Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

STUDI KONDISI UMAT ISLAM MASA KINI


“Guna memenuhi tugas matakuliah hadlarah wa tsaqafah islamiyah”

Dosen Pengampu :
Ibu Faqihatin

Disusun oleh :
1. Irawan suhendra 111611034
2. Moh nailul azmi hamidi 111611035
3. M. fais 111611036

SEKOLAH TINGGI TEKNIK QOMARUDDIN


BUNGAH GRESIK
2018 - 2019
BAB I
PENDAHULUAN

2.1. LATAR BELAKANG


Problematika (Studi Kondisi) berasal dari kata problem yang artinya soal,
masalah, perkara sulit, persoalan. Problematika sendiri secara leksikal
mempunyai arti berbagai problem. Fakta umat Islam di masa sekarang berada
pada salah satu masa terburuknya sejak cahaya Islam muncul di Makkah dan
benderang di Madinah. Keadaan umat Islam sekarang lebih buruk daripada
masa-masa suram ketika bangsa Mongol menghancurkan Baghdad, membunuh
khalifah dan menjadikan jalanan Baghdad basah oleh darah umat Islam. Masa
itu memang merupakan masa yang sangat suram bagi umat Islam, namun kondisi
umat Islam sekarang lebih buruk dari masa tersebut. kondisi umat islam saat ini
memburuk, bisa dilihat dari berbagai bidang manapun.
keterpurukan umat islam tersebut terjadi karena sudah kurangnya kepercayaan
dan keimanan dari diri umat islam itu sendiri. Berkembangnya era Globalisasi
juga memiliki peran yang cukup besar terhadap keterpurukan umat islam saat ini,
masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan ajaran islam dan kaidah kaidah
islam yang tersebar di seluruh dunia dengan cepat karena adanya era yang
disebut era Globalisasi
Pada masa sekarang ini kebanyakan umat islam hanyak menganggap bahwa
agama itu adalah persoalan belakangan, kebanyakan hanya mementingkan dunia
dari pada akhiratnya. Seakan akan agama itu hanya sebagai pemenuhan syarat
untuk menjadi seorang warga negara. Kebanyakan umat islam saat ini hanya
mencantumkan agama islam dalam KTP mereka, tetapi tidak mencantumkan
dalam hati, mengamalkan hal hal yang diperintahkan dan menjauhi larangan
larangan yg dilarang dalam agama. Untuk itu sebagai umat islam yang baik
hendaknya kita mengetahui problem-problem apa saja yang sedang dihadapi
oleh umat islam saat ini dan bagaimana cara kita untuk mengatasi problem-
problem tersebut.
2.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab kemunduran dunia Islam?
2. Bagaimana solusi yang tepat untuk mencegah kemunduran Islam?
3. Mengapa diperlukan Islamisasi Sains?

2.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN


1. Untuk mengetahui penyebab kemunduran dunia Islam.
2. Untuk mengetahui solusi terbaik guna mencegah kemunduran Islam.
3. Untuk mengembalikan nilai keislaman terhadap ilmu pengetahuan (Sains).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PROBLEM UMAT ISLAM


Pada ini, tidak dapat kita pungkiri bahwa terdapat berbagai banyak masalah
yang dihadapi ummat jaman sekarang khususnya umat Islam. Berbagai macam
pendapat yang telah terlontarkan oleh para pakar peneliti dan ilmuan tentang
masalah atau gejala sosial yang terjadi ditengah-tengah ummat Islam sehingga
tak jarang ditemukan ada yang mengatakan bahwa masalah inilah yang
menyebabkam keterpurukan ummat Islam dimasa kini. Menurut Hudzaifah,
tema ini adalah suatu upaya untuk menggambarkan akan keadaan dunia Islam
kontemporer (saat ini) dengan segala kelebihan dan kekurangan-kekurangannya.
Kondisi umat Islam saat ini penuh dengan kelemahan-kelemahan. Kelemahan-
kelemahan itu terkait dengan kapasitas intelektual dan problematika moral.
Kelemahan dalam kapasitas intelektual (Al Jahlu). Kelemahan umat Islam yang
terkait dengan kapasitas intelektual meliputi:
1. Dho'fut Tarbiyah (lemah dalam pendidikan).
Kelemahan dalam aspek pendidikan formal dan informal (pengkaderan)
sangat dirasakan oleh umat Islam masa kini. Jika pendidikan juga pembinaan
dan pengkaderan lemah maka akan mustahil melahirkan anasir-anasir dalam
nadhatul umat(kebangkitan umat).
2. Dho'fut Tsaqofah (lemah dalam ilmu pengetahuan).
Dewasa ini sedang sangat pesat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tetapi umat Islam terasa tertinggal bila dibandingkan umat yang
lainnya, ini disebabkan karena wawasan umat Islam yang sempit dan terbatas
juga lemah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan ini disebabkan
kemauan umat untuk menuntut ilmu sangat rendah.
3. Dho'fut Takhthith (lemah dalam perencanaan-perencanaan).
Umat Islam sekarang ini tidak memiliki strategi yang jelas. Rencana
perjuangannya penuh dengan misteri. Hal tersebut disebabkan umat Islam
tidak diproduk dari pembinaan-pembinaan yang baik dan tidak memiliki
wawasan ilmu pengetahuan yang memadai.

Oman Fathurahman, Ithaf Al-Dhaki: Tafsir Wahdatul Wujud


Bagi Muslim Nusantara, Mizan, Surabaya, 2012.
4. Dho'fut Tanjim (lemah dalam pengorganisasian).
Sekarang ini terjadi gerakan-gerakan yang mengibarkan bendera
kebathilan, mereka membangun pengorganisasian yang solid sementara umat
Islam lemah dalam pengorganisasian sehingga kebathilan akan di atas angin
sedangkan umat Islam akan menjadi pihak yang kalah. Sesuai perkataan
khalifah Ali ra "Kebenaran tanpa sistem yang baik akan dikalahkan oleh
kebathilan yang terorganisasi dengan baik"
5. Dho'ful Amniyah (lemah dalam keamanan).
Masa kini umat Islam lengah dalam menjaga keamanan diri dan kekayaan
baik moril dan materil sehingga negeri-negeri muslim yang kaya akan
sumber daya alam dirampok oleh negeri-negeri non muslim. Begitu pula
dengan Iman, umat lslam tidak lagi menjaganya tidak ada amniyah pada
aqidah dan dibiarkan serbuan-serbuan aqidah datang tanpa ada proteksi yang
memadai.
6. Dho'fut Tanfidz (lemah dalam memobilisasi potensi-potensi diri).
Umat Islam dewasa ini tidak menyadari bahwa begitu banyak nikmat-
nikmat yang Allah SWT berikan dan tidak mensyukurinya. Jika umat Islam
mersyukuri segala nikmat Allah dari bentuk syukur itu akan muncul kuatut
tanfidzyaitu kekuatan untuk memobilisir diri dan sekarang umat Islam lemah
sekali dalam memobolisir diri apalagi memobilisir secara kolektifitas.
Lebih jelas lagi Huzaifah menuturkan gejala yang terjadi dalam ummat Islam
mengenai kelemahan dalam problematika moral (Maradun Nafs). Kelemahan-
kelemahan dalam problematika moral yang terjadi pada umat Islam sekarang
yaitu:
1. Adamus Saja'ah (hilangnya keberanian).
Umat Islam tidak seperti dahulu yang berprinsip laa marhuba illalah
(tiada yang ditakuti selain Allah) sehingga tidak memiliki keberanian seperti
orang-orang terdahulu yakni Rasulullah dan para sahabatnya yang terkenal
pemberani. Sekarang ini umat Islam mengalami penyakit Al Juban
(pengecut). Rasa takut dan berani itu berbanding terbalik sehingga jika
seorang umat Islam takut kepada Allah maka ia akan berani kepada selain

Oman Fathurahman, Ithaf Al-Dhaki: Tafsir Wahdatul Wujud


Bagi Muslim Nusantara, Mizan, Surabaya, 2012.
Allah tetapi sebaliknya jika ia takut kepada selain Allah maka ia akan berani
menentang aturan-aturan Allah SWT

2. Adamus Sabat (hilangnya sikap teguh pendirian). Umat Islam mulai


memperlihatkan mudah mengalami penyimpangan-penyimpangan dan
perjalanan hidupnya karena disebabkan oleh :
 Termakan oleh rayuan-rayuan.
 Terserang oleh intimidasi atau teror-teror.
Salah satu illutrasi hilangnya sabat (keteguhan) ini adalah prinsip -
prinsip hidup kaum muslimin tidak lagi dipegang hanya sering diucapkan
tanpa dipraktekan. Sebagai contoh Islam mengajarkan kebersihan sebagian
dari Iman tetapi di negari-negeri kaum muslim kondisinya tidak bersih
menjadi pemandangan pada umumnya.
3. Adamut Dzikriyah (hilangnya semangat untuk mengingat Allah)
Dalam Islam lupa diri sebab utamanya ialah karena lupa kepad Allah.
Umat Islam dzikirullah-nya lemah maka mereka kehilangan identitas mereka
sendiri sebagai Al Muslimum. Sebagaimana Allah berfirman dalam Qs. Al
Hasyr ayat 19 "Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada
Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.
Mereka itulah orang-orang yang fasik".
4. Adamus Sabr (hilangnya kesabaran).
Kesabaran merupakan salah satu pertolongan yang paling pokok bagi
keberhasilan seorang muslim, sesuai firman Allah Qs.2:153 "Hai orang-
orang beriman mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) shalat sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar".
Kesabaran meliputi:
 Ashabru bitha'at (sabar dalam ketaatan).
 Ashabru indal mushibah (ketaatan ketika tertimpa musibah).
 Ashabru anil ma'siat (sabar ketika menghadapi maksiat).
Sebagai umat Islam harus memiliki kesabaran ketiganya.
5. Adamul Ikhlas (hilangnya makna ikhlas).
Ikhlas tidak identik dengan tulus. Tulus artinya melakukan sesuatu tanpa
perasaan terpaksa padahal bisa saja orang itu ikhlas walaupun ada perasaan
terpaksa. Contohnya pada seseorang yang melakukan shalat subuh yang baru
saja jaga malam sehingga sanat terasa kantuk tetapi karena shalat adalah
suatu kewajiban perintah Allah swt ia tetap mengerjakannya
6. Adamul Iltizam (hilangnya komitmen).
Dewasa ini kaum muslimin kebanyakan tidak istiqomah berkomitmen
terhadap Islam bahkan tidak sepenuhnya sadar bahwa Islam harus menjadi
pengikat utama dalam hidupnya sehingga mereka banyak menggunakan
isme-isme yang lain.

2.2. CARA MENGGAPI PROBLEMATIKA UMAT TERSEBUT


Umat islam Indonesia sebenarnya memiliki potensi untuk maju
kedepannya.selain karena jumlah umat yang besar, umat islam di Indonesia
relative tidak terlalu mengalami pergolakan-pergolakan yang saat ini tengah
melanda Timur Tengah. Selain itu, SDA yang di miliki sangat banyak dan
seharusnya umat bisa menguasai itu di bandingkan orang-orang barat yang
notabene nya adalah orang asing. Umat islam sejauh ini sudah memiliki peranan
yang besar dalam kehidupan bernegara di Indonesia, namun masih kurang
mampu untuk menselaraskan dengan kehidupan beragama.karena itu,
peningkatan moralitas umat islam Indonesia harus digencarkan kembali melalui
pembaharuan-pembaharuan yang sifatnya tidak bertentangan dengan dasar-dasar
islam dan di lain pihak juga dapat membentuk karakter bangsa Indonesia yang
adalah muslim .
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan yang mengamalkan kebaikan bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka
agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan merubah
keadaan mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembahKu dan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku. Dan barangsiapa yang masih kafir setelah janji itu maka mereka
itulah orang-orang yang fasik” (An-Nur : 55)

2.3. Islamisasi Sains


pengertian islamisasi sains
Islamisasai ilmu pengetahuan terdiri dari tiga kata yaitu, kata Islamisasi, ilmu
dan pengetahuan. Di sini penulis akan menjelaskan satu persatu dari ketiga kata
tersebut. Islamisasi; artinya adalah pengIslaman, pengIslaman dunia, bisa juga
usaha mengIslamkan dunia. Sedangkan ilmu adalah merupakan cara berfikir
dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat
diandalkan. Ilmu merupakan produk dari proses berfikir menurut langkah-
langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah. Dan
yang terakhir adalah pengetahuan. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu. Ilmu adalah pengetahuan
. Akan tetapi dari berbagai referensi yang penulis baca bahwa ilmu dan
pengetahuan tidaklah sama persis, dimana ilmu lebih luas cakupannya, karna
pengetahuan belum pasti dikatakan ilmu sedangkan pengetahuan sudah barang
tentu dikatakan ilmu. Dari pengertian di atas jadi yang dikatakan Islamisasi
pengetahuan adalah; berarti mengIslamkan segala ilmu pengetahuan.
Adapun yang menjadi tokoh utama dalam ide Islamisasi ilmu pengetahuan
ini adalah Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi, namun
yang paling mengerikan dalam menetapkan tokoh utamanya saja, sudah ada
perdebatan, artinya ada yang mengatakan bahwa ide Islamisasi ini datangnya
dari al-Attas akan tetapi al-Faruqi juga mengakui bahwa dia tidak pernah meniru
idenya al-Attas.
Al-faruqi adalah orang yang pertama menggagas Islamisasi ilmu
pengetahuan. Ketajaman intelektual dan semangat kritik ilmiyahnya, membawa
ia sampai kepada kesimpulan bahwa ilmu-ilmu sosial model barat menunjukkan
kelemahan metodologi yang cukup mendasar, terutama bila diterapkan untuk
memahami kenyataan kehidupan sosial umat Islam yang memiliki pandangan
hidup yang sangat berbeda dari masyarakat Barat. Untuk mencapai tujuan al-
Faruqi mendirikan Himpunan Ilmu Sosial Muslim (The Asociation of Muslim
Social Scientists-AMSS) pada tahun 1972 dan sekaligus menjadi presidennya
yang pertama hingga 1918, melalui lembaga ini ia berharap bahwa Islamisasi
ilmu pengetahuan terwujud.
Setelah menyampaikan ide Islamisasinya pada tahun 1981, al-Faruqi
langsung mendirikan sebuah lembaga penelitian khusus untuk mengembangkan
gagasan-gagasannya tentang proyek Islamisasi, yaitu International Institute of
Islamic Though (IIIT), merupakan lembaga internasional untuk pemikiran Islam,
yang penyelenggaranya adalah AMSS sendiri.
Sedangkan Syed M. Naquib al-Attas Secara teoritis dan ideologis,
mendefenisikan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai: pembebasan manusia dari
tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan
Islam) dan dari belengu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa. Juga
pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak
adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya
cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil
terhadapnya.
Menurut al-Attas ini, islamisasi ilmu pengetahuan terkait erat dengan
pembebasan manusia dari tujuan-tujuan hidup yang bersifat dunyawi semata, dan
mendorong manusia untuk melakukan semua aktivitas yang tidak terlepas dari
tujuan ukhrawi. Bagi al-Attas, pemisahan dunia dan akhirat dalam semua
aktivitas manusia tidak bisa diterima. Karena semua yang kita lakukan di dunia
ini akan selalu terkait dengan kehidupan kita di akhirat.
Setelah penulis membahas pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan, maka
disini perlu juga disebutkan apa itu hakikat Islamisasi ilmu pengetahuan, adapun
hakikat Islamisasi ilmu pengetahuan adalah:
1. Similiarisasi
Menyamaratakan konsep-konsep sains dengan konsep-konsep dari agama.
2. Paraleliasi
Konsep al-Qu`an sejalan dengan konsep sains, karena kemiripan
konotasinya, tanpa mengidentikkan keduanya.
3. Komplementasi
Antara al-Qur`an dan sains saling mengisi dan memperkuat satu sama
lainnya, tetapi tetap mempertahankan eksistensi masing-masing.
4. Komparasi
Membandingkan konsep atau teori sains dengan konsep atau teori agama
mengenai gejala yang sama.
5. Induktifikasi
Asumsi-asumsi dari teori ilmiah yang didukung dengan penemuan empiris,
dilanjutkan pemikirannya secara teoritis-abstrak kearah metafisik (gaib),
kemudian dihubungkan dengan prinsip-prinsip al-Qur`an.
6. Verifikasi
Mengungkapkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang menopang dan
membenarkan kebenaran al-Qur`an.

Itulah yang disebut dengan hakikat Islamisasi ilmu pengetahuan, dimana


dijelaskan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan itu tidak terlepas dari ilmu-ilmu
yang berkembang di Barat, sehingga banyak ilmuan kita yang mengatakan
bahwa pekerjaan Islamisasi ilmu pengetahuan itu adalah pekerjaan orang bodoh,
artinya mereka mengatakan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan itu menciblak
karya orang lain dengan menyebutnya dengan karya dia sendiri. Akan tetapi yang
disebut Islamisasi ilmu pengetahuan itu bukan semata-mata mengambil karya
mereka dengan tanpa adanya penyaringan, karena ilmu yang diambil itu harus
disesuaikan dulu dengan kaidah-kaidah ajaran Islam.

2.4. Tujuan Islamisasi Sains


Tujuan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Tujuan adalah hal yang sangat perlu dalam merumuskan sesuatu, karena
tujuan merupakan titik yang akan kita tuju dalam melakukan sesuatu, jadi tanpa
adanya tujuan maka akan sulit untuk melakukan perencanaan, langkah-langkah
dan lain-lain. Begitu juga dalam merumuskan Islamisasi ilmu pengetahuan,
dimana ada beberapa tujuan yang harus dicapai dalam menjalakan ide Islamisasi
ilmu pengetahuan ini. Dalam menjalankan proses Islamisasi ilmu pengetahuan
ini ada beberapa tujuan yaitu:
1. Menguasai disiplin ilmu modern
2. Menguasai warisan Islam
3. Menetapkan relevansi khusus pada setiap bidang ilmu pengetahuan modern.
4. Mencari jalan untuk sintesis kreatif antara warisan (Islam) dan ilmu
pengetahuan modern.
5. Membangun pemikiran Islam pada jalan yang mengarah pada kepatuhan
pada hukum Tuhan. Islamisasi juga membebaskan manusia dari sikap tunduk
kepada keperluan jasmaninya yang cenderung menzhalimi dirinya sendiri,
karena sifat jasmani adalah cenderung lalai terhadap hakikat dan asal muasal
manusia. Dengan demikian, Islamisasi tidak lain adalah proses pengembalian
kepada fitrah.
6. Bahwa di dalam Islamisasi ilmu pengetahuan terdapat pengakuan akan
adanya hirarki atau tingkatan-tingkatan ilmu pengetahuan
7. Meletakkan wahyu bukan saja sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan
tetapi juga standar tertinggi dalam menemukan kebenaran

Selanjutnya, Secara umum, Islamisasi ilmu tersebut dimaksudkan untuk


memberikan respon positif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang
sekularistik dan Islam yang "terlalu" religius, dalam model pengetahuan baru
yang utuh dan integral tanpa pemisahan di antaranya. Kegiatan al-Faruqi dalam
masalah Islamisasi didorong oleh pendapatnya bahwa ilmu pengetahuan dewasa
ini sudah sekuler, dan jauh dari kerangka tauhid. Untuk itu dia menyusun
kerangka teori, metode dan langkah-langkah praktis menuju Islamisasi ilmu
pengetahuan.
Sebagaimana dapat disimak dalam bukunya Islamization of knowledge
(Islamisasi ilmu pengetahuan). Sejalan dengan itu, dia juga menyerukan adanya
perombakan sistem pendidikan Islam yang mengarah kepada Islamisasi ilmu
pengetahuan dan terciptanya paradigma tauhid dalam pengetahuan dan
pendidikan. Sebagai panduan untuk usaha tersebut, al-Faruqi menggariskan satu
kerangka kerja dengan lima tujuan dalam rangka Islamisasi ilmu,
Sebagai Berikut :
1. Penguasaan disiplin ilmu modern
2. Penguasaan khasanah warisan Islam
3. Membangun relevansi Islam dengan masing-masing bidang ilmu modern dan
khazanah warisan Islam secara kreatif dengan ilmu-ilmu modren.
4. Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara kreatif dengan
ilmu-ilmu modern.
5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan
pola rencana Allah Swt.

Itulah tujuan-tujuan yang harus dicapai menurut al-Faruqi, dimana tujuan itu
sejalan dengan langkah-langkah yang ia berikan. Al-Faruqi adalah orang yang
benar-benar jelas idenya dalam merumuskan Islamisasi ilmu pengetahuan ini.
Karena al-Faruqi, mulai dari langkah-langkah sampai ketujuan ia
merumuskannya dengan sangat jelas, dan bahkan bukan cuma satu tujuan yang
ia rumuskan tapi ada lima, begitu juga dengan langkah-langkahnya ada dua belas
langkah-langkah Islamisasi ilmu pengetahuan yang dirumuskan al-Faruqi.

2.5. Langkah-langkah Islamisasi


Pandangan al-Faruqi berkenaan dengan langkah-langkah dalam Islamisasi
ilmu pengetahuan, dia mengemukakan ide Islamisasi ilmunya berlandaskan pada
esensi tauhid yang memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan harus mempunyai
kebenarannya. Al-Faruqi menggariskan beberapa prinsip dalam pandangan
Islam sebagai kerangka pemikiran metodologi dan cara hidup Islam. Prinsip-
prinsip tersebut ialah:
1. Keesaan Allah.
2. Kesatuan alam semesta.
3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan.
Menurut al-Faruqi, kebenaran wahyu dan kebenaran akal itu tidak
bertentangan tetapi saling berhubungan dan keduanya saling melengkapi. Karena
bagaimanapun, kepercayaan terhadap agama yang di topang oleh wahyu
merupakan pemberian dari Allah dan akal juga merupakan pemberian dari Allah
yang diciptakan untuk mencari kebenaran.

2.6. Pro-Kontra tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Diskursus seputar Islamisasi ilmu pengetahuan ini telah begitu lama
menebarkan perdebatan penuh kontroversi di kalangan umat Islam. Semenjak
dicanangkannya sekitar 30 tahun yang lalu, berbagai sikap baik yang pro maupun
yang kontra terus bermunculan. Satu pihak dengan penuh antusias dan
optimisme menyambut momentum ini sebagai awal revivalisme (kebangkitan)
Islam. Namun di pihak lain menganggap bahwa gerakan "Islamisasi" hanya
sebuah euphoria sesaat untuk mengobati "sakit hati" dan inferiority complex
karena ketertinggalan mereka yang sangat jauh dari peradaban Barat, sehingga
gerakan ini hanya membuang-buang waktu dan tenaga dan akan semakin
melemah seiring perjalanan waktu dengan sendirinya.
Pemikiran al-Faruqi dan al-Attas tentang Islamisasi ilmu pengetahuan
menimbulkan pro dan kontra dikalangan ilmuan muslim. Meskipun demikian
dalam hal ini mereka banyak memperoleh pengikut di berbagai Negara. Untuk
mempublikasikan dan menyebarkan pemikirannya seperti al-Faruqi mendirikan
the association of muslim social. Sedangkan al-Attas dalam menggagas ide
islmisasinya dia mendirikan sebuah institutsi pendidikan yang prestius yaitu
International Instituse of Islamic Thogth and Civilization, yang dikenal dengan
singkatan ISTAC.
Dalam berbagai pergolakan keilmuan selalu ada penerimaan dan penolakan
(pro-kontra) dan hal inilah yang terjadi dalam gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan, banyak alasan yang dipaparkan oleh mereka yang kontra, begitu
juga bagi yang pro berbagai alasan di ketengahkannya untuk mendukung hal
pembenaran atas konsep mereka. Adapun alasan dari masing-masing tersebut
sebagai berikut :
Orang-orang yang kontra dan alasan-alasannya
Tokoh pemikir Islam yang menolak gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan salah
satunya adalah Muhammad Arkoun, Guru besar Universitas Sorbonne Prancis,
mengatakan bahwa keinginan dari para cendikiawan muslim untuk melakukan
Islamisasi ilmu dan teknologi merupakan kesalahan, sebab hal ini dapat
menjebak kita pada pendekatan yang menggap bahwa Islam hanya semata-mata
sebagai ideologi. Yang tidak bisa berbuat apa-apa selain menciplak karya orang.
Sedangkan di Indonesia salah satu tokoh yang tidak sejalan dengan gagasan ini
yaitu Usep Fathuddin, yang mengatakan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan
tidak perlu, karena dengan Islamisasi bukanlah kerja ilmiah dan kreatif, karena
yang dibutuhkan sekarang adalah terlebih-lebih lagi bagai para cendikiawannya
adalah menguasai dan mengembangkan ilmu. Islamisasi ilmu pengetahuan
hanyalah kerja kreatif atas karya orang lain saja, sampai tingkat tertentu, dan hal
itu tak ubahnya sebagai pekerja jalanan di pinggir jalan, manakalah orang ilmuan
berhasil menciptakan atau mengembangkan ilmu, maka orang Islam (sebagian)
akan mencoba menangkap dan berusaha mengIslamkannya.
Lebih lanjut Usep Fathuddin memberi komentar, bahwa seorang tukang yang
sangat ahli, barangkali akan mampu mengubah sesuatu sehingga berbeda dengan
watak aslinya, atau berbeda paradigmanya. Tapi kalau tukang yang kurang ahli,
barangkali hanya cukup dengan mengalungkan label. Islamisasi ilmu
pengetahuan tidak ubahnya seperti pembuat label, seperti membuat kaligrafi
pada suatu bangunan, supaya dikatakan bangunan Islami, lebih lanjut dijelaskan
bahwa semangat Islamisasi ilmu pengetahuan itu didasari satu anggapan tentang
keilmuan dan Islam, klaim yang paling sering kita dengar ialah adanya dua
kebenaran di dunia ini, kebenaran ilmu dan kebenaran agama. Ilmu dikatakan
sebagai relatif, spekulatif dan tak pasti, semantara agama dianggap absolute,
transcendental dan pasti. Tapi kalau kita lihat sejarah, ternyata Islam tidak
menganal permasalahan antara “keagamaan” dan “ilmu”. Bahkan sebaliknya,
sering dianggap puncaknya sejarah dan perdaban Islam, justru terjadi ketika
menyatukan keagamaan dan ilmu itu.
Selanjutnya yang kontra terhadap ide Islamsasi ilmu pengetahuan ini adalah
Fazlur Rahman, kritik Rahman diarahkan kepada beberapa konsep Islamisasi
sains yang kurang memahami tradisi intelektual Islam masa lampau. Rahman
juga mengkritik rencangan sistematis al-Faruqi mengenai langkah-langkah
Islamisasi ilmu pengetahuan yang dianggapnya terlalu mekanistis. Dalam
sejarah Islam sendiri, para ilmuan muslim banyak menyerap unsur-unsur baru
dari peradaban non-Islam. Menurut Fazlur Rahman ilmu pengetahuan tidak perlu
disilamkan, karena tidak ada yang salah di dalam ilmu pengetahuan. Masalahnya
hanya dalam menyalahgunakan, ia menyatakan ilmu pengetahuan akan
tergantung kepada cara menggunaannya.
Kritikan berikutnya datang dari Pervez Hoodbhoy, kritiknya mirip dengan
pandangan para instrumentalis bahwa tujuan agama adalah meningkatkan
moralitas, dan bukan menyatakan fakta-fakta ilmiah secara spesifik. Ia juga
mengatakan bahwa usaha Islamisasi sains itu tidak mungkin dan setiap upaya
untuk membangunnya merupakan usaha mubazzir. Selanjutnya dia juga
mengajukan data-data historis bahwa; ketika masalah keyakinan religius dibawa-
bawa dalam praktek ilmu pengetahuan, maka yang kerap terjadi adalah eksekusi
ilmuan oleh kaum agamawan ortodoks, yang dikhawatirkan justru menghambat
perkembangan ilmu pengetahuan, sebagaimana telah terjadi dalam sejarah
Kristen maupun dalam sejarah Islam yang lebih awal.
Selanjutnya adalah Abdus Salam yang merupakan orang yang mengkritik
Islamisasi sains, sebagaimana argumennya yang menyatakan bahwa; hanya ada
satu sains universal, problem-problemnya dan bentuk-bentuknya adalah
internasional dan tidak ada sesuatu seperti sains Islam sebagaimana tidak ada
sains Hindu, sains Yahudi atau sains Kristen.
Kritikan terhadap Islamisasi ilmu pengetahuan juga diajukan oleh Abdul
Karim Sorush. Ia menyimpulkan Islamisasi ilmu pengetahuan adalah tidak
mungkin atau tidak logis, alasannya; realitas bukan Islami atau bukan pula tidak
Islami. Para filosof terdahulu tidak pernah menggunakan istilah filsafat Islam.
Mengelaborasi ringkas argumentasinya, Abdul Karim Sorush menyatakan
bahwa; jawaban-jawaban yang benar tidak bisa diIslamkan, kebenaran adalah
kebenaran, dan kebenaran tidak bisa diIslamkan, pertanyaan-pertanyaan dan
masalah-masalah yang diajukan adalah mencari kebenaran sekalipun diajukan
oleh non muslim.
 Orang-orang yang pro dan alasan-alasannya :
Ilmuwan yang mendukung gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini salah
satunya adalah Mulyanto dengan argumennya bahwa Islamisasi ilmu
pengetahuan sering dipandang sebagai proses penerapan etika Islam dalam
memanfaatkan ilmu pengetahuan kriteria pemilihan suatu jenis ilmu
pengetahuan yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain, ilmu hanya
berlaku sebagai kriteria etis di luar struktur ilmu pengetahuan. Asumsi
dasarnya adalah bahwa ilmu pengatahan adalah bebas nilai, konsekuensi
logisnya mereka menggap mustahil munculnya ilmu pengetahuan Islami,
sebagaimana mustahilnya pemunculan ilmu pengetahuan Marxisme. Dan
Islam berserta ideology lainnya, hanya mampu memasuki subjek ilmu
pengetahuan dan tidak pada ilmu itu sendiri. Islam hanya berlaku sebelum
dan sesudah ilmu pengetahuan beraksi, lalu menyerahkan kedaulatan mutlak
pada metodelogi ilmu bersangkutan. Lebih lanjut ditegaskan bahwa
Islamisasi ilmu pengetahuan, tak lain dari proses yang hakiki, yakni tauhid,
kesatuan makna kebenaran dan kesatuan ilmu pengetahuan.
Senada dengan hal tersebut di atas Haidar Bagir menjelaskan bahwa
Islamisasi ilmu pengetahuan secara implisit adalah penting, misalnya tentang
perlunya di bentuk sains yang Islami, hal ini didukung dengan dua
argumentasi yang sangat mendasar yaitu : pertama, Islam butuh sebuah
sistem sains yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan material dan spiritual,
sistem sains yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut, ini disebabkan sains modern mengandung nilai-nilai khas Barat
yang melakat padanya, nilai ini banyak bertentangan dengan nlai-nilai Islam
selain itu telah terbukti menimbulkan ancaman bagi keberlangsungan hidup
manusia di muka bumi. Kedua, ummat Islam pernah memiliki peradaban
Islami di mana sains berkembang sesuai dengan nilai dan kebutuhan-
kebutuhan umat Islam. Jadi sebetulnya, jika syarat-syarat untuk itu mampu
dipenuhi, kita punya alasan untuk tetap menciptakan kembali sebuah sains
Islam dalam peradaban Islam pula.
Ilmu pengetahuan perlu dibangun dengan dasar ajaran Islam yaitu al-
Qur'an , yaitu ilmu yang didasarkan atas ajaran tauhid, yang melihat bahwa
antara ilmu pengetahuan modern dengan ajaran Islam harus
bergandengtangan. Ilmu pengetahuan adalah hasil teorisasi terhadap gejala-
gejala alam dengan menggunakan metode dan pendekatan ilmiah. Sedangkan
ajaran Islam juga hasil ijtihad terhadap ayat-ayat Allah yang terdapat didalam
al-Qur`an, al-Sunnah. Ayat-ayat Allah yang terdapat di jagat raya adalah
berasal dari Allah. Demikian pula ajaran agama juga berdasarkan pada ayat-
ayat Allah. Dengan demikian antara keduanya adalah ayat-ayat Allah. Satu
dan lainnya berasal dari satu kesatuan (tauhid).
Islam sebagai agama yang mendukung tentang ilmu tidak menghendaki
pola fikir yang sempit dan fanatik karena semua itu hanya akan
mengantarkan pada kekendoran dan kelemahan manusia dan menjadikannya
terisolir dari dunia kehidupam yang sangat komleks, dan yang lebih tegasnya
lagi bahwa Islam tidak mau ummatnya berfikir dan bertindak dari hal-hal
yang siafatnya tradisional saja tetapi Islam membawa manusia supaya maju,
dinamis, dan peka terhadap perkembangan zaman, mampu memahami
kehidpan lingkungannya dan masyarakatnya.
Sebenaranya bagi mereka yang menolak gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan hanya terkesan ada sedikit rasa gengsi mengambil ilmu
pengetahuan dari barat kemudian mengIslamkannya, bagi mereka bahwa
Islam perlu memiliki pengetahuan yang Islami sebagaimana dalam sejarah
Islam. Namun caranya bukan dengan mengambil ilmu dari barat dan
mengIslamkannya, melainkan langsung saja membentuk dan
mengembangakan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada ciri dan sifat
ajaran Islam. semantar itu bagi meraka yang setuju dengan gagasan
Islamisasi ilmu pengetahuan ini, bukan berari tidak setuju dengan
membentuk ilmu pengetahuan dengan corak Islam dengan mandiri
melainkan bersamaan dengan itu dipandang tidak ada salahnya bila kita
mengambil ilmu pengetahuan dari barat lalu mengIslamkannya sebagaiman
misalnya barat juga pernah mengambil ilmu pengetahuan dari Islam di zaman
klasik lalu mensesuaikannya dalam ajaranya.
Terlepas dari pro-kontra di atas, yang menjadi tantangan besar bagi
kelanjutan proses Islamisasi dan merupakan the real challenge adalah
komitmen sarjana dan institusi pendidikan tinggi Islam sendiri. Tantangan
globalisasi yang terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi semakin membingungkan. Ilmu dianggap sebagai
komoditi yang bisa diperjualbelikan untuk meraih keuntungan. Akibatnya,
orientasinyapun ikut berubah, tidak lagi untuk meraih “keridhaan Allah”
tetapi untuk kepentingan diri sendiri. Universitaspun hanya berorientasi
untuk memenuhi kebutuhan pragmatis, menjadi pabrik industri tenaga kerja
dan bukan lagi merupakan pusat pengembangan ide-ide ilmu pengetahuan.
Sehingga merupakan hal yang wajar jika al-Attas mengungkapkan bahwa
tantangan terbesar terhadap perkembangan gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan muncul dari kalangan umat Islam itu sendiri. Dan tantangan
yang tak kalah besarnya adalah akibat kedangkalan pengetahuan umat Islam
terhadap agamanya sendiri. Hal ini, menurutnya, bisa dilihat dari karya tulis
yang mereka hasilkan yang mencerminkan bahwa mereka belum memahami
Islam dengan baik.

2.7. Pengaruh Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Adapun pengaruh gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ada yang merupakan
pengaruh positif dan ada yang negatif, yaitu:
1. Adanya ilmuan muslim yang mengatakan bahwa gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan muncul sebagai reaksi adanya konsep dikhotomi antara agama
dan ilmu pengetahuan yang dimasukkan masyarakat Barat dan budaya
masyarakat modern.
2. Selanjutnya dengan munculnya ide islamisasi ilmu pengetahuan maka
mengakibatkan pertentangan diantara ilmuan kita.
3. Yang menjadi pengaruh positifnya adalah melalui islamisasi ilmu
pengetahuan munculnya ilmu-ilmu dan juga perekonomian yang islami,
seperti ilmu kedokteran yang islami, Bank Syari`ah. Makanya mari
menabung di Bank Syari`ah dan berinvestasi agar instrumen ekonomi Islam
membesar.
4. Dengan gagasan islamisasi sains tersebut maka sains dapat memproduk
teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi bisa serasi dengan maqasid
syariah dan bukan dengan nafsu manusia.
5. Gagasan atau gerakan Islamisasi Ilmu Pengetahuan menggugah hati kaum
muslimin untuk sadar dengan keadannya, karena islamisasi ssains
merupakan salah satu upaya menjawab tantangan modernitas yang melanda
umat Islam. Karena ada semacam guncangan di kalangan umat Islam,
menyaksikan realitas yang menempatkan diri mereka pada sudut buram
sejarah. Di balik kemegahan peradaban Barat yang terus melaju pasca
Renaissance, sebagian besar dunia Islam secara kontras justru termegap-
megap dalam sesuatu yang dalam visi modern disebut perangkap
kemunduran dan keterbelakangan. Terlebih, masih segar dalam ingatan
kolektif umat Islam bahwa beberapa abad lampau mereka pernah memegang
supremasi peradaban dengan dominasi yang kukuh pada ranah kebudayaan,
politik maupun ekonomi. Dengan simbol kekuasaan politik Kekhalifahan
Abbassiyah di Bagdad, Kekhalifahan Umayyah di Cordova, mereka pernah
berada pada posisi superior dibandingkan masyarakat Eropa yang pada masa
itu justru terkungkungi masamasa sejarah yang gelap. Seiring dengan
gerakan “kembali ke Islam” yang marak di kampus-kampus semenjak tahun
1980-an, gerakan Islamisasi Ilmu Pengetahuan menjadi semacam cermin
kerinduan para intelektual dan ilmuan Muslim modern terhadap sesuatu yang
“khas” milik mereka. Gerakan ini juga menggambarkan tekad mereka
untukmenerapkan ajaran Islam yang diyakini kaafah, syaamil dan kaamil,
sempurna dan mencakup segalanya. Dan tentu saja, kesadaran akan
“kejayaan umat Islam di masa lalu” menjadi bagian inheren dari gerakan ini.
6. Terwujudnya keadilan, tersebarnya kedamaian dan kasih sayang kepada
seluruh umat manusia, juga terciptanya kesetaraan, kebersamaan, tolong
menolong dan penghormatan hak asasi antar umat manusia.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Tanpa kita sadari problem umat islam saat ini sangatlah besar, bahkan lebih
besar dari pada problem umat umat terdahulu.
problem-problem tersebut berupa :
1. lemah dalam pendidikan
2. lemah dalam ilmu pengetahuan
3. lemah dalam perencanaan-perencanaan
4. lemah dalam pengorganisasian
5. lemah dalam keamanan
6. lemah dalam memobilisasi potensi-potensi diri
dari problem-problem diatas maka kita selaku umat Islam yang baik maka
kita hendakanya meningkatan moralitas umat islam Indonesia harus digencarkan
kembali melalui pembaharuan-pembaharuan yang sifatnya tidak bertentangan
dengan dasar-dasar islam dan di lain pihak juga dapat membentuk karakter
bangsa Indonesia yang adalah muslim .

3.2 SARAN
Berpegang teguhlah kalian kepada kitab Allah dan sunnah Nabi Muhammad
SAW. Jadilah orang yang punya akan prinsip sehingga pengaruh apapun
darimanapun tidak akan mempengaruhi diri kita sendiri. Boleh mengikuti
perkembangan zaman namun harus tahu batasan-batasannya sampai sejauh mana
sehingga bisa mentrigger diri kita untuk tetap menjadi lebih baik . Ingat “Islam
is my life..Without Allah we are NOTHING..”
DAFTAR PUSTAKA

http://www.kompasiana.com/wanitasholehah/problematika-umat-islam-masa
Kini_551b43758133110a0a9de524

http://pustakaasysyifaa.tumblr.com/post/109672667930/problematika-umat-islam-
dan-solusinya

http://amirsyampa.blogspot.co.id/2012/01/makalah-problematika-ummat-masa-
kini.html

Ramayulis dan Syamsul Nizar. 2005. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam,


Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia, Ciputat:
Quantum Teaching.

Syadily. Ahmad, dan Mudzakir. 1997. Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia.

Fathurahman, Oman. 2012. Ithaf Al-Dhaki: Tafsir Wahdatul Wujud Bagi Muslim
Nusantara. Surabaya: Mizan.

Anda mungkin juga menyukai