Bedah Plastik
Bedah Plastik
LUKA BAKAR
Pembimbing:
dr. Utama Abdi Tarigan, SpBP-RE (K)
Disusun Oleh:
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan
kasus kami yang berjudul “Luka Bakar”.
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing, dr. Utama Abdi Tarigan, SpBP-RE (K)
yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus
ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk laporan kasus ini. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di
Indonesia.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….......... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 3
1.2. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.3. Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
(48 jam pertama) ialah syok luka bakar dan inhalation injury.3
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan pada kulit atau jaringan
organ lain yang utamanya disebabkan oleh panas atau trauma akut. Penyebab
terjadinya luka bakar antara lain adalah kontak dengan sumber panas seperti air
panas, api, bahan kimia, listrik dan radiasi. 4 Luka bakar menyebabkan efek
lokal dan sistemik.
1
Efek lokal seperti kemerahan, bengkak, nyeri dan perubahan sensasi
rasa yang dikarenakan rusaknya jaringan epidermis dan jaringan sekitar. Efek
sistemik seperti syok, ditimbulkan oleh pelepasan sitokin dan mediator
inflamasi yang lain saat luas luka bakar mencapat 30% dari TBSA (Total Body
SurfaceArea).5 Kunci penanganan luka bakar akut adalah rehidrasi dan keadaan
ini membutuhkan penanganan segera.
2
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus luka
bakar dan membandingkannya dengan landasan teori yang sesuai. Penyusunan
laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintergrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang
dijumpai di lapangan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas seperti, api secara langsung
(flame) maupun tidak langsung (flash), terkena air panas (scald), tersentuh
benda panas, sengatan matahari (sunburn), listrik, maupun bahan kimia, dan
lain-lain.6
2.2 Epidemiologi
Luka bakar telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global, angka
kematiannya sekitar 195.000 orang per tahun. Menurut Riskesdas 2007,
prevalensi luka bakar di Jawa Tengah adalah 7,2% dari seluruh kejadian cedera
total. Data yang diperoleh dari Unit Luka Bakar RSCM dari tahun 2009 – 2010
menunjukkan bahwa penyebab luka bakar terbesar adalah ledakan tabung gas
LPG (30,4%), kebakaran (25,7%), dan tersiram air panas (19,1%) dengan
mortalitas pasien luka bakar mencapai 34%(6). Sebagian besar pasien dirawat
karena luka bakar dengan luas 20 – 50%, menempati angka mortalitas tertinggi
2.3 Etiologi
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:8,9,10
Suhu
- Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
danmenyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau
menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
4
- Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami
kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat
seperti solder besi atau peralatan masak.
- Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran napas distal di paru.
Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka
bakar tambahan.
Zat kimia.
5
Radiasi
Terpapar radiasi, seperti pada radioterapi superfisial yang dapat
menimbulkan eritema setempat.
2.4 Derajat
6
sensitif terhadap udara, bengkak, permukaan basah dan berair serta terdapat
gelembung atau bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah
karena permeabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar derajat II sering
diakibatkan oleh cairan panas dan ledakan. Luka bakar derajat II dibedakan
menjadi 2:
7
Eskar merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan
kulit. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih
rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat, tidak ada bulla dan tidak
terasa nyeri.
2. Zona statis
Daerah yang langsung berada di luar / di sekitar zona koagulasi. Di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan
trombosit dan leukosit, diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respons
inflamasi lokal. Akibatnya terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), dan
proses ini berlangsung selama 12-24jam pasca cedera; mungkin berakhir dengan
nekrosis jaringan.
8
3. Zona hiperemi
Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi
tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. Tergantung keadaan umum dan terapi
yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan; atau
berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama (degradasi luka).
2.5 Klasifikasi
Luka bakar dibedakan menjadi 3, yaitu luka bakar ringan, sedang dan berat.6
a) Kriteria luka bakar ringan:
- Luka bakar derajat II < 15%.
- Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak.
- Luka bakar derajat III< 2%.
