Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTK BELAJAR LAPANGAN-2 (PBL-2)

ANALISA PROGRAM TUBERKULOSIS DI KABUPATEN KLATEN

Disusun Oleh:

Brilliant Iris Pradiptasari

J410150016

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
LAPORAN PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN-2 (PBL-2)
ANALISA PROGRAM TUBERKULOSIS DI KABUPATEN KLATEN

Disusun Oleh:

Brilliant Iris Pradiptasari

J410150016

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

ii
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN-2 (PBL-2)

DINAS KESEHATAN KABUPATEN KLATEN

Oleh:

Brilliant Iris Pradiptasari

J410150016

Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah PBL-2

Telah diperiksa dan disahkan pada hari .................. tanggal .................................

Nama Tanda Tangan

dr. Anggit Budiarto, M.MR ...........................................................


Wahyuning Nugraheni, SKM ...........................................................
Rezania Asyfiradayati, SKM., MPH ...........................................................

Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

Sri Darnoto, SKM., M.PH

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahiwabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala karunia, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Praktik Belajar Lapangan (PBL-2) di Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten.
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih atas semua bantuan, dukungan, dan kepercayaannya kepada :
1. Sri Darnoto, SKM., MPH selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Rezania Asyfiradayati, SKM., MPH selaku dosen pembimbing akademik.
3. dr. Anggit Budiarto, M.MR selaku Ketua Bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten serta selaku
dosen pembimbing lapangan.
4. Wahyuning Nugraheni, SKM selaku Ketua Seksi Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten.
5. Inayati Hassanah ED, SKM., M.Kes selaku Ketua Seksi Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten.
6. Mentes Hartanti, SKM selaku Kepala Seksi Surveilans, Karantina Kesehatan
dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten.
7. Seluruh staff Bidang Pencegahan dan Pengendalian Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten yang telah banyak membantu penulis selama
melaksanakan PBL-2.
8. Desi, Mazumi, dan Zakiyah sebagai teman perjuangan yang selalu sabar
ketika melaksanakan PBL-2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten.
9. Semua; pihak yang telah membantu penulis yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan Praktik Belajar Lapangan ini.

iv
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan PBL-2 ini masih
banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
memperbaiki laporan PBL-2 agar dapat menjadi lebih baik.

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Klaten, Agustus 2018

Penulis.

v
DAFTAR ISI

LAPORAN PRAKTK BELAJAR LAPANGAN-2 (PBL-2) ..................................... i


LAPORAN PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN-2 (PBL-2) ................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
BAB I................................................................................................................... 9
A. Latar Belakang ..................................................................................... 9
B. Tujuan................................................................................................. 10
1. Tujuan Umum ................................................................................................. 10
2. Tujuan Khusus ................................................................................................ 10
C. Manfaat ............................................................................................... 11
1. Bagi Mahasiswa ............................................................................................. 11
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat .............................................. 11
3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten .................................................. 11
BAB II................................................................................................................ 13
A. Profil dan Sejarah Tempat PBL-2 ..................................................... 13
B. Visi Misi .............................................................................................. 14
1. Visi .................................................................................................................... 14
2. Misi ................................................................................................................... 14
C. Lokasi ................................................................................................. 15
D. Struktur Organisasi ........................................................................... 16
E. Deskripsi Unit Kerja........................................................................... 17
BAB III............................................................................................................... 19
A. Rincian Kegiatan PBL-2 .................................................................... 19
B. Masalah di Lapangan ........................................................................ 20
BAB IV .............................................................................................................. 22
A. Pengertian Tuberkulosis ................................................................... 22
B. Definisi kasus Tuberkulosis ............................................................. 22
C. Penularan ........................................................................................... 24
D. Diagnosis Tuberkulosis .................................................................... 24
E. Program Pemberantasan dan Penanggulangan .............................. 26

vi
BAB V ............................................................................................................... 30
A. Analisis Masalah................................................................................ 30
B. Penyelesaian Masalah ....................................................................... 34
BAB VI .............................................................................................................. 37
A. Kesimpulan .......................................................................................... 37
B. Saran ................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39
LAMPIRAN........................................................................................................ 40

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan nasional diarahkan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status
gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan
kesehatan.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu
unsur penting dari peningkatan pembangunan sumber daya manusia yang
berkualitas sebagai salah satu indikator kunci dalam penentuan Indek
Pembangunan Manusia (IPM). Disamping perkembangan pembangunan
kesehatan tersebut, masih banyak tantangan dan masalah pembangunan
kesehatan yang belum sepenuhnya dapat teratasi. Oleh karna itu perlu
adanya kerjasama yang baik antar sektor untuk bisa menjalankan program
masing-masing dengan baik dan saling berkesinambungan.
Dinas kesehatan mempunyai peran penting dalam pembangunan
kesehatan di tingkat kabupaten/kota setempat. Berbagai program dan
kegiatan telah direncanakan oleh dinas kesehatan sebagai umpan balik dari
peloporan rutin puskesmas dan selanjutnya didiseminasikan ke tingkat
bawah. Penting bagi mahasiswa khususnya di bidang kesehatan untuk
mengetahui ranah kerja serta batasan-batasan yang dimiliki oleh Dinas
Kesehatan. Oleh karna itu, adanya Praktik Belajar Lapangan (PBL) II ini
dilaksanakan untuk menambah wawasan dan ilmu mahasiswa diluar jam
perkuliahan dan dihadapkan langsung dengan permasalahan yang ada di
Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten.
Jumlah kasus TB (Tuberkulosis) di Indonesia menurut laporan WHO
tahun 2015, diperkirakan ada satu juta kasus TB baru pertahun (399 per
100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000
penduduk). Diperkirakan 63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000
penduduk). Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/CNR) dari semua
kasus, dilaporkan sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh
kasus 324.539 kasus, diantaranya 314.965 adalah kasus baru.
Menurut laporan WHO tahun 2015, Indonesia sudah berhasil
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB di tahun 2015 jika
dibandingkan dengan tahun 1990. Angka prevalensi TB yang pada tahun
1990 sebesar >900 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 menjadi 647 per
100.000 penduduk. Dari semua indikator MDG’s untuk TB di Indonesia saat
ini baru target penurunan angka insidens yang sudah tercapai. Untuk itu
upaya yang lebih besar dan terintegrasi supaya Indonesia bisa mencapai
target SDG’s pada tahun 2030 yang akan datang (Permenkes, 2016).
Upaya atau program TB terus ditingkatkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten agar dapat menurunkan angka kejadian TB di Kabupaten
Klaten dan dapat mencapai target bebas TB di tahun 2050.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diberikan kemampuan untuk mengaplikasikan berbagai teori
melalui kesepadanan pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas dengan
fenomena atau keadaan yang ada di instansi.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk meningkatkan
kemampuan sebagai praktisi dalam pemecahan masalah kesehatan
b. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menambah
pengalaman dan kemampuan manajerial khususnya manajemen
kesehatan masyarakat di Kantor Dinas Kesehata Kabupaten Klaten
c. Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mengumpulkan data,
mengidentifikasi permasalahan, memprioritaskan masalah,
menganalisis masalah dan membuat alternatif penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat yang ditemukan
d. Memberikan masukan yang bermanfaat bagi Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten, khususnya yang terkait dengan masalah
kesehatan masyarakat

10
e. Membina dan memelihara kerjasama antara Program Studi
Kesehatan Masyarakat FIK UMS dengan Kantor Dinas Kesehatan
Kabupate Klaten

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan sebagai seorang
praktisi dan manajerial di tempat PBL khususnya yang terkait dengan
berbagai masalah kesehatan masyarakat.
b. Mendapatkan kemampuan dalam pengumpulan data, prioritas
masalah dan metode analisis masalah yang tepat terhadap
permasalahan sesuai dengan kegiatan yang dilakukan di tempat
PBL.
c. Kemampuan untuk menyusun berbagai alternatif pemecahan
masalah kesehatan di tempat PBL.
d. Bagi yang berminat untuk penulisan tugas akhir (skripsi),
materi/informasi tempat PBL dapat digunakan sebagai bahan kajian.
e. Memperoleh relasi tempat kerja yang dapat digunakan setelah lulus
nantinya.
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Meningkatkan kerjasama antara Program Studi Kesehatan
Masyarakat FIK UMS dengan lembaga tempat PBL.
b. Pengembangan akademik bagi mahasiswa dan staf pengajar di
Program Studi Kesehatan Masyarakat FIK UMS.
c. Memperoleh masukan dari tempat PBL (stakeholder) untuk
penyempurnaan pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan di
lapangan.
3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
a. Terjalinnya kerjasama saling menguntungkan antara Dinas
Kesehatan Kabupaten Klaten dengan Program Studi Kesehatan
Masyarakat FIK UMS.
b. Memperoleh masukan dari lembaga pendidikan agar terjadi
persamaan persepsi antara kesepadanan teori dengan praktek.

11
c. Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten dapat menggunakan mahasiswa
yang PBL untuk membantu menyelesaikan berbagai masalah mulai
dari pengumpulan data, penentuan prioritas, analisis dan pemecahan
masalah kesehatan.
d. Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten mendapatkan alternatif calon
karyawan yang telah dikenal mutu, dedikasi dan kredibilitas,
sehingga peserta PBL dapat direkrut (didayagunakan) untuk
meningkatkan produktifitas kerja di tempatnya.

12
BAB II

DESKRIPSI TEMPAT PBL-2

A. Profil dan Sejarah Tempat PBL-2


Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah menetapkan
bidang kesehatan merupakan salah satu kewenangan wajib yang harus
dilaksanakan oleh kabupaten/kota. Penyelenggaraan kewenangan wajib oleh
daerah adalah merupakan perwujudan otonomi yang bertanggung jawab,
yang pada intinya merupakan pengakuan atau pemberian hak dan
kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul
oleh daerah. Tanpa mengurangi arti serta pentingnya prakarsa daerah dalam
penyelenggaraan otonominya dan untuk menghindari kekosongan
penyelenggaraan pelayanan dasar kepada masyarakat maka Kabupaten
Klaten melaksanakan kewenangan dalam bidang tertentu termasuk di
dalamnya kewenangan bidang kesehatan.
Dinas merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan di Bidang
Kesehatan yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
Di dalam Dinas Kesehatan memiliki susunan organisasi yang terdiri dari;
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat
a. Subbagian Perencanaan dan Pelaporan
b. Subbagian Keuangan
c. Subbagian Umum dan Kepegawaian
3. Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan
a. Seksi Pelayanan Kesehatan
b. Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan
c. Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Perizinan
4. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
a. Seksi Surveilans, Karantina Kesehatan dan Imunsasi
b. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular

13
c. Seksi Pencegaham dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
Kesehatan Jiwa
5. Bidang Kesehatan Masyarakat
a. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
b. Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Kesehatan
c. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga
6. UPT
7. Jabatan Fungsional

B. Visi Misi
1. Visi
Pembangunan kesehatan Klaten perlu dilakukan secara bersama-
sama baik lintas sektoral maupun lintas program untuk mewujudkan visi
Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten yang ingin dicapai oleh segenap
komponen masyarakat, yaitu:
“Mewujudkan Klaten sehat dan sejahtera”.
2. Misi
Untuk mewujudkan visi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
tersebut akan terdapat misi yang mencerminkan peran, fungsi dan
kewenangan yang diemban oleh seluruh jajaran organisasi kesehatan
Kabupaten Klaten yang bertanggung jawab secara teknis terhadap
pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kabupaten
Klaten. Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten yaitu:
a. Sebagai katalisator dan motivator pembangunan Kabupaten Klaten
yang berwawasan kesehatan.
b. Mendorong kemandirian masyarakat untuk berperilaku hidup bersih
dan sehat.
c. Mempercepat terwujudnya sistem kesehatan daerah.
d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat secara
paripurna, didukung oleh sumber daya manusia yang profesional,
sarana dan prasarana memadai.

14
C. Lokasi
Secara geografi Kabupaten Klaten terletak antara 110˚ 26’ 14’’ ─ 110˚
47’ 51’’ Bujur Timur dan 7˚ 32’ 19’’ ─ 7˚ 48’ 33’’ Lintang Selatan. Luas wilayah
Kabupaten Klaten adalah 655,56 km2. Secara administratif, Kabupaten Klaten
terbagi ke dalam 26 kecamatan, 391 Desa dan 10 Kelurahan. Batas wilayah
Kabupaten Klaten adalah sebagar berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul (DIY)
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sleman (DIY)

Kabupaten Klaten mempunyai iklim tropis dengan musim hujan dan


musim kemarau silih berganti sepanjang tahun, temperatur udara rata-rata
antara 28˚C─30˚C. Secara geografis, Kabupaten Klaten memiliki topografi
yang relatif datar dan terletak diantara Gunung merapi dan Pegunungan
Seribu yang terdiri dari wilayah lereng gunung merapi dibagian utara, wilayah
datar dibagian tengah dan wilayah berbukit dibagian selatan. Ditinjau dari
ketinggiannya, wilayah Kabupaten Klaten terbagi dalam:
1. Sebanyak 3,72% terletak diantara ketinggian 0 – 100 m dari permukaan
laut.
2. Sebanyak 77,52% terletak diantara ketinggian 100 – 500 m dari
permukaan laut.
3. Sebanyak 12,76% terletak diantara ketinggian 500 – 1000 m dari
permukaan laut.

Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten terletak di pusat kabupaten


berdekatan dengan pusat perkantoran pemerintahan seperti DPRD dan
Kantor Bupati. Puskesmas yang berada dibawah tanggung jawab Dinas
Kesehatan Klaten berjumlah 34 puskesmas tersebar dibeberapa kecamatan.

15
D. Struktur Organisasi

16
E. Deskripsi Unit Kerja
Bidang pengendalian dan pemberantasan penyakit (P2P) adalah unsur
pelaksana dinas dibidangnya yang dipimpin oleh seorang kepala bidang, yang
berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. Bidang
pengendalian dan pemberantasan penyakit (P2P) mempunyai tugas
membantu Kepala Dinas dalam merumuskan kebijakan teknis dan kebijakan
pelaksana serta mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan
pengendalian, pemberantasan penyakit, yang meliputi pengamatan penyakit,
pencegahan dan pemberantasan penyakit, yang meliputi pengamatan
penyakit, pencegahan dan pemberantasan penyakit, dan penanggulangan
masalah kesehatan. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut,
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) mempunyai tugas:
1. menghimpun, mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijakan,
pedoman, dan petunjuk teknis di Bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit;
2. mengoordinasikan bahan penyusunan kebijakan, pedoman dan petunjuk
teknis Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit;
3. mengoordinasikan tugad di Bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit;
4. mengoordinasikan penyusunan rencana program kegiatan Bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
5. mengoordinasikan, menyiapkan rumusan kebijakan strategis program
dan kegiatan dalam rangka penyusunan anggaran Bidang Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit;
6. menyelenggarakan admnistrasi dan ketatausahaan Bidang Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit;
7. mengoordinasikan penyusunan mekanisme sistem prosedur kerja sesuai
bidang tugasnya;
8. mengoordinasikan penyiapan bahan perumusan kebijakan operasional di
bidang surveilans, karantina kesehatan dan imunisasi, pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian penyakit
tidak menular dan kesehatan jiwa;

17
9. memberi petunjuk norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
surveilans, karantina kesehatan dan imunisasi, pencegahan dan
pengendalian penyakit menular, pencegahan dan pengendalian peyakit
tidak menular dan kesehatan jiwa;
10. menyelia teknis dan supervisi di bidang surveilans, karantina kesehatan
dan imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular,
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan
njiwa.
11. memberikan usul dan saran kepada atasan sesuai bidang tugasnya;
12. melaksanakan pembinaan, bimbingan, pengawasan dan pengendalian
agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar;
13. menilai capaian sasaran kinerja pegawai bawahannya dengan jalan
memantau dan mengevaluasi hasil kerja pegawai;
14. mengevaluasi dan mengintervensi permasalahan yang berhubungan
dengan pelaksanaan tugas serta mencari alternatif pemecahan masalah;
15. melaksanakan koordinasi dan kerjasama sesuai bidang tugasnya dalam
rangka kelancaran pelaksanaan tugas;
16. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan terkait dengan tugas
dan fungsinya; dan
17. melaporkan hasil pelaksanaan tugas/kegiatan kepada atasan.

Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) terdiri dari:


1. Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan
kesehatan jiwa
2. Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit menular
3. Seksi surveilans, karantina kesehatan dan imunisasi

18
BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Rincian Kegiatan PBL-2


Rincian kegiatan yang kami lakukan adalah sebagai berikut.
1. PE (Penyelidikan Epidemiologi) leptospirosis
Mendatangi rumah penderita leptospirosis dengan tujuan untuk
melihat faktor risiko penularan, melihat riwayat pengobatan yang
dilakukan oleh penderita, menceritakan kembali terkait dengan
bagaimana awal yang dirasakan terinfeksinya bakteri leptospirosis hingga
akhirnya penderita meninggal atau sembuh oleh keluarga penderita
maupun tersangka leptospirosis yang sedang dalam masa
penyembuhan, mencari kemungkinan tersangka leptospirosis lain, dan
mengedukasi kepada pasien maupun keluarga terkait dengan
leptosprosis. Kegiatan PE ini dilaksanakan di desa Gantiwarno bersama
staff seksi penyakit menular dan zoonosis.
2. Entry data
Memasukkan data dari 34 puskesmas di kabupaten Klaten sebagai
laporan tahunan terkait dengan data hasil PE leptospirosis, data BIAS
(Bulan Imunisasi Anak Sekolah), data PTM (Penyakit Tidak Menular),
data imunisasi dasar bayi dan TT WUS (Wanita Usia Subur), dan data
hasil posbindu.
3. Pandu (Pelayanan Terpadu) PTM
Sosialisasi dilaksanakan di gedung IBI yang diisi oleh salah satu
dokter spesialis penyakit dalam serta Dinas Kesehatan Provinsi. Tujuan
dari kegiatan tersebut adalah untuk mendorong para pemegang program
PTM di puskesmas wilayah kabupaten Klaten untuk melakukan deteksi
dini penyakit-penyakit tidak menular serta memprediksi adanya ancaman
penyakit tidak menular dengan menggunakan papan carta.
4. Posbindu (Pos Binaan Terpadu)
Kegiatan ini diadakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
pada event pameran gerakan masyarakat hidup sehat dalam rangka
memperingati hari jadi Kabupaten Klaten.

19
5. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
PSN dilakukan di desa Tambakboyo, Pedan dengan mendatangi
rumah-rumah warga untuk melakukan pemantauan jentik di sekitar
rumah. Kegiatan ini merupakan sebagian dari kegiatan RW sehat dan
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya DBD di daerah tersebut.
6. Diskusi
Kegiatan diskusi yang dilakukan secara mendadak oleh Kepala
Bidang P2P dan para staffnya pada waktu senggang terkait penyakit yang
terjadi di Kabupaten Klaten misalnya leptospirosis, TB paru, DM
(Diabetes Mellitus), hipertensi, masalah ODGJ (Orang Dengan Gangguan
Jiwa), juga tentang program imunisasi.

B. Masalah di Lapangan
Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) terbagi menjadi
3 seksi, yaitu seksi penyakit menular dan zoonosis, seksi penyakit tidak
menular, dan seksi imunisasi dan surveilans. Setelah selama tiga minggu
mengikuti kegiatan di semua seksi terebut, ada beberapa masalah yang
ditemukan yaitu sebagai berikut:
1. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
a. Pelaporan pada kasus TB yang terjadi di Kabupaten Klaten dari
puskesmas terlambat karena petugas program TB puskesmas
merangkap dengan program lainnya.
b. Menurunnya semangat kader TB Care Aisyiyah untuk menemukan
tersangka TB dan belum meratanya kader TB Care Aisyiyah di
seluruh puskesmas klaten, karena hanya ada 10 puskesmas
c. Adanya pasien TB yang putus berobat (DO) di tahun 2017.
d. Belum ada penentuan rentang waktu untuk dilakukan PE setelah
ditemukannya kasus leptospirosis, sehingga dapat mempengaruhi
kecepatan tindakan pencegahan dan pengendalian.
e. Jumlah kasus leptospirosis di tahun 2018 mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2017.
f. Pelaporan PE yang kurang cepat.

20
2. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
Kesehatan Jiwa
a. Pelaksanaan Posbindu yang dilakukan pagi hari dan diikuti oleh
masyarakat usia 15-59 (usia produktif), sehingga mengakibatkan
tidak banyak sasaran yang tidak hadir dikarenakan sebagian dari
mereka ada yang masih bekerja pada waktu tersebut.
b. Stick untuk pemeriksaan membutuhkan biaya dalam pengadaan alat.
c. Rendahnya pengetahuan masyarakat dan kesadaran sebagian
pemerintah desa untuk pembentukan posbindu PTM.
d. Kader kesehatan yang ada di masyarakat sulit untuk dicari, karena
masih adanya anggapan bahwa pelaksanaan posbindu harus dihadiri
atau didampingi pihak puskesmas.
3. Seksi Surveilans, Karantina Kesehatan dan Imunisas
a. Orang tua yang tidak menyetujui anaknya mengikuti program
imunisasi yang sering diadakan di sekolah wilayah kerja seluruh
puskesmas di Kabupaten Klaten karena masih menganggap bahan
vaksin belum jelas kehalalannya.
b. Pada vaksin BCG memiliki batas waktu penggunaan (3 jam setelah
segel dibuka) ketika vaksin akan digunakan tetapi objek belum siap
untuk divaksin maka akan yang menjadi masalah adalah
menurunnya kualitas vaksin karena keterlambatan penggunaan.
c. 1 pcs vaksin booster digunakan untuk beberapa dosis, untuk
penggunaaan biasanya anak-anak yang diimunisasi belum
semuanya terkumpul hingga akhirnya vaksin yang tersisa terbuang
sia-sia.

21
BAB IV

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai
organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya
tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB
diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi, namun
kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam
dua abad terakhir (Kemenkes RI, 2016).

B. Definisi kasus Tuberkulosis


Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda sugestif TB
(WHO pada tahun 2013 merevisi istilah “suspek TB” menjadi
“presumtif/terduga TB”). Gejala umum TB adalah batuk produktif lebih dari dua
minggu yang disertai gejala pernapasan seperti sesak napas, nyeri dada,
batuk darah dan/atau gejala tambahan seperti menurunnya nafsu makan,
menurun berat badan, keringat malam dan mudah lelah (Kemenkes RI, 2016).
Klasifikasi TB, diagnosis TB dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis
dapat diklasifikasi berdasarkan:
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi penyakit:
TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat
lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra paru harus
diklasifikasikan sebagai kasus TB paru. TB ekstra paru adalah kasus TB
yang melibatkan organ di luar parenkim paru seperti pelura, kelenjar
getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit, sendi dan tulang,
selaput otak. Kasus TB ekstra paru dapat ditegakkan secara klinis atau
histologis setelah diupayakan semaksimal mungkin dengan konfirmasi
bakteriologis.

22
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan:
a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan OAT
(Obat Anti Tuberkulosis) sebelumnya atau riwayat mendpatkan OAT
kurang dari satu bulan.
b. Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang
pernah mendapatkan OAT satu bulan atau lebih. Kasus ini
diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir
sebagai berikut:
1) Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap pada akir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis
TB episode rekuren (baik untuk kasus yang benar-benar kambuh
atau episode baru yang disebabkan reinfeksi).
2) Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya
pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan.
3) Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah menelan
OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih
dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak
pada akhir pengobatan.
4) Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB (TB
03) lain untuk melanjutkan pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemerikasaan bakteriologis dan uji
resistensi obat
Semua pasien suspek/presumtif TB harus dilakukan pemeriksaan
bakteriologis untuk mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan
bakteriologis merujuk pada pemeriksaan apusan dahak atau spesimen
lain atau iddentifikasi M. tuberculosis berdasarkan biakan atau metode
diagnostik cepet yang telah mendapat rekomendasi WHO.
4. Klasifikasi berdasarkan status HIV
a. Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB konfirmasi
bakteriologis atau klinis yang memiliki hasil positif untuk tes infeksi
HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB atau memiliki

23
bukti dokumentasi bahwa pasien telah terdaftar di register HIV atau
obat antiretroviral (ARV) atau praterapi ARV.
b. Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB konfirmasi
bakteriologis atau klinis yang memiliki hasil negatif untuk tes HIV yang
dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB. Bila pasien ini diketahui
HIV positif di kemudian hari harus disesuaikan klasifikasinya.
c. Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB
konfirmasi bakteriologis atau klinis tidak memiliki hasil tes HIV dan
tidak memiliki bukti dokumentasi telah terdaftar dalam register HIV.
Bila pasien ini diketahui HIV positif dikemudian hari harus disesuaikan
klasifikasinya (Kemenkes RI, 2013)

C. Penularan
Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat
seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri
tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk, bersin,
atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis
tersembur fan terhisap ke dalam paru-paru orang sehat. Masa inkubasinya
selama 3-6 bulan.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,
sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil
studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah)
akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah)
(Widoyono, 2008).

