Anda di halaman 1dari 53

Laporan Kasus

LUKA BAKAR

Pembimbing:
dr. Utama Abdi Tarigan, SpBP-RE (K)

Disusun Oleh:

Julius Tantono 130100002


Rycha Dwi Syafutri 130100071
Christopher Kendrick 130100295
Rizkia Pratiwi 130100073
Abirami Muthukumaru 130100384
Metia N Situmeang 130100191
Fidya Qodry 130100175
Chairul Ihsan Lubis 130100020
Grace Thangamani 130100348
Raja Permata Hasibuan 130100097

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan
kasus kami yang berjudul “Luka Bakar”.
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing, dr. Utama Abdi Tarigan, SpBP-RE (K)
yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus
ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk laporan kasus ini. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di
Indonesia.

Medan, Agustus 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….......... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 3
1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.3. Manfaat Penelitian ...................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………........ 4


2.1. Luka Bakar ................................................................................ 4
2.1.1 Defenisi Luka Bakar......... ............................................... 4
2.2 Epidemiologi Luka Bakar ........................................................... 4
2.3 Etiologi ...................................................................................... 4

2.4 Derajat Luka Bakar.............................................. ........................ 6


2.5 Klasifikasi Luka Bakar.............................................. ................... 9
2.6 Luas Luka Bakar.............................................. ............................ 9
2.7 Penanganan Luka Bakar.............................................. ................. 12
2.7 Nutrisi.............................................. ............................................ 23
2.8 Rujukan.............................................. .......................................... 23
2.9 Komplikasi Luka Bakar.............................................. .................. 24
2.10 Prognosis Luka Bakar.............................................. .................. 26

BAB 3 STATUS PASIEN .................................................................................... 28


BAB 4 FOLLOWUP............................................................................................ 37
BAB 5 DISKUSI KASUS..................................................................................... 42
BAB 6 KESIMPULAN ........................................................................................ 46

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. .. 47

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar adalah masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di


dunia. Setiap tahunnya diperkirakan lebih dari 300.000 kematian diakibatkan
oleh luka bakar karena api. Lebih dari 95% kejadian luka bekar berat terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan angka kematian tertinggi
akibat luka bakar ditempati oleh Asia Tenggara (11,6 kematian per 100.000

populasi per tahun).1


Di Indonesia angka kematian akibat luka bakar masih tinggi yaitu
sekitar 40%, terutama diakibatkan oleh luka bakar berat. Di Unit Luka Bakar
Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dari Jakarta 2011 hingga Desember 2012,
terdapat 275 pasien luka bakar dengan 203 diantaranya adalah dewasa. Dari
studi tersebut jumlah kematian akibat luka barar keseluruhan ialah 93 pasien

dengan orang dewasa sebanyak 76 pasien.2


Faktor risiko kematian pada pasien luka bakar adalah usia, persentasi
luas area terbakar dan penyakit kronis. Kegagalan organ dan sepsis adalah
penyebab kematian yang sering dilaporkan. Penyebab kematian pada fase akut

(48 jam pertama) ialah syok luka bakar dan inhalation injury.3
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan pada kulit atau jaringan
organ lain yang utamanya disebabkan oleh panas atau trauma akut. Penyebab
terjadinya luka bakar antara lain adalah kontak dengan sumber panas seperti air

panas, api, bahan kimia, listrik dan radiasi. 4 Luka bakar menyebabkan efek
lokal dan sistemik.

1
Efek lokal seperti kemerahan, bengkak, nyeri dan perubahan sensasi
rasa yang dikarenakan rusaknya jaringan epidermis dan jaringan sekitar. Efek
sistemik seperti syok, ditimbulkan oleh pelepasan sitokin dan mediator
inflamasi yang lain saat luas luka bakar mencapat 30% dari TBSA (Total Body

SurfaceArea).5 Kunci penanganan luka bakar akut adalah rehidrasi dan keadaan
ini membutuhkan penanganan segera.

2
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus luka
bakar dan membandingkannya dengan landasan teori yang sesuai. Penyusunan
laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintergrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang
dijumpai di lapangan.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas seperti, api secara langsung
(flame) maupun tidak langsung (flash), terkena air panas (scald), tersentuh
benda panas, sengatan matahari (sunburn), listrik, maupun bahan kimia, dan

lain-lain.6

2.2 Epidemiologi
Luka bakar telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global, angka
kematiannya sekitar 195.000 orang per tahun. Menurut Riskesdas 2007,
prevalensi luka bakar di Jawa Tengah adalah 7,2% dari seluruh kejadian cedera
total. Data yang diperoleh dari Unit Luka Bakar RSCM dari tahun 2009 – 2010
menunjukkan bahwa penyebab luka bakar terbesar adalah ledakan tabung gas
LPG (30,4%), kebakaran (25,7%), dan tersiram air panas (19,1%) dengan

mortalitas pasien luka bakar mencapai 34%(6). Sebagian besar pasien dirawat
karena luka bakar dengan luas 20 – 50%, menempati angka mortalitas tertinggi

(58,25%) dari keseluruhan kasus kematian akibat luka bakar (34%).7

2.3 Etiologi

Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:8,9,10

 Suhu
- Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
danmenyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau
menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

4
- Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami
kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat
seperti solder besi atau peralatan masak.

- Scalds (air panas)


Terjadi akibat kontak dengan air panas

- Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran napas distal di paru.

 Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka
bakar tambahan.

 Zat kimia.

Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denturasi protein, dan rasa


nyeri yang hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke
dalam menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil
sekalipun. Basa kuat banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan
pemutih pakaian. Kemampuan alkali menembus jaringan lebih kuat daripada
asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan
terjadi denaturasi prootein dan kolagen.

5
 Radiasi
Terpapar radiasi, seperti pada radioterapi superfisial yang dapat
menimbulkan eritema setempat.

2.4 Derajat

Derajat luka bakar dibedakan menjadi 3 tingkatan berdasarkan

kedalaman luka merusak lapisan kulit, yaitu:6,11,12


a. Luka Bakar Derajat I (Superficial burn)
Luka bakar derajat I hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh.
dalam 5-7 hari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat dan tidak ada bulla. Contoh luka bakar derajat I
seperti akibat tersengat matahari. Luka dapat sembuh tanpa bekas. Karena
tidak berbahaya, luka bakar derajat I tidak memerlukan pemberian cairan
intravena.

Gambar 2.1 Luka bakar derajat I6

b. Luka Bakar Derajat II (Partial thickness burn)

Luka bakar derajat II kedalaman luka mencapai lapisan dermis. Tetapi


masih ada elemen epitel vital yang menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi.
Elemen epitel tersebut terdiri dari sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat dan pangkal rambut. Luka dapat sembuh sendiri dalam 2-3 minggu.
Gejala yang timbul adalah kemerahan / campuran, epidermis rusak, nyeri,

6
sensitif terhadap udara, bengkak, permukaan basah dan berair serta terdapat
gelembung atau bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah
karena permeabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar derajat II sering
diakibatkan oleh cairan panas dan ledakan. Luka bakar derajat II dibedakan
menjadi 2:

1. Derajat IIA (Superficial partial thickness burn)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis.


Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk
sikatriks6.

