Laporan PBL Brillie
Laporan PBL Brillie
Disusun Oleh:
J410150016
2018
LAPORAN PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN-2 (PBL-2)
ANALISA PROGRAM TUBERKULOSIS DI KABUPATEN KLATEN
Disusun Oleh:
J410150016
2018
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
J410150016
Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah PBL-2
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warrahmatullahiwabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala karunia, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Praktik Belajar Lapangan (PBL-2) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten.
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih atas semua bantuan, dukungan, dan kepercayaannya kepada :
1. Sri Darnoto, SKM., MPH selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Rezania Asyfiradayati, SKM., MPH selaku dosen pembimbing akademik.
3. dr. Anggit Budiarto, M.MR selaku Ketua Bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten serta selaku
dosen pembimbing lapangan.
4. Wahyuning Nugraheni, SKM selaku Ketua Seksi Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten.
5. Inayati Hassanah ED, SKM., M.Kes selaku Ketua Seksi Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten.
6. Mentes Hartanti, SKM selaku Kepala Seksi Surveilans, Karantina Kesehatan
dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten.
7. Seluruh staff Bidang Pencegahan dan Pengendalian Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten yang telah banyak membantu penulis selama
melaksanakan PBL-2.
8. Desi, Mazumi, dan Zakiyah sebagai teman perjuangan yang selalu sabar
ketika melaksanakan PBL-2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten.
9. Semua; pihak yang telah membantu penulis yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan Praktik Belajar Lapangan ini.
iv
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan PBL-2 ini masih
banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
memperbaiki laporan PBL-2 agar dapat menjadi lebih baik.
Penulis.
v
DAFTAR ISI
vi
BAB V ............................................................................................................... 30
A. Analisis Masalah................................................................................ 30
B. Penyelesaian Masalah ....................................................................... 34
BAB VI .............................................................................................................. 37
A. Kesimpulan .......................................................................................... 37
B. Saran ................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39
LAMPIRAN........................................................................................................ 40
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan nasional diarahkan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status
gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan
kesehatan.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu
unsur penting dari peningkatan pembangunan sumber daya manusia yang
berkualitas sebagai salah satu indikator kunci dalam penentuan Indek
Pembangunan Manusia (IPM). Disamping perkembangan pembangunan
kesehatan tersebut, masih banyak tantangan dan masalah pembangunan
kesehatan yang belum sepenuhnya dapat teratasi. Oleh karna itu perlu
adanya kerjasama yang baik antar sektor untuk bisa menjalankan program
masing-masing dengan baik dan saling berkesinambungan.
Dinas kesehatan mempunyai peran penting dalam pembangunan
kesehatan di tingkat kabupaten/kota setempat. Berbagai program dan
kegiatan telah direncanakan oleh dinas kesehatan sebagai umpan balik dari
peloporan rutin puskesmas dan selanjutnya didiseminasikan ke tingkat
bawah. Penting bagi mahasiswa khususnya di bidang kesehatan untuk
mengetahui ranah kerja serta batasan-batasan yang dimiliki oleh Dinas
Kesehatan. Oleh karna itu, adanya Praktik Belajar Lapangan (PBL) II ini
dilaksanakan untuk menambah wawasan dan ilmu mahasiswa diluar jam
perkuliahan dan dihadapkan langsung dengan permasalahan yang ada di
Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten.
Jumlah kasus TB (Tuberkulosis) di Indonesia menurut laporan WHO
tahun 2015, diperkirakan ada satu juta kasus TB baru pertahun (399 per
100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000
penduduk). Diperkirakan 63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000
penduduk). Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/CNR) dari semua
kasus, dilaporkan sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh
kasus 324.539 kasus, diantaranya 314.965 adalah kasus baru.
