KARYA ILMIAH
Oleh:
DR. DRH. IDA BAGUS KADE SUARDANA M.SI
I PUTU CAHYADI PUTRA, S.KH
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini tepat pada waktunya.
Karya Ilmiah yang berjudul ”Isolasi dan Identifikasi Newcastle Disease pada Ayam
buras” merupakan hasil studi lapangan dan studi laboratorium.
Penulis
3
DAFTAR ISI
RINGKASAN
SUMMARY
In an effort to overcome obstacles in Indonesian poultry against disease
management research is conducted Isolation and Identification of Newcastle Disease
in free-range chicken. Specimens of research in the form of organs of brain, lung,
proventriculus, wipe the tonsils and small intestine, taken from a range hens aged ± 6
months with body weight ± 1 kg, male sex comes from a farm owned by Mr I Wayan
Nuri is located at Banjar Semaon, Puhu village, District Payangan, Gianyar. Of 67
free-range chickens, 42 tails in sickness and 34 tails are turned off within 2 weeks,
with the status had never been vaccinated against ND.
Chickens showed clinical symptoms of snoring, wattle cyanosis, diarrhea,
greenish white, staggered and torticollis. Chickens kept by means of a removable
back of the house. Feed given in the form of bran, corn and rice the rest of the
drinking water comes from springs.
Isolation of the virus is done on chickens sprout (TAB) aged 9 days and
allantoic fluid taken from TAB dead 3 days after the inoculation. Identification of the
virus using barriers test hemagglutination (HA) test barriers which dikomfirmasi
with hemagglutination (HI). Of a positive test result with the HA titer 27 and after
being confirmed by the HI test positive results obtained by using serum ND setandar.
It can be concluded that domestic poultry infected with Newcastle virus diseasse.
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nilai diagnosa secara serologis sangat bergantung dari pada status vaksinasi
atau infeksi alam. Adanya antibodi dalam serum atau tanpa diikuti gejala klinis
merupakan indikasi adanya infeksi ND. Secara umum uji serologis yang lazim
digunakan untuk deteksi ND dan sebagai indikator derajat kekebalan kelompok ayam
dalam suatu peternakan adalah uji hambatan hemaglutinasi (HI) secara beta prosedur
yaitu prosedur virus konstan dengan berbagai konsentrasi serum (Mahardika et al.,
2011).
Berdasarkan latar belakang diatas, apakah agen penyakit ayam buras yang
menunjukkan gejala klinis newcastle disease dapat diisolasi dan diidentifikasi.
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat dipastikan agen penyakit secara pasti
berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, perubahan patologi anatomi, isolasi dan
identifikasi.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epizotiologi
Wabah ND umumnya terjadi pada saat peralihan musim yaitu pada musim
panas ke musim penghujan atau sebaliknya. Perubahan musim yang tajam sering
terjadi di negara subtropis. Pada tahun 1973-1979 LPPH Bogor mengamati kejadian
ND di Indonesia, dimana pada bulan Mei-Juni yaitu pada pertengahan musim kering
tercatat paling rendah (10,6 %) kemudian naik sampai 24,2 % pada bulan November-
Desember atau permulaan musim hujan (OIE, 2012).
2.2 Etilogi
Bentuk virus bervariasi dari bulat dan oval dengan diameter 70-80 nm
(nanometer) sampai bentuk filamen dengan panjang 124-200nm. Sedangkan partikel
virus yang lengkap (virion) berukuran 120 sampai 300 nm, tetapi lazimnya
berukuran 180 nm. Virus ND tersusun atas asam inti ribo beruntai tunggal (ss-RNA)
dengan struktur helikal. Disebelah luar dari asam inti terdapat lapisan yang disebut
capsid. Kedua struktur ini disebut nucleocapsid dan dibungkus oleh amplop. Amplop
tersusun atas lipid, protein dan karbohidrat. Membran proteinnya terdiri dari
glikoprotein dan matriks protein yang berhubungan dengan aktivitas hemaglutinin
dan neuraminidase yang terletak pada satu peplomer. Glikoprotein memiliki ujung
glikosilat hidrofilik pada lapisan lemak Lapisan lemak dapat dirusak oleh pelarut
lemak sehingga dapat mengganggu virion (Alexander, 2001).