2. Derajat IIB (Deep partial thickness burn)

Kerusakanmengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa


jaringan epitel sehat tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan
disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu > 1
bulan.

Gambar 2.2 Luka bakar derajat II6

c. Luka Bakar Derajat III (Full thickness burn)11

Luka bakar derajat III kerusakannya meliputi seluruh kedalaman kulit


dan mungkin subkutis atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen
epitel hidup yang tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka,
biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar.

7
Eskar merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan
kulit. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih
rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat, tidak ada bulla dan tidak
terasa nyeri.

Gambar 2.3 Luka bakar derajat III6

2.4.1 Pembagian Zona Kerusakan Jaringan


Akibat kontak dengan sumber termis, jaringan mengalami kerusakan
yang dibedakan atas 3 (tiga) area kerusakan menurut Jackson:

1. Zona koagulasi, zona nekrosis


Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi, atau
denaturasi protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan
jaringan ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak; karenanya
disebut juga sebagai zona nekrosis.

2. Zona statis
Daerah yang langsung berada di luar / di sekitar zona koagulasi. Di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan
trombosit dan leukosit, diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respons
inflamasi lokal. Akibatnya terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), dan
proses ini berlangsung selama 12-24jam pasca cedera; mungkin berakhir dengan
nekrosis jaringan.

8
3. Zona hiperemi
Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi
tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. Tergantung keadaan umum dan terapi
yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan; atau
berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama (degradasi luka).

2.5 Klasifikasi

Luka bakar dibedakan menjadi 3, yaitu luka bakar ringan, sedang dan berat.6
a) Kriteria luka bakar ringan:
- Luka bakar derajat II < 15%.
- Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak.
- Luka bakar derajat III< 2%.

b) Kriteria luka bakar sedang:


- Luka bakar derajat II 10-25% pada orang dewasa.
- Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak.
- Luka bakar derajat III <10%.

c) Kriteria luka bakar berat:

- Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa.


- Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak.
- Luka bakar derajat III 10% atau lebih.
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki, dan genital
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

2.6 Luas Luka Bakar


Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-kasus
dimana kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka bakar sangat
penting pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen pengobatannya.
Untuk perhitungan luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan

9
menggunakan `Rule of Nines` dari Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang
terjadi dapat diindikasikan sebagai presentasi dari total permukaan yang
terlibat oleh karena luka termal. Bila permukaan tubuh dihitung sebagai 100%,
maka kepala adalah 9%, tiap – tiap ekstremitas bagian atas adalah 9%, dada
bagian depan adalah 18%, bagian belakang adalah 18%, tiap-tiap ekstremitas
bagian bawah adalah 18% dan leher 1%. 13
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena
relatif luas permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif
permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk
bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lund and Browder untuk anak. Dasar
presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut adalah luas telapak tangan
dianggap seluas 1%.13

Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti
jarak korban dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan
korban pada waktu terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat
menentukan derajat keparahan dan luasnya luka bakar. Kain katun murni
akan mentransmisi lebih banyak energi panas ke kulit dibandingkan dengan
bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat dan dapat
menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai
kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang
relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah
luka bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat
maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu derajat luka bakar
akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan mengelilingi
tubuh.13

10
Gambar 2.4 Diagram zona luka bakar pada luka bakar derajat dua

Gambar 2.5 (a) dan (b) Perhitungan Luas Luka Bakar

11
Tabel 2.1 Rule of Nines untuk Penatalaksanaan Luka Bakar Pada
Permukaan Tubuh.

Struktur Anatomi Area Permukaan

Kepala 9%
Badan Depan 18%
Punggung 18%
Tiap Kaki 18%
Tiap Lengan 9%
Genitalia/perineum 1%

2.7 Penanganan

2.7.1 Penanganan awal (primary survey)6,11


Penanganan awal (primary survey) pada pasien luka bakar, sebagai
berikut:

a. Airway; membebaskan jalan napas, menilai adanya trauma inhalasi,


danmelakukan intubasi bila terdapat indikasi. Indikasi pemasangan
intubasi pada luka bakar, yaitu trauma inhalasi, stridor, luka bakar yang
melingkari leher sehingga mengakibatkan pembengkakan jaringan
sekitar jalan napas.
b. Breathing;memberikan O2, mengenali dan mengatasi keracunan CO
c. Circulation;memantau tekanan darah dan nadi, memasang kateter
urin,memeriksa sirkulasi perifer (Capillary Refill Time / CRT), dan
memasang infus.

d. Disability; menilai GCS.

12
e. Environment; memadamkan sumber panas lalu merendam atau
menyiramluka bakar dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya
15 menit, melepaskan pakaian, memeriksa luas luka bakar, memeriksa
adanya trauma penyerta lain, dan menjaga agar pasien tetap hangat.

f. Fluid;melakukan resusitasi cairan sesuai dengan luas luka bakar.

2.7.1.1 Pemberian Cairan Intravena14

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus


ditentukan secara teliti. Kemudian, jumlah cairan infus yang akan diberikan
dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.

a. Cara Evans
1) Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam

2) Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL plasma per 24


jam. Keduanya merupakan pengganti cairan yang diberikan
akibat edema. Plasma diperlukan untuk mengganti plasma
yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis
sehingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali
ciran yang telah keluar.

3) Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan,


diberikan 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam.

Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya


diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari kedua. Penderita mula-mula dipuasakan karena peristaltis
usus terhambat pada keadaan prasyok, dan mulai diberikan minum segera
setelah fungsi usus normal kembali. Kalau diuresis pada hari ketiga
memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan, infuse dapat
dikurangi bahkan dihentikan.

13
b. Rumus Baxter

Cara lain yang dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan


rumus Baxter, yaitu luas luka x BB dalam kg x 4 mL larutan Ringer.

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu
larutan Ringer Laktat. Hari kedua diberikan setengah cairan pertama. Contoh:
seorang dewasa dengan berat badan 50 kg dan luka bakar seluas 20%
permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 mL = 1000 mL larutan NaCl 0,9%
dan juga 1000 mL plasma sebagai cairan tambahan, disertai 2000 cc larutan
glukosa 5% sebagai kebutuhan dasar. Jumlah cairan pada 8 jam pertama sama
dengan jumlah cairan untuk 16 jam berikut, masing-masing 2000 mL; 24 jam
berikutnya = 2000 mL.

Menurut rumus Baxter, cairan diberikan dalam 2 hari, yaitu 20 x 50


mL x 4 = 4000 mL pada hari pertama, 2000 mL pada hari kedua. Pemberian
cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya bila penderita dalam keadaan
syok, atau jika diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat sangat
penting, karena fluktuasi perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase
awal luka bakar.

Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus-
menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari dieresis normal
yaitu sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24 jam atau 1 mL/kgBB/jam pada
pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan apakah sirkulasi normal
atau tidak.

Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi


yang tidak betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Hiponatremia sebagai gejala keracunan air dapat menyebabkan udem otak
dengan tanda kejang-kejang. Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan

14
sel dapat diketahui dari EKG yang menunjukkan depresi segmen ST atau
gelombang U. ketidakseimbangan elektrolit ini juga harus dikoreksi namun
bukan menjadi prioritas utama dalam resusitasi cairan emergensi manajemen
primer pasien trauma. Selain itu, ada pula beberapa formula yang biasa
digunakan untuk resusitasi cairan pada centre luka bakar.

Electrolyte Colloid D5W

Colloid formulas
Evans Normal saline 1,0mL/kg/% burn 2000mL
1.0mL/kg/% burn

Brooke Lactated Ringer 0,5 mL/kg 2000 mL


solution 1.5mL/

kg/% burn

Slater Lactated Ringer Fresh frozen plasma


2 L/24 h 75 mL/kg/24 h

Crystalloid formulas
Parkland Lactated Ringer 4 mL/kg/% burn

Modified Brooke Lactated Ringer 2 mL/kg/% burn

2.7.1.2 Monitoring Resusitasi15


Monitoring resusitasi dilakukan melalui urine output. Volume urin
normal pada orang dewasa adalah 0.5 ml/kgBB/jam (atau 30 – 50 ml/jam).
Sedangkan pada anak (<40 kg) sebesar 1 ml/kgBB/jam.

Kecepatan infus cairan harus ditingkatkan atau menurun berdasarkan


keluaran urin. Output yang diharapkan harus didasarkan pada berat badan ideal,
bukan berat sebelum trauma luka bakar aktual (yaitu pasien dengan berat badan
200 kg tidak memerlukan output urin 100 ml per jam). Kecepatan infus cairan

15
harus ditingkatkan atau dikurangi sepertiga jika output urin turun di bawah atau
melebihi batas tersebut lebih dari sepertiga selama dua jam berturut-turut. a.
Manajemen oligouria Oliguria berkaitan dengan peningkatan resistensi
vaskular sistemik dan penurunan curah jantung, paling sering merupakan hasil
pemberian cairan yang tidak adekuat. Dalam situasi seperti itu, diuretik
dikontraindikasikan, dan laju infus cairan resusitasi harus ditingkatkan untuk
meningkatkan output urin. Setelah diuretik telah diberikan, keluaran kencing
tidak lagi menjadi alat yang akurat untuk memantau resusitasi cairan.

2.7.2 Indikasi rawat inap11

Indikasi rawat inap pada pasien luka adalah sebagai berikut:

1) Penderita syok atau terancam syok


2) Anak: luas luka > 10%
3) Dewasa: luas luka > 15%
4) Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat
5) Wajah, mata
6) Tangan atau kaki
7) Perineum
8) Terancam oedem laring
9) Terhirup asap atau udara hangat

2.7.3 Penanganan lanjut (secondary survey)

Secondary survey pada pasien luka bakar, sebagai berikut:6.11

 Pemantauan terhadap tanda-tanda vital, seperti tekanan darah,


frekuensi nadi dan frekuensi pernapasan.

 Pemeriksaan penunjang untuk pasien luka bakar berat, yaitu
pemeriksaan darah, seperti hemoglobin, hematokrit dan analisis
kadar elektrolit darah serta pemeriksaan radiologi.

 Pemasangan pipa lambung (NGT) untuk mengosongkan lambung
saat ileus paralitik.

16
 Pemasangan kateter buli-buli untuk memantau diuresis

 Pemasangan kateter pengukur tekanan vena untuk memantau
sirkulasi darah.

 Obat analgesik diberikan apabila pasien mengalami kesakitan.
 Perawatan luka dapat dilakukan dengan mengoleskan antiseptik
dan membiarkan terbuka pada perawatan terbuka atau
mengkompres luka dengan antiseptik dan menutupnya dengan
kasa steril yang telah dibubuhi antiseptik untuk perawatan
tertutup. Perawatan tertutup bertujuan untuk menutup luka dari
kemungkinan kontaminasi, tetapi masih cukup longgar untuk
berlangsungnya penguapan.

 Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep, atau
krim. Antiseptik yang dipakai adalah betadine atau nitras-argenti
0,5%. Kompres nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam
efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman, namun obat ini
mengendap sebagai garam sulfide atau klorida yang memberi
warna hitam. Obat lain yang banyak digunakan adalah silver
sulfadiazin, dalam bentuk krim 1%. Krim ini sangat berguna
karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya serap yang cukup,
efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan
aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan
dan diganti setiap hari.

 Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle).

 Anti tetanus untuk pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau
toksoid.

17
2.7.4 Tindakan Operatif

Operasi adalah komponen kunci pada tatalaksana multidisiplin pasien


luka bakar.20 Jaringan yang terkena luka bakar akan mengeluarkan respons
inflamasi antara perbatasan eskar dan jaringan sehat. Proliferasi bakteri pada
eskar akan memanggil leukosit polimorfonuklear yang mengeluarkan enzim
proteolitik dan mediator inflamasi dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan
eskar terpisah, dan menghasilkan jaringan granulasi. 20 Pada luka bakar luas,
respons inflamasi menjadi sistemik. Mediator seperti prostanioid,
tromboksan, histamin, sitokin, dan tumor necrosis factor, diproduksi dan
dikeluarkan dari luka bakar. Makin luas luka bakar, makin banyak jumlah
mediator tersebut. Respons hipermetabolik dengan katabolisme protein yang
meningkat, energy expenditure meningkat, penurunan berat badan,
penyembuhan luka yang buruk, dan depresi imunologi akan terus berlangsung
sampai produksi mediator mereda.20

Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan


kulitmati dengan cara eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera
mungkin setelah keadaan pasien stabil karena eksisi tangensial juga
menimbulkan perdarahan. Biasanya eksisi dini dilakukan pada hari ketiga
sampai ketujuh, dan pasti boleh dilakukan pada hari kesepuluh. Eksisi
tangensial sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 10% luas permukaan tubuh
karena dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak.

