Anda di halaman 1dari 21

1

I. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000)
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi
akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi
pada sepertiga tengah atau proksimal klavikula. Tulang merupakan alat
penopang dan sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan
tegak berdiri.
Fungsi tulang dapat diklasifikasikan sebagai aspek mekanikal maupun
aspek fisiologikal. Dari aspek mekanikal, tulang membina rangka tubuh badan
dan memberikan sokongan yang kokoh terhadap tubuh. Sedangkan dari dari
aspek fisiologikal tulang melindungi organ-organ dalam seperti jantung, paru-
paru dan lainnya. Tulang juga menghasilkan sel darah merah, sel darah putih
dan plasma. Selain itu tulang sebagai tempat penyimpanan kalsium, fosfat, dan
garam magnesium. Namun karena tulang bersifat relatif rapuh, pada keadaan
tertentu tulang dapat mengalami patah, sehingga menyebabkan gangguan fungsi
tulang terutama pada pergerakan.

II. Etiologi
1. Fraktur klavikula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh
simphisis pubis selama proses melahirkan. Fraktur tulang humerus
umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit
ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan
penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran
presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada
tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis
frakturnya berupa greenstick atau fraktur total. Fraktur terjadi paling sering
sekunder akibat kesulitan pelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi
sefalopelvik, serta malpresentasi).
2. Fraktur klavikula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh dari ketinggian dan yang lainnya.
3. Fraktur klavikula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama,
misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
4. Fraktur klavikula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post
radioterapi, keganasan clan lain-lain.
III. Klasifikasi
1. Fraktur diklasifikasikan dalam beberapa keadaan berikut.
a. Fraktur traumatik
2

Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan


kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma
tersebut sehingga terjadi patah.
b. Fraktur patologis.
Terjadi karena kelemahan tulang tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah
tulang yang menjadi lemah karena tumor atau proses patologis
lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunan densitas.
Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah
tumor, baik tumor primer maupun metastasis.
c. Fraktur stress
Terjadi karena adanya trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
2. Secara umum, keadaan fraktur secara klinis dapat diklasifikasikan :
a. Fraktur tertutup (simple fraktur). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia
luar.
b. Fraktur terbuka (compound fraktur). Fraktur terbuka adalah fraktur
yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit
dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau
from without (dari luar).
3. Fraktur Klavikula
a. Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3 tengah klavikula)
 Fraktur pada bagian tengah clavicula.
 Lokasi yang paling sering terjadi fraktur, paling banyak ditemui.
 Terjadi di medial ligament korako-klavikula (antara medial dan 1/3
lateral)
 Mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung
(dari lateral bahu)
b. Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula
Fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, dapat dibagi:
 Type 1: undisplaced jika ligament intak
 Type 2: displaced jika ligamen korako-kiavikula ruptur.
 Type 3: fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis.
c. Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang paling
jarang terjadi dari semua jenis fraktur clavicula, insidennya hanya
sekitar 5%.
3

d. Fraktur pada bagian distal clavicula. Ada beberapa subtype fraktur


klavikula bagian distal yaitu :
 Tipe I : merupakan fraktur dengan kerusakan minimal, dimana
ligament tidak mengalami kerusakan
 Tipe II : merupakan fraktur pada daerah medial ligament
coracoclavicular
 Tipe III : merupakan fraktur pada daerah distal ligament
crococlavicular dan melibatkan permukaan tulang bagian distal
pada AC joint.

IV. Manifestasi Klinis


1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi spasme tulang yang menyertai fraktur untuk meminimalkan
gerakan antara fragmen tulang.
2. Edema dan kemerahan
Pembengkakan pada area sekitar tulang yang patah dikarenakan respon
inflamasi.
3. Hilangnya fungsi
Setelah terjadi fraktur fungsi akan terganggu tidak sesuai seperti normal
biasanya. Bahu dan lengan terasa lemah.
4. Deformitas
Pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas.
5. Pemendekan
Dikarenakan oleh konstraksi otot yang melekat di atas dan di bawah
tempat fraktur, posisi lengan akan menjadi lebih dekat dengan tubuh
6. Krepitasi
Akibat gerakan antara fragmen satu dengan lainnya
4

7. Mati rasa
8. Kesemutan
5

V. Pathway/Patofisiologi
Kecelakaan atau trauma

Menghantam bahu

FRAKTUR KLAVIKULA

Perubahan Jaringan Diskontinuitas Tulang Kerusakan Fragmen


sekitas Tulang Klavikula

Laserasi Spasme Pergeseran Fragmen Stress/cemas N.