Menurut laporan WHO tahun 2015, Indonesia sudah berhasil
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB di tahun 2015 jika
dibandingkan dengan tahun 1990. Angka prevalensi TB yang pada tahun
1990 sebesar >900 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 menjadi 647 per
100.000 penduduk. Dari semua indikator MDG’s untuk TB di Indonesia saat
ini baru target penurunan angka insidens yang sudah tercapai. Untuk itu
upaya yang lebih besar dan terintegrasi supaya Indonesia bisa mencapai
target SDG’s pada tahun 2030 yang akan datang (Permenkes, 2016).
Upaya atau program TB terus ditingkatkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten agar dapat menurunkan angka kejadian TB di Kabupaten
Klaten dan dapat mencapai target bebas TB di tahun 2050.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diberikan kemampuan untuk mengaplikasikan berbagai teori
melalui kesepadanan pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas dengan
fenomena atau keadaan yang ada di instansi.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk meningkatkan
kemampuan sebagai praktisi dalam pemecahan masalah kesehatan
b. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menambah
pengalaman dan kemampuan manajerial khususnya manajemen
kesehatan masyarakat di Kantor Dinas Kesehata Kabupaten Klaten
c. Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mengumpulkan data,
mengidentifikasi permasalahan, memprioritaskan masalah,
menganalisis masalah dan membuat alternatif penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat yang ditemukan
d. Memberikan masukan yang bermanfaat bagi Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten, khususnya yang terkait dengan masalah
kesehatan masyarakat
10
e. Membina dan memelihara kerjasama antara Program Studi
Kesehatan Masyarakat FIK UMS dengan Kantor Dinas Kesehatan
Kabupate Klaten
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan sebagai seorang
praktisi dan manajerial di tempat PBL khususnya yang terkait dengan
berbagai masalah kesehatan masyarakat.
b. Mendapatkan kemampuan dalam pengumpulan data, prioritas
masalah dan metode analisis masalah yang tepat terhadap
permasalahan sesuai dengan kegiatan yang dilakukan di tempat
PBL.
c. Kemampuan untuk menyusun berbagai alternatif pemecahan
masalah kesehatan di tempat PBL.
d. Bagi yang berminat untuk penulisan tugas akhir (skripsi),
materi/informasi tempat PBL dapat digunakan sebagai bahan kajian.
e. Memperoleh relasi tempat kerja yang dapat digunakan setelah lulus
nantinya.
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Meningkatkan kerjasama antara Program Studi Kesehatan
Masyarakat FIK UMS dengan lembaga tempat PBL.
b. Pengembangan akademik bagi mahasiswa dan staf pengajar di
Program Studi Kesehatan Masyarakat FIK UMS.
c. Memperoleh masukan dari tempat PBL (stakeholder) untuk
penyempurnaan pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan di
lapangan.
3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
a. Terjalinnya kerjasama saling menguntungkan antara Dinas
Kesehatan Kabupaten Klaten dengan Program Studi Kesehatan
Masyarakat FIK UMS.
b. Memperoleh masukan dari lembaga pendidikan agar terjadi
persamaan persepsi antara kesepadanan teori dengan praktek.
11
c. Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten dapat menggunakan mahasiswa
yang PBL untuk membantu menyelesaikan berbagai masalah mulai
dari pengumpulan data, penentuan prioritas, analisis dan pemecahan
masalah kesehatan.
d. Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten mendapatkan alternatif calon
karyawan yang telah dikenal mutu, dedikasi dan kredibilitas,
sehingga peserta PBL dapat direkrut (didayagunakan) untuk
meningkatkan produktifitas kerja di tempatnya.
12
BAB II
13
c. Seksi Pencegaham dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
Kesehatan Jiwa
5. Bidang Kesehatan Masyarakat
a. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
b. Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Kesehatan
c. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga
6. UPT
7. Jabatan Fungsional
B. Visi Misi
1. Visi
Pembangunan kesehatan Klaten perlu dilakukan secara bersama-
sama baik lintas sektoral maupun lintas program untuk mewujudkan visi
Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten yang ingin dicapai oleh segenap
komponen masyarakat, yaitu:
“Mewujudkan Klaten sehat dan sejahtera”.
2. Misi
Untuk mewujudkan visi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
tersebut akan terdapat misi yang mencerminkan peran, fungsi dan
kewenangan yang diemban oleh seluruh jajaran organisasi kesehatan
Kabupaten Klaten yang bertanggung jawab secara teknis terhadap
pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kabupaten
Klaten. Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten yaitu:
a. Sebagai katalisator dan motivator pembangunan Kabupaten Klaten
yang berwawasan kesehatan.
b. Mendorong kemandirian masyarakat untuk berperilaku hidup bersih
dan sehat.
c. Mempercepat terwujudnya sistem kesehatan daerah.
d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat secara
paripurna, didukung oleh sumber daya manusia yang profesional,
sarana dan prasarana memadai.
14
C. Lokasi
Secara geografi Kabupaten Klaten terletak antara 110˚ 26’ 14’’ ─ 110˚
47’ 51’’ Bujur Timur dan 7˚ 32’ 19’’ ─ 7˚ 48’ 33’’ Lintang Selatan. Luas wilayah
Kabupaten Klaten adalah 655,56 km2. Secara administratif, Kabupaten Klaten
terbagi ke dalam 26 kecamatan, 391 Desa dan 10 Kelurahan. Batas wilayah
Kabupaten Klaten adalah sebagar berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul (DIY)
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sleman (DIY)
15
D. Struktur Organisasi
16
E. Deskripsi Unit Kerja
Bidang pengendalian dan pemberantasan penyakit (P2P) adalah unsur
pelaksana dinas dibidangnya yang dipimpin oleh seorang kepala bidang, yang
berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. Bidang
pengendalian dan pemberantasan penyakit (P2P) mempunyai tugas
membantu Kepala Dinas dalam merumuskan kebijakan teknis dan kebijakan
pelaksana serta mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan
pengendalian, pemberantasan penyakit, yang meliputi pengamatan penyakit,
pencegahan dan pemberantasan penyakit, yang meliputi pengamatan
penyakit, pencegahan dan pemberantasan penyakit, dan penanggulangan
masalah kesehatan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut,
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) mempunyai tugas:
1. menghimpun, mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijakan,
pedoman, dan petunjuk teknis di Bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit;
2. mengoordinasikan bahan penyusunan kebijakan, pedoman dan petunjuk
teknis Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit;
3. mengoordinasikan tugad di Bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit;
4. mengoordinasikan penyusunan rencana program kegiatan Bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
5. mengoordinasikan, menyiapkan rumusan kebijakan strategis program
dan kegiatan dalam rangka penyusunan anggaran Bidang Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit;
6. menyelenggarakan admnistrasi dan ketatausahaan Bidang Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit;
7. mengoordinasikan penyusunan mekanisme sistem prosedur kerja sesuai
bidang tugasnya;
8. mengoordinasikan penyiapan bahan perumusan kebijakan operasional di
bidang surveilans, karantina kesehatan dan imunisasi, pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit
tidak menular dan kesehatan jiwa;
17
9. memberi petunjuk norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
surveilans, karantina kesehatan dan imunisasi, pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian peyakit
tidak menular dan kesehatan jiwa;
10. menyelia teknis dan supervisi di bidang surveilans, karantina kesehatan
dan imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular,
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan
njiwa.
11. memberikan usul dan saran kepada atasan sesuai bidang tugasnya;
12. melaksanakan pembinaan, bimbingan, pengawasan dan pengendalian
agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar;
13. menilai capaian sasaran kinerja pegawai bawahannya dengan jalan
memantau dan mengevaluasi hasil kerja pegawai;
14. mengevaluasi dan mengintervensi permasalahan yang berhubungan
dengan pelaksanaan tugas serta mencari alternatif pemecahan masalah;
15. melaksanakan koordinasi dan kerjasama sesuai bidang tugasnya dalam
rangka kelancaran pelaksanaan tugas;
16. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan terkait dengan tugas
dan fungsinya; dan
17. melaporkan hasil pelaksanaan tugas/kegiatan kepada atasan.
18
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
19
5. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
PSN dilakukan di desa Tambakboyo, Pedan dengan mendatangi
rumah-rumah warga untuk melakukan pemantauan jentik di sekitar
rumah. Kegiatan ini merupakan sebagian dari kegiatan RW sehat dan
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya DBD di daerah tersebut.
6. Diskusi
Kegiatan diskusi yang dilakukan secara mendadak oleh Kepala
Bidang P2P dan para staffnya pada waktu senggang terkait penyakit yang
terjadi di Kabupaten Klaten misalnya leptospirosis, TB paru, DM
(Diabetes Mellitus), hipertensi, masalah ODGJ (Orang Dengan Gangguan
Jiwa), juga tentang program imunisasi.
B. Masalah di Lapangan
Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) terbagi menjadi
3 seksi, yaitu seksi penyakit menular dan zoonosis, seksi penyakit tidak
menular, dan seksi imunisasi dan surveilans. Setelah selama tiga minggu
mengikuti kegiatan di semua seksi terebut, ada beberapa masalah yang
ditemukan yaitu sebagai berikut:
1. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
a. Pelaporan pada kasus TB yang terjadi di Kabupaten Klaten dari
puskesmas terlambat karena petugas program TB puskesmas
merangkap dengan program lainnya.
b. Menurunnya semangat kader TB Care Aisyiyah untuk menemukan
tersangka TB dan belum meratanya kader TB Care Aisyiyah di
seluruh puskesmas klaten, karena hanya ada 10 puskesmas
c. Adanya pasien TB yang putus berobat (DO) di tahun 2017.
d. Belum ada penentuan rentang waktu untuk dilakukan PE setelah
ditemukannya kasus leptospirosis, sehingga dapat mempengaruhi
kecepatan tindakan pencegahan dan pengendalian.
e. Jumlah kasus leptospirosis di tahun 2018 mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2017.
f. Pelaporan PE yang kurang cepat.
20
2. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
Kesehatan Jiwa
a. Pelaksanaan Posbindu yang dilakukan pagi hari dan diikuti oleh
masyarakat usia 15-59 (usia produktif), sehingga mengakibatkan
tidak banyak sasaran yang tidak hadir dikarenakan sebagian dari
mereka ada yang masih bekerja pada waktu tersebut.
b. Stick untuk pemeriksaan membutuhkan biaya dalam pengadaan alat.
c. Rendahnya pengetahuan masyarakat dan kesadaran sebagian
pemerintah desa untuk pembentukan posbindu PTM.
d. Kader kesehatan yang ada di masyarakat sulit untuk dicari, karena
masih adanya anggapan bahwa pelaksanaan posbindu harus dihadiri
atau didampingi pihak puskesmas.
3. Seksi Surveilans, Karantina Kesehatan dan Imunisas
a. Orang tua yang tidak menyetujui anaknya mengikuti program
imunisasi yang sering diadakan di sekolah wilayah kerja seluruh
puskesmas di Kabupaten Klaten karena masih menganggap bahan
vaksin belum jelas kehalalannya.
b. Pada vaksin BCG memiliki batas waktu penggunaan (3 jam setelah
segel dibuka) ketika vaksin akan digunakan tetapi objek belum siap
untuk divaksin maka akan yang menjadi masalah adalah
menurunnya kualitas vaksin karena keterlambatan penggunaan.
c. 1 pcs vaksin booster digunakan untuk beberapa dosis, untuk
penggunaaan biasanya anak-anak yang diimunisasi belum
semuanya terkumpul hingga akhirnya vaksin yang tersisa terbuang
sia-sia.
21
BAB IV
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai
organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya
tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB
diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi, namun
kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam
dua abad terakhir (Kemenkes RI, 2016).
