Anda di halaman 1dari 168

Jurnal Bawaslu

ISSN 2443-2539
Rahmatunnisa, M.
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 1-11

MENGAPA INTEGRITAS PEMILU PENTING?

Mudiyati Rahmatunnisa
Departemen Ilmu Politik, FISIP, Universitas Padjadjaran,
Email: m.rahmatunnisa@unpad.ac.id

ABSTRACT

Elections have become a global contemporary phenomenon, both in developed and


mature democracies, as well as developing countries and still in transition to democracy.
Nevertheless, the experience of many countries shows that elections are still marred
by various violations and fraud (electoral malpractices). In this context, the concept of
election integrity has become the concern of many experts and observers. This article
discusses a variety of meanings, strategic positions and various factors that can affect
the integrity of the election. Despite its diversed meanings, this article shows that
election integrity is a must-have quality for a democratic country. Elections filled with
violations and fraud will threaten the legitimacy of the elected regime and undermine
citizens’ trust in democratic institutions. The process of transition and consolidation
of democracy largely depends on the quality of elections . This article also describes
various factors and strategies that can be adopted to realize elections with integrity.

Keywords
Election, Electoral integrity, election malpractices

ABSTRACT

Pemilihan umum (pemilu) telah menjadi fenomena kontemporer yang mengglobal,


baik di negara yang telah maju dan matang demokrasinya, maupun negara
berkembang yang masih dalam proses transisi menuju demokrasi. Namun demikian,
pengalaman berbagai negara tersebut menunjukkan bahwa pemilu masih diwarnai

Pemilu Demokratis 1

01 JURNAL BAWASLU.indd 1 12/6/17 3:45 PM


oleh berbagai pelanggaran dan kecurangan (electoral malpractices). Dalam konteks
inilah, konsep integritas pemilu menjadi perhatian banyak ahli dan pengamat. Artikel
ini mendiskusikan beragam pemaknaan, posisi strategis dan beragam faktor yang
dapat mempengaruhi integritas pemilu. Terlepas dari pemaknaannya yang beragam,
artikel ini menunjukkan bahwa integritas pemilu merupakan kualitas yang harus
dimiliki untuk sebuah negara demokrasi. Pemilu yang penuh dengan pelanggaran dan
kecurangan akan mengancam legitimasi rezim terpilih dan meruntuhkan kepercayaan
warga terhadap institusi demokrasi. Proses transisi dan konsolidasi demokrasi sangat
bergantung pada kualitas pemilu yang dilaksanakan. Artikel ini juga menguraikan
beragam faktor dan strategi yang dapat diadopsi untuk mewujudkan pemilu yang
berintegritas.

Kata Kunci
Pemilu, integritas pemilu, malpraktek pemilu  

1. Pendahuluan pentingnya integritas pemilu. Uraian


Pemilihan umum (pemilu) telah tentang berbagai faktor yang dapat
menjadi sebuah fenomena global. Baik mempengaruhi interitas pemilu, menjadi
negara maju maupun berkembang, topik diskusi pada bagian selanjutnya.
pemilu menjadi sarana terbaik untuk Bagian akhir dari tulisan ini ditutup
memfasilitasi pergantian kekuasaan yang dengan uraian singkat mengenai strategi
damai. Namun demikian, praktek pemilu yang dapat diadopsi untuk penguatan
di berbagai negara di dunia menunjukkan pemilu yang berintegritas.
variasi pelaksanaan yang beragam, dari
yang dilaksanakan secara bebas dan 2. Metode Penelitian
adil sampai kepada penyelenggaraan Dalam menjawab pertanyaan
pemilu yang penuh dengan pelanggaran yang diajukan, Penulis menggunakan
dan kecurangan (Ham, 2015; Levin & pendekatan kualitatif dengan melakukan
Alvarez, 2012). Dari beragam fenomena studi literatur berbagai sumber yang
empirik pelaksanaan pemilu tersebut, relevan dan kontemporer. Dialektika
isu terkait integritas pemilu mengemuka dibangun dengan cara melakukan review
dan menjadi perhatian banyak pihak dan menganalisnya secara kritis atas
(Levin & Alvarez, 2012). Dalam konteks berbagai sumber literatur yang terpilih.
ini, artikel ini hendak membahas tentang
makna strategis integritas pemilu dalam 3. Perspektif Teori
kerangka membangun sistem demokrasi • Memahami Konsep Integritas
yang efektif. Pemilu
Pada bagian selanjutnya, akan Konsep integritas pemilu telah
diuraikan beragam pemaknaan konsep dimaknai beragam oleh para ahli, secara
integritas pemilu. Bagian selanjutnya positif – memenuhi seperangkat kriteria
mendiskusikan tentang berbagai alasan tertentu, atau secara negatif – melanggar

2 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 2 12/6/17 3:45 PM


atau tidak memenuhi seperangkat (electoral fraud), Lopez-Pintor (dikutip
kriteria (Ham, 2015). Definisi-definisi dalam Ham, 2015) menjelaskan, “any
yang positif, menggunakan berbagai purposeful action taken to tamper with
istilah yang berbeda, mulai dari pemilu electoral activities and election-related
yang bebas, adil dan bersih, pemilu materials in order to affect the results
yang demokrastis, dan juga pemilu of an election, which may interfere
yang berkuatitas dan integritas pemilu. with or thwart the will of the voters”.
Salah satu definisi secara positif dari Dengan istilah yang sama, Lehoucq
konsep integritas politik ini, misalnya, (2003) menyatakan bahwa electoral fraud
dikemukakan oleh Muck dan Verkuilen merupakan “clandestine efforts to shape
(2002) dengan menggunakan istilah election results”. Dari beberapa definisi di
pemilu yang demokratis (democratic atas , dapat dikatakan bahwa pemilu yang
elections) berikut ini: berintegritas tinggi merupakan pemilu
yang memenuhi beragam norma tertentu.
First, elections must be inclusive,
Sebaliknya, pemilu yang berintegritas
[...] that is, all citizens must be
rendah adalah pemilu yang melanggar
effectively enabled to exercise their
beragam norma tertentu.
right to vote in the electoral process;
Namun demikian, perlu ditekankan
second; elections must be clean, in
di sini bahwa definisi-definisi yang positif
other words, voters’ preferences
lebih menekankan kepada beragam
must be respected and faithfully
norma yang perlu dipenuhi, sementara
registered; third; elections must be
definisi yang negative lebih menitik-
competitive, that is, they must offer
beratkan pada aspek aktor, niat, dan juga
the electorate an unbiased choice
konsekuensi dari tindakan pelanggaran
among alternatives; and fourth;
pemilu.
the main public offices must be
Pemaknaan konsep integritas pemilu
accessed through periodic elections,
juga dilakukan dengan menggunakan
and the results expressed through
pendekatan yang sifatnya universal atau
the citizens’ votes must not be
kriteria khusus. Menurut Ham (2015),
reversed.
pendefinisian integritas pemilu yang
menggunakan pendekatan universal
Demikian halnya dengan definisi-
merujuk pada pemaknaan konsep
definisi yang negatif dari integritas pemilu,
tersebut berdasarkan standar demokrasi
menggunakan istilah yang beragam pula
yang universal seperti halnya teori
seperti malpraktek pemilu, pemilu yang
demokrasi dan/atau hukum internasional.
manipulatif, pemilu yang penuh dengan
Sementara, pendefisinisian dengan
pelanggaran , korupsi atau rekayasa.
menggunakan kriteria khusus, memaknai
Definisi malpraktek pemilu dari Birch
integritas pemilu dengan merujuk pada
(dikutip dalam Ham, 2015) misalnya,
aspek keterlibatan warga negara dan
menjelaskan bahwa “the manipulation
partai politik. Misalnya, definisi yang
of electoral processes and outcomes
dikemukakan oleh Pastor (1999) dengan
so as to substitute personal or partisan
menggunakan istilah flawed election
benefit for the public interest”. Dengan
(pemilu yang salah), sebagai “an election
menggunakan istilah pelanggaran pemilu

Pemilu Demokratis 3

01 JURNAL BAWASLU.indd 3 12/6/17 3:45 PM


in which some or all of the major political Electoral governance memiliki fungsi utama
parties refuse to participate in the untuk mewujudkan dan memelihara
election or reject the results”. Definisi lain kerangka kelembagaan pemilu secara luas
dengan kriteria khusus, juga dikemukakan pada setiap level aktivitas dimana voting
oleh Elklit dan Reynolds (2014) sebagai dan kompetisi pemilu berlangsung.
berikut: “The quality of an election can Demikian halnya dengan Sahoo
[...] be conceptualized as the degree to (2015), dalam artikel telaahnya atas buku
which political actors at all levels and from Pippa Norris berjudul “Why Electoral
different political strands see the electoral Integrity Matters” mendefinisikan secara
process as legitimate and binding.” luas integritas pemilu sebagai “a process
Ham (2015) lebih lanjut menjelaskan of conducting free and fair elections
bahwa konsepsi integritas pemilu dengan by addressing electoral fraud and
menggunakan kriteria khusus ini lebih malpractices, administrative irregularities,
disukai banyak ahli, karena konteks yang and violation of democratic principles
berbeda menyebabkan setiap pemilu throughout an electoral cycle, beginning
itu berbeda. Meskipun pemilu tersebut with the campaign period to the counting
tidak memenuhi standar demokrasi yang of final results.”
ideal, namun jika domestic stakeholders Sementara itu, Elklit dan Svensson
dapat menerima, maka pemilu itu absah (1997) menggunakan pendekatan campuran
(legitimate) dalam konteksnya. dan mengajukan definsi integritas pemilu
Konseptualisasi integritas pemilu dengan menggunakan konsep pemilu yang
juga dibedakan dalam hal process- bebas dan adil berdasarkan kepada konstruksi
based atau concept-based approach, teori demokrasi dan mennerapkannya
atau kombinasi keduanya (Ham, 2015). dalam setiap tahapan pemilu, baik sebelum,
Concept-based approach mendefinisikan pada saat dan sesudah hari pemungutan
integritas pemilu berdasarkan standar suara. Artikel Elklit dan Svensson (1997)
ideal demokrasi, sedangkan process-based berjudul “What Makes Elections Free and
approach mempertimbangkan proses Fair?” menjelaskan integritas pemilu dari
pemilu sebelum, pada saat dan sesuai hari aspek penyelenggaraan yang bebas (free)
pemungutan. Definisi yang dikemukakan dan adil (fair), tidak hanya pada saat hari
oleh Mozaffar dan Schedler (2002) pemungutan suara, akan tetapi juga pada
merupakan contoh yang menggunakan saat sebelum dan sesudah hari pemungutan.
process-based approach, dengan Process-based approach memiliki kelebihan
menggunakan istilah electoral governance dalam hal memahami dan mengukur
(tata kelola pemilu). Di dalam artikelnya, integritas pemilu secara komprehensif
Mozafar dan Schedler mengatakan bahwa dengan mempertimbangkan semua aspek
electoral governance merupakan salah dari mulai sebelum, pada saat dan setelah
satu variabel penting untuk mewujudkan hari pemungutan. Penulis juga berpendapat
kredibilitas pemilu. Dalam artikelnya, bahwa definisi integritas pemilu dari Norris
Mozafar dan Schedler memaknai electoral (dalam Sahoo, 2015) juga masuk dalam
governance sebagai “as a set of related kriteria pendekatan campuran. Menurut
activities that involves rule making, Norris, integritas pemilu sebagai
rule application, and rule adjudication.”

4 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 4 12/6/17 3:45 PM


“agreed upon international 3) Batas Daerah Pemilihan (Boundaries)
conventions and universal standards • Penentuan batas Dapil merugikan
about elections reflecting global sebagai partai peserta pemilu;
norms applying to all countries • P e n e n t u a n b a t a s D a p i l
worldwide throughout the electoral menguntungkan petahana;
cycle, including during the pre- • Penentuan Dapil tidak memihak
electoral period, campaign, on (netral);
polling day, and its aftermath” 4) Pendaftaran pemilih
Standar internasional ini telah • Sebagain warga negara tidak
digunakan untuk mengukur integritas tercatat dalam Daftar Pemilih;
pemilu diberbagai negara di dunia melalui • Daftar Pemilih tidak akurat;
The Electoral Integrity Project pada tahun • Beberapa yang tidak memenuhi
2014, yang dilaksanakan oleh para ahli syarat, terdaftar dalam Daftar
yang independen, yang bermarkas di Pemilih;
Australia, Eropa dan Amerika Serikat. 5) Pendaftaran partai politik
Dalam survei tersebut, terdapat 11 • Ada kandidat oposisi dicegah
tahapan dalam siklus pemilu yang untuk ikut pemilu;
menjadi fokus investigasi. Dari 11 tahapan • Perempuan memiliki kesempatan
tersebut, terdapat total 49 indikator yang yang sama untuk dipilih;
menjadi dasar penilaian integritas pemilu, • Kelompok minoritas memiliki
yang dibuat dalam pernyatan positif kesempatan yang sama untuk
maupun negatif, dengan pilihan jawaban dipilih;
setuju atau tidak setuju (Norris, Frank, & • Hanya pimpinan partai yang
Martínez, 2014; The Electoral Integrity memilih kandidat;
Project, n.d). Berikut intisari instrumen • Sebagian partai politik/kandidat
survei tersebut: dibatasi untuk mengadakan rally
kampanye;
1) Regulasi pemilu 6) Media kampanye
• Regulasi pemilu tidak adil terhadap • Suratkabar menyajikan berita
partai kecil; pemilu secara seimbang;
• Regulasi pemilu berpihak pada • Berita TV memihak kepada partai
partai yang berkuasa; pemerintah;
• Regulasi pemilu membatasi hak • Partai politik/kandidat memiliki
warga negara; akses yang adil untuk menyiarkan
2) Prosedur pemilu pesan dan iklan politik;
• Pemilu dikelola dengan baik; • Jurnalis menyajikan liputan yang
• Informasi tentang prosedur adil tentang pemilu;
pencoblosan tersedia dan dapat • Media social digunakan untuk
diakses; mengekspos pelanggaran pemilu;
• Aparat bertindak adil; 7) Keuangan kampanye
• Pemilu dilaksanakan sesuai dengan • Partai politik/candidate memiliki
aturan yang berlaku; akses yang sama terhadap subsidi
dana publik;

Pemilu Demokratis 5

01 JURNAL BAWASLU.indd 5 12/6/17 3:45 PM


• Partai politik/candidate memiliki 11) Penyelenggara pemilu
akses yang sama terhadap donasi • Pihak penyelenggara pemilu tidak
politik; memihak;
• P a r t a i p o l i t i k / k a n d i d a t • P i h a k y a n g b e r w e n a n g
mempublikasikan akuntansi mendistribusikan informasi
keuangan secara transparan; kepada warga;
• Orang kaya membeli pemilu; • Pihak yang berwenang membuka
• A d a s u m b e r d a y a n e g a r a kesempatan kepada publik untuk
disalahgunakan untuk kampanye; menilai kinerjanya;
8) Proses pemungutan suara • Pihak penyelenggara pemilu
• Ada pemilih yang diancam berkinerja baik
dengan kekerasan pada saat hari
pemungutan; Demikianlah keragaman pemaknaan
• Ada manipulasi suara; integritas pemilu yang telah dirumuskan
• Proses pencoblosan mudah; oleh para ahli. Pertanyaan selanjutnya
• Pemilih ditawarkan preferensi adalah, mengapa integritas pemilu itu
pilihan sesuai dengan penting? Bagaimana melakukannya? Dua
keinginannya; segmen berikutnya akan mendiskusikan
• Surat suata lewat pos disediakan; jawaban atas masing-masing pertanyaan
• Fasilitas pencoblosan untuk kaum tersebut.
difabel tersedia;
• Warga negara yang berada di luar 4. Hasil dan Pembahasan
negeri dapat memilih; • Mengapa Integritas Pemilu
• Pe n co b l o s an s ecara onl i ne Penting?
disediakan; Norris dalam bukunya menjelaskan
9) Proses penghitungan suara tentang pentingnya integritas pemilu
• Kotak suara aman; untuk berbagai aspek, seperti legitimasi,
• Hasil diumumkan tanpa adanya karena melalui pemilu yang berintegritas,
penundaan; akan terbangun kepercayaan publik
• Suara dihitung dengan benar; terhadap berbagai lembaga politik.
• Lembaga pengawas internasional Demikian halnya aspek perilaku politik
dibatasi; massa, di mana integritas pemilu dapat
• Lembaga pengawas domestik meningkatkan partisipasi masyarakat
dibatasi; dalam pemilu (voter turnout), keterlibatan
10) Pasca Pemilu masyarakat dalam penyelenggaraan
• Partai politik/kandidat tidak pemerintahan dan mampu meredam
menerima hasil pemilu; aktivitas protes massa. Norris juga
• Pemilu memicu protes yang menyebutkan bahwa integritas pemilu
damai; dapat memfasilitasi penguatan kualitas
• Pemilu memicu protes dengan representasi politik. Konsekuensi lainnya
kekerasan; dari integritas pemilu adalah untuk
• Setiap sengketa diselesaikan mengatasi konflik dan keamanan dan
melalui jalur hukum; manfaat lainnya untuk system politik.

6 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 6 12/6/17 3:45 PM


Lebih lanjut, data yang disajikan Norris adalah akan mengikis dan melemahkan
juga menunjukkan bahwa integritas pemilu sistem demokrasi secara keseluruhan.
berkorelasi dengan transisi rezim, proses Pendapat serupa juga dikemukakan
demokratisasi dan reformasi institusi yang oleh beberapa ahli lainnya tentang
efektif dan damai. Sebaliknya, pemilu dampak negatif yang diakibatkan oleh
yang penuh dengan kecurangan (flawed pemilu yang tidak beritegritas. Selain
elections) melemahkan kepercayaan akan menghilangkan kompetisi antar
di dalam lembaga-lembaga politik. peserta pemilu, menguatnya apatisme
Pada gilirannya, akan berimplikasi pada pemilih, dan ketidakpercayaan terhadap
rendahnya partisipasi masyarakat pada berbagai institusi demokrasi, pemilu yang
saat pemungutan suara, dan bahkan dipenuhi oleh berbagai pelanggaran pada
seringkali memicu protes, kerusuhan akhirnya akan membatalkan pemilu itu
masa dan kekerasan. Kontestasi semu sendiri sebagai sarana untuk mencapai
juga akan memperburuk ketegangan akuntabilitas dan legitimasi pemimpin
antar pendukung pemenang dan yang yang terpilih (Ahmad, et all , n.d; Fortin-
kalah, dan pada akhirnya melemahkan Rittberger, Harfst, & Dingler, 2017).
legitimasi sistem demokrasi (lihat juga
Birch & Muchlinski, 2018). • Faktor Apa yang Mempengaruhi
Norris lebih lanjut mengatakan Integritas Pemilu?
bahwa dalam kondisi tertentu, “persistent
Pe r h at i a n p a ra a h l i s a at i n i
and sustained public disaffection with
tidak hanya pada upaya mengukur
electoral malpractices, coupled with
integritas pemilu saja. Identifikasi
discontent with the broader political
berbagai faktor potensial yang dapat
system, have the capacity to mobilize
menyebabkan terjadinya manipulasi
significant reforms to the electoral
atau malpraktek dalam proses pemilu
process”. Bahkan di beberapa kasus dalam
(electoral malpractice) juga telah menjadi
studi Norris, ketidakpuasan masyarakat
fokus perhatian mereka. Birch dalam
yang berlarut dapat menjadi salah
bukunya menyatakan bahwa memerangi
satu katalis menuju transisi rezim yang
malpraktek pemilu merupakan hal prinsip
revolusioner (dikutip dalam Sahoo, 2015).
yang perlu dilakukan untuk mencapai
Demikian halnya Lehoucq
integritas pemilu (dalam Darnolf & Elklit,
(2003) dengan memfokuskan kepada
2012). Lebih lanjut Birch menjelaskan
kegagalan dalam mencapai pemilu
bahwa para pemimpin terlibat dapat
yang berintegritas disebabkan oleh
terlibat dalam manipulasi pemilu di tiga
terjadinya beragam pelanggaran (electoral
aspek: kelembagaan pemilu; pilihan suara;
fraud) dan manipulasi suara dalam
atau dalam administrasi pemilu dan tata
berbagai bentuknya (ballot-rigging).
cara pemilihan. Adapun penyebab utama
Menurut Lehoucq, kondisi tersebut dapat
dari tindakan malpraktek pemilu tersebut
mengakibatkan menurunnya tingkat
seringkali dipicu oleh tingkat korupsi,
partisipasi masyarakat, menguatnya
ketidaksetaraan (inequality), rendahnya
sentimen publik, yang pada gilirannya
tingkat urbanisasi dan terbatasnya
akan mengganggu stabilitas demokrasi
kebebasan pers, serta lemahnya kapasitas
dan mendiskreditkan pemilu. Puncaknya
untuk melakukan protes. Temuan lainnya

