PKNPPKN
PKNPPKN
Agama di Indonesia
PPKN
Lembaga keagamaan yang ada di Indonesia harus menjalankan fungsinya dengan benar dan adil, artinya
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia berdasarkan UU No. 1
tahun 1965 diakui lima agama yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha; dan Hindu.
Namun, pemerintah tidak membedakan perlakuan antara agama satu dengan agama lainnya.Yang lebih
diutamakan ialah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, kerukunan, dan keberamaan dalam damai.
Kerukunan antarumat beragama hams selalU di jaga dan dihina dalam rangka mewujudkan cita-cita dan
tujuan nasional sesuai dengan Pancasi Ia daii UUD 1945. Sem ua pernel uk againa dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa mempunyai hak yang sama dalam rnengernbangkan peningkatan
kualitas keimanan dan ketakwaan. Oleh karena itu, umat beragama termasuk mpenganut kepercayaan
harus saling menghormati dan bekerja sama.
Fungsi Lembaga Keagamaan di Indonesia
Fungsi lembaga keagamaan di Indonesia herta Ian dengan baik. Lembaga keagamaan juga dilindungi
oleh pemerintah dalam mengembangkan kegiatan keagarnaannya, sepanjang tidak bertentangan
dengan UUD 1945. Hal ini dapat dihuktikan dengan terbentuknya berhagai organisasi keagamaan di
Indonesia, yaitu
Organisasi keagamaan mewujudkan kerukunan hidup antara umat heragania. Organisasi keagamaan
tidak untuk dipertentangkan satu sama lain, tetapi untuk membina kerukunan, persatuan, dan keutuhan
bangsa Indonesia deini kepentingan masyarakat yang lchih luas. Pada tanggal 30 November 1967,
diadakan musyawarah antarumat beragama. Musyawarah itu menghasilkan tiga keputusan penting,
antara lain
1. meningkatkan pembinaán kerukunan hidup di antara sesama urnat beragarna melalui lemhaga-
lembaga/organisasi keagamaan (MUI, DGI, KWI, PHDP, dan WALUBI);
2. untuk meningkatkan pemhinaan kerukunan hidup di antara sesama umat heragama diperlukan
suatu wadah musyawarah, suatu forum konsultasi dan komunikasi antara pimpinanpimpin I
agama di Indonesia; dan
3. wadah musyawarah dan forum konsultasi dan komunikasi ini dihadiri oleh wakil-wakil majelis
agama dan wakil pemerintah.
Tujuan diadakan pertemuan dan dialog antara para pemuka agama ialah agar tidak terjadi
kesalahpahaman dalam menjalankan ajaran agama masing-masing. Lebih dan itti, setiap umat beragama
dituntut untuk saling menghormati dan bekerja sama satu sama lainnya, terutama dalam bidang
kemasyarakatan, seperti membangun jembatan, jalan, dan kepentingan urnum lainnya. Apabila sudah
tercipta kerukunan hidup antarumat beragarna, persatuan akan terwujud dengan kokoh sehingga kita
dapat bersatu dalam menjalankan roda pembangunan bangsa untuk mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan masyarakat, baik material maupun spiritual.
Umat agama yang rukun selalu menghargai dan saling menghormati satu sama lain. Sikap toleransi hams
dibina terus-menerus serta tidak menyinggung dan mengganggu umat agarna lain. Toleransi berarti
dengan sabar membiarkan orang lain meiniliki sesuatu yang berbeda dengan apa yang diinilikinya.
Dengan kata lain, toleransi adalah menunjukkan sikap sabar dan membiarkan orang lain menjalankan
ibadah agamanya.
Toleransi dan hormat-menghormati serta bekerja sama perlu dijaga agar jangan terjadi konflik
antarumat beragama. Kita selalu menghindari timbulnya masalah sara (suku, agama, ras, dan
antargolongan) karena ini merupakan masalah yang rawan dan dapat mengganggu stabilitas dan
keamanan nasional.
Pembinaan kerukunan hidup antarumat beragama hams kita bina dan kita tingkatkan pelaksanaannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kerukunan hidup beragarna adalah kondisi sosial di mana
semua golongan agama hidup bersama-sama secara rukun dan darnai tanpa adanya percekcokan,
perselisihan, dan pertentangan.
Untuk mewujudkan kondisi deinikian, kita dapat mengembangkan trikerukunan umat beragama, yaitu
1. kemkunan umat seagama,
2. kemkunan antarumat beragama, dan
3. kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.
Kerukunan ini hams dilaksanakan secara menyeluruh, baik oleh masyarakat, pemerintah, maupun
pemuka agama. Ketiga faktor ini saling berkaitan dan apabila terjadi masalah dan konflik, maka
pemerintah berkewajiban menyelesaikannya tanpa mengesampingkan pemuka-pemuka agama.
Sumber Pustaka: Yudhistira
kesehatan
pendidikan
Technology
Smartphone
Laptop
Tips
umum
privacy policy
pendidikan politik
UNDANG-Undang Dasar 1945 Bab XII berjudul “Pertahanan dan KeamananNegara”. Dalam
bab itu,
Pasal 30 Ayat (1) menyebut tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.
Ayat(2) menyebut “usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan
hukum”.
Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam
menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan
undang-undang (UU).
Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur
organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan
saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang
sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya
ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
ANGGAL 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing
tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang
Pemisahan TNI dan Polri
Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan
Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam” serta “ra” dan “ta”
Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000
setelah ada perundang-undangan yang mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004
DPR meluluskan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan
UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada UU tentang “Keamanan Negara” guna merangkai
“Kamneg” dalam satu sistem dengan “Hannneg” (kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk
membedakan dan memisahkan organisasi (TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg,
dan UU tentang TNI sama sekali tidak menyebut “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”
sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi “pertahanan negara” dan
“keamanan negara”.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2), yaitu membangun
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan
Keamanan Negara yang lebih bermuatan semangat dan kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan
pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku sesuai
judul Bab XII UUD 1945, dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri.
Sebagaimana pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan Negara bukan sekadar mengurus
tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar tugas dan
wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, “di masa mendatang TNI akan berada dalam
Departemen Pertahanan (Dephan)”, suatu pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil serta efisiensi
kebijakan, strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg yang kelak
mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya, Departemen Dalam Negeri) sebagaimana
Dephan kelak menjadi instansi yang mengintegrasikan TNI di dalamnya.
2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam departemen dengan otoritas sipil yang
berbeda; dan;
3) Membina kerja sama, baik antara fungsi TNI
dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan “merapikan” dan “menyelaraskan”
pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang TNI.
Tak ada niat dari Departemen Pertahanan untuk “memadukan”, “menggabungkan”, apalagi
“meleburkan” organisasi TNI dan organisasi Polri kedalam pola “hankam” seperti keadaan pada pra Juli
2000, saat Polri masih ada di bawah kewenangan Departemen Pertahanan.
Yang ada adalah ikhtiar untuk menyebarluaskan pada khalayak ramai bahwa menurut Bab XII
dan Pasal 30 UUD 1945, pertahanan negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan
negara tidak sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai
semangat Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Makna dari bunyi Ayat
(5), “.hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan undang-undang” adalah
bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU
tentang Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang
Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan Negara perlu terjalin dalam
semangat kebersamaan “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Setelah melantik Kabinet
Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan Bahwa sebagai
seorang “konstitusionalis” ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara
taat pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Bab XII dan Pasal 30 UUD
1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan. Namun, Bab XII UUD 1945 bukanlah monopoli
departemen dan/atau kementerian negara yang sehari-hari ada di bawah koordinasi Menko Polhukam.
Bab XII UUD 1945 adalah bagian dari bab dan pasal lain dalam UUD 1945 secara keseluruhan.
Marilah kita baca dengan saksama Bab XII Pasal 30 UUD 1945. Marilah kita gelar wacana tentang
makna Pasal 30 serta ayat-ayat yang terkandung di dalamnya secara utuh dan lengkap, termasuk
kaitannya dengan pasal-pasal lain dalam UUD 1945. Pertahanan dan keamanan negara yang dijiwai
“sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta” adalah hal yang terlalu penting untuk dibahas hanya
di kalangan TNI dan Polri. Dalam negara demokrasi, kepedulian tentang pertahanan dan keamanan
negara dalam arti luas adalah hak dan kewajiban tiap warga negara, sebagaimana tertuang dalam Ayat
(1), Pasal 30 UUD 1945.
Pengertian / Arti Definisi Wawasan Nusantara Yang merupakan Cara Pandang Bangsa Indonesia
– belajar Ilmu PPkn / PMP di Internet Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia
tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan pancasila dan
UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka,
berdaulat, bermartabat serta menjiawai tata hidup dalam mencapai tujuan perjuangan nasional.
Wawasan Nusantara telah diterima dan disahkan sebagai konsepsi politik kewarganegaraan yang
termaktub / tercantum dalam dasar-dasar berikut ini :
– Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tanggal 22 maret 1973
– TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tanggal 22 maret 1978 tentang GBHN
– TAP MPR nomor II/MPR/1983 tanggal 12 Maret 1983
Ruang lingkup dan cakupan wawasan nusantara dalam TAP MPR ’83 dalam mencapat tujuan
pembangunan nasionsal :
– Kesatuan Politik
– Kesatuan Ekonomi
– Kesatuan Sosial Budaya
– Kesatuan Pertahanan Keamanan
Pengertian Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan - Sebagai salah satu Warga
Negara yang baik, sudah sepatutnya kita untuk ikut serta di dalam upaya Bela Negara dengan
mewaspadai dan mengatasi berbagai macam bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan (ATHG) terhadap NKRI, seperti halnya para pahlawan yang rela berkorban demi
kedaulatan dan kesatuan. Ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan tersebut dapat datang
dari mana saja, seperti contohnya dari luar negeri atau bahkan dari dalam negeri sekalipun.
Ancaman
Ancaman merupakan salah satu bentuk usaha yang bersifat untuk mengubah atau merombak
kebijaksanaan yang dilakukan secara konsepsional melalui segala tindak kriminal dan politis.
Ancaman Militer ini sendiri merupakan ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata
terorganisasi dan dinilai memiliki kemampuan yang berbahaya terhadap kedaulatan negara,
keutuhan wilayah negara, dan keselamtan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berasal dari
dalam maupun luar negeri. Beberapa macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan
negara :
Ancaman Nonmiliter merupakan ancaman yang tidak bersenjata akan tetapi apabila tetap
dibiarkan, akan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan
segenap bangsa.
Tantangan
Tantangan adalah suatu hal atau bentuk usaha yang memiliki tujuan untuk menggugah
kemampuan.
Hambatan
Hambatan adalah usaha yang ada dan berasal dari dalam diri sendiri yang memiliki sifat atau
memiliki tujuan untuk melemahkan dan menghalangi secara tidak konsepsional.
Gangguan
Gangguan merupakan hal atau usaha yang muncul dari luar yang memiliki sifat atau bertujuan
untuk melemahkan atau menghalangi secara tidak terarah.