Teknologi cat anti kotor memanfaatkan efek lotus, yang merupakan suatu sifat
membersihkan sendiri (self-cleaning) yang teramati dalam beberapa jenis tumbuhan,
di antaranya pada tumbuhan teratai (lotus). Daun lotus memiliki mekanisme
pembersihan diri secara alami, dimana struktur mikroskospik serta kimia
permukaannya mengakibatkan daun lotus tersebut tidak pernah dapat basah meskipun
tumbuh dalam sungai atau danau. Butiran air yang terdapat pada daun lotus akan
menggumpal pada permukaan daun seperti air raksa, mengambil lumpur, serangga dan
bahan-bahan pengotor yang melekat pada permukaan daun tersebut. Fenomena daun
lotus tersebut kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli teknologi nano dalam
kemajuan teknologi cat sehingga dapat bersifat self-cleaning.
Teknologi yang digunakan dalam pembuatan cat anti kotor adalah dengan
memanfaatkan senyawa TiO2. TiO2 merupakan suatu senyawa semikonduktor yang
dapat mengalami reaksi kimia ketika terjadi kontak dengan cahaya matahari. Proses
kimia yang dibantu oleh energi dari sinar matahari tersebut disebut proses fotokatalisis.
Fotokatalisis TiO2 dapat menguraikan senyawa organik menjadi CO2 dan H2O, dimana
kemampuan tersebut digunakan untuk menguraikan kotoran yang menempel pada
permukaan cat (Kusmahetiningsih & Sawitri 2012). TiO2 memiliki tiga karakteristik
struktur yaitu anatase, rutile dan brooklite (Diebold, 2002). Struktur anatase
merupakan struktur yang dapat digunakan dalam pembentukan teknologi anti kotor
karena memiliki sifat fotokatalis yang paling baik.
Katalis TiO2 memiliki partikel cenderung lengket satu sama lain yang mengakibatkan
terjadinya penggumpalan apabila dilihat secara mikroskopis. Hal tersebut
menimbulkan dibutuhkannya aksi khusus sebelum digunakan sebagai pelapis
permukaan tembok. Antisipasi penggumpalan dapat menggunakan zat pendispersi
dimana zat pendispersi berfungsi untuk pengutaian partikel-partikel dalam suspensi
yang memiliki sifat cenderung lengket antar partikel sehingga tidak terjadi
penggumpalan. Pada senyawa TiO2 yang cenderung berbahan powder, dibutuhkan
dispersant yang memiliki jarak antar partikel cenderung renggang seperti Etilen
Glikol, Polietilen Glikol serta Triton X 100.
Salah satu metode dalam pembentukan cat anti kotor melalu proses preparasi TiO2,
suspensi TiO2 dengan dispersant, serta pencampuran suspensi pada lapisan cat.
Dalam proses preparasi TiO2 dapat dilakukan uji DSC (Differential Scanning
Calorimetry), yakni suatu teknik analisis termal yang digunakan untuk mengukur
energi yang dapat diserap sampel dalam fungsi waktu atau suhu. TiO2 dalam fase rutile
dapat diperoleh dengan melakukan kalsinasi (penguraian dengan temperatur tinggi)
pada suhu 1000’ C dengan durasi selama 7 jam. Sedangkan dalam fasa anatase, dapat
dilakukan kalsinasi selama 4 jam dengan suhu 400’ C. Kedua hasil tersebut kemudian
melalui uji XRD (X-Ray Diffraction) untuk menguji mutu struktur serta susunan atom
kristal TiO2 pada kedua fase tersebut.
Kualitas anti kotor pada cat tiap dispersant dapat dilihat dengan pengolahan citra
(image processing) menggunakan software ImmageJ ketika di cat yang sudah
dicampur dengan dispersant (dalam keadaan kering) diberikan pengotor berupa
lumpur dan pewarna makanan. Kualitas anti kotor pada cat dengan pemberian
pengotor lumpur dalam suatu penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut.
Tabel 1 Hasil analisis ImmageJ untuk pengotor lumpur
Sumber : Pengaruh Dispersant Terhadap Nanopartikel TiO2 Sebagai
Optimasi Cat Anti Kotor
TERHADAP NANOPARTIKEL TiO2
Pada hasil analisis di atas, dispersant dengan sifat anti kotor terbaik untuk melindungi
lapisan cat dari kotoran berupa lumpur adalah dispersant Etilen Glikol dengan
penurunan luasan pengotor sebesar 40.99 cm2. Dispersant terkait dapat mencegah
terjadi aglomeritas partikel dengan ukuran partikel mencapai 132.02 nm untuk cat
murni serta 118.54 nmpenambahan dispersant Etilen Glikol.
Kualitas anti kotor pada cat dengan pemberian pengotor pewarna makanan dalam
suatu penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut.
Pada hasil analisis di atas, dispersant dengan sifat anti kotor terbaik untuk melindungi
lapisan cat dari kotoran berupa pewarna makanan adalah dispersant Triton X dengan
penurunan luasan pengotor sebesar 24.56 cm2. Dispersant terkait dapat mencegah
terjadi aglomeritas partikel dengan ukuran partikel mencapai 132.02 nm untuk cat
murni serta 137.52 nm penambahan dispersant Triton X.
PENUTUP
Kesimpulan
Teknologi yang digunakan dalam pembuatan cat anti kotor adalah dengan
memanfaatkan senyawa TiO2. Namun penggunaan TiO2 pada cat anti kotor namun
memiliki kekurangan berupa resin dari cat akan mudah mengalami kerusakan. Hal
tersebut terjadi karena TiO2 adalah fotokatalis yang memanfaatkan sinar ultraviolet
dalam proses terkait, sehingga resin yang umumnya terbuat dari bahan polimer akan
pecah akibat efek dari sinar ultraviolet (Benedix, 2010).
Dispersant dengan sifat anti kotor terbaik untuk melindungi lapisan cat dari kotoran
berupa lumpur adalah dispersant Etilen Glikol dengan penurunan luasan pengotor
sebesar 40.99 cm2. Sedangkan dispersant dengan sifat anti kotor terbaik untuk
melindungi lapisan cat dari kotoran berupa pewarna makanan adalah dispersant Triton
X dengan penurunan luasan pengotor sebesar 24.56 cm2.
REFERENSI
Benedix, Roland. 2000. "Application of Titanium Dioxide Photocatalysis to Create
Self-Cleaning Building Materials." LACER. Accessed February 7, 2018.
Dyah Sawitri, Rima Fitria Adiati, Nurfadilah, Cindy Claudia Febiola, Ibnu Taufan,
Nur Fadhilah. 2014. "Studi Komparasi Sifat Fotokatalis dan Aglomeritas
Nanopartikel Tio2 Sebagai Pengaruh Dispersantt Etilen Glikol dan Triton X
100 dalam Dirt-Free Paint." Jurnal Fisika Vol. 4 No. 1.
Rima Fitria Adiati, Nurfadilah, Cindy Claudia Febiola, Ibnu Taufan, Nur Fadhilah.
n.d. "Pengaruh Dispersantt Terhadap Nanopartikel TiO2 Sebagai Optimasi
Dirt-Free Paint." Accessed February 6, 2018.
Sungging Haryo W, Arimaz Hangga, Warin Gusena, Tri Kurniawan, Dyah Sawitri.
2012. "Aplikasi Partikel TiO2 Sebagai Self Cleaning pada Cat Minyak."
Accessed February 6, 2018.