Pemilu Demokratis 7

01 JURNAL BAWASLU.indd 7 12/6/17 3:45 PM


dari studi Birch yang penting adalah including election officials, politicians,
selain dengan merebaknya korupsi, as well as ordinary citizens, to
prevalensi malpraktek dalam pemilu good practice regarding free and
juga berasosiasi dengan lemahnya civil fair elections, which may turn out
society. Studi Birch diakui memberikan especially beneficial in the case of
pelajaran penting untuk mendesain a democratic breakthrough; and,
dan mengimplementasikan beragam arguably, it helps to deter electoral
tindakan untuk secara efektif mencegah, fraud where observers are on the
mendeteksi dan mengatasi malpraktek ground.
pemilu (dalam Darnolf & Elklit, 2012).
Pendapat terakhir yang juga menarik
Studi lainnya yang menarik dilakukan
untuk dibahas di bagian ini adalah dari
oleh Max Bader (2012) yang secara khusus
tulisan Fabrice Lehoucq (2003) yang
membahas tentang kualitas pemilu di
cukup berpengaruh dan banyak disitir
negara-negara post-Soviet. Dijelaskan
oleh para peneliti pemilu. Ditegaskan
bahwa mayoritas pemilu di negara-
oleh Lehoucq bahwa pelanggaran pemilu
negara authoritarian tersebut – Armenia,
merupakan hal lumrah yang ditemui di
Azerbaijan, Belarus, Georgia, Kazakhstan,
banyak system politik. Ada banyak cara
Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan,
yang bisa dilakukan untuk memanipulasi
and Uzbekistan – malpraktek pemilu
suara, mulai dari pelanggaran procedural
terjadi dalam skala yang masiv. Temuan
(procedural violations) sampai kepada
penting dari studi tersebut adalah
tekanan dan paksaan atau pencurian
bahwa malpraktek pemilu terjadi baik
kotak suara pada saat hari pencoblosan.
di negara dengan sistem presidensial
Dari berbagai studi, Lehoucq (2003)
maupun parlementer. Malpraktek pemilu
mencatat beberapa penyebab terjadinya
tersebut juga tidak berkurang signifikan
tindakan pelanggaran dalam pemilu, yakni
dari pemilu ke pemilu. Namun demikian,
berkorelasi dengan upaya melindungi
catatan menarik dari studi tersebut adalah
kepentingan ekonomi; tingginya tingkat
terkait faktor kemauan pilitik (political
persaingan politik; lemahnya tradisi
will) dari pemimpin untuk berkomitmen
warga terlibat dalam aktivitas kolektif,
mengadakan pemilu yang demokratis.
lemahnya civil society organizations
Bader (2012, p. 56) menyebutkan bahwa
(social differentiation); angka kemiskinan
“the failure to organize better-quality
yang tinggi; rendahnya literacy warga
seems to point to a lack of political will
sehingga lemah kapabilitasnya untuk
on the part of the regimes.” Sebaliknya,
melindungi kebebasan sipil, termasuk
Bader (2012, p. 56) melanjutkan,
sistem pemilu proprortional representation
…when political leaders in formerly yang memberikan peluang partai politik
authoritarian states are genuinely untuk melakukan pelanggaran. Dari
committed to holding democratic berbagai studi tersebut, diakui bahwa
elections and consolidating sulit untuk melakukan generalisasi atas
democratic government, …even in penyebab terjadinya pelanggaran dalam
undemocratic contexts: it reinforces pemilu. Namun demikian, satu hal yang
the norm of free and fair elections, pasti menurut Lehoucq (2003, p. 249)
…it exposes large groups of people, adalah bahwa argumentasi mendasar

8 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 8 12/6/17 3:45 PM


dibalik beragam pelanggaran dalam saja, akan tetapi juga mempersiapkan
pemilu adalah “…seems to be that dan menyelenggarakan pemilu yang
incumbents, parties, and machines will demokratis, bebas dan adil, serta
try to get away with anything to retain transparan. EMBs menjadi garda
or obtain control of the state.” Sebuah terdepan dalam mewujudkan pemilu
perspektif tentang karakter politik dari yang berintegritas.
pemilu yang sesungguhnya. Partai politik juga memainkan peran
penting dalam menciptakan pemilu yang
5. Simpulan berintegritas dengan tetap mengikuti
Te r l e p a s d a r i ke b e r a g a m a n peraturan yang berlaku, menghindari
pemaknaan konsep integritas pemilu penyelewengan dan pelanggaran, serta
oleh para ahli di berbagai literatur, satu sekaligus aktif melakukan pengawalan
kesepakatan penting yang terbangun dan atas beragam penanganan kasus pemilu.
sifatnya universal adalah bahwa integritas Partai politik juga memiliki peran dalam
pemilu merupakan aspek penting dalam memperkuat kapasitas kadernya untuk
sebuah sistem demokrasi khususnya. tetap mematuhi aturan main pemilu.
Konsekuensi ketiadaan pemilu yang Keberadaan berbagai Civil Society
berintegritas sangatlah serius, bahkan Organizations (CSOs) dalam bentuk
pada titik tertentu dapat membawa pengamat pemilu domestik yang efektif
kepada delegitimasi pemerintahan yang mengawal dan mengawasi keseluruhan
terpilih dan pada akhirnya memicu proses pemilu juga merupakan faktor
ketidakstabilan politik suatu negara. esensial. Kehadiran CSOs domestik ini
Pembahasan tentang beragam memiliki kelebihan dibanding organisasi
penyebab pelanggaran pemilu yang pengamat pemilu internasional, paling
mengakibatkan pemilu menjadi tidak tidak karena beberapa, pertama,
berintegritas, dapat menjadi dasar menggunakan bahasa lokal, sehingga
pijakan untuk memformulasi tindakan memungkinkan untuk melakukan
pencegahan dan penanganan beragam komunikasi secara efektif dengan berbagai
faktor potensial malpraktek dalam pihak. Kedua, memahami lebih dekat
pemilu. Dalam konteks ini pula, para dinamika politik daerah dan berada
ahli telah mengajukan berbagai strategi dekat dengan konstituen. Ketiga, dapat
yang dipandang potensial untuk mampu dilibatkan sejak dini dalam proses pemilu
mencegah dan mengatasi malpraktek sampai kepada pasca-pemilihan dengan
yang mereduksi integritas pemilu. cakupan geografis yang luas. Namun,
Menurut Darnolf (2011), stakeholders CSOs domestik menghadapi tantangan
penting dalam upaya ini di antaranya terkait netralitas dan profesionalisme,
mencakup institusi penyelenggara pemilu yang dapat mempengaruhi optimalisasi
(electoral management bodies/EMBs), perannya dalam mencegah dan mengatasi
partai politik, institusi pengawas domestik, pelanggaran pemilu.
institusi pengamat internasional dan Sebagaimana halnya institusi
organisasi donor internasional. EMBs pengawas domestik, institusi pengamat
memiliki fungsi strategis tidak hanya pemilu internasional juga dapat
dalam hal penyelenggaraan pemilu memainkan peran penting dalam

Pemilu Demokratis 9

01 JURNAL BAWASLU.indd 9 12/6/17 3:45 PM


mewujudkan pemilu berintegritas. kredibilitas pendaftaran pemilih. Strategi
Umumnya, institusi ini memiliki sarana yang diambil adalah dengan memberikan
dan prasarana yang memadai dalam dukungan kepada institusi pengamat
mengamati proses pemilu, mulai dari domestik, membiayai proyek penguatan
metodologi, logisltik, strategi humas, dank civil society, mengirimkan pengamat
ode etik para pengamatnya. Kemampuan pemilu internasional, memperbaiki
institusi pengamat pemilu internasional kapasitas partai politik lewat suntikan
ini umumnya diakui oleh para politisi, dana, dan mengirimkan pengawas pada
apparat pemerintah, dan personel EMBs. saat pemungutan dan penghitungan
Stakeholder terakhir sebagai penjaga suara. Darnolf (2011) juga menekankan
integritas pemilu adalah lembaga donor pentingnya EMBs sebagai elemen yang
internasional. Lembaga ini telah menjadi menjadi leading sector dalam melakukan
garda utama dalam mendiseminasikan fraud risk assessment, menyusun rencana
standar internasional pemilu berintegritas. strategis pengawasan, memahami seluk-
Berbagai lembaga donor internasional beluk operasional, serta menyususn
telah secara intensif mendiseminasikan pedoman aksi yang bisa dilakukan
p e nt i n g nya p ro s e s p e m i l u ya n g untuk memperkuat fungsinya dalam
transparan, perlunya meredam kekerasan memberantas tindakan pelanggaran.
politik, meningkatkan partisipasi pemilih, Dengan demikian, keberfungsian secara
memperkuat kompetisi, memperbaiki efektif masing-masing stakeholder
partisipasi perempuan baik sebagai pemilih tersebut, menjanjikan terwujudnya
maupun kandidat, serta meningkatkan integritas pemilu.

10 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 10 12/6/17 3:45 PM


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, S., Mustafa, M., Ullah, A., Shoaib, M., Mushtaq, M., & Ali, W. (n.d). Role
of Types of Electoral Rigging, Socio-economic Status, Politics and Voting
Behavior in Formation of Attitude towards Electoral Integrity. Transforming
Government: People, Process and Policy.
Bader, M. (2012). Trends and Patterns in Electoral Malpractice in Post-Soviet Eurasia.
Journal of Eurasian Studies, 3, 49-57.
Birch, S., & Muchlinski, D. (2018). Electoral Violence: Patterns and Trends. In H. A.
Garnett, & M. Zavadskaya, Electoral Integrity and Political Regimes (p. Chapter
6). New York: Routledge.
Darnolf, S. (2011, Maret). Assessing Electoral Fraud in New Democracies: A New
Strategic Approach. Retrieved November 07, 2017, from International
Foundation for Electoral Systems: https://www.ifes.org/sites/default/files/
electoral_fraud_series_darnolf.pdf
Darnolf, S., & Elklit, J. (2012). Electoral Malpractice. Democratization, 19(6), 1168-1172.
Elklit, J., & Reynolds, A. (2014). Judging Elections and Election Management Quality
by Process. Representation, 189-20.
Elklit, J., & Svensson, P. (1997). What Makes Elections Free and Fair? Journal of
Democracy, 8(3), 32-46.
Fortin-Rittberger, J., Harfst, P., & Dingler, S. C. (2017). The Costs of Electoral Fraud:
Establishing the Link between Electoral Integrity, Winning an Election, and
Satisfaction with Democracy. Journal of Elections, Public Opinion and Parties,
1-19.
Ham, C. v. (2015). Getting elections right? Measuring Electoral Integrity.
Democratization, 22(4), 714-737.
Lehoucq, F. (2003). Electoral Fraud: Causes, Types, and Consequences. Annual Review
of Political Science, 6, 233–256.
Levin, I., & Alvarez, R. M. (2012). Introduction to the Virtual Issue: Election Fraud
and Electoral Integrity. Political Analysis, 20(V4), 1-7.
Mozaffar, S., & Schedler, A. (2002). The Comparative Study of Electoral Governance:
Introduction. International Political Science Review, 23(1), 5-27.
Munck, G. L., & Verkuilen, J. (2002). Conceptualizing and Measuring Democracy:
Evaluating Alternative Indices. Comparative Political Studies, 35(5), 5-34.
Norris, P., Frank, R. W., & Martínez, F. (2014, Oktober). Measuring Electoral Integrity
around the World: A New Dataset. Political Science & Politics, 47(4), 789-798.
Pastor, R. A. (1999). The Role of Electoral Administration in Democratic Transitions:
Implications for Policy and Research. Democratization, 6(4), 1-27.
Sahoo, S. (2015). Why Electoral Integrity Matters, by Pippa Norris. Democratization,
22(6), 1158-1159.
The Electoral Integrity Project. (n.d). The PEI Questionnaire. Retrieved November 07,
2017, from The Electoral Integrity Project: https://www.electoralintegrityproject.
com/pei-core-survey-items/

Pemilu Demokratis 11

01 JURNAL BAWASLU.indd 11 12/6/17 3:45 PM


12 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 12 12/6/17 3:45 PM


Jurnal Bawaslu
ISSN 2443-2539
\Solihah, R&Witianti, S.
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 13-33

PERMASALAHAN DAN UPAYA MEWUJUDKAN


PEMILU DEMOKRATIS DI INDONESIA PASCA REFORMASI

Ratnia Solihah
Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia, ratnia@unpad.c.id

Siti Witianti
Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia, siti_witianti@yahoo.com

ABSTRACT

This paper examines the problems and efforts to achieve democratic elections in post-
reform Indonesia, including in the context of legislative elections, direct election of the
president and direct local election. Sticking to the democratic election concepts, this
paper identifies the various issues that arise in the conduct of elections and how it
undertakes to bring about democratic elections in post-reform Indonesia. In this study
a qualitative approach is used through literature studies and documentation related to
the problems and efforts to achieve democratic elections in post-reform Indonesia. The
results of the study indicate that the problems that often arise in post-reform elections
in Indonesia include money politics and black campaigns, political transactions,
professionalism of election organizers, the quality and capabilities of election
participants or political parties, apathy and pragmatism in the political participation
of the community, and horizontal conflicts. To conduct democratic elections in post-
reform Indonesia, a number of improvements have been made, namely with election
improvement systems, electoral governance and electoral law enforcement. Some of
these improvements are not necessarily able to overcome all the problems that arise in
the election (and elections), especially related to various election violations committed
by election organizers, election participants or political parties and the community
itself. Therefore, to realize democratic elections in Indonesia it is necessary to make
various efforts that must be done by all parties by taking into account several factors
involved in the election, namely regulations or regulations governing them, electoral
and bureaucratic organizers, political parties and / or election participants, as well as
understanding, awareness and responsibility of citizens or political participation of the

Pemilu Demokratis 13

01 JURNAL BAWASLU.indd 13 12/6/17 3:45 PM


community. In addition, stakeholders also play a role in providing solutions to overcome
and minimize the problems that hinder the realization of democratic elections.

Keywords
Democratic Elections, Issues, Efforts

ABSTRAK
Tulisan ini mengkaji permasalahan dan upaya mewujudkan pemilu demokratis di
Indonesia pasca reformasi, termasuk dalam konteks pemilu legislatif, pemilihan
presiden dan pilkada yang dilaksanakan secara langsung. Berpegang pada konsep-
konsep pemilu demokratis, tulisan ini mengidentifikasi berbagai permasalahan yang
muncul dalam penyelenggaraan pemilu dan bagaimana upaya yang dilakukannya
untuk mewujudkan pemilu demokratis di Indonesia pasca reformasi. Dalam kajian ini
digunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur dan dokumentasi yang terkait
dengan permasalahan dan upaya mewujudkan pemilu demokratis di Indonesia pasca
reformasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa permasalahan yang kerap muncul dalam
pemilu di Indonesia pasca reformasi antara lain money politics dan black campaign,
profesionalitas penyelenggara pemilu, politisasi birokrasi, kualitas dan kapabilitas
peserta pemilu atau partai politik, apatisme dan pragmatisme dalam partisipasi
politik masyarakat, serta konflik horizontal. Untuk menyelenggarakan pemilu
demokratis di Indonesia pasca reformasi, telah dilakukan sejumlah perbaikan, yaitu
dengan adanya sistem perbaikan pemilu, tata kelola pemilu dan penegakan hukum
pemilu. Beberapa perbaikan tersebut tidak serta merta mampu mengatasi seluruh
permasalahan yang muncul dalam pemilu (dan pilkada), terutama terkait berbagai
pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu atau
partai politik maupun masyarakat sendiri. Oleh karenanya, untuk mewujudkan pemilu
demokratis di Indonesia perlu berbagai upaya yang harus dilakukan oleh semua pihak
dengan memperhatikan beberapa faktor yang terlibat dalam pemilu, yaitu regulasi
atau peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, penyelenggara pemilu dan
birokrasi, partai politik dan/atau peserta pemilu, serta pemahaman, kesadaran dan
tanggung jawab warga masyarakat atau partisipasi politik masyarakat. Selain itu
pemangku kepentingan (stakeholders) pun berperan dalam memberikan solusi untuk
mengatasi dan meminimalisir permasalahan yang menghambat terwujudnya pemilu
demokratis.

Kata Kunci
Pemilu yang Demokratis, Permasalahan, Upaya

14 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 14 12/6/17 3:45 PM


1. Pendahuluan terlibat, baik penyelenggara pemilu,
Pemilu merupakan salah satu peserta, pemilih, bahkan pemerintah.
indikator dalam mengukur demokratisnya Oleh karenanya dalam mengukur
pemerintahan suatu negara saat ini. penyelenggaraan pemilu yang demokratis,
Tidaklah dapat dipungkiri bahwa tidak dapat dilepaskan dari bekerjanya
saat sistem demokrasi mendapatkan berbagai komponen penyelenggaraan
perhatian yang luas dari warga dunia, pemilu itu sendiri yang meliputi regulasi
penyelenggaraan pemilu yang demokratis yang mengaturnya, penyelenggara pemilu,
menjadi syarat penting dalam proses birokrasi, partisipasi politik masyarakat,
pembentukan kepemimpinan sebuah serta partai politik atau peserta pemilu,
negara. Hal ini berlaku untuk setiap dimana bekerjanya berbagai komponen
negara yang menganut prinsip-prinsip pemilu tersebut harus memenuhi prinsip-
demokrasi dalam proses penyelenggaraan prinsip atau parameter pemilu yang
kekuasaannya, tak terkecuali bagi demokratis.
Indonesia. Dalam mewujudkan pemilu yang
Bagi Indonesia, pemilu merupakan demokratis tidaklah mudah, karena
salah satu tolok ukur berjalannya dalam implementasinya ditentukan oleh
demokratisasi, karena itu pemilu harus bekerjanya berbagai komponen tersebut
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip disertai munculnya berbagai masalah yang
demokrasi sebagaimana terdapat dalam dapat menghambat terselenggarakannya
ketentuan UUD 1945, dimana pemilu pemilu yang demokratis khususnya pada
dilaksanakan secara langsung, umum, pemilu di Indonesia pasca reformasi, baik
bebas, rahasia, jujur dan adil, sesuai dengan itu dalam konteks pemilihan legislatif,
kaidah-kaidah universal penyelenggaraan pemilihan presiden dan pemilihan kepala
pemilu yang demokratis. daerah (pilkada) secara langsung.
Terkait dengan pentingnya pemilu Untuk itu perlu dilakukan berbagai
dalam proses demokratisasi tersebut, upaya yang melibatkan semua pihak,
maka penting untuk mewujudkan sehingga penyelenggaraan pemilu
pemilu yang memang benar-benar yang demokratis tidak hanya angan-
mengarah pada nilai-nilai demokrasi angan saja bagi Indonesia. Hal tersebut
dan mendukung demokrasi itu sendiri. dilakukan tidak saja berorientasi pada
Artinya, pentingnya pemilu yang dapat hasil pemilu saja, namun juga pada proses
menyalurkan dan mewujudkan aspirasi penyelenggaraannya yang melibatkan
suara rakyat dalam berbagai kebijakan berbagai pihak perlu diperbaiki sesuai
penyelenggaraan negara, bukan hanya dengan prinsip-prinsip pemilu yang
secara formal pemberian legitimasi demokratis.
pemegang kekuasaan. Dengan begitu Berdasarkan uraian di atas, penulis
keberhasilan pemilu yang dilaksanakan merumuskan masalah sebagai berikut:
merupakan kemenangan bagi semua Apa saja permasalahan dan upaya dalam
komponen bangsa, bukan hanya milik mewujudkan pemilu yang demokratis di
kemenangan peserta pemilu. Indonesia pasca reformasi?
Untuk mewujudkan hal tersebut,
selain pemilu dilaksanakan secara 2. Metode Penelitian
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan Dalam kajian ini penulis menggunakan
adil, pemilu juga mengikat keseluruhan metode pendekatan kualitatif melalui
proses pemilu dan semua pihak yang studi literature dan dokumentasi yang

Pemilu Demokratis 15

01 JURNAL BAWASLU.indd 15 12/6/17 3:45 PM


terkait dengan permasalahan dan upaya pemerintah harus bertanggung jawab
mewujudkan pemilu demokratis di kepada keinginan rakyat.
Indonesia pasca reformasi. Studi literature Mengenai demokrasi, Anders Uhlin
dilakukan dengan mengumpulkan dan (Suhud, 1998, hlm. 33) mengemukakan
mereview literature yang relevan dengan adanya dua pendekatan berbeda terhadap
permasalahan yang dikaji, sedangkan konsep demokrasi, yaitu: sebagai tujuan
dokumentasi dilakukan dengan mereview dan sebagai label bagi sistem politik yang
berbagai kebijakan peraturan perundang- ada. Teori normatif berkenaan dengan
undangan maupun dokumen lainnya demokrasi sebagai tujuan, menjelaskan
sebagai data sekunder yang menunjang cara (resep) tentang bagaimana
pembahasan dan analisisnya. demokrasi seharusnya, sedangkan teori
empiris menjelaskan demokrasi terkait
3. Perspektif Teori dengan sistem politik yang ada (deskripsi
Demokrasi adalah pemerintahan oleh tentang apa demokrasi itu sekarang).
rakyat, yakni sebuah sistem yang tegak di Normativitas demokrasi bertujuan
atas prinsip kedaulatan rakyat, dengan dua untuk memberi ruang kontrol rakyat
nilai pokok yang melekat padanya, yaitu: terhadap urusan-urusan publik atas
kebebasan (liberty) dan kesederajatan dasar kesetaraan politik dan solidaritas
(equality). Kebebasan di sini diartikan antara warga negara yang mensyaratkan
kebebasan yang bertanggung jawab serta seperangkat prinsip umum tentang hak
bergerak dalam batas-batas konstitusi, dan kemampuan bagi semua orang untuk
hukum dan etika. Kesederajatan mencakup berpartisipasi, otorisasi, representasi dan
lapangan hukum, ekonomi, sosial dan bertanggungjawab secara transparan
politik. Lawan dari kebebasan adalah (Beetham, 1999, hlm. 12).
pengekangan, dominasi dan kesewenang- Berdasarkan prinsip-prinsip, unsur-
wenangan. Lawan dari kesederajatan unsur dan pendekatan terhadap konsep
adalah diskriminasi dan ketidakadilan demokrasi sebagaimana diungkapkan atas,
(Sukriono, 2009, hlm. 8-37). maka dalam suatu pemerintahan yang
Terkait dengan hal tersebut, Lyphard menganut sistem demokrasi, mensyaratkan
(Kartiko, 2009, hlm. 3) berpendapat seperangkat instrument, meliputi: (i) pemilu
bahwa sebuah negara dapat dikatakan yang demokratis, keterwakilan, pemerintah
demokrasi paling tidak memenuhi yang responsif dan bertanggung jawab;
beberapa unsur, yaitu: 1) adanya suatu (ii) konstitusi atau hukum yang menjamin
kebebasan untuk membentuk dan kesetaraan, kepastian hukum dan keadilan;
menjadi anggota perkumpulan; 2) Adanya dan (iii) partisipasi masyarakat dalam
kebebasan menyatakan pendapat;. 3) segala bentuk, baik media, seni, maupun
Adanya hak untuk memberikan suara organisasi masyarakat sipil yang bebas
dalam pemungutan suara; 4) adanya dan berorientasi demokratis. Prasyarat
kesempatan untuk dipilih atau menduduki efektifnya suatu sistem demokrasi adalah
berbagai jabatan pemerintah atau independensi atau kemandirian dan
negara; 5) Adanya hak bagi para aktivis korespondensi atau kesesuaian antara
politik berkampanye untuk memperoleh definisi resmi demos yakni dengan
dukungan atau suara; 6) Adanya pemilihan bagaimana masyarakat mengidentifikasi
yang bebas dan jujur; 7) Terdapat berbagai diri mereka dalam urusan publik dalam
sumber informasi; 8) Semua lembaga arti kratos. Hal inilah yang pada akhirnya
yang bertugas merumuskan kebijakan mengacu pada responsifitas representasi
(Betham, 2002, hlm. 37-39)

16 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 16 12/6/17 3:45 PM


Mengenai pemilu yang demokratis Dengan mengacu pada parameter
Surbakti dengan merujuk pendapat dari pemilu demokratis yang ditawarkan oleh
Electoral Integrity Group mengemukakan Electoral Integrity Group (EIG) dan Komisi
bahwa keadilan pemilu merupakan Global di atas, Surbakti mengemukan
parameter pemilu demokratis. Pengertian bahwa pemilu yang demokratis adalah
keadilan pemilu menurut Electoral pemilu yang adil dan berintegritas,
Integrity Group (EIG) dikembangkan yaitu dengan menggabungkan electroral
secara lebih luas daripada yang justice dan electoral integrity sebagai
dikemukakan International IDEA. Keadilan parameter pemilu demokratis. Dengan
pemilu bagi International IDEA lebih demikian, Makna pemilu berkualitas
menekankan pada sistem penyelesaian dan berintegritas pada dasarnya telah
sengketa pemilu yang adil dan tepat terangkum dalam pengertian pemilu
waktu, yang belakangan ditambah demokratis yang mensyaratkan minimal
unsur sistem merespon pengaduan dua hal yakni bebas dan adil atau free
(International IDEA, 2010). and fair election.
Sedangkan keadilan pemilu menurut Dalam kaitannya dengan
EIG terdiri atas 11 prinsip, dimana penyelenggaraan pemilu yang demokratis di
rangkaian penyelenggaraan pemilu akan Indonesia, dimana pemilu yang demokratis
dapat dikategorikan berdasarkan keadilan mengandung makna pemilu berintegritas
jika integritasnya tinggi, melibatkan dan adil, Surbakti mengemukakan bahwa
banyak warga, berdasarkan hukum 7 (tujuh) kriteria pemilu yang adil dan
berkepastian tinggi, imparsial dan adil, berintegritas, yaitu: 1) Kesetaraan antar
profesional dan independen, transparan, warga negara, baik dalam pemungutan
tepat waktu sesuai dengan rencana, tanpa suara maupun dalam alokasi kursi DPR dan
kekerasan atau bebas dari ancaman dan DPRD dan pembentukan daerah pemilihan.
kekerasan, teratur, dan peserta pemilu 2) Kepastian hukum yang dirumuskan
menerima wajar kalah atau menang. berdasarkan asas pemilu demokratis. 3)
(Budiman, 2015, hlm. 1). Persaingan bebas dan adil antar kontestan
Terkait dengan pemilu yang pemilu. 4) Partisipasi seluruh pemangku
demokratis, Global Commision on kepentingan dalam seluruh rangkaian
Election, Democracy and Security penyelenggaraan tahapan pemilu. 5) Badan
Commision on Election, Democracy penyelenggara pemilu yang profesional,
and Security yang dipimpin oleh Kofi A. independen dan imparsial. 6) Integritas
Annan menawarkan parameter lain untuk pemungutan, penghitungan, tabulasi dan
pemilu yang demokratis, yaitu integritas pelaporan suara pemilu. 7) Penyelesaian
pemilu. Komisi ini mengemukakan 3 sengketa pemilu yang adil dan tepat
indikator pemilu berintegritas. Pertama, waktu. (Surbakti, 2014).
pemilu berdasarkan prinsip demokrasi
dengan hak pilih yang berlaku umum dan 4. Hasil dan Pembahasan
kesetaraan politik seperti digambarkan a. Permasalahan Dalam Mewujudkan
dalam Deklarasi Umum HAM dan
Pemilu Demokratis di Indonesia
Perjanjian Internasional tentang Hak-hak
Sipil dan Politik. Kedua, persiapan dan
Pasca Reformasi
pelaksanaannya profesional, imparsial dan Terselenggaranya pemilu sebagai salah
transparan. Ketiga, kepatutan dan praktik satu syarat berlangsungnya demokrasi
etika menuntun seluruh siklus pemilu. tidaklah selalu berjalan secara demokratis.
(Surbakti, 2014) Hal tersebut disebabkan adanya berbagai

Pemilu Demokratis 17

01 JURNAL BAWASLU.indd 17 12/6/17 3:45 PM


permasalahan yang mempengaruhi rekrutmennya sarat dengan pragmatisme
dalam penyelenggaraan pemilu itu (Rawung, 2016, hlm. 230-232).
sendiri. Beberapa permasalahan yang Money politics juga merupakan
kerap ditemui dalam penyelenggaraan pelanggaran yang seringkali dilakukan
pemilu antara lain, money politics partai politik agar pemilih memilih kader
dan black campaign, transaksi politik, yang diusungnya terutama pada masa
profesionalitas penyelenggara pemilu, tenang menjelang pemilihan berlangsung.
kualitas dan kapabilitas peserta pemilu Menurut laporan akhir penelitian Rumah
atau partai politik, apatisme dan Pemilu tentang pelaksanaan pemilu
pragmatisme dalam partisipasi politik 2014 bahwa “Politik uang” adalah frase
masyarakat serta konflik horizontal. yang umum digunakan di Indonesia
Permasalahan tersebut dari satu untuk menyebut berbagai masalah
pemilu ke pemilu lainnya kerap muncul terkait pembelian suara dan manipulasi
dengan derajat permasalahan yang kepemiluan menggunakan uang. Menurut
berbeda-beda, yang dampaknya dapat survei LSI-IFES bulan Desember 2013, 84%
mempengaruhi kurang demokratisnya responden menyatakan bahwa mereka
penyelenggaraan pemilu, bahkan dapat memiliki sangat sedikit pengalaman terkait
mencederai hasil dari pemilu tersebut. pembelian suara. Media melaporkan
bahwa praktek politik uang semakin
a. Money politics dan black campaign, marak mendekati hari pemilu, termasuk
transaksi politik ditemukannya kandidat yang membagikan
Isu money politics merupakan amplop berisi uang atau bingkisan berisi
persoalan klasik yang selalu hadir dalam sembako dalam kegiatan kampanye.
pusaran menjelang serta saat pelaksanaan Pemantau pemilu domestik melaporkan
pilkada dan seolah-olah menjadi tabiat bahwa praktek - praktek tersebut masih
buruk yang sulit dihilangkan, terbungkus ditemukan di Hari Pemilu, di mana suara
dengan berbagai ragam cara dan bentuk, dibeli dengan harga antara Rp. 10.000
yang menjadikan money politics sangat – 200.000. Sumber lainnya menyatakan
sulit untuk dideteksi. Sebagai contoh bahwa tokoh masyarakat ternama dibayar
pemberian sejumlah uang dari pasangan oleh parpol untuk mengumpulkan suara
calon paslon) dengan alasan sumbangan untuk parpol tersebut di TPS-TPS tertentu
atau partisipasi kepada masyarakat dan kemudian dibayar sesuai jumlah
menyebabkan sulitnya membedakan suara sah yang berhasil dikumpulkan.
antara money politics dengan sumbangan. Praktek-praktek tersebut juga marak
Fenomena maraknya politik uang terjadi pada pilkada serentak tahun 2015.
mempertegas adanya hubungan simbiosis (Rumah Pemilu, 2014, hlm. 6-7)
mutualisme antara partai politik, paslon, Pola praktik money politics lainnya
tim sukses , simpatisan dan bahkan juga dapat dilihat melalui temuan dari
masyarakat sendiri. Para pihak saling kajiannya Putra (2016, hlm. 270-273),
mengambil keuntungan dari politik yaitu:
transaksional tersebut. Hal tersebut Pertama, dilihat dari siapa yang
memperlihatkan wajah buruk parpol, melakukan. Politik uang berkaitan
yang seharusnya mewujudkan demokrasi dengan siapa yang melakukan atau
yang memiliki legitimasi dan berintegritas, siapa yang memberikan. Secara umum,
justru partai politik dalam menentukan politik uang akan dilakukan oleh calon
pemimpin yang berkualitas proses kepada masyarakat. Namun dalam
pelaksanaannya tidak semua berlangsung

18 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 18 12/6/17 3:45 PM


seperti itu. Dalam kategori ini, dapat Kedua, dilihat dari bagaimana
diklasifikasikan sebagai berikut: cara melakukan. Praktik money politics
a. Dilakukan langsung oleh calon, artinya dilakukan dengan berbagai macam cara,
politik uang baik berupa uang, barang yaitu:
atau jasa dilakukan langsung oleh a. Dengan mendatangi langsung para
calon. Pola ini sering ditemui ketika pemilih. Pola ini sering digunakan
calon melakukan kunjungan tatap saat memasuki hari pemilihan. Pola
muka langsung kepada masyarakat. ini disebut sebagai serangan fajar.
Bisa dalam bentuk sumbangan, b. S u m b a n ga n p a d a p e s ta d a n
biasanya diberikan kepada kelompok permainan anak nagari. Pesta
masyarakat untuk kepentingan dan permainan anak nagari bsiasa
kelompok, seperti bantuan untuk dialkukan peda waktu tertentu,
sarana umum. Pemberian langsung seperti pesta perkawinan, menyambut
juga dilakukan saat menyerahkan hari-hari bersejarah masa panen,
bantuan kepada tokoh masyarakat. dan sebagainya. Kegiatan dilakukan
b. Dilakukan melalui tim sukses. Pola secara massal dan bernetk hiburan
money politics ini menggunakan atau perlombaan. Memasuki masa
tim sukses sebagai eksekutor yang pilkada, pesta dan permainan rakyat
dinilai akan lebih efektif, karena bisa sering dijadikan calon sebagai media
menjangkau daerah lebih luas juga untuk mensosialisasikan diri dan
dalam banyak hal dapat membangun mendekatkan diri dengan masyarakat,
interaksi lebih dekat dengan pemilih. dimana calon memberikan sumbangan
Hal tersebut senada dengan uang dan hadiah untuk kegiatan
apa yang disampaikan oleh mantan tersebut. Sebagai gantinya, calon
anggota panwaslu bahwa “Politik diberikan penghormatan untuk
uang terjadi melalui jaringan yang membuka acara dan memperkenalkan
terstruktur, misalnya setiap kandidat diri kepada masyarakat.
tentunya memiliki tim sukses, bahkan Ketiga, traktiran. Dalam pesta
tim sukses tersebut banyak yang demokrasi traktiran mengandung makna
tidak terdaftar di KPU. Melalui lebih dari sekedar membayarkan makan
jaringan inilah para kandidat masuk atau minum seseorang. Bagi calon
ke rumah-rumah membagikan uang mentraktir dilakukan untuk menarik
(Putra, 2016, hlm. 271). simpati dari pemilih. Bahkan si calon
c. Dilakukan melalui tokoh masyarakat. sengaja datang ke tempat-tempat umum
Calon dan tim sukses mencari dan seperti kedai-kedai untuk sekedar ngobrol
mendekati tokoh masyarakat, dan dan kemudian mentraktir orang yang ada
melalui tokoh masyarakat tersebut di sana.
bantuan diberikan. Cara seperti ini Keempat, sumbangan untuk sarana
juga dinilai sangat efektif. Selain ibadah dan sarana publik. Sarna umum
tidak memakan waktu lama, juga yang sering menjadi sasaran praktik
ada kalanya efektif untuk mendapat money politics dalam pola seperti ini,
suara, karena tokoh masyarakat adalah biasanya berhubungan dengan
dalam beberapa komunitas tidak fasilitas sosial dan keagamaan seperti
hanya dituakan dalam urusan jalan, pos ronda, posko karang taruna,
keseharian, tetapi juga menjadi perbaikan masjid, mushola, panti asuhan
referensi politik bagi pemilih. dan madrasah.

Pemilu Demokratis 19

01 JURNAL BAWASLU.indd 19 12/6/17 3:45 PM


Sementara itu, terkait dengan Merujuk pada laporan Indeks
permasalahan black campaign dalam Kerawanan Pilkada 2015 Bawaslu, ada
pemilu (pilkada) dapat ditunjukkan tiga variabel yang menjadi fokus perhatian
melalui hasil studi dokumentasi awal berkaitan dengan profesionalitas
Januru. Menurutnya, dari beberapa media penyeleng-garan pemilu (Bawaslu, 2015,
cetak dan elektronik dapat diketahui hlm. 3), yaitu:
bahwa aktivitas black campaign terjadi a. Anggaran pilkada, perubahan beban
pada Prabowo dan Jokowi sebagai capres anggaran yang semula dibebankan
2014, black campaign yang ditujukan pada APBN menjadi kepada APBD
kepada pasangan Prabowo-Hatta ini telah membuat sebagian jadwal
berkaitan dengan isu pelanggaran HAM d a e ra h t e r ga n g g u d i t a m b a h
(Hak Asasi Manusia) yang dilakukan oleh dengan pengaruh incumbent yang
Prabowo Subianto selaku Danjen Kopasus menciptakan konflik kepentingan
pada tahun 1998 yang membuat beberapa akibat perubahan beban anggaran
aktivis HAM diculik dan meninggal dunia. tersebut;
Hasil Black campaign tersebut berdampak b. Netralitas penyelenggara, dimana
pada penurunan jumlah suara pada proses rekrutmen penyelenggara
pasangan Prabowo-Hatta (Januru, 2016, pemilu tidak lepas dari intervensi
hlm. 53). dan dukungan politik kelompok
Sedangkan Tiga black Campaign yang tertentu menjadi celah pelanggaran
menyerang Jokowi antara lain: etik yang mungkin terjadi, dimana
1. Jokowi diserang dengan tulisan pada pilkada serentak 2015 ada 222
yang dimuat di tabloid obor rakyat. petahana yang kembali mencalonkan
Pada edisi pertama, 5-11 Mei diri;
2014, halaman muka tabloid obor c. Kualitas dan akurasi Daftar Pemilih
rakyat menampilkan judul  Capres Tetap (DPT), yang masih menjadi
Boneka  dengan karikatur Jokowi persoalan klasik yang menyebabkan
sedang mencium tangan Megawati salah satu ruang untuk memanipulasi
Sukarnoputri. suara.
2. Jokowi lebih dulu diserang dengan Hal tersebut senada dengan apa yang
isu keturunan Tionghoa dan agama dikemukakan oleh Ervianto, bahwa kasus
Kristen. Jokowi disebut sebagai pelanggaran pemilu atau pilkada yang
keturunan Cina yang bernama Wie melibatkan penyelenggara pemilu dalam
Jo Koh. penyelenggaraannya antara lain meliputi
(Faqih, 2014) berbagai persoalan seperti manipulasi
pemilih baik dalam hal penyusunan
b. Profesionalitas Penyelenggara Pemilu DPT yang tidak akurat sehingga dapat
Faktor lainnya yang perlu menghilangkan hak pilih masyarakat;
diperhatikan untuk mewujudkan pemilu logistik pemilu, surat suara, formulir-
demokratis adalah Penyelenggara Pemilu. formulir, dan lainnya, dimana kualitas
Penyelenggara pemilu ini meliputi Komisi logistik tidak sesuai dengan aturan dan itu
Pemilihan Umum (KPU) dan Badan dapat merusak kredibilitas penyelenggara
Pengawas Pemilu (Bawaslu), dimana pemilu. Selain itu, ada juga permasalahan
keduanya merupakan satu kesatuan aturan teknis pencoblosan yang dinilai
fungsi penyelenggaraan pemilu. rawan dan berpotensi memunculkan

20 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 20 12/6/17 3:45 PM


ghost voters, dan berpengaruh terhadap c. Politisasi Birokrasi
partisipasi politik pemilih dalam pilkada Selain penyelenggara pemilu, birokrasi
(Ervianto, 2017) merupakan salah satu pihak yang turut
Selain yang dikemukakan oleh mempengaruhi penyelenggaraan pemilu
B a w a s l u d a n E r v i a n t o, m a s a l a h (pilkada) yang demokratis. Fenomena
pelanggaran pilkada serentak 2015 politisasi birokrasi dalam kaitannya
dari keseluruhan tahapan dikemukakan dengan penyelenggaraan pemilu atau
oleh Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu pilkada dapat kita lihat dalam beberapa
dan Demokrasi (Perludem), Khairunisa hal berikut (Martini, 2013), yaitu:
Nur Agustiyati, pada pilkada serentak Pertama, mempolitisir fasilitas
2015 ditemukan 140 pelanggaran negara. Politisasi birokrasi berupa
yang terbagi ke dalam lima kategori penggunaan fasilitas negara sangat bisa
diantaranya kekerasan pelaksanaan dilihat menjelang pemilihan umum.
pilkada, logistik pilkada, pelanggaran Beberapa hasil penelitian melaporkan
pidana dalam pelaksanaan pilkada, adanya fasilitas negara yang turut dipakai
pelanggaran administrasi dan sengketa pada saat proses rapat-rapat konsolidasi,
pencalonan. Pelang garan pidana lobi politik dengan partai politik lain, dan
merupakan pelanggaran terbanyak kampanye (mobilisasi massa). Fasilitas
dengan ditemukannya 54 temuan. Urutan negara yang biasanya dimanfaatkan
kedua adalah logistik dengan 36 temuan, adalah mobil dinas, pakaian dinas, dan
salah satu bentuk pelanggarannya adalah ruang-ruang rapat (gedung) milik negara.
tidak disebarkannya undangan pemilihan Penggunaan fasilitas negara ini bisa
formulir C6 untuk pemilih. Urutan ketiga dilakukan oleh birokrat-birokrat yang
adalah pelanggaran administrasi dengan sedang menjalani proses politik (pemilu/
25 temuan, sedangkan pelanggaran pilkada).
kekerasan di urutan keempat dengan Kedua, Memobilisasi pegawai
13 temuan, dan sengketa pencalonan negeri pada saat pemilu dan pilkada.
berada di urutan terakhir dengan 12 Dalam setiap pemilu, suara pegawai
temuan. (Pasaribu, 2015). negeri menjadi salah satu modal yang
Pemilihan legislatif dan pemilihan menjanjikan. Pemanfaatan suara pegawai
presiden yang secara umum dinilai negeri ini jelas sangat mudah bagi
baik pun, tidak luput dari masalah kandidat incumbent. Dengan iming-iming
yang harus diperbaiki penyelenggara janji akan diberi jabatan atau perintah
pemilu. Berdasarkan hasil survey Rumah untuk mendukung atasannya, mobilisasi
Pemilu 2014, masalah-masalah yang pegawai negeri pada saat pemilu dan
paling sering muncul adalah informasi pilkada sangat banyak terjadi baik proses
mengenai prosedur Pemilu (24 persen), pemilihan di tingkat kabupaten/kota,
proses pendaftaran pemilih (15 persen), propinsi, dan juga pusat.
validitas hasil pemungutan suara Ketiga, Adanya Kompensasi Jabatan.
selama proses rekapitulasi bertingkat Kompensasi jabatan ini banyak terjadi
(9 persen), kelayakan fasilitas TPS dan mudah dilihat di tingkat pusat. Salah
(8 persen), kompetensi KPPS, dan satunya adalah fenomena masuknya
informasi mengenai waktu dan tempat aktor-aktor politik baru ke dalam sistem
mencoblos (5 persen).(Rumah Pemilu, pemerintahan. Contohnya adalah adanya
2014, hlm. 6-7) koalisi dalam kabinet dimana di situ
terlihat partai-partai yang bersedia

Pemilu Demokratis 21

01 JURNAL BAWASLU.indd 21 12/6/17 3:45 PM


berkoalisi dengan Partai pemenang 1. Penyalahgunaan fasilitas daerah oleh
dalam pilpres mendapatkan jatah kursi calon inkumben. Bawaslu menemukan
di kabinet. Di daerah, jabatan jabatan sejumlah alat peraga (baliho, spanduk)
strategis (sekda, kepala biro, kepala yang dipasang calon inkumben untuk
dinas, kepala kantor, kepala badan) mempromosikan dirinya, bukan
menjadi ajang lobi politik antara partai program daerah. Ini jelas melanggar
pemenang dengan partai-partai lainnya. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
Dampak yang muncul dari kompensasi Pasal 71 ayat 2.
jabatan antara penguasa dan partai politik 2. Keterlibatan dan mobilisasi PNS
adalah terganggunya kinerja birokrasi saat deklarasi atau pendaftaran
yang seharusnya memegang teguh berlangsung di KPU daerah. Selain itu,
merit system (berdasar profesionalisme). ada beberapa pejabat tinggi daerah
Karena sebenarnya banyak birokrat yang hadir mengantarkan pendaftaran
profesional, tetapi kalah dengan birokrat pasangan calon.
lain yang punya dukungan dari partai- 3. Adanya politik uang atau mahar
partai politik. dalam pencalonan kepala daerah.
Politisasi birokrasi dapatlah dilihat Beberapa bakal calon mengaku gagal
sebagai gejala melibatkan birokrasi mendapat rekomendasi dari partai
secara langsung atau terang-terangan karena kalah memberi mahar dari
maupun secara tidak langsung atau pasangan lain. Bawaslu melihat ini
tidak terangan-terangan untuk menjadi terjadi selama pilkada. Untuk itu,
pendukung dan anggota organisasi Bawaslu meminta Pusat Pelaporan
peserta pemilu guna memperoleh atau dan Analisis Transaksi Keuangan
mempertahankan kekuasaan, khususnya menelusuri aliran mahar dari 827
di ranah eksekutif. Ketidakdaknetralan calon kepala daerah.
birokrasi atau terjadinya politisasi birokrasi 4. Sengketa kepengurusan partai politik
dalam pemilu (dan pilkada) menyebabkan seperti pada Partai Golkar dan Partai
kurang demokratisnya penyelenggaraan Persatuan Pembangunan. Bawaslu
pemilu bahkan mencederai hasil pemilu menyiapkan ruang penyelesaian
(pilkada) tersebut. sengketa bagi calon yang ditolak KPU,
atau tidak dapat rekomendasi partai.
d. Kualitas dan Kapabilitas Peserta 5. Adanya calon tunggal di sepuluh
Pemilu atau Partai Politik daerah peserta pilkada.
Terkait dengan masalah kualitas 6. Ijazah palsu yang digunakan para
dan kapabilitas peserta pemilu atau calon. Bawaslu menemukan beberapa
partai politik, antara lain ditemukan oleh calon kepala daerah menggunakan
Bawaslu. Bawaslu menemukan enam ijazah palsu setingkat sekolah
pelanggaran selama tahapan pencalonan menengah pertama.
pemilihan kepala daerah (pilkada) Permasalahan lainnya terkait calon
2015. Komisioner Bawaslu Nasrullah dalam pilkada adalah pencalonan paslon
mengatakan pelanggaran terjadi dalam yang berstatus mantan narapidana
berbagai bentuk di sejumlah daerah, yang merujuk pada putusan Mahkamah
mulai dari penyalahgunaan kewenangan Konstitusi No. 42/PUU-XIII/2015, maka
inkumben, mahar politik, hingga ijazah pasal 7 huruf g UU 8/2015 dibatalkan
palsu (Adityowati, 2015). Berbagai jenis artinya mantan narapidana diperbolehkan
pelanggaran tersebut antara lain: ikut pilkada. Mantan terpidana secara

22 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 22 12/6/17 3:45 PM


terbuka dan jujur mengemukakan kepada Hal tersebut menunjukkan minimnya
publik bahwa yang bersangkutan mantan partai politik yang terlihat serius
terpidana. Akibatnya 9 bekas narapidana dalam melakukan kaderisasi untuk
resmi mendaftar pilkada serentak tahun mempersiapkan kader terbaiknya dalam
2015, mereka pernah menjadi terpidana pilkada. Selain itu proses seleksi kandidat
kasus korupsi di daerahnya masing- yang tidak transparan, imparsial dan
masing, namun pencalonan mereka tahun transaksional menyebabkan partai politik
2015 bahkan didukung oleh partai politik kekurangan kader yang berintegritas,
(R,Dri, 2016, hlm. 116). idealis dan kompeten; dikarenakan partai
Persoalan rekrutmen pasangan calon politik hanya mengutamakan figur yang
walikota/bupati/gubernur dipandang memiliki popularitas yang tinggi serta
sebagai dinamika politik tersendiri mampu secara finansial. Dengan proses
sebagaimana terjadi dalam pilkada rekrutmen seperti itu, tidak sedikit figur
serentak 2015 di Sumatera Utara, dimana yang sebetulnya memiliki potensi, namun
masalah waktu dalam menentukan pada akhirnya menarik diri dari ajang
atau menetapkan pasangan calon yang “kontestasi” pilkada serentak tahun 2015.
didukung oleh partai tersebut turut
menjadi pertimbangan dalam tawar e. Partisipasi Politik Masyarakat
menawar politik. Hal ini mengingat Faktor lainnya yang mempengaruhi
kombinasi-kombinasi yang mungkin penyelenggaran pemilu yang demokratis
dapat terjadi melalui penggabungan adalah partisipasi politik masyarakat.
dua atau lebih partai dalam mengusung Partisipasi politik masyarakat dalam
paslon yang bersangkutan. Masalahnya pemilu sangat penting untuk mengukur
pada lapisan masyarakat adalah akan penyelenggaraan pemilu yang demokratis
membingungkan masyarakat manakala sebagai salah satu parameter kualitas
paslon yang sudah melaksanakan demokrasi. Tingginya partisipasi politik
sosialisasi jauh sebelumnya tidak masyarakat dalam pemilu dapat
mendapat partai pengusungnya dalam men u n ju kka n b a hwa masya ra kat
tahapan pilkada selanjutnya, sedangkan mengikuti, memahami dan ikut serta
survey elektabiltas menunjukkan paslon dalam kegiatan pemilu tersebut. Namun
tersebut memiliki elektabilitas yang cukup sebaliknya, rendahnya atau menurunnya
tinggi di kalangan masyarakat tersebut. partisipasi politik masyarakat dalam
Rawannya persoalan rekrutmen paslon pemilu dapat menunjukkan tanda yang
bagi masyarakat, sehingga berkembang kurang baik, yang dapat mencerminkan
isu-isu yang berkenaan dengan persoalan masyarakat apatis terhadap pemilu. Hal ini
“membeli perahu”. Dengan kata lain, uang dapat dilihat dari hasil studinya Rawung
akan menentukan keberhasilan paslon (2016, hlm. 235), yang menunjukkan
untuk mendapatkan perahu yang akan rendahnya tingkat partisipasi politik
mengantarkannya menjadi walikota/ (pemilih) dalam Pilkada Kota Medan
bupati/ gubernur. Oleh karenanya tidak tahun 2015 yaitu sebesar 27%. Banyak
mengherankan kalau di kabupaten/ faktor yang menyebabkan minimnya
kota di Provinsi Sumatera Utara terpilih animo masyarakat dalam pilkada serentak
bupati/ walikota yang berlatar belakang tersebut, mulai dari persoalan teknis
pengusaha atau bahkan preman, yang sampai alasan ideologis. Menurut hasil
penting banyak uangnya. Kemampuan pantauan Jaringan Pendidikan Pemilih
akademik dan manajerial dikesampingkan untuk Rakyat (JPPR), salah satu penyebab
begitu saja (R, Junjungan, 2016: 216-217). rendahnya partisipasi pemilih dalam

Pemilu Demokratis 23

01 JURNAL BAWASLU.indd 23 12/6/17 3:45 PM


pilkada serentak tidak terlepas dari Barat. Pragmatisme masyarakat tersebut
minimnya jumlah paslon yang ikut berkaitan erat dengan praktik money
berkompetisi. Rendahnya partisipasi politics yang dijalankan dalam pilkada.
pemilih dalam pilkada tersebut justru Money politics tidak hanya membagi-
menguntungkan bagi paslon petahana. bagi uang menjelang pencoblosan,
Karena masyarakat hanya mengenal tetapi juga memberikan hadiah-hadiah
paslon kepala daerah yang telah berkuasa seperti pakaian, peralatan pertanian,
pada periode sebelumnya. Hal tersebut perlengkapan lainnya pada masyarakat
secara tidak langsung menyebabkan pula menjelang dan pada masa kampanye
pemilih urung untuk berpartisipasi karena pilkada. Hasil studi Syahrizal (2016,
tidak adanya figur lain sebagai alternatif hlm. 225) tentang kemiskinan nelayan
untuk dipilihnya. di Sumatera Barat, menemukan bahwa
Faktor teknis juga menjadi penyebab nelayan sering mendapatkan bantuan
kurangnya jumlah pemilih yang ikut menjelang pemilu. Masyarakat mengakui
berpartisipasi, seperti penyebaran bahwa mereka akan memilih orang
surat pemberitahuan pemilih (C6) yang paling tinggi nilai pemberiannya.
yang belum merata dan bahkan di Pemberian dilakukan secara terkoordinasi
beberapa tempat ada sejumlah pemilih oleh pihak calon dengan mengutus
yang tidak mendapatkan formulir C6. tim suksesnya ke nelayan dan nelayan
Pendistribusiannya yang tidak merata, diminta berkoordinasi sesama mereka
bahkan disianyalir merupakan bagian untuk menentukan siapa yang akan diberi
dari ‘trik’ politik, sebagai upaya untuk bantuan.
memenangkan calon tertentu yang
dilakukannya seperti jual beli formulir f. Konflik Horizontal
C6, mobilisasi pemilih, serta manipulasi Pemilu dan Pilkada dianggap menjadi
pemilih (Syahrizal, 2016, hlm. 236). pemicu konflik di antara warga yang
Selain itu, permasalahan partisipasi disebabkan oleh perbedaan dukungan,
politik masyarakat dalam pemilu atau perbedaan persepsi politik, perbedaan
pilkada diwarnai oleh sikap pragmatis pemahaman politik yang diakibatkan
masyarakat. Dalam hal ini keikutsertaan oleh kurangnya pendidikan politik. Selain
masyarakat dalam berbagai proses itu konflik horizontal di kalangan warga
dan tahapan pemilu atau pilkada lebih banyak dipicu oleh menyebarnya isu
disebabkan karena adanya hal yang sara menjelang pilkada, misalnya, konflik
“menguntungkan” yang diterima mereka antar pendukung dalam Pilkada DKI
untuk ikutserta dalam pemilu atau pilkada Jakarta 2017 menyebabkan terjadinya
tersebut, khususnya dalam pemberian pembelahan atau konflik horizontal
suara saat pemilu dan pilkada, dimana yang sampai saat ini masih dirasakan
potensi pelanggaran yang dilakukan oleh dampaknya (Hakim, 2017).
masyarakat terkait dengan peserta pemilu
Terjadinya konflik horizontal antara
rentan dilakukan, seperti money politic
lain sebagai akibat adanya black campaign
dan transaksi politik antara pendukung
sebagaimana yang terjadi pada pemilu
dan yang didukungnya.
presiden tahun 2014 (Januru, 2017).
Berdasarkan hasil studi Syahrizal
(2016, hlm. 224), masalah paragmatisme Hal lain yang menjadi pemicu konflik
masyarakat dalam pemilu atau pilkada dalam pilkada adalah adanya konflik
antara lain dapat ditelusuri dalam internal partai yang menyebabkan kader
penyelenggaraan pilkada di Sumatera pendukung partai tersebut ikut terpecah

24 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 24 12/6/17 3:45 PM


dan antara keduanya seringkali terjadi lembaga yang bersifat nasional, tetap
konflik Misalnya. konflik antara kader dan mandiri diwujudkan dengan
pendukung PPP pimpinan Romahurmuziy menghapuskan kewajiban KPU untuk
dengan pendukung PPP Pimpinan Dzan menyampaikan pertanggung-jawaban
Farid yang dalam proses dukungan calon penyelenggaraan pemilu kepada Presiden.
pilkada selalu bersebrangan satu sama Kewajiban KPU hanya sebatas melaporkan
lain (Hermawan, 2017). penyelenggaraan pemilu kepada Presiden
selambat-lambatnya 30 hari setelah
b. Upaya Mewujudkan Pemilu pengucapan sumpah/janji pejabat.
Demokratis Pasca Reformasi Kewajiban untuk menyampaikan laporan
ini sesuai dengan amanat pasal 8 ayat 4
Penyelenggaraan pemilu di Indonesia
huruf I Undang Undang Nomor 15 Tahun
pasca reformasi, pada dasarnya telah
2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
mengalami sejumlah perbaikan, yaitu
Penyelenggara pemilu sebagaimana
dengan adanya sistem perbaikan pemilu
ketentuan Undang-undang Nomor
(electoral system), tata kelola pemilu
15 Tahun 2011 adalah lembaga yang
(electoral process) dan penegakan hukum
menyelenggarakan Pemilu, yang terdiri
pemilu (electoral law).
atas Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Perbaikan sistem pemilu pasca
sebagai penyelenggara pemilu yang
reformasi diawali dengan menghapus
bertugas melaksanakan pemilu dan Badan
unsur TNI/Polri dari parlemen. Hal ini
Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bertugas
sejalan dengan prinsip keterwakilan
mengawasi penyelenggaraan pemilu
yang harus diperoleh melalui proses
di seluruh wilayah Negara Kesatuan
pemilihan. Berbeda dengan TNI/Polri
Republik Indonesia sebagai satu kesatuan
yang sejak Orde Baru diberikan kuota
fungsi penyelenggaraan pemilu untuk
kursi di parlemen tanpa melalui proses
memilih anggota anggota DPR, DPD,
pemilu. Sementara itu, untuk menjadi
DPRD, Presiden dan Wakil Presiden secara
peserta pemilu wajib mengikuti verifikasi
langsung oleh rakyat, serta untuk memilih
di Komisi Pemilihan Umum. Partai politik
gubenur, bupati dan walikota secara
yang lolos verifikasi di Kementerian
demokratis.
Hukum dan Hak Asasi Manusia dan
Untuk mewujudkan pemilu
KPU otomatis dapat menjadi peserta
dan pemilihan secara demokratis,
pemilu. Terkait dengan perbaikan sistem
penyelenggara pemilu wajib berpedoman
pemilu, Indonesia melakukan perbaikan
pada 12 asas sebagai penyelenggara pemilu
dalam sistem proporsional dengan
yang berintegritas, yaitu: mandiri, jujur,
daftar tertutup (closed list) pada pemilu
adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan
1955-2004 menjadi sistem proporsional
umum, keterbukaan proporsionalitas,
dengan daftar terbuka (open list) pada
profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi
pemilu 2009-2014.
dan efektivitas (Asqalani, 2017).
Perbaikan dalam aspek tata kelola
Dalam rekrutmen keanggotaan KPU
atau manajemen pemilu dilakukan
juga mengalami perubahan yang sangat
dengan memfokuskan pada dua hal yakni
mendasar, dimana keanggotaan KPU
penyelenggara pemilu (electoral actor)
periode 1999-2003 berasal dari unsur
dan penyelenggaraan pemilu (electoral
partai politik dan pemerintah, namun
process).
sejak tahun 2004 sampai sekarang
Penataan penyelenggara pemilu
unsur penyelenggara pemilu berasal dari
dilakukan dengan penataan kelembagaan
kalangan profesional dan nonpartisan.
KPU. Konstitusionalitas KPU sebagai
Pemilu Demokratis 25

01 JURNAL BAWASLU.indd 25 12/6/17 3:45 PM


Perbaikan tata kelola pemilu dalam Perbaikan tata kelola pemilu lainnya
hal penyelenggaraan pemilu dilakukan adalah menjaga otentisitas suara rakyat,
dengan beberapa terobosan yang telah dimana KPU menerapkan membuka
dilakukan KPU untuk menghadirkan dokumen hasil penghitungan suara di
pemilu yang berkualitas dan berintegritas. TPS dan rekap di setiap jenjang kepada
Te r o b o s a n t e r s e b u t s e t i d a k n y a publik. Dokumen tersebut bisa dibaca
menekankan pada tiga aspek utama dan sekaligus didownload oleh publik
yakni (1) menata akses informasi publik; yang membutuhkannya.
(2) menjamin hak konstitusional warga Upaya perbaikan penyelenggaran
negara; (3) menjaga otentisitas suara pemilu yang demokratis lainnya adalah
rakyat. Adapun penataan akses informasi adanya penegakan hukum pemilu
publik dilakukan dengan menerapkan asas meliputi : (1) penanganan tindak pidana
keterbukaan dalam pelaksanaan setiap pemilu; (2) penanganan pelanggaran
tahapan. administrasi; (3) penanganan pelanggaran
Untuk mendukung pelaksanaan kode etik penyelenggara; (4) penyelesaian
transparansi, KPU dalam pelaksanaan sengketa administrasi atau sengketa
setiap tahapan pemilu menggunakan tata usaha Negara; dan (5) penyelesaian
aplikasi sistem informasi sebagai alat perselisihan hasil pemilu. Independensi
bantu untuk meningkatkan akurasi dan integritas penyelenggara pemilu
dan kecepatan mengelola tahapan dan makin kuat setelah terbitnya Undang
sekaligus sarana publikasi kepada publik. Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Dalam menata akses informasi publik, Penyelenggara Pemilu. Undang undang
KPU menggunakan sejumlah sistem ini memberikan mandat pembentukan
informasi dalam mengelola tahapan Dewan Kehormatan Penyelenggara
pemilu DPR, DPD dan DPRD serta pemilu Pemilu (DKPP) yang bersifat permanen
Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. dengan tugas memeriksa dan memutus
Selain menata akses informasi publik, pengaduan atau laporan adanya dugaan
perbaikan tata kelola penyelenggara pelanggaran etika penyelenggara pemilu
pemilu juga dilakukan dengan memberikan dengan sifat keputusan yang final
jaminan hak konstitusional warga negara dan mengikat. Kehadiran DKPP telah
dalam penyelenggaraan pemilu, yang menumbuhkan semangat penyelenggara
diperkuat dengan melakukan sejumlah pemilu untuk bekerja secara profesional
perbaikan dalam tata kelola data pemilih dan berintegritas.
baik perbaikan dari sisi regulasi maupun Dengan telah dilakukannya perbaikan
teknis. Adanya jaminan tersebut sistem pemilu (electoral system), tata
dilakukan KPU dengan adanya layanan kelola pemilu (electoral process) dan
sistem informasi yang berfungsi untuk penegakan hukum pemilu (electoral law),
konsolidasi data, pemeliharaan dan setidaknya-tidaknya hal tersebut dapat
pemutakhiran data serta sosialisasi dan meminimalisir beberapa permasalahan
publikasi data. Penyediaan data pemilih yang muncul dalam penyelenggaraan
berbasis sistem informasi tersebut pemilu (dan pilkada). Walaupun demikian,
dapat diakses oleh publik secara online beberapa perbaikan tersebut tidak
sejak berstatus sebagai daftar pemilih serta merta mampu mengatasi seluruh
sementara (DPS), sehingga publik dapat permasalahan yang muncul dalam pemilu
memberikan masukan dan tanggapan (dan pilkada), terutama terkait berbagai
dalam rangka perbaikan kualitas data pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh
pemilih. penyelenggara pemilu, peserta pemilu

26 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 26 12/6/17 3:45 PM


atau partai politik maupun masyarakat terwakili tanpa diskriminasi sehingga
sendiri, sehingga untuk mewujudkan pemilu bisa menjadi perekat integrasi
pemilu yang demokratis di Indonesia perlu nasional sesuai dengan tujuan negara
berbagai upaya yang harus dilakukan oleh Indonesia (Gaffar, 2012, hlm. 38).
semua pihak. Dalam konteks Pemilu, KPU sebagai
Berkenaan dengan hal tersebut, penyelenggara yang mandiri, sangat
berhasilnya penyelenggaraan pemilu diperlukan demi terlaksananya pemilu
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang memenuhi asas langsung, umum,
atau komponen yang terlibat dalam bebas, rahasia, jujur dan adil (luber
pemilu, yaitu regulasi atau peraturan dan jurdil). Selain itu pemilu juga
perundang-undangan yang mengaturnya; memerlukan pengawasan sehingga
penyelenggara pemilu dan birokrasi; partai penyelenggara pemilu dapat selalu dijaga
politik dan/atau peserta pemilu; serta agar memenuhi asas luber dan jurdil.
pemahaman, kesadaran dan tanggung Tanpa adanya pengawasan dikhawatirkan
jawab warga masyarakat (partisipasi dalam penyelenggaraan pemilu terdapat
politik masyarakat). Selain itu pemangku penyimpangan-penyimpangan yang
kepentingan (stakeholders) pun berperan dapat mengancam prinsip-prinsip luber
dalam memberikan solusi untuk mengatasi dan jurdil yang sudah diamanatkan
dan meminimalisir permasalahan yang dalam UUD 1945 sehingga mengancam
menghambat terwujudnya pemilu yang kehidupan demokratis.
demokratis. Adanya pengawasan merupakan
Regulasi atau peraturan perundang- komponen untuk menentukan keberhasilan
undangan dalam penyelenggaraan penyelenggaraan pemilu, selain juga
pemilu harus dapat mengatur dan untuk terjaminnya penyelenggaraan
menjadi pedoman semua pihak yang pemilu secara mandiri dan independen
terkait dengan penyelenggaraan pemilu, sekaligus terciptanya mekanisme checks
dimana dalam pengaturannya harus and balances., sehingga pemilu yang
mencerminkan prinsip-prinsip pemilu demokratis dapat terwujud.
yang demokratis, serta yang dapat Upaya menjamin kemandirian
menjabarkan secara kongkrit parameter penyelenggara pemilu dilakukan sejak
pemilu yang terukur baik dalam aspek proses rektrutmen, pelaksanaan tugas,
keadilan pemilu (electoral justice) hingga pertanggungjawaban. Mekanisme
maupun aspek integritas pemilu (electoral dan proses rekrutmen juga dilakukan
integrity). secara selektif untuk dapat menjamin
Untuk mewujudkan hal tersebut, bahwa anggota
sistem pemilu yang dipilih harus mampu Dalam beberapa laporan tentang
mewujudkan kehendak rakyat, baik evaluasi kinerja KPU/KIP Kabupaten/Kota,
dari sisi wakil rakyat atau pejabat yang PPK, PPS dan KPPS terdapat indikasi yang
dipilih maupun kebijakan-kebijakan yang menunjukkan kurang optimalnya kinerja
dilakukan oleh wakil rakyat atau pejabat KPU/KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
tersebut. Sementara itu, dari kondisi dan KPPS dalam melaksanakan tahapan
keberagaman bangsa Indonesia yang perlu pemungutan dan penghitungan suara,
diperhatikan adalah keanekaragaman yang juga diwarnai oleh  pelanggaran
politik, budaya, maupun agama serta prinsip integritas dan independensi
karakteristik wilayah, baik dari sisi penyelenggaraan pemilu (Setyawan, 2017).
populasi maupun sumber daya alam. Secara umum, pelanggaran dalam
Sehingga keanekaragaman tersebut penyelenggaraan pemilu diselesaikan

Pemilu Demokratis 27

01 JURNAL BAWASLU.indd 27 12/6/17 3:45 PM


melalui Bawaslu dan Panwaslu sesuai terwujudnya pemilu demokratis, upaya
dengan tingkatannya sebagai lembaga untuk menghentikan terjadinya politisasi
yang memiliki kewenangan melakukan birokrasi tersebut tidaklah mudah. Dengan
pengawasan terhadap setiap tahapan berlakunya undang-undang otonomi
pelaksanaan pemilu. Dalam proses daesentralized  Oleh karena itu, perlu
pengawasan tersebut, Bawaslu dapat adanya regulasi tentang sistem hubungan
menerima laporan, melakukan kajian kerja antara jabatan politik, jabatan
atas laporan dan temuan adanya dugaan negara, dan jabatan birokrasi karier
pelanggaran, dan meneruskan temuan pemerintah yang dapat meminimalisir
dan laporan dimaksud kepada institusi terjadinya politisasi birokrasi. Sampai
yang berwenang. Selain berdasarkan saat ini blm ada tanda-tanda adanya
temuan Bawaslu, pelanggaran dapat pengaturan (regulasi) tentang hubungan
dilaporkan oleh anggota masyarakat dari ketiga jabatan tersebut.
yang mempunyai hak pilih, pemantau Adanya penurunan partisipasi
pemilu dan peserta pemilu kepada politik masyarakat dalam pemilu,
Bawaslu, Panwaslu Propinsi, Panwaslu salah satunya dapat disebabkan oleh
Kabupaten/Kota. Dalam hal laporan adanya kekecewaan dari masyarakat.
ata u te m u a n te rs e b u t d i a n g ga p Dalam pandangan masyarakat yang
sebagai pelanggaran, maka Bawaslu apatis atau yang kecewa tersebut,
membedakannya menjadi pelanggaran mereka menggunakan hak pilih atau
pemilu yang bersifat administratif dan tidak menggunakannya dalam pemilu,
pelanggaran yang mengandung unsur tidak akan membawa perubahan yang
pidana. Terhadap pelanggaran yang signifikan terhadap kehidupan mereka.
menyangkut masalah perilaku yang Untuk itu pemahaman, kesadaran,
dilakukan oleh penyelenggara pemilu dan tanggungjawab masyarakat untuk
seperti anggota KPU, KPU Propinsi, berpartisipasi dalam penyelenggaraan
KPU Kabupaten/Kota, dan jajaran pemilu adalah sangat penting, karena
sekretariatnya, maka Peraturan KPU pemilu akan menentukan masa depan
tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu bangsa. Dalam hal ini, pemilu bukanlah
dapat diberlakukan. Hal yang sama sekedar hak masyarakat sebagai warga
juga berlaku bagi anggota Bawaslu, negara, tetapi juga kewajiban atau
Panwaslu Propinsi, Panwaslu Kabupaten/ tanggung jawab masyarakat untuk
Kota, dan jajaran sekretariatnya, yang mensukseskannya.
terikat dengan Kode Etik Pengawas Perbaikan juga dilakukan dalam
Pemilu, dimana Dewan Kehormatan rangka meningkatkan partisipasi politik
Penyelenggara Pemilu (DKPP) berperan warga. Berkaitan dengan kondisi tersebut,
dalam menangani pelanggaran etik yang perlunya peran KPU (mulai di tingkat hulu
dilakukan oleh penyelenggara pemilu sampai hilir) dan pemangku kepentingan
tersebut. Oleh karenanya peran dan (stakeholders) untuk terus menerus
kinerja DKPP dalam penanganan kasus melakukan berbagai terobosan dan upaya
pelanggaran etik yang dilakukan oleh meningkatkan pemahaman, kesadaran
penyelenggara pemilu dapat memberikan dan tanggung jawab kepada masyarakat
kontribusi ditegakkannya kepastian yang apatis maupun terhadap masyarakat
hukum dalam upaya mewujudkan pemilu yang cenderung bersikap pragmatis
yang demokratis. dalam pemilu (dan pilkada) dikarenakan
B e r ka i ta n d e n ga n te r j a d i nya rendahnya pendidikan politik masyarakat
politisasi birokrasi yang menghambat tersebut. Selain itu, partai politik juga

28 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 28 12/6/17 3:45 PM


turut andil dan turut bertanggung jawab penyediaan kader-kader partai politik
dalam membangun partisipasi politik yang berkualitas untuk duduk di lembaga
masyarakat dalam pemilu, karena partai legislatif maupun eksekutif.
politik adalah organisasi yang dibentuk Untuk menciptakan kader-kader yang
dengan tujuan untuk memperjuangkan akan duduk dalam lembaga legislatif
cita-cita perjuangan dan membela maupun eksekutif, partai politik dalam
kepentingan politik anggota, masyarakat, menjalankan fungsi rekrutmen politik
bangsa dan negara, serta memelihara ini dituntut untuk mampu melahirkan
keutuhan Negara Kesatuan Republik anggota-anggotanya yang berkualitas,
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD yang memahami aspirasi masyarakat dan
1945. mampu menjalankan fungsi-fungsinya
Dengan demikian, partai politik juga baik sebagai wakil rakyat maupun sebagai
berperan dalam menjalankan fungsi pimpinan eksekutif yang mengemban
pendidikan politik sebagai salah fungsi amanah dari rakyat. Hal tersebut
yang harus dilakukan oleh partai-partai dapat dilakukan dengan adanya seleksi
politik, sebagaimana diatur dalam terhadap kader-kader yang akan duduk
Undang-undang No. 2 Tahun 2011 di lembaga negara dengan baik, teratur
tentang Partai Politik, yang antara lain dan terencana, sehingga menghasilkan
menegaskan agar dana bantuan keuangan kader-kader yang berkualitas, yang
untuk partai politik dari APBN/ APBD juga dapat meningkatkan partisipasi
diprioritaskan untuk melaksanakan politik masyarakat dalam pemilu.
pendidikan politik yang tidak saja untuk Dalam hal ini, masyarakat melihat atau
meningkatkan kualitas kader-kadernya mempunyai harapan terhadap pemilu
tetapi juga turut membangun kualitas karena disediakan kader-kader atau calon
masyarakat agar semakin cerdas dalam anggota legislatif dan eksekutif yang
politik dan demokratis. berkualitas dan layak dipilih, dengan
Peran partai politik dalam pemilu harapan calon legislatif atau eksekutif
secara konstitusional ditegaskan dalam terpilih tersebut mampu menyampaikan
Pasal 6 A ayat (2) yang memberikan aspirasi mereka yang diwujudkan dalam
peran kepada partai politik dan gabungan pembuatan dalam produk legislasi dan
partai politik peserta pemilu untuk kebijakan publik.
mengusulkan pasangan presiden dan Tak kalah pentingnya terkait dengan
wakil presiden; dan Pasal 22 E ayat proses penyelenggaraan pemilu yang
(3) menyatakan bahwa peserta pemilu demokratis adalah adanya peranserta
DPR dan DPRD adalah Partai Politik. seluruh pemangku kepentingan (publik/
Berdasarkan ketentuan UUD 1945 masyarakat) dalam seluruh rangkaian
tersebut partai politik mempunyai status penyelenggaraan tahapan pemilu (dan
dan peranan yang sangat penting dalam pilkada). Peranserta seluruh pemangku
setiap pemilu. Partai politik berperan kepentingan (publik/ masyarakat) tidak
dalam menyeleksi calon-calon anggota sekedar persoalan dari sisi menggunakan
legislatif dalam pemilu. Peranan partai hak pilihnya saat pemilu di bilik suara,
politik tersebut dilakukan dengan adanya namun juga bagaimana pemangku
mekanisme rekrutmen politik yang dapat kepentingan (publik/masyarakat) berperan
menghasilkan pelaku-pelaku politik yang dalam menciptakan proses pemilu yang
berkualitas di masyarakat. Rekrutmen kredibel dan bersih melalui keterlibatannya
politik ini merupakan salah satu fungsi dalam pengawasan dan pemantauan
utama partai politik terkait dengan pemilu (dan pilkada), maupun dalam

Pemilu Demokratis 29

01 JURNAL BAWASLU.indd 29 12/6/17 3:45 PM


pencegahan dan antisipasi terhadap (multikulturalisme). (Kristiawan, 2012)
beragam pelanggarannya. Dalam konteks Sedangkan Majid berpendapat
inilah kemudian peranserta pemangku sikap penuh pengertian kepada orang
kepentingan (publik/masyarakat) menjadi lain diperlukan dalam masyarakat
penting untuk menciptakan pemilu yang yang majemuk, yakni masyarakat yang
demokratis. tidak monolitik. Apalagi sesungguhnya
Dalam upaya menyelesaikan konflik kemajemukan masyarakat itu sudah
horizontal, maka setiap warganegara  merupakan dekrit Allah dan  design-Nya
harus menyadari bahwa konflik horisontal, untuk umat manusia. Jadi tidak ada
yang disertai kekerasan karena perbedaan masyarakat yang tunggal, monolitik, sama
yang bersumber dari kemajemukan dapat dan sebangun dalam segala segi (Ibrahim,
melemahkan persatuan bangsa dan 2012, hlm. 138).
menghambat pembangunan nasional. Secara konstitusional berarti bahwa
Konflik tersebut terjadi karena kita harus merujuk kepada ketentuan
memudarnya nilai-nilai dasar dalam UUD 1945. Dalam pasal 28
bermasyarakat seperti religiusitas, tentang Hak Asasi Manusia disebutkan
musyawarah–mufakat, menghargai antara lain :
perbedaan, tenggang rasa dan sebagainya. a. Setiap orang berhak untuk hidup
Konflik horisontal dapat mengarah serta berhak mempertahankan hidup
kepada disintegrasi nasional, separatisme dan kehidupannya (pasal 28A);
dan mengancam keutuhan NKRI.
b. Setiap orang berhak memeluk agama
Permasalahan yang dihadapi setiap
dan beribadat menurut agamanya
agama adalah bagaimana menyatukan
(pasal 28E)
identitas dan karakteristik yang berbeda
menjadi identitas bersama yaitu c. Setiap orang berhak untuk tidak
identitas nasional. Terkait dengan hal disiksa dan berhak tidak diperlakukan
tersebut, Walzer mengemukakan bahwa secara diskriminatif (28 I);
keberagaman dapat diatasi ketika setiap d. Penegakkan hak asasi manusia
warganegara memiliki toleransi. Dalam adalah tanggunDengan demikian,
hal ini Walzer berpendapat bahwa upaya untuk mengatasi konflik
toleransi merupakan salah satu ukuran horizontal dapat diatasi ketika setiap
peradaban sebuah bangsa. Makin tinggi warga masyarakat mengedepankan
tingkat toleransi sebuah bangsa, maka toleransi, menghargai perbedaan
makin tinggi tingkat keadabannya. dan mau menerima kemajemukan
Toleransi merupakan nilai yang harus sebagai kenyataan dan rahmat Tuhan.
dibudayakan dalam ruang individu dan Kunci dari upaya menghilangkan
ruang publik, karena salah satu tujuan konflik adalah mau berdialog,
toleransi adalah membangun hidup damai memiliki toleransi, menghargai
dalam perbedaan kelompok. Menurutnya, perbedaan dan pendapat orang
toleransi harus berimplikasi pada sikap, lain serta tetap memiliki semangat 
antara lain sikap menerima perbedaan, Bhineka Tunggal Ika.
mengubah homogenitas menjadi
heterogenitas, mengakui hak orang lain, 5. Simpulan
menghargai eksistensi orang lain dan Adanya berbagai permasalahan yang
mengawal secara serius perbedaan kerap muncul dalam penyelenggaraan
budaya dan keragaman ciptaan Tuhan pemilu di Indonesia menghambat

30 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 30 12/6/17 3:45 PM


terwujudnya pemilu yang demokratis. dalam mewujudkan pemilu yang
Beberapa permasalahan tersebut demokratis di Indonesia, disebabkan
antara lain, money politics dan black peran beberapa komponen pemilu
campaign, profesionalitas penyelenggara baik penyelenggara pemilu, birokrasi,
pemilu, politisasi birokrasi, kualitas dan partisipasi politik masyarakat maupun
kapabilitas peserta pemilu atau partai partai politik yang masih belum memenuhi
politik, apatisme dan pragmatisme kriteria pemilu yang demokratis.
dalam partisipasi politik masyarakat, serta Untuk itu diperlukan peranserta
konflik horizontal. seluruh pemangku kepentingan (publik/
Sejumlah perbaikan sudah dilakukan masyarakat) dalam seluruh rangkaian
dalam rangka mewujudkan pemilu yang penyelenggaraan tahapan pemilu dan/
demokratis, yaitu dengan adanya sistem atau pilkada melalui pengawasan dan
perbaikan pemilu (electoral system), tata pemantauan pemilu dan/atau pilkada
kelola pemilu (electoral process) dan maupun dalam pencegahan dan antisipasi
penegakan hukum pemilu (electoral law). terhadap beragam pelanggarannya.
Namun demikian perbaikan tersebut
belum mampu mengatasi permasalahan

Pemilu Demokratis 31

01 JURNAL BAWASLU.indd 31 12/6/17 3:45 PM


DAFTAR PUSTAKA

Adityowati, Putri. (2015). Pilkada Serentak, Bawaslu Temukan 6 Jenis Pelanggaran


Awal. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/688774/pilkada-serentak-
bawaslu-temukan-6-jenis-pelanggaran-awal
Arifulloh, A. (2015). Pelaksanaan Pilkada Serentak Yang Demokratis, Damai Dan
Bermartabat. Jurnal Pembaharuan Hukum Volume II No. 2 Mei - Agustus
2015, hlm 301-311.
Asqalani. (2017). Evaluasi: Integritas Penyelenggara Pilkada di Aceh 2017. Diakses dari
http://acehinstitute.org/pojok-publik/politik/evaluasi-integritas-penyelenggara-
pilkada-aceh-2017.html#.We5E_ltSzIU
Bawaslu. (2016). Indeks Kerawanan Pemilukada 2015. Jakarta: Bawaslu RI.
Beetham, Bracking, Kearton & Weir. (2002). International IDEA Handbook and
Democracy Assessment. New York: Kluwer Law International.
Beetham, (1999). Democracy and Human Rights. Oxford: Polity Press.
Budiman, A. (2015). Strategi Mewujudkan Pemilu Berkualitas dan Berintegritas.
Diakses dari http://pasca.unej.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/jember-
revisi-Strategi-Mewujudkan-Pemilu-Berkualitas-dan-Berintegritas.pdf , hlm. 1-7.
Ervianto, T. (25 Januari 2017). Pilkada Serentak 2017 dan Permasalahan Aktualnya.
DetikNews. Diakses dari https://news.detik.com/kolom/d-3404925/pilkada-
serentak-2017-dan-permasalahan-aktualnya/3
Faqih, Mansyur. (2014). Ini Tiga ‘Black Campaign’ yang Serang Jokowi. Diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/07/01/n80t0d-ini-
tiga-black-campaign-yang-serang-jokowi
Gaffar, J.M. (2012). Politik Hukum Pemilu. Jakarta: Konstitusi Press.
Hakim, Rakhmat Nur.( 2017). Pilkada Dinilai Masih Dipenuhi Politik Berbasis Sara.
Diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2017/01/03/15143811/pilkada.
dinilai.masih.dipenuhi.politik.berbasis.sara
Hermawan, Bayu. (2017). Kubu Djan Faridz Minta KPU Tolak Rekomendasi Kubu Romi.
Diakses dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/pilkada/17/08/06/
ou9auy354-kubu-djan-faridz-minta-kpu-tolak-rekomendasi-kubu-romi
Ibrahim,Farid Wajdi. (2012). Pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia Melalui
Civic Education, Jurnal Ilmiah Didaktika Agustus 2012 VOL. XIII NO. 1, hlm.
130-149.
International IDEA. (2010). Keadilan Pemilu: Ringkasan Buku Acuan International IDEA.
CETRO (Eds). Jakarta: Indonesia Printer.
Kartiko, G. (2009). Sistem Pemilu dalam Perspektif Demokrasi di Indonesia. Jurnal
Konstitusi Pkk Universitas Kanjuruhan Malang, Fakultas Hukum Universitas
Kanjurihan Malang (37-72), Vol. II Nomor 1 Juni 2009, hlm. 37-51.
Kemenkumham. (2017). Peran Patai Politik dalam Penyelenggaraan Pemilu yang
Aspirratif dan Demokratis. Diakses dari http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/
htn-dan-puu/507-peran-partai-politik-Dalam-penyelenggaraan-pemilu-yang-
aspiratif-dan-demokratis.html