Eksisi dini dan skin graft dapat menurunkan komplikasi infeksi,


menurunkan lama rawat, meningkatkan angka kehidupan pada pasien luka
bakar, dan menurunkan risiko parut hipertrofik; didukung oleh resusitasi,
asupan nutrisi, perawatan saat kritis yang tepat, dan pengobatan infeksi. Jika
dibandingkan dengan eksisi tertunda (> 5 hari), eksisi dini (< 5 hari) dapat
menurunkan mortalitas, menurunkan lama rawat, dan mengurangi komplikasi
metabolik.18,20

18
Luka bakar yang diterapi dengan eksisi dini dan skin graft
dibandingkan dengan terapi konservatif, menurunkan mortalitas signifikan
pada pasien usia 17 – 30 tahun dengan luas luka bakar lebih dari 30% tanpa
trauma inhalasi. Sebaliknya, pada pasien anak dengan luka bakar yang mirip,
angka mortalitas meningkat dengan meningkatnya ukuran luka bakar, seiring
dengan adanya trauma inhalasi. Rerata lama rawat pasien anak dan dewasa
adalah kurang dari 1 hari/% TBSA.21 Meta-analisis menunjukkan bahwa
eksisi dini dapat mengurangi mortalitas (pada pasien tanpa trauma inhalasi)
dan lama rawat, tetapi lebih banyak kehilangan darah. 21

Pada pasien dewasa dengan luas luka bakar dalam lebih dari 70%
TBSA, eksisi tangensial dan alloskin untuk penutupan sementara, efektif
menutup luka dan menjaga jaringan subkutan yang sehat. Operasi harus
dilakukan pada keadaan relatif stabil. Saat tepat untuk eksisi tangensial
pertama adalah hari ke-3 sampai 5 setelah kejadian, dan area yang dieksisi
direstriksi maksimal 35 – 40% TBSA.21 Eksisi eskar pada hari pertama
setelah kejadian dapat menurunkan sitokin proinflamasi secara signifikan
pada tikus dengan luka bakar 30% TBSA. Makin cepat eksisi dilakukan,
jumlah sitokin proinflamasi lebih rendah dan proses inflamasi setelah luka
bakar menjadi lebih baik.22

Eksisi dini dan skin graft pasien luka bakar berat pada kaki, karena
penggunaan sandal pada musim dingin di Uzbekistan 4-5 hari setelah
kejadian, bermanfaat mengembalikan fungsi kaki, deformitas sendi dan
kontraktur lebih sedikit, lama rawat lebih singkat, serta lebih hemat
dibandingkan terapi konservatif. 22 Eksisi dini dan skin graft disertai fisioterapi
akan mengembalikan fungsi lebih cepat, yaitu gerakan aktif tiap jari secara
total, kekuatan genggaman tangan dan kegiatan sehari-hari, serta lama rawat
dan lebih cepat kembali ke normal. 23 Manfaat eksisi dini juga pada pasien usia
tua. Eksisi dini dapat dilakukan pada pasien usia tua secara aman,
menurunkan lama rawat dan angka sepsis. Tatalaksana operatif juga efektif
mengurangi durasi nyeri. Eksisi pada luka bakar adalah lifesaving, dapat

19
meningkatkan hasil kosmetik dan fungsi, dan lebih cepat mengembalikan
pasien ke lingkungan normal.20

2.7.4.1 Teknik Operatif

I. Eksisi Luka Bakar Kecil

Intervensi operatif diindikasikan segera pada luka bakar dalam.


Luka bakar dalam yang dimaksud adalah luka bakar derajat III atau luka bakar
derajat II yang mungkin tidak akan sembuh dalam 3 minggu. Luka bakar
dermis dalam tidak berubah menjadi luka bakar dalam jika diberi
antimikrobial topikal, tetapi sembuh selama berminggu-minggu, terdapat
blister persisten, gatal, terbentuk parut hipertrofik, dan hasil fungsional
buruk.20 Pada grup eksisi dini dan skin graft, lama rawat lebih singkat, lebih
murah, dan lebih cepat kembali bekerja, tetapi lebih banyak menggunakan
produk darah dibandingkan terapi non-operatif; grup non-operatif lebih
banyak membutuhkan graft untuk menutup luka dan lebih banyak parut
hipertrofik.20

II. Eksisi Tangensial

Pada tindakan eksisi tangensial, kulit yang terkena luka bakar dibuang
sampai terlihat jaringan sehat. Bentuk tubuh lebih terjaga dibanding jika
dilakukan eksisi fascia, dan merupakan standar metode untuk luka bakar
kecil.
Sebelum teknik ini dipopulerkan oleh Zora Janzekovic, hanya luka
bakar derajat yang dieksisi, biasanya integumentektomi, yaitu membuang lemak
subkutan dan jaringan limfe. Beberapa instrumen yang dapat dipakai adalah
Rosenbergknife, Goulian knife, Watson knife, dan Versajet Hydrosurgery System
water dissector. Goulian knife dan Watson knife mungkin instrumen yang paling
populeruntuk eksisi tangensial.

20
Pada luka bakar dermis superfisial, jaringan dibuang sampai terdapat
permukaan dermal putih berkilau dengan titik-titik perdarahan, sedangkan pada
luka bakar dalam, eksisi dilanjutkan lapis demi lapis sampai tercapai jaringan
subkutan sehat dengan penampakan kuning berkilau. Jaringan lunak, keunguan,
atau pembuluh darah trombosis menandakan jaringan rusak dan membutuhkan

eksisi lebih dalam.19,20 Jika mungkin, eksisi dini dimulai hari ke-3 setelah
kejadian pada luka bakar mayor yang jelas derajat dalam. Operasi dapat dijeda 2
– 3 hari sampai seluruh eskar dibuang dan luka ditutup. Luka yang telah dieksisi
dapat ditutup sementara dengan dressing biologis atau allograft dari cadaver
sampai autograft tersedia.18

III. Eksisi Fascia

Pada eksisi fascia, kulit dan jaringan subkutan dibuang


menggunakan elektrokauter. Hal ini untuk mengurangi perdarahan jika terjadi
luka bakar masif, untuk mengontrol infeksi pada kasus dengan infeksi berat, atau
pada luka bakar yang sampai ke jaringan subkutan. Eksisi fascia dapat
membatasi perdarahan karena dapat mengontrol pembuluh darah perforator yang
lebih dalam, melewati pembuluh darah kapiler secara ekstensif pada kulit dan
jaringan subkutan. Kasus lain yang diindikasikan adalah infeksi luka invasif atau
sepsis yang mengancam nyawa, biasanya berhubungan dengan infeksi jamur,
dan pada luka bakar luas di mana graft-nya tidak take pada pasien kritis.
Kerugian eksisi fascia adalah limfedema dan deformitas bentuk tubuh.

IV. Kontrol Perdarahan


Risiko eksisi adalah perdarahan. Cara paling sederhana untuk
membatasinya adalah melakukan eksisi dalam 24 jam setelah kejadian karena
metabolit vasokonstriktor paling banyak pada masa ini. Faktor lain yang
berhubungan dengan bertambahnya perdarahan selama eksisi luka bakar
adalah usia lebih tua, laki-laki, ukuran tubuh lebih besar, total area luka bakar
dalam, jumlah bakteri pada luka, total area yang dieksisi, dan durasi operasi.