D. Diagnosis Tuberkulosis
Menurut Permenkes No. 67 tahun 2016, diagnosis TB ditetapkan
berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Keluhan dan hasil anamnesis
Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasar
keluhan pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB
yang meliputi:

24
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari datu bulan. Pada
pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala
TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2
minggu atau lebih.
b. Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut
dianggap sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
c. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada
orang dengan faktor risiko, seperti: kontak erat dengan pasien TB,
tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah
pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan kimia yang
berrisiko menimbulkan paparan infeksi paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan
diagnosis, juga untuk menentukan potensi penularan dan menilai
keberhasilan pengobatan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan
dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan
berupa dahan Sewaktu-Pagi (SP):
a) S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
b) P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun
tidur. Dapat dilakukan di rumah pasien atau di bangsal rawat
inap bilamana pasien menjalani rawat inap.

25
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert
MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis,
namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.
3) Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padart
(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycrobacteria Growth
Indicator Tube) untuk identifikasi Mycrobacterium tuberculosis.
b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1) Pemeriksaan foto toraks
2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB
ekstraparu.
c. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya
resistensi M.tb terhadap OAT. Uji tersebut dilakukan di laboratorium
yang telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan
mendapatkan setifikat nasional maupun internasional.
d. Pemeriksaan serologis; sampai saat ini belum direkomendasikan.
3. Alur Diagnosis TB pada Orang Dewasa
a. Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan dengan alat tes cepat
molekuler
b. Faskes yang hanya mempunyai pemeriksaan mikroskopis dan tidak
memiliki akses ke tes cepat molekuler.

E. Program Pemberantasan dan Penanggulangan


1. Tujuan dan Target Penanggulangan
a. Tujuan
Melindungi kesehatan masyarakat dari penularan TB agar tidak
terjadi kesakitan, kematian, dan kecacatan
b. Target
Target Program Nasional Penanggulangan TB sesuai dengan
target eliminasi global adalah Eliminasi TB pada tahun 2035 dan
Indonesia bebas TB tahun 2050. Eliminasi TB adalah tercapainya
cakupan kasus TB 1 per 1 juta penduduk.

26
2. Strategi dan Kebijakan
a. Strategi
1) Penguatan kepemimpinan program TB di kabupaten/kota
a) Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
b) Regulasi dan peningkatan pembiayaan
c) Koordinasi dan sinergi program
2) Peningkatan akses layanan TB yang bermutu
a) Peningkatan jejaring layanan TB melalui PTM (Public Private
Mix)
b) Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat
c) Peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-HIV, TB-DM,
MTBS, PAL dan lain sebagainya
d) Inovasi diagnosis TB sesuai dengan alat/saran diagnostik yang
baru
e) Kepatuhan dan kelangsungan pengobatan pasien atau case
holding
f) Bekerja sama dengan asuransi kesehatan dalam rangka
Cakupan Layanan Semesta (health universal coverage).
3) Pengendalian faktor risiko
a) Promosi lingkungan dan hidup sehat
b) Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB
c) Pengobatan pencegahan dan imunisasi TB
d) Memaksimalkan penemuan TB secara dini, mempertahankan
cakupan dan keberhasilan pengobatan yang tinggi.
4) Peningkatan kemitraan TB melalui Forum Koordinasi TB
a) Peningkatan kemitraan melalui forum korrdinasi TB di puast
b) Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di daerah
5) Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB
a) Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga dan
masyarakat
b) Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus,
adn dukungan pengobatan TB
c) Pemberdayaan masyarakat melalui integrasi TB di upaya
kesehatan berbasis keluarga dan masyarakat

27
6) Penguatan manajemen program (health system strenghtrning)
a) SDM
b) Logistik
c) Regulasi dan pembiayaan
d) Sistem informasi, termasuk mondatory notification
e) Penelitian dan pengembangan inovasi program
b. Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia
1) Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas
desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah dengan
Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program, yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana
dan prasarana).
2) Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan
pedoman standar nasional sebagai kerangka dasar dan
memperhatikan kebijakan global untuk Penanggulangan TB.
3) Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB
dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) yang meliputi puskesmas, klinik, dan Dokter Pratik Mandiri
(DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKTRL).
4) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB
disediakan oleh pemerintah.
5) Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB tidak
dipisahkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. Pasien
memiliki hak dan kewajiban sebagaimana individu yang menjadi
subyek dalam penanggulangan TB.
6) Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan
kerjasama dan kemitraan di antara sektor pemerintah, non
pemerintah, swasta dan masyarakat melalui Forum Koordinasi TB.
7) Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan
memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan
nasional.
8) Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklisif,
proaktif, efektif, responsif, profesional dan akuntabel.