9
menggunakan `Rule of Nines` dari Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang
terjadi dapat diindikasikan sebagai presentasi dari total permukaan yang
terlibat oleh karena luka termal. Bila permukaan tubuh dihitung sebagai 100%,
maka kepala adalah 9%, tiap – tiap ekstremitas bagian atas adalah 9%, dada
bagian depan adalah 18%, bagian belakang adalah 18%, tiap-tiap ekstremitas
bagian bawah adalah 18% dan leher 1%. 13
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena
relatif luas permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif
permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk
bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lund and Browder untuk anak. Dasar
presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut adalah luas telapak tangan
dianggap seluas 1%.13
Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti
jarak korban dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan
korban pada waktu terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat
menentukan derajat keparahan dan luasnya luka bakar. Kain katun murni
akan mentransmisi lebih banyak energi panas ke kulit dibandingkan dengan
bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat dan dapat
menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai
kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang
relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah
luka bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat
maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu derajat luka bakar
akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan mengelilingi
tubuh.13
10
Gambar 2.4 Diagram zona luka bakar pada luka bakar derajat dua
11
Tabel 2.1 Rule of Nines untuk Penatalaksanaan Luka Bakar Pada
Permukaan Tubuh.
Kepala 9%
Badan Depan 18%
Punggung 18%
Tiap Kaki 18%
Tiap Lengan 9%
Genitalia/perineum 1%
2.7 Penanganan
12
e. Environment; memadamkan sumber panas lalu merendam atau
menyiramluka bakar dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya
15 menit, melepaskan pakaian, memeriksa luas luka bakar, memeriksa
adanya trauma penyerta lain, dan menjaga agar pasien tetap hangat.
a. Cara Evans
1) Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam
13
b. Rumus Baxter
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu
larutan Ringer Laktat. Hari kedua diberikan setengah cairan pertama. Contoh:
seorang dewasa dengan berat badan 50 kg dan luka bakar seluas 20%
permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 mL = 1000 mL larutan NaCl 0,9%
dan juga 1000 mL plasma sebagai cairan tambahan, disertai 2000 cc larutan
glukosa 5% sebagai kebutuhan dasar. Jumlah cairan pada 8 jam pertama sama
dengan jumlah cairan untuk 16 jam berikut, masing-masing 2000 mL; 24 jam
berikutnya = 2000 mL.
Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus-
menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari dieresis normal
yaitu sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24 jam atau 1 mL/kgBB/jam pada
pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan apakah sirkulasi normal
atau tidak.
14
sel dapat diketahui dari EKG yang menunjukkan depresi segmen ST atau
gelombang U. ketidakseimbangan elektrolit ini juga harus dikoreksi namun
bukan menjadi prioritas utama dalam resusitasi cairan emergensi manajemen
primer pasien trauma. Selain itu, ada pula beberapa formula yang biasa
digunakan untuk resusitasi cairan pada centre luka bakar.
Colloid formulas
Evans Normal saline 1,0mL/kg/% burn 2000mL
1.0mL/kg/% burn
kg/% burn
Crystalloid formulas
Parkland Lactated Ringer 4 mL/kg/% burn
15
harus ditingkatkan atau dikurangi sepertiga jika output urin turun di bawah atau
melebihi batas tersebut lebih dari sepertiga selama dua jam berturut-turut. a.
Manajemen oligouria Oliguria berkaitan dengan peningkatan resistensi
vaskular sistemik dan penurunan curah jantung, paling sering merupakan hasil
pemberian cairan yang tidak adekuat. Dalam situasi seperti itu, diuretik
dikontraindikasikan, dan laju infus cairan resusitasi harus ditingkatkan untuk
meningkatkan output urin. Setelah diuretik telah diberikan, keluaran kencing
tidak lagi menjadi alat yang akurat untuk memantau resusitasi cairan.
16
Pemasangan kateter buli-buli untuk memantau diuresis
Pemasangan kateter pengukur tekanan vena untuk memantau
sirkulasi darah.
Obat analgesik diberikan apabila pasien mengalami kesakitan.
Perawatan luka dapat dilakukan dengan mengoleskan antiseptik
dan membiarkan terbuka pada perawatan terbuka atau
mengkompres luka dengan antiseptik dan menutupnya dengan
kasa steril yang telah dibubuhi antiseptik untuk perawatan
tertutup. Perawatan tertutup bertujuan untuk menutup luka dari
kemungkinan kontaminasi, tetapi masih cukup longgar untuk
berlangsungnya penguapan.
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep, atau
krim. Antiseptik yang dipakai adalah betadine atau nitras-argenti
0,5%. Kompres nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam
efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman, namun obat ini
mengendap sebagai garam sulfide atau klorida yang memberi
warna hitam. Obat lain yang banyak digunakan adalah silver
sulfadiazin, dalam bentuk krim 1%. Krim ini sangat berguna
karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya serap yang cukup,
efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan
aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan
dan diganti setiap hari.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle).
Anti tetanus untuk pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau
toksoid.
17
2.7.4 Tindakan Operatif
18
Luka bakar yang diterapi dengan eksisi dini dan skin graft
dibandingkan dengan terapi konservatif, menurunkan mortalitas signifikan
pada pasien usia 17 – 30 tahun dengan luas luka bakar lebih dari 30% tanpa
trauma inhalasi. Sebaliknya, pada pasien anak dengan luka bakar yang mirip,
angka mortalitas meningkat dengan meningkatnya ukuran luka bakar, seiring
dengan adanya trauma inhalasi. Rerata lama rawat pasien anak dan dewasa
adalah kurang dari 1 hari/% TBSA.21 Meta-analisis menunjukkan bahwa
eksisi dini dapat mengurangi mortalitas (pada pasien tanpa trauma inhalasi)
dan lama rawat, tetapi lebih banyak kehilangan darah. 21
Pada pasien dewasa dengan luas luka bakar dalam lebih dari 70%
TBSA, eksisi tangensial dan alloskin untuk penutupan sementara, efektif
menutup luka dan menjaga jaringan subkutan yang sehat. Operasi harus
dilakukan pada keadaan relatif stabil. Saat tepat untuk eksisi tangensial
pertama adalah hari ke-3 sampai 5 setelah kejadian, dan area yang dieksisi
direstriksi maksimal 35 – 40% TBSA.21 Eksisi eskar pada hari pertama
setelah kejadian dapat menurunkan sitokin proinflamasi secara signifikan
pada tikus dengan luka bakar 30% TBSA. Makin cepat eksisi dilakukan,
jumlah sitokin proinflamasi lebih rendah dan proses inflamasi setelah luka
bakar menjadi lebih baik.22
Eksisi dini dan skin graft pasien luka bakar berat pada kaki, karena
penggunaan sandal pada musim dingin di Uzbekistan 4-5 hari setelah
kejadian, bermanfaat mengembalikan fungsi kaki, deformitas sendi dan
kontraktur lebih sedikit, lama rawat lebih singkat, serta lebih hemat
dibandingkan terapi konservatif. 22 Eksisi dini dan skin graft disertai fisioterapi
akan mengembalikan fungsi lebih cepat, yaitu gerakan aktif tiap jari secara
total, kekuatan genggaman tangan dan kegiatan sehari-hari, serta lama rawat
dan lebih cepat kembali ke normal. 23 Manfaat eksisi dini juga pada pasien usia
tua. Eksisi dini dapat dilakukan pada pasien usia tua secara aman,
menurunkan lama rawat dan angka sepsis. Tatalaksana operatif juga efektif
mengurangi durasi nyeri. Eksisi pada luka bakar adalah lifesaving, dapat
19
meningkatkan hasil kosmetik dan fungsi, dan lebih cepat mengembalikan
pasien ke lingkungan normal.20
Pada tindakan eksisi tangensial, kulit yang terkena luka bakar dibuang
sampai terlihat jaringan sehat. Bentuk tubuh lebih terjaga dibanding jika
dilakukan eksisi fascia, dan merupakan standar metode untuk luka bakar
kecil.
Sebelum teknik ini dipopulerkan oleh Zora Janzekovic, hanya luka
bakar derajat yang dieksisi, biasanya integumentektomi, yaitu membuang lemak
subkutan dan jaringan limfe. Beberapa instrumen yang dapat dipakai adalah
Rosenbergknife, Goulian knife, Watson knife, dan Versajet Hydrosurgery System
water dissector. Goulian knife dan Watson knife mungkin instrumen yang paling
populeruntuk eksisi tangensial.
20
Pada luka bakar dermis superfisial, jaringan dibuang sampai terdapat
permukaan dermal putih berkilau dengan titik-titik perdarahan, sedangkan pada
luka bakar dalam, eksisi dilanjutkan lapis demi lapis sampai tercapai jaringan
subkutan sehat dengan penampakan kuning berkilau. Jaringan lunak, keunguan,
atau pembuluh darah trombosis menandakan jaringan rusak dan membutuhkan
eksisi lebih dalam.19,20 Jika mungkin, eksisi dini dimulai hari ke-3 setelah
kejadian pada luka bakar mayor yang jelas derajat dalam. Operasi dapat dijeda 2
– 3 hari sampai seluruh eskar dibuang dan luka ditutup. Luka yang telah dieksisi
dapat ditutup sementara dengan dressing biologis atau allograft dari cadaver
sampai autograft tersedia.18
21
Hal lain yang dapat dilakukan selama operasi adalah tourniquet ekstremitas,
pre-debridement tumescence, yaitu injeksi cairan epinefrin dosis rendah,
aplikasiepinefrin 1:10.000 – 1:20.000 topikal, aplikasi trombin topikal, fibrin
sealant, gel autolog keping darah, lembar kalsium alginate, penutupan segera
dengan graft, elektrokauter, dan terapi sistemik, misalnya Terlipressin.20,24
V. Penutupan Luka
22
2.8 Nutrisi
Vitamin A, B, dan D
Vitamin C 500 mg
Fe sulfat 500 mg
2.9 Rujukan 12
Kriteria merujuk pasien luka bakar yang perlu dirujuk ke pusat luka
bakar menurut American Burn Association, sebagai berikut: Kriteria merujuk
pasien luka bakar yang perlu dirujuk ke pusat luka bakar menurut American
Burn Association, sebagai berikut:
a. Luka bakar derajat II dan III >10% luas permukaan tubuh pada pasien
berumur <10 tahun atau >50 tahun.
b. Luka bakar derajat II dan III >20% di luar usia tersebut diatas.
c. Luka bakar derajat II dan III yang mengenai wajah, mata, telinga,
tangan, kaki, genitalia, atau perineum atau yang mengenai kulit sendi-sendi
utama.
d. Luka bakar derajat III >5% luas permukaan tubuh pada semua umur.
23
e. Luka bakar listrik, termasuk tersambar petir (kerusakan jaringan bawah
kulit hebat dan menyebabkan gagal ginjal akut serta komplikasi lain).
f. Luka bakar kimia
g. Trauma inhalasi
h. Luka bakar pada pasien yang karena penyakit yang sedang dideritanya
dapat mempersulit penanganan, memperpanjang pemulihan, atau dapat
mengakibatkan kematian.
i. Luka bakar dengan cedera penyerta yang menambah resiko morbiditas
dan mortalitas, ditangani dahulu di UGD sampai stabil, baru dirujuk ke
pusat luka bakar.
j. Anak-anak dengan luka bakar yang dirawat di rumah sakit tanpa
petugas dan peralatan yang memadai, dirujuk ke pusat luka bakar.
k. Pasien luka bakar yang memerlukan penanganan khusus seperti
masalah sosial, emosional atau yang rehabilitasinya lama, termasuk adanya
tindakan kekerasan pada anak atau anak yang ditelantarkan.
2.10 Komplikasi16
Komplikasi luka bakar dapat bermacam-macam sesuai dengan
fase yang sedang berlangsung. Pada fase akut, komplikasi yang sering terjadi
adalah syok dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada fase
subakut dapat terjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS),
Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan Sepsis. SIRS adalah
suatu bentuk responklinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus
klinik berat akibat infeksi ataupun non-infeksi seperti luka bakar. Respon ini
merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi
(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan
luka, namun secara berlebihan dan mengakibatkan kerusakan pada organ-
organ sistemik, menyebabkan disfungsi (MODS). Kriteria sepsis pada luka
24
1. Suhu > 37oC atau < 36,5oC
a. Distensi abdomen
b. Intoleransi nutrisi enteral (sisa > 150 mL/hari pada anak atau
2 kali waktu makan pada dewasa)
25
c. Respon secara klinik terhadap antimikroba
Pada fase lanjutan, komplikasi yang dapat terjadi adalah parut hipertrofik
dan kontraktur. Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi yang sulit
dicegah, dan terbentuk akibat beberapa faktor sebagai berikut; kedalaman luka
bakar, sifat kulit, usia pasien, lamanya waktu penutupan kulit. Kontraktur adalah
komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan
gangguan fungsi pergerakan.
2.11 Prognosis11,26,27,28
Prognosis luka bakar akan lebih buruk bila terjadi pada area luka yang
lebih besar, usia penderita yang lebih tua, dan pada wanita. Adanya trauma
inhalasi atau trauma signifikan lain seperti fraktur tulang panjang dan
komorbiditas berat (penyakit jantung, diabetes, gangguan psikiatri dan
keinginan untuk bunuh diri) juga mempengaruhi prognosis. Prognosis
pasien luka bakar ditentukan oleh:
26
Tabel 2. Prediksi Angka Harapan Hidup
27
BAB 3
STATUS PASIEN
Nama : Ny. AM
No. RM :74.96.03
Usia : 59 tahun
Agama : Islam
28
Crowing (-)
tidak terlihat
ketinggalan
bernapas
Palpasi
Tidak dilakukan
Perkusi
Sonor pada kedua
lapangan paru
Auskultasi
- SP/ST:
vesikular/ -
- SaO2: 99%
- RR: 20x/menit
29
UOP (+)
AVPU: Alert
Ø pupil: 3
mm/3
mm, isokor
RC: +/+
Lanjutan :
Riwayat :
30
Event : Luka bakar
Telaah : hal ini dialami pasien sejak 8 hari yang lalu. Awalnya pasien sedang
memasak di dapur, kemudian terdengar bunyi gas dan keluar api. Jarak kompor
dengan pasien saat itu ± 1 meter, kemudian api dari kompor menyambar pasien
yang sedang memasak. Pasien menggunakan pakaian lengkap berupa gamis
berlengan panjang dan jilbab. Pakaian daerah wajah,leher, dada, perut, tangan,
dan kaki terbakar. Pasien kemudia dibawa ke RS Imelda kemudian di rujuk ke RS
HAM.
Nadi : 89 x/i
31
Temperature : 37,1 oC
BB : 76 kg TB : 158 cm
Kepalas
Thoraks
Abdomen
Inspeksi : Simetris
32
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Genitalis : perempuan
Ekstremitas :
33
3.7 Pemeriksaan Penunjang
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 9.4 13-18 g/dL
GINJAL
BUN 9 9-21 mg/dL
Ureum 19 19 - 44 mg/dL
Kreatinin 0,69 0,7-1,3 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 127 135-155 mmol/L
Kalium 3.9 3,6-5,5 mmol/L
METABOLISME
KARBOHIDRAT
KGD Sewaktu 195 <200 mg/dL
HATI
Albumin 2.5 1,7 g/dL
34
3.7.2 Foto Thorkas (14/07/2018)
Flame Burn Grade IIA-IIB 42,5% o/t face, neck, chest, abdomen, (L) arm,
both Leg.
3.9 Rencana
35
6. Seluruh luka bakar ditutup dengan supratule kemudian
ditutup dengan kassa lembab, lalu ditutup dengan kassa
kering, lalu dibalut dengan kassa gulung, kemudian
dibalut dengan elastis verban
7. Operasi selesai
3.10 Terapi Post Operasi
- Tirah baring
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
- IVFD aminofluid 10 gtt/i
36
BAB 4
FOLLOW UP
16 Juli 2018
S Nyeri pada wajah, leher,dada, perut, kedua lengan dan kedua kaki
O HD : stabil
A Post debridement d/t Flame Burn Grd II A- IIB 42,5% o/t face,
neck, chest, abdomen, both hands, and both legs
O HD : stabil
A Post debridement II d/t Flame Burn Grd II A- IIB 42,5% o/t face,
neck, chest, abdomen, both hands, and both legs
37
P IVFD Asering 30 gtt/I
O HD : stabil
A Post debridement III d/t Flame Burn Grd II A-IIB 42,5% o/t
face, neck, chest, abdomen, both hands, and both legs
38
28 Juli-1 Agustus 2018
O HD : stabil
A Post debridement III d/t Flame Burn Grd II A- IIB 42,5% o/t
face, neck, chest, abdomen, both hands, and both legs
39
Laboratorium (24/07/2018)
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 9,4 13-18 g/dL
Hematokrit 29 % 39-54 %
ELEKTROLIT
Natrium 128 135-155 mmol/L
Kalium 3,9 3,6-5,5 mmol/L
METABOLISME
KARBOHIDRAT
KGD Sewaktu 125 <200 mg/dL
HATI
Albumin 3,1 3,5-5,0 g/dL
Ginjal
BUN 11 10-20
Ureum 24 21-43
Creatinin 0,42 0,6-1,1
40
Laboratorium (27/07/2018)
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 10,5 13-18 g/dL
Hematokrit 32 % 39-54 %
ELEKTROLIT
Natrium 126 135-155 mmol/L
Kalium 3,5 3,6-5,5 mmol/L
METABOLISME
KARBOHIDRAT
KGD Sewaktu 125 <200 mg/dL
HATI
Albumin 2,1 3,5-5,0 g/dL
41
BAB 5
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Luka bakar adalah luka yang terjadi lalu. Awalnya pasien sedang memasak
akibat sentuhan permukaan tubuh di dapur, kemudian terdengar bunyi gas
dengan benda-benda yang dan keluar api. Jarak kompor dengan
menghasilkan panas seperti, api secara pasien saat itu ± 1 meter, kemudian api
langsung (flame) maupun tidak dari kompor menyambar pasien yang
langsung (flash), terkena air panas sedang memasak. Pasien menggunakan
(scald), tersentuh bendapanas, pakaian lengkap berupa gamis
sengatan matahari (sunburn), listrik, berlengan panjang dan jilbab. Pakaian
maupun bahan kimia, dan lain-lain daerah wajah, leher, dada, perut,
tangan, dan kaki terbakar. Pasien
Epidemiologi
kemudian dibawa ke RS Imelda
Prevalensi luka bakar di Jawa Tengah kemudian di rujuk ke RS HAM.
adalah 7,2% dari seluruh kejadian
cedera total. Unit Luka Bakar RSCM
dari tahun 2009–2010 menunjukkan
bahwa penyebab luka bakar terbesar
adalah ledakan tabung gas LPG
(30,4%), kebakaran (25,7%), dan
tersiram air panas (19,1%) dengan
mortalitas pasien luka bakar mencapai
34% Sebagian besar pasien dirawat
karena luka bakar dengan luas 20 –
50%, menempati angka mortalitas
tertinggi (58,25%) dari keseluruhan
kasus kematian luka bakar (34%).
42
Etiologi Akibat kontak langsung antara jaringan
dengan api terbuka, dan menyebabkan
Suhu
cedera langsung ke jaringan tersebut
1. Flame: Akibat kontak langsung
antara jaringan dengan api terbuka,
danmenyebabkan cedera langsung ke
jaringan tersebut
Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik
yang lewat menembus jaringan tubuh.
Zat kimia.
Asam kuat menyebabkan nekrosis
koagulasi, denturasi protein, dan rasa
nyeri yang hebat.
Radiasi
Terpapar radiasi, seperti pada
radioterapi superfisial yang dapat
menimbulkan eritema setempat.
Derajat Luka bakar derajat II A-IIB
1. Luka Bakar Derajat I
(Superficial burn)
2. Luka Bakar Derajat II (Partial
43
thickness burn)
a. IIA
b. IIB
3. Luka Bakar Derajat III (Full
thickness burn)
Luas Luka Bakar Luas luka bakar 42.5%
perhitungan luas luka bakar secara
tradisional dihitung dengan
menggunakan `Rule of Nines` dari
Wallace.
