Manfaat cooling tower di berbagai industri sangat dibutuhkan. Industri
pembuatan polypropylene salah satunya. Cooling tower dimanfaatkan dalam upaya peningkatan produktifitas serta efisiensi pada proses produksi mesin di industri polypropylene. Industri sangat membutuhkan tingkat efisiensi yang tinggi dan kondisi operasi yang sesuai agar dapat bekerja optimal (Stanford, 2003). 1. Polypropylene Plastik dapat diaplikasikan untuk berbagai tujuan seperti untuk pengemasan, bahan tekstil seperti kain, tali, dan karpet, peralatan rumah tangga seperti piring, gelas, kursi, dan sebagainya, bahan bangunan seperti genteng plastik, komponen otomotif, film, pembungkus kabel, pipa, coating, fiber dan fillament, kontainer dan yang lainnya termasuk mainan anak dan peralatan kesehatan. Salah satu bahan baku pembuatan plastik adalah polipropilen. Polipropilen merupakan sebuah polimer termoplastik yang terbuat dari nafta. Bahan baku dari plastik tersebut yang setiap tahun kebutuhannya semakin meningkat, dan kebutuhan akan polipropilen juga semakin meningkat. Indonesia harus melakukan impor polipropilen karena peningkatan kebutuhan tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas produksinya. Barang yang membutuhkan polipropilen sebagai bahan bakunya sangat banyak, maka dapat dikatakan bahwa polipropilen merupakan salah satu turunan olefin yang sangat penting dan dibutuhkan. Meningkatnya proses inovasi membuat fungsi polipropilena semakin meluas ke berbagai sektor. Polipropilena pada dasarnya ditujukan secara umum untuk komoditas plastik yang digunakan dalam berbagai sektor pengaplikasian yang tidak terlalu rumit, tetapi juga dikatakan tetap penting. Pengenalan teknologi pemodifikasian sifat polipropilena menyebabkan meningkatnya penggunaan bahan dalam aplikasi terkait keteknikan, terutama sektor otomotif (Stanford, 2003) 1.1. Kegunaan dan Karakteristik Polypropylene Polipropilena merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari suatu proses polimerisasi monomer propilena (CH3-CH=CH2). Molekul polipropilen mengandung atom karbon tertier dengan gugus metil rantai utama. Atom hidrogen 6 terikat pada atom karbon tertier yang mudah bereaksi dengan oksigen dan ozon, sehingga menyebabkan ketahanan oksidasinya lebih kecil daripada polietilena. Polipropilena lebih kuat dibanding polietilena. Selain itu polipropilena juga ringan, memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, tidak reaktif, dan cukup mengkilap. Polipropilena mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190-200°C), sedangkan titik kristalisasinya antara 130–135°C. Polipropilena mempunyai ketahanan terhadap chemical resistance yang cukup tinggi, tetapi impact strength nya rendah. Polipropilena dapat digunakan untuk membuat tali, botol plastik, karung, ember, gelas plastik dan sebagainya. Polipropilena sangat cocok untuk penggunaan pengemasan karena ketebalannya yang kurang dari 100 mikrometer dan tetap tahan dengan serangga. Polipropilena juga memiliki sifat antimikrobial karena sifatnya yang permeabel terhadap gas yang digunakan untuk menyimpan bahan makanan atau organik seperti gas phosphine untuk mencegah bahan organik mengalami pembusukan. Sifat-sifat fisis yang mendukung polipropilena sebagai bahan dasar unit 7 pengemasan adalah sifatnya yang semi-rigid namun tahan banting, resisten terhadap panas, gangguan listrik, dan kimia, kepadatan yang lebih rendah serta suhu penghalusan yang lebih tinggi dapat dilakukan hingga dibawah 160°C. Uraian tipe polimer polipropilena yang digunakan untuk unit pengemasan: 1) Homopolymer PP 2) Block copolymer PP 3) Random copolymer PP 4) Thermoforming and blow moulding 5) Injection moulding Selain dalam bentuk chips, polipropilena juga dapat diproduksi dalam bentuk serat. Pembentukan polipropilena dalam bentuk serat ini berguna untuk mempermudah terjadinya suatu proses selanjutnya ke produk akhir seperti produk tekstil contohnya kain, filter, tambang, pelapis, tapes, dan produk lainnya. 1.2. Bahan Baku dan Teknologi pembuatan Polipropilen Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan polipropilena dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu bahan baku utama dan bahan baku penunjang. Bahan baku 12 utama yang digunakan adalah propilena sebagai monomer. Bahan baku penunjang terdiri dari gas hidrogen, nitrogen, dan etilena. Teknologi yang digunakan dalam pembuatan polipropilena sangat beragam. Perbedaan yang mendasar dari semua teknologi adalah pada reaktor yang digunakan. Jenis reaktor yang digunakan untuk membuat polypropylene adalah homopolymer reactor. 