Injuri arteri
otot Tulang Supraklavikularis
aksilaris dan
vena tertekan
subklavikularis
Peningkatan Tekanan Deformitas Hipotalamus
Kapiler mendapatkan
Nyeri dada
kode untuk
Sel endotel
merangsang
rusak
Aktivasi substansi kimiawi endogen saraf
(bradikinin, substansi P, serotonin,histamine, simpatis dan
ion K, ion H, prostaglandin medulla
Trombosit melekat adrenalin
di dinding
pembuluh darah
6

Substansi masuk ke dalam cairan


trombus Sekresi katekolamin
ekstaseluler yang melingkupi nosiseptor

Asam lambung
Emboli
Fungsi Imun
Membran sel rusak

Risiko emboli serebral


Aktivasi asam arakhidonat Risiko infeksi

Prostaglandin endoperoxyde
sintase
Platelet dan sel mast

Ujung aferen nosiseptif aktif


Histamin

Cycloendoperoxide
(PGG2) Leukotrien

IL-1β, IL-6, TNF-α, Tromboksan & Vasodilatasi lokal


IFN-ϒ (mediator prostasiklin
inflamasi) (mediator nyeri)
Peningkatan permeabilitas
vaskuler lokal
7

Gerakan cairan ekstravasasi ke dalam


ruang interstitial di jaringan yang rusak

edema

hiperalgesia
(intensitas impuls semakin besar)

Impuls di transmisi o/ serabut aferen nosiseptif primer lewat radiks posterior menuju
kornu posterior medulla spinalis

Membentuk badan sel(neuren sekunder) Impuls melebihi ambang sel T

Impuls di transmisikan di neuron sekunder


Gerbang spinal terbuka

Masuk ke traktus spinotalamikus lateralis


Impuls diteruskan ke pusat supraspinal di
korteks somatosensoris

Impuls di saring intensitasnya o/ system gerbang kendali spinal

Substansia gelatinosa
Fungsi : penghambat Diameter besar Diameter kecil
sel transmisi T (fungsi : penutup gerbang)
Serabut aferen (pembuka gerbang)
8

IMPULS di persepsikan sebagai NYERI

ORIF / OPERASI

Prosedur ivasif (nyeri dan


Post Op integritas jaringan rusak)

Proses Penyembuhan Tulang

FaseInflamasi Proliferasi Fase Konsolidasi


Fase Remodelling
(2-3 minggu) (di mulai minggu ke-2 s.d 3 (beberapa bulan s.d tulang siap
post fraktur dan berakhir pada menerima beban)
minggu ke 4 s.d 8)
Ujung fragmen lamella yang tebal akan
tulang mengalami terbentuk pada sisi dengan
devitalisasi karena Fibroblast dan osteoblast Osteoklast dan osteoblast aktif tekanan yang tinggi
terputusnya berkembang dari osteosit, terus menerus
pasokan darah sel endotel, dan
terjadi hipoksia dan selperiosteum)
inflamasi tjd Rongga medulla akan terbentuk
HEMATOM kembali dan diameter tulang
Stimulasi kondrosit kembali pada ukuran semula
Membentuk u/ berdiferensiasi
periosteal pada kalus lunak
osteoblast dan dengan osifikasi
osifikasi intra endokondral
pembelahan yang
membran mengiringinya
sel
9

Fase Pembentukan
5 hari post hematom : Tulang imatur
kalus
terbentuk benang- (woven bone)
benang fibrin dalam
jendalan darah,
membentuk jaringan jaringan ikat fibrous dan
untuk revaskularisasi, tulang rawan (osteoid) Tulang matur
dan invasi fibroblast . periosteum tjd gerakan (lamellabone)
dan osteoblast mikro pertumbuhan
melingkar kalus
terbentuk

faktor pertumbuhan spesifik Osteoklas Osteoblas mengisi celah di


(TGF beta 1 dan VEGF), antara fragmen dengan
menembus debris tulang yang baru.
Sitokin menuju tempat
fraktur
fraktur

