Anda di halaman 1dari 18

PRESENTASI KASUS

“PNEUMOTHORAX”

Disusun Oleh:
Nama : R. Maghfira Kurnia Kusuma
NIM : 1413010049

Pembimbing:
Dr. Apriludin, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
RSUD KOTA SALATIGA
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul
PNEUMOTHORAX

Disusun Oleh:
Nama : R. Maghfira Kurnia Kusuma
NIM : 1413010049

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Kamis, 18 Oktober 2018

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Apriludin, Sp. P

ii
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 57 tahun
Alamat : Suropati gang 4 RT 05 RW 05
Status : Menikah
Masuk RS : 21 Oktober 2018 pukul 19.30

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan
sejak tanggal 1 Oktober. Namun pasien baru datang setelah pasien sudah
tidak dapat menahan rasa sesaknya lagi. Sesak nafas dirasakan makin
memberat saat pasien bekerja (buruh angkut). Pasien merupakan pasien
rujukan dari RS DKT dengan Pneumothorax dan sudah terpasang WSD.
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pasien sering mengalami keluhan serupa, sudah pernah terpasang
WSD sebanyak 9 kali di RSUD Salatiga, RS DKT, dan pasien pernah
mengalami riwayat batuk berdahak berwarna putih sejak tahun 2014.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat
keturunan sakit jantung, diabetes melitus dan hipertensi disangkal.
5. Riwayat Personal Sosial
Pasien termasuk perokok berat dan bukan alkoholik. Pasien
dirawat menggunakan BPJS.

C. Pemeriksaan fisik
1. Kesan Umum : Tampak sesak
2. Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
3. Vital Signs
Tekanan Darah : 139/89 mmHg
Nadi : 81x/menit reguler
Frekuensi Napas : 26x/menit

1
Suhu : 37,2oC
4. SpO2 : 89%
5. Head to toe
Kepala & Leher
Inspeksi Bentuk wajah simetris, Conjungtiva anemis (-/-),
Sklera Ikterik (-/-), ptosis (-/-), eksophtalmus (-/-)
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-), pembesaran tiroid (-)
Thorax (Cor)
Inspeksi Pulsasi terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba pada SIC V linea mid clavicula
sinistra
Perkusi Cardiomegali (-), batas kanan jantung terdapat di
linea parasternlis dextra, batas kiri jantung terdapat di
line mid clavicula sinistra, batas atas jantung atas
terdapat di SIC II, batas bawah jantung terdapat di
SIC V
Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar regular, Murmur (-),
Gallop (-)
Thorax (Pulmo)
Inspeksi Pelebaran vena (-), retraksi dinding dada (-), barrel
chest (-)
Palpasi Vocal fremitus sama kuat pada kedua lapang paru
Perkusi Hipersonor pada pulmo dextra
Auskultasi Ronki (-), Wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi Asies (-), pelebaran vena (-), spider nevi (-)
Auskultasi Peristaltik usus 6x/menit
Palpasi Nyeri tekan (-)
Perkusi Timpani (+)
Ekstremitas (Superior, Inferior, Dextra, Sinistra)
Inspeksi Edema (-)
Palpasi Pitting non pitting edema (-), akral hangat (+)
Tabel 1.1. Hasil pemeriksan fisik
D. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen thorax tanggal 25 Oktober 2018

2
Gambar 1. 1. Rontgen thorax tanggal 25 Oktober 2018

3
Foto thorax, AP view, inspirasi cukup, kondisi foto cukup pada
Hasil
a. Masih tampak area lusensi tanpa corakan vaskuler di hemithorax dextra
apex superolateral
b. Corakan bronkovaskuler dikedua pulmo tampak meningkat ramai
dengan perselubungan semiopaq inhomogen di suprahiler sinistra,
perihiler dan parahiler dan paracardial bilateral dengan akr
bronchogram (+)
c. Diafragma dextra et sinistra tampak mendatar
d. Sinus costofrenicus sinistra tampak tumpul
e. Cor, CTR <0,5
f. Terpasang WSD dengan ujung proyeksi SIC 5 dextra
Kesan
a. Gambaran TB paru aktif dengan gambaran pneumothorax dextra,
infected bronchopneumoni dan PPOK disertai gambaran pleural
effusion sinistra
b. Besar cor dalam batas normal
c. Terpasang WSD dengan ujung proyeksi SIC 5 dextra
2. Rontgen thorax tanggal 20 Oktober 2018
Foto thorax evaluasi, AP view, inspirasi dalam, Kondisi foto cukup
Hasil
a. Masih tampak area lusensi tanpa corakan vaskuler di hemithorax dexra
aspek superior
b. Tampak hiperaerasi kedua pulmo dengan pelebaran spatium
intercostalis dextra disertai perselubungan semiopaq inhomogen di
suprahiler dan perihiler dextra et sunistra disertai garis garis fibrosis
c. Diafragma dextra et sinistra tampak mendatar
d. Sinus costofrenicus sinistra tampak tumpul
e. Cor, CTR < 0,5
f. Terpasang WSD dengan ujung di proyeksi SIC 5 dextra