1.3 Proses Produksi Polypropylene Polipropilena dapat dibuat dengan cara polimerisasi adisi dari propilena yang mempunyai kemurnian tinggi dengan adanya katalisator. Katalisator yang digunakan adalah katalisator anionik tipe Ziegler yang merupakan campuran TEAL dan titanium tetra klorida (TiCl4). Bentuk rantai pada polipropilena yang teratur bersifat kristalin. Polimerisasi polipropilena umumnya dilakukan pada temperatur antara 25°C-100°C yang bebas dari kontaminasi, H2O, CO2, O2 dan lain-lain. Secara umum, pembuatan polipropilena terdiri dari 4 tahap besar. Pertama, persiapan bahan baku dari minyak mentah untuk mendapatkan monomer. Kedua, monomer mengalami polimerisasi pada produksi yang lebih besar. Ketiga, hasil dari polimerisasi akan terbentuk resin. Keempat, produk resin yang tebentuk akan diolah lebih lanjut untuk menjadi produk baru. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan polipropilena dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu bahan baku utama dan bahan baku penunjang. Bahan baku 19 utama yang digunakan adalah propilena sebagai monomer. Sementara itu, bahan baku penunjang terdiri dari gas hidrogen, nitrogen, dan etilena. Proses pembuatan homopolimer semua bahan masuk ke dalam reaktor dengan tekanan dan suhu tertentu serta bantuan katalis sehingga terjadi reaksi polimerisasi, pada reaksi ini menghasilkan polipropilena dalam bentuk resin atau powder. Proses ini tidak semua gas yang dimasukan tersebut akan menjadi polipropilena, sehingga gas yang tidak mengalami reaksi polimerisasi didaur ulang ke dalam reaktor atau cycle gas. Kemudian, resin polipropilena masuk ke product discharge system. Product discharge system adalah sistem yang digunakan untuk mengeluarkan resin yang terbentuk di dalam reaktor dan dikirim ke product receiver. Product receiver ini terjadi proses pemisahan campuran gas hidrokarbon, hidrogen dan nitrogen dengan resin polipropilena. Resin polipropilena yang mengandung gas-gas dimasukkan ke degas bin, maka pada degas ini terjadi deaktifasi katalis atau mematikan katalis untuk menonaktifkan reaksi polimerisasi di bantu dengan bantuan steam. Purge bin adalah tempat dimana untuk menetralisir sisa katalis dan kokatalis (TEAL) serta menghilangkan sisa gas yang masih terdapat didalam resin (Nugroho, 2017). Pelletizing system adalah sistem dimana terjadi proses pembuatan pellet polipropilena dari resin polipropilena. Resin polipropilena yang berasal dari purge bin dicampur dengan zat aditif sesuai dengan jenis produk yang diiginkan dan dimasukan ke dalam pelletizer. Kemudian dicairkan dengan pemanasan suhu 240°C atau dilewatkan ke dalam extruder dan dipotong menjadi polipropilena yang berbentuk pellet. Pellet tersebut dimasukan ke dalam pellet cooling water sebagai pendingin, kemudian ke spin dryer, pellet dimasukan kedalam screener, pellet yang mempunyai ukuran yang sesuai dengan spesifikasi di tampung oleh surge bin/silo. Silo dan bagging adalah sistem di mana pellet yang dihasilkan kemudian dimasukan ke dalam silo untuk proses pengantongan produk. Bantuan tekanan udara maka pellet ditransfer ke silo yang terbagi menjadi dua, yaitu aim silo dan off spec silo. Polipropilena yang sesuai dengan spesifikasi dimasukan ke dalam aim silo sedangkan yang tidak sesuai akan dimasukkan ke dalam off spec silo. Kemudian produk yang terbentuk akan di transfer ke bagging silo dan setelah itu barulah dilakukan bagging atau pengarungan produk. Secara umum katalis yang digunakan di perusahaan penghasil polipropilena terdiri atas dua komponen, yaitu super high activity catalyst dan LYNK 1010. SHAC merupakan zat padat berbentuk kristal yang mengandung logam titanium 2,8 – 3,2% sebagai logam aktif yang sering dipakai yaitu TiCl4. SHAC yang dipakai adalah SHAC jenis 201. Katalis SHAC 201 terdiri atas TiCl4 dan MgCl2 (30%) dan white mineral oil (60–75%). White mineral oil berfungsi untuk melindungi kompleks TiCl4/MgCl2 dari kereaktifan dengan air. Wujudnya berupa slurry yang memungkinkan katalis dapat dialirkan ke dalam reaktor. Padatan akan mengendap dan memadat sehingga sulit disuspensikan kembali. Katalis SHAC 201 mempunyai selektifitas yang tinggi. Produtivitas SHAC 201 dipengaruhi oleh waktu tinggal reaksi, jenis katalis, laju deaktivasi katalis, dan kadar ko-katalis. Produktivitas katalis akan naik jika waktu tunggal dalam reaktor semakin lama dan laju deaktivasi katalis menurun. Katalis LYNK1010 sebenarnya disusun oleh senyawa-senyawa yang tidak jauh berbeda dengan SHAC 201. LYNK 1010 disusun oleh 20-40 % kompleks katalis, 60-80 % white mineal oil, dan heksana. Kompleks katalis dibangun oleh TiCl4 dengan support yang berbeda dengan SHAC 201. LYNK 1010 mempunyai kreaktifan yang lebih besar dari SHAC 201. Meskipun demikian, LYNK 1010 bukanlah katalis utama dalam produksi polipropilena karena sulitnya pengendalian kondisi reaktor. Produksi polipropilena yang memakai LYNK 1010 sebagai katalis sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Jika temperatur reaktor berubah sedikit saja, kemungkinan terbentuknya chunk dalam reaktor lebih besar, sehingga reaktor harus dimatikan dan produksi terhenti. 1.3. Proses Pembuatan Propilena Berdasarkan Fasanya Berdasarkan fasanya, proses pembentukan polipropilena dibagi lagi menjadi 3 jenis yaitu proses polimerisasi solvent (fasa slurry), proses polimerisasi bulk (fasa liquid), dan juga proses polimerisasi vapor (fasa gas). 1.3.1. Proses Polimerisasi Solvent Partikel PP tersebar dalam bentuk slurry dalam pelarut dengan proses polimerisasi solvent, sehingga proses ini dapat disebut juga proses polimerisasi slurry. Polimerisasi solvent menggunakan autoclave dan juga agitator untuk reaktor, dan kondisi operasi suhu 50-80 °C, serta tekanan sekitar 1 MPa. Alasan dilakukannya hal ini adalah dengan adanya heksana, heptana atau pelarut hidrokarbon inert lainnya dimana inhibitor polimerisasi telah dieliminasi. Partikel PP diperoleh setelah melalui pemisahan dan pemulihan propilena yang tidak bereaksi, deashing (dekomposisi dan eliminasi katalis menggunakan alkohol), pencucian dengan air, pemisahan sentrifugal dan pengeringan untuk proses penanganan lebih lanjut. Proses untuk memisahkan AP (polimer bentuk non-kristalin dimana kelompok metil dari unit propilena yang tersusun pada rantai tidak normal), yang terproduksi sebagai produk sekunder pada 10% dari jumlah polimerisasi diperlukan pada suatu waktu, dan oleh karena itu, AP dipisahkan menggunakan kelarutannya dalam pelarut polimerisasi. Proses ini tidak hanya rumit, tetapi beban biaya juga besar karena pemisahan dan pemurnian alkohol dan air dalam jumlah besar digunakan dalam deashing dari pelarut yang dipulihkan. 1.3.2. Proses Polimerisasi Bulk Proses polimerisasi bulk juga disebut juga proses polimerisasi massa, dan pelarut-pelarut seperti heksana dan heptana tidak digunakan. Proses ini merupakan polimerisasi dari propilena cair. Proses ini bertujuan untuk menyederhanakan proses dengan juga menggunakan monomer propilena sebagai pelarut, oleh karena tidak ada pelarut lain selain propilena cair yang digunakan. Biaya energi untuk uap, listrik, dll, yang diperlukan untuk memulihkan pelarut dapat sangat berkurang. Kondisi operasi yang digunakan dalam proses polimerisasi bulk adalah suhu antara 50-80°C dan tekanan yang kira-kira mendekati tekanan uap propilena. Tekanan ini dapat berubah-ubah tergantung suhu, tetapi ada di kisaran 2-4 MPa. Propilena cair digunakan untuk pelarut, reaksi polimerisasi berlangsung cepat, dan waktu retensi dipersingkat. Efisiensi volumetrik sangat meningkat, ukuran reaktor untuk mendapatkan kapasitas produksi yang sama bisa lebih kecil daripada secara konvensional. Produktifitas yang tinggi, luas permukaan penghilangan panas tidak cukup untuk menghilangkan panas polimerisasi. Ukuran reaktor berkurang, sehingga dalam kasus reaktor tangki berpengaduk, terdapat alat penukar panas eksternal khusus. 25 Proses polimerisasi bulk adalah proses dengan banyak kelebihan, tetapi tidak cocok untuk memproduksi polimer yang dikenal sebagai impact copolymer. Impact copolymer adalah campuran dari komponen homopolymer propilena dengan komponen karet yang memiliki berat molekul yang rendah, yaitu ethylenepropylene copolymer dengan berat molekul yang relatif cukup besar. Peningkatkan impact strength pada temperatur yang rendah dan sekaligus juga akan menjaga kekakuan yang merupakan karakteristik dari polypropylene. 1.3.3. Proses Polimerisasi Vapor Proses polimerisasi fase uap sebenarnya mirip golongan proses polimerisasi bulk karena dilakukan hanya dengan monomer. Akan tetapi, polimerisasi dilakukan dalam wujud gas propilena dan bukan wujud propilena cair sehingga merupakan proses yang berbeda dari polimerisasi bulk konvensional. Polimerisasi fasa uap lebih rendah dalam segi kualitas karena tidak ada proses untuk memisahkan produk sekunder AP yang berjumlah banyak, dan produknya terbatas pada aplikasi yang khusus. Tidak adanya dan penghilangan AP karena peningkatan yang pesat dalam suatu kinerja katalis, proses mencapai penyederhanaan lebih lanjut. Manufaktur impact copolyme membutuhkan setidaknya dua reaktor, dan jalur suplai untuk ethylena, sebagai ko-monomer, digunakan pada stage kedua dari suatu reaktor sehingga komponen karet dapat dipolimerisasi. Manufaktur pada dasarnya bisa memungkinan dengan hanya memiliki satu reaktor untuk polimer, selain impact copolymer. Kondisi operasi yang digunakan yaitu suhu dari 50-80 °C dan tekanan dalam kisaran 1-2 MPa. 1.4. Reaksi yang Terlibat Reaksi yang terjadi pada proses pembuatan PP terdiri dari 3 tahapan, yaitu: inisiasi, propagasi, dan terminasi. Sebelum terjadi ketiga tahapan reaksi di atas, katalis TiCl4 diaktifkan terlebih dahulu oleh ko–katalis Al(C2H5)3 sehingga akan terbentuk pusat aktif (active center) katalis seperti pada rekasi berikut: 1.4.1. Inisiasi Reaksi inisiasi adalah tahap pembentukan awal radikal bebas. Setelah katalis diaktifkan oleh ko-katalis dan membentuk radikal bebas Ti, maka monomer propilen akan langsung menyerang bagian aktif ini dan dapat berkoordinasi dengan logam transisi. Selanjutnya langsung menyisip antara metal dan pada grup alkil, sehingga mulailah terbentuk rantai polipropilena. 1.4.2. Propagasi Propagasi adalah reaksi yang melibatkan radikal bebas yang jumlah radikal bebasnya akan tetap sama. Radikal propilen yang terbentuk akan langsung menyerang monomer propilen lainnya secara menerus dan akan membentuk suatu radikal polimer yang panjang. Tahapan ini tidak terjadi pengakhirannya, polimerisasi terus berlangsung sampai tidak ada lagi gugus fungsi yang tersedia untuk bereaksi. Penghentian reaksi biasanya dikenal adalah dengan penghentian ujung atau dengan menggunakan salah satu dari monomer secara berlebihan. Tahap propagasi yang pertama adalah radikal bebas klor yang merebut sebuah atom hidrogen dari dalam molekul metana dan menghasilkan radikal bebas metil. 1.4.3. Terminasi Reaksi terminasi adalah reaksi yang berujung pada turunannya jumlah radikal bebas. Reaksi terminasi yaitu diinjeksikannya sejumlah hidrogen yang berfungsi sebagai terminator. Hidrogen sebagai terminator akan bergabung dengan sisi aktif katalis 28 sehingga akan terjadi pemotongan suatu radikal polimer yang akan segera dapat menghentikan polimerisasi propilen. 1.5. Pengembangan Proses Tidak efektifnya proses yang berjalan pada skema proses sebelumnya, maka diadakan pengembangan proses pada produksi polipropilen agar proses yang dibuat lebih sederhana namun terampil. Pada akhir era 1970-an, produksi polipropilen memanfaatkan katalis generasi ketiga dan keempat yang memiliki performa jauh lebih baik daripada katalis dua generasi sebelumnya. Proses ini disebut bulk process. Perubahan yang paling terlihat dari proses ini adalah penggantian propilen cair pada sistem pelarut yang mengakibatkan 31 ringkasnya proses ini akibat tidak adanya proses pembuangan ataktik dan kerusakan katalis. Pendekatan lain yang digunakan pada pengembangan proses polipropilen adalah teknologi proses fasa gas (gas-phase process technology). Pendekatan ini dinilai revolusioner karena tidak adanya kebutuhan pelarut atau medium cair lainnya untuk mendispersikan reaktan dan produk yang keluar dari reaktor. Proses ini menghilangkan proses pemisahan dan jauh menghemat penggunaan pelarut atau propilen cair dalam jumlah besar yang digunakan pada bulk process technology. Produk akhirnya merupakan polipropilen yang kering dan proses selanjutnya hanya membutuhkan deaktivasi residu katalis sebelum penambahan aditif dan pembentukan polipropilen ke bentuk pelet. Proses ini sudah digunakan oleh banyak perusahaan kimia ternama seperti Amoco, Unipol, dan BASF. Meskipun pengembangan proses fasa gas intensif pada era yang sama dengan pengembangan bulk process, proses fasa gas sudah diinisiasi oleh BASF secara komersial pada akhir era 1960-an. Proses ini dinamai proses Novolen. Proses 32 Novolen menggunakan stirred-bed polymerizers yang berada pada kondisi operasi diatas 20 bar dan berada pada rentang temperatur 70-90°C. Kondisi yang seragam dijaga pada polymer bed dengan mekanisme mechanical mixing menggunakan sebuah agitator helik dan terfokus di bagian bawah. Monomer yang tidak bereaksi dikondensasi dan masuk ke sistem recycle untuk menghilangkan kalor yang dihasilkan dari polimerisasi. Pengadukan mekanis membutuhkan resirkulasi gas yang lebih minim daripada menggunakan mekanisme fluidisasi untuk pencampuran. Pabrik ini awalnya hanya mengandung satu polymerizer untuk produksi homopolimer, namun untuk produksi kopolimer, ditambahkan dua reaktor seri yang mulai dikembangkan pada akhir era 1970-an. Proses ini tidak melibatkan proses separasi untuk polimer ataktik atau penghilangan katalis, dengan kata lain, pabrik ini juga menerapkan konsep tersebut. Apabila pada proses ini digunakan katalis generasi pertama, produk polimer mengandung lebih banyak fraksi polimer ataktik daripada produk utamanya yang efek lebih lanjutnya adalah produk memiliki kekokohan yang lebih rendah. Proses ini membutuhkan unit netralisasi residu katalis dan penghilang klorida, reaksi menggunakan propilen oksida pada unit extruder. 1.6. Manfaat Polypropylene Polipropilena kebal, kebanyakan living hinge (engsel fleksibel tipis yang terbuat dari plastik yang menghubungkan dua bagian dari plastik yang kaku), seperti yang ada di botol dengan tutup flip top, dibuat dari bahan ini. Lembar propilena yang sangat tipis dipakai sebagai dielektrik dalam pulsa berdaya tinggi tertentu serta kondensator frekuensi radio yang kehilangan frekuensinya rendah. Kebanyakan barang dari plastik untuk keperluan medis atau labolatorium bisa dibuat dari polipropilena karena mampu menahan panas di dalam autoklaf. Sifat tahan panas ini akan menyebabkannya digunakan sebagai bahan untuk membuat ketel tingkat-konsumen. Wadah penyimpan makan yang terbuat darinya takkan meleleh di dalam mesin cuci piring dan selama proses pengisian panas industri berlangsung. Alasan inilah yang merupakan sebagian besar tong plastik untuk produk susu perahan terbuat dari propilena yang ditutupi dengan foil aluminium (keduanya merupakan bahan tahan-panas). Seusai produk didinginkan, tabung sering diberi tutup yang terbuat dari bahan yang kurang tahan panas. Polipropilena merupakan sebuah polimer utama dalam barang tak tertenun. Sekitar 50% digunakan dalam berbagai produk sanitasi yang dipakai untuk menyerap air. 2. Cooling Tower Cooling Tower adalah suatu alat yang dipergunakan untuk memindahkan sejumlah panas dari suatu fluida ke fluida lain. Cooling tower beroperasi menurut prinsip difusi, dimana adanya perubahan temperatur dapat mengakibatkan perbedaan besarnya laju perpindahan massa yang terjadi. Cooling tower sangat dibutuhkan oleh industri sebab cooling tower merupakan bagian dari utilitas yang banyak digunakan. Dimana cooling tower memproses air yang panas menjadi air yang dingin yang digunakan kembali yang bisa dirotasikan. Cooling tower salah satu alat yang juga mengolah air untuk mengatasi masalah polusi lingkungan. Sebuah cooling tower bisa digunakan sebagai penghilang panas dalam proses thermodynamics konvensional seperti pendinginan atau generasi tenaga steam atau biasa digunakan dalam berbagai proses dimana air digunakan untuk penukar panas dan ini baik atau diinginkan untuk membuat penolak panas pada udara atmosfer. Air bekerja sebagai sebagai fluida penukar panas, menghilangkan panas ke udara atmosfer kemudian didinginkan dan disirkulasi pada sistem untuk menghasilkan operasi yang ekonomis. Kemungkinan teoritis dari perpindahan panas per pound dari sirkulasi udara dalam suatu cooling tower bergantung pada temperatur dan uap air dari udara (moisture content of the air). Suatu indikasi uap air dari udara adalah temperatur wet-bulbnya. Idealnya, temperatur wet-bulb harus lebih rendah dari temperatur teoritis dimana air dapat didinginkan. 