Resistensi virus ND terhadap agen kimia dan fisik ditentukan oleh perubahan
yang terjadi atas kemampuan virus mengaglutinasi eritrosit, menginfeksi sel hospes
dan menginduksi respon immunogenik. Kemampuan tersebut terbatas karena dapat
dipengaruhi bahkan dirusak oleh berbagai tingkat perlakuan fisik maupun kimia,
seperti pengaruh panas, sinar ultraviolet,sinar-X, proses oksidasi, perubahan PH dan
senyawa-senyawa kimia lainnya (Ghiamirad et al., 2010).
Virus ND secara cepat diinaktifkan oleh formalin, alkohol, pelarut lemak dan
lysol. Virus juga menjadi inaktif oleh potassium permanganat, kresol, lisol, asam
karbol, ether, metil dan etil alkohol, Natrium Hidroksida. Pengaruh inaktivasi zat-zat
kimia bergantung pada zat yang terlarut dalam medium. Jumlah protein dalam
10
medium akan dapat mengurangi efek dari zat-zat kimia, sehingga dapat menghambat
inaktivasi virus ND (Ghiamirad et al., 2010).
Virus ND sangat peka terhadap panas. Virus segera rusak bila dipanaskan
pada suhu 1000C selama 1 menit dan inaktif pada suhu 560C. galur virus ND
velogenik, pada suhu 560C stabil selama 30-120 menit sedangkan galur lentogenik
dapat bervariasi dari 0-120 menit. Pada suhu 600C hemaglutinin stabil selama 5-30
menit, suhu 200C stabil selama beberapa minggu dan pada suhu 4-80C galur virus
termostabilitasnya telah diketahui seperti galur B1, La Sota dan F adalah 5 menit,
sedangkan V4 selama 2 jam (Sa’idul, 2007).
Mean Death Time dinyatakan dalam jam yaitu rata-rata waktu yang
diperlukan oleh virus pada satu dosis letal minimum untuk dapat membunuh embrio
ayam umur 9 sampai 11 hari. MDT untuk virus ND dan galur V4 membutuhkan
waktu yang tidak terhingga atau jarang sekali, bahkan sama sekali tidak terjadi
kematian pada embrio ayam, sedangkan untuk virus ND galur F, B1, La Sota dan
Komarov berturut-turut adalah 119 jam, 117 jam, 103 jam dan 69 jam.
(lentogenik) dan komarov (mesogenik) berturut-turut adalah 0,16; 0,25; 0,40; 0,15
dan 1,14.
Eritrosit hewan yang dapat diaglutinasi oleh virus ND adalah: sel darah
merah kambing, kerbau, kelinci, marmut, mencit, ayam, angsa, entok, itik, kalkun,
merpati, kakatua dan manusai golongan darah O. Namun saat ini sel darah merah
ayam digunakan sebagai standar uji aglutinasi.
1. Bentuk Doyle
Bentuk penyakit ini bersifat akut dan mematikan ayam semua umur dengan
tingkat kematian mencapai 100%. Bentuk penyakit ini disebabkan oleh virus ND
velogenik atau disebut juga tipe Asia dan lebih dikenal dengan virus ND tipe
viscerotgropis velogenik (VVND). Secara klinis penderita memperlihatkan sesak
napas (dypsnoe), kebengkakan disekitar mata, leher, muka atau kepala, serta diare
putih kehijauan dan kadang-kadang terjadi dehidrasi. Suhu tubuh biasanya tinggi
pada awal infeksi dan turun menjelang kematian. Selain itu dapat pula diamati gejala
syaraf seperti tremor, tortikolis, opistotonus sampai paralisa anggota gerak.
2. Bentuk Beach
3. Bentuk Beaudett
4. Bentuk Hitchner
2.6 Diagnosa
Nilai diagnosa secara serologis sangat bergantung dari pada status vaksinasi
atau infeksi alam. Adanya antibodi dalam serum atau tanpa diikuti gejala klinis
merupakan indikasi adanya infeksi ND. Secara umum uji serologis yang lazim
digunakan untuk deteksi ND dan sebagai indikator derajat kekebalan kelompok ayam
dalam suatu peternakan adalah uji hambatan hemaglutinasi (HI) secara beta prosedur
yaitu prosedur virus konstan dengan berbagai konsentrasi serum (Mohhamed et al.,
2013; Mahardika et al., 2015).
Peranan uji HI sebagai salah satu uji serologis cukup penting, karena cukup
sederhana, murah dan efisien. Hasil uji ini mempunyai korelasi positip dengan hasil
uji tantangan mempergunakan virus ND yang ganas. Dalam uji HI antibodi
menghambat proses hemaglutinasi dengan cara menyelimuti virus. Telah diketahui
pula bahwa immunoglobulin (Ig) yang memegang peran utama dalam uji HI untuk
paramyxovirus adalah Ig G sedangkan Ig M disini tidaklah penting (Mohhamed et
al., 2013; Mahardika et al., 2015).
Pada uji HI titer HI didapatkan dari antibodi yang mengikat secara langsung
hemaglutinin virus. Pada uji HI secara efektif yang berpengaruh adalah fragmen
antibodi univalen, sehingga diperlukan sejumlah antibodi per virion, untuk dapat
menyelimuti seluruh virion yang berperan dalam adsorpsi. Inti pengujian ini terletak
pada kemampuan antibodi setelah diencerkan untuk menghalangi penggumpalan sel-
sel darah merah dengan antigen. Bila terdapat antibodi yang cukup maka akan
menetralkan antigen sehingga terjadi sedikit atau sama sekali tidak terjadi
penggumpalan pada setiap lubang (Abbas, 2005; Mahardika et al., 2015).
14
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
Ayam buras berumur ± 6 bulan dengan bobot badan ± 1 kg, berjenis
kelamin jantan berasal dari peternakan milik Bapak I Wayan Nuri yang beralamat di
Banjar Semaon, Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Dari 67 ekor
ayam buras, 42 ekor dalam keadaan sakit dan 34 ekor dalam keadaan mati dalam
kurun waktu 2 minggu, dengan status belum pernah divaksin ND. Ayam
menunjukkan gejala klinis suara ngorok, pial cyanosis, diare putih kehijauan,
berjalan sempoyongan dan tortikolis. Ayam dipelihara dengan cara dilepas
dibelakang rumah. Pakan yang diberikan berupa dedak, jagung dan nasi sisa. Sumber
air minum berasal dari mata air.
3.2 Metode
Isolasi virus diawali dengan pembuatan inokulum dari spesimen organ,
penanaman inokulum pada Telur Ayam Bertunas, pemanenan cairan Alantois dan
identifikasi menggunakan uji Rapid HA, uji Hemaglutinasi (HA) dan uji Rapid
Hambatan Hemaglutinasi (HI).
3.2.1 Pembuatan Inokulum
Kira – kira satu gram jaringan yang diambil tersebut dipotong kecil dengan
gunting atau pisau bedah. Pengerjaan inokulum harus dilakukan secara aseptic.
Potongan jaringan tersebut digerus sambil menambahkan PBS/NaCl fisiologis ke
dalamnya sedikit demi sedikit sampai konsentrasi suspense mencapai 10%-20% .
Penggerusan dilakukan sampai jaringan menjadi halus. Suspensi jaringan kemudian
dipindahkan ke dalam tabung pemusing steril (eppendorf) dan dipusingkan dengan
kecepatan 2500 rpm selama 10 – 15 menit. Pisahkan supernatant dari endapannya.
Kedalam suspensi selanjutnya diberi antibiotika penisilin dan streptomisin dengan
dosis masing – masing 1000 – 5000 IU/ml dan 1000 – 5000 ug/ml. campuran
supernatant dan antibiotika tersebut selanjutnya dieramkan pada suhu 37 oC selama
30 menit dan siap diinokulasikan.
16
pengenceran seri kelipatan dua mulai dari lubang kedua sampai lubang kesebelas
dengan menggunakan pengencer mikro. Ditambahkan 0,025 ml PBS/NaCl fisiologis
ke dalam tiap – tiap lubang (1-12) dan selanjutnya diaduk dengan pengocok mikro.
Pada tiap lubang masing – masing ditambahkan suspensi sel darah merah 1%
sebanyak 0,05 ml dan diayak kembali selama 30 menit. Pengamatan hasil dilakukan
pada suhu kamar tiap 15 menit selama satu jam. Titer HA virus dinyatakan sebagai
kebalikan dari pengencer tertinggi virus yang masih mampu menimbulkan reaksi
aglutinasi secara sempurna.
3.2.6 Uji Rapid Hambatan Hemaglutinasi (HI)
Uji Rapid HI dilakukan untuk mengidentifikasi virus penyebab dari kasus
yang diperiksa. Dalam uji HI dibutuhkan serum yang mengandung antibodi spesifik
dengan antigen ND dan AI. Langkah kerja dari uji ini adalah pada lubang 1 – 4
ditambahkan 0,025 ml PBS dengan pipet mikro. Lubang pertama diisi serum positif
AI, lubang kedua diisi serum positif ND masing – masing sebanyak 0,025 ml.
Kemudian pada lubang 1, 2, dan 3 ditambahkan antigen virus 4 unit HA sebanyak
0,025 ml. Shacker selama 30 detik selanjutnya dieramkan selam 30 menit pada suhu
ruang. Selanjutnya pada lubang 1 – 4 ditambahkan suspensi sel darah merah 1%
sebanyak 0,05 ml kemudian diayak 30 detik. Selanjutnya eramkan plat mikro pada
suhu ruang sambil diamati tiap 15 menit. Lubang ke-3 merupakan kontrol positif dan
lubang ke-4 merupakan kontrol sel darah merah (PBS+sel darah merah 1%).
Pengamatan dapat dilakukan jika lubang ke-4 telah terjadi aglutinasi. Reaksi positif
pada lubang 1 dan 2 ditandai dengan adanya endapan pada lubang. Hal ini
disebabkan karena serum antibodi spesifik menghambat reaksi aglutinasi sel darah
merah oleh antigen.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Data Epidemiologi
Data epidemiologi seperti terlihat pada pada tabel 4.1
Tabel 4.1. Data Epidemiologi ayam buras
Dewasa Muda Total
Populasi 53 14 69
keseluruhan
Sakit 31 11 42
Mati 25 9 34
Morbiditas 58,49% 78,57% 60,87%
Mortalitas 47,17% 64,29% 49,28%
Case fatality rate 80,65% 81,81% 80,95%
Keterangan :
Morbiditas = Jumlah hewan yang sakit/jumlah populasi kasus x 100%
=42/69 x 100% = 60,87%
Mortalitas = Jumlah hewan yang mati /jumlah populasi kasus x 100%
= 34/69 x 100% = 49,28%
Case fatality rate (CFR) = Jumlah hwan yang mati/jumlah hewan yang sakit x
100%
= 34/42 x 100% = 80,95%
4.2. Pembahasan
Hasil sidik epidemiologi menunjukkan morbiditas 60,87%, mortalitas 49,28%
dan CFR 80,95%. Angka CFR yang tinggi menandakan virus ND yang menyerang
peternakan tersebut mengarahke galur velogenik (ganas). Mortalitas kasus pada
ayam muda (64,29%) lebih tinggi dari pada ayam dewasa (47,17%). Ayam muda
memiliki sistem pertahanan tubuh yang masih berkembang sehingga rentan terhadap
infeksi virus. Lama kejadian kasus di peternakan tersebut adalah ±2 minggu. Ayam
yang sakit selama 8 hari berarti penyakit telah berlangsung cukup lama dan bersifat
kronis. Secara umum masa inkubasi ND berkisar antara 2 – 15 hari dengan rata – rata
5 -6 hari (OIE, 2012).
Ayam buras milik bapak I Wayan Nuri yang beralamat di Banjar Semaon
Puhu Payangan Gianyar merupakan ayam buras yang dipelihara secara diliarkan.
Satu minggu sebelum ayamnya ditemukan sakit, di utara rumah Bapak I Wayan Nuri
terjangkit penyakit dengan gejala klinis yang sama, dari puluhan ekor ayam tersebut
hanya tersisa 13 ekor. Dari hasil kunjungan di sekitar daerah terjadinya kasus
diketahui bahwa sebulan yang lalu (akhir bulan Mei 2015) pernah terjadi kasus di
Banjar Semaon di rumah bapak Tutik, sekitar 2 km dari rumah I Wayan Nuri. Pada
minggu yang sama saat kasus diambil terjadi kasus yang sama di Banjar Ponggang (4
km dari kasus ditemukan) dan Banjar Bayad (5 km dari kasus ditemukan). Bapak I
Wayan Nuri pernah memasukkan ayam dari luar ke rumahnya. Ini menandakan
bahwa secara epidemiologi telah terjadi kontak atau penularan virus antara ayam
sakit dengan ayam sehat yang berasal dari ayam bapak Tutik.
Penyebaran virus ND dapat melalui kontak langsung, aserosol, feses, leleran
yang mengandung virus, serta pakan, air dan peralatan kandang yang tercemar feses
(Alexander dan Senne, 2008). Virus yang tercampur dalam lendir atau feses dan
urine mampu bertahan dua bulan, bahkan dalam keadaan kering tahan labih lama lagi
sampai beberapa bulan (Muharam dan Darmianto, 2005). Dalam kasus ini banyak
kemungkinan yang dapat terjadi mengingat bapak I Wayan Nuri meliarkan ayamnya
sehingga kemungkinan kontak dengan ayam tetangga yang terserang kasus sangat
tinggi. Disamping itu bapak I Wayan Nuri juga menyukai sabungan ayam sehingga
sering memasukkan ayam yang dibelinya tanpa melakukan vaksinasi. Tinggi dan
meluasnya kejadian kasus ND di Payangan menandakan penyebaran virus juga
21
terjadi lewat aerosol. Status ayam yang belum divaksinasi memperparah kejadian
kasus, karena ayam tidak memiliki antibodi yang cukup untuk melawan virus.
Di Indonesia penyakit ND pertama kali dilaporkan pada tahun 1926 di Jakarta
dan hingga sekarang masih endemis di Indonesia (Tarmuji, 2005). Penyakit ND
bentuk velogenik mortalitas dan morbiditasnya dapat mencapai 100% pada ayam
yang tidak divaksinasi, sedangkan galur mesogenik dapat menyebabkan <10% (OIE,
2012). Galur velogenik dapat memiliki mortalitas bervariasi antara 80 – 90%
(Mohhamed et al., 2013). Kematian pada ayam muda umur ≤ 3 minggu akibat ND
dapat mecapai 25 – 90% (Tarmudji, 2005). Sejak tahun 1997 – 2003 telah dilaporkan
kejadian kasus ND di 25 provinsi di Indonesia (Naipospos, 2004). Dari anamnesa
pada kasus infeksi penyakit ND di Bali yang menyerang ayam muda umur 1-5 bulan
rata-rata kematiannya mencapai 50-60% (Adi et al., 2010). Kerugian akibat penyakit
ND disebabkan karena angka kesakitan (morbiditas) maupun angka kematian
(mortalitas) pada ternak unggas yang sangat tinggi. Mortalitas maupun morbiditas
dapat mencapai 50-100% akibat infeksi VND strain velogenik terutama pada
kelompok ayam yang peka, 50% pada strain mesogenik, dan 30% pada infeksi virus
strain lentogenik (Tabbu, 2000).
Dari hasil pengamatan gejala klinis ditemukan gejala klinis yaitu suara
ngorok, pial cyanosis, diare putih kehijauan, berjalan sempoyongan dan tortikolis.
Gejala klinis ND secara umum dapat menyerang sistem respirasi, pencernaan dan
saraf, namun ada juga yang tidak menimbulkan gejala klinis (OIE, 2012). Gejala
pernafasan diperlihatkan oleh ayam kasus yaitu suara ngorok dan pial cyanosis.
Suara ngorok terjadi karena ayam mengalami pneumonia sehingga hewan akan
kesulitan bernafas, kemudian akan diikuti oleh gejala pial pengalami cyanosis yang
disebabkan oleh asupan oksigen ke daerah kepala mengalami hambatan. Kesulitan
bernafas dapat ditimbulkan oleh penyumbatan paru – paru dan kerusakan pusat
pernafasan di otak (Ghiamirad et al., 2010).
Ditemukan gejala pencernaan yaitu diare putih kehijauan yang ditandai
adanya sisa feses di bulu sekitar kloaka. Diare terjadi akibat virus melakukan
replikasi di eptitel mukosa saluran pencernaan dan merusak vili usus. Hal tersebut
akan menggangu proses penyerapan nutrisi dan air. Warna feses putih kehijauan
diakibatkan terganggunya hati dan pankreas dalam memproduksi empedu dan ensim
22
dan sepanjang usus. Pada usus terjadi ulser dan nekrosis daerah mukosa. Kongesti
dan hemoragi mukosa trakea bagian belakang, limpa membesar tidak rata dan
berwarna gelap. Beberapa kasus ditemukan udema pada paru – paru dan nekrosis
pancreas. Pada ND yang kurang ganas biasanya ditemukan kongesti dan eksudat
mukoid yang ditemukan pada saluran pernafasan serta kekeruhan dan penebalan
kantong udara (Kencana, 2010). Nekrosis ulseratif pada usus dan seka tonsil serta
perdarahan ptekie pada proventrikulus merupakan perubahan menciri
(patognomonis) pada ND (Mohhamed et al., 2013).
Isolasi dan Idendifikasi virus menggunakan spesimen paru – paru, limpa,
otak dan usus. Organ digerus dalam PBS hingga konsentrasi 10 – 20% untuk
mengeluarkan virus dari sel inang. Penggerusan harus dilakukan hingga jaringan
benar – benar hancur. Kemudian dilanjutkan dengan sentrifugasi yang bertujuan
untuk mengendapkan sisa organ gerusan. Supernatan dari gerusan diambil karena
virus berada pada supernatan yang disebabkan oleh berat jenis virus lebih kecil
daripada air. Supernatan ditambahkan antibiotika penisilin-streptomisin untuk
membunuh bakteri yang mengkontaminasi, yang sebelumnya telah diinkubasikan
pada 37oC untuk mengaktifkan kerja antibiotika (Mahardika et al., 2015).
Inokulum diinokulasikan pada TAB umur 9 hari melalui ruang alantois.
Inokulasi bertujuan untuk mengisolasi dan memperbanyak virus. Mengisolasi
dimaksudkan untuk memisahkan virus dari agen lainnya melalui cara inokulasi
(Misalnya : virus ND dapat diinokulasi melalui ruang alantois sehingga tidak
memungkinkan untuk virus Pox tumbuh pada daerah tersebut karena sifat virus Pox
adalah epiteliotrofik). Virus ND memiliki sifat pantrofik sehingga dilakukan
inokulasi pada ruang alantois. Virus lain yang mungkin tumbuh pada ruang alantois
adalah virus IB, AI dan Parvovirus. Memperbanyak virus dimaksudkan untuk
meningkatkan titer virus dengan cara menumbuhkan virus pada sel hidup. Virus
bersifat obligat intraseluler sehingga mutlak membutuhkan sel hidup untuk proses
replikasinya. Selain TAB perbanyakan virus dapat dilakukan pada hewan percobaan
(dalam hal ini unggas) dan biakan sel. TAB yang telah diinokulasi diamati tiap hari
dengan chandling untuk menentukan apakah TAB hidup ataukah telah mati. Embrio
dipanen pada hari ke-3 pascainokulasi dan dipanen cairan alantoisnya. TAB yang
digunakan untuk isolasi pada penelitian ini berjumlah tiga butir dan semua embrio
24
saat dipanen mengalami pendarahan dan kematian. Cairan alantois yang telah
dipanen digunakan untuk uji HA/HI (Mahardika et al., 2015).
Uji HA/HI merupakan uji baku dari OIE untuk meneguhkan diagnosa
sementara dari kasus ND. Uji HA digunakan untuk mendeteksi protein hemaglutinin
pada virus. Hemaglutinin (H) merupakan protein perlekatan virus ND yang berperan
dalam mengaglutinasi eritrosit. Virus yang memiliki protein hemaglutinin adalah AI
dan ND. Kegunaan lainnya dari uji HA adalah sebagai dasar untuk menentukan titer
virus Titer HA adalah pengenceran tertinggi yang masih dapat mengaglutinasi
eritrosit. HA sempurna ditandai dengan tidak terjadinya pengendapan sel darah
merah di dasar mikroplate, hal ini disebabkan karena aktivitas protein virus yang
mengikat sel darah merah (Mahardika et al., 2015).
Cairan alantois dari TAB positif rapid HA diuji dengan uji mikrotiter HA.
Tujuan dari pegujian itu adalah untuk mengethui titer dari virus yang diuji. Dari hasil
uji mikrotiter HA yang didapat ialah 27 HAU (Haemaglutination Unit) yang berarti
pada pengenceran seri kelipatan dua virus masih dapat menghemaglutinasi sel darah
merah pada sumuran ke tujuh. Hal tersebut mengindikasikan dengan sedikit virus
saja telah dapat menghemaglutinasi sel darah merah unggas yang berarti virus
memiliki tingkat keganasan yang tinggi. Kemudian akan diencerkan menjadi 22 HAU
untuk uji HI.
Prinsip uji HI adalah reaksi ikatan antara antibodi pada serum dengan antigen
virus sehingga menghambat perlekatan Hemaglutinin virus dengan asam sialat pada
sel darah unggas sehingga pada dasar sumuran mikroplate tidak terbentuk endapan
(OIE, 2012). Uji HI menggunakan serum ayam yang telah divaksinsi oleh vaksin ND
sehingga ayam tersebut memproduksi serum homolog ND yang digunakan untuk uji
HI. Dari hasil uji HI didapat bahwa tidak terbentuk endapan dengan menggunakan
serum ND sehingga hasil penelitian ini dinyatakan positf ND.
Uji HA/HI memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari uji ini adalah
relatif mudah, murah serta reagen dan RBC yang diperlukan untuk pengujian dapat
dipersiapkan dengan mudah oleh masing masing laboratorium, sedangkan
kekurangannya titrasi antigen harus dilakukan setiap pengujian, interpretasi hasil uji
memerlukan keahlian khusus serta adanya prosedur yang berbeda dari masing-
masing laboratorium dapat memberikan hasil yang berbeda (Selleck, 2007).
25
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan sidik epidemiologi, gejala klinis, patologi anatomi, isolasi dan
identifikasi virus, kematian ayam didiagnosa terinfeksi virus Newcastle disease.
5.2 Saran
Perlu dilakukan tindakan vaksinasi dan biosekuriti disekitar peternak yang
terjangkit ND. Bagi peternak yang telah terjangkit perlu dilakukan pemisahan antara
unggas sakit dan sehat. Unggas yang mati hendaknya dibakar dan dikubur untuk
mencegah penyebaran penyakit. Untuk unggas sehat dapat diberikan terapi suportif
seperti antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder dan vitamin. Peternak
hendaknya mengandangkan unggas dan tidak memasukkan atau mengeluarkan
unggas tanpa disertai vaksinasi.
26
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK and Lichtman AH. 2005. Cellular and Molecular Immunology 5th Edition.
Elseiver Inc. USA.
Adi, A.A.A., M. Astawa, N.M. Putra, K.S.A. Hayashi, and Y. Matsumoto. 2010.
Isolation and characterization of a pathogenic newcastle disease virus
from a natural case in Indonesia. J. Vet. Med. Sci. 72(3):313-319
Alexander DJ. 2001. Newcastle Disease. The Gordon Memorial Lecture.
Br.Poult.Sci 42 : 117 – 128.
Alexander, DJ and DA Senne. 2008. Newcastle disease, other avian
paramyxoviruses, and pneumovirus infections. In Diseases of Poultry,
12th ed. Y.M. Saif. et al. (ed.). Blackwell Publishing, Ames, Iowa.
Berata IK, Winaya IBO, Adi AAAM dan Adnyana IBW. 2011. Patologi Veteriner
Umum. Swasta Nulus. Denpasar.
Etriwati. 2015. Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang Newcastle
Disease Pada Ayam. Thesis. Institut Pertanian Bogor.
Ghiamirad, M., A. Pourbakhsh, H. Keyvanfar, R. Momayez, S. Charkhkar and
A. Ashtari, 2010. Isolation and characterization of Newcastle disease
virus from ostriches in Iran. A.J.M.R., 4(23): 2492-2497.
Hewajuli DA dan Dharmayanti NLPI. 2011. Patogenesitas Virus Newcastle Disease
pada Ayam. Wartazoa 21 (2) : 72 – 80.
Kencana, GAY. 2012. Penyakit Virus Unggas. Udayana University Press. Denpasar.
Mahardika IGNK, Astawa INM, Kencana GAY, Suardana IBK dan Sari TK. 2015.
Teknik Lab Virus. Udayana Universuty Press. Denpasar.
Mohammadamin M, Qubih. 2011. Histopathology of Virulent NDV in immune
broiler chickens treated with IMBO®. Iraqi J Vet Sci. 25(1):9-13.
Mohhamed MH, Zahir AAH, Kadhim LI and Hasson MF. 2013. Conventional and
Molecular Detection of Newcastle Disease and Infectious Bursal Disease
in Chickens. J Wourld’s Poult Res 3 (1) : 05-12.
Muharam, S. dan Darmianto. 2005. Kajian Newcastle Disease pada Itik dan Upaya
Pengendaliannya. Wartazoa Vol. 15 No . 2 Th. 2005
Naipospos TSP . 2004. Situasi terkini penyakit unggas di tanah air . Seminar
Nasional "Perdagangan Komoditi Peternakan dan upaya penanggulangan
penyebaran penyakit unggas" . Jakarta, 18 Mei 2004 . Poultry Indonesia.
pp . 1-15
OIE (Office International des Epizooties. 2012. Terrestial Manual Chapter 2.3.14.
Newcastle Disease Pp 1-19.
Sa’idul L, Abdul PA, Tekdek LB, Umoh JU, Usman M and Oladele SB. 2007.
Newcastle Disease in Nigeria. Nigerian Veterinary Journal 27 (2) : 23 –
32.
Tabbu, C.R., 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangnnya, Penyakit Bakterial,
Mikal, dan Viral, volume 1. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Tarmudji. 2005. Penyakit Pernafasan Pada Ayam Ditinjau Dari Aspek Klinik dan
Patologik Serta Kejadiannya Di Indonesia. Wartazoa 15 (2) : 72-83.
Selleck, P. (2007). Serological Tests for The Detection of Antibodies Againts Avian
Influenza. CSIRO Australian Animal Health Laboratory, Geelong,
Australia.
27