Anda di halaman 1dari 29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Lokasi Pengambilan Data

Pada sub bab ini membahas tentang hasil laporan Kasus Asuhan

Keperawatan DHF pada anak umur 6-12 tahun dengan pemenuhan

kebutuhan cairan dengan Responden An. B dan An. S, pada tanggal 27-29

Desember 2018 di Wilayah Puskesmas Kedungmundu Semarang.

Puskesmas Kedungmundu terletak di Kelurahan Sambiroto Kecamatan

Tembalang yang merupakan Puskesmas Rawat Jalan.

a) Puskemas

1) Sejarah pendirian

Puskesmas Kedungmundu didirikan pada tanggal .... berdasarkan

SK ..... No ...

2) Letak Geografis

...............

3) Jumlah Sumber Daya Manusia (Tenaga Kesehatan)

Jumlah tenga profesional di Puskesmas Kedungmundu adalah

sebagai berikut :

No Profesi Jumlah
1. Dokter 5 orang
2. Perawat 12 orang
3. Bidan
4. Apoteker
5. Tenaga Kefarmasian

42
6. Bagian Umum
Sumber : Data Primer, 2018

4) Area cakupan kerja

Area cakupan kerja Puskesmas Kedungmundu meliputi :

(a) Keluharan ,.....

(b) Kelurahan ....

5) Angka Prevalensi DHF yang terdata di Puskesmas

Berdasarkan data survey yang didapatkan dari Riset Kesehatan

Dasar Dinas Kesehatan Kota Semarang Kecamatan Tembalang

pada tahun 2018 dilaporakan sejumlah .... kejadian.

b) Rumah Responden Pertama (An.B)

a. Lokasi

Delik Rejo RT 10 RW 11 Kelurahan Tandang Semarang.

c) Rumah Responden Kedua (An.S)

1) Lokasi

Bukit Rejo RT 4 RW 10 Kelurahan Tandang Semarang.

d) Angka kejadian DHF di lingkungan rumah/kelurahan

Berdasarkan data yang didapatkan dari laporan Kelurahan Tandang,

Tembalang angka kejadian DHF di tahun 2018 sebanyak ........ kali

43
2. Pengkajian

a. Biodata Responden

Pengkajian dilakukan pada kedua responden pada tanggal 27

Desember 2018 dimulai pukul 10.00 - 13.00 WIB di rumah kedua

responden yang masuk di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu

Semarang.

Responden pertama (An.B) merupakan anak dengan usia 10

tahun 2 bulan dan berjenis kelamin laki-laki. Responden kedua (An.S)

merupakan anak dengan usia 7 tahun 8 bulan dan berjenis kelamin

laki-laki.

b. Riwayat keperawatan

Pada Responden pertama (An.B) dengan Diagnosa Demam 3

Hari dilakukan pengkajian pada tanggal 27 Desember 2018, ibu

responden mengatakan bahwa An.B bila sakit demam lalu diberi obat

biasanya langsung turun demamnya, namun sampai 3 hari belum ada

perubahan. Sejak tanggal 22 Desember 2018 An.B mengalami demam,

pusing, perut nyeri dan mual . Demam yang dialami An.B mengalami

naik turun. Pada tanggal 24 Desember 2018 An.B dibawa oleh ibunya

periksa ke Puskesmas Kedungmundu. Saat dilakukan pengukuran suhu

didapatkan data bahwa suhu An.B 38,5ºC. Pada pukul 11.00 WIB

An.B sudah di periksa dokter kembali dan mendapatkan obat. Dokter

menyarankan kepada orangtua Responden, bahwa Responden akan

diperiksa darahnya (trombosit) selama 3 hari berturut-turut untuk

44
mengobservasi perkembangan penyakit demam yang diderita

Responden. Dari riwayat kesehatan keluarga, ibu An.B mengatakan di

lingkungan keluarga tidak ada yang mengalami sakit Dengue

Hemorrhagic Fever seperti yang dialami oleh Responden pertama

(An.B).

Pada Responden kedua (An.S) dengan Diagnosa Demam 5

Hari dilakukan pengkajian pada tanggal 27 Desember 2018, Nenek

An. S mengatakan bahwa An. S sering demam namun tidak sampai

berhari hari. Sejak tanggal 24 Desember 2018 An.S mengalami

demam, pusing dan perut sakit. Demam yang dialami An. S

mengalami naik turun. Pada tanggal 26 Desember 2018 Responden

(An.S) dibawa oleh neneknya periksa ke Puskesmas Kedungmundu.

Responden disarankan oleh dokter untuk periksa laboratorium. Hasil

cek laboratorium hematologi responden menunjukkan angka trombosit

dibawah normal 137.000/uL. Saat dilakukan pengukuran suhu

didapatkan data bahwa suhu An. S38ºC. Pada pukul 11.00 WIB

Responden sudah selesai di periksa dokter dan mendapatkan obat.

Dokter menyarankan untuk pemeriksaan cek laborat selama 3 hari

berturut turut. Dari riwayat kesehatan keluarga, ibu An. S mengatakan

tidak ada keluarga yang pernah mengalami sakit Dengue

Haemorrhagic Fever.

c. Pengkajian Pola Fungsional (Gordon)

45
Pada pengkajian pola nutrisi dan metabolik didapatkan data

bahwa sebelum sakit Responden makan 3 kali dalam sehari dengan

porsi sedang dan dengan menu makanan nasi, lauk dan sayur.

