Anda di halaman 1dari 10

PERBANDINGAN SKOR MUAL PASIEN KANKER YANG MENDAPAT TERAPI

KEMOTERAPI ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

The Comparison of Nausea Score Cancer Patient Receiving the Chemotherapy Treatment
Between Male and Female

Kasron1*, Agung Waluyo2, Debie Dahlia2


1
STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap
Jl. Cerme No. 24 Sidanegara Cilacap.
2
Program Studi Magister Keperawatan FIK Universitas Indonesia
*
(kasronrw@gmail.com)

ABSTRAK
Kemoterapi merupakan salah satu intervensi penyakit kanker yang memiliki efek
samping mual. Jenis kelamin mempengaruhi respon mual saat kemoterapi. Tujuan penelitian
untuk mengetahui perbandingan skor mual laki-laki dan perempuan. Metode menggunakan
deskriptive analitic dengan pendekatan time series design. Responden adalah penderita kanker
yang reguler menjalani kemoterapi dan sedang dilakukan kemoterapi, dengan consecutive
sampling. Responden diukur skor mual menggunakan Skala Bieri pada 1 jam, 3 jam dan 6
jam setelah kemoterapi. Analisis statistik menggunakan uji Mann-Whitney. Sejumlah 30
responden memenuhi kriteria. Pada laki-laki diketahui skor mual 1 jam 4,23±0,73, 3 jam
4,92±0,86, dan 6 jam 5,46±1,05. Pada perempuan diketahui skor mual 1 jam 3,76±0,83, 3 jam
4,88±0,92, dan 6 jam 6,06±1,39. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang bermakna skor mual 1 jam setelah kemoterapi (p value = 0,145), 3 jam (p value = 0,869)
dan 6 jam (p value = 0,281) antara laki-laki dan perempuan. Kesimpulannya adalah tidak
terdapat perbedaan skor mual 1,3 dan 6 jam pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi
antara laki-laki dan perempuan. Perlu evaluasi untuk penatalaksanaan mual pada perempuan
yang biasa memperoleh lebih banyak penatalaksanaan mual akibat kemoterapi.

Kata Kunci: Kanker, kemoterapi, laki-laki, mual, perempuan

ABSTRACK
Chemotherapy is one of the intervention in cancer patient wich had side effects of
nausea.The sex influence nausea in chemotherapy. This study aimed to compare nausea score
betwen male and female. This study used descriptive analitic design with a time series
approach. Bieri Scale has been used to measure nausea at 1,3 and 6 hours after
chemotherapy. Respondent is a cancer klient whose chemotherapy treatment. The sampling
technique used a consecutive sampling. Analise used Mann-Whitney test. 30 responden have
chosen. The results showed at male nausea score 1 hours 4,23±0,73, 3 hours 4,92±0,86, and
6 hours 5,46±1,05. At female nausea score 1 hours 3,76±0,83, 3 hours 4,88±0,92, dan 6
hours 6,06±1,39. The results showed not significant difference scores of nausea in 1 hours (pv
= 0,145),3 hours (pv = 0,145), and 6 hours (pv = 0,145) after treatment betwen male and
female. The conclusion is not difference scores of nausea after chemotherapy at male and
female. This study suggest to evalute nausea treatment at female when at female need more
treatment to reduce nausea in chemotherapy.