4
Kesan
a. Gambaran TB paru lama aktif dengan gambaran pneumothorax dextra
dan pleural effusion sinistra
b. Besar cor dalam batas normal
c. Terpasang selang WSD dengan ujung di proyeksi SIC 5 dextra
Nb : dibanding foto sebelumnya tanggal 16 Oktober 2018, radiologis
status quante. Masih terdapat gambaran pneumothorax dextra
3. Rontgen thorax tanggal 6 Oktober 2018
Foto thorax, PA dan lateral view, inspirasi cukup, kondisi foto cukup
Hasil
a. Tanpak area lusensi tanpa corakan vaskuler di hemithorax dextra aspek
superolateral yang pada lateral view berada di superior sampai
retrosternal
b. Corakan bronkovaskular di kedua pulmo tampak meningkat ramai
dengan perselubungan semiopaq inhomogen di suprahiler sinistra,
perihiler, parahiler dan paracardial bilateral dengan air bronchogram (+)
c. Diafragma dextra et sinistra tampak mendatar
d. Sinus costofranicus tampak tumpul
e. Retrosternal dan retrocardial space tampak terbuka
f. Cor, CTR < 0,5
g. Sistema tulang yang tervisualisasi tampak intak
Kesan
a. Gambaran TB paru aktif dengan gambaran pneumothorax dextra
infected bronchopneumoni dan PPOK
b. Tak tampak gambaran pleural effusion
c. Besar cor dalam batas normal

5
4. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Leukosit 6,54 4,5 - 11 Ribu/ul
Eritrosit 4,83 3,80 – 5,80 Juta/ul
Hemoglobin 15,8 12 – 16 g/dl
Hematokrit 43,6 37 – 47 Vol%
MCV 90,3 85 – 100 Fl
MCH 32,7 28 – 31 Pg
MCHC 36,2 30 – 35 g/dl
MPV 8,4 6,5 – 12.00 fL
PDW 16,5 9,0 – 17,0
Trombosit 241 150 -450 Ribu/dl
Hitung jenis
Eosinofil % 2,1 1-5 %
Basofil % 0,6 %
Limfosit % 22,0 22-40 %
Monosit % 4,5 4-6 %
Netrofil % 70,0 40-75 %
Tabel 1.2. Hasil pemeriksaan darah 13 Oktober 2018

E. Diagnosa kerja
Pneumothorax

F. Diagnosa banding
1. Congestive Heart Failure
2. Hipertiroid Heart Disease
3. GERD
4. PPOK

G. Penatalaksanaan
1. 22 Oktober 2018 – 24 Oktober 2018
a. Amlodipin 5 mg tablet 1x1
b. Bricasma respules 2,5 nebul 3x1
c. Fulmicort respules 0,2 nebul 3x1
d. Omeprazole 40 mg injeksi 1x1
e. Methylprednisolone 125 mg injeksi 3x6,25
f. Ceftriaxone 1 gram injeksi 2x1
g. Aminophilin 24mg/ml drip 3x20 tpm
h. Ringer laktat 20 tpm

6
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
CPC merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan tanpa atau adanya gagal jantung kanan akibat penyakit yang
menyerang struktur atau fungsi paru atau pembuluh darahnya. Penyebab
akut tersering adalah emboli paru masif penyebab kronik tersering
adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) (Wilson, 2005).

B. Etiologi
1. Vasokonstriksi
 Bronkitis kronik
 PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
 Cystic fibrosis
 Chronic hypoventilation
 Obesity Neuromuscular
 Chest wall dysfunction
 Gaya hidup tidak sehat
2. Oklusi pembuluh darah
 Thromboembolic disease
 Acute or chronic Pulmonary arterial hypertension
 Pulmonary veno-occlusive disease
3. Parenkim paru
 Chronic bronchitis
 PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
 Bronchiectasis Cystic fibrosis (Shujaat, 2007)

8
C. Klasifiksi
Terdapat 5 klasifikasi hipertensi pulmonal yang dapat menyebabkan
CPC berdasarkan WHO keculi klasifikasi ke-2 tidak dapat menyebabkan CPC
Klasifikasi I : Hipertensi arteri pulmonal, kelainan jaringan ikat,
scleroderma dan idiopatik
Klasifikasi III : Hipertensi pulmonal dengan penyakit paru denga atau
tanpa hypoxia; termasuk penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), interstitial
lung sisease (ILD) dan obstructive sleep apnea (OSA)
Klasifikasi IV : Hipertensi pulmonal tromboemboli kronis; gumpalan darah
yang terbentuk di paru-paru dapat menyebabkan peningkatan resistensi,
hipertensi pulmonal dan, selanjutnya, kor pulmonal
Klasifikasi V : Hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lain, termasuk sarkoidosis, polisitemia vera (yang dapat menyebabkan
peningkatan viskositas darah dan, kemudian, hipertensi pulmonal), vaskulitis,
dan gangguan lainnya (Budev, 2003).

D. Faktor risiko
 Pajanan asap rokok
 Polusi udara di dalam ruangan
 Pekerjaan, yang berkaitan dengan paparan bahan kimia dan partikel yang
lama dan terus menerus
 Polusi udara di luar ruangan
 Genetik
 Masalah pada paru saat gestasi atau anak-anak (Wardhani, 2014)

E. Manifestasi klinis
1. Anamnesis
Pasien dapat mengeluhkan kelelahan, takipnea, dispnea saat
aktivitas, dan batuk. Nyeri dada anginal juga dapat terjadi dan mungkin
karena iskemia ventrikel kanan atau peregangan arteri pulmonalis, yang
biasanya tidak merespon nitrat. Hemoptisis dapat terjadi karena pecahnya
arteriol paru pulmonal yang melebar atau aterosklerotik. Tekanan arteri

9
pulmonal yang meningkat dapat menyebabkan peningkatan tekanan atrial
kanan, vena perifer, dan kapiler.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat didapatkan peningkatan diameter dada,
usaha pernapasan yang bekerja dengan retraksi dinding dada dan sianosis
dapat terlihat. Pada auskultasi paru-paru, mengi dan kicauan bisa terdengar
sebagai tanda-tanda penyakit paru yang mendasari. Aliran turbulen melalui
pembuluh darah pada hipertensi pulmonal (diukur dengan kateterisasi)
tromboemboli kronis dapat didengar sebagai bruit sistolik di paru-paru.
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National
Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35
mmHg atau “mean” tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada
saat istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan
adanya kelainan valvular pada jantung kiri, penyakit myokardium,
penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru
Pada perkusi, hiperresonansi paru-paru mungkin merupakan tanda
PPOK yang mendasarinya. Murmur ejeksi sistolik dengan klik ejeksi tajam
di atas wilayah arteri pulmonal mungkin terdengar pada penyakit lanjut,
bersama dengan murmur regurgitasi paru diastolik. Temuan lain pada
auskultasi sistem kardiovaskular mungkin RV ketiga dan keempat suara
atau murmur sistolik dari regurgitasi trikuspid. Pemeriksaan ekstremitas
bawah mengungkapkan bukti edema pitting. Edema pada kor pulmonal
sangat terkait dengan hiperkapnia.
Tanda-tanda fisik hipertensi pulmonal berupa kuat angkat sistolik
pada area parastrernal, mengerasnya bunyi pulmonic kedua, dan bising
akibat insufisiensi katup trikuspidalis dan pulmonalis. Irama gallop,
distensi vena jugularis, hepatomegali dan edema perifer.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Rontgen
Karakteristik pada rontgen pada hipertensi arteri pulmonal terlihat
adanya pemebsesaran pada sentral arteri pulmonal. Pada 95% pasien
dengan PPOK dan hipertensi pulmonal, diameter dari cabang kebawah

10
arteri pulmonal kanan adalah lebih besar 20mm. Gagal jantung kanan
akan terlihat ventrikular kanan dan dilatasi atrial kanan pada rontgen
dada.
b. Elektrokardiografi
Akan terlihat tanda hipertropi ventrikel kanan. Yaitu deviasi aksis
kanan dan rasio R/S lebih dari 1 pada lead V1, peningkatan amplitudo
gelombang P pada lead II (P pulmoale) merupakan tanda pembesaran
atrium kanan, inkomplit atau komplit Right Bundle Branch Block, pada
akut kor pulmonale, dengan emboli pulmonale akut, akan terlihat
gambaran klasik pada gelombang S di lead I dengan Q dan T inverted
pada lead III.
c. Dopler ekokardiografi
Ini merupakan tekhnis dengan menghitung fungsional trikuspid
insufisiensi yang selalu ada pasien dengan hipertropi atrium.
d. Spirometri
Setelah penggunaan bronkodilator, hasil VEP1/KVP <70% (0,70)
menjelaskan bahwa pasien mengalami PPOK. Gangguan faal paru
obstruktif, berdasarkan VEP1 setelah penggunan bronkodilator
Gold 1 Ringan VEP1>80% prediksi
Gold 2 Sedang 50% < VEP1 < 80 % prediksi
Gold 3 Berat 30% < VEP1 < 50 % prediksi
Gold 4 Sangat berat VEP1 <30% prediksi
Tabel 2. 1. Klasifikasi derajat PPOK (Wardhani, 2014)
e. MRI
Dalam PPOK, akan terlihan gambaran hiperinflasi. Kontras MRI
memberikan gambar yang baik untuk melihat struktur dan fungsi
ventrikel kanan.

11
F. Patofisiologi

Etiologi

Perubahan anatomis Perubahan


pada pembuluh darah fungsional paru
paru

Hipoksemia Hiperkapnia
Berkurangnya
jaringan vaskular
paru Asidosis

Vasokontriksi
arteriol paru

Meningkatnya resistensi
vascular paru

Hipertensi pulmonal

Hipertrofi ventrikel
kanan

CPC

Gambar 2.1. Patofisiologi CPC (Wilson, 2005)

G. Tatalaksana
Tatalaksana ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar dengan
pemberian oksigen konsentrasi rendah dengan hati-hati. Bronkodilator dan
antibiotik membantu meredakan obstruksi aliran udara pada pasien PPOK.
Pembatasan cairan yang masuk dan diuretic mengurangi tanda-tanda yang
timbul akibat gagal ventrikel kanan. Terapi antikoagulan jangka panjang
diperlukan.

12
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan sesak nafas
dan bekak sejak 1 minggu yang lalu bertambah saat pasien sedang bekerja.
Oleh bidan, sudah diberikan 5 jenis obat untuk mengurangi bengkak dan
sesaknya namun keluhan tidak menghilang akhirnya pasien memutuskan
untuk pergi ke IGD RS dan dilakukan pemasangan EKG dengan hasil Left
Ventricular Hypertrofi atau pembesaran jantung kiri. Pasien didiagnosis
Congestive Heart Failure (CHF). Diagnosis ini sesuai dengan hasil
anamnesis dan EKG di mana terdapat adanya aliran backward dari
ventrikel kanan kembali ke kedua tungkai yang menyebabkan pasien
bengkak. Aliran forward dari ventrikel kiri menyebabkan darah yang
seharusnya dialirkan ke seluruh tubuh kembali ke paru menyebabkan
sesak nafas. Pasien juga mengeluhkan sering bersendawa dan nyeri perut
bagian epigastrik yang tetap nyeri setelah pasien makan. Namun diagnosis
GERD dapat disingkirkan karena adanya bengkak dan gambaran EKG
yang menunjukkan adanya kelainan pada jantung.
Pasien juga mengeluhkan batuk tidak berdahak sejak lama dan
sudah diberikan obat, di diagnosis pasien memiliki Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Dari hasil EKG didapatkan axis jantung
berdeviasi ke arah kanan yang menunjukkan adanya hiperteofi jantung
kanan. Dokter mengusulkan pemeriksaan penunjang berupa Rontgen dada
dan USG abdomen dengan suspek Cor Pulmonal Chronic (CPC) dan
didapatkan hasil adanya pembesaran jantung kanan disertai dengan PPOK.
Riwayat penyakit dahulu, pasien pernah mengalami batuk yang tak
kunjung sembuh, namun pasien lupa didiagnosis penyakit ala karena sudah
lama. Pasien mengaku salah satu penyebab batuknya adalah karena daerah
rumahnya yang dingin. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan
leukosit menurun, eusinofil menurun, limfosit menurut, neutrofil
meningkat, ureum menungkat, SGOT meningkat, SGPT meningkat,
kalium menurun dan protein total menurun.

13
PPOK merupakan penyebab tersering CPC (peringkat ke-3
menurut WHO tahun 2003). PPOK merupakan penyakit obstruksi paru
yang kronik dengan karakteristik hambatan aliran udara menetap dam
prgresif yang disertai dengan peningkatan respon inflamasi kornis pada
saluran napas dan paru. Bronchitis kronik, emfisema paru dan asma
bronkial membentuk kesatuan yang disebut PPOK. Bronkitis kronik
ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan dalah bronkus dan
bermanifestasi sebagai batuk dan pembentukan sputum selama setidaknya
3 bulan dalam setahun (Wilson, 2005). Manifestasi klinis ini sangat sesuai
dengan pasien yang mengeluhkan batuk kronik beberapa tahun yang lama.
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang
ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak norma,
serta destruksi dinding alveolar. Asma merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai
jenis rangsangan dan bermanifestasi sebagai penyimpitan jalan nafas yang
juga ada pada pasien ini. Dapat disimpulkan bahwa CPC pada pasien ini
disebabkan oleh penyakit PPOK yang sebelumnya menyerang pasien ini.
PPOK yang merupakan gangguan obstruktif paru dapat
menyebabkan adanya perubahan anatomis dan fungsiona paru yang dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal dan akhirnya terdapat RVH (Right
Ventricular Hypertrofi) yang terdapat pada pasien ini dan menjadikan
diagnosis pasien ini adalah CPC.
Tatalaksana pada tanggal 8 Oktober Ny. S diberikan digoxin yang
memiliki efek inotropic positif bekerja dengan membuat irama jantung
kembali normal, dan memperkuat jantung dalam memompa darah ke
seluruh tubuh karena pasien mengalami RVH dan hipertensi pulmonal
sehingga darah yang dikeluarkan oleh jantung tidak maksimal. Obat
spironolakton yang merupakan obat antidiuretic hemat kalium dikarenakan
terdapat hipokalemi pada pasien ini dan di kolaborasi dengan Furosemide
(anti diuretic) untuk mengurangi sesak nafas dan edema pada tungkai.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut yang kemungkinan pasien
mnegalami dyspepsia sehingga diberikan ranitidine sebagai penghambat

14
pengeluaran asam lambung. Pada tanggal 10 Oktober diberikan Isosorbit
dinitrat merupakan obat anti angina diberikan karena komplikasi dari CPC
adalah infark miokard dan dalam kasus ini, juga diberikan sebagai
vasodilator. Acetylcisteine (N-acetylcysteine (NAC)) merupakan obat
sebagai mukolitik dikarenkan salah satu manifestasi klinis PPOK adalah
batuk berdahak yang terdapat pada pasien ini. Aminofilin adalah senyawa
teofilin bronkodilator, sesak pasien dapat juga disebabkan karena PPOK
bukan hanya karena RVH (Redaksi ISO Indonesia, 2014).

B. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan pelaksanaan penanganan pasien


maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum penanganan dan alur
diagnosa telah sesuai dengan teori yang ada. Pasien secara klinis membaik
merupakan salah satu tanda ketepatan diagnosis dan pengobatan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Budev MM, Arroliga AC, Wiedemann HP, Matthay RA. 2003. Cor
pulmonale: an overview. Semin Respir Crit Care Med. 24(3):233-44.
Redaksi ISO Indonesia. 2014. ISO Indonesia. Jakarta : PT. ISFI.
Shujaat, Adil. 2007. Pulmonary hypertension and chronic cor pulmonale in
COPD. International Journal of COPD:2(3) 73–282
Wardhani. 2014. Penyakit Paru Obstruktif Kronis dalam Kapita Selekta
Kedokteran jilid II editor Chris Tanto hl. 824-827. Jakarta : Media
Aesculapius.
Wilson. 2005. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernapasan dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit editor Huriawati hl. 783-790.
Jakarta : EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai