Anda di halaman 1dari 17

ILMU DASAR KEPERAWATAN II

Peran perawat dalam pemeriksaan penunjang

Pengampu: Ns. Mulia Mayang Sari , S.Kep., Sp., KMB

Di susun oleh :
Anggota Kelompok 1 :

1. Ach. Mu’jizad Al Azhim (16142010001)


2. Adelia Tri Yuliandita (1614201002)
3. Agus Zaini (16142010003)
4. Ahmad Jamaluddin (16142010004)
5. Aida Yudia Fahrora (16142010005)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDIA HUSADA MADURA

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan nikmat kesehatan yang
diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Peran perawat dalam
pemeriksaan penunjang”. Tak lupa juga shalawat dan salam kami haturkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW.
Kami sadar bahwa makalah ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca agar makalah ini dapat lebih baik dari sebelumnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.

Bangkalan,05 maret 2017

Penyusun Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang................................................................................................ ...1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................... ...1
1.3 Tujuan............................................................................................................ ...1
1.4 Manfaat………………………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemeriksaan laboratorium ……………………………………………………3
2.2 Pemeriksaan darah…..................................................................................... ...4
2.3 Rontgen.......................................................................................................... ..12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................... .22
3.2 Saran............................................................................................................. .22
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..iii

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran Perawat ialah tingkah laku yg diharapkan oleh orang lain pada seseorang sesuai
dengan kedudukan dalam system, di mana bisa dipengaruhi oleh kondisi sosial baik dari profesi
perawat ataupun dari luar profesi keperawatan yg bersifat konstan
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat
atau memelihara. Harlley Cit ANA (2000) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu
seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi
seseorang karena sakit, injury dan proses penuaan dan perawat Profesional adalah Perawat
yang bertanggungjawab dan berwewenang memberikan pelayanan Keparawatan secara
mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga Kesehatan lain sesuai dengan
kewenanganya.(Depkes RI,2002)
Seseorang bisa dikatakan sebagai perawat & memiliki tanggungjawab sebagai perawat
manakala yg bersangkutan bisa membuktikan bahwa beliau sudah menyelesaikan pendidikan
perawat baik di luar ataupun didalam negeri yg umumnya dibuktikan dgn ijazah atau surat
tanda tamat belajar.
Dengan kata lain orang dinamakan perawat bukan dari keahlian turun temurun,
melainkan dengan melalui jenjang pendidikan perawat. Tugas perawat dalam menjalankan
perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilaksanakan tepat tahapan dalam
proses keperawatan.
1.2 Rumusan masalah
a) Apa tujuan pemeriksaan laboratorium?
b) Apa tujuan pemeriksaan darah?
c) Apa tujuan pemeriksaan rontgen?
1.3 Tujuan penulisan
1) Tujuan umum
Untuk mengetahui peran perawat dalam pemeriksaan penunjang.

2) Tujuan khusus
a) Mengetahui pemeriksaan laboratorium
b) Untuk mengetahui pemeriksaan darah
c) Untuk mengetahui pemeriksaan rontgen
1.4 Manfaat
Kami mengetahui tentang pemeriksaan laboratorium, darah, dan rontgen serta berharap
makalah ini dapat berguna bagi para pembaca

BAB 2
ISI

2.1 Pemeriksaan laboratorium


A. Pengertian Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan khusus dengan
mengambil bahan atau sampel dari penderita, dapat berupa urine (air kencing), darah, sputum (dahak),
dan sebagainya untuk menentukan diagnosis atau membantu menentukan diagnosis penyakit bersama
dengan tes penunjang lainya, anamnesis, dan pemeriksaan lainya.
B. Jenis-Jenis Pemeriksaan Laboratorium
1) Mikrobiologi, untuk mengamati air seni, darah, dahak, peralatan medis, begitupun jaringan
yang mungkin terinfeksi. Spesimen tadi dikultur untuk memeriksa mikroba patogen.
2) Parasitologi, untuk mengamati parasit.
3) Hematologi, menerima keseluruhan darah dan plasma. melakukan perhitungan darah dan
selaput darah.
4) Kimia klinik, biasanya menerima serum, mereka menguji serum untuk komponen-komponen
yang berbeda.
5) Toksikologi, menguji obat farmasi, obat yang disalahgunakan, dan toksin lain.
6) Imunologi, menguji antibodi.
7) Serologi, menerima sampel serum untuk mencari bukti penyakit seperti Hepatitis atau HIV.
8) Urinalisis, menguji air seni untuk sejumlah analit.
9) Patologi, bedah menguji organ, ekstremitas, tumor, janin, dan jaringan lain yang dibiopsi pada
bedah seperti masektomi payudara.
10) Sitologi,menguji usapan sel (seperti dari mulut rahim) untuk membuktikan kanker dan lain-
lain.
C. peran perawat dalam pemeriksaan Laboratorium
Perawat mempunyai kontribusi dalam pengkajian status kesehatan klien dengan
mengumpulkan spesimen cairan tubuh. Semua klien rawat inap menjalani paling sedikit satu
kali pengumpulan spesimen laboratorium selama dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan.
Sekumpulan pemeriksaan laboratorium yang dirancang, untuk tujuan tertentu misalnya
untuk mendeteksi penyakit, menentukan resiko, memantau perkembangan penyakit, memantau
perkembangan pengobatan, dan lalin-lain. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit
yang banyak di jumpai dan potensial membahayakan. Pemeriksaan yang juga merupakan
proses General medical check up (GMC),
meliputi : Hematologi Rutin, Urine Rutin, Faeces Rutin, Bilirubin Total, Bilirubin
Direk, GOT, GPT, Fotafase Alkali, Gamma GT, Protein Elektroforesis, Glukosa Puasa, Urea
N, Kreatinin, Asam Urat, Cholesterol Total, Trigliserida, Cholesterol HDL, Cholesterol LDL-
Direk.

2.2 Pemeriksaan Darah


A. Pengertian Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah lengkap (selanjutnya ditulis DL) adalah suatu tes darah yang
diminta oleh dokter untuk mengetahui sel darah pasien. Terdapat beberapa tujuan dari DL, di
antaranya adalah sebagai pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa, untuk melihat
bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit dan untuk melihat kemajuan atau respon
terapi
Pada lembar hasil DL, yang umum tercatat adalah kadar hemoglobin, jumlah trombosit,
jumlah leukosit, dan hematokrit (perbandingan antara sel darah merah dan jumlah plasma
darah.). Kadang juga dicantumkan LED (Laju Endap Darah) dan hitung jenis leukosit.
B. Jenis-Jenis Pemeriksaan Darah

1. Diabetes
Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang kronik ditandai oleh
hiperglikemia. Tes untuk menentukan diabetes melitus adalah:

a. Glukosa puasa.
Kadar glukosa darah pada waktu puasa atau di singkat glukosa darah puasa di tujukan
untuk :
1) Tes saring diabetes melitus, karena tidak adanya atau defisiensi insulin,maka kadar glukosa
meninggi.
2) Memonitor terapi diabetes melitus.
Nilai rujukan : 70 – 100 mg/dl
Abnormal : >140 mg/dl atau >126 mg/dl (Usulan ADA 1997)
Menunjukan peninggian nilai ambang yang perlu dikonfirmasi dengan tes glukosa 2 jam post
pradial atau tes toleransi glukosa oral. Bila nilai >200 mg/dl, maka diagnosis adalah diabetes
melitus. Meninggi juga pada pankreatitis,post infrak miocard, sindrom cushing, akromegali.
Menurun pada hiperinsuliniisme, myxoederma, insufisiensi adrenal, dan hipopituitarisme.
b. Glukosa 2 jam PP
Tes ini merupakan tes saring untuk menentukan diabetes melitus. Tes dilakukan bila
ada kecurigaan DM (misalnya polydipsi dan polyuri). Atau bila glukosa darah puasa ≥ 140
mg/dl.
Nilai rujukan : <140 mg/dl
Abnormal : ≥ 200 mg/dl menujukan DM, namun dapat juga

2. Faal Hati
a. GOT (glutamic oxal-acetic transaminase)
GOT mengkatalisis konversi bagian nitrogen asam amino menjadi energi. GOT
ditemukan dalam sitoplasma dann mitokondria sel hati, jantung, otot skelet, ginjal, pankreas,
dan eritrosit. Pada kerusakan sel-sel tersebut di atas, GOT dalam serum meninggi.
Tujuan : Test in vitro kinetik untuk penentuan secara Kuantitatif GOT (AST =aspartat
aminotransferase) dalam serum dan plasma.
Nilai rujukan : 6-30 µ/l
b. GPT (Glutamic-Pyruvic Transminase) atau Alanine Amino Transferase (ALT)
ALT mengkatalisis kelompok asam amino dalam siklus Krebs untuk menghasilkan
energi dijaringan. ALT terdapat di sitoplasma sel hati, jantung, dan otot skelet. Pada
kerusakan sel hati ALT meninggi di dalam serum hingga merupakan indikator kerusakan sel
hati.
Tujuan : Test in vitro kinetik untuk penentuan secara kuantitatif GPT (ALT= alanine
aminotransferase) dalam serum dan plasma.
Nilai rujukan : 7-32 µ/l
c. Bilirubin.
Bilirubin merupakan produk utama katabolisme hemoglobin dalam hal ini terjadi
uncojugated dalm bilirubin seterusnya dalam hati akan di rubah menjadi conjugated (direct
post hepatict).
Tujuan test : Mengevaluasi fungsi hepatobilier dan eritropoetik (gangguan hemolitik transfuse
darah).
Nilai rujukan : Bilirubin indirect ≤ 0,75 mg/dl
Bilirubin direck 0,05-0,3 mg/dl
Bilirubin total 0,2-1,0 mg/dl
d. Alkali Fostafase
Alkali fostafase didapatkan di hati, tulang, ginjal, usus, dan plasenta. Pada orang
dewasa kadar tinggi terutama dihati, tulang, usus, dan plasenta. Pada waktu trimester
kehamilan.
Tujuan test : Menentukan lesilokal dihati karena obstruksi
bilier karena tumor,batu atau abses. Identifikasi penyakit tulang dengan aktifitas osteoblastik
atau respon tyerhadap pengobatan dengan vitamin D pada riketsia.
Nilai normal : < 240 µ/l
e. Protein
Tujuan : untuk menentukan kadar dan defisiensi protein total.
Nilai normal : 6,6 -8,7 mg/dl
f. Albumin.
Albumin adalah protein yang ada dalah darah yang diperlukan oleh tubuh untuk
memelihara dan memperbaiki jaringan.
Tujuan : penentuan secara kuantitatif albumin dalam serum dan plasma manusia.
Nilai normal : 3,4 – 4,8 mg/dl

3. Lemak.
a. Kolesterol
Tujuan : Penentuan secara kuantitatif kolesterol dalam serum dan plasma.
Nilai normal : < 200 mg/dl.
b. HDL Klolesterol (High Density Lipoprotein)
Tujuan : Penentuan secara kuantitatif HDL kolesterol dalam serum dan plasma.
Nilai normal : Laki-laki 35 – 55 mg/dl, perempuan 45 – 55 mg/dl.
c. LDL Kolesterol (Low Density Lipoprotein)
Tujuan : Penentuan secara kuantitatif LDL kolesterol dalam serum dan plasma.
Nilai normal : <130 mg/dl
d. Trigliserida
Tujuan : Untuk penentuan secara kuantitatif trigliserida dalam serum dan plasma.
Nilai normal : < 200 mg/dl

4. Faal Ginjal
a. Ureum
Ureum adalah hasil metabolesme protein,ureum di bentuk dari amonia dalam hati dan di
ekskresi oleh ginjal.
Tujuan : Penentuan kuantitatif urea dalam serum plasma dan urin.
Nilai normal : 10,0 – 50,0 mg/dl
b. Creatinin
Creatinin merupakan hasil akhir metabolisme creatin yang di filtrasi glomeruli ginjal.
Tujuan : Penentuan invitro secara kuantitatif creatinin dalam serum dan plasma manusia.
Nilau normal :
laki-laki 0,70 -1,20 mg/dl,
perempuan 0,50 – 0.90 mg/dl.
c. Bun (Blood Urea Nitrogen)
BUN adalah produk akhir dari metabolisme protein, dibuat oleh hati, sampai pada ginjal tidak
mengalami perubahan molekul. Pada orang normal ureum diekskresikan melalui urine.
Konsentrasi nitrogen / urea dalam darah bukan untuk mengukur fungsi glomerulus yang ideal,
karena peningkatannya dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor diluar ginjal.
Ureum merupakan senyawa ammonia berasal dari metabolisme asam amino yang diubah oleh
hati menjadi ureum. Ureum bermolekul kecil mudah berdifusi ke cairan ekstra sel, dipekatkan
dan diekskresikan melalui urine lebih kurang 25 gr/hari.
Nilai Normal BUN
Pria : BUN : 15 – 40 (mg/dl)
Wanita : BUN : 15 – 40 (mg/dl)

5. Pemeriksaan darah lengkap


a. Hemoglobin.
Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah
merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigendari paru-paru ke seluruh tubuh.
Tujuan : untuk memeriksa kemungkinan anemia.
Nilai normal : Laki laki 14 – 16 , perempuan 12 – 14 gr %
b. Hematocrit
Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel darah merah dalam
100 ml darah yang dinyatakan dalam persent (%).
Nilai normal hematokrit untuk pria berkisar 40,7% - 50,3% sedangkan untuk wanita berkisar
36,1% - 44,3%
c. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi
membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh.
Tujuan : untuk menetahui kualitas darah dalam tubuh.
Nilai normal : laki-laki 4,5 – 5,5, perempuan 4-5 juta/UL
d. Leukosit (sel darah putih)
Leukosit adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi
untuk membantu tubuh melawan berbagaipenyakit infeksi sebagai bagian dari sistem
kekebalan tubuh.dan merupakan pertahanan badan terhadap benda asing
Tujuan : Untuk mengetahui kemampuan tubuh melawan infeksi.
Nilai normal : 5-10.000/UL
e. Trombosit (keping darah)
Trombosit adalah sel kecil yang beredar dalam darah.
Tujuan : Untuk melihat kemampuan tubuh mengontrol pendarahan.
Nilai normal : 150 -400.000/UL
f. Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
Biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosis penyebab anemia (Suatu kondisi di mana
ada terlalu sedikit sel darah merah). Indeks/nilai yang biasanya dipakai antara lain :
1) MCV (Mean Corpuscular Volume) atau Volume Eritrosit Rata-rata (VER), yaitu volume rata-
rata sebuah eritrosit yang dinyatakan dengan femtoliter (fl)
MCV = Hematokrit x 10
Eritrosit
Nilai normal = 82-92 fl
2) MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) atau Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER), yaitu
banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pikogram (pg)
MCH = Hemoglobin x 10
Eritrosit
Nilai normal = 27-31 pg
3) MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) atau Konsentrasi Hemoglobin
Eritrosit Rata-rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapt per eritrosit, dinyatakan
dengan persen (%) (satuan yang lebih tepat adalah “gr/dl”)
MCHC = Hemoglobin x 100
Hematokrit
Nilai normal = 32-37 %
g. Laju Endap Darah
Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR) adalah kecepatan sedimentasi
eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang
tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress
fisiologis (misalnya kehamilan).
International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk
menggunakan metode Westergreen dalam pemeriksaan LED, hal ini dikarenakan panjang pipet
Westergreen bisa dua kali panjang pipet Wintrobe sehingga hasil LED yang sangat tinggi masih
terdeteksi.
Nilai normal LED pada metode Westergreen :
Laki-laki : 0 – 15 mm/jam
Perempuan : 0 – 20 mm/jam
h. Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)
Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat
lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki fungsi yang khusus dalam melawan
patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis
leukosit memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses
penyakit. Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis
sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%)
dikalikan jumlah leukosit total dan hasilnya dinyatakan dalam sel/μl.
Nilai normal :
Eosinofil 1-3%,
Netrofil 55-70%,
Limfosit 20-40%,
Monosit 2-8%
i. Platelet Disribution Width (PDW)
PDW merupakan koefisien variasi ukuran trombosit. Kadar PDW tinggi dapat ditemukan pada
sickle cell disease dan trombositosis, sedangkan kadar PDW yang rendah dapat menunjukan
trombosit yang mempunyai ukuran yang kecil.
j. Red Cell Distribution Width (RDW)
RDW merupakan koefisien variasi dari volume eritrosit. RDW yang tinggi dapat
mengindikasikan ukuran eritrosit yang heterogen, dan biasanya ditemukan pada anemia
defisiensi besi, defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12, sedangkan jika didapat hasil
RDW yang rendah dapat menunjukan eritrosit yang mempunyai ukuran variasi yang kecil.

C. Peran Perawat Dalam Pemeriksaan Darah


Peran perawat dalam pemeriksaan darah yaitu hanya membantu untuk menunjang
pengambilan darah pada pasien. Seperti persiapan alat, persiapaan pasien, langkah kerja dan
documentasi. Setelah itu sampel darah akan diberi kepada bagian medis yang ahli seperti analis.

2.3 Rontgen
A. Pemeriksaan Rontgen
Rontgen atau dikenal dengan sinar X merupakan pemeriksaan yang memanfaatkan
peran sinar X dalam mendeteksi kelainan pada berbagai organ diantaranya dada, jantung,
abdomen, ginjal, ureter, kandung kemih, tengkorak, rangka.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan radiasi radiasi sinar X yang sedikit
karena tingginya kualitas film sinar X dan digunakan untuk melakukan skrinning dari berbagai
kelainan yang ada pada organ.
Sinar X merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, panas, cahaya sinar ultraviolet, tetapi mempunyai panjang gelombang yang
sangat pendek sehingga dapat menembus benda-benda. Sinar X ditemukan oleh sarjana fisika
berkebangsaan Jerman yaitu W. C. Rontgen tahun 1895
B. Jenis-Jenis Pemeriksaan Rontgen
a. Konvensional
Pemeriksaan radiologi tanpa bahan kontras.
Jenis pemeriksaan:
1. Thorax : Pemeriksaan secara radiologi organ thorax
2. Kepala : Pemeriksaan secara radiologi organ kepala
3. Extermitas : Pemeriksaan secara radiologi organ ektermitas
4. Vetebrae : Pemeriksaan secara radiologi organ vertebrae : vetebrae cervical,vetebrae thoraxal,
vetebrae lumbal, vetebrae sacral, coccigius.
5. Mamoghraphy : Pemeriksaan secara radiologi organ payudara dengan menggunakan pesawat
khusus mammography dengan kapasitas kilo volt rendah dan waktu expose panjang
b. Pemeriksaan Khusus.
Pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras.
Jenis pemeriksaan :
1. Oesophagus
Pemeriksaan secara radiologi organ traktus digestivus pada daerah oesophagus dengan
menggunakan bahan kontras melalui oral (barium sulfat yang dilarutkan dalam air 1:1)
2. Maag Doedonum
Pemeriksaan secara radiologi pada organ lambung dengan menggunakan bahan kontras melalui
oral (barium sulfat yang dilarutkan dalam air.

3. Follow Through
Pemeriksaan secara radiologi pada organ usus halus dengan menggunakan bahan
kontras melalui oral (barium sulfat yang dilarutkan dalam air.
4. Intra Vena Pyeleography (IPV)
Pemeriksaan secara radiologi pada organ traktus urinarius (ginjal ,urether, buli & buli)
dengan menggunakan bahan kontras melalui penyuuntikan intravena.
5. Appendikogram
Pemeriksaan secara radiologi pada daerah appendik dengan menggunakan bahan
kontras barium sulfat yang di larutkan dalam air yang kemudian di minum.
6. Retrograde Pyelography (RPG)
Pemeriksaan secara radiologi pada organ traktus urinarius (ginjal, urether, buli
& buli) dengan menggunakan bahan kontras yang dimasukan melalui kateter kedalam ginjal
dan saluranya. Pemasangan kateter tersebut dilakukan di kamar operasi).
7. Bipoler Uretrogram
Pemeriksaan secara radiologi pada organ traktus urinarius (ginjal, uretra, buli-buli)
dengan menggunakan bahan kontras yang dimasukan melalui kateter sistomi kedalam buli-buli
dan secara retrograde melalui urether.
8. Hystero Salvingography
Pemeriksaan secara radiologi pada organ genitalia wanita dengan menggunakan bahan
kontras yang dimasukan melalui uterus dan tuba uterine.
9. Myelography
Pemeriksaan secara radiologi pada organ. canalis medulla spinalis dengan
menggunakan bahan kontras yang dimasukan melalui lumbal fungsi.

10. Fiestelography
Pemeriksaan secara radiologi untuk fistel )kedalaman, hubungan dengan organ lain)
dengan menggunakan bahan kontras dimasukan melalui fistel tersebut.
c. Pemeriksaan CT Scan
Alat CT scan adalah generator pembangkit sinar-x yang bila dioperasikan oleh operator
akan mengeluarkan sinar-x dalam jumlah dan waktu tertentu. CT Scan adalah suatu prosedur
yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dalam dari berbagai sudut kecil dari organ
tulang tengkorak dan otak serta dapat juga untuk seluruh tubuh.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat antara
suatu kelainan, yaitu :
1) Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.
2) Perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.
3) Brain contusion.
4) Brain atrofi.
5) Hydrocephalus
6) Inflamasi
1. pemeriksaan CT Scan tanpa kontas maupun dengan kontras
1) CT-SCAN OTAK
Potongan axial dari OM Line/Reids base line sampai vertex, tebal potongan : 4–5 mm
infratentorial, 8-10mm supratentorial atau semua rata 7mm. Lesi dimidline sebaiknya dibuat
potongan coronal sebagai tambahan. Kondisi tulang pada kasus trauma/ suspect fraktur tulang
kepala. Indikasi kontras: tumor, infeksi, kelainan vaskuler mencari AVM, aneurysma.
2) CT-SCAN HYPOFISE
Potongan coronal 1-5mm tanpa dan dengan bolus kontras, dilanjutkan dengan axial
scan 2-5mm dari OM Line sampai supraseller distren (2mm bila lesi kecil /mikroadenoma atau
kelenjar hipofise normal ; 5mm bila tumor besar/ makroadenoma) F.O.V kecil (160-200) mulai
dari procesus clinoideus anterior sampai dorsum sellae.
3) CT-SCAN TELINGA / os.PETROSUM
Teknik : High Resolusi CT / kondisi tulang
 kasus non-tumor/trauma basis cranii: potongan axial dan coronal 2mm sejajar dengan axis
os.petrosum. mencakup seluruh tulang os.petrosum, tanpa kontras, kondisi tulang (WW dan
WL yang tinggi)
 kasus tumor / infeksi (abses ) potongan axial 2-5mm mencakup seluruh os.petrosum tanpa dan
dengan kontras, kondisi tulang dan soft tissue. Potongan coronal 2-5mm sebagai tambahan,
dalam kondisi tulang dan soft tissue. Mencakup seluruh os.petrosum dan proses abnormalnya.
4) CT-SCAN ORBITA
Tumor/ infeksi: Potongan axial 3-5mm dari dinding inferior sampai dinding superior
cavum orbita, sudut sejajar dengan N.opticus atau menggunakan garis infraorbito meatal line,
tanpa dan dengan kontras. Setelah itu dibuat potongan coronal 3-5mm mencakup seluruh
cavum orbita. Fractur orbita : potongan coronal dan axial 2-4mm tanpa kontras, dicetak dalam
kondisi soft tissue dan tulang pada daerah fraktur. F.O.V. kecil (160-200).
5) CT-SCAN NASOPHARYNX, LIDAH
Nasopharynx: potongan axial 3-5mm, FOV 250mm, kondisi dengan filter agak tinggi
(lebih tinggi dari otak) dan pallatum sampai sinus frontalis, sudut sejajar pallatum. Tanpa dan
dengan kontras bolus, kemudian dilanjutkan dengan potongan axial 5mm sejajar corpus
vertebrae cervicalis dari C2 s/d C6 F.O.V 200mm untuk mencari pembesaran kelenjar. Setelah
itu dibuat potongan coronal 3-5mm, tergantung besar –kecilnya kelainan dari choana sampai
cervical vertebrae sejajar dengan dinding posterior nasoprynx F.O.V. 250mm, potongan
coronal kadang perlu dibuat dalam kondisi tulang apabila ada destruksi basis cranii.
Oropharynx: sama dengan nasopharynx hanya mulainya agak rendah, garis axial
dimulai dari mandibula keatas.
Lidah: pasti harus diganjal gigi/rongga mulutnya dengan sepotong gabus, agar pada
potongan coronal lidah tidak menyatu dengan pallatum. Teknik hamper sama dengan
nasopharynx, hanya axial dan coronalnya harus mencakup seluruh daerah lidah.
Bila tumor diduga berada di 2/3 depan lidah lebih baik dibuat coronal dahulu tanpa dan
dengan bolus kontras, baru kemudian dibuat axialnya. Sedangkan untuk tumor dipangkal
lidah, sebaiknya dibuat axial dahulu baru cornal. Kontras diberikan pada potongan yang
diperkirakan akan memberi informasi baik.
6) CT-SCAN LARYNX / PITA SUARA
Potongan pre kontras : axial 5mm dari epiglottis sampai cincin trachea 1-2, sejajar
dengan pita suara.
Potongan dengan kontras : axial 2-3mm didaerah pita suara, mulai dari batas atas
sampai batas bawah lesi. Bila ada kelenjar membesar, dibuat potngan leher 5mm post bolus
kontras (delayed scan) F.O.V. 160-200mm, tanpa dan dengan bolus kontras.
7) CT-SCAN THYROID
Potongan axial 3-5mm dari bagian atas kelenjar thyroid samapi bagian bawah biasanya
mulai setinggi C5-6 sampai thoracic inlet, tanpa dan dengan bolus kontras, kemudian di ulang
/ delayed scan untuk mendapatkan batas lesi dan tambahan informasi yang lebih baik setelah
seluruh kelenjar mengalami penyengatan merata, F.O.V. 160-200mm.
Catatan : untuk CT-Scan pita suara dan thyroid dapat dibuatkan teknik MPR
(Multiplanar Rekontruksi) untuk menghasilkan potongan coronalnya, untuk itu harus dibuat
potongan 1-2mm pada waktu bolus kontras sepanjang daerah yang diperlukan untuk potongan
coronalya.
8) CT-SCAN SINUS PARANASALIS
Teknik High Resolusi
Sinusitis: Potongan coronal 2mm di1/2 bagian depan dan 4mm 1/2 bagian posterior,
mulai dari os.nasale sampai dengan nasopharynx, potongan axial dari dasar sinus maxillaries
sampai sinus frontalis 3-5mm, tanpa bahan kontras, kondisi soft tissue (WW diatas 2000, WL
diatas 200) F.O.V 200-250mm
Tumor sinus : Potongan coronal 3-5mm dari dinding depan sinus sampai nasopharynx
/ tumor habis tanpa dan dengan kontras, kemudian axial 3-5mm dari dasar sinus sampai sinus
frontalis / mencakup seluruh tumor, kondisi soft tissue / tulang dan kondisi massa tumor dengan
WW yang rendah.
9) CT-SCAN THORAX
(bila memungkinkan sebaiknya dipakai teknik high resolusi). Potongan axial
prekontras/ polos dari puncak paru sampai diafragma, tebal potongan 10, index 10-15. Bolus
kontras diberikan mulai dari arkus aortae samapi hilus inferior, tebal potongan 5-8mm. Bila
proses dibawah hilus potongan post kontras diteruskan kebawah sampai mengenai seluruh
proses terpotong. Kondisi dicetak dalam 2 macam: kondisi parenkim paru dan kondisi
mediastinum. Permintaan khusus untuk parenkim paru dapat dibuat sbb: biasanya pada indikasi
parenchymal lung disease / emphysema. Axial scan tanpa kontras filter high resolusi, tebal
potongan 2mm dengan index potongan 8-10mm dari puncak paru sampai diafragma.
Tumor esophagus : pemeriksaan thorax scan sambil minum oral kontras sampai
didapatkan lumen tumor yang sempit / batas antara esophagus yang lebar dan yang sempit
sebagai batas atas tumor.Bolus kontras diberikan pada daerah tumor mulai batas atas sampai
batas bawah, dicetak dalam kondisi mediastinum. Potongan coronal dan sagital dapat diperoleh
melalui MPR (untuk itu perlu dibuat potongan tipis 2-3mm sewaktu dibolus).
10) CT-SCAN ABDOMEN ATAS
Potongan Axial dari diafragma sampai ginjal. Prekontras: tebal potongan 10, index 10-
15mm. Bolus kontras diberikan pada daerah yang menjadi tujuan pemeriksaan. Organ /
kelainannya yang diperiksa besar (hepar, lien): tebal potongan 10mm, index 8-12mm. Organ /
kelainannya sedang (ginjal, lambung, usus) dipakai tebal potongan 5-8mm. Organ /
kelainannya kecil (pancreas, kandung empedu,……..) tebal potongan 2-5mm.
Pada kasus tertentu seperti tumor yang hipervaskuler/hemangioma khusus untuk hepar
dan ginjal, perlu dibuat delayed scan apbila dicurigai ada kelainan pada bolus kontras.Pada alat
spiral / helical CI, untuk hepar dan ginjal sebaiknya dipakai program volume/spiral scan untuk
mendapatkan dual phase(fase arterial dan portal pada hepar atau fase cortex dan medulla pada
ginjal), kemudian dibuat lagi delayed scan untuk mendapatkan fase equilibrium(untuk hepar)
dan fase excresi (untuk ginjal) dimana system pelviocalycesnya terisi penuh. Untuk kasus CA
pancreas pakai kontras negatife (minum air saja).
11) CT-SCAN ABDOMEN BAWAH / PELVIC
Potongan axial dari lumbal 5 sampai buli-buli / kelenjar prostate. Prekontras : tebal
potongan 10mm. Bolus kontras didaerah yang ada kelainan, tebal potongan tergantung besar
kecilnya kelainan. Biasanya dipakai tebal potongan 5mm. Persiapan pasien sering tidak sampai
mengisi baik rectum-sigmoid, untuk itu perlu dimasukkan kontras rectum. Khusus untuk Ca
cervix yang masih stadium II-III, dibuat potongan 3mm pada waktu bolus kontras. Delayed
scan kadang diperlukan bila: batas tumor tidak jelas. Potongan koronal dan sagital dapat
diperoleh melalui teknik MPR.
12) CT-SCAN SPINE
Potongan axial F.O.V. 160mm, tanpa kontras atau dengan kontras intrathecal, disebut
CT-Myelografi. Untuk kasus HNP: potongan hanya didaerah ruang discus, sejajar dengan
discus, tebal potongan 2-4mm. Kondisi soft tissue dan tulang bila perlu. Untuk penilaian canal
stenosis, dapat dibuat satu potongan tepat ditengah korpus vertebrae, tegal lurus dengan axis
corpus. Untuk kasus tumor/spondylylitis/metastasis tulang: potongan sejajar dengan corpus
vertebrae didaerah yang ada kelainannya. Kondisi soft tissue dan tulang . Bila perlu (umumnya
harus) diberikan bolus kontras terutama pada kasus abses paravertebral atau untuk melihat
infiltrasi tumor kedalam canalis vertebralis.

C. Peran Perawat Dalam Pemeriksaan Rontgen


Perawat radiologis biasanya mengembangkan dan mengelola rencana perawatan untuk
membantu pasien memahami prosedur dan kemudian, memulihkan diri dari prosedur. Hal ini
mungkin juga termasuk bekerja dengan keluarga pasien. Perawat dapat melakukan
pemeriksaan atau melaksanakan tindakan kesehatan preventif dalam pedoman yang ditetapkan
dan instruksi dari ahli radiologi. Selain itu, perawat dapat merekam temuan dokter dan
mendiskusikan kasus dengan baik ahli radiologi atau profesional kesehatan lainnya. Seringkali,
seorang perawat radiologis akan membantu selama pemeriksaan atau terapi.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan diagnostik pada sistem kardiovaskuler ini dibagi menjadi beberapa
pemeriksaan yaitu pemeriksaan test laboratorium, pemeriksaan radiografi, pemeriksaan EKG,
pemeriksaan echocardiografi.
Pemeriksaan test laboratorium sendiri dibagi menjadi 2 yaitu pemeriksaan laboratorium
rutin dan pemeriksaan spesifik.
Pemeriksaan radiografi thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) bertujuan
menggambarkan secara radiografi organ pernafasan yang terdapat didalam rongga dada.
3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
mengetahui dan memahami peran dan fungsi perawat secara benar sesuai dengan pemeriksaan
penunjang.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Ratna dkk. (2014). Praktik Laboratorium Keperawatan. Jakarta : Erlangga.

Dr. Hadisaputro, Soeharyo, dr Sp.PD. (2012). Buku Saku Pengenal Penyakit Melalui Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta : Amara Books.

Nursalam.2008.Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik.Jakarta : Salemba


Medik

Anda mungkin juga menyukai