Keywords: Cancer, chemotherapy, female, male, nausea

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 52


PENDAHULUAN 75 (83,3%) mengalami mual dan 71 (78,9%)
Kanker merupakan sekelompok besar mengalami muntah. Penelitian Aslam dkk.
penyakit yang dapat mempengaruhi setiap (2014) dari 100 pasien kemoterapi, efek
bagian dari tubuh (WHO, 2015). Data samping yang paling sering dilaporkan
Riskesdas (2013) diketahui jumlah adalah kelemahan (95%), kelelahan (90%),
penderita kanker penduduk Indonesia mual (77%). Dari beberapa penelitian
sebesar 1,4 persen dari total jumlah tersebut dapat diketahui bahwa mual dan
penduduk, dengan prevalensi kanker tertinggi muntah merupakan keluhan efek samping
berada pada Provinsi DI Yogyakarta, yaitu yang sering mengganggu pada pasien kanker
sebanyak 4,1 persen, disusul Jawa Tengah yang menjalani kemoterapi.
sebanyak 2,1 persen dan Bali sebanyak 2,0 Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin
1
persen. Pengobatan umum untuk kanker perempuan, riwayat morning sickness, status
adalah kemoterapi baik sendiri atau aktifitas, konsumsi alkohol, konsumsi rokok
kombinasi dengan pengobatan lain. (van dan tingkat kecemasan mempengaruhi
Weert et al., 2009). Ketika obat kemoterapi kejadian mual dan muntah pada pasien yang
memasuki tubuh pasien, obat kemoterapi mendapatkan kemoterapi (Jani et al., 2014;
mengaktifkan reseptor neurotransmitter yang Sekine, Segawa, Kubota, & Saeki, 2013;
terletak di Chemoreceptor Trigger Zone Thompson, 2012). Jenis kelamin
(CTZ), saluran pencernaan dan Vomiting mempengaruhi tingkat mual-muntah saat
Centre (VC) di otak, hal ini memicu kemoterapi. Perempuan lebih memiliki resiko
terjadinya refleks mual dan muntah (Richard mual muntah daripada laki-laki dengan
J Gralla & Messner, 2010; Moradian & penggunaan obat dan dosis yang sama. Hal
Howell, 2015; Navari, 2013). ini menunjukan bahwa wanita umumnya
Penelitian Rhodes dan McDaniel, (2001) lebih sensitif terhadap obat apapun
menjelaskan bahwa 66–91% pasien dibandingkan laki-laki (Roscoe et al., 2004).
kemoterapi akan menunjukan gejala Hasil penelitian Sekine (2013), Fraunholz,
mual dan muntah. Penelitian Bloechl- Grau, Weiß dan Rödel, (2011) menjelaskan
Daum B, Deuson RR, Mavros P, et al dalam bahwa kejadian mual dan muntah dapat
Warr, Chambers, Cusano, Cuthbert, dan meningkat pada pasien yang memiliki faktor
Mah, (2015) menjelaskan angka kejadian risiko seperti berjenis kelamin perempuan.
mual pasien kemoterapi sebanyak 60% dan Mual dan muntah dapat berdampak pada
muntah 36%. Penelitian Chan dan Ismail masalah klinis pada pengobatan kanker
(2014), bahwa dari 90 pasien kemoterapi, seperti mengganggu fungsi sosial, fisik,

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 53


emosional, serta berdampak negatif terhadap Pada penelitian ini subjek dibagi menjadi dua
kepatuhan pengobatan dan juga kelompok yaitu kelompok laki-laki dan
mempengaruhi kualitas hidup pasien. kelompok perempuan. Pada kedua kelompok
(Freeney, 2010; Navari, 2013). Perawat dilakukan pemeriksaan penilaian seri skor
berperan penting dalam mengidentifikasi dan mual. Kedua kelompok akan dihitung skor
mengelola gejala mual dan muntah (Warr et mual 1 jam setelah kemoterapi, 3 jam setelah
al., 2015; Wood & Chapman, 2011). Mual kemoterapi dan 6 jam setelah kemoterapi.
adalah efek samping kemoterapi yang sangat Populasi pada penelitian ini adalah semua
mengganggu dan terasa menetap dirasakan pasien yang menderita kanker yang sedang
pasien dibandingkan muntah (Foubert & menjalani kemoterapi dan dirawat inap di
Vaessen, 2005). Hasil penelitian Waluyo ruang perawatan umum Rumah Sakit Prof.
(2000) bahwa 80% masalah keperawatan Dr. Margono Soekarjo Purwokerto di ruang
yang muncul pada pasien kemoterapi Bougenville. Teknik pengambilan sampel
terbanyak adalah gangguan pemenuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kebutuhan nutrisi kurang yang berhubungan non-probability sampling dengan metode
dengan penurunan nafsu makan dan mual. consective sampling dengan cara memilih
Perawat dapat mengurangi gejala mual sesuai dengan kriteria inklusi sampel:
dengan melakukan intervensi seperti teknik a. Pasien berusia lebih dari 18 tahun.
relaksasi nafas dalam dan hipnosis b. Pasien kooperatif, mampu membaca dan
(Richardson et al., 2007). Meskipun telah menulis, dalam kondisi sadar, dapat
dilakukan penanganan mual, kejadian mual berorientasi baik (tempat, waktu dan
dan muntah masih sering terjadi pada pasien orang).
yang mendapatkan kemoterapi. Respon c. Mendapatkan terapi obat kemoterapi jenis
masalah mual pada pasien laki-laki dan MEC (Moderately Emetogenic
perempuan terkadang berbeda pada saat Chemotherapy) dan HEC (Highly Emetogenic
kemoterapi, sehingga perlu dilakukan analisis Chemotherapy) dan mendapatkan terapi

apakah terdapat perbedaan respon mual pengobatan anti mual ondansentron.


antara pasien laki-laki dan perempuan. Jumlah sampel yang digunakan 30
responden, kelompok laki-laki sejumlah 17
METODE responden dan kelompok perempuan
Penelitian ini merupakan penelitian sejumlah 13 responden.
kuantitatif menggunakan deskriptive analitic
design dengan pendekatan time series design.

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 54


HASIL Tabel 1 menunjukkan bahwa responden
Karakteristik Responden laki-laki sebagian besar berusia lebih dari 45
Distribusi responden berdasarkan tahun (61,5%), hampir seluruhnya tidak
karakteristiknya dijelaskan dalam tabel di memiliki riwayat konsumsi alkohol (76,9%),
bawah ini. lebih dari separuhnya dengan kecemasan
Tabel 1. Distribusi berdasarkan karakteristik sedang (53,8%), lebih dari separuh dengan
(umur, riwayat konsumsi alkohol, tingkat
pemberian obat ke-5 kali (69,2%), lebih dari
kecemasan, pemberian obat, obat dan
penggunaan rokok), n=30. separuh dengan obat MEC (61,5%), dan
No Variabel L (n=13) P (n=17)
1. Umur (tahun) lebih dari separuh dengan riwayat merokok
<45 5 (38,5) 7 (41,2)
≥45 8 (61,5) 10 (58,8)
(69,2). Sedangkan pada responden
2. Riwayat Konsumsi perempuan sebagian besar berusia lebih dari
Alkohol
Mengkonsumsi 3 (23,1) 0 (0) 45 tahun (58,8%), seluruhnya tidak memiliki
Tidak 10 (76,9) 17 (100)
mengkonsumsi riwayat konsumsi alkohol (100%), lebih dari
3. Tingkat
kecemasan separuhnya dengan kecemasan ringan
Ringan 4 (30,8) 9 (52,9)
Sedang 7 (53,8) 5 (29,4)
(52,9%), lebih dari separuhnya dengan
Berat 2 (15,4) 3 (17,6) pemberian obat ke-5 kali (52,9%), hampir
4. Pemberian obat
ke- seluruhnya dengan obat MEC (76,5%), dan
<5 4 (30,8) 8 (47,1)
≥5 9 (69,2) 9 (52,9) seluruhnya tidak ada riwayat merokok (100).
5. Obat
MEC 8 (61,5) 13 (76,5) Analisis jenis kelamin dan skor mual
HEC 5 (38,5) 4 (23,5)
dijelaskan dalam tabel 2.
6. Penggunaan
Rokok
Merokok 4 (30,8) 0 (0)
Tidak Merokok 9 (69,2) 17 (100)

Tabel 2. Analisis Variabel Jenis Kelamin dan Skor Mual Responden Kemoterapi, n=30
Variabel Kelompok N Median Rerata ± SD P value*
(minimal-maksimal)
Skor mual 1 jam Laki-laki 13 4 (3-6) 4,23 ± 0,73 0,145
Perempuan 17 4 (3-5) 3,76 ± 0,83

Skor mual 3 jam Laki-laki 13 5 (4-7) 4,92 ± 0,86 0,869


Perempuan 17 5 (4-7) 4,88 ± 0,92

Skor mual 6 jam Laki-laki 13 5 (4-8) 5,46 ± 1,05 0,281


Perempuan 17 6 (4-8) 6,06 ± 1,39

Tabel 2 menunjukan bahwa rata-rata (SD= 0,73), dengan skor terendah 3 dan
skor mual pada pengukuran 1 jam pertama tertinggi 6, dan pada perempuan rata-rata
setelah kemoterapi pada laki-laki sekitar 4,23 skor mual 3,76 (SD= 0,83), dengan skor

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 55


terendah 3 dan tertinggi 5, hasil analisis mengidentifikasi pemberian kapsul jahe
selanjutnya menunjukan bahwa tidak terhadap mual akibat kemoterapi. Dari 57
terdapat perbedaan yang bermakna skor mual responden diketahui jumlah perempuan
1 jam pertama setelah kemoterapi pada laki- sebanyak 75,4 % sedangkan laki-laki hanya
laki dan perempuan (p value = 0,145). Dan sejumlah 24,6 %. Sementara hasil penelitian
juga rata-rata rata-rata skor mual pada Schwartzberg et al (2011) diketahui dari total
pengukuran 3 jam pertama setelah 10.586 pasien kanker diketahui jumlah
kemoterapi pada laki-laki sekitar 4,92 (SD= pasien perempuan sebanyak 62,75 %
0,86), dengan skor terendah 4 dan tertinggi 7, sedangkan laki-laki sejumlah 37,25 %.
dan pada perempuan rata-rata skor mual 4,88 Hasil penelitian menunjukan tidak ada
(SD= 0,92), dengan skor terendah 4 dan perbedaan mual antara laki-laki dan
tertinggi 7, hasil analisis selanjutnya perempuan baik pada 1 jam (p value =
menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan 0,145), 3 jam (p value = 0,869) dan 6 jam (p
yang bermakna skor mual 3 jam pertama value = 0,281) setelah kemoterapi, hasil
setelah kemoterapi pada laki-laki dan menunjukan berbeda dengan hasil penelitian
perempuan (p value = 0,869). Sementara Esra, Aziz, Zeki, Mert, dan Sevil (2011)
rata-rata skor mual pada pengukuran 6 jam menyebutkan bahwa perempuan lebih sering
pertama setelah kemoterapi pada laki-laki menunjukan gejala mual dibandingkan laki-
sekitar 5,46 (SD= 1,05), dengan skor laki dengan p value < 0,001. Perempuan
terendah 3 dan tertinggi 6, dan pada lebih sering menunjukan gejala mual akibat
perempuan rata-rata skor mual 6,06 (SD= kemoterapi dibandingkan laki-laki (Rhodes
1,39), dengan skor terendah 3 dan tertinggi 5, & McDaniel, 2001; Roscoe et al., 2004).
hasil analisis selanjutnya menunjukan bahwa Hasil menunjukan berbeda dengan hasil
tidak terdapat perbedaan yang bermakna skor penelitian Fraunholz et al. (2011)
mual 6 jam pertama setelah kemoterapi pada menyebutkan bahwa perempuan lebih sering
laki-laki dan perempuan (p value = 0,281). menunjukan gejala mual dibanding laki-laki,
dimana nilai p value = 0,0003. Banyak hasil
PEMBAHASAN penelitian-penelitian yang menjelaskan
Hasil penelitian menunjukan sebagian bahwa kejadian mual lebih sering meningkat
besar responden berjenis kelamin perempuan pada perempuan seperti penelitian Morrow,
yaitu 56,7 %. Hasil penelitian ini sesuai Roscoe, Hickok, Andrews, dan Matteson
dengan karakteristik penelitian yang (2002), penelitian Roscoe et al (2004), dan
dilakukan oleh Zick et al. (2009) yang penelitian Sekine et al. (2013). Perbedaan

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 56


tersebut bisa diakibatkan oleh jumlah saraf pusat melalui shunting metabolisme
responden yang masih terlalu sedikit triptofan dari 5-HT. Sifat kortisol dapat
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, bertindak mencegah pelepasan serotonin di
hal tersebut bisa dilihat dari nilai rata-rata usus atau mencegah aktivasi reseptor 5-HT
skor mual yang menunjukan bahwa dalam sistem pencernaan. Hal tersebutlah
perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, yang menyebabkan menurunnya intensitas
akan tetapi secara statistik perbedaan tersebut mual pada pasien laki-laki (Fredrikson, et al.,
tidak bermakna. 1992).
Secara teori perempuan memiliki respon Penyebab lain dikarenakan adanya
mual yang lebih dibandingkan laki-laki, hal mediasi oleh perubahan hormonal perempuan
ini menunjukan bahwa wanita umumnya seperti estrogen, progestin, androgen, kortisol
lebih sensitif terhadap jenis obat apapun atau human chorionic gonadotropin (HCG),
termasuk jenis obat kemoterapi yang masuk namun perubahan hormonal bukan
ke tubuh dibandingkan pada laki-laki merupakan agen penyebab mual atau
(Roscoe et al., 2004). Beberapa studi juga muntah itu sendiri melainkan bertindak
telah menyebutkan bahwa lebih sulit untuk dengan mengaktifkan jalur saraf ke CTZ
mengontrol mual dan muntah pada wanita (Flaxman & Sherman, 2000). Teraktifkannya
dibandingkan pada pria, karena masalah yang CTZ akan merangsang reseptor histamin dan
lebih kompleks. Serta perempuan dalam akhirnya menyebabkan rangsangan mual
penggunaan obat antimual ataupun ataupun muntah (Golding, 2006).
antimuntah lebih mungkin untuk mendapat Penelitian ini diketahui bahwa responden
dua atau lebih agen obat dalam sediaan perempuan memiliki tingkat mual yang lebih
kombinasi (Gralla, 1993). Salah satunya rendah dibandingkan secara umum teori, hal
disebabkan karena pada perempuan memiliki tersebut dimungkinkan pada responden
rata-rata kadar kortisol yang lebih rendah perempuan lebih menunjukan tingkat
dibandingkan laki-laki. Sehingga laki-laki kecemasan yang lebih ringan dibanding laki-
memiliki rata-rata kadar kortisol yang lebih laki. Diketahui bahwa status kecemasan dan
tinggi dibandingkan perempuan dimana juga kelelahan (kelemahan) dilaporkan
kortisol akan mempengaruhi permeabilitas sebagai faktor prognostik untuk terbentuknya
darah-otak penghalang dan membatasi mual-muntah setelah kemoterapi, yang
masuknya agen mual-muntah ke otak. Serta disebut sebagai anticipatory nausea and
kortisol akan mempengaruhi 5- vomiting (ANV). Hal tersebut menunjukkan
hydroxytryptamine (5-HT) dalam sistem bahwa status psikologis pasien berperan

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 57


penting dalam pengembangan mual-muntah KESIMPULAN
setelah periode akut, yang berkaitan dengan Tidak terdapat perbedaan skor mual 1, 3
potensi emetogenik dari obat yang digunakan dan 6 jam setelah kemoterapi pada pasien
dalam kemoterapi. Semakin tingginya kanker yang mendapat kemoterapi antara
kecemasan atau tingkat stres meningkatkan pasien laki-laki dan perempuan. Perlu
aktivitas neurotransmiter noradrenergik yang evaluasi untuk penatalaksanaan mual pada
berkontribusi terhadap perkembangan gejala responden perempuan yang biasa
ANV. Diketahui bahwa kondisi cemas pada memperoleh lebih banyak penatalaksanaan
laki-laki dalam penelitian ini meningkatkan mual akibat kemoterapi.
kondisi ANV yaitu pada saat kondisi cemas
UCAPAN TERIMA KASIH
tinggi akan meningkatkan pelepasan opiat
Peneliti mengucapkan terima kasih
endogen berupa neurotransmiter β-endorphin
kepada semua pihak yang terlibat dalam
di CSF (Cerebro Spinal Fluid). Endorfin
penelitian ini. Ucapan terimakasih juga kami
merupakan neurotransmitter penting yang
sampaikan kepada pihak UPT PPM STIKES
terletak di CTZ. Sehingga pasien yang
Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap dan pihak
menunjukkan tingkat tinggi distress dan
STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap
kecemasan akan berada pada risiko yang
sangat menunjang pelaksanaan penelitian ini.
lebih besar untuk terjadinya mual dan
muntah. Sehingga pada pasien perempuan
DAFTAR PUSTAKA
perlu dilakukan evaluasi dalam pemberian
Aslam, M. S., Naveed, S., Ahmed, A.,
tatalaksana untuk menurunkan mual, dimana Abbas, Z., Gull, I., & Athar, M. A.
diketahui saat ini tatalaksana mual pada (2014). Side Effects of Chemotherapy in
Cancer Patients and Evaluation of
perempuan lebih banyak dan lebih tinggi Patients Opinion about Starvation Based
intensitasnya, demikian juga dalam hal Differential Chemotherapy. Journal of
Cancer Therapy, 5(July), 817–822.
pemberian obat untuk responden perempuan
Badan Penelitian dan Pengembangan
diketahui lebih banyak dan lebih tinggi Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan
dalam dosisnya. Sehingga perlu dilakukan Dasar, 306.
evaluasi dalam pemberian atau Chan, H. K., & Ismail, S. (2014). Side effects
of chemotherapy among cancer patients
penatalaksanaan mual pada responden in a Malaysian general hospital:
perempuan yang biasa memperoleh lebih Experiences, perceptions and
informational needs from clinical
banyak penatalaksanaan mual akibat pharmacists. Asian Pacific Journal of
kemoterapi. Cancer Prevention, 15(13), 5305–5309.
http://doi.org/10.7314/APJCP.2014.15.1
3.5305

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 58


Esra, Y. E., Aziz, Y., Zeki, U., Mert, B., & Gralla, R. J. (1993). Symposium article
Sevil, B. (2011). Is chemotherapy- Current issues in the management of
induced nausea and vomiting lower in nausea and vomiting. Annals of
smokers ?, 49(12), 709–713. Oncology, 4(3), 3–7.
http://doi.org/10.5414/CP201585 Gralla, R. J., & Messner, C. (2010). Coping
Flaxman, S. M., & Sherman, P. W. (2000). With Nausea and Vomiting From
Morning Sickness: A Mechanism for Chemotherapy. Cancer Care, 1–20.
Protecting Mother and Embryo. The Jani, M. R., Vaghela, N. P., Prajapati, V. H.,
University of Chicago Journal, 75(2), Pharmacy, S. S., Oncologist, C., &
387–415. Clinic, H. (2014). Correlation Between
Foubert, J., & Vaessen, G. (2005). Nausea: Smoking , Smokeless Tobacco and
The neglected symptom? European Alcohol Drinking and Emesis in Patients
Journal of Oncology Nursing, 9(1), 21– Receiving. World Journal of Pharmacy
32. and Pharmaceutical Sciences, 3(8),
http://doi.org/10.1016/j.ejon.2004.03.00 1265–1275.
6 Moradian, S., & Howell, D. (2015).
Fraunholz, I., Grau, K., Weiß, C., & Rödel, Prevention and management of
C. (2011). Patient- and Treatment- chemotherapy induced nausea and
Related Risk Factors for Nausea and vomiting. International Journal of
Emesis during Concurrent Palliative Nursing, 21(5), 216–224.
Chemoradiotherapy. Strahlenther Morrow, G. R., Roscoe, J. a., Hickok, J. T.,
Onkology, (1), 1–7. Andrews, P. L. R., & Matteson, S.
http://doi.org/10.1007/s00066-010-2196- (2002). Nausea and emesis: Evidence for
0 a biobehavioral perspective. Supportive
Fredrikson, M., Hursti, T., Furst, C. J., Care in Cancer, 10(2), 96–105.
Steineck, G., Borjeson, S., Wikblom, M., http://doi.org/10.1007/s005200100294
& Peterson, C. (1992). Nausea in cancer Navari, R. M. (2013). Management of
chemotherapy is inversely related to Chemotherapy-Induced Nausea and
urinary cortisol excretion. Br J Cancer, Vomiting Focus on Newer Agents and
65(0007-0920), 779–780. New Uses for Older Agents. Indiana
Freeney, L. (2010). Policy Statement. University School of Medicine, 73, 249–
Clinical Haematology Oncology, (2), 1– 262. http://doi.org/10.1007/s40265-013-
18. 0019-1
Golding, J. F. (1998). Motion sickness Rhodes, V., & McDaniel, R. (2001). Nausea,
susceptibility questionnaire revised and vomiting and retching: Complex
its relationship to other forms of problem in palliative care. A Cancer
sickness. Brain Research Bulletin, 47(5), Journal for Clinicians, 51(4), 232–248.
507–516. http://doi.org/10.1016/S0361- http://doi.org/10.3322/canjclin.51.4.232
9230(98)00091-4 Richardson, J., Richardson, J., Smith, J. E.,
Golding, J. F. (2006). Motion sickness Mccall, G., Richardson, A., Pilkington,
susceptibility. Autonomic Neuroscience: K., & Kirsch, I. (2007). Hypnosis for
Basic and Clinical, 129(1-2), 67–76. nausea and vomiting in cancer
http://doi.org/10.1016/j.autneu.2006.07.0 chemotherapy : a systematic review of
19 the research evidence.
http://doi.org/10.1111/j.1365-
2354.2006.00736.x

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 59


Roscoe, J. a., Morrow, G. R., Hickok, J. T., http://doi.org/10.1016/j.ejca.2009.06.001
Mustian, K. M., & Shelke, A. R. (2004).
Waluyo, A. (2000). Analisis masalah
Biobehavioral factors in chemotherapy-
keperawatan pada klien keganasan
induced nausea and vomiting. JNCCN
hematologi yang mendapatkan terapi
Journal of the National Comprehensive
medik kemoterapi. Jurnal Keperawatan
Cancer Network, 2(5), 501–508.
Indonesia, 8(1), 1–7.
Schwartzberg, L., Szabo, S., Gilmore, J.,
Warr, J. K., Chambers, C. R., Cusano, F. L.,
Haislip, S., Jackson, J., Jain, G., …
Cuthbert, C. A., & Mah, M. S. (2015).
Buchner, D. (2011). Likelihood of a
Feasibility of using the Multinational
subsequent chemotherapy-induced
Association of Supportive Care in
nausea and vomiting (CINV) event in
Cancer Antiemesis Tool for assessment
patients receiving low, moderately or
of chemotherapy-induced nausea and
highly emetogenic chemotherapy
vomiting at the Tom Baker Cancer
(LEC/MEC/HEC). Curr Med Res Opin,
Centre. Joural of Oncology Pharmacy
27(4), 837–845.
Practice, 21(5), 348–357.
http://doi.org/10.1185/03007995.2011.5
http://doi.org/10.1177/10781552145403
56603
17
Sekine, I., Segawa, Y., Kubota, K., & Saeki,
WHO. (2015). Cancer. Retrieved February 3,
T. (2013). Risk factors of chemotherapy-
2015, from
induced nausea and vomiting : Index for
http://www.who.int/mediacentre/factshe
personalized antiemetic prophylaxis.
ets/fs297/en/
Cancer Science, 104(6), 711–718.
http://doi.org/10.1111/cas.12146 Wood, J. M., & Chapman, K. (2011). Tools
for Assessing Nausea, Vomiting, and
Thompson, N. (2012). Optimizing Treatment
Retching. Cancer Nursing, 34(1), 15–24.
Outcomes in Patients at Risk for
http://doi.org/10.1097/NCC.0b013e3181
Chemotherapy-Induced Nausea and
e2cd79
Vomiting. Oncology Nursing, 16(3),
309–314. Zick, S. M., Ruffin, M. T., Lee, J., Normolle,
D. P., Siden, R., Alrawi, S., & Brenner,
van Weert, J. C. M., Jansen, J., de Bruijn, G.-
D. E. (2009). Phase II trial of
J., Noordman, J., van Dulmen, S., &
encapsulated ginger as a treatment for
Bensing, J. M. (2009). QUOTEchemo: A
chemotherapy-induced nausea and
patient-centred instrument to measure
vomiting. Supportive Care in Cancer,
quality of communication preceding
17(5), 563–572.
chemotherapy treatment through the
http://doi.org/10.1007/s00520-008-0528-
patient’s eyes. European Journal of
8
Cancer, 45(17), 2967–2976.

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 60


Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 61

Anda mungkin juga menyukai