Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

CHOLELITIASIS

PENULIS :
dr. Eddo Leonardo Hartanto

PEMBIMBING :
dr. Dharma, Sp.B

Program Internsip Dokter Indonesia

Wahana Bali

RS Balimed Karangasem

2018
Nama Peserta : dr. Eddo Leonardo Hartanto
Nama Wahana : RS Balimed Karangasem
TOPIK : Cholelithiasis
Tanggal (kasus) : 23/07/2018 No. RM: 002336
Nama Pasien : Ny. A Nama Pendamping: dr. Dharma, Sp.B
Nama Pendamping II : dr. Satria Nama Pembimbing: dr. Dharma, Sp.B
Objektif Presentasi
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi :
Pasien datang ke IGD RS Balimed Karangasem dengan keluhan nyeri perut kanan atas 2 bulan
o Tujuan:
1. Menegakkan diagnosis cholelitiasis
2. Manajemen dan tatalaksana awal cholelitiasis
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Data Pasien Nama : Ny. A No Registrasi : 002336
Nama fasilitas kesehatan: RS Balimed Karangasem Telp : 0852xx Terdaftar sejak : 01/02/2018
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Keluhan Utama : nyer perut kanan atas
Keluhan Tambahan :
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Balimed Karangasem dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 3 bulan yll. Nyeri seperti ditusuk-ditusuk dan hilang timbul. Nyeri
menjalar ke punggung. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah 1 minggu dengan frekuensi muntah >4x/hari. Sebelumnya pasien sudah sering masuk
rumah sakit karena keluhan yang sama. 4 hari yang lalu pasien sudah USG perut dan menurut dokter terdapat batu di kantung empedunya.
3. Riwayat Pengobatan: Tidak ada
4. Riwayat Kesehatan/Penyakit Dahulu: Tidak ada
5. Riwayat Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang punya keluhan sama seperti pasien
6. Pemeriksaan Fisik (dilakukan tanggal 23/07/2018 di IGD)
Status Generalis
 vital sign GCS CM, tensi 160/90, napas 18x/menit, nadi 80x/menit, suhu 36,3ºC, BB 66kg
 kepala anemis (-) / icterus (-) / cyanosis (-) / dyspneu (-)
 thorax simetris, retraksi (-) , vesikuler/vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-), S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 abdomen soepel, hepar-lien tidak teraba. nyeri (+) perut kanan atas, bising usus (+) normal
 extremitas akral hangat kering, capillary refill time < 2 detik, edema (-)
7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (23/07/18)
Darah Lengkap
Hb = 13,3
Leukosit = 11.800
Trombosit = 200.000
PCV 41,7%
SGOT = 13
SGPT = 11
PTT = 12 detik
APTT = 29,5 detik
BUN = 16,3
Kreatinin = 0,88
Uric acid = 5,71
KGA = 108

USG Abdomen (19/07/18)


Tampak gambaran batu multiple pada gall bladder ukuran 23x15 mm, dinding gall bladder menebal
IHBD dab CBD tak melebar
Hepar besar normal, permukaan rata, tepi tajam, intensitas echo parenkim homogen, isoechoic
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta ; 2005. Hal 570-579.
2. Coopeland III EM, MD Kirby I, Bland MD. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta; 1995.
3. Brunicardi, CF. Andersen, D.K, Billiar RT, Dunn LD, dkk. Schwartz’s Principles of Surgery. Tenth Edition. Book 2. Page 1309 – 1334.
4. Moore KL, Anne MR. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Hipokrates. 2002 ; Hal 122 -123.
5. Price S, Lorraine M. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2006.
6. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000. 380-
384.
7. Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku KEdokteran EGC. Jakarta ; 2007.
8. Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Batang Badan. Panggul dan Ekstremitas Bawah Jilid I. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta; 2000. Hal
142-150.
9. Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik edisi ke 2. Jakarta: balai penerbit FKUI
HASIL PEMBELAJARAN:
1. Pengetahuan tentang penegakan diagnosis dari Pterigium
2. Pengetahuan tentang tatalaksana awal Pterigium
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio

1. Subyektif
Pasien datang ke IGD RS Balimed Karangasem dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 3 bulan yll.
Nyeri seperti ditusuk-ditusuk dan hilang timbul. Nyeri menjalar ke punggung. Pasien juga mengeluhkan mual
dan muntah 1 minggu dengan frekuensi muntah >4x/hari

2. Obyektif
Pada hasil pemeriksaan fisik ditemukan tensi 160/90, napas 18x/menit, nadi 80x/menit, suhu 36,3ºC, BB
66kg. Terdapat nyeri tekan perut kanan atas. Hasil USG pada 19/07/2018 menunjukkan tampak gambaran
batu multiple pada gall bladder ukuran 23x15 mm.

3. Assessment
Cholelitiasis

4. Planning
Pro laparoskopi cholesistektomi pk. 13.00
IVFD PZ 20tpm
Profilaksis Inj. Ceftriaxon 2 g
Konsul dokter spesialis anestesi
Konsul dokter spesialis jantung
Overname dr. Dharma, SpB
Follow up pasien
Tanggal Subjective Objective Assestment Planning
23/07/2018 Pasien siap K/U cukup, tensi 150/80 mmHg, Cholelitiasis pro Dilakukan laparoscopic
13.00 WIB dilakukan nadi 80x/menit, RR 18x/menit, laparoscopic cholesistectomy dengan
operasi suhu 36,3 ºC, kesadaran CM. cholesistectomy general anestesi.
Ditemukan 2 buah batu
berukuran 5x10 mm.
Terpasang 2 clip pada
ductus cysticus dan 1 clip
pada vasa cystica.
Terapi post op :
Diet BK 1500 kkal
IVFD RL 1500 cc dalam
24 jam
Inj. Ceftriaxon 2x1 g
Inj Antrain 3x1 g
Ranitidin 2x50 mg
Inj. Ondancetron 3x4 mg
23/07/2018 Nyeri di K/U cukup, tensi 150/80 mmHg, Cholelitiasis post Terapi lanjut
22.00 WIB bekas nadi 80x/menit, RR 18x/menit, laparoscopic
operasi suhu 36,3 ºC, kesadaran CM. cholesistectomy
24/07/2018 Nyeri di K/U cukup, tensi 140/80 mmHg, Cholelitiasis post Terapi lanjut
13.00 WIB bekas nadi 80x/menit, RR 18x/menit, laparoscopic Besok cek DL, Bilirubin
operasi suhu 36,3 ºC, kesadaran CM. cholesistectomy Mobilisasi duduk-jalan
25/07/2018 Nyeri di K/U cukup, tensi 140/80 mmHg, Cholelitiasis post Pasien boleh KRS
16.00 WIB bekas nadi 80x/menit, RR 18x/menit, laparoscopic Rawat luka dan aff drain
operasi suhu 36,3 ºC, kesadaran CM. cholesistectomy Kontrol poli 2 hari lagi
Hasil lab :
Hb 11,7
Leukosit 9.900
Trombosit 144.000
Bilirubin total 0,86
Bilirubin direk 0,59
TINJAUAN PUSTAKA
CHOLELITIASIS

2.1 Anatomi
2.1.1 Embriologi
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm, yang timbul di daerah ventral
usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian kaudal menjadi kandung empedu. Dari tonjolan
berongga yang bagian padatnya kelak menjadi sel hati, tumbuh saluran empedu yang bercabang-cabang
seperti pohon di antara sel hati tersebut. 1
2.1.2 Anatomi
Kandung empedu adalah kantung berbentuk buah pir, panjang sekitar 7 sampai 10 cm, dengan
kapasitas rata-rata 30 sampai 50 ml. Ketika obstruksi, kandung empedu dapat distensi dan berisi hingga 300
ml.3
Kandung empedu terletak di fossa pada permukaan inferior hati. Sebuah garis dari fossa ini ke vena
cava inferior membagi hati menjadi lobus hati kanan dan kiri. Kantong empedu dibagi menjadi empat bidang
anatomi: fundus, corpus (tubuh), infundibulum, dan leher. Fundus adalah bulat, akhirnya yang biasanya meluas
1 sampai 2 cm di atas margin hati. Berisi sebagian besar otot polos organ, berbeda dengan corpus, yang
merupakan tempat penyimpanan utama dan berisi sebagian besar jaringan elastis. Tubuh memanjang dari
fundus dan mengecil ke leher, daerah berbentuk corong yang menghubungkan dengan duktus sistikus. Leher
biasanya mengikuti kurva lembut, konveksitas yang dapat diperbesar untuk membentuk infundibulum atau
kantong Hartmann. Leher terletak di bagian terdalam dari fossa kandung empedu dan meluas ke bagian bebas
dari ligamen hepatoduodenal. 3
Lapisan peritoneum yang sama yang meliputi hati meliputi fundus dan permukaan inferior kantong
empedu. Kadang-kadang, kandung empedu memiliki penutup peritoneal lengkap dan ditangguhkan dalam
mesenterium dari permukaan rendah hati, dan jarang, itu tertanam jauh di dalam parenkim hati (sebuah
kantung empedu intrahepatik). 3
Kantong empedu dilapisi oleh satu, sangat dilipat, epitel kolumnar tinggi yang mengandung
kolesterol dan lemak gelembung-gelembung. Lendir disekresikan ke kandung empedu berasal dari kelenjar
tubuloalveolar ditemukan di mukosa yang melapisi infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi absen dari
tubuh dan fundus. Lapisan epitel kandung empedu didukung oleh lamina propria. Lapisan otot memiliki serat
longitudinal dan melingkar miring, tapi tanpa lapisan berkembang dengan baik. Subserosa perimuskular
mengandung jaringan ikat, saraf, pembuluh, limfatik, dan adiposit. Hal ini ditutupi oleh serosa kecuali kantong
empedu tertanam dalam hati. Kantong empedu berbeda histologis dari saluran pencernaan dalam hal ini tidak
memiliki mukosa muskularis dan submukosa. 3
Gambar 1. Anatomi Hepar 8

Gambar 2. Anatomi Hepar dan Kandung Empedu 8

Empedu di sekresi oleh sel hepar ke dalam ductulus biliaris yang bersatu menjadi ductulus biliaris
interlobularis yang bergabung untuk membentuk ductus hepaticus dexter dan ductus hepaticus sinister. Ductus
hepaticus dexter menyalurkan empedu dari lobus hepatis dexter, dan ductus hepaticus sinister menyalurkan
empedu dari lobus hepatis sinister, termasuk lobus caudatus dan hampir seluruh lobus quadratus. Setelah
melewati porta hepatis, kedua ductus hepaticus bersatu untuk membentuk ductus hepaticus communis. Dari
sebelah kanan ductus cysticus bersatu dengan ductus hepaticus communis untuk membentuk ductus
choledochus (biliaris) yang membawa empedu ke dalam duodenum. 4
Ductus choledochus berawal di sisi bebas omentum minus dari persatuan ductus cysticus dan
ductus hepaticus communis. Ductus choledochus melintas ke kaudal di sebelah dorsal pars superior duodenum
dan menempati alur pada permukaan dorsal caput pancreatic. Disebelah kiri bagian duodenum yang menurun,
ductus choledochus bersentuhan dengan ductus pancreaticus. Kedua ductus ini melintas miring melalui dinding
bagian kedua duodenum, lalu bersatu membentuk ampulla hepatopancreatica. Ujung distal ampulla
hepatopancreatica bermuara ke dalam duodenum melalui papilla duodeni major. Otot yang terdapat pada ujung
distal ductus choledochus menebal untuk membentuk musculus sphinter ductus choledochi. Jika musculus
sphinter ductus choledochi mengkerut, empedu tidak dapat memasuki ampula hepatopancreatica dan atau
duodenum, maka empedu terbentdung dan memasuki ductus cysticus ke dalam vesica biliaris untuk dipekatkan
dan disimpan. 4

Gambar 3. Anatomi Kandung Empedu, Vesica biliaris (fellea), saluran empedu. 8


2.2 Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu :
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya
dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang
dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari
penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan
dibuang ke dalam empedu 3,5
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan
sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi
setelah memasuki ductus hepaticus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam
kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik,
sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.
Empedu disimpan didalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum
setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu :
1. Sekresi empedu oleh sel hati
2. Kontraksi kandung empedu
3. Tahanan sfingter koledokus
Dalam keadaaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke dalam kandung empedu. Setelah
makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke duodenum.
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormone duodenum, yaitu kolesistokinin (CGK),
yang merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CGK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding
kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90 – 120 menit setelah konsumsi makanan.
Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organic, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit.
Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. 1,3
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit
empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal
saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan
bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam
pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghacuran sel darah merah
dan kelebihan kolesterol, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel
darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dari empedu dan selanjutnya dibuang
dari tubuh.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam
empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu didalam tubuh mengalami
sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus
besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari
unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5 % dari asam empedu yang
di sekresi ke dalam feces. 1,3
2.3 Definisi Kolelithiasis
Istilah kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada keduanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu
kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). kalau batu kandung empedu ini berpindah ke
dalam daluran empedu ekstrahepatik disebut batu saluran empedu sekunder atau koledokolithiasis sekunder.
Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan
gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu.

Gambar 4. Batu dalam kandung empedu


Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu,kalsium dan matriks
inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu pada anak-anak adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu
kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui.

Batu empedu dapat bervariasi ukurannya dari sebesar pasir hingga sebesar bola golf Jumlah yang
terbentuk juga bisa mencapai beberapa ribu. Bentuknya juga berbeda-beda tergantung dari jenis:
Kandungannya Secara garis besar batu empedu dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Batu kolesterol
Batu kolesterol murni jarang terjadi dan memperhitungkan <10% dari semua batu. Mereka biasanya
terjadi sebagai batu-batu besar tunggal dengan permukaan yang halus. Sebagian besar batu kolesterol lainnya
mengandung jumlah variabel pigmen empedu dan kalsium, tapi selalu > 70% kolesterol. Batu-batu ini biasanya
banyak, dengan ukuran variabel, dan mungkin sulit dan faceted atau tidak beraturan irreguller berbentuk
seperti murbei, dan lembut. Warna berkisar dari keputihan kuning dan hijau menjadi hitam.
Kebanyakan batu kolesterol yang radiolusen; <10% yang radiopak. Apakah murni atau alam campuran,
acara utama umum dalam pembentukan batu kolesterol jenuh empedu dengan kolesterol. Oleh karena itu,
kadar kolesterol empedu dan batu empedu kolesterol tinggi dianggap sebagai salah satu penyakit. Kolesterol
sangat nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi relatif
dari kolesterol, garam empedu, dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu
disebabkan oleh kolesterol hipersekresi bukan oleh sekresi berkurang dari fosfolipid atau garam empedu. 3
Jenis kolesterol ini merupakan 80% dari keseluruhan batu empedu. Penampakannya biasanya
berwarna hijau namun dapat juga putih atau kuning. Batu kolesterol dapat terbentuk jika empedu mengandung
terlalu banyak kolesterol dibadingkan dengan garam empedu. Selain itu 2 faktor yang: berperan dalam
pembentukan batu kolesterol adalah seberapa baik kantung empedu kita berkontraksi untuk mengeluarkan
empedu dan adanya protein dalam hati yang berperan untuk menghambat masuknyaolesterol kedalam batu
empedu.
Kenaikan hormon estrogen kehamilan mendapat terapi hormone dan KB dapat meningkatkan
kandungan kolesterol dalam empedu dan mengurangi kontraksinya sehingga mempermudah pembentukan
batu empedu.
2. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung < 20% kolesterol dan berwarna gelap karena kandungan kalsium
bilirubinate. Jika tidak, batu pigmen berwarna hitam dan coklat memiliki sedikit dan harus dianggap sebagai
entitas yang terpisah.
Batu pigmen hitam biasanya ukuran kecil, rapuh, hitam, dan kadang-kadang spiculated. Mereka
dibentuk oleh jenuh kalsium bilirubinate, karbonat, dan fosfat, paling sering sekunder untuk gangguan hemolitik
seperti sferositosis herediter dan penyakit anemia sel sabit, dan pada penyakit sirosis. Seperti batu kolesterol,
mereka hampir selalu terbentuk di kandung empedu. Bilirubin tak terkonjugasi jauh lebih larut dari terkonjugasi
bilirubin dalam empedu. Deconjugation bilirubin terjadi biasanya dalam empedu pada tingkat yang lambat.
Tingkat berlebihan bilirubin terkonjugasi, seperti di negara-negara hemolitik, menyebabkan peningkatan laju
produksi bilirubin tak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak terkonjugasi.
Ketika kondisi berubah menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam empedu deconjugated, curah hujan
dengan kalsium terjadi. Di negara-negara Asia seperti Jepang, akun batu hitam untuk persentase yang jauh
lebih tinggi dari batu empedu dibandingkan di belahan bumi Barat.
Batu coklat biasanya dengan ukuran < 1 cm, berwarna kuning kecoklatan, lunak, dan sering lunak.
Dapat membentuk di dalam kantong empedu atau di saluran empedu, biasanya sekunder terhadap infeksi yang
disebabkan oleh stasis empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan badan sel bakteri membentuk bagian utama
dari batu.
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan β-glucuronidase yang enzimatik membelah bilirubin
glukuronida untuk menghasilkan larut bilirubin tak terkonjugasi. Hal endapan dengan kalsium, dan bersama
dengan badan sel bakteri mati, membentuk coklat yang lembut batu di saluran empedu.
Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu dari populasi Asia dan berhubungan dengan
stasis sekunder untuk parasit infeksi. Dalam populasi Barat, batu coklat terjadi sebagai empedu utama batu
saluran pada pasien dengan penyempitan empedu atau batu empedu saluran lain yang menyebabkan stasis
dan kontaminasi bakteri. 3

3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

Gambar 5. Klasifikasi batu dalam kandung empedu


2.4 Epidemiologi
Penyakit batu empedu merupakan salah satu masalah yang paling umum yang mempengaruhi
saluran pencernaan. Laporan otopsi menunjukkan prevalensi batu empedu dari 11% menjadi 36 %. Prevalensi
batu empedu berhubungan dengan banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, dan latar belakang etnis.
Kondisi tertentu predisposisi yang pengembangan batu empedu. Obesitas, kehamilan, faktor makanan,
penyakit Crohn, reseksi ileum terminal, operasi lambung, sferositosis herediter, penyakit sel sabit, dan
talasemia yang semua yang berhubungan dengan peningkatan risiko mengembangkan batu empedu.
Wanita tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan batu empedu dibandingkan laki-laki, dan
kerabat tingkat pertama pasien dengan batu empedu memiliki prevalensi dua kali lipat lebih besar. 6
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat sedangkan
di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi dilakukan setiap
tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa.
Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan.6 Dua per tiga dari batu empedu adalah
asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan
hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50%
mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan
komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 6
Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu.
Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau
ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada
pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.6

2.5 Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22%
fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. 2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui
dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. 3 Sementara itu, komponen utama dari batu
empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.
2.6 Manifestasi Klinis
Pada anamnesis, didapatkan setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah
asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap
makanan berlemak.
Pada asimptomatik, keluhan berupa nyeri didaerah epigastrium, kuadran kanan atau precordium. Rasa
nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul
secara tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, scapula, atau puncak bahu, disertai mual
dan muntah.
Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antacid. Kalau
terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu
kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien menarik nafas, yang merupakan tanda
rangsangan peritoneum setempat (Murphy sign). 1
Gejala empedu simtomatik utama yang terkait dengan batu adalah nyeri. Rasa sakit adalah konstan
dan peningkatan keparahan selama setengah jam pertama atau lebih dan tipikal berlangsung selama 1 sampai
5 jam. Hal ini terletak di epigastrium atau kuadran kanan atas dan sering menyebar ke punggung bagian atas
kanan atau antara skapula. Rasa sakit parah dan datang pada tiba-tiba, biasanya pada malam hari atau setelah
makan lemak. Hal ini sering dikaitkan dengan mual dan muntah kadang-kadang. Rasa sakit adalah episodik.
Pasien menderita serangan diskrit nyeri, antara yang mereka merasa baik. Pemeriksaan fisik dapat
mengungkapkan ringan kuadran kanan atas nyeri selama episode nyeri. Jika pasien sakit gratis, pemeriksaan
fisik biasanya kategorinya sekutu biasa-biasa saja. Nilai laboratorium, seperti jumlah dan fungsi hati WBC tes,
biasanya normal pada pasien dengan batu empedu dipersulit. 3
2.7 Patofisiologi
Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari awal percabangan
duktus hepatikus dextra dan sinistra meskipun percabangan tersebut mungkin terdapat diluar parenkrim hati.
Batu tersebut umumnya berupa batu pigmen yang berwarna coklat, lunak, bentuk seperti lumpur dan rapuh.
Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens atau kolangitis oriental yang sering sulit
penanganannya.
Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam
perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara
parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu berulang melalui duktus
sistikus yang sempit dan dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan
dinding duktus sistikus dan striktur. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu
besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus.
Kolelitiasis asimptomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan ultrasonografi,
pembuatan foto polos abdomen, atau perabaan sewaktu operasi. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium
tidak ditemukan kelainan.

2.8 Faktor Resiko


Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu :
a. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia >
40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis di bandingkan dengan usia yang lebih muda. Di Amerika
serikat 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu
empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.
3. Empedu semakin itogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin
Wanita memiliki resiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria, hal ini
disebabkan karena pada wanita dipengaruhi oleh hormon estrogen, yang berpengaruh terhadap peningkatan
eksresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga decade ke-6, 20 % pada wanita dan 10 % pada pria
menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu
pada wanita.
c. Berat Badan (BMI)
Pada orang yang memiliki Body Mass Indeks (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis, hal ini dikarenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol di dalam kandung empedu tinggi
dan mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi / pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani beresiko untuk menderita
kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan
empedu melebihi batas normal, maka cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

2.9 Diagnosis
Diagnosis batu empedu simtomatik atau kolesistitis kronis tergantung pada kehadiran gejala-gejala
yang khas dan demonstrasi batu pada pencitraan diagnostik. USG abdomen adalah tes diagnostik standar
untuk batu empedu. Batu empedu kadang-kadang diidentifikasi pada radiografi abdomen atau CT scan. Dalam
kasus ini, jika pasien memiliki gejala yang khas, USG kantong empedu dan saluran bilier harus ditambahkan
sebelum intervensi bedah. Batu dapat di diagnosis kebetulan pada pasien tanpa gejala harus dibiarkan di
tempat seperti yang dibahas sebelumnya di anamnesa. Kadang-kadang, pasien dengan serangan khas nyeri
bilier tidak memiliki bukti batu pada ultrasonografi. Kadang-kadang hanya lumpur di kantong empedu
ditunjukkan pada ultrasonografi. Jika pasien memiliki serangan nyeri bilier yang khas dan lumpur terdeteksi
pada dua atau tiga kali, kolesistektomi dibenarkan. Selain sludge dan batu, cholesterolosis dan
adenomyomatosis dari kantong empedu dapat menyebabkan gejala empedu yang khas dan dapat dideteksi
pada ultrasonografi. Cholesterolosis disebabkan oleh akumulasi kolesterol dalam makrofag di mukosa kandung
empedu, baik secara lokal atau polip. Ini menghasilkan penampilan makroskopik klasik dari "strawberry
kandung empedu." Adenomyomatosis atau kolesistitis glandularis proliferans adalah dikarakterisasikan pada
mikroskop oleh hipertrofi bundel otot polos dan dengan ingrowths dari kelenjar mukosa ke dalam lapisan otot
(pembentukan sinus epitel). Polip granulomatosa berkembang di lumen di fundus, dan dinding kandung
empedu menebal dan septae atau striktur dapat dilihat di kantong empedu. Pada pasien simptomatik,
kolesistektomi adalah pengobatan pilihan untuk pasien dengan kondisi ini.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan
laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. 1

2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15%
batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas
yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.1

Gambar 6. Foto rongent pada kolelitiasis

3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)


USG akan menunjukkan batu di kandung empedu dengan sensitivitas dan spesifisitas > 90 %.
Terdapat batu dengan bayangan akustik dan mencerminkan gelombang ultrasound kembali ke transduser
ultrasonik. Karena batu memblokir bagian dari gelombang suara ke daerah belakang dan menghasilkan
bayangan akustik. 3

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu
kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang
oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. 1

Gambar 7. USG Kandung Empedu Normal


Terlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak diantara parenkim hati
lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen

Gambar 8. Kolelitiasis terlihat hiperekoik dengan bayangan akuistik di bawahnya


4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana,
dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus,
dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.1

2.11 Komplikasi
Komplikasi Kolelithiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat menimbulkan perforasi dan
peritonitis, kolesistitis kronik, icterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis piogenik, fisitel bilienterik, ileus batu
empedu, ankreatitis dan perubahan keganasan.
Batu empedu dari ductus koledokus dapat masuk ke dalam duodenum melalui papila Vater dan
menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa, peradangan, udem, dan striktur papilla vater.
1. Kolesistitis Akut
Hampir semua kolesititis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak di dalam
kantung Hartmann, komplikasi ini terjadi pada penderita kolelittiasis 5%.
Gambaran klinis, keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan atas, yang kadang-kadang
menjalar ke belakang di daerah scapula. Pada kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda rangsang
peritoneal berupa nyeri tekan, lepas, dan defans muscular otot dinding perut. Kandung empedu yang
membesar dan dapat diraba. Pada separuh penderita dapat disertai mual dan muntah.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosir meningkat atau dalam batas normal.
Pada pemeriksaan USG kolesistisis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan dinding kandung
empedu, hidrops dan kadang-kdang terlihat eko cairan di sekelilingnya yang menandakan adanya
perikolesisitisis atau perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transduser yang dikenal
sebagai Morgan sign positif atau positive transducer sign. 9
Gambar 9. Kolesistitis akut, ditandai dengan penebalan dinding
Dan adanya ekocairan disekelilingnya (cirri khas) sebagai reaksi perikolesistisis

2. Kolesititis Kronik
Kolesititis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum ditemukan. Penyebabnya
adlah hampir selalu batu empedu. Diagnosis Kolesititis kronik adalah kolik bilier, dyspepsia dan ditemukan batu
kandung empedu pada pemeriksaan ultrasonografi. Nyeri kolik bilier yang khas dapat dicetuskan oleh makanan
berlemak dan khas kolik bilier dirasakan di perut kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas.
Kandung empedu sering tidak/sukar terlihat. Dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat
hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistisis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut (contracted
gallbladder). Kadang-kandang hanya eko batunya saja yang terlihat pada fossa vesika felea.9
Gambar 10. USG Kolesistitis kronik, terlihat dinding yang menebal, kandung empedu mengkisut dan
batu yang disertai bayangan akuistik.

3. Keganasan
Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis,
pada perempuan dan laki-laki tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata pada 60 tahun, jarang pada usia muda.
Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus koledokus. Gambaran histologik
tumor dapat murni sebagai adenokarsinoma, yang juga disebut kolangiokarsinoma.
Keganasan kandung empedu jarang ditemukan dan biasanya terdapat pada usia lanjut. Kebanyakan
berhubungan dengan batu empedu. Resiko timbul keganasan sesuai dengan lamanya menderita batu kandung
empedu. Tumor gans primer kandung empedu adalah jenis adenokarsinoma dengan penyebaran invasive
langsung ke dalam hati dan porta hati.
Gambaran klinis, keluhan biasanya ditentukan oleh kolesistolitiasis. Sering ditemukan nyeri menetap di
perut uadran kanan atas, mirip kolik bilier. Apabila tejadi obstruksi duktus sstikus, akan timbul kolesistitis akut.
Diagnosis, pada pemeriksaan fisik didapatkan teraba massa di daerah kandung empedu. Massa ini tidak akan
disangka tumor apabila disertai tanda kolesistitis akut.
Pada pemeriksaan ultrasonografi terlihat sebagai massa dengan batas tidak rata dan melebar sampai
ke parenkim hati. 9
Gambar 11. Keganasan : Terlihat massa padat di dalam kandung empedu dengan batas ireguler,tidak
menimbulkan bayangan akustik, kandung empedu membesar,sehingga batasnya dengan parenkim hepar tidak
tegas.
Terlihat area anekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)

4. Kolangitis
Kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan
beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bacterial non
piogenik yang ditandai dengan “Trias Charcot” yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus.
Apabila tejadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatic, akan timbul lima gejala pentade
“Reynold”, berupa tiga gejala trias Charcoat, ditambah syok, kekacauan mentau atau penurunan kesadaran
sampai koma.
2.12 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan batu empedu simtomatik harus disarankan untuk memiliki elektif
kolesistektomi laparoskopi. Sambil menunggu operasi, atau jika operasi harus ditunda, pasien harus disarankan
untuk menghindari lemak makanan dan makanan besar. Pasien diabetes dengan batu empedu simtomatik
harus memiliki cholecystectomy segera, karena lebih rentan untuk mengembangkan cholesistitis akut yang
sering parah. Wanita hamil dengan batu empedu simtomatik yang tidak dapat dikelola harap dengan diet
modifikasi dapat dengan aman menjalani kolesistektomi laparoskopi selama trimester kedua. Kolesistektomi
laparoskopi aman dan efektif pada anak-anak dan dewasa, kolesistektomi, laparoskopi terbuka, untuk pasien
dengan batu empedu yang simptomatik. Sekitar 90 % dari pasien dengan gejala khas empedu dan batu
tersebut diberikan bebas dari gejala setelah kolesistektomi. Untuk pasien dengan gejala atypikal atau dispepsia
(kembung, bersendawa, kembung, dan intoleransi lemak dari makanan), hasilnya tidak seperti yang
menguntungkan. 3
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa
dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. 1
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan
perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi).
Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu
dilakukan pembatasan makanan. 1

Pilihan penatalaksanaan antara lain :


1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik.
Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%
pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90%
kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena
memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi
komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena
semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
Gambar 12. Kolesistektomi laparaskopi
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang
tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan
hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses. 2 Disolusi medis sebelumnya harus
memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4
batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE))
ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan
batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)


Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.
Gambar 13. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien
terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.

7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus
halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi.
Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari
setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu
yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.

Gambar 14. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

2.13 Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG diperlukan untuk
mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih
merupakan masalah, karena resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran batu > 2cm). Karena
resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut.

Anda mungkin juga menyukai