Anda di halaman 1dari 8

Era Milenial dan Peradaban Islam

Dunia informasi dan telekomunikasi yang canggih telah membawa perubahan yang sangat drastis
kepada generasi muda kita. Perubahan ini mulai kita rasakan dari cara berkomunikasi, berbagai
kemudahan akses terhadap informasi sampai cara kita berpikir dan respons kita terhadap
permasalahan yang ada. Selama perubahan ini menguntungkan kita, tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Namun, justru perubahan ini terkadang membawa kita menjadi makhluk yang
bodoh dan cenderung pemalas. Kita terlalu asyik menikmati semua hasil penemuan generasi
sebelumnya, sehingga merasa cukup dan terbiasa. Di sinilah tantangan kita untuk bangkit dari
lembah kehancuran ini

Generasi Millennial atau generasi Y adalah generasi penerus yang menurut penelitian dimulai oleh
generasi yang lahir sejak tahun 1980 sampai tahun 2000. Itu berarti, setelah 37 tahun berlalu dapat
dipastikan sekitar 87% populasi penduduk bumi sekarang didominasi oleh generasi millennial.
Karakter yang dimiliki oleh generasi muda ini juga cenderung khas. Karakter mereka sangat
berbeda dari generasi sebelumnya mulai dari budaya, sikap, tingkah laku dan hal lainnya. Hal ini
disebabkan Karena generasi ini sedikit banyaknya tinggal menggunakan apa yang sudah
ditemukan oleh generasi sebelumnya, yaitu generasi X. Maka generasi ini juga disebut dengan
generasi muda penduduk bumi.

Generasi muda suatu umat atau bangsa menjadi tolak ukur terhadap nasib dan masa depan dari
umat atau bangsa tersebut. Jika kita ingin melihat kekuatan dan ketahanan suatu umat dan bangsa,
maka lihatlah dari kualitas generasi muda yang mereka miliki. Jika generasi muda mereka baik,
maka pastilah kekuatan mereka juga baik dan sulit untuk dipengaruhi oleh ideologi atau pemikiran
bangsa atau umat lainnya. Namun sebaliknya, jika generasi muda suatu bangsa atau umat buruk,
maka dapat dipastikan mereka sangat rentan dengan kehancuran dan mudah untuk dipengaruhi
oleh ideologi bangsa atau umat lain.
Karena itu, bila kita cermati lebih lanjut gerakan-gerakan musuh Islam dalam memerangi Islam
adalah dengan menghancurkan generasi mudanya terlebih dahulu. Caranya adalah mereka gencar
dalam memperkenalkan budaya mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam hingga generasi
muslim tertarik dan terjerumus ke dalamnya. Bila generasi suatu umat atau bangsa rusak, maka
untuk menghancurkannya tidak perlu menggunakan perang senjata dan angkatan perang. Inilah
yang dipesankan oleh Napoleon Bonaparteketika dia dan pasukannya memenangkan perang salib
dari kaum Muslim, bahwa satu-satunya cara berperang dengan generasi Muslim adalah dengan
cara perang pemikiran.

Selanjutnya, ini menjadi hal yang sangat penting dan menarik untuk dibahas. Mulai dari mengapa
hal ini dapat terjadi, bagaimana kondisi umat pada zaman keemasan Islam sedang berlangsung dan
bagaimana nikmatnya hidup pada zaman sains dan teknologi Islam sedang berkembang dengan
pesat sampai bagaimana kondisi umat di tengah zaman yang rentan ini. Terlepas dari ingin
mengingatnya kembali, justru hal ini dapat menjadi sesuatu yang dapat kita petik pelajaran dari
padanya. Dengan membahas kembali, kita ingin agar pemuda Islam bangkit dengan cara
mempelajari konsep ilmu keislaman dan menentang penjajahan ideologi bangsa barat yang jelas-
jelas memecah umat Muslim di seluruh dunia.

Berkaca pada sejarah, salah satu faktor melemahnya Islam adalah runtuhnya kekuasaan Khilafah
di berbagai kekuasaan negara di dunia pada zaman keemasan Islam. Ada 2 nilai inti dari konsep
Khilafah ini yang nilainya hilang dari pemuda Islam pada saat itu: Pertama, nilai pemahaman
pemuda Islam dari konsep-konsep keislaman, yang kedua adalah memudarnya nilai penerapan dari
nilai-nilai keislaman yang diwariskan kepada pemuda Islam. Inilah titik kehancuran fondasi Islam
dan terbukanya pintu untuk negara barat memasuki dan memengaruhi pemuda Islam dengan
ideologi yang mereka bawa.
MEMUDARNYA KONSEP KEISLAMAN PADA PEMUDA

Hilangnya konsep pemahaman nilai Islam menjadi salah satu inti permasalahan yang lambat laun
akan membawa Islam ke gerbang kehancuran. Penulis ibaratkan konsep pemahaman ini sebagai
batu bata yang akan menjadi fondasi sebuah rumah mewah. Tentunya, batu bata yang kita perlukan
adalah batu bata berkualitas, yang bentuknya rapi dan simetris, tidak mudah rapuh dan cukup kuat
untuk membangun dinding yang kokoh.

Yang jika kita ditanya mengapa memilih batu bata yang ini ketimbang batu bata yang lain, kita
akan tahu jawabannya dengan yakin. Kira-kira seperti itulah konsep yang seharusnya ada dalam
setiap jiwa pemuda Islam. Konsep yang akan menjadi penjaga keimanan dan kekuatan dari nilai
Islam pada pemuda selaku generasi muda Islam. Yang akan memberikan alasan yang kuat
mengapa mereka mempertahankan konsep keislaman seperti itu. Di sinilah letak kekuatan konsep
keislaman yang seharusnya dipertahankan oleh generasi muda Islam dari dulu.

Kelemahan pemahaman ini antara lain berkenaan dengan nas-nas ajaran Islam, Bahasa Arab dan
ketidaksuaian praktik ajaran Islam dalam realitas kehidupan. Ketiga bentuk pelemahan ini juga
diperparah dengan intensifnya serangan-serangan budaya dan peradaban barat yang bertentangan
dengan budaya dan ajaran Islam, di tengah melemahnya budaya dan peradaban Islam itu sendiri.
Masuknya budaya dan peradaban barat ini meliputi hampir setiap aspek kehidupan dalam konsep
pemerintahan Khilafah itu sendiri.
Cara barat meyakinkan umat Islam dengan ideologi yang mereka bawa juga terkesan unik. Mereka
menyampaikan bahwa peradaban dan budaya barat tidak bertentangan dengan budaya dan
peradaban Islam itu sendiri. Mereka meyakinkan bahwa peradaban barat akan menyempurnakan
peradaban Islam dan tidak akan menghapuskannya dari keberadaan masyarakat, hingga akhirnya
pemahaman umat terhadap Islam makin melemah. Buktinya adalah umat mulai melegalkan hukum
barat di negaranya, menakwilkan riba dan membuka bank-bank, memberhentikan penegakan
hudud dan mengambil gantinya dari undang-undang barat.

Adapun kelemahan dalam penerapan Islam, salahnya penerapan konsep keislaman pada aspek
kehidupan. Diantaranya ialah, maraknya partai-partai politik yang menggunakan kekuatan militer
sebagai basis kekuatan partai dan menjaga kekuasaan, bukan berorientasi pada dukungan umat.
Seperti golongan Arbaiyah yang menduduki Persia dan Irak serta menjadikan wilayah ini sebagai
sentral kekuasaannya. Lalu dari sini mereka menggulingkan kekuasaan dan menjadikan Bani
Hasyim sebagai penguasanya.

Di samping itu, kelemahan lainnya tampak dari pemberian otoritas yang besar dan luas kepada
para Wali (Gubernur) di berbagai wilayah. Hal ini menjadikan Khalifah memberikan wewenang
dan otoritas yang sangat luas kepada para Wali sehingga mereka mengatur wilayah mereka sendiri
secara independen, terlepas dari pusat. Hubungan dengan pusat hanya sebatas formalitas, seperti
doa kepada Khalifah di mimbar Jumat, pencetakan mata uang atas namanya, pengiriman kharaj
kepadanya, dan sebagainya.
Dua inti permasalahan inilah yang mengantarkan Islam pada gerbang kehancuran. Dimulai dari
kurangnya pemahaman konsep keislaman pada umat, terlebih pada kaum pemudanya, hebatnya
gempuran barat dengan membawa peradaban dan budaya mereka ditengah-tengah kaum muslim,
hingga memudarnya hukum-hukum Islam dari penerapan pada internal Islam itu sendiri dan
kurangnya kewaspadaan gempuran hukum-hukum barat pada zaman keemasan Islam itu sendiri.
Hingga detik-detik saat hancurnya Islam ditandai dengan bubarnya Khilafah Islamiyah terakhir di
Turki tahun 1924 Masehi oleh Mustafa Kemal Attaturk.
AWAL MULANYA KEHANCURAN KEKHALIFAHAN DI TURKI

Mustafa Kemal Attaturk merupakan dalang dan pengkhianat di balik kejatuhan Kerajaan
Utsmaniyah dan pembubaran Khilafah Islamiyah pada umumnya. Ia lahir 12 Maret 1881 di
Salonica, tempat yang merupakan kota orang Yahudi yang mempunyai penduduk sejumlah
140.000 orang. Sejak kecil, ia sangat dibenci dan disisihkan oleh teman-temannya.

Ia tumbuh oleh didikan ayahnya yang sedari dulu sangat membenci agama dan orang-orang Arab,
terlebih membenci Islam. Ia juga merupakan seorang militer Turki yang melakukan konspirasi
dengan pihak Barat untuk menjatuhkan Khilafah Islamiyah dan menjadikan Turki sebuah Republik
yang berdasarkan ideologi sekuler, yaitu Ideologi yang memisahkan urusan agama/supernatural
dari urusan kenegaraan atau politik. Ideologi ini sangat berbahaya dalam sebuah sistem
pemerintahan negara, terlebih Ideologi ini sangat bertentangan dengan sistem Khilafah dan
berpotensi menghancurkan Khilafah Islamiyah itu sendiri dari sebuah negara.

Pada akhirnya, tanggal 3 Maret 1924 M setelah menjalani pendekatan-pendekatan kenegaraan dan
pengaruh individual bermuka dua terhadap Kerajaan Utsmaniyah, serta memberi harapan yang
besar kepada Barat untuk menghapuskan kerajaan ini, secara resmi Khilafah Islamiyah
dibubarkan. Pembubaran ini secara tidak langsung akan menjatuhkan kekuatan terbesar umat
Islam dan menjadi titik awal hancurnya umat di seluruh dunia. Pada tanggal ini, Kemal Attaturk
juga menerapkan beberapa perubahan drastis, di antaranya:
Mengumumkan pemisahan agama dari urusan kenegaraan (sekularisme)
Menutup mahkamah-mahkamah Syariah
Menghapus jabatan Menteri Syariah dan Menteri Auqaf (Menteri Wakaf dan Dakwah)
Menghapuskan Khilafah selama-lamanya dan mengambil seluruh hartanya
Mengusir Khalifah Abdul Majid II serta semua keluarganya dari Turki.

Kejatuhan Khalifah Islamiyah untuk selama-lamanya, secara keseluruhan memberi dampak yang
amat besar bagi umat Islam dari berbagai aspek hingga hari ini. Di antaranya identitas umat Islam,
agama, sosial, undang-undang, pendidikan, ekonomi, bahasa, kesatuan, pemikiran umat Islam,
serta sistem Pemerintahan.

Pada dasarnya, kekhalifahan Islamiyah ini bukan hanya milik Turki semata. Perjuangan Khilafah
yang telah menjadi identitas umat sejak di mulainya Khalifah pertama dengan terpilihnya Abu
Bakar Shiddiq (Sahabat Nabi) sebagai pengganti Rasulullah SAW. Beliaulah sebagai Khalifah
pertama yang diikuti oleh Khalifah kedua Umar bin Khattab, selanjutnya bertahun hingga berabad
silih berganti, hingga sampailah Khalifah terakhir Abdul Majid II sebelum dilakukan pembubaran
oleh Kemal Attaturk di Turki. Dengan hilangnya kekhalifahan Islamiyah, hilanglah pula identitas
umat yang sudah dibangun semenjak Kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq.
KONDISI UMAT DI INDONESIA

Di Indonesia pun berita penghapusan Khalifah telah sampai dan mendapat respons dari ulama dan
tokoh pergerakan umat Islam pada saat itu. Pada Mei 1924, dalam kongres Al-Islam II yang
diselenggarakan oleh Syarikat Islam dan Muhammadiyah, persoalan tentang pengganti Khalifah
pun menjadi topik pembicaraan kongres. Dalam kongres yang diketuai oleh Haji Agus Salim ini
diputuskan bahwa untuk meningkatkan persatuan umat Islam maka kongres harus ikut aktif dalam
usaha menyelesaikan persoalan Khalifah yang menyangkut kepentingan seluruh umat Islam di
dunia. Semenjak kongres ini dilakukan, mulai banyak pergerakan-pergerakan Islam yang
bermunculan seperti Syarikat Islam, Al-Irsyad, Muhammadiyah dan menyusul kemudian Nadhatu
Ulama.
Jauh sebelum detik-detik penghapusan dan pembubaran Khalifah oleh Kemal Attaturk, umat di
Indonesia sudah gencar-gencarnya membahas kekhalifahan tersebut. Ini dikarenakan, sejak awal
Kemal Attaturk berkuasa di Turki, banyak kebijakan-kebijakan kontroversial yang dilakukan oleh
Kemal Attaturk, seperti membatasi pergerakan Muslim di Turki, lebih banyak berkoalisi dengan
Barat ketimbang negara Arab, membenci Agama dan Bahasa Arab, serta pada akhirnya Ia secara
resmi memberhentikan Khilafah di Turki. Ini membuat umat di Indonesia mempersiapkan langkah
guna mengantisipasi kehancuran sistem Khilafah dan meneruskan perjuangan Khalifah Abdul
Majid II. Umat juga kebingungan disertai kewaspadaan terkait siapa yang akan menggantikan
Khalifah Abdul Majid II. Mereka tidak hanya memiliki hasrat untuk terlibat dalam perbincangan
ini, namun umat berkewajiban untuk memperbincangkan dan mencari penyelesainya.
Saat gagasan penegakan Khalifah muncul, umat di Indonesia sedang berada di zaman pergerakan
Nasional. Organisasi-organisasi pergerakan umat yang muncul tadi menjadi wadah perjuangan
mereka untuk berjuang melawan penjajahan Belanda. Berbeda dengan perjuangan generasi
sebelum mereka yang melakukan perlawanan melalui kontak fisik dan bersenjata, maka generasi
umat ini pun melakukan perjuangan dengan adu pemikiran dan intelektual.

Perjuangan umat dengan cara yang modern ini dilakukan dengan berdiskusi melalui Muktamar-
muktamar dalam organisasi. Dengan cara lakukan diskusi, umat dengan tepat dapat menyelesaikan
permasalahan yang ada. Ditambah, kekuatan media dan siaran-siaran yang menyiarkan kegiatan
mereka membantu menyebarluaskan informasi yang akan dikirimkan kepada umat banyak di
dalam negeri dan umat banyak melakukan koordinasi dengan gerakan-gerakan keislaman dari
negeri lain.
Koordinasi dengan gerakan dari luar negeri ini pun menghasilkan terlaksananya sebuah kongres
dunia Islam di Kairo dengan mengundang perwakilan dari seluruh umat Islam di Dunia. Umat
Islam di Indonesia harus terlibat dalam kongres di Kairo ini dengan mengirimkan utusan ke
kongres tersebut. Untuk maksud tersebut, maka dibentuk suatu badan khusus bagi perjuangan
Khilafah di Indonesia bernama Comite-Chilafat dengan ketua Wondosoedirdjo dari Organisasi
Syarikat Islam dan Wakil Ketua K. H. Abdul Wahab Hasbullah dari kalangan tradisi yang
kemudian menjadi salah seorang pendiri Nadhatu Ulama.

Aspirasi umat Islam di Indonesia Pergerakan Khilafah ini terus menyebar di Indonesia. Kesadaran
tentang urgensi perjuangan Khilafah terus diopinikan. Hal itu di upayakan dengan membentuk
cabang-cabang Comite-Chilafat di berbagai wilayah di Indonesia dan dengan diadakannya
pertemuan-pertemuan yang membahas Khilafah di beberapa kota.
Bertahun-tahun suara perjuangan kekhilafahan di suarakan demi tidak memudarnya identitas umat
Islam di Tanah Air. Berbagai latar belakang organisasi keislaman dan ormas mencari
penyelesaiannya dan berusaha menemukan kembali jati diri umat yang di hancurkan oleh rezim
Kemal Attaturk di Turki dengan cara yang lebih modern. Kekuatan intelektual dan cara berpikir
umat Islam menjadi prioritas, sampai akhirnya umat dihadapi dengan tantangan yang baru.

Tantangan dimana umat Islam harus berperang habis-habisan gempuran informasi dari Barat dan
mudahnya bagi Barat menyusupkan ideologi-ideologi mereka yang bertentangan dengan Syariat
Islam di era globalisasi. Meskipun Indonesia tidak menerapkan syariat Islam ini dan memilih untuk
menjadi Negara Hukum, namun yang harus diperhatikan adalah jumlah mayoritas penduduk
Muslim di negeri ini sangat lah banyak. Tidak mengherankan, ini menjadi suatu tantangan bukan
hanya penduduk muslim di negara ini, namun ini juga menjadi tantangan bagi pemerintah
Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana generasi muslim Millennials di Tanah Air
menjaga dan mempertahankan dua pilar utama dari kekuatan Islam di zaman mereka. Mau tidak
mau, mereka ini harus menghadapi kenyataan bahwasanya budaya dan peradaban Barat tidak dapat
dibendung lagi. Mereka harus memiliki benteng pertahanan yang lebih kuat ketimbang generasi
pendahulu mereka. Mereka harus memutar otak mencari cara bertahan di tengah arus modernitas
ini, bukan hanya mempertahankan nilai pemahaman dan konsep penerapan hukum Islam, namun
mereka harus menyampaikannya dengan cara yang dapat diterima masyarakat modern, tidak
melalui kekerasan dan menunjukkan kasih sayang Islam ke seluruh umat manusia.

Faktanya, masih banyak umat Muslim di Tanah Air tidak memahami konsep-konsep ini dan
pemerintah belum sepenuhnya mendukung. Pengetahuan mereka sangat lemah, bahkan
kebanyakan dari mereka tidak tahu identitas agama mereka sendiri. Terkadang mereka malu untuk
menunjukkan bahwa "AKULAH ISLAM". Mereka terlalu bangga untuk menggunakan identitas
Barat yang modern. Padahal, Islam dan Modernitas berjalan beriringan tidak ada kontradiksi di
antaranya. Islam di ciptakan timeless, berlaku untuk semua zaman dan cocok untuk diterapkan
kapan pun dan di negara mana pun.

Buktinya, masih banyak generasi muda Indonesia yang tertarik untuk menempuh pendidikan di
sekolah formal milik pemerintah ketimbang menempuh pendidikan di pondok pesantren. Mereka
lebih menyukai kebebasan ketimbang mendapatkan ilmu agama yang konstan diberikan di pondok
pesantren. Padahal, di sinilah seharusnya letak basis kekuatan umat di Indonesia. Pemerintah
sepatutnya mulai memperhatikan penuh keberadaan pondok pesantren yang ada di Indonesia dan
mendukungnya, tidak membedakan bentuk dukungan tersebut dengan sekolah formal pemerintah
seperti SD, SMP, dan SMA Negeri. Misalnya memberikan jumlah beasiswa yang sama kepada
santri-santri yang ada di Indonesia dan kesempatan yang sama untuk mereka melanjutkan
Pendidikan ke dalam maupun luar negeri. Bukan tidak mungkin, justru santri-santri di Indonesia
kemudian yang akan membawa pengaruh besar kepada perubahan bangsa.

Di sisi lain, kondisi generasi muslim muda di Indonesia jauh dari kata baik. Pasalnya, mereka
terlalu banyak mengadopsi budaya dari luar. Mereka hanyut dalam arus globalisasi dan lupa dari
mana mereka berasal. Mulai dari cara berpakaian, tingkah laku, sopan santun seakan hilang
bertahap dari jiwa muda muslim di Indonesia. Perlahan mereka meninggalkan budaya berpakaian
Islam yang sopan dan lebih senang menggunakan budaya berpakaian dari Barat yang terkesan
terbuka. Mereka beranggapan bahwa berpakaian Islam itu ketinggalan zaman dan berpakaian
mengadopsi Barat menunjukkan modernitas.

Di sisi lain, keadaan ini pun bertambah buruk dengan pemanfaatan waktu yang kurang. Generasi
Millennial ini cenderung terlalu sering menatap gadget mereka. Keadaan ini di sebabkan karena
mereka tidak mau ketinggalan dengan informasi yang ada di gadget mereka. Kebanyakan dari
orang yang mengakses gadget ini menggunakan sosial media yang kurang bermanfaat untuk
mengisi waktu luangnya. Hal ini sebenarnya wajar, karena generasi ini hidup di lingkungan yang
beda dari generasi X sebelumnya dimana pemanfaatan teknologi masif dilakukan untuk
memudahkan hidup. Tetapi, hal ini tidak wajar jika hal ini sampai mempengaruhi kualitas Iman
dari seorang Muslim, lebih-lebih waktu mereka banyak tersita untuk gadgetnya.

Konteks jati diri sebagai Muslim seharusnya tidak goyang dengan adanya teknologi seperti ini.
Generasi Muslim Millennials harus mampu menjaga kualitas diri dan iman mereka. Ada tiga hal
yang harus dijabarkan terkait prioritas seorang generasi muda muslim dalam pemanfaatan
teknologi. Yang pertama adalah dunia spiritual mereka, yang kedua di dunia nyata, yang ketiga
adalah di dunia digital.

Di dunia nyata, mestinya generasi ini tetap melakukan hubungan sosial dengan lingkungan sekitar
mereka. Tidak boleh gadget membuat muslim yang berkualitas menjadi anti-sosial, tidak
memedulikan keadaan lingkungan sekitar mereka. Tetap hormat kepada orang dituakan,
berperilaku baik kepada orang lain dan menjaga orang yang lemah. Tetap mencintai majelis dan
berkumpul dengan orang-orang yang saleh.

Dan yang ketiga, tugas seorang muslim di dunia digital adalah berdakwah. Ini lah pemanfaatan
yang luar biasa dari teknologi dan ini membantu Islam secara umum. Pada dasarnya, sosial media
sangat menarik bagi generasi muda ini dan menjadi wadah yang sangat bagus untuk menyebarkan
informasi secara cepat ke siapa pun dan dimana pun. Dan kekuatan sosial media ini juga menjadi
jembatan antara ustaz atau ahli agama kepada jamaahnya, karena secara tidak langsung sosial
media menghubungkan langsung kedua pihak ini dan penyampaian materi Agama Islam pun lebih
masif.

Jangan lupa dengan mengikuti informasi-informasi kajian dan ilmu seputar Islam di dunia maya.
Banyak informasi yang dibagikan di internet mengenai informasi kajian ini termasuk jadwal,
pembicara dan tempat dilaksanakannya. Dengan begini, maka seorang muslim dapat terus menjaga
kualitasnya sebagai Islam sejati dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.

Terkadang, memanfaatkan teknologi tidak hanya dibutuhkan penggunaan yang bijak, tetapi kita
harus menjadi muslim yang cerdas dalam mengakses informasi yang luas di internet. Ini dikaitkan
dengan kondisi Indonesia belakangan marak munculnya situs palsu atau sumber yang tidak dapat
dipercaya sebagai sumber Ilmu Islam. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab berusaha
memecahbelah umat di Indonesia dengan membuat situs palsu yang mengatasnamakan Islam.
Bahayanya, jika hal ini tidak diperhatikan oleh muslim dan mereka mengakses informasi yang
salah maka hal ini dapat menghancurkan fondasi konsep keislaman. Akibatnya, mereka akan
memperdebatkan hal-hal yang seharusnya tidak diperdebatkan mengenai konsep Islam itu sendiri.

Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah generasi muda muslim di Indonesia harus bersatu dan
tidak gampang dipengaruhi oleh pihak yang menginginkan kehancuran Islam. Ini berkaca dari
banyaknya kasus-kasus di negara Timur Tengah yang notabene adalah negara Islam. Mereka
berhasil di adu domba oleh pihak Barat dan menyebabkan mereka memperdebatkan hal yang tidak
penting dan memusuhi sesamanya. Padahal, dulunya mereka ini sangat kuat dan susah untuk
dipengaruhi oleh pihak mana pun karena mereka sangat berpegang teguh pada nilai-nilai
keislaman.

Setelah negara Barat berhasil mempengaruhi mereka, bukan tidak mungkin mereka sedang
mengintervensi Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia. Mereka pun akan
menargetkan pemuda muslim Indonesia terlebih dahulu dengan teknologi yang melalaikan, karena
mereka percaya bahwa kekuatan suatu negara ditentukan oleh generasi mudanya.
Sekarang, negara yang sedang bangkit menghapuskan sekularisme adalah Turki. Di bawah
pimpinan Recep Tayib Erdogan, Turki mulai menghapuskan peraturan yang bertentangan dengan
Syariah Islam yang telah diterapkan selama bertahun-tahun. Erdogan percaya bahwa kekuatan
Turki berada di tangan umat, dan ia percaya dengan kekuatan itu dia bisa menghentikan rencana
negara-negara Barat beserta sekutunya untuk menghancurkan Islam.

Demikianlah penjelasan mengenai perjalanan kekhilafahan di muka bumi dan siapa saja yang
terlibat di dalamnya. Sejarah Islam tidak akan pernah hilang. Cukuplah sejarah kelam kekhilafahan
di muka bumi menjadi pelajaran yang tidak akan terulang lagi. Waktunya generasi muslim
Millennials aktif dalam merubah dunia dan membawa Islam kepada zaman kejayaan dan maju
seperti zaman Abbasiyah. ISLAM INDONESIA DAN GENERASI MILLENNIALS.

Istianingsih

NIM : 201710300511135

Anda mungkin juga menyukai