Anda di halaman 1dari 7

MENDENGAR SUARA ALLAH

(Yesaya 6 : 1-9)

Untuk sungguh mengerti nas ini kita harus ingat bahwa secara kronologis pasal 6 terjadi
beberapa waktu sebelum pasal 1.; maksudnya kami apa yang terjadi dalam nas ini
merupakan permulaan panggilan nabi Yesaya. Lima pasal sebelumnya, dalam urutan
waktu, terjadi sesudah kejadian yang tertulis dalam Yesaya 6:1-9. Pokoknya sebelum nas
ini, secara historis setahu kita, Nabi Yesaya belum melayani Tuhan.

Pada waktu kejadian nas ini Yesaya sudah berumur lebih kurang 35 tahun. Kita perlu
mengerti bahwa orang ini adalah bangsawan yang berpendidikan tinggi. Antara semua
orang pada masa itu orang seperti Yesaya itu mendapat pendidikan yang paling tinggi
dan paling memuaskan. Jelas ia menguasai berbagai pengetahuan seperti ilmu bumi,
pengobatan dan ilmu sastra. Apakah ia dididik langsung oleh seorang guru ataukah
dibawa tiap hari ke sekolah di istana kita kurang tahu tetapi ia sungguh
digolongkan sebagai seorang cendekiawan pada masa itu.

Juga, dapat dikatakan bahwa ia cukup rohani. Jikalau pasal 6, dari segi kronologis
merupakan pasal pertama dalam buku ini kita dapat mengatakan bahwa kali pertama kita
bertemu dengan Yesaya, ia berada dalam Bait Allah. Malahan beberapa penafsir juga
mengira bahwa Yesaya adalah seorang imam.

Demikianlah bila kita lihat dari segi kedudukannya, umurnya, pendidikannya, dan
kerohaniannya orang ini siap untuk melayani Tuhan. Hanya satu soal. Dia belum
mendengar suara Tuhan. Dia belum dipanggil Tuhan. Ini tidak berbeda dari banyak
orang pada masa ini …… ingin melayani Tuhan tetapi belum mendengar suara
panggilanNya.

Demikianlah sekarang kita akan memperbincangkan soal persiapan untuk mendengar


suara pengutusan Allah. Sering kita tidak mendengar suara Allah karena kita tidak cukup
dekat kepadaNya. Kita seperti anak yang, karena terlalu jauh dari orang tua, tidak
mendengar suara orang tua yang memanggilnya untuk pulang. Oleh karena itu kami,
dalam nas ini, ingin menunjukkan beberapa anak tangga yang harus kita naiki, jikalau
kita ingin menjadi cukup dekat kepada Allah supaya kita dapat mendengar suaraNya.
Anak-anak tangga yang dimaksudkan cukup jelas dalam cerita pendek ini tentang nabi
Yesaya ini. Kita akan mulai dengan menyelidiki anak tangga pertama yang harus kita
naiki, yaitu:

I. MELIHAT ALLAH DALAM KESUCIANNYA (1-4)

Nas kita dimulai dengan Yesaya sebagai imam dalam bait Allah. Dia sendirian dan
dalam keadaan berdoa. Hal ini sangat indah. Jikalau kita ingin ketemu dengan Allah
kita harus berada dalam sikap hati yang memungkinkan Allah berbicara kepada
kita. Banyak orang bingung mengapa Allah tidak berbicara kepada mereka, tetapi
mereka tidak memberi kesempatan kepada Allah untuk berbicara.
Pada waktu Yesaya dalam sikap berdoa Allah menyatakan diriNya. Yesaya melihat,
“…… Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubahNya
memenuhi Bait Suci ……” Penglihatan ini meyakinkan Yesaya bahwa Tuhan masih
berkuasa. Raja Uzia, seorang raja yang baik, meninggal beberapa hari sebelum
penglihatan ini (Yesaya 6:1). Mungkin Yesaya bingung dan putus asa. Mungkin ia
kecewa dengan raja yang baru dan merasa raja yang baru itu tidak akan sungguh
mengutamakan Allah. Dengan perasaannya yang demikian ini Yesaya dapat melihat
bahwa Tuhan masih duduk pada takhtaNya, bahwa Tuhan, Raja di atas segala raja, masih
memerintah dalam dunia ini.

Sebagai raja dunia Tuhan juga datang dengan pengawal-pengawal. Tetapi enam
pengawalNya adalah oknum sorgawi yang dinamakan “serafim.” Para serafim itu
masing-masing mempunyai enam sayap tetapi hanya dua sayapnya dipakai untuk
terbang. Mereka adalah makhluk yang paling hebat dan juga paling sadar akan kesucian
Allah. Walupun mereka hanya memakai dua sayap untuk terbang sayap-sayap lainnya
dipakai untuk menutup mukanya dan kakinya. Mengapa demikian? Karena mereka
tinggal di hadirat Allah yang mahasuci. Dengan menutup mukanya mereka mengakui
kesucianNya. Terlihat mereka juga menyembah Dia dengan menyanyikan suatu nyanyian
khusus yang sering mengulangi perkataan “Kudus, kudus, kudus!”

Beberapa penafsir Alkitab mempertanyakan mengapa “kudus” diucapkan tiga kali.


Sebetulnya ucapan ini tidak berbeda dari ucapan empat makhluk dalam Wahyu 4:8 yang
berseru siang dan malam, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa……”
Ada kemungkinan besar tiga ucapan ini cocok dengan tiga oknum Trinitas. Dengan
demikian mereka memuji Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus masing-masing
karena kesucianNya.

Inilah sifat yang paling kentara apabila Allah menyatakan diriNya. Pertama-tama
manusia akan sadar akan kesucian Allah. Malah kesucian adalah sumber dari dasar
semua sifat Allah yang lain. Semua sifatnya seperti misalnya kasihNya, kebaikanNya,
kesabaranNya itu berhubungan dengan kesucianNya.

Kita bertemu dengan kesucian Allah dalam Kejadian 3. Ingat, Adam dan Hawa diusir
dari Taman Eden karena mereka jatuh ke dalam dosa. Dan kesucian Allah muncul
berulang kali di seluruh Alkitab sampai dalam Wahyu 21:8 kita membaca bahwa semua
orang jahat akan dicampakkan ke dalam lautan api dan sama sekali tidak boleh masuk
sorga karena, “…… tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang najis ……. “ (Wahyu
21:27).

Satu hal yang jelas dari ayat 1 sampai dengan 4, yaitu Yesaya melihat Allah dalam segala
kesucianNya dan Ia mendengar para serafim memuji Allah karena kesucianNya.

Inilah anak tangga pertama yang harus Anda naiki kalau Anda ingin mendengar suara
pengutusan Allah. Anda tidak memerlukan pengalaman seperti Yesaya tetapi dalam hati
(bukan dalam akal saja) Anda harus ada kesadaran sedalam-dalamnya bahwa Allah itu
mahasuci. Sesudah Anda naik anak tangga itu anak tangga kedua yang harus ditangani,
ialah:

II. MENGAKUI KENAJISAN DIRI SENDIRI (5)

Apa yang terjadi apabila seseorang melihat Allah? Ada cukup banyak ceritera dalam
Alkitab mengenai respons pertama dari seseorang apabila ia bertemu dengan
Penciptanya. Ingatlah kejadian pada waktu Tuhan Yesus menyuruh Petrus dan rasul-rasul
lain untuk menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai dan menebarkan jalanya sekali
lagi? Mereka tahu bahwa Yesus adalah tukang kayu, bukan nelayan, namun mereka taati.
Pada waktu jalanya menjadi begitu penuh sampai koyak, Petrus menjadi sadar bahwa Dia
yang berada bersama dengan mereka bukan seorang tukang kayu dari Nazaret tetapi
Tuhan semesta alam. Dan apa yang dilakukan Petrus? Ia mengucapkan, “Tuhan, pergilah
dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.”

Beberapa ribu tahun sebelum kejadian ini Ayub mempunyai pengalaman yang hampir
sama. Sesudah berhari-hari berdebat dengan teman-temannya tentang mengapa ia
kehilangan keluarganya, hartanya dan kesehatannya Allah berbicara kepadanya. Allah
menyatakan kekuasaanNya dan kebesaranNya kepada Ayub. Apa yang dikatakan Ayub?
Lihatlah Ayub 42:5-6, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau,
tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut
perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.”

Inilah yang akan terjadi pada tiap orang yang sungguh melihat kesucian Allah. Ia akan
melihat ke dalam dirinya sendiri dan sadar akan kenajisannya. Dan ini yang terjadi juga
pada nabi Yesaya. Lihatlah pengakuan Yesaya dalam ayat 5, “Celakalah aku! Aku
binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa
yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja.”

Pertama perhatikanlah istilah “najis.” Ini adalah suatu kata yang paling hina untuk orang
Yahudi. Tidak seorangpun ingin disebut “najis.” Oleh karena itu orang Yahudi membuat
ratusan peraturan yang harus ditaati untuk menghindarkan diri dari menjadi najis.

Dalam Imamat 13:45 kita membaca bahwa seseorang yang kena kusta, yaitu dapat
penyakit lepra, harus selalu menyerukan kata “Najis” sebagai peringatan jikalau didekati
oleh orang yang tidak mempunyai penyakit itu. Ini berarti bahwa”najis” adalah satu-
satunya istilah yang didengar dari orang lepra di tanah Yudea. Dan apakah yang
dikatakan Yesaya, seorang bangsawan yang berpendidikan tinggi, seorang imam itu? Dia
mengatakan, “…… aku ini seorang yang najis bibis ……” (Yesaya 5:6).

Bagaimana seorang yang najis dapat menghadap Allah apalagi memuji Allah dengan para
serafim sambil menyanyi, “Kudus, kudus, kudus!?” Yesaya sadar akan kontradiksi besar
ini. Dengan jelas ia melihat suatu masalah yang mahabesar. Hanya karena ia ada dalam
hadirat Allah ia sadar akan dosanya dan karena dosanya itu ia sadar bahwa tidak pantas ia
berada di hadirat Allah.
Dan bukan itu saja. Dia juga sadar kembali betapa najisnya umatnya sendiri. Walaupun ia
mulai dengan menyebut kenajisannya sendiri ia tidak lupa menyebut kenajisan dari
umatnya. Kita dapat melihat juga sepintas lalu mengapa Yesaya menyesal akan ucapan-
ucapan bangsanya. Mereka mengejek Allah dengan mengatakan, “Baiklah Allah lekas-
lekas dan cepat-cepat melakukan tindakanNya supaya kita lihat; dan baiklah keputusan
Yang Mahakudus, Allah Israel datang mendekat, supaya kita tahu (Yesaya 5:19).”
Mereka berani sekali dan sama sekali tidak takut akan Tuhan. Masakan Yesaya tidak
melihat kenajisan bangsanya ini sebagai masalah besar yang harus ditangisi dengan
sungguh-sungguh.

Demikian Yesaya naik anak tangga pertama dan kedua. Dia melihat kesucian Allah. Dia
mengakui dosanya sendiri. Sekarang ia lebih dekat kepada Allah tetapi belum siap
mendengar suara Allah. Dia harus naik satu anak tangga lagi, yaitu ia harus:

III. MENERIMA PENGAMPUNAN ALLAH (6-7)

Sesudah pengakuan Yesaya ….. perhatikanlah “sesudah” pengakuannya. Seorang serafim


terbang ke mezbah. Mezbah yang didatangi adalah mezbah ukupan. Pada mezbah ini
ukup (wangi-wangian) dibakar sebagai lambang doa orang-orang suci. Dalam Imamat
16:12 kita dapat melihat bahwa bara api yang dipakai untuk membakar ukup ini diambil
dari mezbah korban darah. Demikianlah serafim itu mendekati mezbah ukupan itu dan
dengan sepasang sepit ia mengambil sebuah bara api. Dengan bara api itu ia menyentuh
bibir Yesaya, yaitu bibir yang najis itu.

Langsung serafim itu mengucapkan beberapa kata yang paling indah pada telinga
seseorang yang menyesal karena dosanya, “…… kesalahanmu telah dihapus dan dosamu
telah diampuni,” Apakah ini berarti bahwa api dipergunakan untuk menyucikan kita dari
dosa? Jelas tidak. Api di sini hanya mengingatkan kita bahwa orang percaya yang sudah
diselamatkan, yaitu anak Tuhan, dikuduskan melalui pencobaan-pencobaan. Nabi
Maleakhi malahan menggambarkan Tuhan sebagai api tukang pemurni logam (Maleakhi
3:2-3). Tetapi keselamatan itu betul-betul dihasilkan oleh pengorbanan darah Yesus.
Tidak ada seorang nabi lain dalam Perjanjian Lama yang lebih mengetahui dengan jelas
tentang hal ini dari pada Yesaya sendiri. Perhatikanlah Yesaya 53:5-6, 11, “…… dia
tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita;
ganjaran yang mendatangkan kesehatan bagi kita ditimpakan kepadaNya kejahatan kita
sekalian ……. kejahatan mereka Dia pikul.”

Memurnikan anak-Nya adalah satu hal yang diusahakan Tuhan terus menerus. Dan hanya
Dialah yang dapat mengampuni umat manusia. Seseorang pernah berkata, “Berbuat salah
itu biasa untuk manusia, mengampuni adalah tindalah ilahi.”

Perlu kita perhatikan bahwa sebelum saat itu, yaitu sebelum Yesaya menerima
pengampunan Tuhan dan dibersihkan dari dosanya, ia sama sekali tidak mendengar suara
Tuhan. Dalam ayat-ayat sebelumnya kita dapat mendengar suara serafim dan suara
Yesaya sendiri tetapi Tuhan diam saja. Tetapi sekarang Yesaya siap untuk mendengar
suara Tuhan, malahan ia baru dapat mendengar suara Tuhan karena ia sudah naik tiga
tangga yang penting. Ia sudah melihat Allah dalam kesuciannya. Ia sudah mengakui
dosanya sendiri. Ia sudah menerima pengampunan Tuhan.

Tetapi ia masih naik anak tangga lagi, yaitu anak tangga keempat. Kami dapat
mengatakan bahwa pada anak tangga ini seseorang harus:

IV. MENYERAHKAN DIRI KEPADA KEHENDAK ALLAH (8)

Kalimat pertama yang didengar Yesaya tidak merupakan suatu pernyataan. Sebaliknya
Allah mulai berbicara dengan melontarkan satu pertanyaan kepada Yesaya, “Siapakah
yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Sebetulnya istilah “Aku”
dalam pertanyaan ini jamak dalam hampir semua terjemahan Alkitab. Terjemahan yang
lebih baik dari pertanyaan Allah ini ialah, “Siapakah yang akan Kami utus dan siapakah
yang mau pergi untuk kami?” Pertanyaan ini diucapkan oleh Allah Tritunggal. Kita
melihat pemakaian kata ini di beberapa tempat yang lain dalam Perjanjian Lama. Dalam
Kejadian 1:26 Tuhan Allah mengambil keputusan yang berbunyi, “Baiklah kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita ……” Pada waktu manusia mulai
membangun menara Babel kita mendengar ucapan ini dari Allah, “Baiklah Kita turun
dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi
bahasa masing-masing (Kejadian 11:7).”

Betapa indahnya! Mencari utusan adalah hal yang melibatkan Allah Tritunggal. Ini bukan
pertanyaan remeh yang didengar oleh Yesaya. Inilah pertanyaan yang digumulkan di
sorga dan disampaikan oleh setiap oknum dari Trinitas serentak dengan satu suara.

Dan bagaimana tanggapan Yesaya? Dia sudah melihat kemuliaan Allah. Dia sudah
menyadari dosanya sendiri. Dia sudah menerima pengampunan akan dosanya. Jelas dia
merasa berutang. Jelas ia rindu membalas kasih Tuhan. Apalagi dia baru saja sempat
mendengar suara Allah berbicara langsung kepadanya. Demikianlah ia langsung
menyerahkan diri dengan mengucapkan, “Inilah aku, utuslah aku!” Dia tidak minta
keterangan dulu mengenai seluk-beluk tugasnya. Pengorbanan yang dituntut dan imbalan
yang akan diterimanya tidak dipertimbangkan. Sebagai akibat dari kasih dan rasa
terharunya dia menawarkan dirinya secara spontan, tanpa ragu-ragu, tanpa
memperhitungkan untung-rugi atau beratnya dari seorang utusan Tuhan.

Tanggapan Yesaya jelas adalah “seperti cincin dengan permatanya,” sangat sesuai.
Bagaimana respons kita terhadap panggilan Tuhan? Apakah respons kita mirip dengan
respons Yesaya atau apakah kita tawar menawar dengan Tuhan? Pada anak tangga ini
Yesaya memberikan satu-satunya tanggapan yang pantas, yang cocok dan oleh karena itu
ia diizinkan naik anak tangga terakhir di mana ia akan dengan gampang mendengar suara
Tuhan terus-menerus. Apakah anak tangga itu?

V. MENAATI PERINTAH PENGUTUSAN ITU (9)

Sesudah Yesaya mengucapkan, “Inilah aku, utuslah aku!” dia tidak menjadi bingung lagi
tentang pelayanannya, yaitu tentang apa yang harus dikerjakannya. Tuhan mengatakan,
“Pergilah dan katakanlah ……” Dan apa yang harus dikatakan Yesaya diuraikan dengan
jelas oleh Tuhan. Sering kita takut kalau Tuhan akan memanggil kita untuk menjadi guru,
penginjil atau pengkhotbah dan kita merasa tidak sanggup. Malahan sering kita tidak tahu
apa yang harus kita katakan. Tetapi kita tidak perlu takut. Tuhan sendiri akan memimpin
kita dan menjelaskan kepada kita apa yang harus kita katakan sebagai utusanNya.
Ingatlah, kita adalah utusanNya dan seorang utusan hanya perlu memberitakan apa yang
ditentukan oleh orang yang mengutusnya.

Dan ke manakah Yesaya harus pergi? Itulah yang juga akan menjadi pertanyaan buat
setiap orang yang diutus Tuhan. Tetapi sekali lagi Tuhan memberi dengan segera
jawaban yang singkat dan jelas dengan mengatakan, “Pergilah …… kepada bangsa ini
……” Yang mengutus selalu menyediakan tugas dan tempat pelayanan yang khusus.
Apabila kita menyerahkan diri kita kepadaNya, pasti, pada waktuNya, dia akan
menunjukkan tugas yang harus kita kerjakan.

Dan lihatlah urgensi dalam panggilan Tuhan. Dia tidak menyuruh Yesaya menunggu tiga
bulan, baru akan ada keterangan. Dia langsung memberi perintah, “Pergilah …….” Nah,
kita harus ingat bahwa Yesaya sudah siap. Ia sudah menyelesaikan pendidikannya dan
umurnya sudah cukup. Oleh karena itu ia tidak boleh berdalih-dalih lagi. Ia tidak boleh
bingung lagi. “Kapan?” tidak boleh menjadi pertanyaan yang digumuli di dalam hatinya
atau keluar dari bibirnya. Ada urgensi, Yesaya! Jangan tunggu lagi, jangan tambah doa,
jangan tambah pendidikan, jangan menunda menjalankan tugas yang Kami tentukan.
Pergilah….!

Dan siapakah mengutusnya? Bukan Allah Bapa, bukan Allah Anak, bukan Roh Kudus
tetapi semuanya bersama-sama, yaitu Allah Maha Esa yang beroknum tiga, Allah
Tritunggal. Cobalah renungkan ini: Seseorang yang diutus Allah, diutus oleh Allah
Tritunggal, dan didukung oleh semua kekuasaan Allah semesta alam, Siapakah akan
takut? Siapakah akan mengeluh? Kalimat utusan dalam nas ini senada dengan Perintah
Agung dalam Matius 28:18-20, “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di
bumi. Karena itu pergilah …………. Dan ketahuilah, aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman.”

KESIMPULAN:

Sudahkah Anda mendengar suaraNya? Allah ingin berfirman kepada Anda, ia masih
mencari orang-orang yang dapat diutus untuk membawa beritaNya kepada dunia yang
jahat ini. Tetapi sebelum kita dapat mendengarkan suara pengutusanNya kita harus
menaiki semua anak tangga ini. Kita harus melihat atau menyadari kesucian Allah. Kita
harus menjadi sadar akan dosa kita sendiri. Kita harus menerima pengampunan Tuhan
untuk dosa-dosa kita. Kita harus menyerahkan diri kita secara mutlak kepadaNya. Baru
pada saat itu kita akan mendengarkan suara Tuhan.

Sudahkah Anda mendengar suaraNya? Jikalau “Ya” Anda perlu menaati suara itu. Anda
perlu pergi untuk “Allah Tritunggal” dan dengan dukungan “Allah Tritunggal!”
UNDANGAN:

Kami yakin beberapa di antara Anda belum dapat mendengar suara Tuhan karena masih
ada dosa-dosa dalam kehidupan Anda. Setiap Anda yang merasa harus membereskan
dosanya sebelum dapat mendengar suara Tuhan, silakan angkat tangan.

Ada kemungkinan besar juga bahwa beberapa di antara Anda sudah mendengar suara dan
panggilan Tuhan, tetapi tidak menanggapinya atau menaatinya. Jikalau ini menjadi
persoalan Anda dan Anda ingin mengatasinya, silakan datang ke rumah gembala sesudah
kebaktian.

Anda mungkin juga menyukai