44
15) Tangan atau kaki
16) Perineum
17) Terancam oedem laring
18) Terhirup asap atau udara hangat
45
BAB 6
KESIMPULAN
46
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2008. A WHO plan for burn prevention and care. Geneva: World
Health Organization.
2. Martina, N.R dan Wardhana, A. Mortality Analysis of Adult Burn
Patient. Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2013.
3. Brusselaers, N et al. 2010. Severe Burn Injury in Europe: A Systematic
Review of the Incidence, Etiology, Morbidity and Mortality. Critical
care 14(5). BioMed Central.
4. Peck, M.D. Epidemiology and Prevention o a Burns throughout the
World. Handbook of Burns volume 1 Acute Burn Care. Springer Wien
New York. 2012.
5. Gauglitz, G.G. dan Jeschke, M.G. 2012. Pathophysiology of burn injury.
Handbook of Burns Volume 1 Acute Burn Care. Springer Wien New
York.
6. Surgery Medical Mini Notes: 2015. p 124-132.
7. Terapi Sel Punca pada Luka Bakar. Tempo: 25 November 2013. Jakarta
Available from: [m.tempo.com]
10. Kryger & Sisco M. Practical Plastic Surgery. USA: Vademecum Landes
Bioscience: 2007:154-156
11. Wim DJ. Luka, Trauma, Syok, Bencana dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.
EGC. Jakarta. hal 81-91.
12. American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support. 8th ed: 2008
13. Yasti, A C., et al. Guideline and treatment algorithm for burn injuries.
Turkish Journal of Trauma and Emergency Surgery. 2015;(21):79 – 89.
14. Reproduced with permission from Warden GD: Burn shock resuscitation.
World J Surg 1992;16:16.
47
15. American Burn Association-Advanced Burn Life Support Course. 2011.
American Burn Association - Advanced Burn Life Support Course –
Provider Manual 2011. American Burn Association: p. 41 – 49.
16. Astrid MP. Presentasi Luka Bakar. Depatemen Bedah FKUI. Jakarta:2009.
17. Klein MB. Thermal, chemical, and electrical injuries. In: Thorne CH,
editor. Grabb and Smith’s plastic surgery. 7th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2014. p. 127-41.
18. Janzekovic Z. A new concept in the early excision and immediate
grafting of burns. J Trauma. 1970;10(12):1103-8.
19. Lee JO, Dibildox M, Jimenez CJ, Gallagher JJ, Sayeed S, Sheridan RL,
et al. Operative wound management. In: Herndon DN, editor. Total
burn care. 4th ed. USA: Elsevier Saunders; 2012. p. 157-61.
20. Chang K, Ma H, Liao W, Lee C, Lin C, Chen C. The optimal time for
early burn wound excision to reduce pro-inflammatory cytokine
production in a murine burn injury model. Burns 2010;36:1059-66.
21. Sharikov BM. Deep foot burns: Effects of early excision and grafting.
Burns 2011;37: 1435-8.
22. Omar MTA, Hassan AA. Evaluation of hand function after early
excision and skin grafting of burns versus delayed skin grafting: A
randomized clinical trial. Burns 2011;37:707-13.
23. Sterling JP, Heimbach DM. Hemostasis in burn surgery-A review.
Burns 2011;37:559-65.
24. Moenadjat, Y. Luka Bakar: Masalah dan Tatalaksana. UPK Luka
Bakar RSCM Jakarta, 2006.
25. Kryger & Sisco M. Practical Plastic Surgery. USA: Vademecum Landes
Bioscience: 2007:154-156
26. Wim DJ. Luka, Trauma, Syok, Bencana dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.
EGC. Jakarta. hal 81-91.
27. Dahal, Peeyush, et all. 2015. Baux’s and abbreviated burn severity
score for the prediction of mortality in patients with acute burn injury.
Journal of collage of medical sciences. Vol. 11 No. 4. Nepal.
48
28. Arifin H. Pengelolaan Infeksi pada Pasien luka Bakar di Unit
Perawatan Intensif. Majalh Kedokteran Terapi Intensif.
2012;2(3):160-165.
49