Responden biasa minum 2 botol air mineral ukuran 600 ml dalam

sehari. Selama di rumah An.B mau makan dengan sayur yang banyak

kuah nya. Responden pertama (An.B) mengalami penurunan nafsu

makan karena merasa mual, An.B hanya menghabiskan setengah porsi

yang disediakan ibunya. Sedangkan untuk konsumsi minumnya An.B

minum air putih sebanyak 2-3 gelas. Dari pemeriksaan antopometri

didapatkan hasil berat badan 35 kg, jumlah kebutuhan cairan

Responden pertama (An.B) berdasarkan berat badan yaitu

menggunakan Rumus Darrow dimana setiap anak yang memiliki BB

20 Kg kebutuhan cairannya adalah 1500 ml dan berat badan

selanjutnya dikali dengan 20, jadi 1500 + (20 ml x 15) = 1800 ml,

karena Responden pertama (An.B) mengalami kenaikan suhu 1,5

derajat dari suhu normalnya, maka hasil perhitungan dari kebutuhan

cairannya dikalikan dengan 18% maka 18% x 1800 = 324, jadi 324 +

1800 = 2124 ml, tinggi badan 136 cm dan IMT Responden adalah

18,91 (normal). Pada pemeriksaan laboratorium hematologi didapatkan

bahwa hemoglobin 14,6 gr/dl, hematokrit 43,1 % dan trombosit

127.000 /uL. Pengkajian balance cairan pada tanggal 27 Desember

2018 didapatkan hasil intake : Oral + AM = 1400 ml + 245 ml = 1645

46
ml, dan output : urine + BAB + IWL = 840 ml + 100 + 850 ml = 1790

ml, jadi balance cairan : intake – output = 1645 – 1790 = (-) 145 ml.

Pada pengkajian pola eliminasi didapatkan data bahwa

Responden sebelum sakit tidak mengalami gangguan saat BAB

maupun BAK. Selama sakit BAB Responden sempat cair sebanyak 1

kali. Namun untuk BAK pasien masih normal yaitu 2-3 kali/ hari.

Dengan warna kuning jernih dan bau khas. Tidak menunjukkan adanya

gangguan pada sistem perkemihan.

Pada pola kognitif dan persepsi sensori didapatkan data bahwa

An. B dapat berorientasi dengan benar tentang waktu, tempat, dan

orang-orang yang di sekitarnya. An.B meyakini bahwa Ia akan sembuh

dan dapat berkumpul dengan keluarganya. An.B masih bisa melihat

dengan jelas, mendengar dengan jelas, ia masih dapat membedakan

bau yang berbeda. An. B masih dapat merasakan nyeri di bagian perut,

skala nyeri 3 dan nyeri datang sewaktu-waktu.

Pada pemeriksaan fisik Responden pertama (An.B) didapatkan

hasil, keadaan umum lemas, kesadaran composmentis, nadi 88

kali/menit, respiratory rate 24 kali/menit dan suhu badan 38,5ºC.

Dimulai dari kepala, bentuk mesochepal, rambut berwarna hitam, lurus

dan terlihat kusam.

Fungsi penglihatan normal, kongjungtiva anemis namun sklera

tidak ikterik. Fungsi penciuman ada hidung normal, tidak ada

renorhea. Pada mulut, terlihat bersih tidak ada stomatitis, mukosa bibir

47
kering, warna merah, tidak ada lesi. Pada leher tidak ada pembesaran

kelenjar limfe.

Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi: perut tidak buncit, dan

simteris, auskultasi: peristaltik usus meningkat, bising usus 6 x/menit,

palpasi: terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan atas, hepar teraba 2

cm, lien tidak teraba, perkusi: timpani. Pada kulit dan ekstermitas,

turgor kulit (Capillary Refil Time) < 2 detik, tidak ada sianosis, warna

kulit sawo matang, bersih, kulit terasa hangat, tidak ada pitting edema,

akral hangat, uji rumple test positif karena adanya ptekie.

48
Tabel 4.1 Pemeriksaan Laboratorium Responden Pertama An.B

No Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan


1 24/12/2018 Hematologi
Hemoglobin 14,6 gr/dL
Hematokrit 43,1 %
Trombosit 127.000 /uL
Leukosit 6.800 /uL

2 26/12/2018 Hematologi
Hemoglobin 13,5 gr/dL
Hematokrit 40,8 %
Trombosit 144.000 /uL
Leukosit 8.400 /uL

3 27/12/2018 Hematologi
Hemoglobin 12,6 gr/dL
Hematokrit 41,7 %
Trombosit 170.000 /uL
Leukosit 7.700 /uL
Sumber : Data Primer, 2018

Tabel 4.2 Terapi yang diperoleh An. B

No Jenis Obat Dosis Sediaan


1. Paracetamol 3 x ½ tab 500 mg
2. Antasida 3 x ½ tab
3. Vitamin B Complex 3 x 1 tab
4. Vitamin B 6 3 x 1 tab
Sumber : Data Primer, 2018

Dari hasil pengkajian Responden yang kedua (An.S) mengenai

pola fungsional Gordon diperoleh data sebagai berikut:

Pada pengkajian pola nutrisi dan metabolikdidapatkan data

bahwa sebelum sakit pasien makan 3 kali dalam sehari dengan porsi

sedang dan dengan menu makanan nasi, lauk dan sayur. Responden

kedua (An. S) biasa minum kurang lebih 2 botol air mineral ukuran

600 ml dalam sehari. Selama di rumah An. S mau makan dengan sayur

49
yang berkuah. An. S mengalami penurunan nafsu makan karena

Responden merasa mual dan hanya menghabiskan setengah porsi yang

disediakan neneknya. Sedangkan untuk konsumsi minumnya

Responden minum air putih sebanyak 2-3 gelas. Dari pemeriksaan

antopometri didapatkan hasil berat badan 21 kg, pada Responden

kedua (An.S) kebutuhan cairannya menurut Rumus Darrow adalah

1500 + (20 ml x 1) = 1520 ml, karena suhu tubuh Responden kedua

(An.S) mengalami kenaikan suhu sebesar 1 derajat maka dari hasil

perhitungan kebutuhan cairannya dikalikan dengan 12% dari hasil,

maka 12% x 1520 = 182,4 kemudian dari hasil tersebut dijumlahkan

dengan perhitungan awal, jadi 1520 + 182,4 = 1702,4 ml. Tinggi badan

112 cm dan IMT-nya adalah 16,8 (normal). Sedangkan hasil

pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa hemoglobin 12,2 gr/dl,

hematokrit 39 % dan trombosit 137.000 uL. Pengkajian balance cairan

pada tanggal 17 April 2018 didapatkan hasil intake : Oral + AM = 800

ml + 126 ml = 916 ml, dan output : Urine + BAB + IWL = 504 ml +

100 ml + 483 = 1087 ml, jadi balance cairan : intake – output = 916 –

1087 = (-) 171 ml.

Pada pengkajian pola eliminasi didapatkan data bahwa An.S

sebelum sakit tidak mengalami gangguan saat BAB maupun BAK.

Selama sakit BAB Responden sempat cair sebanyak 2 kali. Namun

untuk BAK pasien masih normal yaitu 2-3 kali/ hari. Dengan warna

50
kuning jernih dan bau khas. Tidak menunjukkan adanya gangguan

pada sistem perkemihan.

Dalam pengkajian pola peran dan hubungan didapatkan data

bahwa An. S merupakan anak pertama, kedua orang tuanya berpisah

dan An. S tinggal bersama neneknya. Responden kedua (An.S)

meyakini bahwa Ia akan sembuh dan dapat berkumpul dengan

keluarganya. An.S masih bisa melihat dengan jelas, mendengar dengan

jelas dan dapat membedakan bau yang berbeda.An. S merasakan nyeri

di bagian perut, skala nyeri 3, nyeri datang sewaktu-waktu dan nyeri

terasa senut-senut.

Pada pemeriksaan fisik Responden kedua (An.S) didapatkan

hasil, keadaan umum lemas, kesadaran composmentis, nadi 88

kali/menit, respiratory rate 25 kali/menit dan suhu badan Responden

38ºC. Dimulai dari kepala, bentuk mesochepal, rambut berwarna

hitam, lurus dan terlihat kusam. Selanjutnya fungsi penglihatan

normal, konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterikserta reflek

cahaya positif. Fungsi pembauan pada hidung normal, septum berada

di tengah, tidak terjadi renorhea. Pada telinga, bersih, simetris antara

kiri dan kanan, tidak ada serumen dan tidak ada radang telinga, tidak

terjadi othorea. Pada mulut, terlihat bersih tidak ada stomatitis, mukosa

bibir kering, warna merah, tidak ada lesi. Pada pemeriksaan abdomen,

inspeksi: perut tidak buncit, supel dan simteris, auskultasi: peristaltik

usus meningkat, bising usus 5x/menit, palpasi: terdapat nyeri tekan

51
pada kuadran kanan atas, hepar teraba 2 cm, lien tidak teraba, perkusi:

timpani. Pada kulit, turgor kulit kembali >2 detik, tidak ada sianosis,

warna kulit sawo matang, bersih dan pucat, kulit terasa hangat, tidak

ada pitting edema. Pada ekstremitas, capillary refil time < 2 detik,

tidak ada edema di semua ekstremitas, akral hangat, uji rumple test

positif karena adanya ptekie.

Tabel 4.3 Pemeriksaan Laboratorium Responden Kedua An. S

No Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan


1 26/12/2018 Hematologi
Hemoglobin 12,2 gr/dL
Hematokrit 39 %
Trombosit 137.000 /uL
Leukosit 8.300 /uL

2 27/12/2018 Hematologi
Hemoglobin 12,6 gr/dL
Hematokrit 40,5 %
Trombosit 145.000 /uL
Leukosit 6.500 /uL

3 28/12/2018 Hematologi
Hemoglobin 13,2 gr/dL
Hematokrit 39,4 %
Trombosit 183.000 /uL
Leukosit 6.900 /uL
Sumber : Data Primer, 2018

Tabel 4.4 Terapi yang diperoleh An.S

No Jenis Obat Dosis Sediaan


5. Paracetamol 3 x ½ sdk takar syrup
6. Antasida 3 x ½ sdk takar syrup
7. Vitamin B Complex 3 x 1 tab
8. Vitamin B 6 3 x 1 tab
Sumber : Data Primer, 2018

52
3. Analisa data

Menurut pengkajian yang dilakukan pada hari selasa 27 Desember

2018pada An. B didapatkan data sebagai berikut : data subyektif An. B

mengatakan badannya terasa lemas dan merasa haus serta panas dan dari

data obyektif didapatkan turgor kulit kembali >2 detik, suhu 38,5ºC, tidak

terdapat ptekie, mukosa bibir kering danmerasa mual.

Data subyektif Responden pertama (An.B) tidak ditemukan

keluhan, namun pada data obyektif penulis menemukan perut Responden

terasa nyeri serta mual, hematokrit 43,1. Dari data tersebut penulis

mengangkat diagnosa Resiko kekurangan volume cairan intravaskuler

berhubungan dengan kebocoran dinding pembuluh darah.

Analisa data hasil pengkajian pada Responden kedua (An.S) adalah

sebagai berikut: pengkajian yang dilakukan pada hari selasa 27 Desember

2018 pada An.Sdidapatkan data sebagai berikut: data subyektif

An.Smengatakan badannya terasa lemasdan dari data obyektif didapatkan

turgor kulit kembali >2 detik, suhu 38ºC, tidak terdapat ptekie, mukosa

bibir kering dan merasa mual.

Data subyektif tidak ditemukan keluhan, namun pada data obyektif

penulis menemukan perut An.S terasa nyeri serta mual, demam sudah 5

hari hematokrit 39. Dari data tersebut penulismengangkat diagnosaResiko

gangguan pemenuhan cairan berhubungan dengan hipertermi.

53
4. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan uraian data diatas maka masalah keperawatan yang muncul

antara lain:

Tabel 4.5 Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa
1. Resiko Kekurangan Volume Cairan Intravaskuler Berhubungan
dengan Kebocoran Dinding Pembuluh Darah
2. Resiko Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Cairan Berhubungan
dengan Hipertermi.
Sumber : Data Primer, 2018

Kedua diagnosa tersebut ditandai dengan data turgor kulit >2 detik

kembali normal, suhu tubuh yang meningkat, mukosa bibir kering, mual.

5. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang akan dilakukan berdasarkan pada masalah

yang ditemukan oleh penulis adalah sebagai berikut :

a. Kekurangan Volume Cairan Berhubungan dengan Penurunan

Permeabilitas Dinding Pembuluh Darah.

Tujuan dari intervensi yang dilakukan adalah agar setelah 3x24 jam

diharapkan volume cairan responden seimbang dengan kriteria hasil:

1) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

2) Tidak ada tanda dehidrasi.

Intervensi yang akan dilaksanakan antara lain :

1) Pertahankan intake dan output cairan

2) Dorong Responden untuk menambah intake oral

54
3) Anjurkan responden minum air kelapa atau jus buah yang

mengandung tinggi vitamin C

4) Monitor tanda-tanda vital dan pemberian sayur yang berkuah

b. Resiko Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Cairan Berhubungan dengan

Hipertermi.

Tujuan dari intervensi yang dilakukan adalah agar setelah dilakukan

tindakan keperawatan setelah 3x24 jam diharapkan tidak terjadi

peningkatan suhu badan dengan kriteria hasil :

1) Tidak ada peningkatan suhu badan

2) Tidak ada distensi abdominal,

3) Hemoglobin, trombosit dan hematokrit dalam rentang normal

Intervensi yang akan dilaksanakan antara lain :

1) Monitor hasil laboratorium

2) Anjurkan responden meningkatkan intake cairan

3) Monitor intake dan output cairan

4) Pertahankan pemberian cairan peroral.

55
6. Implementasi Keperawatan

Pada tanggal27 Desember 2018, implementasi yang dilakukan pada

Responden pertama (An. B)untuk diagnosa keperawatan Resiko gangguan

pemenuhan kebutuhan cairan berhubungan dengan hipertermi pada

Responden pertama (An.B)yaitu memonitor intake dan output cairan,

menganjurkan untuk meningkatkan intake cairan dan memonitor hasil

laboratorium. Selanjutnya respon yang didapatkan Responden mengatakan

belum mau untuk minum banyak karena masih merasa mual.

Pada tanggal 27 Desember 2018, implementasi yang dilakukan

penulis pada Responden pertama (An. B)yaitu memonitor intake dan

output cairan, menganjurkan untuk meningkatkan intake cairan,

memonitor hasil laboratorium dan mempertahankan pemberian cairan

peroral. Setelah melakukan implementasi, responyang muncul antara lain

Responden mengatakan akan minum banyak.

