Anda di halaman 1dari 7

Transfromational Leadership sebagai Upaya Sinkronisasi Pemilik Yayasan

dengan Pengelola Institusi Pendidikan Keperawatan

Disusun untuk Memenuhi Tugas Progam Studi Magister Keperawatan


Mata Kuliah Menejemen dan Kepemimpinan dalam Keperawatan
Pembimbing : Dr. Anggorowati, S.Kp., M.Kep., Sp. Mat.

DISUSUN OLEH :

NAMA : ESTI NUR JANAH


NIM : 22020117410021

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


TAHUN 2017
Transfromational Leadership sebagai Upaya Sinkronisasi Pemilik Yayasan
dengan Pengelola Institusi Pendidikan Keperawatan

Lembaga pendidikan merupakan sebuah wahana untuk pengembangan


diri seseorang untuk menjadi lebih baik. Seorang pemimpin lembaga pendidikan dituntut
agar memiliki kemampuan menggerakkan personel institusi pendidikan dalam melaksanakan
tugas pembelajaran sesuai prinsip-prinsip pedagogik karena kepemimpinan adalah suatu
kemampuan mempengaruhi kelompok ke arah pencapaian tujuan. Saat ini banyak berdiri
yayasan-yayasan yang menaungi lembaga-lembaga pendidikan dalam hal ini bidang
keperawatan yang saat ini tumbuh pesat sejalan dengan naiknya permintaan user terhadap
tenaga perawat.

Pendirian yayasan di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat karena diatur
dalam UU No 16 Tahun 2001 yang kemudian diperbarui oleh UU No 28 Tahun 2004 tentang
Yayasan. UU ini mengatur tugas pokok dan fungsi yayasan sebagai panduan untuk mengatasi
masalah-masalah yang dapat timbul pada suatu yayasan seperti masalah ketidaksesuian
Anggaran Dasar (AD) dengan Anggaran Rumah Tangga (ART), ketidaksesuaian kegiatan-
kegiatan yang tidak sejalan dengan visi misi yayasan, penyalahgunaan wewenang, sampai
sengkata antara pengurus dan pengelola. Berbagai masalah tersebut timbul karena adanya
kecenderungan masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud tidak hanya sebagai wadah
mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga bertujuan
memperkaya diri para pendiri, pengurus, dan pengawas. Oleh sebab itu, penting adanya
pemisahan yang tegas terhadap fungsi, wewenang, dan tugas masing-masing organ yayasan
dengan pengelola institusi dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan konflik intern
yayasan yang dapat merugikan kepentingan yayasan dan pihak lain yang terkait dengan
kegiatan yayasan.

Salah satu kegiatan yayasan di bidang sosial adalah menyelenggarakan pendidikan


tinggi yang berbentuk perguruan tinggi swasta (PTS). Laju kegiatan institusi pendidikan
keperawatan biasanya tidak jauh dari campur tangan Yayasan pemilik. Yayasan cenderung
memegang kendali penuh terhadap kebijakan yang menyangkut bidang administrasi umum
dan keuangan, bahkan turut campur pula dalam bidang akademik. Padahal, tidak sedikit
pemilik Yayasan yang basic-nya bukan dari keperawatan namun bisa dari berbagai lini
pendidikan mulai dari umum sampai pendidikan agama. Hal ini juga berpengaruh terhadap
gaya kepemimpinan masing-masing dalam mengendalikan institusi pendidikan keperawatan
yang ada. Padahal, pendidikan keperawatan sangat komplek tidak hanya dilakukan
pendidikan di ruang kelas saja namun dilakukan di lahan praktek. Inilah yang harus dipahami
oleh para pemegang kendali, kaitanya dengan anggaran biaya regulasi pendidikan. Turut
campurnya pengurus Yayasan dalam penentuan kebijakan bidang keuangan dan bidang
akademik menimbulkan potensi konflik antara pengurus Yayasan dengan pengelola institusi
pendidikan keperawatan ini.

Namun demikian, ternyata konflik pun tidak hanya datang dari masalah campur
tangan Yayasan terhadap pengambilan kebijakan. Yayasan yang tidak peduli dengan proses
jalannya kegiatan institusi pun akan dapat menimbulkan konflik baru karena dapat
memunculkan paradigma Yayasan hanya melirik aspek ekonomi saja tanpa memikirkan
perjuangan pengelola dalam membesarkan intitusi. Tidak dipungkiri, tumbuh kembangnya
institusi juga sedikit banyak dipengaruhi oleh nama besar Yayasan. Beberapa masyarakat
memilih institusi pendidikan keperawatan tertentu karena membawa nama besar Yayasan.
Oleh karena itu, penting pula bagi Yayasan untuk turut mengembangkan nama institusi
namun tidak melewati batas koridor tujuan pokok dan fungsi organ sesuai dalam UU Nomor
28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Beberapa penyebab penyimpangan pengelolaan Yayasan diantaranya adalah


Yayasan kesulitan memahami filosofi pendidikan sebagai kegiatan sosial. Beberapa institusi
pendidikan keperawatan dalam proses penerimaan mahasiswa tidak hanya menerima
mahasiswa dari kalangan pintar saja, namun dari kalangan ekonomi mampu. Alasan utama
adalah pendidikan keperawatan yang merupakan rumpun dari kesehatan dalam proses
pembelajaran akan memerlukan banyak biaya karena proses pembelajaran tidak hanya
kegiatan belajar mengajar di kelas namun juga dilakukan di lahan rumah sakit yang tentunya
membutuhkan biaya praktek. Biaya praktek yang muncul ini tentunya dibebankan kepada
mahasiswa sehingga terlihat jelas perbedaan biaya yang jauh antara biaya pendidikan
keperawatan dengan biaya pendidikan non-kesehatan. Padahal, seperti kita ketahui bahwa
biaya opersional institusi sangat tergantung pada pendapatan yang masuk dimana semakin
banyak jumlah mahasiswa pendapatan yang masuk akan dapat menutup biaya opersional.
Oleh karena itu, masih terkesan abstrak kegiatan sosial pendidikan dikatakan jauh dari unsur
komersil.
Idealnya, Yayasan haruslah memahami regulasi jalannya tatanan kurikulum
pendidikan keperawatan sehingga bisa mengikuti semua alur dan dapat mengarahkan semua
staf karyawan untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Namun, jika pimpinan tidak
memahami kurikulum pendidikan keperawatan maka harus adanya sinkronisasi yang tepat
agar menemukan satu titik kesepakatan.

Kepuasan kerja karyawan tumbuh berawal dari kepercayaan pada pimpinan dan
komitmen karyawan terhadap organisasi, selanjutnya kepercayaan dan komitmen karyawan
tersebut akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan merupakan faktor
yang sangat menentukan kualitas kerja yang diberikan oleh karyawan dalam memberikan
pelayanan. Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan untuk
berbuat lebih baik daripada yang biasa dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan
kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja. Formulasi kepemimpinan transformasional mencangkup empat dimensi yaitu:
karisma, stimulasi intelektual, motivasi inspirasional dan perhatian yang diindividualisasikan.

Kepemimpinan merupakan “Proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau


sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Seseorang akan menjadi
pemimpin efektif manakala mampu memenuhi tiga faktor mendasar yang meliputi bakat
sebagai pemimpin, pengetahuan teoritikal, serta kesempatan menduduki jabatan sebagai
pemimpin. Jadi kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk
menggerakan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Direktur atau ketua program studi merupakan orang yang paling berperan dalam
menentukan arah pendidikan termasuk didalamnya pelaksanaan kurikulum. Kurikulum
Nasional merupakan kerangka dasar dalam pelaksanaan pembelajaran dan program
pendidikan, namun untuk tekhnis dan menunjukan ciri atau kekhasan suatu institusi, maka
sebuah institusi sebaiknya menambahkan atau mengembangkan kurikulum institusi.

Manajemen kurikulum meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,


pengawasan dan evaluasi. Bentuk kegiatanya meliputi Pendataan mata kuliah, waktu yang
tersedia, jumlah pengajar, pembagian jam pelajaran, jumlah kelas, penjadwalan, buku yang
dibutuhkan, program semester, evaluasi, program tahunan, kalender pendidikan, perubahan
kurikulum maupun inovasi–inovasi dalam pengembangan kurikulum. Kepmendiknas
No.232/U/2000 menyatakan ”Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan
penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di
perguruan tinggi.”

Selaku pengelola di institusi pendidikan Ketua Prodi merupakan tokoh sentral


pendidikan. Ketua Prodi sebagai pengelola institusi dapat berperan sebagai fasilitator bagi
pengembangan pendidikan termasuk di dalamnya pengembangan kurikulum. Ketua Prodi
juga berperan sebagai pelaksana suatu tugas, sebagai akumulator, konseptor, manajerial yang
bertanggung jawab dan berkontribusi di semua kegiatan sekolah atau institusi. Ada tiga
macam peran pemimpin dilihat dari otoritas dan status formalnya. Peran tersebut meliputi
interpersonal, informational, dan decision roles.

Dari uraian di atas, maka sangatlah jelas perbedaan tugas pokok Yayasan dengan
pengelola institusi pendidikan. Seperti dijelaskan dalam UU No. 28 tahun 2004 disebutkan
dalam pasal 28 ayat (1) bahwa yang dinamakan pembina adalah organ yayasan yang
mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-
undang ini atau Anggaran Dasar. Selanjutnya menurut pasal 28 ayat (2) mengatur tentang
kewenangan pembina yang meliputi: 1). Keputusan mengenai perubahan Anggaran dasar; 2).
Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota pengawas; 3). Penetapan
kebijakan umum yayasan berdasarkan Anggaran dasar yayasan; 4). Pengesahan program
kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan 5). Penetapan keputusan mengenai
penggabungan atau pembubaran yayasan.

Jadi sangat terlihat jelas bahwa Yayasan tidak berhak mencampuri kebijakan institusi
pendidikan keperawatan karena ranah tugasnya hanyalah sebatas penentu kebijakan umum.
Sementara tugas pengelola adalah pengembangan pendidikan, sebagai pelaksana suatu tugas,
sebagai akumulator, konseptor, manajerial yang bertanggung jawab dan berkontribusi di
semua kegiatan sekolah atau institusi. Oleh karena itu sangat tidak dibenarkan apabila
Yayasan mencampuri teritorial tugas pengelola karena jelas menyalahi undang-undang yang
berlaku.

Agar tidak terjadi benturan kepentingan antara Yayasan dengan Pengelola institusi
pendidikan keperawatan, maka ada baiknya masing-masing melaksanakan tugas pokok dan
fungsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepemimpinan
transformational sangat disarankan untuk diterapkan karena pemimpin transformasional
mampu membawa perubahan-perubahan yang sangat besar bagi individu bawahan maupun
organisasi secara keseluruhan dengan memperbaiki kembali karakter individu dalam
organisasi maupun perbaikan organisasi secara keseluruhan, menciptakan inovasi-inovasi,
meninjau kembali struktur, proses, nilai-nilai dan visi misi organisasi agar lebih baik dan
relevan dengan kondisi terbaru serta tertantang untuk mencoba merealisasikan tujuan-tujuan
organisasi yang selama ini dianggap sulit direalisasikan.

Karakteristik kepemimpinan transformatif diantaranya adalah Memiliki kapasitas


bekerjasama dengan orang lain untuk merumuskan visi lembaga; Memiliki jati-diri (personal
platform) yang mewarnai tindakan/prilakunya; Mampu mengkomunikasikan dengan cara-
cara yang dapat menumbuhkan komitmen di kalangan staf, mahasiswa, orang tua/wali, dan
pihak lain dalam komunitas institusi; Menampilkan banyak corak peran kepemimpinan secara
teknis, humanistik, edukatif, simbolik, dan kultural.; Mengikuti dan merespon trend dan isu,
ancaman dan peluang dalam lingkungan pendidikan dan masyarakat luas, baik secara lokal,
nasional maupun internasional, mengantisipasi dampaknya terhadap pendidikan, khususnya
terhadap lembaga yang dipimpinnya; Memberdayakan staf dan komunitas institusi dengan
melibatkan mereka dalam proses pembuatan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjiptono & Chandra 2005, Service, Quality & Satisfaction, Yogyakarta, Andi.
2. Yukl, G. A. 2009, Leadership in Organization, Five Edition, Englewood Clifs, New
Jersey: Prentice-Hall, Inc
3. Suryarama. 2009. Peran Yayasan Dalam Pengelolaan Bidang Pendidikan Pada
Perguruan Tinggi Swasta. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 5, Nomor 1,
Maret 2009, hal 55-62
4. Nurlia, U. Husna Asmara, Aswandi. 2011. Peran Ketua Prodi Dalam Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi D III Keperawatan Stikes Yarsi Pontianak.
5. Hersey.P. & Blanchard. K, 1982. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan
Sumber Daya Manusia, Terjemahan oleh: Agus Dharma. Penerbit Erlangga. Jakarta
6. Sondang. P.S. 2010. Teori & Praktek Kepemimpinan. PT Rineka Cipta. Jakarta
7. Mulyasa. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru
dan Kepala Sekolah. Penerbit Bumi Aksara. Bandung
8. Kepmendiknas No.232/U/2000 tentang Pendidikan
9. UU No. 28 tahun 2004 Tentang Yayasan
10. Wahjosumidjo. 2010. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai