutup siswa bersama guru menyimpulkan mater bersama-sama. Hal ini dilakukan
untuk mengetahuipemahaman siswa terhadap materi. penguatan serta mengingatkan siswa
untuk mempelajari materi berikutnya.
Pengamatan
Berdasarkan kegiatan pembelajaran yang dilakasanakan di kelas XII Busana Butik 2 SMK
Negeri 1 Batu, hasil pengamatan observer ditemukan hal-hal sebagai berikut:
Pada awal pelajaran siswa sudah siap menerima pelajaran dengan baik, sudah terjadi interaksi
antara siswa dengan siswa, dan guru dengan siswa. Pada kegiatan belajar mengajar
berlangsung, menurut observator, siswa sangat bersemangat dan antusias menerima pelajaran
dari guru model, siswa aktif menjawab pertanyaan dari guru. Pada saat pembagian tugas ada
satu peserta didik yang bernama Chiar merasa keberatan dikelompokkan dengan kelompok
lain yang bukan teman sebangku, satu peserta didik lagi yang bernama Salsabilla nampak
kelihatan ngantuk karena habis mengikuti kegiatan osis. Siswa tersebut tidak belajar sebab
kurangnya perhatian dan motivasi dari guru model. Pelaksanaan pembelajaran pada jam itu
siang serta lingkungan yang kurang kondusif.Alternatif yang dapat dilakukan untuk
mengatasi siswa yang terganggu dalam belajar. Perlunya penguasaan kelas, mendekati siswa
yang bermasalah, memberikan motivasi kepada siswa yang bermasalah, memberi dorongan
atau semangat kepada siswa supaya lebih semangat lagi untuk belajar
Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup?
Siswa tetap aktif dengan ikut menyimpulkan materi yang telah dipelajari.Namun
masih ada kelompok yang sibuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru
model.Adapun kekurangan selama pembelajaran yang disampaikan adalah siswa kurang tepat
waktu menyelesaikan soal pada lembar kegiatan siswa (LKS). Hal ini terjadi pada saat siswa
menyimak tampilan gambar pada media LCD terlalu asyik, sehingga terlena dengan soalyang
773
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
harus didiskusikan yang terdapat pada lembar kerja siswa (LKS).Pembentukan kelompok
kurang heterogen. Selain itu waktu terbatas dan siswa belum terkondisi dengan dilaksakan
diskusi kelompok yang berakhir dengan presentasi,sehingga pelaksanaan perbaikan
pembelajaran kurang mendapat hasil yang optimal. Masih rendahnya hasil tes juga
disebabkan beberapa siswa pasif, kurang mempunyai keberanian dalam mengemukakkan
pendapat dan tidak mau bertanya meskipun kurang paham dengan materi yang sedang
diajarkan..
Refleksi
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer dan peneliti ditemukan beberapa
kendala seperti pada tabel I
Dari hasil pelaksanaan siklus I diperoleh hasil belajar rerata siswa kelas XII Busana Butik 2
dengan jumlah 22 orang siswa untuk materi Energi Dalam Ekosistemadalah sebagai berikut
untuk nilai 50 – 59= 10 siswa, 60 –69= 5 siswa, 70 – 79 = 5 siswa, 80 > = 2 orang.
Berdasarkan KKM yang harus dicapai untuk mata pelajaran IPA di sekolah kami adalah 70,
sedangkan dari hasil hasil diatas siswa yang nilainya KKM hanya 7 siswa (31,82 % dari 22
siswa), maka peneliti perlu melaksanakan tahapan siklus II.
774
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siklus II
Perbaikan pembelajaran siklus II dilaksanakan tanggal 3 dan 10 Nopember 2016 pada
jam pelajaran ke 9 - 10. Tindakan perbaikan pembelajaran dilaksanakan sesuai skenario yang
telah disusun penulis bersama teman sejawat (RPP Siklus II).Tahapan perbaikan
pembelajaran pada kegiatan siklus II sama dengan tahapan pada siklus sebelumnya yaitu
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan berakhir pada tahapan refleksi.
Perencanaan
Dalamtahap perencanaan perbaikan tetap sama seperrt siklus sebelumnya, seperti: (1)
menyusun rencana perbaikan pembelajaran (RPP), (2) menyiapkan media pembelajaran, (3)
mengembangkan lembar kerja siswa (LKS), (4) mengembangkan pedoman observasi, dan (5)
mengembangkan alat evaluasi. Tahapan ini adalah pelaksanaan tindakan yang diperbaiki
sesuai dengan catatan hasil observasi yang dikemukakan pada tahap refleksi siklus I. Urutan
pelaksanaan tindakan sebagai berikut: (1). Melaksanakan kegiatan belajar sesuai dengan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan memperhatikan catatan yang harus diperbaiki.
(2). Melaksanakan postes untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang sudah
dibahas.
Pelaksanaan Tindakan
Pembelajaran siklus IIdilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 3 Nopember 2016.
Pembelajaran dilakukan dalam tiga tahapan: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan diawali dengan memberikan salam, dan melakukan
presensi. Untuk selanjutnya dilaksanakan dengan mengungkap pengetahuan awal siswa
melalui kegiatan tanya jawab;
G: kita telah belajar mengenai rantai makanan dan jarring-jaring makanan, masih ingat
anak-anak apa yang di sebut dengan rantai makanan?
S1: rantai makanan yaitu peristiwa makan dan dimakan bu
G: ada yang bisa menyempurnakan jawaban temanmu?
S2 : perpidahan energy melalui makan dan dimakan yang membentuk garis
G: betul anak-anak ?
S:.betul bu
Guru memberikan apersepsi dengan tujuan mengajak/membawa siswa masuk kedalam dunia
pembelajaran yang telah dirancang.Kemudian dilanjutkan kegiatan inti, pada kegiatan inti
pembelajaran dimulai denganguru menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran secara
umum tentang Daur Biogeokimia kemudian dilanjutkan dengan menampilkan gambar
macam-macam siklus biogeokimia di media LCD.
Siswa dibagi atas 4 kelompok yang terdiri dari 4-5 orang.Setiap kelompok di berikan lembar
kerja siswa (LKS).Di setiap kelompok ada satu nama kelompok ahli, dimana kelompok ahli
yang akan maju kedepan kelas mewakili temannya di setiap kelompok untuk menjawab
pertanyaan dari guru model. Guru model memberikan pertanyaan sesuai LKS yang dibagikan
dengan ahli – ahli kelompok. Ahli – ahli kelompok menjawab pertanyaan dari guru model.
Guru model mencatat jawaban dari para ahli dan mencatat skornya, meluruskan jawaban
yang kurang tepat.Setelah tau jawaban dan skor dari guru model, para ahlikelompok kembali
kekelompoknya dan meluruskan jawaban yang kurang tepat serta memberikan jawaban ke
anggota kelompoknya. Guru model memberikan penghargaan ( reward ) kepada kelompok
775
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
yang mendapatkan nilai paling tertinggi dengan sebutan “ good team “. Guru model
menggunakan LCD untuk menjelaskan siklus daur biogeokimia dengan media gambar.Guru
model bertanya jawab tentang hal – hal yang belum diketahui siswa..
Pada kegiatan penutup guru bersama siswa menyimpulkan materi bersama-sama. Hal
ini dilakukan untuk mengetahuipemahaman siswa terhadap materi. Adapun untuk mengukur
keberhasilan proses belajar siswa dilakukan evaluasi secara tertulis tentang siklus
biogeokimia. Dalam hal ini guru model memberikan petunjuk dalam hal media yang
digunakan atau objek benda langsung. Siswa mengerjakan soal-soal secara individu dan tidak
boleh bekerjasama dalam menyelesaikannya.. Selain itu guru model memberikan semangat
berupa motivasi yang harus dipacu terus.
776
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Observasi
Pada awal pelajaran siswa sudah siap menerima pelajaran dengan baik, sudah terjadi
interaksi antara siswa dengan siswa, dan guru dengan siswa. Pada kegiatan belajar mengajar
berlangsung, menurut observator, siswa sangat bersemangat dan antusias menerima pelajaran
dari guru model, siswa aktif menjawab pertanyaan dari guru.
Siswa tetap aktif dengan ikut menyimpulkan materi yang telah dipelajari.Namun
masih ada kelompok yang sibuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru
model.Adapun kekurangan selama pembelajaran yang disampaikan adalah siswa kurang tepat
waktu menyelesaikan soal pada lembar kegiatan siswa (LKS). Hal ini terjadi pada saat siswa
menyimak tampilan gambar pada media LCD terlalu asyik, sehingga terlena dengan soalyang
harus didiskusikan yang terdapat pada lembar kerja siswa (LKS).Pembentukan kelompok
kurang heterogen. Selain itu waktu terbatas dan siswa belum terkondisi dengan dilaksakan
diskusi kelompok yang berakhir dengan presentasi,sehingga pelaksanaan perbaikan
pembelajaran kurang mendapat hasil yang optimal. Masih rendahnya hasil tes juga
disebabkan beberapa siswa pasif, kurang mempunyai keberanian dalam mengemukakkan
pendapat dan tidak mau bertanya meskipun kurang paham dengan materi yang sedang
diajarkan..
Pada tahapan observasi/ pengamatan dan refleksi dilaksanakan untuk mengetahui penigkatan
hasil belajar pada tindakan siklus II. Dari pelaksanaan refleksi dikemukakan siswa lebih
antusias dan terarah selama proses pembelajaran berlangsung. Namun ada siswaHal ini
merupakan dampak positif dari kemampuan peneliti dan kolaborasi yang baik dengan
observer.
Refleksi
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer dan peneliti ditemukan beberapa
kendala seperti pada Tabel 2.
Dari hasil pelaksaan siklus 1I diporeleh hasil belajar siswa kelas XII Busana Butik 2 dengan
jumlah 22 siswa untuk materi Energi dalam ekosistem submateri Daur Biogeokimia adalah
sebagai berikut untuk nilai 60 – 69 = 3, 70 – 79 = 16, dan 80 > = 3. Berdasarkan KKM yang
harus dicapai untuk mata pelajaran IPA di sekolah kami adalah 70, sedangkan dari hasil
diatas siswa yang nilainya KKM 19 siswa dari 22 siswa,maka peneliti melakukan program
remedial untuk siswa yang belum KKM. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum hasil
777
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
belajar pada aspek pengetahuan siswa kelas XII Busana Butik 2 SMK N I Batu yang belajar
melalui model cooperative tipe STAD termasuk katagori tinggi. Indicator ini menjadi data
atau informasi empiris keberhasilan penerapan model cooperative tipe STAD dalam
penelitian ini. Temuan ini diperkuat dengan hasil analisis data yang menunjukkan bahwa dari
22 siswa yang menjadi subyek penelitian sebanyak 19 siswa (86,36 %) dinyatakan tuntas
belajar IPA khususnya materi siklus biogeokimia.
Peningkatan motivasi ini disebabkan dalam pembelajaran cooperative STAD siswa
didorong lebih bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sehingga siswa terlibat aktif
dan memiliki usaha yang besar untuk belajar ( Johnson dan Johnson, 1999 ). Selain itu,
pembelajaran kooperatif STAD menekankan kerjasama siswa selama proses pembelajaran
sehingga di harapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
STAD sangat memungkinkan antara anggota kelompok dapat saling memotivasi dan
membantu untuk dapat memecahkan permasalahan secara bersama-sama dengan perantara
diskusi kelompok, setiap individu akan termotivasi untuk mendapatkan nilai semaksimal
mungkin untuk kemajuan nilai kelompoknya dan juga termotivasi untuk meningkatkan
pencapaian nilainya di bandingkan nilai sebelumnya. Selanjutnya Slavin ( 2008 dalam
Mahanal, 2011 ) berpendapat bahwa siswa yang termotivasi akan dengan mudah diarahkan,
diberi penugasan, cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar, aktif dalam mencari
informasi tentang materi yang di jelaskan oleh guru serta menggunakan proses konitif yang
lebih tinggi untuk mempelajari dan menyerap pelajaran yang diberikan. Guru yang
mengunakan STAD, memulai pembelajarannya dengan penyampaian informasi baru kepada
siswa, baik melalui ceramah atau pun melalui bahan bacaan. Siswa dalam kelas dibagi ke
dalam kelompok - kelompok dengan anggota masing - masing 4 sampai 5 siswa, yang diatur
secara heterogen, mewakili jenis kelamin, kemampuan akademik ( siswa berprestasi rendah,
sedang, tinggi ), dan kelompok ras atau etnis. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan
siswa ( LKS ) untuk menuntaskan materi dengan saling membantu satu sama lain melalui
belajar bersama, saling bertanya atau diskusi. Setiap seminggu atau dua minggu sekali siswa
diberi kuis. Kuis diskor, dan tiap siswa diberi “skor perkembangan”. Skor perkembangan ini
tidak didasarkan pada skor mutlak siswa, tapi berdasarkan pada perbedaan dengan skor siswa
yang lalu ( Arends, 2004 ).
Penggunaan media LCD yang menampilkan gambar secara khusus berfungsi untuk
menarik perhatian siswa serta memperjelas sajian ide, dan mengilustrasikan fakta yang
mungkin cepat terlupakan. Perhatian adalah salah satu unsur motivasi. Dengan demikian,
penggunaan media LCD menampilkan gambar tersebut dapat meningkatkan motivasi. Peran
motivasi dalam belajar sangat penting seperti yang dikemukakan oleh Dimyanti dan Mujino (
2010 ), motivasi belajar adalah kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian, kemauan
atau cita -cita. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk
melakukan kegiatan belajar ( Sardiman, 2011 ).
778
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
2. Guru model lebih percaya diri dalam menerapkan model pembelajaran cooperative
STAD dengan berbantuan Internet
3. Siswa kelas XII Busana Butik 2 SMK Negeri I Batu lebih termotivasi dalam mengikuti
proses pembelajaran IPA.
4. Terjadinya peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas XII Busana Butik 2 SMK Negeri I
Batu.
DAFTAR RUJUKAN
Slavin, R.E. (dalam Aah Wasi‟ah, 2013). Penggunaan Media LCD dan Model Pembelajaran
kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar matematika mengenai
konsep luas laying-layang pada siswa kelas V SD Negeri 007 Ranai
Subanji, (dalam Rosdinar A, 2015). Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD materi
cirri-ciri khusus tumbuhan pada siswa kelas VI SDN 16 Nan Sabaris Kabupaten
Padang Pariaman.
Wahyudansyah (2015) Peningkatan hasil belajar siswa kelas VI SD materi cir-ciri khusus
tumbuhan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD.
ST. Sarah (2013) Peningkatan pembelajaran matematika dengan menggunakan media kotak
untuk menentukan FPB dan KPK di kelas VI SD Negeri 017 Tanah Grogot
Kabupaten Paser Tahun 2013.
779
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Sri Widayati
sriwidayati153@gmail.com
SMK NEGERI 1 BATU
Abstraks : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar IPA pada peserta
didik di kelas X SMK Negeri 1 Batu. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas
dengan model inkuiri yang terdiri dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan dan
refleksi. Penelitian ini dilakukan dengan 3 siklus. Pengambilan data dilakukan dengan
teknik observasi untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar. Dan dari hasil penelitian
yang telah dikembangkan menunjukan peningkatkan KPS peserta didik kelas X jurusan jasa
boga di SMK Negeri 1 Batu
Motivasi pada dasarnya merupakan salah satu dorongan atau pemberian seaangat
untuk melakukan sesuatu supaya lebih baik. Sardiman (2006) mengemukakan bahwa “motif”
dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan
aktivitas tertentu demi mencapai tujuan. Dimyati dan Mudjiono (2006) motivasi belajar
merupakan mental yang mendorong terjadinya satu proses belajar. Nasution (dalam Rohani
2004) menyatakan motivasi peserta didik (siswa) adalah menciptakan kondisi sedemikian
rupa sehingga siswa mau melakukan apa yang dapat dilakukannya. Belajar merupakan salah
satu hal yang dapat menambah wawasan, namun terkadang kita merasa bosan dan malas
untuk mempelajari suatu hal yang terus menerus, untuk itu dibutuhkan beberapa kata
motivasi belajar yang dapat membantu kita menjadi lebih semangat belajar. Motivasi itu
sendiri mencerminkan reaksi individu terhadap stimulus untuk belajar. Belajar tidaklah
sebatas mengetahui apa yang harus dilakukan, melainkan melakukan apa yang telah
diketahui. Adapun tujuan pemberian motivasi :
1. Meningkatkan disiplin belajar dan menurunkan tingkat absensi
2. Meningkatkan kreativitas, mempertahankan loyalitas dan kestabilan
Berdasarkan hasil pengalaman dan hasil wawancara dengan siswa di SMK Negeri 1
Batu pada pembelajaran IPA, metode yang selama ini diterapkan di kelas menyebabkan siswa
tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga anak menjadi pasif, selain itu siswa
sangat kurang diberikan kesempatan untuk lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Lebih lanjut, hasil observasi menunjukkan bahwa minat dan motivasi siswa untuk mengikuti
pembelajaran juga tidak terlalu tinggi dan terkesan masih malas buat mengikuti
pembelajaran, kegiatan peserta didik dalam pembelajaran lebih banyak mendengarkan,
duduk, dan mencatat, akibatnya penguasaan konsep dan daya retensi peserta didik menjadi
rendah. Peserta didik juga belum bisa menemukan pengetahuan sendiri, karena belum
terbiasa dalam melakukan observasi dan, percobaan. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya
siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Rata-rata hanya 40% siswa yang
menyerahkan tugas tepat waktu. Rendahnya motivasi siswa juga didukung oleh materi
780
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
pelajaran lebih cenderung pada aspek ingatan sehingga sebagian besar siswa akan mengalami
kesulitan mengikuti pembelajaran. Berdasarkan pengalaman ini perlu dicari solusi tentang
pegelolaan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa dalam pembelajaran, sehingga
diharapkan meningkatkan motivasi belajar. Dengan meningkatnya motivasi belajar, maka
siswa akan lebih aktif dalam pemebalajaran dan tentunya hasil belajar juga meningkat.
Banyak pendekatan pembelajaran yang telah dikembangkan dalam beberapa dekade
ini, dianatarnya adalah strategi inkuiri. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Lampiran
Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014, bahwa “pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan
secara inkuiri (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan
bersikap ilmiah serta mengomunikasikannya, pembelajaran IPA juga menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan
keterampilan proses dan sikap ilmiah”, (Kemendikbud, 2014: 433). Lebih lanjut, model
pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung dalam pembelajaran IPA yaitu
inkuiri terbimbing. Pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing melibatkan peserta didik untuk
mencari informasi dan membuat penjelasan dari pengalaman langsung dengan bimbingan
guru (Chiappetta & Koballa, 2010: 125). Pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing
memberikan pengalaman langsung pada peserta didik. Melalui pengalaman langsung, peserta
didik dapat menemukan pengetahuan, melatih KPS, kemampuan berpikir dan sikap ilmiah.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Buxton & Provenzo (2011: 68), yaitu:
“…simple hands-on experiments become critical means by which learners can enter
into the process of discovering science”
dengan maksud bahwa percobaan sederhana menjadi sarana penting bagi peserta didik
dapat masuk kedalam proses menemukan ilmu pengetahuan. Berdasarkan kerucut
pengalaman Edgar Dale, pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan
paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu,
karena melibatkan panca indera peserta didik untuk melakukan learning by doing yang
memberikan dampak langsung terhadap perolehan dan penumbuhkembangan pengetahuan,
KPS dan sikap ilmiah (Arsyad, 2013: 13-14).
Pembelajaran inkuiri terdiri dari empat macam yaitu inkuiri konfirmasi, inkuiri
terstruktur, inkuiri terbimbing dan inkuiri terbuka (Trna, Trnova & Sibor, 2012); dan
Zubaidah et al., 2014: 60-64). Penerapannya dalam pembelajaran disesuaikan dengan
beberapa pertimbangan salah satunya adalah karakteristik peserta didik. Peserta didik dalam
pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing akan melakukan pengamatan, mengajukan
pertanyaan dan hipotesis, merencanakan dan melakukan percobaan, melakukan analisis data,
membuat kesimpulan serta mengomunikasikannya dengan bimbingan guru. Pokok bahasan
kalor dan perpindahannya merupakan materi yang menarik yang dialami peserta didik dalam
kehidupannya sehari-hari, mulai bangun tidur hingga tidur kembali. Materi ini jika dirancang
dalam perangkat pembelajaran dengan cara yang menarik yaitu berbasis inkuiri terbimbing,
diharapkan dapat meningkatkan KPS, berpikir, sikap ilmiah, dan pemahaman konsep peserta
didik. Berdasarkan penjelasan tersebut, pembelajaran pada pokok bahasan kalor dan
perpindahannya dengan model inkuiri yang cocok diterapkan pada peserta didik SMK kelas
X adalah inkuiri terbimbing (guided inquiry).
Dalam hal lain, Suchman dalam Zubaidah, Yuliati, Mahanal, (2013) inkuiri sebagai
suatu pencarian kebenaran, informasi, atau pengetahuan upaya pencarian tetrsebut di lakukan
781
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
782
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa dalam pembelajaran IPA khususnya materi
tentang suhu dan kalor pada kelas X jurusan jasa boga 2 di SMK Negeri 1 Batu.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (research and
development).yang dilakukan di SMKN 1 Batu, pada kelas X Jasa Boga 2, pada bulan
Oktober 2016 sampai dengan Nopember 2016. Produk yang dikembangkan dalam penelitian
ini berupa perangkat pembelajaran dalam bentuk Silabus, RPP, LKPD, dan instrumen
penilaian. Penelitian pengembangan yang dilakukan mengacu pada metode yang
dikembangkan Borg & Gall (1983: 775) yang terdiri dari sepuluh langkah, yaitu: (1)
melakukan penelitian pendahuluan dan pengumpulan formasi; (2) melakukan perencanaan;
(3) mengembangkan produk awal; (4) melakukan uji coba lapangan produk awal untuk
menghasilkan produk utama; (5) melakukan revisi terhadap produk utama; (6) melakukan uji
coba lapangan produk utama; (7) melakukan revisi terhadap produk utama untuk
menghasilkan produk akhir; (8) melakukan uji lapangan produk akhir; (9) melakukan revisi
terhadap produk akhir; (10) mendiseminasikan dan mengimplementasikan produk. Langkah-
langkah yang dilakukan pada penelitian ini meliputi langkah satu sampai tujuh metode yang
dikembangkan Borg & Gall tersebut.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan Tindakan pada siklus 1 dilakukan dalam 2 kali pertemuan yang dilaksanakan
mulai tanggal 13 oktober 2016 di kelas XJB2 SMKN 1 Batu. Pelaksanaan pembelajaran
dilakukan sesuai dengan rencana pembelajaran yang dibuat sebelumnya dan pengamatan
pembelajaran dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran.
Siklus I.
Pada saat pembelajaran pada pertemuan pertama, sebagai awal pembelajaran dilakukan
dialog:
guru : anak-anak sudah belajar tentang suhu dan kalor ?
siswa : sudah bu….
guru : apakah anda tahu tentang suhu ?
siswa : tahu bu, derajad panas dan dingin suatu benda
guru : apa suhu bisa diukur ?
siswa : bisa bu, dengan termometer
783
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pengamatan
Berdasakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas X Jasa Boga 2 SMK
Negeri 1 Batu, hasil pengamatan observer ditemukan hal-hal berikut: (a) pada awal
pembelajaran berlangsung siswa sudah siap menerima pelajaran dengan baik, sudah terjadi
interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, (b) saat kegiatan belajar
berlangsung, menurut observer, siswa sangat bersemangat dan antusias menerima
pembelajaran dari peneliti sebagai guru model, (c) siswa aktif menjawab pertanyaan baik dari
sesama siswa maupun dari guru, dan (d) pada pertengahan kegiatan dan pembagian tugas ada
dua siswa menurut observer bermain-main karena daya konsentrasinya tidak sekuat teman-
temannya yang lain, suasana belajar dalam kelas.
784
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pertemuan ke dua pada siklus 1 dilakukan pada tanggal 20 oktober 2016, siswa
mengamati demonstrasi tentang perpindahan kalor dengan bantuan media Laptop, LCD dan
slide. Pada saat pembelajaran pertemuan ke dua ini didapat hal-hal berikut: (a) siswa sudah
mulai serius dalam pembelajaran, (b) siswa mampu menyelesaikan tugas di LKS, (c) siswa
melakukan diskusi tentang apa yang didapat dari tayangan LCD, (d) mempresentasikan hasil
diskusi, dan (e) di akhir pertemuan siswa diajak bersama-sama untuk membuat rangkuman
dan dilaksanakan penilaian.
Pada tahap ini apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam
proses belajar mengajar dengan Penerapan metode inquiry. Dari data-data yang telah
diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan
baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase
pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar
berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan
sehingga menjadi lebih baik.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah
belajar dengan metode inquiry dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul
di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan
LKS/menemukan konsep, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana
prosentase untuk aktivitas. Tampak bahwa motivasi siswa dalam belajar masih kurang, hal ini
tampak dari keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Untuk itu penelitian dilanjutkan
dalam siklus II
Siklus II
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 27
Oktober 2016 di Kelas X dengan jumlah siswa 34 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak
terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan sesuai dengan rencana
785
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa perangkat pembelajaran IPA berbasis inkuiri
terbimbing yang telah digunakan pada kelas eksperimen efektif menumbuhkembangkan KPS
peserta didik. Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nurochmah (2007)
di SMPN 2 Temon Kulon Progo, yang menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri dapat meningkatkan KPS peserta didik pada kemampuan observasi,
klasifikasi, merumuskan masalah, identifikasi variabel, dan mengendalikan variabel pada
proses pembelajaran materi pokok sistem pencernaan pada manusia di kelas X. Penelitian
yang dilakukan oleh Dewi, Sadia dan Ristiati (2013) di kelas VII SMPN 5 Kubutambahan
juga menunjukkan bahwa pembelajaran IPA dengan menggunakan perangkat pembelajaran
dengan setting inkuiri meningkatkan kinerja ilmiah.
Proses pembelajaran menggunakan perangkat pembelajaran berbasis inkuiri
terbimbing pada kelas eksperimen, melatih peserta didik dalam memecahkan masalah atau
menjawab pertanyaan melalui penyelidikan dan percobaan. Kegiatan penumbuhkembangan
KPS yang dilakukan dalam proses pembelajaran berbasis inkuiri pada pokok bahasan kalor
dan perpindahannya terbagi menjadi lima kali pertemuan. Pada tiap pertemuan, ketujuh KPS
selalu dilatihkan dengan melakukan kegiatan yang ada dalam LKPD yaitu mengobservasi,
merumuskan hipotesis, melakukan percobaan, mengukur, menginterpretasikan data,
menerapkan konsep, dan mengomunikasikan.
Pada kelas kontrol kegiatan belajarnya masih banyak berpusat pada guru dengan
menggunakan metode ceramah untuk menjelaskan materi pelajaran, setelah itu baru peserta
didik membuktikannya dengan melakukan praktikum dengan panduan LKPD. Dalam LKPD
yang digunakan pada kelas kontrol tidak ditemukan kegiatan merumuskan hipotesis, dan
ISBN :978-602-17187-2-8518 membuat grafik data hasil percobaan, sehingga KPS berupa
merumuskan hipotesis, dan mengomunikasikan dalam bentuk membuat grafik belum
ditumbuhkembangkan. Jika KPS peserta didik semakin sering dilatih dalam pembelajaran,
786
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
maka peserta didik akan semakin menguasai KPS, dengan begitu peserta didik akan dapat
menemukan sendiri pengetahuan dengan bimbingan guru.
Hasil penelitian inipun sesuai dengan penjelasan Joyce, Weil & Calhoun (2011: 214),
bahwa model inkuiri terbimbing melibatkan keterampilan proses sains yaitu mengobservasi,
mengumpulkan dan mengolah data, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, membuat
danmenguji hipotesis, merumuskan penjelasan dan membuat kesimpulan. McBride, et al.
(2004) juga memperkuat dengan menyatakan bahwa pembelajaran IPA berbasis inkuiri
melibatkan peserta didik menggunakan KPS yang digunakan ilmuwan mempelajari dunia dan
membantu peserta didik mengaplikasikan keterampilannya dalam mempelajari konsep IPA.
Dengan dilibatkannya peserta didik dalam melakukan penyelidikan, percobaan, maka KPS
peserta didik akan semakin terlatih, sehingga mereka semakin menguasai KPS dan dapat
menemukan pengetahuan sendiri dengan bimbingan guru.
Pada kelas ekperimen, meskipun KPS telah dilatihkan selama lima pertemuan masih
ada KPS peserta didik yang peningkatannya masih rendah yaitu merumuskan hipotesis,
menerapkan konsep dan menginterpretasikan data. Penyebabnya antara lain peserta didik di
SLTP sebelumnya jarang bahkan ada yang belum pernah belajar dengan melakukan
percobaan dengan diminta untuk menuliskan hipotesis, menginterpretasikan data dan
menerapkan konsep yang diperoleh dalam persoalan baru yang sesuai, sehingga peserta didik
belum terbiasa dalam menuliskan hipotesis, menginterpretasikan data, dan menerapkan
konsep. Hal ini menunjukkan bahwa antara KPS yang satu dengan KPS yang lainnya untuk
dapat dikuasai oleh peserta didik memerlukan latihan dan waktu yang tidak sama, ada KPS
yang dilatihkan dengan beberapa kali pertemuan sudah dapat dikuasai peserta didik dan ada
yang belum karena tingkat kesulitannya berbeda. Oleh karena itu diperlukan latihan sesering
mungkin dalam pembelajaran supaya KPS dapat dikuasai oleh peserta didik dengan baik.4
Lembar Observasi KPS 178 35,60 Sangat Valid
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan sebagai berikut: (1)
Karakteristik perangkat pembelajaran IPA yang dikembangkan berbasis inkuiri, Dengan
tahapan pembelajaran mengikuti sintak inkuiri, untuk meningkatkan KPS peserta didik; (2)
Produk perangkat pembelajaran IPA berbasis inkuiri yang dikembangkan terdiri dari silabus,
RPP, LKPD dan instrumen penilaian termasuk dalam kriteria sangat valid; dan (3) Produk
perangkat pembelajaran IPA berbasis inkuiri yang dikembangkan terdiri dari silabus, RPP,
LKPD dan instrumen penilaian termasuk dalam kriteria efektif untuk meningkatkan KPS
peserta didik.
Saran
Beberapa saran untuk pemanfaatan produk yaitu sebagai berikut. (1) Perangkat
pembelajaran IPA berbasis inkuiri yang terdiri dari silabus, RPP, LKPD dan instrumen
penilaian yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran di kelas X Jasa Boga 2
semester ganjil, dengan terlebih dulu dilakukan penyesuaiaan terhadap karakteristik peserta
didik, sarana dan prasarana di sekolah untuk meningkatkan KPS pada pokok bahasan suhu,
kalor dan perpindahannya; dan (2) Produk perangkat pembelajaran IPA berbasis inkuiri yang
dihasilkan dapat menjadi referensi dan bahan masukan bagi para guru
787
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dalam menyusun perangkat pembelajaran IPA yang mampu meningkatkan KPS yang akan
digunakan pada pembelajaran di kelas pada pokok bahasan “Suhu, Kalor dan
Perpindahannya”.
DAFTAR RUJUKAN
Arsyad, A. (2013). Media pembelajaran (Rev.ed). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Borg,
W.R., & Gall, M.D. (1983). Educational Research (4thed). New York: Longman Inc.
Buxton, E.A. & Provenzo, E.F. Jr. (2011). Teaching science in elementary and middle
school: a
cognitive and cultural approach (2nd ed). California: SAGE Publications, Inc.
Chiappetta, E. L. & Koballa, T. R. Jr. (2010) Science instruction in the middle and secondary
schools (7th ed). Boston: Pearson Education, Inc.
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema
“Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015
di Hotel Purnama, Batu 519
Dewi, K., Sadia, I. W., & Ristiati, N. P. (2013). Pengembangan perangkat pembelajaran IPA
terpadu dengan setting inkuiri terbimbing untuk meningkatkan pemahaman konsep dan
kinerja ilmiah siswa. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan IPA.Volume 3.
Joyce, B. & Weil, M., & Calhoun, E. (2011). Models of teaching (8 th ed.). (Terjemahan
Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kemendikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun
2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Martin, R., Sexton C., Franklin T. & Gerlovich J. (2005). Teaching science for all children:
inquiry method for contructing understanding (3th ed). Boston: Pearson Education, Inc.
McBride, J.W., Bhatti, M.I., Hannan, M., & Feinberg, M. (2004). Using an inquiry approach
to teach science to secondary school science teachers. Journal of Physics Education, 39,
434-439.
Nurochmah, T. (2007). Pengaruh pendekatan inkuiri terhadap peningkatan keterampilan
proses sains siswa dalam proses pembelajaran IPA Biologi pada materi pokok sistem
pencernaan pada manusia. Skirpsi, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Sunan Kalijaga,
Yogyakarta.
Sugiyono (2013). Metode penelitian kuantitatif, kulaitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Trna, J., Trnova, E. & Sibor, J. (2012). Implementation of inquiry-based science education in
science teacher training. Journal of Educational and Instructional Studies in the World,
2(4), 199-209.
788
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Kariyati
SDN 007 Sungai Beduk Batam
Email : Kariyatiramli@Gmail.Com
Belajar adalah proses atau usaha yang di lakukan tiap individu untuk memproleh
suatu perubahan tingkah laku baik dalam pengetahuan , keterampilan maupun sikap dan nilai
yang positif sebagai pengelaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah
di pelajari.Dan menurut Arsyad (2011; 3) belajar adalah perilaku, sedangkan perilaku itu
tindakanyang dapat di amati. Manakala hasil belajar itu dapat diterapka dalam kehidupan
sehari-hari dan memberikan kecakapan hidup bagi siswa maka dikatakan bahwa siswa telah
mendapatkan pembelajaran bermakna. Ketika siswa pasif atau hanya menerima dari guru,
maka ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Hal itu
menunjukkan proses belajar belum memiliki nilai yang bermakna. Belajar yang bermakna
menurut hal ini dikarenakan guru menjadi salah satu faktor yang dominan dalam membentuk
pola pikir siswa, menginspirasi siswa, dan membangun kreativitas siswa. Pada akhirnya siswa
mampu membangun peradaban baru yang mampu membawa kemajuan suatu bangsa
terutama di lingkungan sekitas tempat mereka berada.
Peran guru dalam peningkatan kualitas pendidikan akan bisa menjadi maksimal dan
berguna jika guru mampu melaksanakan pembelajaran bermakna (Subanji, 2013).
Pembelajaran bermakna menjadi suatu tuntutan yang harus dilakukan seiring dengan
perkembangan paradigma dari behaviorisme ke konstruktivisme. Lebih jauh dijelaskan
bahwa peran guru berubah dari “memindahkan pengetahuan dalam proses pembelajaran” ke
arah “pemberian pengalaman, dan pengembangan berpikir (kognisi) siswa”. Peran guru
berubah dari “memberi/mengajar” menjadi “fasili-tator/membelajarkan” yang memfasilitasi
siswa agar mampu belajar secara mandiri dan dapat menghasilkan apa yang di dengar dan
dilihat serta di lakukan.Oleh sebab itu, diperlukan strategi pembelajaran tertentu untuk
mengikat informasi yang di terima dan di peragakan agar dapat mengingat serta menyerap
hasil belajar yang di dapat, serta dapat mengembangkan kreatifitas siswa untuk membuktikan
apa yang di dapatnya hari ini dapat di terapkan dalam kehidupan sehari hari. Memanfaatkan
media konkrit, maupun manipulatif mendorong siswa berpikir aktif dan dengan pengalaman
riel mengaktifkan lebih banyak alat indera karena adanya interaksi langsung. Faktor-faktor
789
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pemilihan media konkrit adalah: (1) kemudahan: pilihan media dan sumber belajar yang
mudah diperoleh; (2) ekonomis: pilihan media atau sumber belajar yang murah, dalam
artiefektif dan efisien; (3) fleksibelitas: pilihan media atau sumber belajar yang mudah
dikondisikan untuk digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan tujuan pembelajaran.
Kinerja guru dalam pembelajaran dibagi dalambeberapa bentuk: (1) melaksanakan
tugas sekolah, (2) mempersiapkan pembelajaran, (3) melaksanakan pembelajaran, (4)
melaksanakan penilaian, (5) produktifitas, dan (6) profesionalisme dan aktualisasi
diri.Kinerja dalam melaksanakan tugas sekolah dinilai oleh kepala sekolah dan pengawas
sekolah. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa kepala sekolah dan pengaws adalah acuan
untuk tahu sebesar mana pencapaian kita dalam mengajar (Subanji, 1999). Peningkatan
kualitas dan kemampuan guru menjadi suatu kebutuhan yang fital untuk kemajuan suatu
bangsa.
Jika kita berbicara tentang sumber bunyi, maka kita bisa memprediksikan bahwa ada
beberapa benda yang mampu menghasilkan suara. Namun sebelum itu, mari kita lihat dulu
apa itu bunyi. Bunyi adalah getaran yang merambat di udara atau medium lainnya. Segala
sesuatu yang bergetar akan mengeluarkan bunyi.Saat kita berbicara pun mengeluarkan bunyi
karena pita suara yang ada di dalam tenggorokan kita juga bergetar. Secara hukum alam,
bunyi akan terdengar semakin keras jiga kita berada dekat dengan sumber bunyi dan akan
semakin melemah jika kita berada jauh dari sumber bunyi.
Kondisi sekolah SDN 007 Sei Beduk Kota Batam sangat memungkinkan untuk
membuat sumber bunyi. Karena sekolah berada di daerah pinggiran pantai, dan dikitari hutan
kiri-kanannya,bertingkat tiga dan terletak tidak jauh dari akses jalan raya untuk menuju
tempat pembelanjaan dan industri. Inilah member dorongan semangat untuk mengajar dan
membuat kreatifitas serta memberi motivasi siswa dalam membuat alat peraga sebagai alat
bantu pembelajaran.Dalam perbaikan pembelajaran diterapkan metode demontrasi dan
diskusi. Menurut Sudjana (2002), metode demontrasi adalah suatu cara penyajian materi
dengan penjelasan lisan disertai dengan contoh perbuatan atau memperlihatkan suatu proses
tertentu yang kemudian diikuti atau dicoba oleh siswa untuk melakukannya. Dalam
demontrasi guru melakukan suatu proses yang disertai penjelasan lisan,setelah itu guru
memperagakan atau memberikan contoh, selanjutnya dicoba sendiri oleh siswa.
Tujuan dan manfaat dari metode demontrasi ini adalah berikut ini. (1) Untuk
memberikan gambaran dan pengertian yang lebih jelas daripada sekedar penjelasan lisan. (2)
Untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam melakukan pengamatan secara cermat.
(3) Untuk menghindari adanya verbalisme,karena dalam metode ini setelah siswa melihat
peragaan dan contoh siswa dapat mencoba melakukannya.Metode diskusi dapat diartikan
sebagai suatu pembelajaran yang mendiskusikan suatu topik atau masalah yang di lakukan
oleh dua orang siswa atau lebih (atau siswa dan guru), yang mempunyai perhatian sama
terhadap topik atau masa-lah yang sedang didiskusikan sehingga diperoleh satu atau beberapa
alternatif jawaban. Tujuan metode diskusi antara lain adalah berikut ini. (1) Mengembangkan
keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan dan menyimpulkan. (2) Mengembangkan
sikap positif terhadap sekolah, guru, dan bidang studi yang sedang dipelajari. (3)
Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan konsep diri (self-concepts) yang
lebih positif. (4) Meningkatkan kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat.
790
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Mengacu pada pemikiran di atas, untuk meningkatkan prestasi kreatifitas siswa dalam
topik sumber bunyi, dilakukan PTK dengan melibatkan media manipulative.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang teridiri dari
2 siklus. Masing-masing siklus teridiri dari tahapan: (a) perencanaan, (b) pelaksanaan
pembelajaran, (3) observasi proses belajar, dan (4) refleksi.
Penelitian ini bertempat di kelas VI A SD Negeri Sei Beduk Kota Batam Tahun pelajaran
2016/2017
dilakukan selama satu bulan yaitu Tanggal 4 Agustus 2016 sampai 8 September
2016.Subyek penelitian adalah siswa kelas VI A SD Negeri Sei Beduk Batam Tahun
pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 47 siswa terdiri dari siswa laki – laki sebanyak 26orang
dan perempuan sebanyak 21orang.
791
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Anak – anak mulai bertanya ape tu BUK !!!. Yang di atas meja Ibu gulung gulung tu. Em ,
hayo tebak ape ne. Dan untuk apa .Guru tidak menjawab secara langsung pertanyaan siswa
,tetapi mengajak siswa untuk praktek langsung.
Praktik dilakukan dengan mencoba mengulung kertas kertas dari satu anak ke anak
seterusnya mencoba berbicara seperti berbisik.Dan suara itu terus sampai karena merambat
melalui dari kertas yang di gulung tersebut,anak – anak ANTUSIAS, dan SEMANGAT.
Belajarpun “ BERMAKNA”
Selanjutnya guru melakukan motivasi dengan memberi pertanyaan lagi “ Apa yang
kamu rasa kan ketika teman mu berbicara melalui gulungan kertas tersebut ?“ Salah seorang
siswa menjawab di bisikkan pelan tapi sampai ke telinga nya kuat .Ada juga yang menjawab
tidak kedengaran, buk. Geli – geli gitu, buk, ada yang menjawab , tak kedengaran sama
sekali adalah suara yang keluar dari mulut adalah bunyi merambat melalui suara .
Selanjutnya guru bertanya faktor apa sajakah yang membuat kita tahu kalau itu suara , apa
yang dapat menghasilkan bunyi, dan siswa ada yang menjawab Makin dekat makin kuat
bunyinya, ada juga yang menjawab makin jauh makin kecil suaranya dan ada yang
menjawab suara atau bunyi di pantul pada tempat yang keras tapi , ada beberapa siswa yang
lain hanya diam saja tidak ada reaksi ( tidak menjawab ).
Dengan menggunakan gulungan kertas dan berbicara secara estafet, diharapikan : (1)
Siswa mampu menjelaskan kegunaan gulungaan kertas / buku tersebut , (2) Siswa dapat
membedakan bunyi kuat dan bunyi pelan , (3) Siswa dapat menyebutkan faktor – faktor yang
mempengaruhi bunyi , (4) Siswa dapat membedakan bunyi jauh dan bunyi dekat , dan (5)
Siswa dapat membandingkan bunyi dengan gulungan dan bunyi dengan pantulan di tempat
yang keras (tembok).Akan tetapi ada juga beberapa siswa yang kurang memperhatikan
karena sibuk dengan mainan sendiri sehingga guru menegur dan timbul pertanyaan pada diri
sendiri, MENGAPA ????.
Selanjutnya siswa di suruh mencari informasi yang sebanyak banyaknya mengenai
konsep manifulasi bunyi dan mengapa ada pelan dan kuat beserta faktor – faktor yang
berpengaruh bunyi terhadap pendengaran kita. Dilanjutkan dengan diskusi sebentar .
Ternyata masih ada 7 siswa yang masih belum memahami apa yang di pragakan
dikarenakan selama demotrasi anak tersebut hanya diam dan ternyata masih belum
memahami yang dimaksudkan. Tindakan yang di berikan guru member pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang sedang di diskusikan. Setelah itu barulah guru membagi
LKS pada siswa dan memberi arahan tentang langkah kerja yang harus dilakukan siswa
nantinya di rumah. Ternyata masih ada siswa yang belum paham, akhirnya guru menjelaskan
lagi baru kemudian bertanya lagi.
792
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pada siklus I secara garis besar kegiatan belajar mengajar dengan pembelajaran model
Eksperimen sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun masih dirasa baru oleh siswa.Berikut
adalah rekapitulasi hasil mengerjakan tes siswa seperti yang terlihat pada table diatas dan
table di bawah ini ;
Setelah dikoreksi oleh guru ternyata hasil yang diperoleh adalah : Memuaskan
walaupun ada beberapa annak yang belum memuaskan . Demikian juga hasil dari pertanyaan
di LKS membuktikan bahwasanya siswa yang melakukan eksperimen dengan sungguh –
sungguh menunjukkan hasil yang bagus dan yang kurang bersungguh – sungguh dalam
melakukan eksperimen hasilnya tidak memuaskan. Itupun hanya 7 0rang siswa. Begitu juga
dengan hasil unjuk kerja, tes tulis dan tes unjuk kerjanya ternyata ada hubungan yang sangat
erat antara kesungguhan siswa dalam melakukan eksperimen dengan hasil yang diperolehnya.
Refleksi kegiatan pembelajaran siklus I diperoleh sebagai beriokut: (1) Guru kurang
maksimal dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran dan
langkah kerja eksperimen, (2) Guru kurang maksimal dalam pengolahan waktu, (3) Siswa
kurang aktif selama pembelajaran berlangsung, dan (4) Siswa kurang bisa memahami
langkah kerja eksperimen dan membuat kesimpulan.
Dari table di atas dapat dijelaskan, bahwa dengan menerapkan pembelajaran
Eksperimen diperoleh nilai rata – rata presentase belajar siswa adalah 77,33 dan ketuntasan
belajar mencapai 80% atau ada 7 siswa dari 40 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus I secara klasikal siswa sedikit yang belum tuntas belajar,
karena siswa yang belum memperoleh nilai 77 %hanya . Hal ini disebabkan karena ; (1)
siswa masih merasa baru dalam mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan
pembelajaran Eksperimen, (2) Guru kurang maksimal dalam memotivasi siswa dan
menyampaikan tujuan, (3) Siswa belum memahami langkah kerja yang harus dilakukan saat
eksperimen, (4) siswa kesulitan dalam menghitung rata rata, dan (5) siswa kesulitan membuat
kesimpulan eksperimen.
793
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
total siswa yang mempe-roleh nilai baik meningkat menjadi 45 siswa. Hanya 2 orang tidak
tercapai KKM yang 75 tersebut. Dengan demikian perbaikan pembe-lajaran yang dilakukan
guru berhasil sesuai dengan tujuan yang di harapkan.
Dan anak – anak yang semua mulai antusias untuk maju ke depan dan untuk
menunjuk apa yang di bawa serta mempragakan apa yang sudah ada di tangan mereka, untuk
menunjukkan keinginan tahuan anak – anak . malah ada yang merengek – rengek….Saya
buk, saya,buk ?
Pada Pertemuan berikutnya masing – masing siswa mempresentasikan hasil
eksperimen dan yang lain memberikan tanggapan, masukan atau mengajukan pertanyaan
yang berkaitan dengan presentasi salah satu siswa . Baru diakhir pertemuan semua hasil
presentasi siswa ditampilkan dan dikumpulkan untuk dinilai oleh guru. Sesudah itu guru
memberi tugas dalam bentuk tes tulis dan tes unjuk kerja kepada siswa untuk dikerjakan .
Setelah waktunya habis dikumpulkan untuk dinilai oleh guru, tapi meskipun sudah habis
masih saja siswa bilang sebentar bu.
Setelah dikoreksi oleh guru ternyata hasil yang diperoleh adalah : Memuaskan
walaupun ada beberapa annak yang belum memuaskan . Demikian juga hasil dari pertanyaan
di LKS membuktikan bahwasanya siswa yang melakukan eksperimen dengan sungguh –
sungguh menunjukkan hasil yang bagus dan yang kurang bersungguh – sungguh dalam
melakukan eksperimen hasilnya tidak memuaskan. Itupun hanya 7 0rang siswa. Begitu juga
dengan hasil unjuk kerja, tes tulis dan tes unjuk kerjanya ternyata ada hubungan yang sangat
erat antara kesungguhan siswa dalam melakukan eksperimen dengan hasil yang diperolehnya.
794
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Berdasarkan hasil refleksi tersebut, maka perbaikan yang dilakukan pada siklus II
adalah sebagai berikut: (1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas
dalam meyampaikan tujuan pembelajaran, dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam
setiap kegiatan yang akan dilakukan, sehingga siswa bisa lebih antusias, dan (2) Guru perlu
mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi – informasi yang dirasa
perlu dan memberi catatan.
Penelitian tindakan kelas (PTK) Yaitu peneltian yang di lakukan untuk menemukan
SOLUSI atas Permasalahan yang timbul.” Metrie 2016‟”
Melalui teknik pengumpulan data berupa tes tertulis dengan mengunakan metode diskusi dan
demontrasi/ mempraktekkan langsung. Dari pengamatan ini berhasil mengumpulkan data
yang sesuai dengan permasa-lahan yang sudah ungkapkan di dalam latar belakang penelitian
ini. Dari 47 murid kls 4 A. rata- rata 45 sudah mengerti dan dan dapat membuat juga
melaksanakan apa yang diajarkan.
Hasil pembelajaran yang sudah dilaksanakan pada SDN 007 Sei Beduk BATAM,
kurangnya pe-mahaman siswa terhadap hasil belajar IPA dengan materi Karyatifitas dan
prestasi siswa dalam Manifulasi Bunyi, melalui tes tertulis dengan beberapa kaliulangan
pada pokok bahasan yang sama, siswa tetap tidak mampu menunjukan kemampuan
kognitifnya untuk memahami soal-soal yang diberikan oleh guru. Adapun langkah
selanjutnya maka di lakukan untuk mengatasi masalah pembelajaran siswa ini adalah dengan
melakukan pelak-sanaan perbaikan pembelajaran sebanyak dua siklus dengan mengunakan
metode demontrasi, diskusi dan mengunakan alat yang kita buat sendiri supaya belajar lebih
bermakna serta mudah di ingat.
KESIMPULAN / PENUTUP
Berdasarkan data permasalahan yang ada,dapat dengan cermat menentukan alat dan
metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan, yaitu dengan metode diskusi dan
demontrasi / peragaan Tahap refleksi Langkah selanjutnya yang akan dilakukan untuk
mengatasi masalah pembelajaran siswa ini, berusaha melakukan refleksi untuk mengingat
kembali apa masalah yang telah terjadi di dalam kegia-tan pembelajaran, metode keriatifitas
siswa dalam manifulasi bunyi akan cepat berhasil apa bila dapat di lakukan dengan media
yang kita buat akan sangat bermakna, dan selalu di ingat oleh siswa.Dan dalam 2 siklus
tersebut dua- duanya anak- anak cepat memahami dan dapat memprakteknya sendiri. Berarti
dua siklus tersebut target yang di ingin terpenuhi. Karena ada kerja sama antara guru dan
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Subanji (2002) materi TEQIP pembelajaran bermakna karekter bangsa ,jurusan MTK
FMIPA Universitas Malang
Arsyad (2011;3) buku teaching dan Media A- systematic
Sumarni (peningkatan hasil belajar bagian tumbuhan dan fungsinya )
Menurut Vernon s, Gerlach dan Donal . Ely buku teaching dan media . (1971)
795
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Khoirul Anam
SMK Negeri 3 Batu
emasanam@yahoo.co.id
Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang dapat dipakai untuk
menunjukkan bahwa pemilihan media gambar dapat meningkatkan motivasi dan minat siswa
SMK Kelas XII Animasi untuk belajar IPA khususnya materi ekosistem dan komponen-
komponennya. Pembelajaran yang dilakukan menggunakan media pembelajaran berbasis visual
yaitu gambar atau foto diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Media gambar atau
foto adalah media yang berbasis visual. Media gambar atau foto dapat diolah menggunakan
perangkat lunak komputer sehingga dapat menjadi semacam slide yang dapat dipancarkan
menggunakan proyektor. Media gambar dinilai mampu menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas,
sehingga siswa lebih mudah memahami materi pelajaran. Selain daripada itu, media gambar
tersebut juga dapat digandakan dan diputar di komputer/laptop dan tablet atau bahkan telepon
genggam siswa. Demikian dapat lebih mudah untuk dipelajari ulang dimana saja dan kapan saja.
Hasil penelitian menunjukkan siklus I prosentasi ketuntasan sebesar 45% sedangkan prosentasi
ketuntasan pada siklus II adalah 75%, terjadi peningkatan signifikan.
Kata kunci: Hasil belajar, media, CTL
Mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
adalah merupakan salah satu mata pelajaran adaptif. Ruang lingkup materi mata pelajaran
IPA di SMK meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Gejala-gejala alam, 2. Polusi dan
pencemaran lingkungan dan 3. Ekosistem, komponen ekosistem, keseimbangan lingkungan
dan amdal. Sedangkan tujuan dari pembelajaran IPA adalah sebagai berikut, pertama
meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan,
keindahan dan ketentuan alam ciptaanNya. Kedua mengembangkan pemahamam tentang
berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. Dan tujuan
pembelajaran IPA yang terakhir adalah mengembangkan pemahamam dan kemampuan IPA
untuk menunjang kompetensi produktif (Permendiknas No. 22 Tahun 2006 ).
Pembelajaran IPA di SMK dapat mencapai tujuan yang diharapkan jika ditunjang
dengan sarana prasarana pendidikan yang memadai, kurikulum, metode atau model dan
strategi pembelajaran yang tepat. Pembelajaran IPA tidak hanya mendudukkan siswa dalam
kelas dan mendengarkan ceramah dari guru, akan tetapi siswa: 1) diberdayakan agar mau
dan mampu mengalami dan mengerjakan sesuatu (learning to do ) untuk memperkaya
pengalaman belajarnya; 2) meningkatkan interaksi dengan lingkungan fisik dan sosialnya
sehingga mampu membangun pengetahuan dan pemahaman terhadap dunia sekitarnya
(learning to know); 3) diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan membangun jati
dirinya (learning to be) berdasarkan hasil interaksi di atas; dan 4) membentuk kepribadiannya
untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap
keanekaragaman/ perbedaan hidup (learning to live together) berdasarkan kesempatan
796
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
797
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
798
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
799
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Media yang memungkinkan dapat diperbanyak atau digandakan untuk semua atau sebagian
besar siswa, untuk memberikan stimulus pengalaman yang relatif sama.
Fungsi dari media pembelajaran menurut beberapa ahli pendidikan antara lain : Pertama
menurut Levie and Lentz (Azhar Arsyad, 2005: 16), Fungsi media pembelajaran khususnya
media visual adalah: a) Fungsi Atensi yaitu media pembelajaran visual merupakan inti yaitu
menarik dan mengarahkan siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan
dengan makna visual, b) Fungsi Afektif yaitu media visual dapat dari tingkat kenikmatan
siswa ketika belajar (atau membaca) teks bergambar, yang dapat menggugah emosi dan sikap
siswa, c) Fungsi Kognitif yaitu media visual yang berupa lambang visual atau gambar dapat
memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi dan d) Fungsi
Kompensatoris yaitu media pembelajaran visual dapat mengakomodasi siswa yang lemah dan
lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau secara verbal.
Fungsi media pembelajaran yang ke dua menurut Kemp and Dayton (1985: 28) yaitu
tiga fungsi utama yang harus dipenuhi media pembelajaran apabila digunakan untuk
perorangan, kelompok atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya adalah: a) Fungsi
motivasi tindakan atau minat, yaitu media berfungsi membangkitkan minat dan tindakan
terhadap sesuatu, b) Fungsi menyajikan informasi, yaitu media pembelajaran dapat digunakan
untuk menyajikan informasi dihadapan sekelompok siswa, dan c) Fungsi memberi instruksi
media pembelajaran dapat digunakan untuk memberikan instruksi dimana informasi yang
diberikan harus melibatkan siswa baik dalam mental maupun dalam bentuk aktivitas.
Manfaat Media Pembelajaran menurut Sukiman (2012) yang mengemukaan beberapa
kegunaan praktis dari penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran adalah: a)
Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat
memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar, b) Media pembelajaran dapat
meningkatkan dan mengarahkan perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi
belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan
siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuannya, dan media pembelajaran
dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu.
Media pembelajaran berbasis visual adalah media pembelajaran yang menyalurkan
pesan atau informasi melalui indera penglihatan/pandang. Media visual di kelompokkan
menjadi 2 bagian yaitu media grafis dan media cetak. Media grafis antara lain meliputi media
foto, gambar, sketsa bagan, grafik, papan tulis, flanel dan buletin, poster dan kartun, peta dan
globe. Media cetak meliputi transparasi (OHT) dan modul (Sukiman, 2012: 85). Media grafis
yang akan dibahas adalah media gambar atau foto. Gambar adalah tiruan barang atau benda
yang dibuat dengan menggunakan alat gambar (pensil, kertas, pewarna dan lain-lain),
sedangkan foto adalah gambar benda atau barang misalnya orang, binatang, tumbuhan
danlin-lain yang dibuat dengan menggunakan alat pemotret atau kamera.
Beberapa keunggulan media gambar atau foto antara lain: 1) Media gambar atau foto
dapat mengatasi keterbatasan pengamatan visual. 2) Foto dapat memperjelas suatu masalah,
dalam bidang apa saja dan untuk tingkat semua usia, sehingga dapat mencegah kesalah
pahaman. 3) Foto berharga murah dan mudah didapat serta digunakan tanpa memerlukan alat
khusus.
Sedangkan kelemahan media gambar atau foto adalah : 1) Gambar atau foto hanya
menekankan persepsi indera penglihatan (mata). 2) Gambar atau foto benda yang terlalu
800
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran. 3) Ukurannya sangat terbatas untuk
kelompok besar.
Enam syarat gambar atau foto yang baik sehingga dapat dijadikan media pembelajaran
(Arief S. Sadiman, dkk, 2006: 31-32) yaitu: 1) Autentik, 2) Sederhana, 3) Ukuran relatif, 4)
Mengandung gerak atau aktivitas, 5) Mutunya baik dan 6) Memenuhi unsur seni.
Dari sejumlah pemikiran di atas, dilakukan tindakan untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa dengan metode CTL berbantuan gambar berseri dalam materi pembelajaran IPA
di SMK.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang mendeskripsikan pembelajaran CTL
menggunakan media gambar untuk materi pelajaran ekosistem untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. Jenis penelitan yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Desain
atau rancangan PTK secara umum adalah mencakup empat hal yaitu 1). Perencanaan, 2).
Tindakan atau pelaksanaan, 3). Observasi atau pengamatan, 4). Refleksi. Keempat langkah
ini dilakukan secara berurutan dan diidentifkasi menjadi sebuah siklus. Siklus dilakukan
secara berulang dengan langkah yang sama mulai dari siklus 1, dan siklus 2. Pelaksanaan
PTK dalam dua siklus ini diharapkan sudah dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai
dengan yang diharapkan atau mendekati. Pelaksanaan siklus 1 adalah pada tanggal 11 dan 18
Oktober 2016, sedangkan siklus II dilaksanakan adalah tanggal 25 Oktober 2016.
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 3 Batu yang beralamat di jalan Terusan Metro
dusun Santrean, Desa Sumberejo Kecamatan Batu, Kota Batu. Penelitian dini silaksanakan
pada kelas XII Animasi yang berjumlah 20 siswa, terdiri dari 8 siswa perembuan dan 12
siswa laki-laki. Guru bertindak sebagai pengajar, pengamat, pengolah data sekaligus
melaporkan hasil penelitian. Materi yang digunakan untuk penelitian adalah Ekosistem yang
terdiri dari mengidentifikasi komponen ekosistem dan jenis ekosistem. Data yang didapatkan
dari penelitian ini adalah data hasil belajar, yaitu berupa hasil tes setelah pembelajaran.
Prosedur penelitian ini terdiri dari empat tahapan yaitu 1) perencanaan (planning), 2)
pelaksanaan tindakan (action), 3) pengamatan (observation) dan refleksi (reflection).
Keempat tahap dalam penelitian tindakan kelas tersebut adalah unsur untuk membentuk
sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula.
(Arikunto, 2006). Keempat tahapan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1) Tahap
perencanaan adalah a) menyusun silabus, b) menyusun RPP, c) menyiapkan lembar observasi
aktivitas guru dan aktivitas siswa, d) menyusun daftar kelompok siswa dan menyiapkan
media pembelajaran berupa slide gambar dan e) menyiapkan LKS; 2) Tahap pelaksanaan
adalah a) kegiatan awal (pendahuluan), b) kegiatan inti dan c) kegiatan penutup; 3) Tahap
refleksi adalah pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh teman sejawat yang sudah
dibekali lembar pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa; 4) Refleksi, pada tahapan ini
dilakukan analisis terhadap seluruh proses pelaksanaan penelitian (hasil pengamatan aktivitas
guru dan aktivitas siswa) serta hasil penilaian. Hasil refleksi digunakan untuk memperbaiki
pelaksanaan siklus berikutnya.
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi dalam
pelaksanaan pembelajaran kooperatif, observasi aktivitas siswa dan guru, interview siswa dan
guru, angket evaluasi proses pembelajarandan tes formatif. Instrumen penelitian yang
801
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
digunakan adalah silabus, RPP, lembar kegiatan siswa (LKS), lembar kegiatan siswa, lembar
observasi penerapan pembelajaran kooperatif. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru
dipergunakan untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran
sedangkan lembar tes formatif untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA.
Analisis keberhasilan belajar siswa atau prosentase keberhasilan siswa setelah
pelaksanaan proses belajar mengajar setiap siklus, dilakukan dengan cara memberikan
evaluasi berupa soal tes formatif disetiap akhir siklus. Data yang sudah diperoleh dianalisa
menggunakan statistik sederhana, untuk menentukan nilai maksimal, nilai minimal, nilai rata-
rata, jumlah siswa yang tuntas dan menentukan prosentase ketuntasan secara klasikal.
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini apabila penguasaan materi siswa mencapai 75%
dari tujuan yang seharusnya dicapai, dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal 75.
Tabel hasil analisis hasil belajar pada pelaksanaan siklus 1 tersebut menunjukkan
bahwa siswa yang nilai tesnya mencapai KKM atau tuntas hanya sebanyak 9 orang siswa dari
20 siswa. Prosentase yang tuntas adalah 45% dan nilai rata-rata kelas adalah 74,88 hasil ini
masih terlalu rendah dan jauh dari yang diharapkan yaitu prosentase hasil belajar siswa yang
tuntas adalah minimal 75%.
Ketidak tuntasan secara klasikal pada siklus I tersebut disebabkan oleh beberapa
kelemahan selama pelaksanaan siklus I antara lain: 1) apersepsi yang dilakukan oleh guru
masih belum sepenuhnya mampu menarik minat siswa terhadap materi yang diajarkan, 2)
media pembelajaran yang dipergunakan guru masih belum bagus dan menarik untuk disimak
oleh siswa, 3) pembagian LKS yang terlalu mendadak atau sesaat sebelum pembelajaran dan
tidak terbagi untuk semua siswa sehingga siswa belum sempat belajar dengan baik, 4)
pengelolaan waktu yang masih belum sesuai karena waktu persiapan peralatan yang cukup
menyita waktu kurang lebih 10 menit.
Berikut ini adalah pernyataan siswa ketika mengikuti siklus I: 1)“Saya mulai suka
belajar tentang ekosistem ini tetapi gambar yang ditampilkan masih kurang jelas sehingga
saya kurang mengerti apa itu.”, 2) “Pelajaran IPA hari ini cukup menyenangkan tentang
ekosistem, populasi, komunitas dan jenis ekosistem.”, 3)“Pembelajaran IPA hari ini berbeda
ada tayangan gambarnya dan LKS sehingga lebih mudah untuk di pelajari tapi masih ada
teman-teman yang rame.”
802
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Kelemahan yang terjadi pada siklus I tersebut menyebabkan hasil belajar yang kurang
bagus sehingga tingkat ketuntasan belajar masih rendah dan jauh dari yang diharapkan.
Kelemahan yang terjadi pada siklus I di atas dapat dijadikan bahan untuk perbaikan
pelaksanaan penelitian pada siklus II, sehingga mencapai hasil seperti yang diharapkan.
Hasil refleksi pada siklus I merekomendasikan bahwa perlu adanya perbaikan untuk
pelaksanaan sklus II yaitu: 1) penyampaian apersepsi diusahakan agar lebih dapat
membangkitkan semangat belajar siswa, 2) penyampaian tujuan pembelajaran, 3) pemilihan
gambar untuk media pembelajaran yang lebih menarik, 4) membimbing siswa untuk
menyimpulkan materi pembelajaran, dan 5) memberikan kesempatan bertanya pada siswa
yang belum memahami materi pembelajaran.
Siklus II
Hasil analisis nilai tes pada siklus 1 disajikan pada tabel berikut ini :
NO URAIAN KETERANGAN
1 Jumlah seluruh siswa 20
2 Jumlah siswa yang mengikuti tes 20
3 Jumlah siswa yang tuntas 15
4 Jumlah siswa yang tidak tuntas 5
5 Rata-rata nilai kelas 78,82 Tuntas
6 Ketuntasan belajar klasikal 75% Tuntas
Tabel hasil analisis hasil belajar pada pelaksanaan siklus 1 tersebut menunjukkan
bahwa siswa yang nilai tesnya mencapai KKM atau tuntas hanya sebanyak 15 orang siswa
dari 20 siswa. Prosentase yang tuntas adalah 75% dan nilai rata-rata kelas adalah 78,82 hasil
ini menunjukkan peningkatan yang sangat berarti dibandingkan dengan siklus 1. Ketuntasan
belajar secara klasikal sebesar 75% sudah memenuhi harapan keberhasilan pembelajaran.
Peningkatan hasil belajar pada siklus II tersebut tidak terlepas dari upaya guru untuk
memperbaiki pelaksanaan siklus I yaitu proses pembelajaran dan media pembelajaran, serta
LKS yang sudah dimiliki siswa sejak beberapa hari sebelum pelaksanaan siklus II sehingga
sebagian besar sudah sempat mempelajarinya. Pembelajaran menjadi lebih menyenangkan
dan memotivasi belajar siswa untuk lebih giat lagi belajarnya. Hal tersebut dapat dilihat dari
beberapa komentar senada dari siswa antara lain : 1) “Pembelajaran hari ini lebih
menyenangkan dari sebelumnya yang cenderung monoton.”, 2) “Dengan mengamati gambar
yang disajikan bapak guru membuat saya lebih mudah mengerti.”, 3) “Tayangan gambar di
layar memudahkan saya melihat dan tidak lagi sulit membayangkan materi pelajaran,
mungkin lebih bagus lagi jika ada suaranya atau gambarnya bergerak semacam film.”
Hasil refleksi pada siklus II merekomendasikan bahwa perlu adanya perbaikan
pelaksanaan sklus berikutnya atau penelitian selanjutnya, yaitu: 1) memperbanyak gambar
untuk media pembelajaran yang diatur lebih menarik, dan 2) meningkatkan partisipasi siswa
dalam pembelajaran.
803
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
DAFTAR RUJUKAN
Andi Prastowo. 2012. Pengembangan Sumber Belajar. Yogyakarta. Pedagodia.
Djihad. 2014. Mudahnya melaksanakan PTK. Malang. UM Press.
Ervina Maharani. 2014. Panduan Sukses Menulis Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta.
Parasmu.
Musrofi M. 2010. Melesatkan Prestasi Akademik Siswa. Yogyakarta. Pedagogia.
Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta. Pedagogia.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006
804
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siti Nuraini.
SDN. 002 BATU AJI – BATAM
eniknuraini1973@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa
pada materi revolusi bulan dengan metode demonstrasi berbantuan media manipulatif.
Penelitian dilakukan di SDN 002 Batu Aji Batam, dengan subjek penelitian 43 siswa.
Metode penelitian menggunakan Penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus. Hasil penelitian
siklus I, 30,22 % dan siklus II, 95,30 %. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan
pembelajaran IPA dengan materi revolusi bulan dengan menggunakan metode demonstrasi
berbantu media manipulatif ternyata mampu membuat siswa belajar lebih aktif dan sangat
termotivasi. Siswa dapat bekerjasama dalam kelompok dan bekerja dengan kompak serta
berani mendemonstrasikan pembelajaran di depan kelas. Sehingga suasana belajar menjadi
lebih menyenangkan. Hasil belajar siswa juga menjadi lebih baik.
805
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
sejawat akan melakukan perbaikan dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan Metode
Demonstrasi.
Sejumlah penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Hairul Nur Fadillah (2013)
dan Yuni Elyanti (2013), menyimpulkan bahwa dengan menggunakan metode demonstrasi
dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang sangat memuaskan. Metode demonstrasi adalah
cara penyajian pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung objek atau cara
melakukan sesuatu untuk mempertunjukkan proses tertentu (Putra, 2004).
Pemanfaatan media manipulatif pada setiap pembelajaran khususnya pembelajaran
IPA di SD sangat penting untuk mengefektifkan proses pembelajaran di kelas. Karena
pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung agar siswa mampu
memahami alam sekitar secara ilmiah. Oleh karena itu, agar pembelajaran IPA di SD dapat
tercapai seperti yang diharapkan, maka dirasa perlu mengembangkan pembelajaran dengan
metode demonstrasi dan kerja kelompok dengan memanfatkan media manipulatif hasil karya
guru dan siswa untuk lebih meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar siswa.
Untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna, guru dituntut mampu memilih dan
menggunakan media pembelajaran yang cocok dengan materi pelajaran dan kondisi siswa.
Hal ini perlu dilakukan mengingat bervariasinya daya serap siswa. Media dan alat
pembelajaran yang tepat dapat membantu proses belajar siswa. Sujana (2010) menyatakan
manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain sebagai berikut. (1)
Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi
belajar. (2) Bahan pengajaran akan lebih luas maknanya sehingga dapat dipahami siswa, dan
memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. (3) Metode mengajar akan
lebih bervariasi.(4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar seperti mengamati,
melakukan, mendemontrasikan. Sutikno (2009) menyatakan beberapa fungsi media
pembelajaran sebagai berikut. (1) Menarik perhatian siswa. (2) Membantu mempercepat
pemahaman dalam proses pembelajaran.(3) Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat
verbalistis. (4) Mengatasi keterbatasan ruang. (5) Pembelajaran lebih komunikatif dan
produktif. (6) Waktu pembelajaran bisa dikondisikan. (7) Menghilangkan kebosanan siswa
dalam belajar. (8) Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam. (9) Meningkatkan
kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. (10) Meningkatkan motivasi
siswa.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
berbasis Lesson Study yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri atas Plan, Do dan See.
806
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siklus I
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Perencanaan Pelaksanaan
Evaluasi
Siklus II
1. Perencanaan (Plan)
Guru merancang pembelajaran pada siklus I ini sesuai dengan kompetensi yang
ingin dicapai. Adapun kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah mendeskripsikan
peristiwa rotasi bulan, revolusi bulan dan fase – fase bulan. Untuk pembelajarannya
disiapkan alat peraga KIT IPA dan gambar fase – fase bulan.
2. Pelaksanaan (Do)
Adapun model pembelajaran yang digunakan adalah Model Pembelajaran
Demonstrasi dan Kooperatif Learning ( Kerja Kelompok ). Setiap kelompok
mengidentifikasi fase – fase bulan dari alat peraga KIT IPA yang diberikan guru dan
mendemonstrasikan dalam kelompoknya masing - masing.
3. Refleksi (See)
Refleksi dari hasil pengamatan dilakukan oleh peneliti dan teman sejawat.
Dari hasil di atas, ditemukan kelemahan – kelemahan sehingga hasil yang didapat dari
siklus I belum memuaskan. Adapun kelemahannya adalah : (1) kurangnya motivasi yang
diberikan guru, (2) siswa kurang aktif dalam kelompok, (3) kurangnya media
pembelajaran yang digunakan untuk tiap kelompok, (4) siswa hanya mengamati media
yang sudah ada. Berdasarkan hasil refleksi tersebut, maka guru merancang perbaikan
yang akan dilakukan pada siklus II. Dan diharapkan akan ada peningkatan di siklus II
nantinya.
4. Perencanaan (Plan)
Untuk siklus II ini guru dan teman sejawat merancang pembelajaran dengan
menggunakan metode demonstrasi dan pembuatan media manipulatif menggunakan
benda – benda yang ada di sekitar. Kompetensi yang ingin dicapai adalah
mendeskripsikan peristiwa fase – fase bulan serta gerhana bulan dan gerhana matahari.
Untuk pembelajarannya disiapkan media manipulatif tentang system matahari, bumi,
bulan, fase – fase bulan dan media yang dibuat oleh guru dan siswa.
5. Pelaksanaan (Do)
Pembelajaran yang digunakan adalah Model Pembelajaran Demonstrasi dan
Kooperatif Learning ( Kerja Kelompok ). Setiap kelompok dibimbing untuk membuat
media manipulatif sesuai materi dan mendemonstrasikannya di depan kelas.
807
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
6. Refleksi (See)
Refleksi dari hasil pengamatan berupa pemberian Evaluasi bagi siswa.
Gambar 1 Gambar 2
808
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Sebelum mengakhiri pembelajaran, guru bersama siswa membuat kesimpulan dari hasil
pembelajaran hari ini. Untuk mengetahui hasil belajar pada siklus ini guru memberikan LKS
kepada siswa.
Hasil latihan dapat disimpulkan ke dalam tabel berikut :
No. Rentang Nilai Banyak Siswa Porsentasi Keterangan
1. 86 – 100 6 13,95 Tuntas
2. 71 – 85 7 16,27 Tuntas
3. 56 – 70 22 51,16 Tidak Tuntas
4. 0 – 55 8 18,60 Tidak Tuntas
25
20
15
Siklus I
10
0
0 - 50 60 - 70 71 - 85 86 - 100
Dari hasil di atas, guru melakukan refleksi, dan menemukan kelemahan – kelemahan
sehingga hasil yang didapat dari siklus I belum memuaskan. Adapun kelemahannya adalah :
(1) kurangnya motivasi yang diberikan guru, (2) siswa kurang aktif dalam kelompok, (3)
kurangnya media pembelajaran yang digunakan untuk tiap kelompok, (4) siswa hanya
mengamati media yang sudah ada.
Berdasarkan hasil refleksi tersebut, maka guru merancang perbaikan yang akan dilakukan
pada siklus II dengan meminta siswa untuk membawa alat – alat yang akan digunakan untuk
pertemuan selanjutnya.
Pembelajaran Siklus II :
Pembelajaran dimulai dengan berdo‟a yang dipimpin oleh ketua kelas diikuti semua
siswa dan guru. Siswa memberi salam dan guru menjawab salam. Tidak lupa guru meng-
absensi siswa di kelas dengan bertanya siapa siswa yang tidak hadir pada pertemuan kali ini.
Ternyata dari 43 siswa kelas VI F ada 2 siswa yang tidak hadir, yaitu Dwi Yan (s) dan
Natasya (a).
Guru memberi kesempatan kepada siswa yang belum mendapat giliran membacakan
kisah inspiratif tentang tokoh, pahlawan atau penemu guna memotifasi siswa. Kemudian guru
melanjutkan apersepsi dengan mengingatkan siswa pada materi terdahulu mengenai rotasi
dan revolusi serta fase – fase bulan. Guru juga menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin
809
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dicapai pada siklus II ini, yaitu : (1) membuat media manipulatif fase – fase bulan, (2)
mengidentifikasi bentuk – bentuk bulan disetiap fase, (3) mengidentifikasi terjadinya gerhana
bulan dan gerhana matahari.
Pada kegiatan selanjutnya, guru mengelompokkan siswa dalam kelompok belajarnya.
Setiap kelompok diberi bahan praktek seperti stereform, karton, lampu senter kecil, dan bola
pingpong. Setiap kelompok di arahkan untuk membuat planetarium dengan bahan yang
diberikan. Siswa mulai menggali informasi yang diperlukannya untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan guru. Setiap siswa sangat berperan aktif dalam kelompoknya, mulai dari
mengukur karton, menandai, melobangi, dan memotong steroform.
Gambar 3 Gambar 4
Gambar 5
Guru dan sisiwa mengkomunikasikan cara membuat planetarium.
810
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar 6 Gambar 7
Siswa aktif dalam pembelajaran menggunakan media, hal ini terlihat ketika menghadapi
masalah siswa langsung mengkomunikasikannya bersama guru dan kelompok masing –
masing. Siswa juga berbagi informasi antar kelompok. Setelah menyelesaikan tugas, siswa
mengidentifikasi fase – fase bulan dari media yang sudah dibuat dan mendemonstrasikan cara
kerjanya dalam kelompok. Setiap kelompok juga mendemonstrasikan terjadinya gerhana
matahari dan gerhana bulan di depan kelas. Salah satu anggota kelompok mencatat hasil
pengamatan dan menyiapkan laporan perkelompok.
Selama pembelajaran berlangsung, guru melakukan penilaian baik secara individu
maupun kelompok. Penilaian meliputi, keaktifan siswa dalam kelompok, kerjasama,
kekompakan, dan kerapian produk.
Setelah semua kelompok menyelesaikan tugas dan mendemonstrasikan hasil kerja setiap
kelompoknya, guru memberikan LKS. Selanjutnya guru dan siswa melakukan refleksi atas
pembelajaran hari ini dan menyimpulkan pembelajaran. Kegiatan ditutup dengan Do‟a dan
salam serta nasehat dari guru agas siswa senantiasa mengulang pelajaran yang telah diberikan
oleh guru.
Hasil pembelajaran siklus II ini dapat disimpulkan ke dalam tabel dengan rincian sebagai
berikut :
Rentang Siklus I Siklus II
Kategori
Nilai Jmlh Siswa % Jmlh Siswa %
Amat Baik 86-100 6 14 34 79
Baik 71-85 7 16 7 16
Cukup 55-70 22 51 2 5
Kurang 0-50 8 19 -
811
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kegiatan guru selanjutnya adalah merefleksikan pembelajaran hari ini dengan teman
sejawat. Dan berkesimpulan : (1) peran aktif siswa sangat menonjol dalam pembelajaran
siklus II ini, (2) siswa terbiasa melakukan kerjasama dan menjalin kekompakan dalam
kelompok, (3) kreatifitas siswa tertuang dalam produk yang dihasilkannya, (4) hasil penilaian
yang diperoleh sangat memuaskan dengan ketuntasan mencapai 95,30 % dari sebelumnya
30,22 % pada siklus pertama. Adapun siswa yang tidak tuntas pada siklus ini sebanyak 2
siswa dengan persentase 4,65 %, dengan keterangan 1 siswa tidak hadir karena sakit, dan 1
siswa tidak hadir tanpa keterangan.
Kesimpulan
Setelah melakukan perbaikan dalam pembelajaran dengan model demonstrasi didapatkan
peningkatan hasil belajar siswa dari persentase ketuntasan 30,22% menjadi 95,30%.
Peningkatan ini lebih dari 200%. ( = 215,35%) dengan rincian siswa yang
tuntas adalah sebanyak 41 dan hanya 2 siswa yang tidak mengalami ketuntasan. Nilai rata-
rata ke 41 siswa ini adalah 94,46 dari nilai rata-rata siklus awal
Daftar Rujukan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Djamarah, S.B. 2000. Strategi Belajar Mengajar . Rineka Cipta : Jakarta
Putra, U.S.W 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka
Sujana, ( 2010 )
Sutikno, ( 2012 )
Hairul Nur Fadillah, (2013)
Yuni Elyanti, (2013)
812
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar konsep mol melalui
pembelajaran kooperatif problem posing berbantuan LKS pada siswa kelas X SMK Negeri
2 Batu. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dalam 2
siklus, masing masing siklus memuat tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi Penerapan pembelajaran Problem Posing setting pembelajaran kooperatif
dilakukan dengan tiga tahap.Tahap awal: menyampaikan indikator, tujuan pembelajaran,
mengingatkan kemampuan prasyarat siswa dan memotivasi siswa. Tahap inti: membentuk
kelompok, membuat soal sesuai dengan kondisi yang ada pada LKS, mempresentasikan
hasil diskusi kelompok. Tahap penutup: melakukan evaluasi dengan memberikan kuis yang
dikerjakan secara individu oleh siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
metode problem posing dapat meningkatan hasil belajar siswa kelas X dalam
menyelesaikan soal konsep mol di SMK Negeri 2 Batu. Hal tersebut terlihat dari
peningkatan rata rata hasil belajar dan ketuntasan siswa, yakni pada siklus I Rata rata 67,44
mengalami kenaikan menjadi 77,41 sedangkan ketuntasan pada siklus I sebesar 68 % dan
pada siklus II sebesar 72,1 %
Mata pelajaran Kimia menurut sebagian siswa adalah salah satu mata pelajaran yang
sangat sulit, terutama untuk materi konsep mol yang di dalamnya adalah materi perhitungan.
selama ini metode pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah menjelaskan materi
bagaimana cara menghitung mol, kemudian mengkonversikan ke massa, volume, dan jumlah
partikel zat, kemudian memberikan contoh soal setelah siswa memahami materi diberikan
beberapa soal untuk dikerjakan oleh siswa. Sehingga dari sini diperoleh informasi bahwa
pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centre). Pembelajaran masih bersifat satu
arah dari guru kepada siswa sehingga kurang adanya interaksi bermakna dalam kegiatan
pembelajaran. Guru seharusnya dapat membuat perencanaan pembelajaran yang tepat untuk
diterapkan agar pembelajaran lebih menarik minat siswa, sehingga siswa dapat belajar
dengan baik. Salah satu cara untuk menarik minat siswa dalam pembelajaran adalah dengan
menggunakan contoh pembelajaran yang relevan
Pada dasarnya, pendidikan mempunyai tujuan untuk menghantarkan siswa pada
perubahan tingkah laku baik moral maupun intelektual yang dapat dijadikan bekal hidup
sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, siswa
berinteraksi dengan lingkungan belajar yang telah dibimbing oleh guru melalui suatu proses
yaitu kegiatan belajar mengajar. Namun, akhir-akhir ini gejala kejenuhan siswa dalam
kegiatan pembelajaran sudah banyak muncul, dapat dilihat pada sikap siswa yang terlihat
kurang bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Mata pelajaran Kimia merupakan mata pelajaran yang sangat mendukung mata
pelajaran produktif terutama di Kompetensi keahlian Kimia Analisis. Selama ini
813
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pembelajaran Kimia terutama untuk materi konsep mol cenderung dengan menjelaskan
tentang konsep mol, kemudian memberikan contoh penerapan dalam penyelesaian soal soal
tetapi hasil yang diperoleh ketika soal yang diberikan guru dimodifikasi sedikit siswa tidak
bisa mengerjakan lagi yang artinya bahwa siswa masih belum memahami materi konsep mol.
Motode pembelajaran sangatlah mendukung dalam penyampaian materi Kimia,
sehingga menarik bagi siswa, dan mempermudahkan siswa dalam menyelesaikan
permasalahan Kimia. Oleh karena itu diperlukan peranan guru Kimia bagaimana mengubah
mata pelajaran Kimia menjadi mata pelajaran yang menyenangkan, penuh tantangan dan
tidak perlu ditakuti. Salah satu pembelajaran yang digunakan untuk mengaktifkan siswa
dalam belajar adalah kooperatif learning. Salah satu bentuk pembelajaran yang dapat
melibatkan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran adalah pembelajaran problem
posing untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat atau mengajukan pertanyaan
yang berkaitan dengan materi konsep mol. Dengan pembelajaran problem posing siswa
dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi tersebut secara
sistematis. Karena itu perlu adanya upaya meningkatkan hasil belajar konsep mol melalui
pembelajaran kooperatif problem posing berbantuan LKS pada siswa kelas X SMK Negeri 2
Batu.
Menurut Brown dan Walter dalam Muhfida (2010), Problem Posing penting untuk
mengembangkan berpikir hal ini terjadi karena siswa diberi kesempatan yang besar untuk
membuat soal sendiri (Problem Posing). Lin (2004) berpendapat bahwa Problem Posing
dapat juga diartikan sebagai pembentukan soal berdasarkan konteks, cerita, informasi atau
gambar yang diketahui.
Pengertian Problem Posing tidak terbatas pada pembentukan soal yang betul-betul
baru, tetapi dapat juga berarti mereformulasi soal-soal yang diberikan. Terdapat beberapa
cara pembentukan soal baru dari soal yang diberikan, misalnya dengan mengubah atau
menambah data atau informasi pada soal tersebut, misalnya mengubah bilangan, operasi,
objek, syarat atau konteksnya. Hal itu sesuai dengan pengertian Problem Posing yang
dikemukakan Silver (Lin, 2004). Silver mendefinisikan Problem Posing sebagai pembuatan
soal baru oleh siswa berdasarkan soal yang telah diselesaikan.
Silver dan Cai (Pittalis dkk, 2004) mengklasifikasikan tiga aktifitas kognitif dalam
Problem Posing, yaitu: (1) Pre-solution Posing yaitu pengajuan soal berdasarkan situasi atau
informasi yang diberikan, (2) Within-solution Posing yaitu pengajuan atau formulasi soal
yang sedang diselesaikan, (3) Post-solution Posing; strategi ini disebut juga strategi “find a
more challenging problem”. Abu-Elwan (2000) mengklasifikasikan Problem Posing menjadi
3 tipe, yaitu: (1) free Problem Posing (Problem Posing bebas), (2) semi-structured Problem
Posing (Problem Posing semi-terstruktur) dan (3) structured Problem Posing (Problem
Posing terstruktur). Pemilihan tipe-tipe tersebut didasarkan pada materi mata pelajaran,
kemampuan siswa, hasil belajar siswa atau tingkat berpikir siswa.
Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Problem Posing
adalah suatu pembelajaran yang menekankan pada pembuatan atau perumusan soal dari
permasalahan yang diberikan oleh guru yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Dalam problem posing siswa membangun sendiri masalahnya. Oleh karena itu, pada
penelitian ini menerapkan pembelajaran Problem Posing untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal konsep mol.
814
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
METODE
Penelitian ini mengkaji penerapan pembelajaran konsep mol melalui pembelajaran
kooperatif problem posing berbantuan LKS pada siswa kelas X SMK Negeri 2 Batu dalam
upaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus masing masing siklus dilakukan dengan
tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi seperti Gambar 1
815
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 1
Pada tahap perencanaan dikembangkan RPP, media LKS, instrumen penilaian. Pelaksanaan
tindakan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran problem posing dan
diobservasi oleh teman sejawat. Kegiatan refleksi dilakukan dengan mengevaluasi
pelaksanaan pembelajaran terutama berkaitan dengan kendala-kendala dalam pembelajaran,
hasil refleksi digunakan untuk perbaikan pembelajaran pada siklus II
Penelitian ini dilakukan di kelas X Kimia Analisis SMK Negeri 2 Batu yang memiliki
19 rombongan belajar. Subyek penelitian adalah kelas kelas X kompetensi keahlian Kimia
Analisis yang berjumlah 29 siswa dengan sebaran 12 laki-laki dan 17 perempuan.
Siklus I dilaksanakan dalam 3 pertemuan pembelajaran pada tanggal 10 - 22 Oktober
2016 dengan materi Konsep Mol, Siklus II dilaksanakan tanggal 24 Oktober – 3 November
2016 dengan 3 pertemuan. Tahapan pada setiap siklus adalah sebagai berikut: (1)
perencanaan yang meliputi : menyusun RPP perbaikan, menyiapkan media, membuat lembar
kegiatan siswa, menyusun lembar observasi, dan menyususn alat evaluasi (2) pelaksanaan
pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup, (3)
observasi yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung, (4) refleksi
dilakukan setelah dilakukan obserasi oleh observer dan guru untuk mengetahui kekurangan
selama proses pembelajaran
Siklus I
Perencanaan
Pada tahap perencanaan terdapat lima kegiatan diantaranya (1) mengembangkan
Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) perbaikan, (2) mengembangkan media
816
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
pembelajaran, (3) menyusun lembar kegiatan siswa (LKS), (4) mengembangkan pedoman
obserasi, dan (5) mengembangkan alat evaluasi
Dalam menyusun RPP guru mengembangkan kompetensi dasar (3.2) menerapkan
konsep konsep stoikiometri, (4.2) melaksanakan perhitungan stoikiometri, untuk materi
pokok konsep mol melalui pembelajaran kooperatif problem posing dengan metode
pembelajaran diskusin kelompok dan penugasan, pada langkah–langkah pembelajaran
meliputi : kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup, dengan menggunakan problem
possing ini siswa dituntut mampu membuat pertanyaan sendiri untuk materi konsep mol,
Pembuatan media, guru menggunakan power poin untuk memberikan penguatan
kepada siswa tentang materi konsep mol setelah siswa mempresentasikan rangkuman hasil
membaca literatur. Adapun isi power poin itu adalah tentang konsep mol, hubungan antara
mol dengan massa, hubungan antara mol dengan jumlah partikel dan hubungan antara mol
dengan volume, disertai dengan contoh-contoh soal beserta penyelesaiannya`
Untuk Lembar kegiatan siswa, guru menyiapkan 3 soal, masing masing soal
diberikan kondisi atau data yang berbeda-beda dan setiap kelompok dituntut untuk membuat
3 pertanyaan sendiri untuk masing-masing soal yang sudah disediakan kondisinya. Dimulai
dari kondisi yang sangat sederhana sampai yang lebih rumit, sehingga jenis soal yang dibuat
siswa juga diharapkan dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Untuk pedoman observasi disediakan dua lembar, lembar pertama untuk pengamatan
pada siswa dan lembar yang kedua untuk pengamatan guru, Untuk lembar pengamatan guru
terdapat kolom kolom situasi pelaksanaan pembelajaran, temuan kegiatan pembelajaran pada
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir, masalah yang muncul pada
pembelajaran. sedangkan lembar observasi untuk siswa, terdapat kolom kegiatan siswa pada
saat pembelajaran
Alat evaluasi yang dipersiapkan oleh guru meliputi : kisi-kisi soal, kartu soal, rubrik
penilaian baik untuk soal uraian maupun rubrik untuk penilaian diskusi dan presentasi. Kisi-
kisi soal memuat kompetensi dasar, indicator mata pelajaran, indicator soal, soal, dan kunci
jawaban. rubrik penilaian berisi kriteria dan skor nilai
Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini sekaligus dilakukan pengamatan oleh observer. Guru
melaksanakan proses pembelajaran dengan materi Konsep Mol di kelas X Kimia Analisis
pada jam ke 3 – 4 yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 20 Oktober 2016 dengan
langkah-langkah kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada kegiatan
pendahuluan diawali dengan salam, melakukan presensi, kemudian menanyakan kabar siswa,
serta mengkondisikan siswa untuk siap melaksanakan pembelajaran, guru kemudian
menuliskan tujuan pembelajaran yaitu siswa diharapkan memahami tentang konsep mol.
Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan melontarkan beberapa pertanyaan, contoh
Tanya jawab guru dengan siswa sebagai berikut:
G : Masih ingat tentang besaran pada mata pelajaran fisika ?
S : masih ingat bu
G : ada berapa macam besaran pada fisika?
S : besaran pokok dan besaran turunan
G : coba sebutkan yang termasuk besaran pokok dan satuannya!
817
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
S : panjang satuannya meter, suhu satuannya Celcius, massa satuannya kg, waktu satuannya
detik, kuat arus, satuannya ampere, intensitas cahaya satuannya candela, jumlah zat
satuannya mol
G :Nah jadi mol itu adalah merupakan satuan jumlah dari zat kimia, sama halnya dengan
lusin untuk menyatakan jumlah benda yang berjumlah 12 buah, kodi untuk menyatakan
jumlah benda yang berjumlah 20
Dari dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah mengetahui bahwa mol merupakan satuan
jumlah untuk zat kimia, selanjutnya guru menjelaskan bahwa hari ini pembelajaran yang akan
dilakukan adalah menggunakan problem posing, guru menjelaskan langkah-langkah
pembelajaran problem posing, yaitu (1) membagi siswa menjadi beberapa kelompok, (2)
masing masing anggota kelompok mencari, membaca dan merangkum literatur, (3) salah
satu anggota kelompok menuliskan hasil rangkumannya di papan tulis, (4) guru dan siswa
mengoreksi hasil rangkuman, (5) guru memberikan penguatan terhadap hasil rangkuman
materi konsep mol, (6) guru membagikan LKS kepada masing masing kelompok, (7) masing
masing kelompok mengerjakan LKS yaitu membuat pertanyaan sendiri dari kondisi yang
sudah disediakan Guru, (8) menukarkan hasil kerja antar kelompok untuk dianalisis oleh
kelompok lain sekaligus dikerjakan, (9) mempresentasikan hasil kerja masingmasing
kelompok). Selesai menjelaskan tentang pembelajaran problem posing guru melanjutkan
pada kegiatan inti.
Pada kegiatan inti untuk pembelajaran materi konsep mol dengan pendekatan
problem Possing diawali dengan membagi siswa menjadi 8 kelompok, guru menyuruh
masing-msing siswa untuk membaca literatur tentang konsep mol, hubungan antara mol
dengan massa, hubungan mol dengan jumlah partikel dan hubungan mol dengan volume serta
merangkumnya seperti pada Gambar 2.
Seperti terlihat pada Gambar 2 siswa membaca literatur selanjutnya guru menyuruh siswa
untuk menuliskan hasil rangkumannya tentang konsep mol di papan tulis, guru bersama
siswa mengoreksi hasil rangkuman salah satu siswa yang maju tersebut, kemudian guru
memberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk mengoreksi hasil rangkuman.
selanjutnya gurumemberikan penguatan dengan menampilkan power poin dan menjelaskan
hubungan antara mol dengan massa, jumlah partikel dan volume, setelah konsep
tersampaikan guru menerapkan pembelajaran problem posing dengan membagikan Lembar
kegiatan siswa untuk dikerjakan masing-masing kelompok, masing masing kelompok dituntut
818
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
untuk membuat soal sendiri dari kondisi yang sudah dibuat oleh guru, Pada saat mengerjakan
lembar kegiatan siswa ini banyak interaksi tanya jawab yang dilakukan baik antara siswa
dengan siswa, guru dengan siswa, masing- masing siswa juga mencari contoh –contoh soal di
buku atau sumber lain , tetapi ada juga siswa yang hanya berdiam diri seperti pada Gambar
3.
Gambar 3. interaksi antara siswa dengan siswa dan antara guru dengan siswa
Seperti terlihat pada Gambar 3 ada interaksi antara siswa dengan siswa juga antara guru
dengan siswa untuk menyelesaikan lembar kegiatan siswa, selanjutnya guru menyuruh siswa
untuk menukarkan hasil kerjanya pada kelompok lain, dan kelompok lain menganalisa
apakah kondisi tersebut bisa digunakan untuk membuat soal lalu membuat pertanyaan dari
kondisi tersebut atau tidak, sekaligus kelompok itu menjawab soal yang diberikan kelompok
lain.
salah satu hasil kerja siswa adalah sbagai berikut:
Kondisi awal
Unsur Natrium (Na), Belerang (S) dan Oksigen (O) dapat membentuk senyawa Na2SO4 (Ar
Na = 23; S = 32; dan O = 16).
dari kondisi tersebut siswa membuat beberapa pertanyaan: (1) Berapakah Massa molekul
relatif ( Mr) dari Na2SO4 ?, (2) Berapakah mol dari beberapa Na2SO4 ?, (3) Berapak jumlah
partikel dari 2 mol Na2SO4 ?
Dari ketiga pertanyaan tersebut dianalisa oleh salah satu kelompok dalam bentuk dialog
seperti berikut :
percakapan di atas merupakan salah satu contoh analisa kelompok 2 pada kelompok 3, dari
hasil analisa kelompok 2 terhadap kelompok 3 nampak bahwa siswa telah memahami tentang
konsep mol, hubungan antara mol dengan massa, hubungan antara mol dengan volume sarta
hubungan anatara mol dengan jumlah partikel. Setelah masing masing kelompok menganalisa
819
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pertanyaan yang dibuat kekompok lain selanjutnya pertanyaan yang dibuat kelompok lain
juga dijawab sehingga siswa selain memahami bagaimana membuat soal juga memahami
bagaimana menyelesaiakan soal tersebut. Setelah selesai guru menyuruh siswa untuk
mempresentasikan hasil kerjanya dengan menuliskan hasil kerjanya di papan tulis dengan
perwakilan satu kelompok sebelum sampai pada kegiatan penutup.
Pada kegiatan penutup guru membantu siswa untuk membuat kesimpulan dari hasil
pembelajaran tentang konsep mol serta hubungan antara mol dengan massa, mol dengan
jumlah partikel serta mol dengan volume dalam bentuk skema atau bagan keterkaitan seperti
pada Gambar. 4
Dari Gambar 4 nampak bahwa guru membuat skema tentang hubungan antara mol dengan
massa, hubungan antara mol dengan jumlah partikel, hubungan antara mol dengan volume.
setelah siswa memahami tentang materi ini, guru memberikan pos tes pada siswa untuk
mengetahui pemahaman siswa, dari hasil pos tes tersebut didapat Hasil penelitian pada siklus
satu dapat dilihat pada Tabel 1 :
Tabel 1. Nilai hasil belajar pada siklus I
rata rata 67.44
Nilai maksimal 93
Nilai minimal 40
Ketuntasan pembelajaran 65,51 %
Seperti terlihat pada tabel 1 rata rata kelas adalah 67,44 dan dari 29 siswa masih ada 10
siswa yang belum mencapai ketuntasan KKM yaitu 75 sehingga keberhasilan pembelajaran
65,51 %
Pengamatan
Hasil observasi dan catatan lapangan yang dilakukan oleh 2 observer selama pembelajaran
berlangsung dan hasil analisis data yang dilakukan guru diperoleh data penelitian sebagai
berikut: Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap aktifitas siswa pada pertemuan 1 siklus
I, siswa telah dapat memodifikasi soal yang berkaitan dengan konsep mol walaupun soal
yang siswa buat masih sederhana.
Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa diperoleh penjelasan bahwa ada siswa
yang tidak suka pembelajaran kooperatif atau bekerja sama karena ada salah satu anggota
kelompok yang tidak mau bekerja sama, sedangkan untuk pembelajaran problem posing
mereka sangat senang Karena diberi kebebasan untuk membuat pertanyaan sendiri
Hasil yang diperoleh dalam pengamatan selama proses pembelajaran, hasil evaluasi
proses dan hasil analisis data, maka pelaksanaan tindakan pada siklus I perlu dilakukan
820
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
perbaikan. Keputusan ini didasarkan pada hasil refleksi menunjukkan hasil belajar secara
klasikal kurang memenuhi kriteria ketuntasan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran Problem Posing setting kooperatif perlu ditingkatkan lagi supaya diperoleh
hasil optimal. Untuk itu diperlukan rencana perbaikan tindakan. Rencana perbaikan tersebut
adalah sebagai berikut: (1) Pengaturan waktu yang lebih baik sehingga lebih efektif dan
efisien, (2) Lembar kegiatan siswa yang dibuat lebih jelas, sehingga siswa bisa membuat
pertanyaan dengan baik, kemudian menyampaikan dalam bentuk lisan. Hal ini dimaksudkan
agar hasilnya dapat dibaca oleh kelompok lain yang akan melakukan koreksi terhadap hasil
diskusi tersebut, (3) guru hendaknya lebih memperhatikan siswa yang berkemampuan rendah
dengan memotivasi untuk aktif diskusi, (4) Berdasarkan observasi oleh dua orang pengamat
terhadap kegiatan guru, proses pembelajaran telah berjalan dengan baik, dan hanya perlu
ditingkatkan lagi.
Refleksi
Di akhir siklus I dilakukan refleksi, hasil refleksi digunakan untuk memperpaiki
pembelajaran siklus II. Adapun hasil refleksi pada siklus I dapat dirangkum seperti pada
Tabel 2
Tabel 2. hasil refleksi siklus I tentang pembelajaran konsep mol
Kekurangan Penyebab Alternatif perbaikan
Pada saat membaca Ada siswa yang tidak Setiap siswa harus membawa
literatur siswa masih membawa buku sumber buku sumber.
ada yang hanya untuk dibaca
berdiam diri saja
Dalam kelompok Masing masing kelompok Setiap kelompok diberikan
masih ada anggota hanya mendapat 1 lembar lembar kegiatan siswa sesuai
kelompok yang tidak kegiatan siswa jumlah anggota kelompoknya
aktif
Ada satu kelompok Pembagian kelompok Pembagian kelompok
yang pasif tidak didasarkan pada didasarkan pada perbedaan
perbedaan karakteristik karakteristik siswa
siswa (heterogenitas)
Dari tabel 2 hasil refleksi berdasarkan pengamatan dari observer mencakup kekurangan pada
pembelajaran siklus I serta penyebab dari kekurangan tersebut yang akan diperbaiki pada
pembeljaran siklus II
Siklus II
Perencanaan
Pada tahap perencanaan terdapat lima kegiatan diantaranya (1) mengembangkan
Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) perbaikan, (2) mengembangkan media
pembelajaran, (3) menyusun lembar kegiatan siswa (LKS), (4) mengembangkan pedoman
observasi, dan (5) mengembangkan alat evaluasi
Dalam menyusun RPP guru mengembangkan kompetensi dasar (3.2) menerapkan
konsep konsep stoikiometri, (4.2) melaksanakan perhitungan stoikiometri, untuk materi
pokok pereaksi pembatas melalui pembelajaran kooperatif problem posing dengan metode
821
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini sekaligus dilakukan pengamatan oleh observer. Guru
melaksanakan proses pembelajaran dengan materi pereaksi pembatas di kelas X Kimia
Analisis pada jam ke 8 – 9 yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 9 November 2016
dengan langkah-langkah kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada kegiatan
pendahuluan diawali dengan salam, melakukan presensi, kemudian menanyakan kabar siswa,
serta mengkondisikan siswa untuk siap melaksanakan pembelajaran, guru kemudian
menuliskan tujuan pembelajaran yaitu siswa diharapkan memahami tentang pereaksi
pembatas. Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan melontarkan beberapa pertanyaan,
contoh tanya jawab guru dengan siswa sebagai berikut:
G : Anak anak misalkan ada pemilihan pasangan cak dan ning, kemudian ada 5 orang laki-
laki (cak) dan 6 orang perempuan (ning), ada berapa pasangan cak dan ning yang
terbentuk?
S : ada 5 pasang bu.
G : apakah ada yang tidak mendapat pasangan?
S : ada bu tinggal satu orang perempuan.
G : Nah hal ini merupakan analogi dari suatu reaksi, kira kira manakah pembatasnya?
S : yang laki-laki bu.
G : kenapa kamu menjawab laki-laki?
S : karena yang laki-laki tidak tersisa yang perempuan tersisa
822
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Dari dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah mulai memahami bahwa pereaksi pembatas
merupakan zat yang habis bereaksi tidak tersisa , selanjutnya guru menjelaskan bahwa hari
ini pembelajaran yang akan dilakukan adalah menggunakan problem posing, guru
menjelaskan langkah-langkah pembelajaran problem posing, yaitu (1) membagi siswa
menjadi beberapa kelompok, (2) masing masing anggota kelompok mencari, membaca dan
merangkum literatur, (3) salah satu anggota kelompok menuliskan hasil rangkumannya di
papan tulis, (4) guru dan siswa mengoreksi hasil rangkuman, (5) guru memberikan
penguatan terhadap hasil rangkuman materi pereaksi pembatas, (6) guru membagikan LKS
kepada masing masing kelompok, (7) masing masing kelompok mengerjakan LKS yaitu
membuat pertanyaan sendiri dari kondisi yang sudah disediakan Guru, (8) menukarkan hasil
kerja antar kelompok untuk dianalisis oleh kelompok lain sekaligus dikerjakan, (9)
mempresentasikan hasil kerja masingmasing kelompok). Selesai menjelaskan tentang
pembelajaran problem posing guru melanjutkan pada kegiatan inti.
Pada kegiatan inti untuk pembelajaran materi pereaksi pembatas dengan pendekatan
problem Possing diawali dengan membagi siswa menjadi 7 kelompok, guru menyuruh
masing-msing siswa untuk membaca literatur tentang pereaksi pembatas, menyetarakan
reaksi kimia, langlah menentukan pereaksi pembatas, menentukan zat sisa serta menentukan
zat hasil reaksi
selanjutnya guru memberikan penguatan dengan menampilkan power poin dan menjelaskan
tentang pereaksi pembatas, bagaimana cara menentukan pereaksi pembatas dan menentukan
zat sisa, serta zat hasil reaksi. Setelah konsep tersampaikan guru menerapkan pembelajaran
problem posing dengan membagikan Lembar kegiatan siswa untuk dikerjakan masing-
masing kelompok, masing masing kelompok dituntut untuk membuat soal sendiri dari
kondisi yang sudah dibuat oleh guru, Pada saat mengerjakan lembar kegiatan siswa ini
banyak interaksi tanya jawab yang dilakukan baik antara siswa dengan siswa, guru dengan
siswa, masing- masing siswa juga mencari contoh –contoh soal di buku atau sumber lain ,
seperti pada Gambar 5
Gambar 5. interaksi antara siswa dengan siswa dan antara guru dengan siswa
823
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Seperti terlihat pada Gambar 3 ada interaksi antara siswa dengan siswa juga antara guru
dengan siswa untuk menyelesaikan lembar kegiatan siswa, pada saat mengerjakan lembar
kegiatan siswa, anak anak berdiskusi untuk menyelesaikan 5 kondisi yang masing masing
kondisi dibuat 5 pertanyaan. Untuk menyelesaikan lembar kegiatan siswa ini terjadi diskusi
antar siswa dalam satu kelompok, tetapi kalau tidak bisa dipecahkan dalam kelompok mereka
menanyakan pada guru, salah satu hasil kerja siswa adalah seperti Gambar 6
Gambar 6 merupakan contoh dari hasil jawaban masing-masing kelompok, setelah semua
kelompok selesai mengerjakan lembar kegiatan siswa, masing masing kelompok
mengumpulkan 2 lembar hasil jawaban, yang satu di tempelkan pada papan pajang yang lain
diberikan pada kelompok lain untuk dianalisa apakah pertanyaan yang dibuat bisa dijawab
atau tidak. setelah itu masing masing kelompok menganalisa hasil jawaban kelompok lain,
selesai menganalisa dilakukan presentasi hasil analisa masing-masing kelompok. Berikut ini
merupakan contoh hasil analisa kelompok 4 terhadap kelompok 3
Kondisi Awal
Di bawah ini merupakan kondisi awal no 5
Proses pembuatan amonia melibatkan berbagai reaksi. salah satu reaksi menghasilkan gas CO
yang dapat merusak katalis pada proses akhir . Gas CO dapat dihilangkan dengan cara
mereaksikannya dengan uap air. Jika 0,5 mol CO direaksikan dengan 0,75 mol uap air H2O
CO(g) + H2O(g) -> CO2(g) + H2(g) : (1) Tentukan pereaksi pembatas dari reaksi di atas
?, (2) Berapa volume CO2 yang tersisa ?, (3) Berapa massa H2 yang dihasilkan ?
Dari kelima pertanyaan tersebut dianalisa oleh salah satu kelompok dalam bentuk dialog
seperti berikut :
S : dari hasil analisa kelompok kami pada kelompok 3 mulai no 1 sampai dengan nomer 4
sudah bisa dijawab tetapi no 5 b tidak bisa di jawab
G : kenapa soal no 5 b tidak bisa dijawab?
S : Karena disitu dituliskan berapa volume CO2 yang tersisa padahal CO2 bukan reaktan
tetapi produk, sehingga pertanyaannya bisa manakah zat yang tersisa, berupa massanya
atau berapa volume CO2 yang dihasilkan. itu menurut kami
G : ya betul sekali., bagaimana kelompok 3?
siswa dari kelompok 3 : kami akan memperbaiki soal yang kami buat bu.
percakapan di atas merupakan salah satu contoh analisa kelompok 4 pada kelompok 3, dari
hasil analisa kelompok 4 terhadap kelompok 3 nampak bahwa siswa telah memahami tentang
824
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
pereaksi pembatas, bagaimana menentukan pereaksi pembatas dan menentukan zat sisa serta
zat hasil reaksi,. Setelah masing masing kelompok menganalisa pertanyaan yang dibuat
kelompok lain selanjutnya pertanyaan yang dibuat kelompok lain juga dijawab sehingga
siswa selain memahami bagaimana membuat soal juga memahami bagaimana
menyelesaiakan soal tersebut. Setelah selesai guru menyuruh siswa untuk mempresentasikan
hasil kerjanya dengan menuliskan hasil kerjanya di papan tulis dengan perwakilan satu
kelompok sebelum sampai pada kegiatan penutup seperti pada Gambar 7
Gambar 7 siswa menuliskan hasil jawaban di papan tulis setelah soal dianalisis
Pada kegiatan penutup guru membantu siswa untuk membuat kesimpulan dari hasil
pembelajaran tentang pereaksi pembatas, bagaimana menentukan pereaksi pembatas,
menentukan zat yang tersisa, serta menentukan jumlah massa, volume, atau jumlah partikel
dari zat hasil reaksi . Setelah siswa memahami tentang materi ini, guru memberikan pos tes
pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa, dari hasil pos tes tersebut didapat Hasil
penelitian pada siklus dua dapat dilihat pada Tabel 3
Seperti terlihat pada tabel 3 nilai rata-rata hasil belajar siswa 77,41 dan ketuntasan hasil
belajar dari 29 siswa masih ada 8 siswa yang belum mencapai ketuntasan KKM yaitu 75
sehingga ketuntasan pembelajaran 72,41 % dibandingkan dengan siklus I nampak ada
peningkatan baik rata-rata maupun ketuntasan secara klasikal.
Pengamatan
Hasil observasi dan catatan lapangan yang dilakukan oleh observer selama pembelajaran
berlangsung dan hasil analisis data yang dilakukan guru diperoleh data penelitian sebagai
berikut: Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap aktifitas siswa pada pertemuan 1 siklus
II, siswa telah dapat memodifikasi soal yang berkaitan dengan pereaksi pembatas dan soal
yang dibuat siswa sudah mulai dari sederhana sampai yang lebih kompleks. Pada kegiatan
inti siswa sudah terlihat aktif dalam pembelajaran, siswa berdiskusi ketika menjawab
pertanyaan di LKS dengan melakukan kajian di buku/ literatur tentang pereaksi pembatas,
siswa sudah bisa menganalisis soal yang dibuat oleh kelompok lain dengan baik dan bisa
825
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Refleksi
Di akhir siklus II dilakukan refleksi, Adapun hasil refleksi pada siklus II ini
pembelajaran sudah berjalan dengan baik, pada saat diskusi siswa-siswa sudah aktif
melakukan diskusi, dalam membuat pertanyaan sudah bisa membuat pertanyaan mulai dari
yang sederhana sampai yang lebih kompleks, ketika menganalisa soal yang dibuat kelompok
lain juga sudah lebih baik.
826
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat dikemukakan beberapa saran
sebagai berikut: (1) Penerapan pembelajaran Problem Posing setting kooperatif
membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga sebagai masukan untuk pembelajaran
berikutnya sebaiknya guru dapat mengatur waktu dengan baik, (2) Pada saat siswa
melakukan diskusi kelompok, guru dapat menyusun tempat duduk di kelas dengan bentuk
yang bervariasi misalnya bangku disusun mem-bentuk lingkaran kecil. Hal ini dilakukan
untuk memudahkan proses diskusi siswa dan memudahkan guru untuk melakukan
bimbingan, (3) Diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang penerapan
pembelajaran Problem Posing setting kooperatif, sehingga peningkatan kualitas belajar
matematika dapat terlaksana secara berkesinambungan, (4) Pada saat membuat soal untuk
quis, tes dan LKS diharapkan guru lebih berhati-hati agar soal lebih realistis dan tidak
menyebabkan kebingungan siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Lin, P. 2004. Supporting Teachers on Designing Problem Posing Task as a Tool of
Assessment to Understand Student’s Mathematical Learning. Proceeding of the 28th
Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics
Education. (On line). http://www.emis.de/proceedings/PME28/RR/RR117_lin.pdf,
(diakses 20 Maret 2013).
Muhfidah. 2010. Pendekatan Problem Posing. (On line). http://www.muhfida. com/
pengertian-pendekatan-problemposing.html, (diakses 22 maret 2013).
Murtati, Sa‟dijah, C., Chandra, T.D., 2014, Peningkatan Kemampuan Siswa Kelas VII dalam
Menyelesaikan Soal Cerita Materi Bangun Datar Segiempat dan Segitiga melalui
Pembelajaran Problem Posing Setting Kooperatif di SMPN 1 Jabung Kabupaten
Malang
Rahmini, Yuwono, I., Muksar, M., 2014, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw melalui Lesson Study Materi Program Linear
Rahmini, Ipung Yuwono, dan Makbul Muksar (415-421)
Sari, N.K, Subanji, Rahardjo, S., 2014, Penerapan Pembelajaran dengan Problem Posing
Berbantuan Media Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Materi
Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran
Silver, E.A dan Cai, J.1996. An Analisys of Arithmetic Problem Posing by Middle
School Student Journal of Research in Mathematics Education, Vol 27. No. 5.
Siswanti, 2014, Peningkatan Prestasi Belajar Penjumlahan Pecahan melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe TAI pada Siswa Kelas V SDN 008 Tanah Grogot
Sri Nur Okyawati, 2014, Penerapan Pembelajaran Inquiri Setting Kooperatif pada Materi
Himpunan Siswa Kelas VII SMPN 15 Batam
827
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Amalia Ujinastiti
SMA Negeri 1 Kota Batu
aujinastiti@gmail.com
828
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Walaupun berbagai upaya dalam sistem pembelajaran telah dilakukan, faktanya dari tahun
ke tahun tetap dijumpai masalah pembelajaran, antara lain berupa kesulitan memahami
konsep. mungkin disebabkan : (1) adanya anggapan bahwa pelajaran kimia merupakan
pelajaran yang sulit dan menakutkan; (2) banyak konsep yang harus dikuasai siswa yang
tercantum dalam kurikulum; (3) ilmu kimia selain mempelajari fakta juga banyak melibatkan
hitungan matematis. Hal ini menyebabkan siswa kesulitan dalam mencari pemecahan soal
yang dihadapi. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran kimia, pendekatan yang
diadaptasikan dengan kemampuaan siswa dan proses pembelajarannya membangun struktur
kognitif, psikomotorik dan afektif siswa, dapat dilakukan melalui pembelajaran kooperatif
tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) yaitu pembagian kelompok berdasarkan
prestasi.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Erliati (2013) dan Von Metternikh (2013) dan
menyimpulkan cara pembelajaran kooperatif STAD dan didukung dengan metode, media
gambar, metode demonstrasi serta motivasi belajar yang dilakukan oleh guru mampu
mengubah pola belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari empat orang siswa yang
sebelumnya mengalami masalah belajarnya setelah dilakukan tindakan berdasarkan penelitian
terbukti mengalami perubahan. Perubahan yang dimaksud antara lain tingkah laku yaitu
berani mengemukakan pendapat, tanggung jawab, terjalin komunikasi dua arah,
hubungan sosial, semangat belajar yang tinggi sehingga menghasilkan kenaikan hasil
belajar yang mencapai nilai di atas 75. Sedangkan berdasarkan temuan Erliyati, dari
keseluruhan terjadi peningkatan hasil belajar dengan rata- rata mencapai nilai 80.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian
dilakukan untuk mengatasi masalah dalam proses pembelajaran di kelas. Penelitian ini
juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik
pembelajaran diterapkan dan bagai mana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Oja
dan Sumardjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan penelitian tindakan
menjadi empat tipe yaitu: (a) guru sebagai peneliti; (b) penelitian tindakan kelas
kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi sosial eksperimental.
Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah: untuk meningkatkan aktifitas siswa
dan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai
dari perencanaan, tindakan, pengamatan, serta refleksi. Dalam penelitian ini peneliti
bekerjasama dengan teman sejawat khususnya tim (team teaching). Kehadiran peneliti
sebagai pengajar di kelas tetap dan dilakukan sebagaimana lazimnya, sehingga siswa tidak
mengetahui saat dilaksanakan penelitian. Dengan cara ini, diharapkan didapatkan data yang
seobyektif mungkin mencapai validitas dan reliabilitas data yang diperlukan.
Metode pembelajaran yang dianggap tepat untuk PTK ini adalah metode kooperatif
STAD. Bekerja berdasarkan prinsip siswa bekerja bersama–sama untuk belajar dan
betanggung jawab terhadap belajar teman–temannya dalam tim dan juga dirinya sendiri
(Handayanto, 2000: 115). Dengan demikian, maka ide dasar STAD adalah bagaimana metode
memotivasi siswa dalam kelompok agar siswa dapat saling mendorong, membantu serta
bekerjasama satu sama lain dalam menguasai materi yang disajikan, serta mendorong
829
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
lahirnya suatu kesadaran bahwa belajar itu memiliki tujuan penting, bermakna serta
menyenangkan bagi semua siswa yang terlibat di dalam proses pembelajaran.
Sebagai suatu langkah meningkatkan pringkat efektifitas metode ini dikolaborasi dengan
metode eksperimen yakni kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara terinci untuk menguji
suatu hipotesis bahwa dengan kerja berkelompok maka diharapkan siswa lebih mudah
memahami konsep tentang laju reaksi. Jelasnya, dalam penelitian ini, peneliti melakukan
suatu kegiatan eksperimentasi melalui memanipulasi faktor-faktor yang mempengaruhi laju
reaksi, sehingga dari sesuatu yang sifatnya abstrak menjadi suatu wujud yang kongkrit
sebagaimana peneliti nyatakan di dalam tujuan penelitian (Sumantri, 1999: 157).
Untuk mendapatkan hasil penelitian tindakan kelas perlu dilakukan beberapa tahapan.
Tiap tahapan dilaksanakan sesuai dengan rencana, tindakan ,observasi dan refleksi. Adapun
alur dalam PTK dirancang sebagai berikut:
Subjek penelitian adalah peserta didik Kelas XI MIPA 2 SMA Negeri 1 Kota Batu
sebanyak 32 siswa. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Oktober 2016. Siklus I dilaksanakan
pada tanggal 4 Oktober 2016 sedangkan Siklus II dilaksanakan pada tanggal 6, 11 dan 13
Oktober 2016.
Dalam setiap siklus, pembelajaran kooperatif Tipe STAD dilakukan. Adapun garis
besar pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut: Fase 1, menyampaikan tujuan
pembelajarn dan motivasi siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi
pembelajaran; Fase 2, mempresentasikan materi pembelajaran. Guru mempresentasikan
materi yang akan didiskusikan pada setiap kelompok; Fase 3, mengatur siswa
dalam kelompok belajar. Guru menjelaskan kepada siswa untuk membentuk kelompok
belajar dan kerjasama kelompok itu dapat membantu siswa dalam memahami suatu konsep;
Fase 4, membantu siswa belajar dan bekerja kelompok. Guru membantu kelompok belajar
pada saat siswa mengerjakan dalam tugas; Fase 5, umpan balik/resitasi/evaluasi peserta didik.
Guru memberikan umpan balik/resitasi/evaluasi materi pelajaran atau masing-masing
830
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
SIKLUS I
Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti membuat skenario pembelajaran berdasarkan RPP dan
dilengkapi soal penentuan laju reaksi. Selain itu peneliti mempersiapkan Lembar Kerja Siswa
,LCD dan Lembar Observasi untuk mengamati jalannya observasi .
Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan sesuai dengan RPP yaitu dengan metode STAD yaitu diskusi
kelompok . Dalam hal ini peneliti sebagai guru kegiatan pendahuluan dibuka dengan salam
dilanjutkan dengan mengecek kehadiran siswa. Untuk apersepsi Pada tahap ini guru
memotivasi dengan memberi pertanyaan :
831
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Guru :‟‟ Masih ingatkah kamu Farhan apa arti larutan HCl 1 M?
Farhan : “saya ingat bu larutan HCl 1 M artinyan 1 mol HCl dalam
1 liter larutan .
Guru : “ Jika saya memiliki 100 ml larutan NaOH 1 M dicampur
dengan 100 ml NaOH 1 M tentukan konsentrasi campuran ?
Yusuf : “ saya, bu konsentrasi campuraan menjadi 1 M”
Guru :“Anak -anak lebih cepat mana melarutkan gula merah dalam bentuk
bongkahan dan serbuk ?”,jelaskan
Yuda : “Yang bongkahan bu lebih cepat larutnya “
Guru : “untuk lebih jelasnya anak-anak kerjakan LKS ini dengan berkelompok
Siswa mengerjakan LKS dengan antusias karena dengan mengingat-ingat kosep kelas X.
Pembentukan kelompok dilakukan dengan cara acak, terdiri atas 5 kelompok @ 7 siswa,
dilanjutkan dengan membagikan lembar kerja siswa (LKS).
Pada kegiatan inti guru memberi pengarahan cara mengerjakan LKS, ketua kelompok
membagi tugas pada anggotanya sehingga LKS dapat dikerjakan dengat tepat waktu. Hasil
diskusi dipresentasikan di depan kelas guru sebagai fasilitator, dilanjutkan dengan
kesimpulan kelas ditutup dengan post test. Setelah post test guru memberi tugas pada siswa
untuk membaca tentang faktor – faktor yang mempercepat reaksi dan membawa jas
praktikum untuk eksperimen berikutnya .
832
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
antar siswa lebih terjarin dengan aktif. Siswa dapat mengikuti alur kegiatan belajar dengan
berkeliling ,siswa di dorong untuk bertanya beraktivitas dan berpikir. Sebagian siswa ada
yang tidak aktif.
Kegiatan penutup dilakukan dengan memberi penguatan materi, membuat kesimpulan
bersama siswa, siswa merespon dengan antusias. Dilanjutkan dengan post tes dan diakhiri
dengan memberi tugas mengerjakan soal yang terdapat pada buku paket dan tugas baca
tentang faktor faktor yang mempengaruhi laju reaksi pertemuan berikutnya. Menurut
observer guru kurang memperhatikan siswa pendiam, sehingga pembelajaran kurang merata.
Berikut ini data hasil penilaian pada akhir pelajaran pada Siklus 1
Tabel 1, Hasil penilaian siklus 1
1 Jumlah siswa 32 orang 32 orang
2 Jumlah nilai 2159
3 Rata rata 67,47
Sumber: Data primer diolah (2016)
Dari data penilaian rata–rata di atas, maka untuk memenuhi nilai KKM belum tercapai karena
hanya 16 orang siswa yang tuntas yaitu sekitar 50% siswa yang tuntas, sedangkan 50 % siswa
tidak tuntas.
Refleksi
Pembelajaran pada Siklus 1 perlu ditindaklanjuti, karena secara klasikal 50% siswa ternyata
belum memenuhi ketuntasan 75, penguatan materi sebelum evaluasi kurang dimengerti oleh
siswa dan belum diberi eksperimen untuk membuktikan teori tumbukan sehingga menurut
penulis hasil pembelajaran kurang optimal, maka penelitian dilanjutkan ke tahap berikutnya
yakni siklus II.
SIKLUS II
Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti membuat skenario pembelajaran berdasarkan RPP
dilengkapi soal faktor–faktor yang mempengaruhi laju reaksi,orde reaksi dan menentukan
persamaan laju reaksi. Selain itu peneliti mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan
Lembar Observasi (LO) untuk mengamati jalannya pengamatan (observation) pada siklus II
ini peneliti menggunakan metode STAD dan eksperimen dilakukan melalui 3 pertemuan .
Tahap Pelaksanaan
Pertemuan Pertama
Pelaksanaan tindakan sesuai dengan RPP yaitu dengan metode STAD dan eksperimen
dalam kelompok, Siklus II pelaksanaanya 2 kali pertemuan tanggal 11 dan tanggal 13
oktober 2016. Pertemuan pertama kegiatan penelitian dilakukan pada tanggal 11 oktober
2016 di kelas XI MIPA 2 jam ke 3 samapai jam ke empat di laboratorium kimia diikuti 32
siswa pada pertemuan pertama pendahuluan dibuka dengan salam dilanjut kan dengan
mengecek kehadiran siswa. Untuk apersepsi guru memotivasi dengan memberi pertanyaan :
Guru :” Pekat mana larutan HCl 2 M dan O,5 M ?
Amirah :” yang 2 M ,Bu
Guru :” Bagus sekali “,
833
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Observasi
Observasi dilakukan oleh mahasiswa PPL Universitas Negeri Malang. Hasil observasi
menghasilkan fakta-fakta berikut: untuk format aktifitas pada umumnya siswa aktif
mengerjakan eksperimen dan mengerjakan LKS. Tetapi ada beberapa siswa yang tidak aktif
yaitu siswa pendiam dan ada yang tahu tugasnya yang harus dikerjakan hal ini dapat diatasi
oleh guru. Guru telah melaksanakan sebagai fasilitator keliling antar kelompok sehingga
kesulitan siswa cepat teratasi. Pada kegiatan awal guru telah melakukan apersepsi dan
motivasi pada siswa. Siswa sangat merespon karena guru memberikan demonstrasi yang
biasa dilakukan siswa.
Pada kegiatan inti penjelasan umum tentang meteri ajar, prosedur kegiatan LKS ,
keterkaitan dengan kehidupan dan kedalamn materi telah sesuai. Kesalahan konsep tidak
terjadi. Pengelolaan sumber belajar/media guru menggunakan power-point karena
melaksanakan eksperimen dan mengerjakan LKS secara berkelompok sehingga interaksi
antar siswa lebih terjarin dengan aktif. Siswa dapat mengikuti alur kegiatan belajar mengajar,
siswa telah didorong untuk bertanya beraktivitas dan berpikir. Walaupun sebagian siswa ada
yang tidak aktif. Kegiatan penutup dilakukan dengan memberi penguatan materi, membuat
kesimpulan bersama siswa, siswa merespon dengan antusias.
Pertemuan Kedua
Pada pertemuan kedua pelaksanaannya tanggal 13 oktober dikelas XI MIPA 2 dimulai
jam ke 5-6 disebabkan metode yang digunakan diskusi kelompok . Siswa yang mengikuti 32
siswa masuk semua. Pendahuluan pembelajaran dibuka dengan salam dilanjutkan dengan
memantau kehadiran siswa. Untuk apersepsi guru bertanya pada siswa:
Guru : “ apa yang dapat kamu tanyakan tentang laju reaksi ?
Maulana :” Faktor faktor apa yang mempengaruhi laju reaksi ?
Guru : “ Siapa yang akan menjawab ?
Elvira : “ Luas permukaan, konsentrasi,katalis dan suhu
Guru :” Bagainama cara menuliskan persamaan laju reaksi, apakah
Persamaan laju rekasi dipengaruhi koefisien reaksi
834
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Berikut ini data hasil penilaian pada akhir pelajaran pada Siklus II
Tabel 2. Hasil penilaian siklus II Metode STAD 2016
32 Jumlah 65
JUMLAH 3032
RATA RATA 94,75
Sumber: Data Primer diolah (2016)
835
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan
Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Dari data nilai rata rata siswa 94,75 maka nilai siswa telah melebihi 75 sebagai nilai
KKM, dibanding dengan siklus satu yang tuntas 50 % sedang siklus II 94 %, sehingga
terdapat peningkatan 44 %.
Refleksi
Pembelajaran pada Siklus II sudah ada peningkatan dari nilai rata rata 67,47 menjadi 94,75
naik 47 % . Keatifan siswa meningkat disebabkan menggunakan pembelajaran STAD dengan
eksperimen sehingga keaktifan siswa keingintahuan dan kerja sama antar siswa sangat
diperlukan untuk menyelesaikan tugas meningkat.
KESIMPULAN
Berdasarkan bahasan sebagaimana dikemukakan di muka maka dapat dirumuskan suatu
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif model Students Team Achievements Division (STAD)
meningkatkan aktifitas dan hasil belajar materi Laju Reaksi di kelas XI MIPA
SMA Negeri 1 kota Batu.
2. Temuan penelitian setelah dilakukan metode pembelajaran STAD, didapat jumlah
nilai pada siklus 1 2159 nilai rata-rata 67,47 dengan ketuntasan 50 %, pada siklus
ke II jumlah dari nilai 3032 ditemukan nilai rata-rata 94,75 dengan angka ketuntasan
94 %. Pada siklus I tercapai angka ketuntasan 50 % dan siklus II ketuntasan 94 %
dengan demikian terdapat peningkatan sebesar 44 %.
SARAN/ REKOMENDASI
Penggunaan pembelajaran kooperatif dan metode pembelajaran dapat meningkat-
kan kualitas pendidikan yang diajarkan. Oleh sebab itu, guru yang profesional harus dapat
memilih metode–metode pembelajaran yang tepat (appropriate) bagi siswa agar hasil
belajar dapat tercapai dengan memuaskan dan harus semakin dioptimalisasikan.
DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi, Jakarta
Djamarah, S.B. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta : Jakarta
Michael Purba,.2006., Kimia Untuk SMA Kelas XI Jilid 2 Cetakan Kesembilan, Erlangga,
Jakarta
Roetiyah N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta : Jakarta
Sri Erliati ,2013 Penerapan Pembelajaran Cooperative STAD dengan Lesson Study pada
Materi Rangka Manusia Kelas IV SD Negeri 12 Sabang 2013, Mimeo
Sri Haryati., 2013., PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA Materi Tumbuhan Hijau
Melalui Pembelajaran Kooperatif Model STAD Pada Siswa Kelas VA SDN 002
Tanah Grogot 2013, Mimeo
Tim Penyusun Buku Ajar.,2013., Buku Ajar Kimia (Peminatan Matematika dan Ilmu Alam)
Kelas XI Semester 1 dan 2, CV Merah Putih, Tanpa Kota
836