Pada hari kedua implementasi tanggal 28Desember 2018

Responden pertama (An. B), penulis melakukan tindakan antara lain

mempertahankan catatan intake dan output, mendorong An. B untuk

menambah intake oral, menganjurkan Responden minum air kelapa atau

jus buah yang mengandung tinggi vitamin C dan mengukur tanda-tanda

vital. Setelah melakukan implementasi didapatkan responantara lain An. A

mengatakan akan minum banyak, dan mengatakan akan minum jus buah

yang mengandung tinggi vitamin C, suhu 38ºC, nadi 84 kali/menit.

56
Pada hari ketiga implementasi yang dilakukan penulis pada tanggal

29 Desember 2018 pada Responden pertama (An. B) yaitu meliputi

memonitor intake dan output cairan, menganjurkan untuk meningkatkan

intake cairan. Lalu didapatkan respon Responden antara lain sudah tidak

mual danmengatakan sudah minum, Responden menghabiskan 1 botol air

mineral ukuran 600 ml.

Pada tanggal 27 Desember 2018, implementasi yang dilakukan

pada Responden kedua (An.S) untuk diagnosa keperawatan yang kedua

Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan cairan berhubungan dengan

hipertermi yaitu memonitor intake dan output cairan, menganjurkan

Responden meningkatkan intake cairan dan memonitor hasil laboratorium.

Selanjutnya respon yang didapatkan antara lain balance cairan 360 ml, Hb

13,2 g/dl, trombosit 183.000/uL, leukosit 6900/uL, Ht 39,4 %, An.S

mengatakan belum mau untuk minum banyak karena masih merasa mual.

Pada tanggal28 Desember 2018 , implementasi yang dilakukan

penulis pada Responden kedua (An.S) yaitu memonitor intake dan output

cairan, menganjurkan untuk meningkatkan intake cairan, memonitor hasil

laboratorium dan mempertahankan pemberian cairan peroral. Setelah

melakukan implementasi, responyang muncul antara lain Responden

mengatakan akan minum banyak.

Pada hari ketiga implementasi yang dilakukan penulis pada tanggal

29 Desember 2018 pada Responden kedua (An.S) yaitu meliputi

57
memonitor intake dan output cairan, menganjurkan Responden

meningkatkan intake cairan, memonitor hasil laboratorium dan

mempertahankan pemberian cairan peroral. Lalu didapatkan responantara

lain An.S mengatakan sudah minum banyak, Responden menghabiskan 1

botol air mineral ukuran 600 ml.

7. Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan intervensi dan implementasi kepada Responden

pertama (An. B) selama 3 hari kemudian dilakukan tahap evaluasi. Pada

diagnosa pertama setelah dilakukan intervensi dan implementasi selama

tiga hari An.Bmengatakan tidak mengalami mimisan ataupun gusi

berdarah, Hb 14,3 g/dl, trombosit 208.000/uL, leukosit 9300/uL dan Ht

40,1 %. Dari data tersebut menunjukkan bahwa masalah Resiko

perdarahan tidak terjadi dan harus melanjutkan implementasi memonitor

hasil laboratorium dan mendorong Responden pertama (An.B) untuk

menambah intake oral.

Pada diagnosa kedua setelah dilakukan implementasi An. B

mengatakan badannya sudah tidak lemas, suhu 36,5ºC, mukosa bibir

lembab, turgor kulit baik kembali <2 detik. Dari data tersebut

menunjukkan bahwa masalah keseimbangan cairan sudah teratasi dan suhu

tubuh menjadi normal.

Pada diagnosa pertama setelah dilakukan intervensi dan

implementasi kepada Responden kedua (An.S) selama 3 hari An.S

mengatakan tidak mengalami mimisan ataupun gusi berdarah, Hb 12,4

58
g/dl, trombosit 209.000/uL, leukosit 8800/uL dan Ht 39,4 %. Dari data

tersebut menunjukkan bahwa masalah Resiko perdarahan tidak terjadi dan

harus melanjutkan implementasi memonitor hasil laboratorium dan

mendorong untuk menambah intake oral.

Pada diagnosa kedua setelah dilakukan implementasi An.S

mengatakan badannya sudah tidak lemas, suhu 37,3ºC, mukosa bibir

lembab, turgor kulit baik. Dari data tersebut menunjukkan bahwa masalah

keseimbangan cairan sudah teratasi

B. Pembahasan

1. Perkembangan Anak

Masa kanak-kanak adalah masa pertumbuhan dan perkembangan

yang penting dalam kehidupan setiap manusia. Pada periode ini, anak

belajar menguasai keahlian tertentu dan menghadapi tugas-tugas baru.

Oleh karena itu, orang tua perlu memperhatikan berbagai proses

perkembangan yang berlangsung dalam hidup anak pada periode ini;

mulai dari perkembangan kognitif anak, motorik, sensorik, fisik, bahasa,

dan emosionalnya.

Kognitif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengerti

sesuatu. Perkembangan kognitif mengacu kepada kemampuan yang

dimiliki seorang anak untuk memahami sesuatu. Menurut Piaget, anak-

anak memiliki cara berpikir berbeda dari orang dewasa. Piaget membagi

tahapan perkembangan kognitif anak usia dini dalam empat tahap.

59
a. Tahap sensorimotor (0-24 bulan)

Setiap bayi lahir dengan refleks bawaan dan dorongan untuk

mengeksplorasi dunianya. Oleh karena itu, pada masa ini, kemampuan

bayi terbatas pada gerak refleks dan panca inderanya. Berbagai gerak

refleks tersebut kemudian berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan.

Pada tahap perkembangan kognitif awal ini, anak belum dapat

mempertimbangkan kebutuhan, keinginan, atau kepentingan orang

lain, sehingga ia dianggap “egosentris”.

Pada usia 18 bulan, anak juga sudah mampu menciptakan simbol-

simbol dalam suatu benda serta fungsi beberapa benda yang tak asing

baginya. Anakpun kini mampu melihat hubungan antar peristiwa dan

mengenali mana orang asing dan mana orang terdekatnya.

b. Tahap praoperasional (2-7 tahun)

Pada masa ini, anak mulai dapat menerima rangsangan, meski

masih sangat terbatas. Anakpun sudah masuk ke dalam lingkungan

sosial. Ciri tahapan ini adalah anak mulai bisa menggunakan operasi

mental yang jarang dan secara logika kurang memadai.

Anak juga masih tergolong “egosentris” karena hanya mampu

mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang diri sendiri dan

kesulitan melihat dari sudut pandang orang lain. Ia sudah dapat

mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti

mengumpulkan semua benda berwarna merah, walaupun bentuknya

berbeda-beda.

60
c. Tahap operasional konkret (7-11 tahun)

Pada masa ini, anak sudah mampu melakukan pengurutan dan

klasifikasi terhadap objek maupun situasi tertentu. Kemampuan

mengingat dan berpikir secara logis Anakpun makin meningkat. Ia

mampu memahami konsep sebab-akibat secara rasional dan sistematis

sehingga Anakmulai bisa belajar matematika dan membaca. Pada

tahapan ini pula sifat “egosentris” Anak menghilang secara perlahan.

Ia kini sudah mampu melihat suatu masalah atau kejadian dari sudut

pandang orang lain.

d. Tahap operasional formal (mulai umur 11 tahun)

Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir secara abstrak dan

menguasai penalaran. Ia dapat menarik kesimpulan dari informasi

yang tersedia. Ia dapat memahami konsep yang bersifat abstrak seperti

cinta dan nilai. Anak juga bisa melihat kenyataan tidak selalu hitam

dan putih, tetapi juga ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Kemampuan

ini penting, karena akan membantunya melewati masa peralihan dari

masa remaja menuju fase dewasa atau dunia nyata.

2. Faktor Penunjang Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Ada dua faktor utama yang dapat menunjang perkembangan kognitif anak

usia dini :

a. Hereditas/Keturunan

Faktor ini turut menentukan perkembangan intelektual seorang anak.

Dengan kata lain, seorang anak membawa kemungkinan memiliki

61
kemampuan berpikir yang similar dengan orang tuanya, apakah itu

normal, di atas normal, atau di bawah normal. Namun, potensi tersebut

tidak akan berkembang bila tidak ada lingkungan yang dapat

memberinya kesempatan untuk berkembang.

b. Lingkungan

Banyak studi maupun penelitian yang mendukung faktor lingkungan

memengaruhi tingkat kognitif atau intelegensi seseorang. Faktor

lingkungan yang paling berperan dalam menunjang perkembangan

kognitif anak adalah keluarga dan sekolah.

1) Keluarga

Hubungan sehat antara orang tua dan anak (penuh perhatian dan

kasih sayang dari orang tua) memfasilitasi perkembangan

kognitif anak. Sebaliknya, hubungan yang tidak sehat bisa

membuat anak mengalami kesulitan atau kelambatan dalam

perkembangan kognitifnya.

2) Sekolah

Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk

meningkatkan perkembangan anak, termasuk perkembangan

berpikir anak. Karena itu, tenaga pengajar atau guru di sekolah

memiliki peranan sangat penting dalam menunjang perkembangan

kognitif anak.

62
3. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue (DHF) pada Anak

Berdasarkan hasil dari kajian didapatkan data laboratorium pada

tanggal 27 Desember 2018 dari kedua responden; Responden An.B angka

Leukosit 6.8000/uL dan angka Trombosit 127.000/uL dengan keluhan

mual, pusing, nyeri perut dan konjungtiva anemis. Sedangkan pada

Responden An.S adalah Angka Leukosit 8.3000/uL dan angka Trombosit

137.000/uL disertai keluhan badan lemas dan sedikit minum.

Tanda dan gejala yang muncul dari kedua responden

mengindikasikan bahwa keduanya masuk dalam tanda-tanda Demam

Berdarah Dengue (BHF) sesuai dengan hasil penelitian dari dr Edi

Hartoyo didapatkan bahwa gejala klinis yang mencolok diantaranya

demam, mual, muntah, nyeri perut, epitaksis, dan melena. Pemeriksan

fisik, yang mencolok uji forniket positif, ruam konvalesen, hepatomegali.

Leukopenia, trombositopenia serta peningkatan SGOT/SGPT lebih banyak

dijumpai pada DBD/DHF dan Sindrom Syok Dengue (SSD) dari pada

Demam Dengue (Hartoyo, 2008).

63
Diagram 4.1 Persentase Rerata Tanda Gejala DBD
(Hartoyo, 2008)

Berdasarkan diagram diatas dapat dianalisa bahwa tiga gejala paling

mencolok pada orang yang terjangkit DBD adalah demam (93,5%),

kemudian dikuti dengan muntah (65,1%), dan Test Rumple Leed (RL)

Positif (2,5%) (Hartoyo, 2008).

64
Diagram 4.2 Grafik Nilai Rerata Leukosit dan Hematokrit
pada Anak DD, DBD dan SSD
(Hartoyo, 2008)

Diagram 4.3 Grafik Nilai Rerata Trombosit


pada Anak DD, DBD dan SSD
(Hartoyo, 2008)

Berdasarkan Diagram 4.2 dan 4.3 diatas tentang Nilai Rerata

Angka Leukosit, Hematokrit dan Trombosit pada anak Demam Dengue

(DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD)

dapat disimpulkan bahwa Angka Leukosit mulai hari ke 0 sampai dengan

hari ke 3 dan seterusnya selalu mengalami peningkatan dan mencapai titik

normal mulai pada hari sakit ke 5. Angka Hematokrit mulai hari ke 0

sampai hari ke 3 dan seterusnya mengalami penurunan yang tidak terlalu

signifikan dan pada hari sakit ke 4 dan seterusnya angka hematokrit mulai

menurun melebihi ambang bawah normalnya. Pada angka trombosit, mulai

hari ke 0 sampai hari ke 7 grafik menunjukkan konstan dibawah nilai

65
normal dan mulai mencapai nilai normal dan terus meningkat setelah

melewati hari sakit ke 7 (Hartoyo, 2008).

Pada penelitian ini didapatkan hasil Hematrokrit kedua responden

(An. B dan An. S) adalah sebesar 43,1% dan 39% yang berarti tidak terlau

terdapat perbedaan signiikan dari nilai normal yaitu 40-54%. Nilai

hematokrit yang tinggi diasosiasikan dengan kebocoran plasma. Makin

besar kebocoran yang terjadi makin tinggi nilai hematokritnya. Kebocoran

plasma ini mencapai puncaknya pada saat syok. Hemokonsentrasi yang

ditandai dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan

peningkatan permeabilitas kapiler, perembesan plasma dan berhubungan

dengan beratnya penyakit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan

hematokrit 20% atau lebih dianggap menjadi bukti definitif adanya

peningkatan permeabilitas vaskular dan kebocoran plasma. Namun kadar

hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian dini volume, intake

kurang,loss, dehidrasi, dan perdarahan (Hadinegoro, 1996)

4. Hubungan Demam dengan Kejang pada Anak

Berdasarkan data hasil pengkajian pada Responden An.B dan

Responden An.S didapatkan suhu tubu diatas normal, yaitu 38,5oC dan

38oC yang mengindikasikan bawha kedua responden berisiko mengalami

kejang. Rentang suhu normal pada anak-anak adalah 36-375oCelcius.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal lebih dari, 38oC) akibat suatu proses ekstra

kranial, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang

66
kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak, sehingga

mencemaskan orang tua. Pengobatan dengan antikonvulsan setiap hari

yaitu dengan fenobarbital atau asam valproat mengurangi kejadian kejang

demam berulang. Obat pencegahan kejang tanpa demam (epilepsi) tidak

pernah dilaporkan. Pengobatan intermittent dengan diazepam pada

permulaan pada kejang demam pertama memberikan hasil yang lebih baik.

Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak dapat mencegah kejang demam namun

tidak dapat mencegah berulangnya kejang demam. (Melda, 2002)

5. Faktor Prognosis Terjadina Syok pada Anak DBD

Pada umumnya pasien DBD berusia di bawah 15 tahun, terbanyak

di bawah 10 tahun, memiliki derajat keparahan yang cenderung lebih

tinggi. Makin muda usia pasien, makin tinggi pula mortalitasnya (Raihan,

2010).

Peneliti lain menunjukkan bahwa kerentanan untuk terjadi syok

relatif konstan antara umur 4 - 12 tahun dan menurun pada usia remaja.

Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada anak yang lebih muda

endotel pembuluh darah kapiler lebih rentan terjadi pelepasan sitokin

sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler (Soedarmo, 1999)

Selain itu perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena

terjadinya perubahan pola transmisi. Pada awal era DBD transmisi

umumnya terjadi di rumah namun saat ini telah beralih ke fasilitas publik

seperti sekolah, mesjid, gereja dan tempat bermain anak-anak (Raihan,

2010).

67
Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menemukan 72%

pasien yang dirawat di rumah sakit adalah anak sekolah dan hanya 28%

yang berusia di bawah 5 tahun (Soegijanto, 1999)

Dengue syok sindrom (Syndrome Syok Dengue, SSD) lebih sering

terjadi pada anak imunokompeten dan status gizi baik, sangat jarang pada

malnutrisi. Status gizi baik berhubungan dengan respon imun yang baik

yang dapat menimbulkan DBD berat.

Dengue syok sindrom lebih sering terjadi pada anak

imunokompeten dan status gizi baik, sangat jarang pada malnutrisi. Status

gizi baik berhubungan dengan respon imun yang baik yang dapat

menimbulkan DBD berat (Soedarmo, 1999). Kedua responden melakukan

pemeriksaan ke Puskesmas Kedungmundu pada hari kedua demam.

Hadinegoro dkk menyatakan bahwa fase syok terjadi pada hari

sakit ke 4-7, kebocoran plasma terhebat terjadi setelah demam tiga hari

dan berlangsung selama 24-48 jam. Namun lama demam di rumah

kadang-kadang tidak tepat diketahui karena penentuan lama demam

berdasarkan anamnesis dari orangtua

Hepatomegali dan perdarahan saluran cerna adalah faktor

prognosis yang paling berperan terhadap terjadinya syok pada DBD

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raihan (2010) yang

mengatakan bahwa karakteristik klinis hepatomegali dan perdarahan

saluran cerna merupakan faktor prognosis terjadinya syok pada DBD

dengan Adjusted Odds Ratio (AOR) p<0,05 berturut-turut 13,8 dan 8,4.

68
DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. A. Gede, 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: FIP


Undiksha.

Ahmadi, Abu dan Tri Prastya Joko, 2005, Strategi Belajar Mengajar, Bandung:
CV Pustaka Setia.

Arsyad, A, Media Pembelajaran, edisi 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,


2002.

Atkinson, Rita L, dkk, 2005, Pengantar Psikologi, Batamn: Pustaka Setia.

Alwi, Hasan, dkk, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Crain William, 2007, Teori Perkembangan Konsep Dan Aplikasi, Edisi Ketiga,
Diterjemahkan Oleh Yudi Santoso, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Dengue : Perhatian Khusus pada Syok, prooduksi TNF, interleukin 6 sebagai faktor
prediktor DBD Berat disertasi) . Disetasi .

Hurlock, Elizabeth B, 1978, Perkembangan Anak, Terjemahan Med Meitasari


Tjandrasa Jilid I, Jakarta: Erlangga.

Dockett, Dockett and Fleer, Marilyn, 2002, Play and pedagogy in early childhood
bending the rules, Australia: thomson learning.

E Berk,Laura, 2006, Child Development Seventh Edition, Boston; Pearson and


Edition. , 2005. Child Development. United States of America: Pearson
Education Inc.

Hidayani, Rini. 2007. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas


Terbuka. Imansjah Alipandie, 1984, Detaktik Metode Pendidikan Umum,
Surabaya: Usaha Nasional.

Hadinegoro, S. (1996). Telaan Endotoksemia pada Perjalanan Penyakit Demam Berdarah

Hartoyo, E. (2008). Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada. Sari Pedia , 10.

J.Tombokan Runtukahu dan Selpius Kandou, 2014, Pembelajarn Matematika


Dasar Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Yogyakarta:Ar-Ruz Media.

Johson, J. E; Christie, J.F. Jawkey., T.D, 1999, Play and early Childhood
Development, New York; Longman, An imprint of Addison Wesley
longman.

69
Jamaris, Martini, 2006, Perkembangan Dan Pengembangan Anak Usia Taman
Kanak-Kanak Pedoman Bagi Orang Tua Dan Guru, Jakarta: Grasindo.

Lestari, Sri, 2014, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik
dalam Keluarga, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Maimunah, Hasan, 2009, Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta:DIVA Press.

Mujib, Fathul dan Rahmawati, Nailur, 2012, Permainan Edukatif Pendukung


Pembelajaran Bahasa Arab, Yogyakarta: Diva Press.

Maslihah, Sri, 2005, Deteksi Dini Perkembangan Kognitif Anak. Makalah


dipresentasikan pada acara Penyuluhan Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Anak dalam Upaya Optimalisasi Perkembangan Anak Usia Dini di
Kecamatan Cisarua tanggal 18 Agustus 2005.

M. D. (2002). Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri , 59-62.

Marno dan M. Idris, Strategi Dan Metode Pengajaran: Menciptakan Keterampilan


Mengajar Yang Efektif Dan Edukatif, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Megawangi, R dkk, 2005, Pendidikan Holistik, Jakarta: Indonesia Heritage


Foundation. , 2007, Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk
Membangun Bangsa, Indonesia Heritage Foundation: Viscom Pratama.

Muiz Azizah, dkk. 2008, Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar
Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Munawir Yusuf, 2005, Pendidikan bagi Anak dengan Problema Belajar: Konsep
dan Penerapannya di Sekolah maupun di Rumah, Jakarta: Departemen
Pendidikan nasional

Soedarmo SP. Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam: Hadinegoro


SRS, Satari HI, penyunting. Demam berdarah dengue. Naskah Lengkap.
Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1999.h.1-12

Soegijanto S, Darmowandowo W, Basuki PS. Transmission dynamic of dengue


hemorrhagic fever in Sawahan Surabaya Indonesia. Dalam: Kuntaman,
Lusida MI, Hargono R, Poernomo B, penyunting. Proceeding of the
International Seminar on Dengue Fever/Dengue Hemorrhagic Fever.
Surabaya;1999

WHO. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment and control.


Geneva;1997.h.17-27

70

Anda mungkin juga menyukai