32 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 32 12/6/17 3:45 PM


Januru, La. (2016). Analisis Wacana Black Campaign (Kampanye Hitam) Pada Pilpres
Tahun 2014 di Media Kompas, Jawa Pos Dan Kedaulatan Rakyat). Prosiding
Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 1 st Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN: 978-602-19568-2-3.
(hlm. 53-60).
Kristiawan. (2012). Upaya Mengatasi Konflik Horisontal dalam Kemajemukan
Bangsa Indonesia. Diakses dari https://dhd45jateng.wordpress.com/2012/06/25/
upaya-mengatasi-konflik-horisontal-dalam-kemajemukan-bangsa-indonesia/
Martini, Rina. (2013). Politisasi Birokrasi di Indonesia. Diakses dari
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/viewFile/4879/4425
Pasaribu, Alviansyah. (2015). Perludem Temukan 140 Pelanggaran Pilkada 2015.
Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/534394/perludem-temukan-
140-pelanggaran-pilkada-2015
Putera, Heru Permana. (2016). Titik Rawan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara
Pemilukada 2015. Dalam Buku I: Problematika Pemilukada Serentak 2015
(hlm. 263-280). Jakarta: DKPP RI.
Rawung. Hendrasari. (2016). Re-Evaluasi Pemiliukada Serentak tahun 2015. Dalam Buku
I: Problematika Pemilukada Serentak 2015 (hlm. 229-240). Jakarta: DKPP RI.
R, Dri Utara C. (2016). Peran DKPP dalam Mewujudkan Demokrasi Substansial pada
Pemilukada Serentak 2015. Dalam Buku I: Problematika Pemilukada Serentak
2015 (hlm. 101-128). Jakarta: DKPP RI.
Rumah Pemilu. (2014). Pemilu 2014 di Indonesia Laporan Akhir oleh Rumah Pemilu.
http://www.rumahpemilu.com/laporan/Rumah-Pemilu-2014-di-Indonesia-
Laporan-Akhir-April-2015.pdf.
S, Junjungan SBP.( 2016). Evaluasi Kritis terhadap Rendahnya Partisipasi Politik pada
Pemilukada Kota Medan 9 Desember 2015. Dalam Buku I: Problematika
Pemilukada Serentak 2015 (hlm. 209-220). Jakarta: DKPP RI.
Setyawan, F. A. (7 April 2017). DKPP Putuskan Ketua KPU DKI Sumarno Langgar
Kode Etik. CNN Indonesia. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/
kursipanasdki1/20170407174236-516-205866/dkpp-putuskan-ketua-kpu-dki-
sumarno-langgar-kode-etik/
Suhud, R. (1998), Oposisi Berserak: Arus Deras Demokratisasi Gelombang Ketiga di
Indonesia, Bandung: Mizan.
Sukriono, D. (2009). Menggagas Sistem Pemilihan Umum di Indonesia. Jurnal
Konstitusi Pkk Universitas Kanjuruhan Malang, Fakultas Hukum Universitas
Kanjuruhan Malang (37-72), Vol. II Nomor 1 Juni 2009, hlm. 8-36.
Surbakti, R. (14 Februari 2014). Pemilu Berintegritas dan Adil. Kompas. Diakses dari
https://lautanopini.wordpress.com/2014/02/14/pemilu-berintegritas-dan-adil/
Syahrizal. (2016). Evaluasi Kritis Penyelenggara Pemilu. Dalam Buku I: Problematika
Pemilukada Serentak 2015 (hlm. 221-228). Jakarta: DKPP RI.
Undang Undang Dasar 1945 (Amandemen keempat). Diakses dari http://jdih.pom.
go.id/uud1945.pdf
Undang Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Diakses dari
http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt4ed719225a1c1/node/
lt4ed718bf957

Pemilu Demokratis 33

01 JURNAL BAWASLU.indd 33 12/6/17 3:45 PM


34 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 34 12/6/17 3:45 PM


Jurnal Bawaslu
ISSN 2443-2539
Hendra&Husin, LH.
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 35-48

INDEPENDENSI LEMBAGA NON STRUKTURAL


DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA:
STUDI PADA KOMISI PEMILIHAN UMUM

Hendra
hendra_ip@yahoo.com

Luthfi Hamzah Husin


l.h.husin@gmail.com

ABSTRACT

The article aims to critically discuss the independence of General Election Commission
(Komisi Pemilihan Umum or KPU) as a non-structural institution in Indonesia. Through
literature study and document analysis, we try to analyse the dynamics and power
contestation behind the emergence and the role of KPU since the Reform era. Using
political system theory developed by Almond, we argue that political interest is
basically inevitable for the independence of KPU in organising general election, since
KPU cannot be completely separated from functional structure in the political system.
The reseach in this article shows the difficulty of KPU to independently work under
political pressures and influences from suprastructure institutions in Indonesia whose
tendency is to weaken and subordinate KPU. Hence, as a conclusion, we argue that
political change and democratisation process in Indonesia need to widely involve
the role of political infrastucture, such as civil society, press media, etc., especially in
controlling and supporting a democratic general election.

Keywords
Non-structural institution, political system, General Election Commission,
democratisation, Indonesia

Pemilu Demokratis 35

01 JURNAL BAWASLU.indd 35 12/6/17 3:45 PM


ABSTRAK

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara kritis independensi Komisi Pemilihan
Umum (KPU) sebagai lembaga non struktural di Indonesia. Melalui studi literatur dan
penelusuran dokumen, penulis mencoba untuk menganalisis dinamika dan kontestasi
kuasa di balik kemunculan dan peranan KPU pada periode transisi demokrasi yang
terjadi sejak masa Reformasi. Menggunakan teori sistem politik yang dikembangkan
Almond, penulis berargumen bahwa sifat independensi KPU dalam menyelenggarakan
pemilihan umum pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik karena
KPU tidak bisa dipisahkan dengan struktur fungsional dalam sistem politik yang saling
berkaitan satu sama lain. Penelitian dalam artikel ini menunjukkan adanya kesulitan
bagi KPU untuk bisa bekerja secara independen di bawah tekanan dan pengaruh politik
dari lembaga-lembaga suprastruktur di Indonesia yang bertendensi untuk melemahkan
atau mengsubordinasi KPU. Karenanya, sebagai simpulan, penulis berargumen bahwa
perubahan politik dan proses demokratisasi di Indonesia perlu melibatkan seluas-
luasnya peran infrastruktur politik, seperti masyarakat sipil, media, dll., khususnya
dalam memantau dan mendukung pemilihan umum yang demokratis.

Kata kunci
Lembaga non struktural, sistem politik, Komisi Pemilihan Umum, demokratisasi,
Indonesia

1. Pendahuluan 2014 terdapat 88 lembaga yang termasuk


Memasuki era Reformasi yang diikuti ke dalam kategori negara non struktural
dengan amandemen UUD 1945, terdapat di Indonesia.
beberapa perubahan fundamental pada Banyak kalangan yang berpendapat
lembaga-lembaga negara di Indonesia. bahwa fenomena munculnya lembaga-
Paradigma lama yang mendudukkan lembaga negara seperti ini banyak terjadi
lembaga-lembaga negara sebagai terutama pada negara yang berada pada
penyokong kekuasaan eksekutif semata fase transisi menuju demokrasi. Selain
sudah tidak lagi dianut oleh Indonesia. itu, pembentukan lembaga-lembaga
Sejak tahun 1999 Indonesia memasuki non struktural juga didorong oleh
era baru dalam penataan kelembagaan kenyataan bahwa birokrasi di lingkungan
yang menekankan pada terwujudnya pemerintahan dinilai tidak mampu
sistem politik yang demokratis. memenuhi tuntutan kebutuhan akan
Salah satu perkembangan menarik pelayanan umum dengan standar mutu
p a s ca refo r m a s i te r ka i t d e n ga n yang baik, efisien dan efektif. Birokrasi
keberadaan lembaga-lembaga negara di yang gemuk, di samping dinilai tidak efisien
Indonesia adalah maraknya bermunculan untuk kepentingan pelayanan umum, juga
lembaga non struktural yang sebelumnya dinilai cenderung korup, tertutup dan
tidak banyak dikenal dalam tatanan tidak lagi mampu menampung aspirasi
kelembagaan negara di Indonesia. Tercatat rakyat yang terus berkembang. Dinamika
sejak tahun 1999 sampai dengan tahun tuntutan demokrasi, hak-hak warga

36 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 36 12/6/17 3:45 PM


negara, dan tuntutan akan partisipasi lembaga non struktural di Indonesia mulai
terus meningkat dari waktu ke waktu marak sejak memasuki era Reformasi
(Asshiddiqie, 2010). dan amandemen UUD 1945. Karakteristik
Secara nomenklatur, lembaga non dan corak yang sama sekali baru dalam
struktural di Indonesia cukup variatif khasanah perkembangan kelembagaan
dengan menggunakan istilah komisi, negara di Indonesia ini tentu saja akan
komite, dewan, tim, badan lembaga mempengaruhi secara keseluruhan
terhadap perkembangan sistem politik
koordinasi dan sebagainya. Karakteristik
di Indonesia. Kekhasan bentuk, sifat
dari organisasi ini juga beragam dari yang
maupun kedudukannya dari KPU ini
bersifat permanen maupun dengan menjadi landasan bagi penulis untuk
kedudukan mulai dari yang independen, mengkaji independensi lembaga non
berada di bawah kekuasaan kekuasaan struktural khususnya KPU dalam sistem
eksekutif, legislatif ataupun yudikatif. politik di Indonesia. Dengan mengacu
Salah satu lembaga non struktural pada latar belakang di atas, rumusan
yang lahir setelah reformasi sebagai masalah yang dijadikan pedoman oleh
lembaga dengan karakteristik baru adalah peneliti dalam melakukan analisis adalah
Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lembaga bagaimana independensi KPU dalam
sebagaimana dimaksud memiliki fungsi sistem politik di Indonesia.
utama sebagai penyelenggaraan pemilihan
umum di tingkat pusat untuk memilih 2. Metode Penelitian
anggota DPR, DPRD, DPD, Presiden dan 2.1 Metode Penelitian dan Teknik
Wakil Presiden. Sebelumnya, lembaga Pengumpulan Data
serupa yang pernah ada di Indonesia Penelitian ini menggunakan metode
bernama Lembaga Pemilihan Umum (LPU). kualitatif, untuk membangun penjelasan-
Terdapat perbedaan mendasar antara KPU penjelasan terhadap kedudukan KPU
dan LPU terkait dengan kedudukannya. ditinjau dari teori sistem politik. Terdapat
KPU merupakan lembaga penyelenggara dua teknik yang akan dilakukan dalam
melakukan penelitian ini:
Pemilu yang memiliki kedudukan yang
independen, sedangkan LPU sebagai 1. Tinjauan literatur (). Teknik ini dilakukan
lembaga yang memiliki fungsi yang sama untuk membangun penjelasan-
dengan KPU, berkedudukan di bawah penjelasan umum terhadap variasi-
Departemen Dalam Negeri. Penetapan variasi perilaku dan fenomena yang
KPU sebagai lembaga independen saat terkait dengan penelitian (Johnson,
ini dilandasi oleh pengalaman sejarah 2001).
ketika penyelenggaraan Pemilu berada di 2. Pengumpulan data melalui sumber
bawah bayang-bayang eksekutif, pemilu yang berupa publikasi-publikasi atau
yang dilaksanakan jauh dari prinsip jujur, dokumen-dokumen.
adil, transparan dan objektif.
Kedudukan KPU yang tidak lagi 2.2 Sumber Data
berada di bawah eksekutif menjadi Data atau bahan keterangan
sebuah lembaga yang menarik untuk dikaji mengenai objek penelitian berasal dan
terutama menyangkut kedudukannya diperoleh dari:
dalam sistem politik Indonesia saat ini. 1. Surat kabar, majalah, sumber-sumber
Sebagaimana dikemukakan di awal, internet atau elektronik.

Pemilu Demokratis 37

01 JURNAL BAWASLU.indd 37 12/6/17 3:45 PM


2. Publikasi-publikasi dan dokumen- p ro p o s i s i . P ro s e s p e m b u ata n
dokumen pemerintahan. kesimpulan sudah dimulai, tetapi
3. Publikasi-publikasi dan dokumen- peneliti memperlakukannya sebagai
dokumen Komisi Pemilihan Umum. temuan-temuan awal yang masih
terbuka terhadap perubahan.
2.3 Validitas Alat Ukur Peneliti juga masih bersikap skeptis.
Untuk menjaga validitas data atau Kesimpulan “akhir” baru akan muncul
penelitian dilakukan triangulasi yang setelah tahap pengumpulan data
dilakukan dengan cara triangulasi data, berakhir.
yaitu melakukan verifikasi antar sumber
data. 3. Perspektif Teori
3.1 Lembaga Non Struktural
2.4 Metode Analisis Data
Kemunculan lembaga negara yang
Hasil penelitian ini pengolahannya dalam pelaksanaan fungsinya tidak
terdiri atas tiga alur kegiatan yang secara jelas memposisikan diri sebagai
bersamaan, yaitu reduksi data, display salah satu dari tiga lembaga mengalami
(penyajian) data, dan penulisan perkembangan pada tiga dasawarsa
kesimpulan, sebagaimana dikemukakan terakhir dalam abad ke-20 di negara-
oleh Miles dan Hubberman (1984: 21-23): negara yang telah mapan berdemokrasi,
1. Reduksi data adalah proses pemilihan, seperti Amerika Serikat dan Perancis.
penyederhanaan, abstraksi, dan Banyak istilah untuk menyebut jenis
transformasi data “mentah” yang lembaga-lembaga baru tersebut, di
ada dalam catatan lapangan. Reduksi antaranya adalah atau, lembaga negara
data dilakukan dengan cara membaca bantu, lembaga negara penunjang,
lembaga negara independen dan secara
transkrip wawancara, catatan
formal dalam pemerintahan Indonesia
pengamatan, atau dokumen-doumen
menggunakan istilah lembaga non
yang akan dianalisis lalu membuat struktural.
catatan () atau memo atas data Lembaga negara bantu ini sekilas
tersebut (). memang menyerupai (NGO) karena
2. Tampilan data adalah kumpulan berada di luar struktur pemerintahan
informasi yang terorganisasi. Dengan eksekutif. Akan tetapi, keberadaannya
display pembuatan kesimpulan dapat yang bersifat publik, sumber pendanaan
dimungkinkan untuk dilakukan. yang berasal dari publik, serta bertujuan
Display data dilakukan dengan untuk kepentingan publik, membuatnya
membuat matriks, grafik, atau . tidak dapat disebut sebagai NGO dalam
3. Pembuatan kesimpulan merupakan arti yang sebenarnya. Sebagian ahli tetap
alur ketiga analisis kegiatan. Sejak mengelompokkan lembaga independen
awal pengumpulan data, peneliti semacam ini dalam lingkup kekuasaan
mulai menentukan apa arti dari eksekutif, namun terdapat pula beberapa
sesuatu atau berbagai hal yang sarjana yang menempatkannya secara
dikumpulkannya, mencatat tersendiri sebagai cabang keempat
menggambarkan pola, penjelasan, dalam kekuasaan pemerintahan. Seperti
penjelasan kausal dan membuat dinyatakan oleh Meny dan Knapp (1998:

38 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 38 12/6/17 3:45 PM


281) yang mengemukakan fenomena Karena demikian banyak jumlah dan
keberadaan lembaga ini di Amerika ragam corak lembaga-lembaga ini, oleh
Serikat berikut ini: para sarjana biasa dibedakan antara
Terbentuknya lembaga-lembaga ini sebutan , atau , dan ). Dari segi tipe dan
menurut Jennings yang dikutip oleh Alder fungsi administrasinya, oleh Meny dan
dan English (1998: 102) dalam bukunya, Knapp (1998: 280), secara sederhana
dilatar belakangi oleh alasan-alasan itu juga dibedakan adanya tiga tipe utama
adalah sebagai berikut:
lembaga-lembaga pemerintahan yang
1. A d a n y a ke b u t u h a n u n t u k
bersifat khusus tersebut (), yaitu: (i)
menyediakan pelayanan budaya
(badan-badan yang melakukan fungsi
dan pelayanan yang bersifat
regulasi dan pemantuan); (ii) badan-
personal yang diharapkan bebas
badan yang bertanggungjawab melakukan
dari risiko campur tangan politik.
pengelolaan pelayanan umumbadan-
2. Adanya keinginan untuk mengatur
badan yang terlibat dalam kegiatan-
pasar dengan regulasi yang
kegiatan produksi).
bersifat non-politik.
Sejak reformasi tahun 1998, Indonesia
3. Perlunya pengaturan mengenai
mengalami perubahan yang fundamental
profesi-profesi yang bersifat
terkait dengan perkembangan lembaga-
independen, seperti profesi di
lembaga negara dan komisi-komisi
bidang kedokteran dan hukum.
independen yang dibentuk. Lembaga-
4. Perlunya pengadaan aturan
lembaga atau komisi-komisi ini ada yang
mengenai pelayanan¬-pelayanan
masih berada dalam ranah kekuasaan
yang bersifat teknis.
eksekutif, tetapi adapula yang bersifat
5. Munculnya berbagai institusi
independen dan berada di luar wilayah
yang bersifat semi¬ yudisial dan
kekuasaan eksekutif, legislatif, ataupun
berfungsi untuk menyelesaikan
yudikatif.
sengketa di luar pengadilan
Menurut Arifin dkk. (2005)
(alternative dispute resolution/
pembentukan lembaga-lembaga non
alternatif penyelesaian sengketa)
struktural yang bersifat mandiri dan
Lembaga yang berdiri dengan independen di Indonesia dilandasi oleh
latar belakang di atas pun memiliki lima hal penting yang dapat diuraikan
nama dan bentuk yang bervariasi,
sebagai berikut: a) Rendahnya kredibilitas
diantaranya dewan, komisi, badan,
lembaga-lembaga negara yang telah ada;
otorita, lembaga, , dan sebagainya. Dalam
melakukan kategorisasi terhadap lembaga b) Tidak independennya lembaga-lembaga
non struktural, Gerry Stoker (dalam negara; c) Ketidakmampuan lembaga-
Asshiddiqie, 2010) dalam kajiannya lembaga negara yang telah ada dalam
mengenai perkembangan lembaga non melakukan tugas-tugasnya; d) Adanya
struktural atau yang ia sebut sebagai di pengaruh global yang menunjukkan
Inggris, mendasarkan pada dua hal yaitu: adanya kecenderungan beberapa negara
1) berasal darimana sumber daya untuk untuk membentuk lembaga-lembaga
mengadakan dan melaksanakan lembaga negara tambahan; e) Adanya tekanan dari
itu; dan 2) bagaimana cara pengisian lembaga-lembaga internasional untuk
keanggotaan serta berasal darimana membentuk lembaga-lembaga negara
anggota lembaga itu.