21
Hal lain yang dapat dilakukan selama operasi adalah tourniquet ekstremitas,
pre-debridement tumescence, yaitu injeksi cairan epinefrin dosis rendah,
aplikasiepinefrin 1:10.000 – 1:20.000 topikal, aplikasi trombin topikal, fibrin
sealant, gel autolog keping darah, lembar kalsium alginate, penutupan segera
dengan graft, elektrokauter, dan terapi sistemik, misalnya Terlipressin.20,24

Aplikasi torniket sangat efektif untuk mengurangi perdarahan pada


ekstremitas, khususnya tangan dan jari. Sama dengan tumescence,
berkurangnya perdarahan dapat menyulitkan dalam menilai kedalaman eksisi.
Torniket dapat dilepas cepat untuk memeriksa kedalaman eksisi. Pembuluh
darah yang lebih besar dapat dikontrol dengan elektrokauter atau ligasi.
Torniket dilepaskan setelah 5 – 8 menit dan dielevasi selama 10 menit.

Teknik tumescence dilakukan dengan menginjeksi cairan campuran


epinefrin dan cairan salin sebelum eksisi; 1,6 mL epinefrin 1:1.000 (0,8 mL
pada anak) ditambahkan pada 500 mL 0,45% normal saline. Pemantauan
hemodinamik pasien sangat perlu karena epinefrin dapat menyebabkan
takikardi dan hipertensi, yang dapat memperburuk perdarahan. Pada kasus
luka bakar luas, salah satu cara yang efektif untuk mengontrol perdarahan
adalah eksisi cepat dilanjutkan dengan penutupan luka menggunakan spons
mengandung epinefrin dan balutan kompresi.

V. Penutupan Luka

Setelah eksisi, dilakukan penutupan luka dengan autograft, yang dapat

diklasifikasikan menjadi FTSG (full thickness skin graft) atau STSG


(splitthickness skin graft). FTSG memberikan hasil kosmetik yang lebih baik
danmengurangi parut, tetapi lebih sulit untuk take, ditambah dengan bagian
tubuh donor yang harus ditutup primer atau menggunakan graft. Karena
alasan di atas, maka STSG lebih dipilih untuk menutup luka bakar yang luas.
Skin graft untuk menutup luka bakar luas dapat diperlebar, disebut dengan
meshed graft, dengan rasio yang paling sering digunakan adalah 2:1 dan 4:1.
Teknik lain yaitu meekgraft, di mana graft dapat diperlebar sampai 9:1. 20

22
2.8 Nutrisi

Kebutuhan nutrisi pada pasien luka bakar antara lain:


a. Minuman diberikan pada pasien luka bakar:
Segera setelah peristalsis menjadi normal. Sebanyak 25 ml/kgBB/hari
sampai diuresis minimal mencapai 30 ml/jam atau 1 ml/kgBB/jam
b. Makanan diberikan oral pada pasien luka bakar: Segera setelah dapat minum
tanpa kesulitan. Sedapat mungkin 2500-3000 kalori/hari Sedapat mungkin
mengandung 100-150 g protein/ hari

c. Tambahan, dapat diberikan:

Vitamin A, B, dan D

Vitamin C 500 mg

Fe sulfat 500 mg

Antasida diberikan untuk pencegahan tukak stress (tukak Curling).

2.9 Rujukan 12

Kriteria merujuk pasien luka bakar yang perlu dirujuk ke pusat luka
bakar menurut American Burn Association, sebagai berikut: Kriteria merujuk
pasien luka bakar yang perlu dirujuk ke pusat luka bakar menurut American
Burn Association, sebagai berikut:

a. Luka bakar derajat II dan III >10% luas permukaan tubuh pada pasien
berumur <10 tahun atau >50 tahun.
b. Luka bakar derajat II dan III >20% di luar usia tersebut diatas.
c. Luka bakar derajat II dan III yang mengenai wajah, mata, telinga,
tangan, kaki, genitalia, atau perineum atau yang mengenai kulit sendi-sendi
utama.
d. Luka bakar derajat III >5% luas permukaan tubuh pada semua umur.

23
e. Luka bakar listrik, termasuk tersambar petir (kerusakan jaringan bawah
kulit hebat dan menyebabkan gagal ginjal akut serta komplikasi lain).
f. Luka bakar kimia
g. Trauma inhalasi
h. Luka bakar pada pasien yang karena penyakit yang sedang dideritanya
dapat mempersulit penanganan, memperpanjang pemulihan, atau dapat
mengakibatkan kematian.
i. Luka bakar dengan cedera penyerta yang menambah resiko morbiditas
dan mortalitas, ditangani dahulu di UGD sampai stabil, baru dirujuk ke
pusat luka bakar.
j. Anak-anak dengan luka bakar yang dirawat di rumah sakit tanpa
petugas dan peralatan yang memadai, dirujuk ke pusat luka bakar.
k. Pasien luka bakar yang memerlukan penanganan khusus seperti
masalah sosial, emosional atau yang rehabilitasinya lama, termasuk adanya
tindakan kekerasan pada anak atau anak yang ditelantarkan.

2.10 Komplikasi16
Komplikasi luka bakar dapat bermacam-macam sesuai dengan
fase yang sedang berlangsung. Pada fase akut, komplikasi yang sering terjadi
adalah syok dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada fase
subakut dapat terjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS),
Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan Sepsis. SIRS adalah
suatu bentuk responklinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus
klinik berat akibat infeksi ataupun non-infeksi seperti luka bakar. Respon ini
merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi
(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan
luka, namun secara berlebihan dan mengakibatkan kerusakan pada organ-
organ sistemik, menyebabkan disfungsi (MODS). Kriteria sepsis pada luka

bakar menurut American Burn Association antara lain17:

24
1. Suhu > 37oC atau < 36,5oC

2. Takikardi yang progresif


a. Dewasa > 110 x/menit

b. Anak > 2 SD sesuai nilai normal pada tiap umur


3. Takipneu yang progresif

a. Dewasa > 25 x/menit tanpa ventilasi mekanik

b. Anak > 2 SD sesuai nilai normal pada tiap umur


4. Trombositopenia
a. Dewasa < 100.000/mm3

b. Anak < 2 SD sesuai nilai normal pada tiap umur


5. Hiperglikemia (sebelumnya tidak ada DM)

a. KGD yang tidak diobati (> 200 mg/dL)

b. Insulin resisten, contoh:

i. > 7 unit insulin /jam/IV (dewasa)

ii. Resistensi insulin yang bermakna (> 25% peningkatan


kebutuhan insulin dalam 24 jam)

6. Ketidakmampuan untuk meneruskan nutrisi enteral > 24 jam

a. Distensi abdomen

b. Intoleransi nutrisi enteral (sisa > 150 mL/hari pada anak atau
2 kali waktu makan pada dewasa)

c. Diare yang tidak terkontrol (> 2500 mL/hari pada dewasa


atau > 400 mL/hari pada anak)

7. Sebagai tambahan, sepsis membutuhkan dokumentasi infeksi:

a. Kultur positif infeksi

b. Sumber jaringan yang patologik diidentifikasi

25
c. Respon secara klinik terhadap antimikroba

Pada fase lanjutan, komplikasi yang dapat terjadi adalah parut hipertrofik
dan kontraktur. Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi yang sulit
dicegah, dan terbentuk akibat beberapa faktor sebagai berikut; kedalaman luka
bakar, sifat kulit, usia pasien, lamanya waktu penutupan kulit. Kontraktur adalah
komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan
gangguan fungsi pergerakan.