2.1. Prinsip Operasi Cooling Tower Cooling tower ini beroperasi menurut prinsip difusi, adanya perubahan temperatur dapat mengakibatkan perbedaan besarnya laju perpindahan massa dan panas yang terjadi. Besarnya laju perpindahan massa dan panas dipengaruhi oleh luas daerah kontak antara fluida panas dengan fluida dingin, waktu kontak, kecepatan fluida dan temperatur fluida (Ramadhan, Diniardi dan Daroji 2017). Sedangkan cooling water adalah air pendingin yang digunakan untuk mendinginkan peralatan. Pendinginannya air terjadi didalam cooling tower. Pada cooling tower sebagian air menguap ke udara dan kalor sensibel berpindah dari air panas ke udara yang lebih dingin. Kedua proses itulah yang mengakibatkan turunnya temperatur air dan untuk menjaga keseimbangan air, hanya perlu menambahkan air (make up water) untuk menggantikan air yang hilang karena penguapan atau terbawa oleh udara. Pendinginan air dalam jumlah besar dilakukan dalam kolam-kolam semprot (Spray Pond). Tujuan dari dibuatnya cooling tower atau menara pendingin adalah untuk mensirkulasikan air pendingin dengan cara mendinginkan air itu dan menggunakannya kembali secara berulang-ulang. Air panas yang biasanya berasal dari kondensor atau unit perpindahan panas lainnya dimasukkan melalui puncak menara dan di distribusikan ke dalam plat-plat melalui metode cascade kebawah dilengkapi dengan Slat Grating untuk memberikan luas permukaan yang besar untuk kontak udara dan air. Pada prinsipnya cooling tower adalah jenis bahan isian yang khusus yaitu kayu sipres yang mempunyai daya tahan aksi gabungan air dan angin. Dalam menara itu air menguap ke udara dan kalor sensibel berpindah dari air panas ke udara yang lebih dingin. Kedua proses itulah yang mengakibatkan turunnya air dingin dan untuk menjaga keseimbangan air dingin hanya perlu menambahkan air untuk menggantikan air yang hilang karena penguapan (Utami, 2014).
2.2. Persyaratan Proses Cooling Tower
o Umumnya batasan operasi cooling tower adalah pada suhu 120 F. Temperatur air keluar biasanya lebih rendah dari 120 oF. Pada saat temperatur air proses melebihi 120 oF perlu dilakukan tahapan evaporasi dengan menggunakan cooler sehingga tidak akan terjadi kontak langsung antara air yang panas dengan udara.Temperatur air terendah yang mungkin didinginkan didalam cooling tower tergantung pada wet bulb temperatur udara, tetapi ini bukanlah batasan mutlak karena tekanan uap yang keluar dan wet bulb temperatur cooling tower. 2.3. Tujuan Cooling Tower Tujuan dari cooling tower adalah untuk dapat melestarikan air pendingin dengan cara mendinginkan air itu dan menggunakannya kembali secara berulang. Air hangat yang biasanya berasal dari kondensor atau unit perpindahan kalor akan dimasukkan melalui puncak menara dan akan didistribusikan ke dalam sebuah palung dan melimpah melalui kaskade ke bawah melalui slat grating yang berfungsi memberikan luas permukaan yang besar untuk kontak udara-air. Cooling tower juga dapat menurunkan suhu aliran dengan cara mengekstraksi panas. Aliran udara memanjat menara pendingin dijujut oleh angin dan oleh gaya apung udara di dalam menara. Cooling Tower pada prinsipnya adalah sejenis menara isian khusus. Bahan isian biasanya adalah kayu sipres yang merupakan isian yang paling ekonomis yang mempunyai daya tahan terhadap aksi gabungan angin dan air. Menara pendingin itu, sebagian air akan menguap ke udara yang lebih dingin. Kedua proses itu akan mengakibatkan turunnya suhu air. Menjaga keseimbangan air, hanya perlu menambahkan air untuk pengganti air yang hilang karena penguapan dan terbawa angin. Gaya dorong penguapan besarnya sangat mendekati selisih antara tekanan uap air dan tekanan uapnya apabila air itu diturunkan suhunya sampai suhu cembul basah. Suhu air tidak dapat diturunkan menjadi lebih rendah daripada suhu cembul basah udara. Prakteknya, selisih antara suhu air dan suhu cembul basah udara haruslah sedikitnya 4°F atau 5°F. Selisih suhu ini dinamakn pendekatan suhu (Approach). Penurunan suhu air dari suhu masuk sampai suhu keluar disebut jangkauan (range). Air didinginkan dari 95°F sampai 80°F dengan mengontakkan pada udara dengan suhu cembul basah 70°F, jangkauannya ialah 15°F, sedang pendekatannya adalah 100F. Air pada cooling tower digunakan untuk tujuan pendinginan proses. Rancangan peralatan pendinginan itu haruslah didasarkan atas suhu maksimum cooling tower yang diperkirakan. Suhu ini gilirannya tidak tergantung pada suhu basah maksimum pada lokasi itu. Daftar suhu cembul basah maksimum di Amerika Serikat dan tempat lain di dunia sudah terdapat dalam