28
9) Penguatan Kepemimpinan Program ditujukan untuk meningkatkan
komitmen pemerintah daerah dan pusat terhadap
keberlangsungan program dan pencapaian target strategi global
penanggulangan TB yaitu eliminasi TB tahun 2035.

29
BAB V

PEMBAHASAN

A. Analisis Masalah
Dalam menjalani kegiatan PBL-2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
masalah yang kami temukan di Seksi Pengendalian Penyakit Menular adalah
sebagai berikut.
1. Menurunnya semangat kader TB Care Aisyiyah untuk menemukan
tersangka TB dan belum meratanya kader TB Care Aisyiyah di seluruh
puskesmas klaten, karena hanya ada 10 puskesmas.
2. Adanya kasus TB yang putus berobat (DO) di tahun 2018.

Berdasarkan data yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten,


kejadian kasus TB berdasarkan umur pada tahun 2016 pada kategori I
terdapat 871 kasus dan kategori II terdapat 23 kasus. Kejadian kasus TB pada
tahun 2017 untuk kategori I terdapat sebanyak 1084 kasus dan kategori II
sebanyak 27 kasus. Kejadian kasus TB pada tahun 2018 hingga bulan Juli
terdapat 485 kasus yang termasuk dalam kategori I dan 20 kasus termasuk
dalam kategori II. Berikut ini adalah grafik terkait dengan kejadian kasus TB
pengobatan kategori I dan kategori II pada tahun 2016 hingga 2018 triwulan
2.

Gambar 1. Kejadian kasus TB kategori I tahun 2016

30
Berdasarkan gambar 1, jumlah kejadian kasus TB dengan pengobatan
kategori I tertinggi pada tahun 2016 terjadi pada laki-laki dewasa di rentang
usia 45-54 tahun. Untuk jumlah kejadian kasus terendah berada pada anak
laki-laki di rentang usia 5-14 tahun.

Gambar 2. Kejadian kasus TB kategori II tahun 2016

Berdasarkan gambar 2, jumlah kejadian kasus TB dengan pengobatan


kategori II tertinggi pada tahun 2016 adalah pada orang dewasa baik laki-laki
dan perempuan di rentang usia 45-54 dan laki-laki di rentang usia 35-44.

Gambar 3. Kejadian kasus TB kategori I tahun 2017

31
Berdasarkan gambar 3, jumlah kejadian kasus TB dengan pengobatan
kategori I tertinggi pada tahun 2016 adalah pada orang dewasa baik laki-laki
dan perempuan di rentang usia 45-54 dan laki-laki di rentang usia 35-44.

Gambar 4. Kejadian kasus TB kategori II tahun 2017

Berdasarkan gambar 4, jumlah kejadian kasus TB dengan pengobatan


kategori II tertingi pada tahun 2017 adalah pada orang dewasa laki-laki di
rentang usia 25-34, 35-44, dan 55-64 dengan jumlah 5 kasus.

Gambar 5. Kejadian kasus TB kategori I tahun 2018

32
Berdasarkan gambar 5, jumlah kejadian kasus TB dengan pengobatan
kategori I tertinggi pada tahun 2018 adalah pada orang dewasa laki-laki di
rentang usia >=65 tahun, terendah pada anak laki-laki rentang usia 0-4 tahun
dan pada anak perempuan rentang usia 5-14 tahun.

Gambar 6. Kejadian kasus TB kategori II tahun 2018

Berdasarkan gambar 6, kejadian kasus TB dengan pengobatan kategori


II pada tahun 2018 adalah pada orang dewasa di rentang usia 35-44 dan
terendah pada anak rentang usia 0-14 tahun dengan tidak adanya kejadian
kasus TB.

Gambar 7. Hasil pengobatan pasien TB tahun 2016-2018

33
Berdasarkan data kasus TB yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Klaten, dapat dilihat bahwa grafik di atas menyajikan data pasien
TB yang sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, gagal berobat, putus
berobat (DO), dan pindah berobat. Pada tahun 2016, pasien TB yang
dinyatakan sembuh terdapat 305 atau sekitar 34% dari 894 pasien yang
berobat di fasilitas layanan kesehatan Kabupaten Klaten. Angka kesembuhan
menurun di tahun 2017 yang hanya terdapat 174 atau sekitar 24% dari 724
pasien. Tahun 2018 baru terdapat 2 pasien sembuh dari total 117 pasien.
Jumlah pasien yang melakukan pengobatan lengkap pada tahun 2016
sebanyak 398 yang hampir mencapai setengah dari total pasien yang berobat.
Kemudian di tahun 2017 angka pasien berobat lengkap tidak mencapai
setengah dari total pasien yaitu hanya 208. Di tahun 2018 hingga triwulan
kedua ini pasien yang dinyatakan lengkap berobat hanya 3 orang. Pasien TB
yang meninggal dari tahun 2016 hingga 2018 mengalami penurunan, begitu
pula dengan pasien yang gagal pengobatan dan putus berobat (DO). Pasien
yang pindah tempat pengobatan paling banyak terjadi pada tahun 2017
dengan jumlah 282 dari total 274 pasien berobat. 2 pasien di tahun 2017 dan
2018 adalah pasien yang mengalami resisten obat TB.