2.11 Prognosis11,26,27,28

Prognosis luka bakar akan lebih buruk bila terjadi pada area luka yang
lebih besar, usia penderita yang lebih tua, dan pada wanita. Adanya trauma
inhalasi atau trauma signifikan lain seperti fraktur tulang panjang dan
komorbiditas berat (penyakit jantung, diabetes, gangguan psikiatri dan
keinginan untuk bunuh diri) juga mempengaruhi prognosis. Prognosis
pasien luka bakar ditentukan oleh:

 Derajat luka bakar (dalam)



 Luas permukaan

 Daerah

 Usia

 Keadaan kesehatan

Berdasarkan skor Abbreviated Burn Severity Index (ABSI) prediksi luka


bakar dihitung dengan memperhatikan luas luka bakar, usia, jenis kelamin
dan ada tidaknya trauma inhalasi.

26
Tabel 2. Prediksi Angka Harapan Hidup

Tabel 3. Skor ABSI (Abbreviated Burn Severity Index)13

27
BAB 3

STATUS PASIEN

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. AM

No. RM :74.96.03

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 11 Februari 1959

Usia : 59 tahun

Alamat :Jl. Karya Dusun II

Agama : Islam

Status pernikahan : Sudah menikah

Pendidikan terakhir : SLTA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk : 14 Juli 2018

3.2 Primary Survey

Tanda dan Kesimpulan Penanganan Hasil


Gejala

A (airway) Clear Triple airway Airway clear

Snoring (-) maneuver


Gurgling(-)

28
Crowing (-)

B (breathing) Spontaneous O2 2 L/menit via SaO2: 99%


nasal canule RR: 20 x/menit
 Inspeksi
Napas spontan
Toraks simetris,

tidak terlihat
ketinggalan
bernapas

 Palpasi
Tidak dilakukan

 Perkusi
Sonor pada kedua
lapangan paru
 Auskultasi
- SP/ST:
vesikular/ -
- SaO2: 99%
- RR: 20x/menit

C (circulation) Pasang IV line, CRT <3 detik


CRT <3 detik three way dan - Akral H/M/K

Akral H/M/K pemberian cairan - T/V: cukup


T/V: cukup - TD: 120/80
mmHg
TD: 120/80
- HR = 98x/menit,
mmHg
regular
HR = 98
- UOP (+)
x/menit, regular

29
UOP (+)

D (disability) GCS 15 Mempertahankan Kesadaran


A-B-C tetap
Kesadaran: Compos mentis
lancar
GCS
15 (E4M6V5)

AVPU: Alert
Ø pupil: 3
mm/3
mm, isokor

RC: +/+

E (exposure) Ditemukan luka


Undressed Membuka bakar pada wajah,
seluruh baju
Log Roll pasien dan dada, abdomen,
menggantinya punggung, lengan
dengan kain lapis kiri, kedua kaki.

Lanjutan :

Fluid : IVFD Ringer Laktat

Analgetik : Inj. Ketorolac 30mg/IV

Test :Cek darah lengkap, elektrolit, KGD, Foto Thorkas

Riwayat :

Allergies : Tidak ada

Medication : Tidak jelas

Past Ilness : Tidak jelas

Last Meal : Tidak jelas

30
Event : Luka bakar

Tetanus : Tidak Jelas

3.3 Time Sequences


Tanggal 14/07/18 Pasien dipindahkan
Tanggal 14/07/18
23.00 WIB Ke Recovery Room
18.30 WIB Debridement dimulai
Masuk IGD RSHAM
Kondisi terakhir:
03.40 WIB RB3
3.4 Anamnesis operasi selesai
Keluhan Utama : Luka Bakar

Telaah : hal ini dialami pasien sejak 8 hari yang lalu. Awalnya pasien sedang
memasak di dapur, kemudian terdengar bunyi gas dan keluar api. Jarak kompor
dengan pasien saat itu ± 1 meter, kemudian api dari kompor menyambar pasien
yang sedang memasak. Pasien menggunakan pakaian lengkap berupa gamis
berlengan panjang dan jilbab. Pakaian daerah wajah,leher, dada, perut, tangan,
dan kaki terbakar. Pasien kemudia dibawa ke RS Imelda kemudian di rujuk ke RS
HAM.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak Jelas

Riwayat Penggunaan Obat : Tidak Jelas

3.5 Pemeriksaan Fisik

3.5.1 Status Presens

Sensorium : Compos mentis

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 89 x/i

Frekuensi Napas : 20 x/i

31
Temperature : 37,1 oC

Sianosis (-), Anemia (-), Ikterik (-), Dyspnea (-)

BB : 76 kg TB : 158 cm

3.5.2 Status Generalisata

Kepalas

Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm),

konjungtiva palpebral inferior pucat (-/-), preorbital edema


(-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Sekret (-)

Hidung : Bentuk simetris, deviasi septum (-)

Tenggorokan : Dalam batas normal

Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks

Inspeksi : Simetris fusiformis, tidak ada ketinggalan bernafas

Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : SP : Vesikuler ST : -/-

Abdomen

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Soepel, defans muscular (-)

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

32
Auskultasi : Peristaltik (+) N

Genitalis : perempuan

3.5.3 Status Lokalisata

Wajah : Luka bakar derajat IIA-IIB seluas 4,5%

Thoraks : Luka bakar derajat IIA-IIB seluas 6%

Abdomen : Luka bakar derajat IIA-IIB seluas 7%

Ekstremitas :

- Atas : Luka bakar derajat IIA-IIB seluas 7% lengan kiri

- Bawah : Luka bakar derajat IIA-IIB seluas 9% o/t tungkai kanan

Luka bakar derajat IIA-IIB seluas 9% o/t tungkai kiri

3.6 Tatalaksana di IGD

 Pantau jalan nafas agar tetap clear


 Pasang CVC
 IVFD Ringer laktat
 Kateter urin terpasang untuk memantau urine output
 Pasang monitor untuk memantau hemodinamik
Rencana : Cek darah lengkap, KGD, elektrolit, foto thoraks, debridement

33
3.7 Pemeriksaan Penunjang

3.7.1 Laboratorium (14/07/2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 9.4 13-18 g/dL

Eritrosit (RBC) 3.29 x 10 6 4,5-6,5 x 10 6/µL


Leukosit (WBC) 13.350 4-11 x 10 3/µL
Hematokrit 28 % 39-54 %

Trombosit (PLT) 330.000 150-450 x 10 3/µL

GINJAL
BUN 9 9-21 mg/dL
Ureum 19 19 - 44 mg/dL
Kreatinin 0,69 0,7-1,3 mg/dL

ELEKTROLIT
Natrium 127 135-155 mmol/L
Kalium 3.9 3,6-5,5 mmol/L

Chlorida 99 96-106 mmol/L

METABOLISME
KARBOHIDRAT
KGD Sewaktu 195 <200 mg/dL

HATI
Albumin 2.5 1,7 g/dL

34
3.7.2 Foto Thorkas (14/07/2018)

Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

3.8 Diagnosis Kerja

Flame Burn Grade IIA-IIB 42,5% o/t face, neck, chest, abdomen, (L) arm,
both Leg.

