Anda di halaman 1dari 5

Etiologi, Patofisiologi, Faktor Risiko Ikterus

Penyebab timbulnya Ikterus dapat dibagi atas 3 golongan besar:

1. Prehepatik, produksi bilirubin berlebih

Timbulnya Ikterus karna produksi bilirubin yang sangat bertambah. Pada keadaan
normal produksi bilirubin sebanyak 300 mg per-hari. Bila produksi bilirubin sangat
melebihi jumlah tersebut (misalnya 1,500 mg per hari), akan timbul ikterus. Timbulnya
produksi yang sangat berlebihan tersebut disebabkan karena hemolise, oleh karena itu
disebut juga ikterus hemolitik. Pada keadaan hemolise, Hb yang dibebaskan dari eritrosit
akan bertambah, dalam arti kata akan makin banyak bilirubin yang dibebaskan.
Sedangkan kapasitas hati untuk melakukan konjungasi bilirubin sudah tertentu batasnya
(bilirubin serum hanya bertambah disekitar 2-3 mg/100 cc). Dan pada keadaan normal
hemolise serum bilirubin sangat berlebihan, maka kemungkinan besar terjadi disfungsi
sel hati di samping hemolise. Akibatnya akan terjadi kenaikan kadar bilirubin tidak
terkonjugasi (unconjugated bilirubin) dalam serum menaik, atau kadar bilirubin indirek
menaik. Selain daripada itu terdapat kenaikan urobilinogen dalam urine dan tinja. Karena
penyebab ikterus prehepatik ialah hemolise, maką juga akan terdapat tanda-tanda anemi.
Dengan sendirinya kulit dan mukosa penderita akan tampak kuning muda.
Beberapa penyebab Ikterus Prehepatik, diantaranya ialah defek dari eritrosit
(familial hemolitik, sickle sel enemi, anemia pernisiosa dan lain-lain), penyakit infeksi
(malaria, bacilus Welchii, tifus, dan lain-lain), toksin eksogen (obat-obatan, bahan kimia),
toksin endogen (reaksi transfusi, eritroblastosis foetalis), sebagai gejala penyakit
(Hodgkin, leukemia, karsinoma, limfosarkoma dan lain-lain).
Selain daripada itu Ikterus Prehepatik dapat terjadi sebagai akibat penurunan
konjugasi bilirubin. Hal ini karena berkurangnya atau tidak adanya glukoronil transferase.
Penurunan enzim glukoronil transferase ada dua macam yaitu bentuk herediter dan
bentuk didapat. Pada janin dan pada saat kelahiran aktifitas enzim glukoronil transferase
rendah, sehingga menyebabkan ikterus neonatorum. Bentuk herediter lainnya yaitu
Penyakit Gilbert, Crigler-Najjar I, dan Crigler-Naijar II.

2. Hepatik, gangguan faal hati atau obstruksi intra hepatal

Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah


bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi
karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi
kesukaran pengangkutan bilirubin tersebut di dalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan
dalam hal konjugasi. Akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus
hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada
duktuli empedu intrahepatik yang mengalami obstruksi. Jadi akan terjadi kenaikan baik
bilirubin yang belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang
sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Ada beberapa pendapat yang menyebabkan
bilirubin konjugasi memasuki peredaran darah. Jadi ikterus yang timbul di sini terutama
disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin. Tinja
mengandung sedikit sterkobilinogen oleh karena itu kadang-kadang tinja tampak pucat
(akolis). Tinja yang pucat tidak mengandung sterkobilinogen. Urine mengandung
bilirubin dan sedikit urobilinogen Penderita yang menderita ikterus hepatik, warna kulit
mukosanya tampak kuning oranye.
Penyebab ikterus hepatik diantaranya ialah: Hepatitis (karena virus, bakteri,
parasit), sirosis hati, tumor (karsinoma baik primer maupun sekunder, sarkoma dan lain-
lain), bahan kimia (fosfor, arsen, sinkopen), atau penyakit lain (hemokromatosis,
hipertiroidi, penyakit Niemann-Pick).

3. Posthepatik, obstruksi pada saluran empedu ekstra hepatal

Timbulnya ikterus karena terjadi bendungan dalam saluran empedu, sehingga


empedu dan bilirubin yang sudah mengalami konjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam
usus halus. Akibatnya terdapat kenaikan kadar bilirubin konjugasi (conjugated bilirubin)
atau kadar bilirubin direk dan juga bilirubin dalam urine, tetapi tidak djumpai
uroblinogen dalam urine dan tinja. Biasanya kulit dan mukosa terutama sklera mata
sipenderita tampak kuning tua atau kuning kehijau-hijauan. Kulit tampak banyak bekas
garukan, karena pruritus. Karena dalam tinja tidak ada sterkobilin, maka tinja akan
tampak akolils (pucat seperti dempul). Karena ikterus posthepatik disebabkan bendungan,
maka dapat disebut juga ikterus obstruktiva. Menurut pendapat Sherlock, istilah ikterus
obstruktiva kurang tepat lagi sebab tidak terlihat adanya suatu bendungan pada traktus
biliaris saja, jadi lebih baik disebut dengan kolestasis.
Dikenal 2 tipe, yaitu kolestasis intrahepatal dan kolestasis ekstrahepatal.
Timbulnya kolestasis intrahepatal ialah karena adanya gangguan ekskresi bilirubin yang
terdapat di antara mikrosom hati dengan duktus koledokus. Sedangkan kolestasis
ekstrahepatal disebabkan karena terjedinya obstruksi di duktus koledukus.
Penyebab obstruksi ini diantaranya ialah: Adanya batu di duktus koledokus,
tumor di dalam duktus koledokus, stenosis atau timbulnya fibrosis di duktus koledokus,
proses inflamasi dan lain-lainnya.

Faktor Risiko
Faktor penyebab ikterus pada bayi baru lahir (Wiknjosastro, 2005)
1. Hemolisis
a. Incompabilitas Rhesus
b. Incompabilitas golongan darah A,B,O
c. Defisiensi enzim G6PD (Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase).
d. Perdarahan tertutup (chepal hematome)
2. Infeksi : sepsisi/meningitis
3. Bayi kurang bulan
4. Bayi cukup bulan

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:


1. Faktor Maternal
a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
b. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
c. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
d. Masa gestasi, Riwayat persalinan
e. ASI
2. Faktor Perinatal
a. Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
b. Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
a. Prematuritas
b. Faktor genetic
c. Polisitemia
d. Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
e. Rendahnya asupan ASI
f. Hipoglikemia
g. Hipoalbuminemia

Refersensi:
Hadi, Sujono.2002.GASTROENTEROLOGI.Bandung.Alumni.429-437

Anda mungkin juga menyukai