B. Penyelesaian Masalah
Dalam penyelesaian kasus TB di Kabupaten Klaten, Dinas Kesehatan
memiliki beberapa program khusus untuk menangani masalah kasus TB yang
terjadi, diantaranya adalah:
1. Pertemuan evaluasi dan validasi data TB
Pertemuan yang diadakan oleh dinas kesehatan dengan petugas
puskesmas terkait program TB yang telah dilaksanakan di puskesmas

34
dan validasi terkait data TB yang dilaporkan oleh masing-masing
puskesmas.
2. Investigasi kontak suspek TB
Investigasi kontak ke keluarga pasien TB yang dilakukan oleh petugas
puskesmas untuk mencari sumber penularan yang terjadi.

3. Workshop pelatihan petugas puskesmas tentang pengobatan TB MDR.


Di Jawa Tengah hanya terdapat 7 fasilitas layanan kesehatan yang dapat
mengobati TB MDR. Pelatihan ini diadakan agar fasilitas kesehatan yang
ada di daerah juga dapat mengobati TB MDR.
4. Sosialisasi pengembangan TB DOTs
Pertemuan yang dihadiri oleh petugas TB rumah sakit yang belum
menggunakan stategi DOTs, program ini dilakukan agar diharapkan
nantinya semua fasilitas layanan kesehatan yang ada di Kabupaten
Klaten dapat menerapkan strategi penanggulangan DOTs.
5. Pertemuan PPM (Public Private Mix)
Pertemuan ini dihadiri oleh semua klinik serta dokter praktik mandiri yang
ada di luar strategi DOTs agar nantinya melaporkan kasus TB yang ada
di klinik maupun dokter praktik mandiri tersebut ke puskesmas wilayah
kerja mereka.
6. Penyuluhan yang dilakukan oleh puskesmas kaitannya dengan
pencegahan TB.
7. Pemberian profilaksis di puskesmas.
Profilaksis diberikan pada balita sehat yang kemungkinan setiap hari
berinteraksi dengan pasien TB rutin selama 6 bulan agar tidak tertular TB.
Program yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
telah berjalan baik, terbukti dengan menurunnya kasus TB serta banyaknya
angka kesembuhan dan pengobatan lengkap berdasarkan data dari tahun
2016 hingga 2018 triwulan kedua ini. Namun pada tahun 2016 masih banyak
terjadi putus berobat (DO) karena pasien merasa kondisi fisiknya sudah

35
membaik. Dengan adanya program tersebut di atas, diharapkan dapat
menemukan lebih
banyak kasus TB yang belum terdaftar di fasilitas layanan kesehatan agar
tidak memanjangkan rantai penularan.
Untuk mengurangi masalah yang sudah disebutkan pada poin A, ada
beberapa hal yang dapat kita lakukan, seperti:
1. Meminta puskesmas untuk meningkatkan motivasi kader Aisyiyah dalam
menemukan suspek TB yang ada di masyarakat.
2. Meningkatkan kompettensi kader kesehatan untuk lebih banyak
menemukan kasus TB yang belum terlaporkan di puskesmas maupun
fasilitas layanan kesehatan lainnya.
3. Meningkatkan pertemuan dan sosialisasi tentang pencegahan penularan
TB kepada masyarakat.
4. Menekankan pendidikan kesehatan tentang efek resistensi OAT kepada
pasien maupun PMO.

36
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tingginya kasus TB yang ada di Kabupaten Klaten menjadi suatu
dorongan bagi Dinas Kesehatan untuk dapat menekan angka kejadian TB
agar tidak terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2016 terdapat 894
kasus TB, tahun 2017 terdapat 724 kasus dan tahun 2018 terdapat 117 kasus
TB. Adanya program TB di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten yang berjalan
dengan baik dapat menurunkan angka kejadian TB dari tahun 2016 hingga
2018 triwulan II ini.

B. Saran
1. Bagi Dinas kesehatan lebih menggiatkan program TB lagi agar dapat
lebih banyak menemukan kasus TB yang terjadi dimasyarakat.
2. Bagi puskesmas Kabupaten Klaten lebih banyak berkoordinasi secara
rutin dengan dinas kesehatan saat pelaksanaan program agar program
yang dilakukan dapat berjalan lebih baik lagi.

37
38
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran dan


Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes RI
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Petunjuk Teknis Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi TB di Pelayanan Kesehatan Primer/Tingkat
Pertama. Jakarta: Kemenkes RI

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata


Laksana Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes RI

Permenkes RI No.67. 2016. Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Permenkes


RI

Widoyono. 2018. Penyakit Tropik. Jakarta: Erlangga

Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten tahun 2016


LAMPIRAN

40

Anda mungkin juga menyukai