3.9 Rencana

Debridement di Kamar Bedah Emergensi IGD

3.10 Laporan Operasi (14/07/2018)


1. Pasien dalam posisi supine
2. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
3. Dilakukan debridement pada bagian luka yang kotor
4. Luka bakar dibersihkan dengan dengan NaCl 0,9%
sampai kesan bersih
5. Kemudian diberikan klorampenikol salep dan vaselin ke
seluruh luka bakar dengan merata

35
6. Seluruh luka bakar ditutup dengan supratule kemudian
ditutup dengan kassa lembab, lalu ditutup dengan kassa
kering, lalu dibalut dengan kassa gulung, kemudian
dibalut dengan elastis verban
7. Operasi selesai
3.10 Terapi Post Operasi

- Tirah baring
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
- IVFD aminofluid 10 gtt/i

36
BAB 4
FOLLOW UP

16 Juli 2018

S Nyeri pada wajah, leher,dada, perut, kedua lengan dan kedua kaki

O HD : stabil

Luka tertutup kasa pada wajah,leher,dada dan perut

Luka tertutup elastic perban di kedua tangan dan kaki

A Post debridement d/t Flame Burn Grd II A- IIB 42,5% o/t face,
neck, chest, abdomen, both hands, and both legs

P - IVFD Asering 30 gtt/I

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam


R/Ganti Verban setiap 3 hari
R/Debridement II (18 Juli 2018)

18-24 Juli 2018

S Nyeri pada luka operasi

O HD : stabil

A Post debridement II d/t Flame Burn Grd II A- IIB 42,5% o/t face,
neck, chest, abdomen, both hands, and both legs

37
P IVFD Asering 30 gtt/I

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam


R/ cek DL, albumin, AGDA, elektrolit, Faal ginjal, KGDs (24 Juli
2018)

R/Debridement III (25 juli 2018)

25-28 Juli 2018

S Nyeri pada luka operasi

O HD : stabil

Luka tertutup kasa pada wajah,leher,dada dan perut

Luka tertutup elastic perban di kedua tangan dan kaki

A Post debridement III d/t Flame Burn Grd II A-IIB 42,5% o/t
face, neck, chest, abdomen, both hands, and both legs

P - IVFD Asering 30 gtt/I

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam


R/ cek DL, albumin, elektrolit, KGDs (27 Juli 2018)
R/ Koreksi albumin (28 Juli 2018)

38
28 Juli-1 Agustus 2018

S Nyeri pada luka operasi

O HD : stabil

Luka tertutup kasa pada wajah,leher,dada dan perut

Luka tertutup elastic perban di kedua tangan dan kaki

A Post debridement III d/t Flame Burn Grd II A- IIB 42,5% o/t
face, neck, chest, abdomen, both hands, and both legs

P - IVFD Asering 30 gtt/I

- IVFD Aminofusin 1 FL/hari

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam

39
Laboratorium (24/07/2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 9,4 13-18 g/dL

Eritrosit (RBC) 3,27 x 106 4,5-6,5 x 106/µL

Leukosit (WBC) 9.960 4-11 x 103/µL

Hematokrit 29 % 39-54 %

Trombosit (PLT) 340.000 150-450 x 103/µL

ELEKTROLIT
Natrium 128 135-155 mmol/L
Kalium 3,9 3,6-5,5 mmol/L

Chlorida 97 96-106 mmol/L

METABOLISME
KARBOHIDRAT
KGD Sewaktu 125 <200 mg/dL

HATI
Albumin 3,1 3,5-5,0 g/dL

Ginjal
BUN 11 10-20
Ureum 24 21-43
Creatinin 0,42 0,6-1,1

40
Laboratorium (27/07/2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan

HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 10,5 13-18 g/dL

Eritrosit (RBC) 3,71 x 106 4,5-6,5 x 106/µL

Leukosit (WBC) 11,240 4-11 x 103/µL

Hematokrit 32 % 39-54 %

Trombosit (PLT) 282.000 150-450 x 103/µL

ELEKTROLIT
Natrium 126 135-155 mmol/L
Kalium 3,5 3,6-5,5 mmol/L

Chlorida 93 96-106 mmol/L

METABOLISME
KARBOHIDRAT
KGD Sewaktu 125 <200 mg/dL

HATI
Albumin 2,1 3,5-5,0 g/dL

41
BAB 5

DISKUSI KASUS
TEORI KASUS

Definisi Hal ini dialami pasien sejak 8 hari yang

Luka bakar adalah luka yang terjadi lalu. Awalnya pasien sedang memasak
akibat sentuhan permukaan tubuh di dapur, kemudian terdengar bunyi gas
dengan benda-benda yang dan keluar api. Jarak kompor dengan
menghasilkan panas seperti, api secara pasien saat itu ± 1 meter, kemudian api
langsung (flame) maupun tidak dari kompor menyambar pasien yang
langsung (flash), terkena air panas sedang memasak. Pasien menggunakan
(scald), tersentuh bendapanas, pakaian lengkap berupa gamis
sengatan matahari (sunburn), listrik, berlengan panjang dan jilbab. Pakaian
maupun bahan kimia, dan lain-lain daerah wajah, leher, dada, perut,
tangan, dan kaki terbakar. Pasien
Epidemiologi
kemudian dibawa ke RS Imelda
Prevalensi luka bakar di Jawa Tengah kemudian di rujuk ke RS HAM.
adalah 7,2% dari seluruh kejadian
cedera total. Unit Luka Bakar RSCM
dari tahun 2009–2010 menunjukkan
bahwa penyebab luka bakar terbesar
adalah ledakan tabung gas LPG
(30,4%), kebakaran (25,7%), dan
tersiram air panas (19,1%) dengan
mortalitas pasien luka bakar mencapai
34% Sebagian besar pasien dirawat
karena luka bakar dengan luas 20 –
50%, menempati angka mortalitas
tertinggi (58,25%) dari keseluruhan
kasus kematian luka bakar (34%).

42
Etiologi Akibat kontak langsung antara jaringan
dengan api terbuka, dan menyebabkan
 Suhu
cedera langsung ke jaringan tersebut
1. Flame: Akibat kontak langsung
antara jaringan dengan api terbuka,
danmenyebabkan cedera langsung ke
jaringan tersebut

2. Benda panas (kontak): Terjadi akibat


kontak langsung dengan benda panas.