Fase Remodelling
10

(Jay and Gary, 2005; Price dan Wilson,2006)

VI.Pemeriksaan Penunjang
1. X-Ray
Untuk melihat gambaran fraktur / deformitas, lokasi, luas, dan jenis
fraktur.
2. Venogam / arteriogram
Menggambarkan status vaskularisasi
3. CT- Scan
Untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks
4. MRI
Menunjukkan fraktur dan identifikasi adanya kerusakan jaringan lunak
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb dan Ht sering rendah akibat perdaharan
b. LED meningkat bila kerusakan jaringan sangat luas
c. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
d. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
11

e. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),


Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.

VII. Penatalaksanaan Fraktur Klavikula


Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu
dengantindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah
ataunonoperative treatment.Tujuan dari penanganan ini adalah untuk
menempatkan ujung-ujung daripatah tulang supaya satu sama lain saling
berdekatan dan untuk menjaga agarmereka tetap menempel sebagaimana
mestinya sehingga tidak terjadi deformitasdan proses penyembuhan tulang yang
mengalami fraktur lebih cepat.Proses penyembuhan pada fraktur clavicula
memerlukan waktu yangcukup lama.Penanganan nonoperative dilakukan
dengan pemasangan salingselama 6 minggu. Selama masa ini pasien harus
membatasi pergerakan bahu, sikudan tangan. Setelah sembuh, tulang yang
mengalami fraktur biasanya kuat dankembali berfungsi. Pada beberapa patah
tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan. atau mobilisasi pada
tulang untuk mempercepatpenyembuhan. Patch tulang lainnya harus benar-
benar tidak boleh digerakkan (immobilisasi). Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.2.
2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitartulang yang patah
Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutanberbentuk angka
delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini,
menarik bahu ke belakang, dan mempertahankandalam posisi ini. Bila
12

dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberibantalan yang memadai


untuk mencegah cedera kompresi terhadappleksus brakhialis dan arteri
aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedualengan harus dipantau.
3. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota,gerak pada
tempatnya.
4. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan
piringan(plate) atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau
sering disebut open reduction with internal fixation (ORIF).
5. Fiksasi eksternal: Immobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan
ototmenjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita
perlumenjalani terapi fisik.
Perawatan Post Operasi Di Ruang Rawat
Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan,
yaitu :
 Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage,
tube/selang, dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung
monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemeriksaan
pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
 Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak
mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan
luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
 Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan
juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi
neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
Mobilisasi pasca operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca
pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan
pernapasan, latihan batuk efektif, dan menggerakkan tungkai) sampai
dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi
dan berjalan keluar kamar (Smeltzer, 2001).
Tahap-tahap mobilisasi pada pasien pasca operasi meliputi (Cetrione,
2009) :
13

- Pada saat awal (6 sampai 8 jam setelah operasi), pergerakan fisik


bisa dilakukan di atas tempattidur dengan menggerakkan tangan
dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-
otot termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau
ke kanan.
- Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi
badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak
dan fase selanjutnya duduk di atastempat tidur dengan kaki yang
dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakkan.
- Pada hari kedua pasca operasi, rata-rata untuk pasien yang dirawat
di kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan,
semestinya memang sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar
kamar atau keluar kamar, misalnya ketoilet atau kamar mandi
sendiri
Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera
mungkin, hal ini perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien pasca
operasi untuk mengembalikan fungsi pasien kembali normal.

Perbedaan mobilisasi dini antara pasien dengan anstesi spinal dan


anestesi umum adalah waktu pelaksanaannya. Mobilisasi dini pada
pasien dengan anestesi spinal dapat dilakukan pada 24 jam setelah
operasi, sedangkan pada pasien dengan anestesi umum dapat
dilakukan sedini mungkin mulai dari 6-12 jam setelah operasi.
 Mobilisasi dini pada pasien dengan anestesi spinal :
- Setelah operasi berbaring di tempat tidur, tetapi dapat
melakukan pegerakan ringan seperti menggerakkan
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
- Pada hari kedua pasien dapat duduk di tempat tidur dan
duduk dengan kaki menjuntai dipinggir tempat tidur
- Pada hari ketiga pasien dapat berjalan di kamar seperti ke
kamar mandi dan bisa juga berjalan ke luar kamar
 Mobilisasi dini pada pasien dengan anestesi umum :
- Pada saat awal (6 sampai 12 jam pertama) pasien dapat
melakukan pergerakan fisik seperti menggerakkan
14

ekstremitas seperti mengangkat tangan, menekuk kaki, dan


menggerakkan telapak kaki
- Pada hari kedua pasien dapat dudukdi tempat tidur ambil
makan, atau duduk dengan kaki menjuntai di pinggir tempat
tidur. Jika pasien sudah berani, pasien dapat berjalan di
sekitar kamar seperti ke kamar mandi
- Pada hari ketiga pasien dapat berjalan ke lua kamar dengan
dibantu atau secara mandiri.
 Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik
yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia
kala.
 Discharge Planning
 Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada
klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan
dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
- Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan
kepada klien (sebagai dokumentasi)
- Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan
lebih detail.
Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy :
Untuk perawat : pecegahan infeksi pada area stoma
Untuk klien : tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril
(sudah disiapkan)
Dalam merencanakan kepulangan pasien, kita harus
mempertimbangkan 4 hal berikut:
- Home care preparation
Memodifikasi lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu
kondisi klien. Contoh : klien harus diatas kursi roda/pakai alat
bantu jalan, buat agar lantai rumah tidak licin. Kita harus juga
memastikan ada yang merawat klien di rumah.
- Client/family education
15

Berikan edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-
hal yang harus dilakukan atau dihindari kepada keluarga klien,
terutama orang yang merawat klien.
- Psychososial preparation
Tujuan dari persiapan ini adalah untuk memastikan hubungan
interpersonal sosial dan aspek psikososial klien tetap terjaga.
- Health care resources
Pastikan bahwa klien atau keluarga mengetahui adanya pusat
layanan kesehatan yang terdekat dari rumah klien, seperti rumah
sakit, puskesmas dan lain-lain. Jadi jika dalam keadaan darurat
bisa segera ada pertolongan.
VIII. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan pembuluh darah
b) Kompartement Syndrom
Suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam
sebuah ruangan terbatas, Sehingga mengakibatkan berkurangnya
perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan. Gejala utama adalah
rasa sakit yang bertambah parah terutama pada pergerakan pasifdan
nyeri tersebut tidak hilang oleh narkotik.
c) Fat Embolism Syndrom
Terjadi karena sel-sel lemak yang masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tekanan nadi cepat, hypertensi, sesak
nafas, demam. Serangan biasanya 2-3 hari setelah cedera.
d) Infeksi
Terjadi akibat System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan
e) Avaskuler Nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang

f) Shock
Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union dan nonunion :
16

Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah yang tidak


menyambung kembali.
b) Malunion :
adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring.

IX. ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedi Hartono, 1994: 10). Pengkajian Pasien Post Operasi
Fraktur ( Doenges, 1999) meliputi :
 Gejala Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit
vascular perifer atau Statis vascular (peningkatan resiko pembentukan
thrombus ).
 Integritas Ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor - faktor stress
multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat
istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
 Makanan / Cairan
Gejala : insufisiensi pankreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane
mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa
properasi).
 Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
 Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune peningkatan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit
hepatic (efek dari detoksifikasi obat - obatan dan dapat mengubah
koagulasi) ; Riwayat transfusi darah / reaksi transfusi
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
 Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : penggunaan anastesi tikoagulasi, steroid, antibiotic,
antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic,
17

dekongestan, analgesic, anti inflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer


dan juga obat yang dijual bebas, atau obat - obatan rekreasional.
Penggunaan alkohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi
koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri
pasca operasi).
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang
nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994 : 17). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya kuman masuk.
18

Rencana Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil intervensi Rasional
Gangguan rasa nyaman Tujuan : nyeri dapat 1. Lakukan pendekatan pada klien dan 1. Hubungan yang baik membuat klien &
nyeri berhubungan berkurang atau hilang keluarga keluarga kooperatif
dengan terputusnya Kriteria hasil : 2. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi 2. Tingkat intensitas nyeri & frekuensi
jaringan tulang.  Nyeri berkurang atau nyeri menunjukkan skala nyeri
hilang 3. Jelaskan pada klien penyebab dari 3. Memberikan penjelasan akan menambah
 Klien tampak tenang nyeri pengetahuan klien tentang nyeri
4. Untuk mengetahui perkembangan klien
4. Observasi tanda-tanda vital. 5. Merupakan tindakan dependent perawat,
5. Melakukan kolaborasi dengan tim dimana analgetik berfungsi untuk
medis dalam pemberian analgesik memblok stimulasi nyeri
Gangguan mobilitas fisik Tujuan : pasien akan 1. Kaji kebutuhan akan pelayanan 1. mengidentifikasi masalah, memudahkan
berhubungan dengan menunjukkan tingkat mobilitas kesehatan dan kebutuhan akan intervensi.
kerusakan optimal. peralatan. 2. mempengaruhi penilaian terhadap
muskuloskeletal Kriteria hasil : 2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam kemampuan aktivitas apakah karena
 penampilan yang melakukan aktivitas. ketidakmampuan atau ketidakmauan.
seimbang.. 3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal 3. menilai batasan kemampuan aktivitas
 melakukan pergerakkan penggunaan alat bantu. optimal.
dan perpindahan. 4. Ajarkan dan dukung pasien dalam 4. mempertahankan /meningkatkan
 mempertahankan latihan ROM aktif dan pasif. kekuatan dan ketahanan otot.
19

mobilitas optimal yang 5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau 5. sebagai suaatu sumber untuk
dapat di toleransi, dengan okupasi mengembangkan perencanaan dan
karakteristik : mempertahankan/meningkatkan
0 = mandiri penuh mobilitas pasien.
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari
orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan
pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan
dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak
berpartisipasi dalam aktivitas.
Resiko infeksi Tujuan : infeksi tidak terjadi / 1. Pantau tanda-tanda vital. 1. mengidentifikasi tanda-tanda peradangan
berhubungan dengan terkontrol. terutama bila suhu tubuh meningkat.
adanya kuman masuk. Kriteria hasil : 2. Lakukan perawatan luka dengan teknik 2. mengendalikan penyebaran
 tidak ada tanda-tanda aseptik. mikroorganisme patogen.
infeksi seperti pus. 3. Lakukan perawatan terhadap prosedur 3. untuk mengurangi risiko infeksi
 luka bersih tidak lembab inpasif seperti infus, kateter, drainase nosokomial.
dan tidak kotor. luka, dll.
 Tanda-tanda vital dalam 4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi 4. penurunan Hb dan peningkatan jumlah
20

batas normal atau dapat untuk pemeriksaan darah, seperti Hb leukosit dari normal bisa terjadi akibat
ditoleransi. dan leukosit. terjadinya proses infeksi.
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. 5. antibiotik mencegah perkembangan
mikroorganisme patogen.
21

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M.; Butcher, Howard K.; Dochterman, Joanne McCloskey. 2008.
Nursing Intervention Classification (NIC)(Fifth Edition). United States of
America: Elsevier.
C.Pearce, Evelyn. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah :
Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi
Operasi, Sahabat Setia, Yogyakarta.
Gibson, John. 2003. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Heardman, T. Heather (Editor). 2012. NANDA International Nursing Diagnoses :
Definition and Classification 2011 – 2014. Oxford : Wiley-Blackwell.
Ignatavicius, Donna D. 1995. Pocket Companion for Medical-Surgical Nursing: A
Nursing Process Approach. Philadelphia: W.B. SAUNDERS COMPANY
Moorhead, Sue; Johnson, Marion; Maas, Maridean L.; Swanson, Elizabeth. 2008.
Nursing Outcomes Classification (NOC) (Fourth Edition). United States of
America: Elsevier.
Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito
Yogyakarta, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi,
EGC, Jakarta
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC, Jakarta
Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga
University Press, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai