2.1.1.05.009 | Hadits
Tujuan Umum
Menguatkan ikatan dengan sunnah Rasulullah Saw, berdasarkan pada landasan fahm (pemahaman) ,
cinta, mengerti akan pikiran-pikiran pokoknya, dan ikatan dengan petunjuk-petunjuknya, beramal
dengan hukumnya diiringi dengan pemahaman yang baik, merumuskan sasaran-sasaran yang tepat
sebagai petunjuk untuk segala zaman dan tempat, dan kembali kepadanya dalam segala hal lebih-lebih
ketika terjadi pertentangan.
Tujuan-tujuan Kognitif
1. membaca nash hadits dengan baik
2. menghafalkan hadits-hadits yang sudah ditentukan
3. menyebutkan perawi hadits, pentakhrijnya, dan derajatnya.
4. menyebutkan tema hadits
5. menjelaskan arti kosa kata hadits
6. membuktikan arti hadits dengan ayat-ayat al Qur`an sedapat mungkin
7. Menjelaskan tentang ajaran Islam yang memuliakan Keluarga
8. Menjelaskan tentang hak anak perempuan
9. Allah sangat menyayangi anak melebihi kasih sayang ibu terhadap anaknya
10. Meletakkan Anak dalam pelukan atau Pangkuan
11. Menerangkan urgensi kasih sayang kepada anak, terutama yang masih kecil, yaitu dengan
menciumnya, mengecupnya dan meletakkannya di pelukan atau pangkuan
12. Menerangkan bahwa rizki itu ada di tangan Allah swt, dan bahwa tidak ada anak yang
dilahirkan kecuali ia membawa rizkinya
13. Menerangkan larangan Nabi tentang membunuh anak karena takut miskin
14. Menyimpulkan nilai-nilai tarbiyah dari hadits ini
Pilihan Kegiatan
Pilihan kegiatan yang bisa diselenggarakan dalam halaqah adalah:
Kegiatan Pembuka
Mengkomunikasikan tema dan tujuan kajian Kewajiban Orang tua terhadap anak
Kegiatan Inti:
a. Kajian tentang tema Kewajiban Orang tua terhadap anak
b. Berdikusi dan tanya jawab tema tersebut (lihat tujuan Kognitif, afektif dan psikomotor)
c. Penekanan dari Murobbi tentang nilai dan hikmah yang terkandung dalam kajian tersebut
Kegiatan Penutup:
a. Kesimpulan (lihat Tugas mandiri dan lihat kegiatan pendukung)
b. Evaluasi
Kegiatan-kegiatan Penunjang
1. Menyiapkan acara televisi yang edukatif untuk menerangkan urgensi menyayangi anak dan
cara yang cocok untuk mendidik anak
2. Menulis cerita yang mengungkapkan bahwa rizki ada di tangan Allah, dan anak itu dilahirkan
dengan membawa rizkinya.
3. Menulis makalah yang membahas tentang bahaya pembatasan keturunan dengan berargumen
pada berkurangnya sumber daya alam.
Pendahuluan
Islam turun sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, sebagaimana yang disebutkan Allah Taala kepada
Rasulullah saw.
إ إ
مومماَ أملرمسلمناَمك إلل مرلحمة للمعاَلمم م
ي
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
(Al-Anbiya: 107)
Dengan misi yang sangat mulia itulah, dapat dipahami bahwa syariat Islam akan memberikan
perhatian yang sangat tinggi terhadap segala hal yang terkait dengan tindakan-tindakan yang akan
membuahkan hasil berupa rahmatan lil ‘alamin.
A. Memuliakan Keluarga
1. Hubungan suami-istri
Perhatian terhadap keutuhan dan keharmonisan keluarga diingatkan dengan sangat jelas dalam Al-
Qur’an mengenai hakikat dan tujuan pembentukan keluarga itu sendiri. Perhatikan firman Allah Taala
dalam Ar-Rum: 21
موإمملن ءماَيممماَتإإه أملن مخلمممق لمكك ملم إم ملن أمنَلمكفإس مككلم أملزمواَةجمماَ لإتملس مككنكوُاَ إلمليَممهمماَ مومجمع ممل بممليَمنمكك ملم مم مموُلدة مومرلحممة إلن إفم
ت لإمقلوُتم يممتمممفلككرومن
ك ملياَ ت
مذل م م
إ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir.”
Dengan demikian, sakinah, mawaddah dan rahmah merupakan suatu kondisi yang hendaknya
diciptakan oleh pasangan suami isteri di dalam rumah tangganya.Dan ini memerlukan suatu upaya
yang sistematis dan konstruktif dari kedua belah pihak. Tuntunan interaksi harmonis suami isteri dapat
kita lihat dalam beberapa pesan Al-Qur’an dan Hadis:
ل ل
س لبهكمم بوأبنَمنتهمم لبباَ س
س لبههنن ههنن لبباَ س
“… mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka…” (Al-Baqarah:
187)
َف فمإلن مكإرلهتككموُكهلن فمممعمسىَ أملن تملكمركهوُاَ مشليَةئاَ مومليمعمل اَللهك فإيَإه مخليَمةراَ مكثإةيا
وعاَإشروهلن إباَلمعرو إ
م م ك ك م لك
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak. “ - (An Nisaa: 19)
ب إ مباَ محإف م
ظ اَللهك ت لإلغمليَ إ إ
ت محاَفمظاَ ت
صاَإلاَ إ
ت مقاَنَمتاَ ت
مفاَل ل م ك
“…Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka...” ( An-Nisaa: 34)
“ Janganlah seorang (suami) mukmin membenci seorang (istri) mu’minah. Jika ia tidak suka dengan
salah satu perilakunya, ia dapat menerima perilakunya yang lain (Muslim)
2. Memuliakan anak
Memuliakan keluarga juga berarti meningkatkan kualitas hubungan antara orang tua dan anak. Dalam
hal ini, patokan paling utama adalah perintah Allah Taala kepada orang-orang beriman untuk menjaga
keselamatan keluarganya dari api neraka
Sungguh menjadi kewajiban orang tua untuk menjadikan anak-anak mereka orang-orang yang
beriman dan beramal saleh. Memuliakan anak berarti memenuhi hak-hak mereka, bahkan sejak awal
kehidupan mereka dimulai yakni:
a. Menerima kelahiran
Menerima kelahiran mereka dengan penuh sukacita, tidak boleh menolaknya. Sabda Nabi:
Aku melihat Rasulullah saw azan di telinga Husein ketika dia baru saja dilahirkan oleh Fatimah ra.
(Al-Hakim)
c. Tahnik,
Yaitu sunnah yang diajarkan Rasulullah SAW berupa pemberian makanan manis dan lembut di saat-
saat pertama kehidupan anak (bisa dengan kurma atau madu)
f. Aqiqah:
Menyembelih hewan qurban untuk kelahiran mereka pada hari ketujuh. Rasulullah saw. bersabda,
“Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua ekor kambing yang memenuhi syarat dan bayi perempuan cukup
dengan satu ekor kambing.” (Ad-Darami)
g. Cukur rambut:
Pada hari yang ketujuh pula dilakukan pencukuran rambut, dan menimbang rambut tersebut lalu
dikonversi dalam satuan emas atau perak yang selanjutnya disedekahkan kepada faqir miskin.
h. Khitan:
Dari segi medis khitan jelas bermanfaat bagi kesehatan. Dengan khitan berarti sejak kecil ia sudah
dipelihara harga diri, kehormatan dan kesehatannya.
Selanjutnya memuliakan anak berarti juga memberikan pendidikan yang baik kepada mereka. Al
Qur’an secara monumental telah mengisyaratkan pentingnya pendidikan anak ini melalui kisah
Lukman ketika sedang mendidik anaknya:
Abu Usaid (Malik) bin Rabi’ah Assa’diyah berkata: Ketika kami duduk di sisi Rasulullah SAW
mendadak datang seorang dari Bani Salimah dan bertanya: Ya Rasulullah apakah masih ada jalan
untuk berbakti terhadap ayah bundaku sesudah mati keduanya? Jawab Nabi: Ya, men-sholatkan
atasnya, membacakan istighfar atas keduanya dan melaksanakan janji (wasiat) nya, serta
menghubungkan ikatan yang tidak dapat dihubungkan melainkan karena keduanya, dan menghormati
teman-teman keduanya (Abu Dawud)
Di antara tindakan-tindakan praktis membina hubungan yang baik kepada orangtua dalam konteks
memuliakan mereka adalah:
b. Selalu menjaga silaturahim dengan cara mengunjungi mereka secara rutin (berkala) sesuai
kemampuan. Bila jarak tempat tinggal jauh, dapat dilakukan melalui telpon atau surat. Tanyailah
keadaan kesehatan mereka, masalah-masalah mereka.
c. Memenuhi kebutuhan mereka, terutama tentu saja kebutuhan hidup sehari-hari berupa sandang,
pangan dan papan.
بفبقنببلهْه، أببخذب النبلبيِ ن صلىَ ال عليهْ وسلم ن إبراهيم: ن عن أنَس بن ماَلك ن رضيِ ال عنهْ ن قاَل1
ْوشمنهه
Dari Anas bin Malik –ra. Berkata: Rasulullah saw menggendong Ibrahim dan menciuminya. (Al-
Bukhari)
Ibnu Al Baththal berkata:
اهيَْم
ِ َسّلَم ـ إِْبر
َ عَلْيهِ َو
َ ُي ـ صَّلى ا
ّ ِالنب
ّ خَذ
َ َأ
Rasulullah mengambil anaknya –Ibrahim- dari ibunya Mariyah Al Qibthiyah,
Penjelasan:
Rasulullah saw mencium Al Hasan bin Ali –ra. Putra Fathimah –ra.
Al Hasan lahir pada tahun 2 (dua) Hijriyah.
Ketika itu Al Aqra’bin Habis At Tamimiy sedang duduk berada di hadapan Rasulullah saw. Ia seorang
mu’allaf, sehingga Islamnya menjadi baik.
Rasulullah saw melihatnya dengan pandangan yang kurang menyenangkan karena ia tidak pernah
mencium anaknya.
Kemudian Rasulullah saw bersabda, untuk merubah sikapnya terhadap anak-anaknya, sehingga
anaknya merasakan kasih sayangnya dengan menciuminya.
حُم
َ ل ُيْر
َ حْم
َ ل َيْر
َ ن
ْ َمBarang siapa yang tidak menyayangi maka ia tidak disayangi.
حُم
َ ل ُيْر
َ حْم
َ ل َيْر
َ ن
ْ َمHuruf ya pertama di baca fathah dan ya’ kedua dibaca dlammah. Boleh juga
kedua ya’ dibaca rafa’ (huruf mim dibaca dlammah) dengan menstatuskan kata “Man” sebagai isim
Maushul. Atau keduanya dibaca jazm (mim dibaca sukun/mati) dan kata Man berstatus syarat. Namun
pada umumnya para rawi membacanya dengan rafa’.
Jawaban Rasulullah kepada Al Aqra menunjukkan bahwa mencium anak itu bertujuan untuk
menunjukkan kasih sayang dan perhatian, bukan kelezatan atau syahwat.
Kata “rahmat” kasih sayang dari sesama makhluk adalah kelembutan hati yang membuat seseorang
memuliakan, dan ihsan (berbuat baik) . Rahmat dari sesama makhluk adalah termasuk dalam amal
shalih, sedangkan rahmat dari Allah swt adalah balasan atas amal shalih yang dilakukan.
Sesungguhnya orang yang berfikir dan bersemangat untuk membuat kebaikan pada dirinya sendiri
akan berusaha agar rasa kasih sayang itu menjadi akhlak dan kepribadiannya, agar mendapatkan
rahmat Allah dan kasih sayang sesama manusia. Barang siapa yang menyayangi ia akan disayangi, dan
sebaliknya; barang siapa yang tidak menyayangi maka tidak disayangi.
Dari hadits di atas dapat disimpulkan antara lain:
1. Masyru’iyyah (disyariatkannya) mencium anak, dan hal ini adalah sunnah Nabi yang mulia.
2. Orang yang tidak menyayangi sesama manusia dan makhluk hidup lainnya akan terhalang dari
rahmat Allah, dan kasih sayang sesama manusia. Karena balasan itu serupa dengan amalnya.
3. Orang yang menyayangi orang lain mendapatkan keberuntungan rahmat Allah dan kasih
sayang sesama manusia yang akan menjadi penolong di kala sempit dan pembela pada saat
yang dibutuhkan.
Penjelasan:
معها ابنتانMembawa dua anaknya
طْيُتَها
َ ع
ْ احَدًة َفَأ
ِ عْنِدي تَْمَرًة َو
ِ جْد
ِ سَأُلِني فََلْم َت
ْ َتIa memintaku, lalu aku tidak temukan kecuali sebutir
kurma, lalu aku berikan kepadanya. Hal ini menunjukkan kedermawanan Ummul Mukminin Aisyah –
ra. Ketika tidak ada sesuatupun yang bisa diberikan kecuali sebutir kurma, ia lebih prioritaskan untuk
wanita itu, daripada dirinya sendiri.
ن ْابَنَتْيَها
َ سَمْتَها بَْي
َ َفَقKemudian wanita itu membaginya untuk kedua anaknya. Secara tekstual hadits
ini menerangkan bahwa ibu itu tidak makan sedikitpun. Seorang ibu yang memprioritaskan anaknya
daripada dirinya adalah bentuk kasih sayang yang tidak diragukan lagi.
ْ ج
تَ خَر
َ ت َف
ْ ام
َ ُثّم َقKemudian wanita itu bangkit dan keluar, bersama dengan kedua anaknya dari
rumah Aisyah –ra.
" حّدْثُتُه
َ َسّلَم ـ ف
َ عَلْيِه َو
َ ُي ـ صَّلى ا
ّ النِب
ّ ل َ خ
َ َفَدKemudian Rasulullah saw masuk, lalu Aisyah –ra
menceritakan hal ini kepadanya.
" ًسْترا
ِ ن َلُه
ّ " ُكMereka menjadi penghalang. Dalam riwayat lain: ً كن له حجاباmereka menjadi hijab
(penutup) . Kata satr dan hijab memiliki makna yang sama.
Hadits ini menegaskan tentang hak anak perempuan. Karena pada umumnya mereka lemah dalam
memenuhi kebutuhan pribadinya. Berbeda dengan laki-laki, yang secara fisik lebih kuat, lebih cair
dalam berfikir, mampu memenuhi kebutuhannya, pada umumnya.
D. Allah sangat menyayangi anak melebihi kasih sayang ibu terhadap anaknya
Dari Umar bin Al Khaththab ra- berkata: Didatangkanlah para tawanan perang kepada Rasulullah saw.
Maka di antara tawanan itu terdapat seorang wanita yang susunya siap mengucur berjalan tergesa-gesa
–sehingga ia menemukan seorang anak kecil dalam kelompok tawananan itu- ia segera menggendong,
dan menyusuinya. Lalu Nabi Muhammad saw bersabda: Akankah kalian melihat ibu ini melemparkan
anaknya ke dalam api? Kami menjawab: Tidak, dan ia mampu untuk tidak melemparkannya. Lalu
Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah lebih sayang kepada hamba-Nya, melebihi sayangnya ibu ini
kepada anaknya, (Al Bukhari dan Muslim).
Penjelasan:
َقِدَمQaf dibaca dhammah, berbentuk Mabni Majhul (didatangkan)
سّبى
َ Tawanan dari Hawazin
ُ حُل
ب ْ َتHa’ dibaca fathah dan lam diberi tasydid. ثديهاBerbentuk mufrad (kata tunggal) dibaca rafa’
sebagai fa’il; telah mengalir air susu darinya. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata –dalam Fathul Bari- siap
mengeluarkan susu.
سَعى
ْ َتA’in dibaca fathah, dari kata sa’i (berjalan cepat) mencari anaknya yang hilang.
Lalu Rasulullah saw bersabda: لlam pertama dibaca, lam taukid (penegasan) . Sesungguhnya Allah
lebih sayang kepada hamba-Nya melebihi wanita itu sayang kepada anaknya. Allah tidak akan
melemparkannya ke neraka karena sangat sayang kepada mereka.
العبادPara hamba yang dimaksudkan adalah kaum mukminin yang bertaqwa yang beramal shalih.
Seperti firman Allah:
ب ل ل
ك بقاَبل بعنبذابيِ أهصنني ه سنبةر بولفيِ املبلخبرلة إلننَاَ ههمدبنَاَ إللبمي ب ل لل
ب لببناَ فيِ بهذهَ اليدنَمنبياَ بح ب بوامكته م
سنأبمكهتبهنبهاَ لللننلذيبن يبنتننهقننوُبن بويهنمؤتهنوُبن النزبكنناَبة ف
ب ت هكننل بشنيِ ل
ء م ع ن بللهْ من أببشاَء ورحملتيِ و ل
س
م ب ب ب م ه بب م ب ب
ل
الننلذيبن يبنتنبلعهننوُبن النرهسننوُبل النبلننيِ املهيمننيِ الننلذي يبلجنهدونَبهْه.بوالننلذيبن ههنمم بلبآبياَتلنبنناَ يهنمؤمننهنوُبن
بممكهتوُرباَ لعمنبدههمم لفيِ التننموُبرالة بوا مللنَملجيلل
“Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia Ini dan di akhirat; Sesungguhnya kami kembali
(bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku
kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-
orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami".
(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di
dalam Taurat dan Injil....(Al A’raf:156-157)
hadits ini dikuatkan pula oleh riwayat Imam Ahmad dan Al Hakim dari Anas, ra, berkata:
Penjelasan:
بحمجلرهَلHa’ dibaca kasrah, ada pula yang membacanya fathah, dan jim dibaca sukun/mati. Keterangan
keadaan ketika Nabi ُيحنكهmentahniknya, yaitu menyuapinya kurma setelah kurma itu dikunyahnya,
untuk mendapatkan berkah ludah Nabi Muhammad saw, yang bercampur dengan rasa kurma yang
manis.
ْ فبنبباَبل بعلبميلهLalu anak itu mengencingi bajunya, فببدبعاَ بلبماَلء فبأبتمنببنبعهْهlalu Nabi mengguyur bekas
kencing itu dengan air.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran, antara lain:
1. Menyayangi anak kecil, dan memperhatikannya. Nabi Muhammad saw meletakkan anak itu
dalam pelukannya dan mentahniknya
2. Bersabar menghadapi prilakunya, tidak membalasnya, karena belum mukallaf (bertanggung
jawab) .
Penjelasan:
بعمن أهبساَبمةب بملن بزيملدDari Usamah bin Zaid bin Haritsah, dipanggil pula
ّحِب
ُ ْن ال
ُ الِْحُبّ ْاب
kesayangan putra kesayangan Rasulullah saw, -lalu Rasulullah mendudukkan aku
di atas pahanya dan Al Hasan bin Ali duduk di paha lainnya. Hal ini menunjukkan perhatian dan cinta
Rasulullah kepada keduanya.
Usamah lebih tua dari Al Hasan. Mayoritas pendapat tentang umur Al Hasan adalah ketika Rasulullah
saw wafat ia berusia 8 (delapan) tahun, sedangkan Usamah ketika itu berusia 19 (sembilan belas)
tahun. Rasulullah saw memeluk keduanya kemudian berdoa: ”Ya Allah sayangilah keduanya, karena
sesungguhnya kami menyayanginya dan mengasihinya.
Hadits ini berisi tentang keutamaan Usamah bin Zaid dan Hasan bin Ali, dengan curahan cinta
Rasulullah saw kepada keduanya.
Dari hadits ini dapat diambil pelajaran, antara lain:
Bahwa meletakkan anak kecil di pangkuan adalah salah satu bentuk rahmat dan kasih sayang. Hal ini
membuktikan rasa cinta.
Penjelasan:
" ل َمَعُه
َ ن َيأُْك
ْ َشَيًة أ
ْ خ
َ ل الَْمْرِء َولََدُه
ِ ن َقْت
ْ ع
َ ي
ِ النْه
ّ ُ" َباب
Membunuh anak adalah perbuatan terlarang secara umum, tidak hanya karena takut makan bersama
saja. Akan tetapi jika ada larangan membunuh anak karena takut makan bersama, maka karena alasan
lainnya, lebih harus dilarang.
ً ِنداsekutu, ك
َ خَلَق
َ َوُهَوHanya Allah yang telah menciptakanmu, lalu bagaimana mungkin kamu
mensekutukannya? Maha suci Allah dari apa yang mereka sekutukan. Lalu Ibnu Mas’ud menanyakan
dosa apa lagi yang lebih besar. Rasulullah saw menjawab:
َ ن َيأُْكَل َمَع
ك ْ شَيًة َأ
ْ خ
َ ك
َ ل َوَلَد
َ ن َتْقُت
ْ َأEngkau bunh anakmu karena takut makan bersamamu. Kenapa
ada ketakutan seperti ini, yang menyebabkan dosa yang sangat besar? Sedangkan Allah menjamin:
َبوبل تبنمقتهنلهننوُا أبموبلبدهك نمم بخمش نيبةب إلممبللق نَبمح نهن نَبنمرهزقهنهه نمم بوإليننناَهكمم إلنن قبن متنلبهه نمم بكنناَبن لخطمئرننا
بكلبيررا
”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi
rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar”. (Al-Isra’:31)
Ibnu Mas’ud bertanya lagi: Lalu dosa apa lagi yang sangat besar? Jawab Nabi: Kamu berzina dengan
isteri tetanggamu. Karena perbuatan ini mengandung penodaan besar kepada orang yang seharusnya
dihormati, yaitu tetangga.
Allah swt menurunkan ayat yang membenarkan ungkapan Rasulullah ini dalam surah Al-Furqan: 68