Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur

dermatofita, jamur nondermatofita atau yeast. Kuku kaki yang terkena

onikomikosis sekitar 80% disebabkan oleh infeksi dermatofita, yang paling

banyak adalah Trichophyton rubrum sekitar 90% penyebab dermatofita.1

Tinea unguium merupakan infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur

dermatofita. Tinea unguium dapat menginfeksi kuku tangan dan kuku kaki. Tinea

unguium dapat melibatkan komponen kuku dari unit kuku, matriks kuku, lempeng

kuku, dan dasar kuku. Tinea unguium tidak mengancam kehidupan, tetapi dapat

menyebabkan rasa sakit, kerusakan kuku dan ketidaknyamanan yang dapat

menimbulkan keterbatasan aktifitas dan pekerjaan. Efek psikososial dan

emosional dapat menimbulkan dampak pada kualitas hidup.2,3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Tinea unguium adalah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh

jamur dermatofita.2

II. EPIDEMIOLOGI

Tinea unguium terjadi di seluruh belahan dunia. Dapat terjadi baik

pada anak-anak maupun dewasa. Prevalensi tinea unguium meningkat

sesuai dengan pertambahan usia. Sekitar 1% pada individu <18 tahun dan

hampir 50% pada usia > 70 tahun. Tinea unguium paling sering terjadi

pada laki-laki dibandingkan perempuan. Dari 1305 anak yang berusia 3-15

tahun di 17 sekolah di Barcelona tahun 2003-2004 didapatkan bahwa

prevalensi dermatofita di kaki (tinea pedis) 2,5%, dermatofita di kepala

(tinea kapitis) 0,23% dan di kuku (tinea unguium) 0,15%. Peningkatan

prevalensi ini dikarenakan peningkatan status imunosupresi seseorang,

sepatu yang terlalu sempit, dan peningkatan penggunaan locker room

bersama. 4,5,6

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KUKU

Kuku merupakan sala satu dermal appendages yang mengandung

lapisan tanduk yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki,

gunanya selain membantu jari-jari memegang juga digunakan sebagai

cermin kecantikan. Lempeng kuku terbentuk dari sel-sel keratin yang

mempunyai dua sisi, satu sisi berhubungan dengan udara luar dan sisi

lainya tidak.7

2
Bagian kuku :

a. Matriks kuku merupakan pembentuk jaringan kuku.

b. Dinding kuku (nail wall) merupakan lipatan-lipatan kulit yang

menutupi bagian pinggir atas.

c. Dasar kuku (nail bed) merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku.

d. Alur kuku (nail grove) merupakan celah antara dinding dan dasar

kuku.

e. Akar kuku (nail root) merupakan bagian proksimal kuku

f. Lempeng kuku (nail plate) merupakan bagian tengah kuku yang

dikelilingi dinding kuku.

g. Lunula merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih didekat

akar kuku berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit.

h. Eponikium merupakan dinding kuku bagian proksimal, kulit arinya

menutupi bagian permukaan lempeng kuku.

i. Hiponikium merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku yang bebas

menebal.7

Gambar 1 . Anatomi kuku (Dikutip dari kepustakaan 4)

3
IV. ETIOLOGI

Dermatofita merupakan penyebab terbanyak terjadinya

onikomikosis yaitu sekitar 80-90%. Semua jenis dermatofita dapat

menyebabkan tinea unguium, penyebab terbanyak adalah Trichophyton

rubrum (71%) dan Trichophyton mentagrophytes (20%). Penyebab lain

diantaranya E. Floccosum, Trichophyton violaaceum, Trichophyton

Schoenleinii, Trichophyton Verrrucosum. 2

V. PATOFISIOLOGI

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan

dermatofitosis. Golongan jamur ini menghasilkan enzim keratinase yang

mampu mencernakan keratin yang memungkinkan untuk invasi jamur ke

dalam jaringan keratin.2

Pada tinea unguium invasi terjadi pada kuku yang sehat. Terdapat

beberapa predisposisi yang memudahkan terjadinya tinea unguium yang

mungkin sama dengan penyakit jamur superfisial lainnya seperti

kelembaban, trauma berulang pada kuku, penurunan imunitas serta gaya

hidup seperti penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus.

Invasi kuku oleh jamur juga akan meningkat pada pasien dengan defek

pada suplai vaskularisai seperti akibat pertambahan usia, insufisiensi vena,

penyakit arteri perifer, serta pasien imunokompromise.4,6

Selanjutnya dapat terjadi onikomikosis sekunder dimana infeksi

terjadi setelah jaringan di sekitar kuku sudah terinfeksi seperti pada

psoriasis atau trauma pada kuku. Tinea unguium pada kuku jari kaki

4
biasanya terjadi setelah tinea pedis, pada kuku jari tangan dikaitkan

dengan tinea manus, tinea corporis dan tinea kapitis.4

VI. GEJALA KLINIS

Gambaran klinis tinea unguium dibagi berdasarkan klasifikasinya.

1. Bentuk subungual distal

Bentuk subungual distal merupakan tinea unguium yang paling

sering ditemukan terutama pada bagian distal dan lateral kuku. Bisa

menyerang kuku kaki, kuku tangan ataupun keduanya. Infeksi ini

biasanya disebabkan oleh Trichophyton rubrum, yang menyerang

dasar kuku, lempeng kuku, yang dimulai dari hiponikium dan

kemudian kearah proksimal melalui matriks kuku.8

Bentuk ini dimulai dari tepi distal atau distalateral kuku. Proses

ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang

rapuh. Kalau proses ini berlangsung terus menerus, maka permukaan

kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku rapuh

yang menyerupai kapur dan mudah pecah. 1,7

Gambar 2. Tinea Gambar 3. Tinea unguium pada kuku


unguium subungual jari kaki bentuk distal dan lateral
distal (Dikutip dari (Dikutip dari kepustakaan 4)
kepustakaan 2 )

5
2. Bentuk subungual proksimal

Bentuk subungual proksimal merupakan bentuk umum dari

tinea unguium pada orang yang sehat. Hal ini terjadi ketika infeksi

jamur biasanya Tinea rubrum, menyerang kuku bagian proksimal,

lipatan kuku kemudian bermigrasi distal. Bentuk subungual proksimal

sala satu bentuk yang jarang terjadi karena infeksi langsung

dermatofita, biasanya bentuk ini disertai dengan penyakit penyerta

misalnya pada pasien dengan kekebalan tubuh yang rendah seperti

HIV, penyakit pembuluh darah perifer dan diabetes mellitus. Bentuk

ini mulai dari pangkal kuku bagan proksimal terutama menyerang

kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku

bagian distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak.1,7,8

Gambar 4. Tinea Gambar 5. Tinea unguium subungual


unguium subungual proksimal (Dikutip dari kepustakaan 4)
proksimal (Dikutip dari
kepustakaan 2)

3. Leukonikia trikofita atau leukonikian mikotika

Kelainan kuku pada bentuk ini biasanya dihubungkan dengan

Trichophyton mentagrophytes sebagai penyebabnya. Kelainan kuku

6
bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan dipermukaan kuku

yang dapat dikerok untuk membuktikan adanya elemen jamur.7,8

Gambar 6. Tinea Gambar 7. Tinea unguium leukonikia


unguium leukonikia trikofita (Dikutip dari kepustakaan 2)
trikofita (Dikutip dari
kepustakaan 6)

VII. DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan Mikroskop Langsung

Pemeriksaan dengan melihat jamur pada mikroskop secara

langsung dengan menggunakan KOH 20%. Sebelum pengambilan

spesimen kuku sebaiknya di potong dan dibersikan dengan kapas

alkohol untuk menghilangkan bakteri dan debris. Pada bentuk

subungual distal, spesimen kuku diperoleh dengan cara kuretase pada

bagian proksimal dari kutikula karena yang paling banyak

mengandung hifa jamur.3

Bentuk subungal proksimal pengambilan spesimen dengan

cara kukunya dipotong dengan menggunakan pisau nomor 15. Bentuk

leukonikia trikofita pengambilan sampel dengan memotong bagian

kuku yang dipermukaan. Setelah itu sediaan dicampur dengaan larutan

7
KOH 20%, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan

jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan

pemanasaan sediaan basah di atas api kecil. Pada saat mulai keluar uap

dari sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup. Bila terjadi penguapan,

maka akan terbentuk kristal KOH sehingga tujuan yang diinginkan

tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur nyata dapat ditambahkan

zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker superchroom blue

black. 3,7

2. Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan kultur jamur untuk menentukan spesies jamur dan

menentukan pengobatan yang tepat. Pemeriksaan ini diperlukan untuk

menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk

menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling

baik adalah medium Sabouraud glucose agar.3,7

3. Pemeriksaan Histopatologi

Pada pemeriksaan histopatologi hifa jamur dapat terlihat pada

lamina permukaan kuku dan pada stratum korneum. Pada epidermis

mungkin menunjukan spongiosis dan parakeratosis fokal dan respon

inflamasi pada dermis.2

VIII. DIAGNOSIS BANDING

1. Psoriasis Kuku

Terdapat dua kelainan pada psoriasis kuku yang bisa terjadi

bersama atau sendiri yaitu lekukan (pitting) dan onikolisis. Lekukan-

8
lekukan pada kuku bisa besar dan tidak teratur dan onikolisis

(terangkatnya lempengan kuku) pada awalnya menimbulkan daerah

kemerahan yang gelap yang dikelilingi daerah berwarna merah muda

seperti warna ikan salmon (salmon pink) kemudian warna kuku

berubah menjadi coklat atau kuning, kadang-kadang terasa sakit.9

Pada dasar kuku terdapat perdarahan dan berwarna merah.

Hiponikia berwarna hijau kekuningan pada daerah onikolisis. Karena

adanya keratosis subungual zat tanduk dibawah lempeng kuku dapat

menjadi medium untuk pertumbuhan bakteri atau jamur. Pengobatan

nya dengan penyuntikan triamsininolon asetonid secara intralesi

kadang-kadang menolong. 7

Gambar 8 . A. Psorisis kuku dengan onikolisis distal B. Psoriasis


kuku dengan onikolisis distal, salmon patch, pitting (Dikutip dari
kepustakaan 2)

2. Paronikia

Paronikia adalah reaksi inflamasi mengenai lipatan kulit

disekitar kuku. Paronikia ditandai dengan pembengkakan jaringan

9
yang nyeri dan dapat mengeluarkan pus. Bila infeksi telah kronik,

maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku. Gejala pertama karena

adannya pemisahan lempeng kuku dari epinikium, biasanya

disebabkan oleh trauma karena maserasi yang sering kena air. Celah

yang lembab itu kemudian terkontaminasi oleh kukus piogenik atau

jamur. Jamur yang sering adalah Candida albicans, sedang bakteri

adalah Staphylococcus atau Pseudomonas aeruginosa.7

Gambar 9. Paronikia (Dikutip dari kepustakaan 2)

IX. PENATALAKSANAAN

Pengobatan infeksi jamur tergantung jamur penyebab dan beratnya

keterlibatan kuku. Infeksi jamur dibagi menjadi kasus dengan dan tanpa

keterlibatan matriks kuku. Pada kasus tanpa keterlibatan matriks

pengobatan topikal saja cukup untuk pengobatan. Sedangkan kasus dengan

keterlibatan matriks diberikan kombinasi topikal dan sistemik. Pengobatan

sistemik diperlukan pada bentuk sublingual proksimal dan sublingual

distal. Leukonikia trikofita dan bentuk sublingual distal-lateral bisa diobati

10
dengan pengobatan topikal. Kombinasi pengobatan sistemik dan topikal

sangat meningkatkan angka kesembuhan.2,10

1. Pengobatan topikal

Penggunaan topikal hanya dibatasi pada kasus yang melibatkan

kurang dari setengah lempeng kuku distal atau untuk pasien yang

tidak dapat mentoleransi pengobatan sistemik. Pengobatan topikal

seperti ciclopirox, amorolfine, tiokonazole, asam salisilat, dan

undenceonate. Pengobatan topikal saja umum nya tidak dapat

menyembuhkan karena penetrasinya kurang pada lapisan kuku.

Ciclopirox dan amorolfine telah dilaporkan dapat menembus semua

lapisan kuku, namun jika digunakan sebagai monoterapi kurang

efektif. Ciclopirox dan amorolfine dapat dikombinasikan dengan terapi

sistemik atau sebagai profilaksis untuk mencegah kekambuhan.

Ciclopirox sebagai agen topikal yang efektif untuk tinea unguium

dengan lama pengobatan selama 48 minggu. Amorolfine telah terbukti

efektif sekitar 50% dari kasus infeksi jamur. Tiokonazole dengan

angka kesembuhan sangat bervariasi sekitar 20% hingga 70%.1,2,10

2. Pengobatan sistemik

a. Griseofulvin

Griseofulvin adalah jenis anti jamur yang dapat menghambat

sintesis asam nukleat, menghambat pembelahan sel dan sintesis

dinding sel jamur. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet dan

merupakan satu-satunya agen antijamur digunakan pada anak-anak

dengan onikomikosis, dengan dosis yang dianjurkan untuk

11
kelompok usia 1 bulan yaitu di atas 10 mg/kg/hari. Pada orang

dewasa dosis yang dianjurkan adalah 500 mg setiap hari diberikan

selama 6-9 bulan pada infeksi kuku tangan dan 12-18 bulan pada

infeksi kuku kaki. Namun sekarang ini obat griseofulvin tidak lagi

dianggap sebagai pengobatan standar karena memiliki efek

samping mual dan timbulnya ruam, kesembuhan yang buruk dan

sering memerlukan perawatan yang buruk. 1,2

b. Terbinafine

Terbinafine merupakan anti jamur terhadap dermatofit,

Aspergillus, Scopulariopsis, dan Candida sp. Terbinafine efektif

dengan dosis pemberian 250 mg perhari selama 6 minggu untuk

infeksi kuku tangan, sedangkan kuku kaki efektif jika diberikan

selama 12 minggu. Terbinafine merupakan pengobatan oral yang

paling efektif jika diberikan selama 3 bulan pada infeksi jamur

pada kuku kaki. Namun terbinafine memiliki efek samping


2,4
gastrointestinal dan interaksi dengan sitokrom p450.

c. Flukonazol

Flukonazol adalah obat anti jamur sebagai fungistatik

terhadap dermatofit, nondermatofit, dan Candida sp. Dosis

flukonazol yang biasa diberikan adalah 150-300 mg sekali per

minggu selama 3-12 bulan. Untuk onikomikosis yang refrakter

diberikan dosis 450 mg sekali per minggu. 2

12
d. Itrakonazol

Itrakonazol adalah anti jamur sebagai fungistatik terhadap

berbagai jamur termasuk dermatofita dan beberapa nondermatofit.

Pemberian itrakonazol aman dan efektif dengan dosis pemberian

400 mg setiap hari selama 1 minggu per bulan selama 2 bulan atau

dosis terus menerus 200 mg setiap hari selama 2 bulan pengobatan

untuk infeksi jamur pada kuku tangan dan 3 bulan untuk kuku kaki.

Pada anak-anak dapat diberikan dengan dosis 5 mg/kgBB/hari.

Terapi itrakonazol ini dapat meningkatkan enzim hati pada pasien

sekitar 0,3%-0,5%, namun dapat kembali normal setelah

penghentian terapi dalam waktu 12 minggu. 1,2

X. PROGNOSIS

Tujuan untuk terapi anti jamur adalah membuat kuku kembali

normal. Penyembuhan dapat dievaluasi pada akhir pengobatan, sedangkan

kesembuhan secara klinis memerlukan beberapa bulan lagi karena

pertumbuhan kuku yang lambat. Beberapa penelitian pengobatan anti

jamur yang efektif adalah terbinafine dibandingkan dengan anti jamur

lainya. Terbinafine menunjukan angka kesembuhan 76%, itrakonazol 63%

dan flukonazol 48%. Kekambuhan atau infeksi ulang jamur sering

dilaporkan sekitar 10-53 %. Infeksi jamur pada kuku memiliki prognosis

yang baik dibandingkan dengan infeksi kuku. 10

13
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : An. D

Umur : 4 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Asrama Polda Poasia

Pekerjaan : Pelajar

Suku : Muna

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 26 Agustus 2016

Nomor Rekam Medik : 09 00 92

II. ANAMNESIS

Keluhan utama: Kuku ibu jari kaki kanan dan kiri rusak.

Anamnesis:

Pasien datang di poliklinik dengan keluhan kuku ibu jari kaki kanan

dan kiri rusak yang dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk

Rumah sakit. Kerusakan pertama kali dirasakan pada pangkal kuku ibu jari

kanan serta ibu jari kiri pasien, kemudian kerusakan juga terjadi pada kuku jari

tengah kaki kanan dan kuku jari manis tangan kiri pasien. Pasien juga

merasakan kuku nya mudah rapuh, kasar, dan berubah warna menjadi putih

kusam dan kehitaman, serta merasakan kukunya terasa gatal dan sakit ketika

ditekan. Keluhan ini baru pertama kali pasien rasakan.

14
Riwayat pengobatan:

Pasien tidak pernah melakukan pengobatan sebelumnya.

Riwayat penyakit terdahulu:

Tidak ada riwayat penyakit terdahulu

Riwayat penyakit dalam keluarga:

Tidak ada anggota keluarga penderita yang menderita keluhan yang

sama.

III. PEMERIKSAAN FISIS

Status Present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Nadi : 94x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu : 36,8 oC

Tekanan Darah :-

Status General

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

THT : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)

Thoraks : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

15
Status Dermatologi :

Lokasi :

 Regio pedis dextra digiti I dan III

 Regio pedis sinistra digiti I

 Regio manus sinistra digiti IV

Effloresensi :

 Hiperkeratosis subungual distal digiti I dan III pedis dextra

 Hiperkeratosis subungual distal digiti I pedis sinistra

 Hiperkeratosis subungual distal digiti IV manus sinistra

 Onikolisis distal digiti I dan III pedis dextra dan digiti I pedis sinistra

 Leukonikia digiti I dan III pedis dextra, digiti I pedis sinistra, dan digiti

IV manus sinistra

Gambar 9. Kuku pedis dextra & sinistra digiti I tampak rusak.

16
Gambar 10. Hiperkeratosis Gambar 11. Hiperkeratosis
subungual, onikolisis dan subungual, onikolisis dan leukonikia
leukonikia pada digiti I dan III pada digiti I pedis sinistra.
pedis dextra

Gambar 12. Kuku manus sinistra digiti IV tampak rusak.

17
Gambar 13. Hiperkeratosis dan leukonikia pada digiti IV manus sinistra

IV. LABORATORIUM

Dilakukan pemeriksaan KOH 10% diambil dari kerokan lesi kuku,

namun hasilnya tidak ditemukan adanya hifa dan spora jamur.

18
Gambar 14. Pemeriksaan mikroskopik menggunakan KOH 10% tidak
ditemukan adanya hifa dan spora jamur

V. RESUME

An. D umur 4 tahun datang di poliklinik dengan keluhan kuku ibu jari

kaki kanan dan kiri rusak yang dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu

sebelum masuk Rumah sakit. Kerusakan pertama kali dirasakan pada pangkal

kuku ibu jari kanan serta ibu jari kiri pasien, kemudian kerusakan juga terjadi

pada kuku jari tengah kaki kanan dan kuku jari manis tangan kiri pasien..

Pasien juga merasakan kuku nya mudah rapuh, kasar, dan berubah warna

menjadi putih kusam dan kehitaman, serta merasakan kukunya terasa gatal dan

sakit ketika ditekan. Keluhan ini baru pertama kali pasien rasakan. Pasien

belum perna mendapat pengobatan sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit

terdahulu. Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum baik, kesadaran

kompos mentis, dan pada status dermatologi ditemukan hiperkeratosis

subungual distal digiti I dan III pedis dextra, digiti I pedis sinistra, dan digiti

19
IV manus sinistra. Onikolisis distal digiti I dan III pedis dextra dan digiti I

pedis sinistra. Leukonikia digiti I dan III pedis dextra, digiti I pedis sinistra,

dan digiti IV manus sinistra.

Hasil pemeriksaan KOH 10% diambil dari kerokan lesi kuku tidak

ditemukan adanya hifa spora jamur.

VI. DIAGNOSIS BANDING

 Psoriasis kuku

 Paronikia

VII. DIAGNOSIS KERJA

Tinea unguium sublingual distal

VII. ANJURAN PEMERIKSAAN

 Pemeriksaan KOH 20%

 Biakan jamur

 Histopatologi

VIII. PENATALAKSANAAN

 Non Medikamentosa

- Menjaga kebersihan kuku.

- Menjaga kaki agar tetap kering dan tidak lembab.

- Untuk menghindari penularan jangan menggunakan gunting kuku

bersama orang lain.

 Medikamentosa

- Topikal

Asam salisilat cream 3% + ketokonazol cream 2%

- Sistemik

20
Itrakonazol tablet 100 mg (1 x ½ tablet)

Cetirizine tablet 10 mg (1 x ½ tablet)

VIII. PROGNOSIS

- Quo ad vitam : ad bonam

- Quo ad functionam : ad bonam

- Quo ad sanationam : ad bonam

21
BAB IV

DISKUSI

Hasil anamnesis yang didapatkan An. D umur 4 tahun datang di poliklinik

dengan keluhan kuku ibu jari kaki kanan dan kiri rusak yang dirasakan sejak

kurang lebih 1 minggu sebelum masuk Rumah sakit. Keruskan pada kuku

dirasakan tiba-tiba tanpa adanya trauma sebelumnya. Berdasarkan anamnesis

diatas kemungkinan kerusakan yang terjadi pada kuku pasien bisa disebabkan

karena infeksi jamur yang biasa dikenal sebagai tinea unguium. Pada tinea

unguium tidak hanya menyerang orang dewasa tapi bisa juga menyerang anak-

anak. Walaupun prevalensi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa sedikit,

ada beberapa faktor prediposisi yang bisa menyebabkan tinea unguium

diantaranya kelembaban, trauma berulang pada kuku, penurunan imunitas serta

gaya hidup seperti penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus.

Gambaran klinis tinea unguium dibagi dalam tiga bentuk yaitu bentuk subungual

distal, leukonikia trikofita dan subungual proksimal. Berdasarkan keluhan yang

dirasakan pasien kerusakan kukunya pada pangkal kuku ibu jari kaki kanan dan

kaki kiri, kemudian kerusakan juga terjadi pada kuku jari tengah kaki kanan dan

kuku jari manis kiri pasien. Pasien juga merasakan kuku nya mudah rapuh, kasar,

dan berubah warna menjadi putih kusam dan kehitaman, serta merasakan kukunya

terasa gatal dan sakit ketika ditekan. Jadi, dari keluhan yang dirakan pasien

tersebut maka bisa di golongkan dalam bentuk tinea unguium subungual distal.

Bentuk subungual distal merupakan tinea unguium yang paling sering ditemukan

terutama pada bagian distal dan lateral kuku. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh

Trichophyton rubrum, yang menyerang dasar kuku, lempeng kuku, yang dimulai

22
dari hiponikium dan kemudian kearah proksimal melalui matriks kuku sehingga

terbentuk sisa kuku yang rapuh.

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum baik, kesadaran

kompos mentis, dan pada status dermatologi ditemukan hiperkeratosis subungual

distal digiti I dan III pedis dextra, digiti I pedis sinistra, dan digiti IV manus

sinistra. Onikolisis distal digiti I dan III pedis dextra dan digiti I pedis sinistra.

Leukonikia digiti I dan III pedis dextra, digiti I pedis sinistra, dan digiti IV manus

sinistra. Hiperkeratosis pada kuku pasien ini disebabkan karena adanya invasi

jamur pada stratum korneum sehingga terjadi penebalan kuku dan menyebabkan

elevasi dari lempeng kuku dari dasar kuku. Kalau proses ini berlangsung terus

menerus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya

kuku rapuh yang menyerupai kapur dan mudah pecah.

Hasil pemeriksaan KOH 10% diambil dari kerokan lesi kuku tidak

ditemukan adanya hifa dan spora jamur. Berdasarkan pemeriksaan diatas tidak

menunujkan adanya infeksi jamur karena tidak ditemukannya hifa dan spora

jamur dari kerokan kuku pasien, ini disebabkan karena pemeriksaan menggunakan

KOH 10%. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan kuku seharusnya

menggunakan KOH 20%, sedangkan KOH 10% digunakan untuk sediaan rambut.

Tinea unguium dapat didiagnosis banding dengan psoriasis kuku dan

paronikia. Psoriasis kuku disebabkan oleh penyakit psoriasis yang bermanifestasi

pada kuku dengan gambaran klinis adanya lekukan pada kuku tidak teratur yang

biasanya, terangkatnya lempengan kuku (onikolisis), warna kuku berubah

menjadi coklat atau kuning dan kadang-kadang terasa sakit. Paronikia merupakan

inflamasi yang mengenai lipatan kulit sekitar kuku ditandai dengan

23
pembengkakan jaringan yang nyeri dan dapat mengeluarkan pus, dan terdapat

celah horizontal pada dasar kuku. Gejala pertama adanya pemisahan lempeng

kuku dari epinikium biasa disebabkan oleh trauma. Paronikia penyababnya bisa

karena bakteri Staphylococus atau Pseudomonas dan bisa infeksi jamur yang

paling sering adalah Candida albicans.

Pada kasus ini diberikan pengobatan non medikamentosa dan

medikamentosa. Pengobatan non medikamentosa pada kasus yaitu menjaga

kebersihan kuku, menjaga kaki agar tetap kering dan tidak lembab. Keadaan –

keadaan tersebut merupakan faktor prediposisi yang memudahkan pertumbuhan

jamur pada kaki dan kuku. Selain itu juga jangan menggunakan gunting kuku

dengan orang lain untuk mencegah penularan infeksi jamur. Pengobatan

medikamentosa pada kasus diberikan secara topikal dan sistemik. Secara topikal

diberikan salisil acid cream 3% sebagai zat keratolitik untuk mengurangi

proliferasi epitel dan menormalisasikan keratinisasi yang terganggu. Pada

konsentrasi rendah (1-2%) mempunyai efek keratoplastik untuk menunjang

pembentukan keratin yang baru, sedangkan konsentrasi tinggi (3-20%) bersifat

keratolitik untuk keadaan drmatosis yang hiperkeratotik. Ketokonazol cream 2%

diberikan sebagai fungistatik untuk menghambat pertumbuhan jamur. Pengobatan

sistemik diberikan itrakonazol yang merupakan anti jamur fungistatik terhadap

golongan jamur dermatofit. Pada tinea unguium dikenal sebagai dosis denyut

selama tiga bulan dan diberikan tiga tahap dengan interval satu bulan, setiap tahap

selama satu minggu. Cetirizine pada kasus diberikan sebagai obat anti histamin

generasi dua yang mampu menghambat reseptor histamin sehingga mampu

mengurangi rasa gatal pada kasus.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Roberts DT, Taylor WD, and Boylet. Guidelines For Treatment of

Onychomycosis. British Journal of Dermatology. 2003. Vol. 143. p. 402-410

2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SP, Paller BG, and Leffell D. Fitzpatrick”s

Dermatolgy in General Medicine. Ed 7th. New York; McGraw-Hill Medicine.

2008. p.1817-1820

3. Tosti A. Medscape. 30 Juni 2013. Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/article/1105828 -overview

4. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

dermatology. Sixth Edition. New York; McGraw-Hill Medicine; 2009.p.

1016-1021

5. Perez M, Torres JM, Martinez A, Segura S, Grira G, Trivino L, ED et al.

Prevalence Of Tinea Pedis, Tinea Unguium of Toenails And Tinea Capitis in

School Children from Barcelona. Revista Iberoamericana de Micologı´a,

2009;26(1): p.228-232.

6. Kim DM, Suh MK, and Ha GY. Onychomycosis in Children an Experience of

59 Cases. Ann Dermatology. 2013. Vol.25 (3).

7. Budi Mulja U. Mikosis. Dalam Djuanda A, Hamzah M, and Aisha S.Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke enam. Cetakan 3. Jakarta : Badan

Penerbit FK UI; 2013. Hal. 204-213. 89-106

8. Rodgers P, Bassler M. Treating Onychomycosis. Practical Therapeutic

American Family Physican. 2001. Februari 15. Vol 63 (4)

9. Brown RG, Burns T. Lecture Notes Dermatologi. Jakarta; Erlangga. 2005

25
10. Tosti A. Eiston DM. Medscape. 30 Juni 2013. Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/article/1105828-treatment

26

Anda mungkin juga menyukai