a) Banyak gereja dan lembaga gerejani hanya memikirkan pembangunan, tetapi tidak
memikirkan juga ketahanan yang dibangun itu. Penampakan dan kuantitas dipentingkan, isi
dan kualitas yang serasi tidak dihiraukan.
b) Jumlah anggota gereja bertambah tetapi kegiatan kemanusiaan gereja tidak tampak
meningkat. Kegiatan gereja hanya berkisar keliling organisasi dan sector spiritual-ritual,
sedang sector social-human, yakni pelayanan nyata kepada manusia, apalagi di luar gereja,
dianggap sekunder, malah ada yang berpendapat tidak penting. Padahal sector inilah yang
member kesempatan bersaksi tentang universalitas penginjilan dan lengkapnya misi gereja.
Mengapa dan untuk apa kita membina jemaat Kristen ? Tentu harus dijawab oleh hati
masing-masing dan dalam persekutuan. Karya kita tidak sampai pada target yang kita tetapkan
bagi kita saja, melainkan dipikirkan dalam kesatuan dengan karya mereka yang menyusul,
karena pembinaan sesuatu yang hidup bersinambungan selama hidup itu melanjut.
Karya agung itu terus actual sepanjang masa, karena Roh Kudus melanjutkannya dalam
pola dan dengan jiwa yang sama. Tanggung jawab kita dan mereka yang menyusul dibidang
pembinaan ini merupakan satu keutuhan bakti, bukan penggal-penggal yang tidak menyatu dan
mengutuh dalam dimensi abadi selama Tuhan berkenan melibatkan semua.
Sering kali pembinaan yang kita selesaikan menurut rencana masih memerlukan
bimbingan beberapa lama lagi sampai yang dibina sudah dapat berjalan sendiri. Sementara itu
ada kesempatan, malah keharusan bagi Pembina untuk mendampingi yang dibina menanggapi
aspek-aspek baru yang memerlukan pembinaan pula. Maka pembinaan tidak terpikir tanpa
pengembangan.
Pola Kerja
Tiga Strata
a) Praktis belum ada apa-apa, paling-paling satu dua orang Kristen yang biasanya disebut oleh
gereja “diaspora”. Mungkin ada yang berpendapat, keadaan ini masih premature untuk
dipikirkan kearah pembentukan jemaat. Namun ada kewajiban pada orang yang beriman
untuk membantu sesamanya beroleh karunia yang sama agar semua terhimpun dalam jemaat
yang adalah penjelmaan tubuh kristus. Maka demi keutuhan misi gereja strata 1 ini sudah
harus dipikirkan dalam rangka menyeluruh, yaitu pertumbuhan jemaat sejak mula
pertamanya.
b) Kalau sudah ada sejumlah orang Kristen, tetapi belum berorganisasi sebagai jemaat. Paling-
paling dapat disebut calon jemaat.
c) Sudah ada jemaat, tetapi membutuhkan pembinaan lebih lanjut menjadi Pembina pada
gilirannya, setidak-tidaknya Pembina kedewasaan sendiri. Sesuatu yang sering tidak
diperhatikan oleh gereja-gereja kita bila sudah mencapai status formal itu serta kerutinannya.
Inilah yang menyebabkan kehidupan gerejani kita nampak jenuh sudah.
Sehubungan dengan ini ada satu hal yang peka lagi : Menguasai teologi tidak berarti otomatis
memiliki kecakapan membina jemaat. Teologi yang paling canggih pun tak ada maknanya, jika
manusia yang mengembangkannya tidak mampu membina persekutuan yang disebut jemaat
Kristus.
Andai kata membenah diri sudah mencapai hasil jemaat setempat sekarang berdaya untuk
turut menyelenggarakan pembangunan diluar, target berikutnya jangan jauh-jauh dulu. Mulailah
dengan lingkungan sendiri.
Peranan gembala yang tadi membina jemaatnya, sekarang diteruskan oleh jemaat
setempat dalam membangun/mengembangkan kehidupan lingkungan. Pada asasnya tetap sama :
a) Menjelaskan arti pembangunan kepada lingkungan menurut etika yang dianut bersama.
b) Mengajak atau bersedia diajak kedalam kegiatan bersama bagi kepentingan bersama.
c) Dalam konteks lingkungan jemaat setempat turut memasang daya upayanya secara harmonis
dan koperatif dengan daya upaya golongan-golongan social lain bagi maksud dan tujuan
lingkungan itu.