3. Scalds (air panas): Terjadi akibat


kontak dengan air panas

4. Uap panas : Terutama ditemukan di


daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil.

 Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik
yang lewat menembus jaringan tubuh.
 Zat kimia.
Asam kuat menyebabkan nekrosis
koagulasi, denturasi protein, dan rasa
nyeri yang hebat.
 Radiasi
Terpapar radiasi, seperti pada
radioterapi superfisial yang dapat
menimbulkan eritema setempat.
Derajat Luka bakar derajat II A-IIB
1. Luka Bakar Derajat I
(Superficial burn)
2. Luka Bakar Derajat II (Partial

43
thickness burn)
a. IIA
b. IIB
3. Luka Bakar Derajat III (Full
thickness burn)
Luas Luka Bakar Luas luka bakar 42.5%
perhitungan luas luka bakar secara
tradisional dihitung dengan
menggunakan `Rule of Nines` dari
Wallace.

1. Penanganan awal (Primary Survey)  Pantau jalan nafas agar tetap


 Pemberian cairan intravena clear
 Monitoring resusitasi  Pasang CVC

2. Penanganan Lanjutan (Secondary  IVFD Ringer laktat


Survey)  Kateter urin terpasang untuk
3. Tindakan Operatif memantau urine output
 Pasang monitor untuk
memantau hemodinamik
Rencana :Cek darah lengkap, KGD,
elektrolit, foto thoraks, debridement

Indikasi Rawat Inap Indikasi Rawat Inap


10) Penderita syok atau terancam 1) Dewasa: luas luka > 15%
syok 2) Letak luka memungkinkan
11) Anak: luas luka > 10% penderita terancam cacat berat
12) Dewasa: luas luka > 15% 3) Wajah, mata
13) Letak luka memungkinkan 4) Tangan atau kaki
penderita terancam cacat berat
14) Wajah, mata

44
15) Tangan atau kaki
16) Perineum
17) Terancam oedem laring
18) Terhirup asap atau udara hangat

45
BAB 6

KESIMPULAN

Ny AM, Perempuan , usia 59 tahun, datang ke RSUP HAM dengan


keluhan utama luka bakar. Setelah dilakukan primary survey dan secondary
survey, pasien didiagnosis dengan debridement d/t Flame Burn Grd II A-IIB
42,5% o/t face, neck, chest, abdomen, both hands, and both legs. Telah
dilakukan tindakan debridement di KBE (14 Juli 2018). Pasien sampai
sekarang masih dirawat di RSUP HAM dengan keadaan stabil.

46
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2008. A WHO plan for burn prevention and care. Geneva: World
Health Organization.
2. Martina, N.R dan Wardhana, A. Mortality Analysis of Adult Burn
Patient. Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2013.
3. Brusselaers, N et al. 2010. Severe Burn Injury in Europe: A Systematic
Review of the Incidence, Etiology, Morbidity and Mortality. Critical
care 14(5). BioMed Central.
4. Peck, M.D. Epidemiology and Prevention o a Burns throughout the
World. Handbook of Burns volume 1 Acute Burn Care. Springer Wien
New York. 2012.
5. Gauglitz, G.G. dan Jeschke, M.G. 2012. Pathophysiology of burn injury.
Handbook of Burns Volume 1 Acute Burn Care. Springer Wien New
York.
6. Surgery Medical Mini Notes: 2015. p 124-132.
7. Terapi Sel Punca pada Luka Bakar. Tempo: 25 November 2013. Jakarta
Available from: [m.tempo.com]

8. Hasibuan, L., Soedjana, H., Bisono. Luka. Dalam Sjamsuhidajat, R.,


karnadihardja, w., Prasetyono, T., Rudiman, R. Buku Ajar Ilmu Bedah
Sjamsuhidajat-De Jong. Ed 3. Jakarta: EGC; 2010: Hal 103-20.

9. Ellis H, Calne S.R, Watson C. Lecture Note General Surgery. Ed 11th.


USA: Blackwell Publishing. 2006:41-46

10. Kryger & Sisco M. Practical Plastic Surgery. USA: Vademecum Landes
Bioscience: 2007:154-156
11. Wim DJ. Luka, Trauma, Syok, Bencana dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.
EGC. Jakarta. hal 81-91.
12. American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support. 8th ed: 2008

13. Yasti, A C., et al. Guideline and treatment algorithm for burn injuries.
Turkish Journal of Trauma and Emergency Surgery. 2015;(21):79 – 89.
14. Reproduced with permission from Warden GD: Burn shock resuscitation.
World J Surg 1992;16:16.

47
15. American Burn Association-Advanced Burn Life Support Course. 2011.
American Burn Association - Advanced Burn Life Support Course –
Provider Manual 2011. American Burn Association: p. 41 – 49.
16. Astrid MP. Presentasi Luka Bakar. Depatemen Bedah FKUI. Jakarta:2009.

17. Klein MB. Thermal, chemical, and electrical injuries. In: Thorne CH,
editor. Grabb and Smith’s plastic surgery. 7th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2014. p. 127-41.
18. Janzekovic Z. A new concept in the early excision and immediate
grafting of burns. J Trauma. 1970;10(12):1103-8.
19. Lee JO, Dibildox M, Jimenez CJ, Gallagher JJ, Sayeed S, Sheridan RL,
et al. Operative wound management. In: Herndon DN, editor. Total
burn care. 4th ed. USA: Elsevier Saunders; 2012. p. 157-61.
20. Chang K, Ma H, Liao W, Lee C, Lin C, Chen C. The optimal time for
early burn wound excision to reduce pro-inflammatory cytokine
production in a murine burn injury model. Burns 2010;36:1059-66.
21. Sharikov BM. Deep foot burns: Effects of early excision and grafting.
Burns 2011;37: 1435-8.
22. Omar MTA, Hassan AA. Evaluation of hand function after early
excision and skin grafting of burns versus delayed skin grafting: A
randomized clinical trial. Burns 2011;37:707-13.
23. Sterling JP, Heimbach DM. Hemostasis in burn surgery-A review.
Burns 2011;37:559-65.
24. Moenadjat, Y. Luka Bakar: Masalah dan Tatalaksana. UPK Luka
Bakar RSCM Jakarta, 2006.
25. Kryger & Sisco M. Practical Plastic Surgery. USA: Vademecum Landes
Bioscience: 2007:154-156
26. Wim DJ. Luka, Trauma, Syok, Bencana dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.
EGC. Jakarta. hal 81-91.
27. Dahal, Peeyush, et all. 2015. Baux’s and abbreviated burn severity
score for the prediction of mortality in patients with acute burn injury.
Journal of collage of medical sciences. Vol. 11 No. 4. Nepal.

48
28. Arifin H. Pengelolaan Infeksi pada Pasien luka Bakar di Unit
Perawatan Intensif. Majalh Kedokteran Terapi Intensif.
2012;2(3):160-165.

49

Anda mungkin juga menyukai