publikasi. Kehilangan air karena adanya penguapan pada waktu pendinginan itu sangat kecil, karena untuk menguapkan 1 lb air diperlukan 1000 Btu, maka 100 lb air harus didinginkan 10°F untuk memberikan kalor untuk menguapkan 1 lb air itu. Mengubah suhu air 10°F terdapat rugi penguapan sebanyak 1%. Terdapat pula kehilangan karena semprot mekanis, yang pada menara yang dirancang dengan baik, hanyalah sebesar 0,2%. Kondisi yang disebutkan di atas, rugi total air selama mengalir melewati pendingin itu hanyalah sekitar 1,7%. Pendinginan zat cair lain dengan cara evaporasi ini akan rugi penguapan, walaupun kecil masih lebih besar dari rugi dalam air, karena kalor penguapannya akan lebih kecil.
2.4. Manfaat Cooling Tower di Industri
Cooling tower juga dimanfaatkan dalam upaya peningkatan produktifitas serta efisiensi pada proses produksi mesin di industri. Karena dalam beberapa hal di industri dibutuhkan tingkat efisiensi dan temperatur yang sesuai agar dapat bekerja secara optimal. Untuk dapat menghasilkan suhu yang diinginkan, maka peralatan yang akan digunakan harus memenuhi kapasitas yang sesuai dengan beban pendinginan yang dimiliki oleh mesin yang digunakan. Fluida yang keluar dari hasil proses pendinginan pada mesin injeksi plastik, mempunyai suhu panas atau besar. Sehingga diperlukannya pendinginan agar fluida dari proses mesin tersebut dapat digunakan kembali dengan suhu yang stabil. Fluida disini merupakan air yang mana pada sistem refrigerasi berkapasitas sedang dan besar air sebagai media pendingin kondenser. Hal ini dikarenakan air memiliki kemampuan pemindahan kalor yang lebih baik.Kondenser berpendingin air berdasarkan cara kerjanya memiliki dua klasifikasi. Fungsi dari cooling tower atau menara pendingin adalah untuk menurunkan suhu aliran fluida baik itu air, ataupun oil dengan cara mengekstraksi panas dari fluida dan mengemisikannya ke atmosfer. Setelah melalui kondenser, temperatur air akan naik karena menyerap sejumlah kalor dari refrigerant di Kondenser, temperatur air akan naik karena menyerap sejumlah kalor dari refrigerant di kondenser. Air panas ini lalu masuk melalui hot water inlet port pada cooling tower untuk seterusnya naik kebagian atas cooling tower tersebut. Air kemudian keluar melalui lubang-lubang yang ada pada sprinkler. Sprinkler akan berputar sambil melepaskan air dan mendistribusikannya secara merata dibagian atas cooling tower. Air yang keluar dari sprinkler ini kemudian masuk ke water column dan bersinggungan dengan aliran udara yang arahnya berlawanan (air panas turun kebagian bawah cooling tower, sementara udara masuk dari bagian bawah untuk seterusnya keluar dari bagian atas). Pada saat persinggungan antara air dan udara, sejumlah kalor akan dilepaskan oleh air yang bertemperatur lebih tinggi ke udara yang bertemperatur lebih rendah. Sehingga mengakibatkan temperatur air akan turun. Temperatur air yang sudah dingin ini kemudian ditampung dibagian bawah cooling tower (basin) untuk kemudian disirkulasikan lagi menuju kondenser agar dapat menyerap kalor lagi. 2.5. Komponen Cooling Tower pada Proses Mesin Injeksi Plastik Komponen cooling tower pada proses mesin injeksi plastik jenis aliran angin tarik induced draft counterflow cooling tower secara garis besar adalah pertama kipas yang merupakan bagian terpenting dari sebuah menara pendingin karena berfungsi untuk menarik udara dingin dan mensirkulasikan udara tersebut di dalam menara untuk mendinginkan air. Kipas rusak atau tidak berfungsi maka kinerja menara pendingin tidak maksimal. Kipas digerakkan oleh motor listrik dan di kopel langsung oleh poros kipas. Kedua kerangka pendukung menara berfungsi untuk mendukung menara pendingin agar dapat berdiri kokoh dan tegak.Tower supporter terbuat dari baja. Ketiga rumah menara pendingin atau casing. Rumah menara pendingin harus memiliki ketahanan yang baik terhadap segala cuaca dan life time yang lama. Casing terbuat dari seng. Pipa sprinkler merupakan pipa yang berfungsi untuk mensirkulasikan air secara merata pada menara pendingin, sehingga perpindahan kalor air dapat efektif dan efisien. Pipa sprinkler dilengkapi lubang kecil untuk menyalurkan air. water basin, berfungsi untuk pengumpul air sementara yang jatuh dari filling material sebelum disirkulasikan kemabali ke kondenser. Water basin terbuat dari seng. Inlet Louver berfungsi sebagai tempat masuknya udara melalui lubang yang ada. Melalui inlet louver akan terlihat kualitas dan kuantitas air yang akan didistribusikan. Inlet louver terbuat dari seng. Filling material, merupakan bagian dari menara pendingin yang berfungsi untuk mencampurkan air yang jatuh dengan udara yang bergerak naik. Air yang masuk mempunyai suhu yang cukup tinggi akan disemprotkan ke filling material. Filling material inilah air yang mengalir turun menuju water basin akan bertukar kalor dengan udara segar dari atmosfer yang suhunya. Oleh sebab itu, filling material harus dapat menimbulkan kontak yang baik antara air dan udara agar terjadi laju perpindahan kalor yang baik. Filling material harus kuat, ringan dan tahan lapuk. Filling material ini mempunyai fungsi memecah air menjadi butiran-butiran tetes air dengan maksud memperluas permukaan pendinginan sehingga proses perpindahan panas dapat dilakukan seefisiensi mungkin. 2.6. Natural-Draft Cooling Tower Awalnya menara ini berbentuk silinder hingga pada akhirnya berbentuk hiperbola seperti sekarang ini. Menara pendingin ini pertama dibuat pada tahun 1972, di gunakan di Inggris dan Amerika. Menara ini tidak menggunakan kipas, dan aliran udaranya bergantung semata-mata pada tekanan dorong alami dan tidak ada bagian yang bergerak. Udara mengalir keatas karena adanya perbedaan massa jenis antara udara atmosfer dengan udara kalor lembab didalam menara pendingin yang bersuhu lebih tinggi daripada udara atmosfer sekitarnya. Perbedaan massa jenis ini maka timbul tekanan dorong yang mendorong udara keatas. Menara pendingin alami ini memiliki tinggi yang cukup tinggi bisa mencapai puluhan meter. Menara pendingin alami ini dibagi menadi 2 jenis yaitu: menara pendingin aliran angin alami aliran lawan arah dan menara pendingin aliran angin alami aliran silang arah. Kedua jenis menara pendingin ini, menara pendingin aliran angin alami silang arah kurang diminati. Lebih sedikit memberi tahanan terhadap aliran udara di dalam menara, sehingga kecepatan udaranya lebih tinggi dan mekanisme perpindahan kalornya kurang efektif dan efisien. Menara pendingin aliran angin alami lawan arah lebih sering dipakai karena mempunyai kelebihan yaitu memiliki konstruksi yang kuat dan kokoh sehingga lebih tahan terhadap tekanan angin, mampu beroperasi dicuaca dingin ataupun lembab, dapat digunakan untuk instalasi skala besar (Putra dan Soekardi, 2015). 2.7. Mechanical-draft Cooling Tower Mechanical draft cooling tower merupakan pendingin udara mengalir karena adanya kipas yang digerakkan secara mekanik. Fungsi dari kipas adalah mendorong udara atau menarik udara melalui menara yang dipasang diatas atau dibawah menara. Berdasarkan fungsi dari kipas, menara pendingin aliran angin mekanik terbagi menjadi 2 jenis, yaitu tipe aliran forced-draft dan tipe aliran induced-draft. Tipe aliran angin dorong, kipas yang dipasang di bagian bawah, sehingga mendorong udara melalui menara pendingin. Aliran angin ini secara teoritis banyak disukai karena kipas beroperasi dengan udara yang lebih dingin, sehingga konsumsi daya menjadi lebih kecil. Tetapi berdasarkan beberapa kasus yang terjadi, jenis ini memiliki masalah yang berkaitan dengan distribusi udara, kebocoran, dan resirkulasi udara kalor dan lembab kembali ke menara. Menara draft mekanik tersedia dalam range dan juga kapasitas yang cukup besar. DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Y. 2017. Makalah Polypropylene. (Online). https://www.scribd.com
/document360207526/Makalah-Polypropylene. (Diakses pada tanggal 28 September 2018). Putra, R. S, dan Soekardi, C. 2015. Analisa Perhitungan Beban Cooling Tower pada Fluida di Mesin Injeksi Plastik. Jurnal Teknik Mesin Universitas Mercu Buana. Vol. 04(2): 19-25. Ramadhan, A. I., Diniardi, E., dan Daroji, M. 2017. Analisa Penyusutan Produk Plastik Pada Proses Injection Molding Menggunakan Media Pendingin Cooling Tower dan Udara dengan Material Polypropylene. Jurnal Riset Sains dan Teknologi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Vol. 1(2): 65- 74. Stanford, H. W. 2003. HVAC Water Chillers and Cooling Towers. Bosa Roca: Taylor & Francis Inc. Utami, R. S. 2014. Prinsip Kerja Cooling Tower. (Online).https://www. scribd.com/document/242567649/Prinsip-Kerja-Cooling-Tower (Diakses pada tanggal 28 September 2018).