22
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan:
a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan OAT
(Obat Anti Tuberkulosis) sebelumnya atau riwayat mendpatkan OAT
kurang dari satu bulan.
b. Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang
pernah mendapatkan OAT satu bulan atau lebih. Kasus ini
diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir
sebagai berikut:
1) Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap pada akir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis
TB episode rekuren (baik untuk kasus yang benar-benar kambuh
atau episode baru yang disebabkan reinfeksi).
2) Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya
pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan.
3) Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah menelan
OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih
dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak
pada akhir pengobatan.
4) Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB (TB
03) lain untuk melanjutkan pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemerikasaan bakteriologis dan uji
resistensi obat
Semua pasien suspek/presumtif TB harus dilakukan pemeriksaan
bakteriologis untuk mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan
bakteriologis merujuk pada pemeriksaan apusan dahak atau spesimen
lain atau iddentifikasi M. tuberculosis berdasarkan biakan atau metode
diagnostik cepet yang telah mendapat rekomendasi WHO.
4. Klasifikasi berdasarkan status HIV
a. Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB konfirmasi
bakteriologis atau klinis yang memiliki hasil positif untuk tes infeksi
HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB atau memiliki
23
bukti dokumentasi bahwa pasien telah terdaftar di register HIV atau
obat antiretroviral (ARV) atau praterapi ARV.
b. Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB konfirmasi
bakteriologis atau klinis yang memiliki hasil negatif untuk tes HIV yang
dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB. Bila pasien ini diketahui
HIV positif di kemudian hari harus disesuaikan klasifikasinya.
c. Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB
konfirmasi bakteriologis atau klinis tidak memiliki hasil tes HIV dan
tidak memiliki bukti dokumentasi telah terdaftar dalam register HIV.
Bila pasien ini diketahui HIV positif dikemudian hari harus disesuaikan
klasifikasinya (Kemenkes RI, 2013)
C. Penularan
Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat
seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri
tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk, bersin,
atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis
tersembur fan terhisap ke dalam paru-paru orang sehat. Masa inkubasinya
selama 3-6 bulan.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,
sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil
studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah)
akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah)
(Widoyono, 2008).
D. Diagnosis Tuberkulosis
Menurut Permenkes No. 67 tahun 2016, diagnosis TB ditetapkan
berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Keluhan dan hasil anamnesis
Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasar
keluhan pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB
yang meliputi:
24
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari datu bulan. Pada
pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala
TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2
minggu atau lebih.
b. Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut
dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
c. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada
orang dengan faktor risiko, seperti: kontak erat dengan pasien TB,
tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah
pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan kimia yang
berrisiko menimbulkan paparan infeksi paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan
diagnosis, juga untuk menentukan potensi penularan dan menilai
keberhasilan pengobatan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan
dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan
berupa dahan Sewaktu-Pagi (SP):
a) S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
b) P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun
tidur. Dapat dilakukan di rumah pasien atau di bangsal rawat
inap bilamana pasien menjalani rawat inap.
25
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert
MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis,
namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.
3) Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padart
(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycrobacteria Growth
Indicator Tube) untuk identifikasi Mycrobacterium tuberculosis.
b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1) Pemeriksaan foto toraks
2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB
ekstraparu.
c. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya
resistensi M.tb terhadap OAT. Uji tersebut dilakukan di laboratorium
yang telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan
mendapatkan setifikat nasional maupun internasional.
d. Pemeriksaan serologis; sampai saat ini belum direkomendasikan.
3. Alur Diagnosis TB pada Orang Dewasa
a. Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan dengan alat tes cepat
molekuler
b. Faskes yang hanya mempunyai pemeriksaan mikroskopis dan tidak
memiliki akses ke tes cepat molekuler.
26
2. Strategi dan Kebijakan
a. Strategi
1) Penguatan kepemimpinan program TB di kabupaten/kota
a) Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
b) Regulasi dan peningkatan pembiayaan
c) Koordinasi dan sinergi program
2) Peningkatan akses layanan TB yang bermutu
a) Peningkatan jejaring layanan TB melalui PTM (Public Private
Mix)
b) Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat
c) Peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-HIV, TB-DM,
MTBS, PAL dan lain sebagainya
d) Inovasi diagnosis TB sesuai dengan alat/saran diagnostik yang
baru
e) Kepatuhan dan kelangsungan pengobatan pasien atau case
holding
f) Bekerja sama dengan asuransi kesehatan dalam rangka
Cakupan Layanan Semesta (health universal coverage).
3) Pengendalian faktor risiko
a) Promosi lingkungan dan hidup sehat
b) Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB
c) Pengobatan pencegahan dan imunisasi TB
d) Memaksimalkan penemuan TB secara dini, mempertahankan
cakupan dan keberhasilan pengobatan yang tinggi.
4) Peningkatan kemitraan TB melalui Forum Koordinasi TB
a) Peningkatan kemitraan melalui forum korrdinasi TB di puast
b) Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di daerah
5) Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB
a) Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga dan
masyarakat
b) Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus,
adn dukungan pengobatan TB
c) Pemberdayaan masyarakat melalui integrasi TB di upaya
kesehatan berbasis keluarga dan masyarakat
27
6) Penguatan manajemen program (health system strenghtrning)
a) SDM
b) Logistik
c) Regulasi dan pembiayaan
d) Sistem informasi, termasuk mondatory notification
e) Penelitian dan pengembangan inovasi program
b. Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia
1) Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas
desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah dengan
Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program, yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana
dan prasarana).
2) Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan
pedoman standar nasional sebagai kerangka dasar dan
memperhatikan kebijakan global untuk Penanggulangan TB.
3) Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB
dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) yang meliputi puskesmas, klinik, dan Dokter Pratik Mandiri
(DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKTRL).
4) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB
disediakan oleh pemerintah.
5) Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB tidak
dipisahkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. Pasien
memiliki hak dan kewajiban sebagaimana individu yang menjadi
subyek dalam penanggulangan TB.
6) Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan
kerjasama dan kemitraan di antara sektor pemerintah, non
pemerintah, swasta dan masyarakat melalui Forum Koordinasi TB.
7) Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan
memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan
nasional.
8) Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklisif,
proaktif, efektif, responsif, profesional dan akuntabel.
28
9) Penguatan Kepemimpinan Program ditujukan untuk meningkatkan
komitmen pemerintah daerah dan pusat terhadap
keberlangsungan program dan pencapaian target strategi global
penanggulangan TB yaitu eliminasi TB tahun 2035.
29
BAB V
PEMBAHASAN
A. Analisis Masalah
Dalam menjalani kegiatan PBL-2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
masalah yang kami temukan di Seksi Pengendalian Penyakit Menular adalah
sebagai berikut.
1. Menurunnya semangat kader TB Care Aisyiyah untuk menemukan
tersangka TB dan belum meratanya kader TB Care Aisyiyah di seluruh
puskesmas klaten, karena hanya ada 10 puskesmas.
2. Adanya kasus TB yang putus berobat (DO) di tahun 2018.
30
Berdasarkan gambar 1, jumlah kejadian kasus TB dengan pengobatan
kategori I tertinggi pada tahun 2016 terjadi pada laki-laki dewasa di rentang
usia 45-54 tahun. Untuk jumlah kejadian kasus terendah berada pada anak
laki-laki di rentang usia 5-14 tahun.
31
Berdasarkan gambar 3, jumlah kejadian kasus TB dengan pengobatan
kategori I tertinggi pada tahun 2016 adalah pada orang dewasa baik laki-laki
dan perempuan di rentang usia 45-54 dan laki-laki di rentang usia 35-44.
32
Berdasarkan gambar 5, jumlah kejadian kasus TB dengan pengobatan
kategori I tertinggi pada tahun 2018 adalah pada orang dewasa laki-laki di
rentang usia >=65 tahun, terendah pada anak laki-laki rentang usia 0-4 tahun
dan pada anak perempuan rentang usia 5-14 tahun.
33
Berdasarkan data kasus TB yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten, dapat dilihat bahwa grafik di atas menyajikan data pasien
TB yang sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, gagal berobat, putus
berobat (DO), dan pindah berobat. Pada tahun 2016, pasien TB yang
dinyatakan sembuh terdapat 305 atau sekitar 34% dari 894 pasien yang
berobat di fasilitas layanan kesehatan Kabupaten Klaten. Angka kesembuhan
menurun di tahun 2017 yang hanya terdapat 174 atau sekitar 24% dari 724
pasien. Tahun 2018 baru terdapat 2 pasien sembuh dari total 117 pasien.
Jumlah pasien yang melakukan pengobatan lengkap pada tahun 2016
sebanyak 398 yang hampir mencapai setengah dari total pasien yang berobat.
Kemudian di tahun 2017 angka pasien berobat lengkap tidak mencapai
setengah dari total pasien yaitu hanya 208. Di tahun 2018 hingga triwulan
kedua ini pasien yang dinyatakan lengkap berobat hanya 3 orang. Pasien TB
yang meninggal dari tahun 2016 hingga 2018 mengalami penurunan, begitu
pula dengan pasien yang gagal pengobatan dan putus berobat (DO). Pasien
yang pindah tempat pengobatan paling banyak terjadi pada tahun 2017
dengan jumlah 282 dari total 274 pasien berobat. 2 pasien di tahun 2017 dan
2018 adalah pasien yang mengalami resisten obat TB.
B. Penyelesaian Masalah
Dalam penyelesaian kasus TB di Kabupaten Klaten, Dinas Kesehatan
memiliki beberapa program khusus untuk menangani masalah kasus TB yang
terjadi, diantaranya adalah:
1. Pertemuan evaluasi dan validasi data TB
Pertemuan yang diadakan oleh dinas kesehatan dengan petugas
puskesmas terkait program TB yang telah dilaksanakan di puskesmas
34
dan validasi terkait data TB yang dilaporkan oleh masing-masing
puskesmas.
2. Investigasi kontak suspek TB
Investigasi kontak ke keluarga pasien TB yang dilakukan oleh petugas
puskesmas untuk mencari sumber penularan yang terjadi.
35
membaik. Dengan adanya program tersebut di atas, diharapkan dapat
menemukan lebih
banyak kasus TB yang belum terdaftar di fasilitas layanan kesehatan agar
tidak memanjangkan rantai penularan.
Untuk mengurangi masalah yang sudah disebutkan pada poin A, ada
beberapa hal yang dapat kita lakukan, seperti:
1. Meminta puskesmas untuk meningkatkan motivasi kader Aisyiyah dalam
menemukan suspek TB yang ada di masyarakat.
2. Meningkatkan kompettensi kader kesehatan untuk lebih banyak
menemukan kasus TB yang belum terlaporkan di puskesmas maupun
fasilitas layanan kesehatan lainnya.
3. Meningkatkan pertemuan dan sosialisasi tentang pencegahan penularan
TB kepada masyarakat.
4. Menekankan pendidikan kesehatan tentang efek resistensi OAT kepada
pasien maupun PMO.
36
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tingginya kasus TB yang ada di Kabupaten Klaten menjadi suatu
dorongan bagi Dinas Kesehatan untuk dapat menekan angka kejadian TB
agar tidak terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2016 terdapat 894
kasus TB, tahun 2017 terdapat 724 kasus dan tahun 2018 terdapat 117 kasus
TB. Adanya program TB di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten yang berjalan
dengan baik dapat menurunkan angka kejadian TB dari tahun 2016 hingga
2018 triwulan II ini.
B. Saran
1. Bagi Dinas kesehatan lebih menggiatkan program TB lagi agar dapat
lebih banyak menemukan kasus TB yang terjadi dimasyarakat.
2. Bagi puskesmas Kabupaten Klaten lebih banyak berkoordinasi secara
rutin dengan dinas kesehatan saat pelaksanaan program agar program
yang dilakukan dapat berjalan lebih baik lagi.
37
38
DAFTAR PUSTAKA
40