Pemilu Demokratis 39

01 JURNAL BAWASLU.indd 39 12/6/17 3:45 PM


tambahan tersebut sebagai prasyarat Dari uraian yang dikemukakan Almond
menuju demokratisasi. dan David Easton (dalam Sukarna, 1981),
maka dalam sistem politik menunjukkan
3.2 Sistem Politik adanya unsur atau faktor:
3.2.1 Pengertian Sistem Politik 1. Fungsi integrasi dan adaptasi terhadap
Dalam menganalisis posisi KPU masyarakat baik ke dalam maupun
sebagai lembaga non struktural dalam keluar.
sistem politik di Indonesia, perlu bagi 2. Penetapan nilai (allocation values)
penulis untuk memabahas konsep dan dalam masyarakat berdasarkan
teori berkenaan dengan sistem politik. kewenangan.
Terdapat beberapa pengertian yang 3. Penggunaan kewenangan/kekuasaan
dikemukakan oleh para ahli politik yang (authority atau power) baik secara
diantaranya dikemukakan oleh Robert A. syah ataupun tidak.
Dahl (dalam Rusadi Kantaprawira, 2002: Dilihat dari ketiga komponen (unsur)
7) yang menyatakan bahwa sistem politik di atas, maka ada masyarakat yang dikenai
adalah: oleh nilai-nilai dan ada pemegang/
kekuasaan yang menentapkan nilai atau
Pendapat lainnya dikemukakan oleh
pemerintah. Dengan demikian berbicara
Kantaprawira (2002) sebagai berikut:
sistem politik, berbicara dua hal (Sukarna,
“…yang dimaksud dengan sistem 1981), yaitu:
politik ialah berbagai macam kegiatan
1. Kehidupan politik masyarakat (social
dan proses dari struktur dan fungsi
political life atau disebut juga inferior
yang bekerja dalam suatu unit atau structure).
kesatuan” 2. Kehidupan politik pemerintah
Kemudian, pendapat lain diajukan (Governmental political life atau super
oleh David Easton (dalam Sukarna, 1981) structure) yang ditimbulkan karena
yang mengajukan suatu definisi tentang perbedaan
sistem politik yang terdiri dari tiga unsur
yaitu: 3.2.2 Struktur dan Fungsi Sistem Politik
1. Sistem politik menetapkan nilai Dalam studi kebijakan dikenal apa
(dengan cara kebijaksanaan) yang disebut sebagai teori analisis
2. Penetapannya bersifat paksaan atau input-output. Teori ini diperkenalkan
dengan kewenangan, dan oleh David Easton dan dikembangkan
3. Penetapan yang bersifat paksaan lebih jauh oleh Gabriel A. Almond. Pada
itu tadi mengikat masyarakat secara intinya teori ini mengatakan bahwa alur
keseluruhan sistem politik terdiri dari input, output,
Selanjutnya Almond (dalam Sukarna, dan feedback. Input adalah tuntutan
1981: 16) mengatakan: (demand) dan dukungan (support) dari
‘Sistem politik menjalankan fungsi- masyarakat yang disalurkan kepada
fungsi penyatuan dan penyesuaian pemerintah. Input ini bisa datang dari
(baik ke dalam masyarakat itu sendiri masyarakat domestik, elite politik, dan
lingkungan internasional. Tuntutan dan
maupun kepada masyarakat lain)
dukungan ini akan diolah oleh pemerintah
dengan jalan perbuatan atau ancaman
untuk kemudian diubah menjadi output
untuk dilaksanakan walaupun agak berupa kebijakan (policy) yang terdiri
bersifat paksaan.’

40 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 40 12/6/17 3:45 PM


dari tindakan (action) dan keputusan Almond memodifikasi input serta
(decision). Selanjutnya kebijakan yang output yang dimaksudkan David Easton.
dibuat pemerintah akan memunculkan Rincian Almond ini menjelaskan fungsi-
umpan balik (feedback) yang pada fungsi erta Easton yang cukup abstrak
gilirannya akan berpengaruh terhadap tersebut. Almond (dalam Varma, 2003)
sistem politik secara keseluruhan. menggunakan suatu daftar “tujuh
Di dalam kerangka kerja suatu sistem variabel” kategorisasi fungsional. Empat
politik, terdapat unit-unit yang satu diantaranya merupakan fungsi input: (1)
sama lain saling berkaitan dan saling sosialisasi politik dan rekrutmen politik,
bekerja sama untuk mengerakkan roda (2) artikulasi kepentingan, (3) agregasi
kerja sistem politik. Unit-unit ini adalah kepentingan, dan (4) komunikasi politik,
lembaga-lembaga yang sifatnya otoritatif dan ketiga fungsi lainnya, (5) pembuatan
untuk menjalankan sistem politik seperti peraturan, (6) penerapan peraturan,
legislatif, eksekutif, yudikatif, partai dan (7) pengawasan atas pelaksanaan
politik, lembaga masyarakat sipil, dan peraturan , yang merupakan fungsi-fungsi
sejenisnya. Unit-unit ini bekerja di dalam output. Fungsi-fungsi input dijalankan oleh
batasan sistem politik, misalnya cakupan sub-sistem non pemerintah, masyarakat
wilayah negara atau hukum, wilayah dan lingkungan umum, sementara fungsi
tugas, dan sebagainya. output merupakan fungsi yang dijalankan
Dalam Gambar 1, Easton memisahkan pemerintah.
sistem politik dengan masyarakat secara Jika diterapkan fungsi-fungsi tersebut
keseluruhan oleh sebab menurut Easton dalam lembaga-lembaga baik pada yang ada
sistem politik adalah suatu sistem yang di masyarakat maupun pada pemerintah
berupaya mengalokasikan nilai-nilai di maka model yang dikembangkan oleh
tengah masyarakat secara otoritatif, dan Almond akan tergambar sebagai berikut:
ini hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga
yang memiliki kewenangan. Suatu sistem Tabel 1. Model Fungsional Struktural
politik bekerja untuk menghasilkan suatu Gabriel Almond
keputusan dan tindakan yang disebut FUNGSI INPUT STRUKTUR
kebijakan guna mengalokasikan nilai.
Sosialisasi dan Keluarga, LSM, partai
Gambar 1. Skema Kerja Sistem Politik perekrutan politik politik

menurut David Easton Artikulasi kepentingan Partai politik, LSM,


individu
Penggabungan Partai politik,
kepentingan kelompok
kepentingan,
kelompok penekan
Komunikasi politik Partai politik, media
massa
FUNGSI OUTPUT STRUKTUR
Pembuatan aturan Legislatif
Penerapan aturan Eksekutif
Penilaian aturan Yudikatif

Sumber: Adaptasi dari David Easton, A Sumber: Adaptasi dari Almond (1960),
dalam Chilcote (2007: 222).
Framework for Political Analysis (1965:
112) dalam Chilcote (2007: 200).

Pemilu Demokratis 41

01 JURNAL BAWASLU.indd 41 12/6/17 3:45 PM


4. Hasil dan Pembahasan politik yang perolehan suara partainya
Keberadaan KPU yang dibentuk kecil berusaha mengulur-ngulur waktu
sejak tahun 1999 sebagai lembaga pada saat penghitungan suara nasional,
non struktural di Indonesia sebenarnya sehingga penyelenggaraan Pemilu 1999
masih relatif baru. Sebelumnya komisi dianggap masih belum sempurna. Berpijak
ini bernama Lembaga Pemilihan Umum pada pengalaman tersebut, keanggotaan
(LPU) yang berada langsung di bawah KPU selanjutnya tidak lagi diisi oleh wakil
pemerintah dengan dipimpin oleh Menteri dari Partai Politik. Komposisi anggota
Dalam Negeri. Selama masih menyandang KPU pada periode kedua (2001-2007)
nama LPU, penyelenggaraan pemilu di berasal dari kalangan akademisi dan LSM
Indonesia tidak pernah berjalan secara yang jumlahnya hanya 11 orang anggota.
langsung, umum, bebas dan rahasia Kemudian, untuk periode 2007-2012 dan
sebagaimana prinsip-prinsip dalam 2012-2017, jumlah anggota KPU semakin
penyelenggaraan pemilu pada negara berkurang yaitu hanya 7 orang yang
yang menganut sistem politik demokratis. komposisinya berasal dari anggota KPU
Penyelenggaraan pelaksanaan pemilihan Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat.
umum oleh LPU selalu berpihak Di negara yang mencita-citakan
kepada partai politik penguasa yaitu sistem politik yang demokratis seperti
Golongan karya. Tidak transparannya Indonesia, keberadaan KPU sebagai
penghitungan suara yang dilakukan dan lembaga penyelenggara Pemilu
adanya berbagai pembatasan terhadap dianggap sangat penting dalam upaya
partai politik lain selain Golongan Karya menegakkan salah satu pilar demokrasi
menggambarkan bahwa pemilihan umum yaitu terselenggaranya pemilu yang jujur
yang diselenggarakan oleh LPU berjalan dan adil. Bahkan, setelah UUD 1945
secara tidak demokratis. diamandemen, KPU merupakan salah
Berdasarkan hal tersebut dan satu lembaga non struktural yang diakui
dilandasi oleh semangat perubahan keberadaannya oleh konstitusi. Dalam
pasca runtuhnya rezim Orde baru, ayat (5) Pasal 22 E UUD 1945 disebutkan:
masyarakat menuntut adanya suatu “Pemilihan umum diselenggarakan oleh
lembaga penyelenggara pemilihan umum suatu komisi pemilihan umum yang
yang benar-benar dapat dipercaya dan bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
bebas dari campur tangan kekuasaan. Sejalan dengan pengaturan dalam UUD
Menghadapi pemilihan umum tahun 1945, kedudukan KPU sebagai lembaga
1999, ditengah ketidakpercayaan yang bersifat nasional, tetap dan mandiri
masyarakat terhadap kinerja LPU, dijabarkan lebih lanjut melalui Pasal
terbentuklah KPU yang anggotanya 3 ayat (1) sampai dengan (3) dalam
pada saat itu berjumlah 53 (lima puluh Undang-undang No. 15 tahun 2011
tiga) orang dengan komposisi yang tentang Penyelenggaraan Pemilihan
terdiri dari wakil pemerintah dan wakil Umum yang menyebutkan:
dari Partai Politik. Walaupun sukses 1) Wilayah kerja KPU meliputi seluruh
dalam menyelenggarakan kampanye dan wilayah Negara Kesatuan Republik
pemungutan suara, penyelenggaraan Indonesia.
pemilu yang dilaksanakan oleh KPU 2) KPU menjalankan tugasnya secara
pertama ini tercoreng oleh ulah anggota berkesinambungan.
KPU terutama yang berasal dari partai 3) Dalam menyelenggarakan Pemilu,
politik. Anggota KPU perwakilan partai KPU bebas dari pengaruh pihak mana

42 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 42 12/6/17 3:45 PM


pun berkaitan dengan pelaksanaan b. memperlakukan peserta Pemilu,
tugas dan wewenangnya. pasangan calon presiden dan
Bersifat nasional menunjukkan bahwa wakil presiden, dan gubernur
wilayah kerja dari KPU berada di tingkat dan bupati/walikota secara adil
nasional. Kemudian menjalankan tugas dan setara;
secara berkesinambungan menunjukkan c. menyampaikan semua informasi
lembaga non struktural ini memiliki penyelenggaraan Pemilu kepada
kedudukan yang permanen, artinya masyarakat;
lembaga ini bukanlah lembaga yang
d. melaporkan pertanggungjawaban
dibentuk sementara . Sedangkan bersifat
penggunaan anggaran sesuai
mandiri dimaksudkan bahwa lembaga ini
dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan ketentuan peraturan
bebas dari pengaruh atau campur tangan perundang-undangan;
dari lembaga lain. e. mengelola, memelihara, dan
Kemandirian KPU mengharuskan merawat arsip/dokumen serta
lembaga ini mampu mengelola melaksanakan penyusutannya
sendiri penyelenggaraan pemilu secara berdasarkan jadwal retensi arsip
profesional dan bertanggung jawab yang disusun oleh KPU dan Arsip
tanpa adanya campur tangan kekuasaan Nasional Republik Indonesia
baik dari eksekutif, legislatif maupun (ANRI);
yudikatif dan bukan juga merupakan f. mengelola barang inventaris KPU
cabang kekuasaan dari ketiga lembaga
berdasarkan ketentuan peraturan
tersebut. Dengan kedudukan tersebut,
perundang-undangan;
KPU termasuk ke dalam kategori lembaga
independen yang berada di luar struktur g. m e n y a m p a i k a n l a p o r a n
cabang-cabang kekuasaan dalam negara periodik mengenai tahapan
atau di Indonesia dikenal dengan istilah penyelenggaraan Pemilu kepada
Lembaga Non Struktural. Presiden dan Dewan Perwakilan
Berdasar pada UU No. 15 Tahun Rakyat dengan tembusan kepada
2011, KPU memiliki tugas, wewenang Bawaslu;
dan kewajiban dalam: a) Penyelenggaraan h. membuat berita acara pada
Pemilu anggota Dewan Perwakilan setiap rapat pleno KPU yang
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan ditandatangani oleh ketua dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; b) anggota KPU;
Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan
i. m e n y a m p a i k a n l a p o r a n
Wakil Presiden; dan c) Penyelenggaraan
penyelenggaraan Pemilu kepada
pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.
KPU dalam Pemilu Anggota Dewan Presiden dan Dewan Perwakilan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan kepada
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Bawaslu paling lambat 30 (tiga
Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil puluh) hari setelah pengucapan
Presiden, dan pemilihan gubernur, bupati, sumpah/janji pejabat;
dan walikota berkewajiban (UU No.15 j. menyediakan data hasil Pemilu
Tahun 2011): secara nasional;
a. melaksanakan semua tahapan k. melaksanakan keputusan DKPP;
penyelenggaraan Pemilu secara dan
tepat waktu;

Pemilu Demokratis 43

01 JURNAL BAWASLU.indd 43 12/6/17 3:45 PM


l. m
elaksanakan kewajiban lain secara fungsional lebih dekat pada fungsi
sesuai dengan ketentuan peraturan eksekutif.
perundang-undangan. Selain itu, dalam sejarah sebelum
adanya KPU, penyelenggaraan pemilu
Pengisian jabatan anggota KPU, di Indonesia dilaksanakan oleh LPU
diawali dengan pengajuan calon anggota yang secara ekplisit berada langsung
KPU oleh Presiden sebanyak 14 orang calon di bawah eksekutif. Dengan demikian,
kepada DPR. DPR kemudian melakukan walaupun bukan merupakan cabang
uji kelayakan dan kepatutan terhadap dari eksekutif, secara fungsional KPU
calon-calon tersebut. Dari hasil pengujian menjalankan sebagian tugas dan fungsi
tersebut, DPR selanjutnya menetapkan 7 eksekutif, sehingga wajarlah apabila ada
orang calon anggota KPU yang terpilih yang menyebut lembaga ini sebagai
berdasarkan peringkat teratas dari 14 (lembaga penunjang atau lembaga bantu)
calon yang diajukan Presiden. Presiden sebagaimana dikemukakan oleh Natabaya
kemudian mengesahkan calon anggota (2008: 213) yang menyatakan bahwa
KPU terpilih yang disampaikan oleh “penafsiran organ UUD 1945 terkelompok
Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat ke dalam dua bagian, yaitu (lembaga
5 hari kerja sejak diterimanya 7 nama negara utama), dan (lembaga penunjang
anggota KPU terpilih. Pengesahan calon atau lembaga bantu). Komisi Pemilihan
anggota KPU terpilih ditetapkan dengan Umum merupakan organ konstitusi
Keputusan Presiden. yang masuk dalam Kemandirian dan
KPU merupakan salah satu lembaga independensi dari KPU-lah yang seolah-
non struktural yang memiliki kedudukan oleh tugas dan fungsi KPU ini tidak berada
yang independen. Independensi lembaga pada ranah kekuasaan eksekutif.
ini mutlak harus tetap dipertahankan Walaupun KPU ini menjalankan
mengingat /produk dari lembaga ini sebagian fungsi pemerintahan, KPU
adalah hasil Pemilihan Umum yang bukanlah bagian dari pemerintah.
jujur, adil dan dapat dipercaya oleh Hal ini juga diperkuat dengan tidak
masyarakat. Sebelum menganalisis adanya kewajiban bagi KPU untuk
independensi KPU dalam sistem politik mempertangungjawabkan pelaksanaan
di Indonesia, ada baiknya dijelaskan tugas dan wewenangnya baik kepada
terlebih dahulu bagaimana kedudukan Presiden maupun DPR. Dalam Pasal 8 ayat
KPU dalam sistem politik di Indonesia. (4) huruf I, KPU hanya menyampaikan
Merunut pada teori fungsional struktural laporan penyelenggaraan pemilu kepada
yang dikemukakan oleh Gabriel Almond, Presiden dan DPR dengan tembusan
KPU sebagai lembaga non struktural kepada Bawaslu paling lambat 30 hari
seolah-olah bukanlah bagian dari suatu setelah pengucapan sumpah/janji pejabat.
sistem politik. Hal ini dikarenakan sifat Teori lain yang menjadi pijakan untuk
dan kedudukan KPU yang khas yang tidak menganalisis kedudukan dari KPU dalam
merupakan bagian dari cabang kekuasaan sistem politik adalah pendapat yang
eksekutif, legislatif dan eksekutif maupun dikemukakan oleh Meny dan Knapp.
lembaga Tetapi, apabila merujuk pada Menurut mereka, lembaga non struktural
otoritas KPU sebagai penyelenggara dapat disebut sebagai cabang kekuasaan
pemilu di Indonesia, dapatlah diketahui keempat setelah eksekutif, legislatif dan
bahwa KPU melaksanakan tugas dan yudikatif. Penulis menilai mendudukan
wewe n a n g nya b e rd a s a r ka n p a d a KPU sebagai lembaga yang setara dengan
peraturan perundang-undangan yang eksekutif, legislatif dan yudikatif tidaklah

44 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 44 12/6/17 3:45 PM


tepat. Walaupun menjalankan fungsi independensi dari KPU ini menjadi
pemerintahan, KPU hanya menjalankan semu. Terdapat potensi yang kuat dari
sebagian kecil fungsi penyelenggaraan DPR maupun Presiden sebagai pembuat
pemerintahan melalui penyelenggara UU untuk melemahkan independensi
pemilihan umum. KPU bukanlah lembaga dari KPU itu sendiri melalui UU Pemilu.
fundamental yang harus didudukkan Salah satu contoh kasus terkait dengan
setara dengan ketiga lembaga tersebut. pelemahan ini misalnya terjadi dalam
KPU tidak memiliki kekuasaan yang Pasal 9 A UU Pilkada Nomor 1 Tahun
besar untuk membuat kebijakan yang 2015. Dalam peraturan itu disebutkan
dapat mempengaruhi secara langsung bahwa KPU menyusun dan menetapkan
kehidupan bermasyarakat dan bernegara pedoman teknis untuk setiap tahapan
di Indonesia. pemilihan setelah berkonsultasi dengan
Berdasarkan kedudukan tersebut, DPR dan Pemerintah. Ketentuan tersebut
maka penulis berkesimpulan bahwa kalau ditelaah telah memberikan ruang
KPU merupakan bagian dari sistem kepada DPR atau pemerintah untuk
politik Indonesia yang menjalankan mengintervensi kewenangan yang dimiliki
sebagian kekuasaan eksekutif sebagai oleh KPU sebagai penyelenggara pemilu.
penyelenggara pemilihan umum di Dampak buruk dari intervensi tersebut
Indonesia. Kekhasan yang dimiliki oleh adalah munculnya kebijakan yang
KPU sebagai lembaga non struktural disesuaikan dengan kepentingan partai
dibandingkan dengan lembaga sejenis atau pemerintah yang berkuasa, sehingga
lainnya adalah sifat tetap dan mandiri serta berimbas pada proses penyelenggaraan
independen dalam menjalankan tgas dan pemilu yang jauh dari sifat berintegritas,
fungsinya. Kemandirian dan independensi jujur dan adil.
dari KPU sebagai penyelenggara pemilu Contoh lain, kemunculan wacana
merupakan modal dasar bagi lembaga ini dari Pansus RUU penyelenggaraan Pemilu
agar penyelenggaraan pemilu memiliki lalu tentang adanya komisioner KPU yang
integritas, jujur dan adil. berasal dari latar belakang partai politik
Walaupun sifat sebagai lembaga menunjukkan bahwa terdapat upaya
independen melekat pada KPU partai politik untuk mengintervensi dan
sebagaimana dibahas sebelumnya, jika melemahkan independensi dari KPU
dianalisis berdasarkan teori fungsional (Retaduari, 2017; Prabowo, 2017). Sejarah
struktural yang dikemukakan oleh Gabriel mencatat, penyelenggaraan pemilu tahun
Almond, kemandirian dan independensi 1999 yang melibatkan partai politik dalam
dari KPU sebagai pelaksana Undang- keanggotaan KPU hampir menyebabkan
undang ternyata tidak riil. KPU hanya kegagalan dikarenakan sikap penyelenggara
memiliki independensi dan kemandirian Pemilu yang berasal dari perwakilan partai
terbatas pada pelaksanaan tanpa dapat politik yang tidak mau menerima kekalahan
merubah kebijakan yang telah dibuat dalam pemilu tersebut. Adanya wacana
oleh lembaga pembuat undang-undang. tersebut seolah-olah mengorek luka
Pembatasan kewenangan KPU oleh lama dan mengedepankan kepentingan
undang-undang praktis telah menjadikan segelintir elit pemegang kekuasaan
lembaga ini hanya sebagai penerjemah dalam melanggengkan kekuasaan dengan
u n d a n g - u n d a n g . Ke te rga nt u n ga n menggunakan institusi penyelenggara
K P U te r h a d a p p ro d u k ke b i j a ka n Pemilu.
penyelenggaraan pemilu yang dibuat Permasalahan lain terkait dengan
oleh Presiden maupun DPR menyebabkan independensi KPU adalah pada pengisian

Pemilu Demokratis 45

01 JURNAL BAWASLU.indd 45 12/6/17 3:45 PM


jabatan dari keanggotaan KPU itu kebijakan penyelenggaraan pemilu
sendiri. Walaupun disebutkan bahwa memerlukan keterlibatan dan partisipasi
keanggotaan KPU bisa berasal anggota dari lembaga-lembaga infrastruktur politik
KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan seperti kelompok-kelompok kepentingan,
birokrat, tetapi pengisian jabatan tersebut kelompok-kelompok penekan, media
dilakukan oleh Presiden dan DPR yang massa maupun tokoh politik yang memiliki
notabene merupakan dua lembaga yang fungsi input dalam pembuatan kebijakan,
pengisian jabatannya dilakukan oleh agar kebijakan penyelenggaraan pemilu
KPU melalui penyelenggaraan Pemilu. tidak menjadi kewenangan mutlak
Dengan pola pengisian jabatan seperti suprastruktur politik yang cenderung
itu terdapat potensi terjadinya patronase melemahkan independensi penyelenggara
politik antara Presiden dan DPR dengan pemilu.
KPU. Alhasil KPU menjadi lembaga
yang memiliki ketergantungan secara 5. Simpulan
politis kepada lembaga-lembaga yang
Proses demokratisasi di Indonesia
memilihnya. Salah satu contoh menarik
sebenarnya telah berjalan dengan baik,
dalam kasus ini dikutip dari buku yang
terutama di dalam suprastruktur politik
berjudul karya Subekti (2015: 87) yang
yang memungkinkan terbentuknya
terjadi pada Pemilu Pilpres 2004 yang
beberapa lembaga non struktural.
menyebutkan bahwa “ ...alat peraga
Kemunculan lembaga-lembaga hibridasi
simulasi pemungutan suara di Kuningan,
antara unsur publik dan juga masyarakat
Jawa Barat memberi contoh dengan
ini tentu dapat menjamin terselenggaranya
mencontreng gambar capres yang berada
suatu fungsi atau tugas secara lebih
di posisi tengah surat suara. Bahkan
independen dan akuntabel yang mana
beredar pemberitaan bahwa salah satu
hal tersebut tidak bisa serta merta
anggota KPU mengirim pesan singkat
dieksekusi oleh lembaga Dalam konteks
(SMS) kepada Sekjen Partai Demokrat.
penyelenggaraan pemilu, hadirnya KPU
KPU tersebut mengeluhkan adanya
diharapkan dapat menciptakan dan
tekanan kepada Ketua KPU dari Capres
menjamin penyelenggaraan pemilu yang
tertentu.”
lebih demokratis.
Berdasarkan hal tersebut, maka
Namun demikian, dilema institusional
sudah selayaknya Lembaga-lembaga
yang dihadapi KPU sebagaimana dibahas
Non Struktural seperti KPU dalam sistem
sebelumnya tetap menjadi hambatan bagi
politik Indonesia perlu ditinjau ulang
terselenggaranya pemilu yang demokratis,
kemandirian dan independensinya.
terutama melihat hubungannya dengan
Realita menunjukkan bahwa keberadaan
sistem politik yang berlaku di Indonesia.
KPU saat ini tidak terlepas dari campur
Tekanan dan pengaruh politik, konfigurasi
tangan dan kepentingan dari lembaga-
relasi kuasa, dan juga pertarungan
lembaga politik yang ada dalam negara.
politik di DPR dan juga eksekutif
Independensi dari KPU sangat bergantung
memaksa KPU selalu dalam posisi
pada dari suatu rezim politik. Adanya
tersubordinasi dan harus bergantung
perubahan dan kepentingan partai politik,
terhadap politik kepentinganTerlebih
DPR ataupun pemerintah sewaktu-waktu
terdapat tendensi pada suprastruktur
dapat melemahkan KPU menjadi lembaga
politik untuk melemahkan dan
yang tidak lagi independen.
mempengaruhi independensi KPU
Karenanya, sebagai negara demokratis,
sebagai penyelengara Pemilu.Sebagai
proses pembuatan kebijakan khususnya

46 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 46 12/6/17 3:45 PM


konsekuensi, penyelenggaraan pemilu harapan terwujudnya Pemilu yang lebih
yang demokratis, jujur, dan adil tidak bisa demokratis akan semakin terwujud.
berjalan sebagaimana mestinya. Karenanya, perlu bagi KPU, Bawaslu,
Menghadapi realitas politik tersebut, akademisi, dan segenap aktivis demokrasi
karenanya, independensi KPU tidak untuk bisa memberikan pendidikan
hanya ditentukan oleh reformasi dalam politik, memunculkan wacana politik, dan
tataran suprastruktur politik, tetapi juga mengaktivasi fungsi-fungsi struktur
juga oleh proses demokratisasi pada sosial dan politik pada masyarakat sipil
infrastruktur politik. Jika masyarakat guna menyeimbangkan kekuatan dan
dan rerpesentasinya semakin terlibat pengaruh suprastruktur politik di dalam
secara aktif dalam perumusan kebijakan sistem politik Indonesia.
dan penyelenggaraan Pemilu, maka

Pemilu Demokratis 47

01 JURNAL BAWASLU.indd 47 12/6/17 3:45 PM


DAFTAR PUSTAKA

Alder, J., dan English, P. (1998). London: Macmillan


Arifin, F., (2005). . Jakarta: KRHN, Mahkamah Konstitusi, TAF.
Asshiddiqie, J. (2010). . Jakarta: Sinar Grafika.
Chilcote, R. H. (2007). Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Johnson, J. B. (2001). Washington D.C: CQ Press.
Kantaprawira, R. (2002). . Bandung:Sinar Baru Alhensindo.
Meny, Y., dan Knapp, A. (1998)., 3rd edition. Oxford: Ofxord University Press.
Miles, M., dan Hubberman, A. M. (1984). London: Sage Publications
Natabaya, H. A. S. (2008). Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, Mahkamah Konstitusi.
Prabowo, D. (2017, 22 Maret). Diakses pada 1 November 2017 dari http://
nasional.kompas.com/read/2017/03/22/09471801/wacana.anggota.kpu.dari.
parpol.merupakan.kemunduran.demokrasi.
Retaduari, E. A. (2017, 21 Maret). Diakses pada 1 November 2017 dari https://
news.detik.com/berita/d-3453059/usai-kunker-pansus-ruu-pemilu-wacanakan-
komisioner-kpu-dari-parpol.
Subekti, V. S. (2015). . Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Sukarna. (1981). . Bandung: Alumni.
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 22E
UU No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu
Varma, S. P. (2003). . Jakarta: RajaGrafindo Persada.

48 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 48 12/6/17 3:45 PM


Jurnal Bawaslu
ISSN 2443-2539
Junaidi, V.&Syahda,A.
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 49-64

MEKANISME PENANGANAN PELANGGARAN ADMINISTRASI


PEMILU DALAM UU NOMOR 7 TAHUN 2017

Veri Junaidi
Kode Inisiatif, Jakarta, Indonesia, veri.kode@gmail.com

Adelline Syahda
Kode Inisiatif, Jakarta, Indoneisa, adelline@kodeinisiatif.org

ABSTRAK

Ragam permasalahan hukum dalam UU Pemilu menunjukkan adanya perubahan yang


signifikan dalam penyelesaiannya khususnya untuk pelanggaran administrasi pemilu.
Bawaslu menjadi lembaga yang dimandatkan UU untuk penyelesaian pelanggaran
administrasi pemilu baik administrasi biasa ataupun administrasi TSM. Melalui UU
ini Bawaslu bertransformasi tidak lagi sebagai tempat transit diterimanya laporan,
namun hingga memutus pelanggaran administrasi pemilu. Dalam halnya memutus
pelanggaran administrasi Bawaslu menjadi lembaga pengawas yang menjalankan
fungsi yudisial, sehingga output dari penyelesaian ini berupa putusan yang wajib
dilaksanakan oleh KPU. Untuk proses pemeriksaan UU Pemilu mengamanatkan proses
dilakukan secara terbuka. Adapun desain penyelesaian pelanggaran administrasi
pemilu yang dapat dilakukan oleh Bawaslu dengan amanat keterbukaan adalah
dengan melalui prosedur proses pelaporan oleh subjek yang memiliki legal standing
paling lama 7 hari sejak diketahuinya dengan ketentuan formal sebuah laporan,
proses diterima dan diregistrasinya pelanggaran oleh Bawaslu, proses pemeriksaan –
pengkajian- dan investigasi laporan, proses Rapat Permusyawaratan dan pembacaan
Putusan oleh Bawaslu. Dengan rangkaian proses ini dapat mendorong keterbukaan
proses yang dilakukan oleh Bawaslu untuk menyelesaian pelanggaran administrasi
pemilu dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak diregistrasinya laporan yang
disampaikan sebagaimana ketentuan UU Pemilu. Sehingga dengan desain mekanisme
tersebut Bawaslu dapat mengoptimalkan batasan waktu untuk menghasilkan suatu

Pemilu Demokratis 49

01 JURNAL BAWASLU.indd 49 12/6/17 3:45 PM


proses penyelesaian yang runtut, terbuka dan berkeadilan bagi kedua belah pihak.
Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode yuridis normatif untuk melihat
sejauh mana perubahan kewenangan yang diberikan kepada Bawaslu dari berbagai
Undang-Undang dan desain yang cocok dalam mekanisme penanganan pelanggaran
administrasi pemilu.

Kata Kunci
Pelanggaran Administrasi Pemilu, desain mekanisme penanganan, Bawaslu

ABSTRACT

Variety of legal issues in the law of election indicates a significant changes in the
settlement, especially for any violation in electoral administration. Bawaslu becomes
an institutions mandated by law to settle any administration’s violation of general
admnistrative or administrative election, such asordinary administration or “TSM”
administration. Through this legislation, Bawaslu not onlybecomes a transit for
receiving report of those violation, but also solve the electoraladministration. In
case solving the offense of administration, Bawaslu hasjudicial function, so that the
output of the settlement is a verdicts which shall be executed by the KPU.For the
investigation process, this legislation orders the process was done openly. Bawaslu
has to set the process of the report by the person who has legal standing at least 7
days since the violation already known with formal condition of a report, accepted
process, and registration of violations by Bawaslu, examinating process or assessment,
and investigative reports, as a consultative process by Bawaslu. These processes can
encourage transparency of every process conducted by Bawaslu to settle violations
of electoral administration within 14 working days of the registration of reports
submitted in accordance with the provisions of the Election Law. So with the design
of these mechanisms, Bawaslu can optimize time constraints to produce a coherent,
open and equitable settlement process for both parties. This paper was prepared
using normative juridical method to see how far the authority changes has given to
Bawaslu from various laws and suitable design in mechanism of handling violation
of electoral administration.

Keywords
Pelanggaran Administrasi Pemilu, desain mekanisme penanganan, Bawaslu

50 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 50 12/6/17 3:45 PM


1. Pendahuluan bagaimana desain penyelesaian yang
Muncul perubahan kewenangan bersifat terbuka?
yang signifikan melalui UU No 7 Tahun Menyesuaikan irama dengan tahapan
2017 tentang Pemilihan Umum (UU proses yang sudah berlangsung yaitu
Pemilu) terhadap Badan Pengawas tahap pendaftaran partai politik pada
Pemilu (Bawaslu). Perubahan ini 3-16 Oktober kepada KPU. Dari total 73
menjadi pembeda posisi Bawaslu dalam parpol yang terdaftar di Kemenkumham,
penyelesaian permasalahan hukum pemilu 46 diantaranya mengkonfirmasi akan
dari kewenangan yang sebelumnya. melakukan pendaftaran. Namun hanya
Oleh sebab itu Bawaslu harus mampu 27 partai politik yang mendaftar, 14
menjawab tantangan yang diberikan dinyatakan memenuhi kelengkapan
UU Pemilu dalam mengoptimalkan berkas persyaratan pendaftaran dan 13
penyelesaian permasalahan hukum. sisanya tidak memenuhi kelengkapan
Hal yang menarik dalam tiap gelaran berkas persyaratan sebagaimana
pemilu adalah timbulnya berbagai dicantumkan dalam UU Pemilu pasal
permasalahan hukum secara progresif, 173 ayat (2). Terhadap 13 partai ini
mengikuti perkembangan yang terjadi KPU menilai tidak diikutkan dalam
di lapangan. Seringkali ketentuan UU tahapan penelitian administrasi. Dari
alpa atau cenderung tertinggal untuk tahapan pendaftaran partai politik ini
menjawab permasalahan hukum yang kemudian meninggalkan persoalan hukum
berkembang. Mengacu pada ketentuan berujung laporan dugaan pelanggaran
dalam UU Pemilu ini, buku ke empat administrasi kepada Bawaslu. Tindakan
dan kelima mengatur soal permasalahan KPU menyatakan sejumlah partai tidak
hukum. Setelah membaca seksama kedua lengkap dan tidak diikutkan pada tahapan
bab ini, temuan menarik dalam proses penelitian admnistrasi dinilai sebagai
penyelesaian pelanggaran administrasi bentuk penghilangan hak konstitusional
pemilu yang dilakukan oleh Bawaslu . partai untuk menjadi calon peserta
Melalui UU Pemilu ini, Bawaslu pemilu tahun 2019. Sehingga sepanjang
punya posisi tawar yang sangat tanggal 25 -27 Oktober 2017 terdapat
menentukan. Hal ini penting untuk sepuluh partai politik yang mengajukan
dilihat lebih jauh, mengingat Bawaslu permohonan kepada Bawaslu.
tidak hanya sebagai transit diterimanya Permohonan ini harus diselesaikan
laporan, namun langsung memutus. Bawaslu dalam waktu 14 hari kerja
Khususnya adalah terhadap penyelesaian setelah laporan diterima dan diregistrasi
pelanggaran administrasi pemilu yang dengan mekanisme bersifat terbuka.
bersifat biasa atupun yang bersifat Hal ini mengingat tolak ukur pemilu
Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM). demokratis tidak semata pada ketentuan
Soal kewenangan baru yang dimiliki proses dan penyelenggara yang baik saja,
Bawaslu muncul pertanyaan, bagaimana namun bergantung pada ketersediaan
desain kewenangan Bawaslu untuk sarana ketika timbulnya permasalahan
menyelesaikan pelanggaran administrasi hukum sehingga dapat menjamin adanya
pemilu khususnya kewenangan memutus keadilan stake holder yang terlibat dalam
sesuai amanat UU Pemilu? Lalu pemilu.

Pemilu Demokratis 51

01 JURNAL BAWASLU.indd 51 12/6/17 3:45 PM


2. Metode Penelitian 4. Hasil dan Pembahasan
Metode penelitian yang digunakan 4.1 Permasalahan Hukum Pemilu
adalah yuridis normatif yaitu menekankan Dalam UU Pemilu ini terdapat hal
pada ketentuan hukum positif yang yang berbeda yang mengatur pelanggaran
berlaku. Pengumpulan data digunakan administrasi jika dibandingkan dengan
dengan study kepustakaan. Data yang ketentuan UU Pemilu Legislatif No 8
digunakan adalah data primer berupa Tahun 2012 dan UU Pemilu Presiden
peraturan perundang-undangan dan No 42 Tahun 2008. Undang-Undang ini
buku, data sekunder adalah penelusuran membedakan pelanggaran administrasi
informasi di media online. biasa dan pelanggaran administrasi yang
sifatnya TSM. Pengaturan ini secara
3. Perspektif Teori
konsep terinspirasi pada UU No 1 Tahun
Keadilan dalam pemilu berasal dari 2015 tentang Pilkada. Pelanggaran
istilah electoral justice. Keadilan dalam administrasi TSM ini terkait dengan politik
pemilu akan terwujud jika mekanisme uang. Diluar ketentuan pelanggaran
dalam pemilu mampu menjamin administrasi pemilu ini, ketentuan soal
kemurnian hak pilih warga negara. permasalahan hukum lain yang diatur
Keadilan pemilu itu sendiri mencakup dalam UU ini pada prinsipnya diatur sama
cara dan mekanisme yang tersedia di dan tidak ada perubahan. Sehingga kajian
suatu negara tertentu, komunitas lokas dibatasi pada perubahan yang mengatur
atau di itngkat regional atau internasional soal pelanggaran administrasi pemilu.
untuk beberapa tujuan, yakni1 :
a. menjamin agar steiap tindakan, a. Pendefinisian Pelanggaran
prosedur dan keputusan terkait Administrasi
proses pemilu sesuai dengan Untuk menyigi pelanggaran
kerangka hukum, administrasi secara detail maka harus
b. melindungi atau memulihkan hak dilihat apa itu pelanggaran administasi
pilih, dan pemilu. Pendefinisian pelanggaran
c. memungkinkan warga negara administrasi mengalami perubahan
mewakili bahwa hak pilih mereka dalam beberapa produk UU Kepemiluan.
telah dilanggar untuk mengajukan Untuk melihat sejauh mana perubahan
pengaduan, mengikuti yang dialami, maka disandingkan definisi
persidangan dan mendapatkan pelanggaran administrasi dari empat UU
putusan. Pemilu berbeda. Dapat dilihat pada tabel
Sistem keadilan pemilu sendiri 1 di bawah.
merupakan instrumen penting untuk Dari tabel tersebut, pendefinisian
menegakan hukum dan menjamin penerapan pelanggaran administratif mengalami
prinsip demokrasi melalui pelaksanaan perkembangan pada tiap periode UU
pemilu yang bebas,adil dan jujur. Pemilu. Jika dilihat definisi yang diatur
dalam UU Pemilu sebagaimana ditabel,
lebih dekat dengan pendefinisian yang
diatur dalam UU No 1 Tahun 2015 jo
UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
1 Junaidi, 2013, halm.43

52 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 52 12/6/17 3:45 PM


Meskipun jauh sebelumnya dalam UU UU tersebut pelanggaran administrasi
No 42 Tahun 2008 dan UU No 8 Tahun dimaknai sebagai pelanggaran yang
2012 pendefinisian soal pelanggaran diluar pelanggaran etik dan tindak pidana
administrasi telah dicantumkan juga, akan semata. Padahal pelanggaran administrasi
tetapi dirasa masih kurang tepat dan mesti adalah pelanggaran terhadap administrasi
disempurnakan. Karena pada kedua rezim penyelenggaraan pemilu itu sendiri.

UU No 7 tahun UU No 8 Tahun UU No 42 Tahun UU No 10 Tahun 2016


Definisi
2017 (pemilu) 2012 (pileg) 2008 (Pilpres) (Pilkada)
Pelanggaran Pelanggaran Pelanggaran Pelanggaran Pelanggaran
administratif administratif administrasi administrasi administrasi pemilihan
pemilu pemilu meliputi pemilu adalah pemilu Presiden meliputi pelanggaran
pelanggaran pelanggaran dan Wakil terhadap tatacara
terhadap meliputi tatacara, Presiden adalah yang berkaitan
tatacara, prosedur dan pelanggaran dengan administrasi
prosedur, atau mekanisme yang terhadap pelaksanaan pemilihan
mekanisme berkaitan dengan ketentuan UU dalam setiap tahapan.
yang berkaitan administrasi ini yang bukan (pasal 138 UU 1/2015)
dengan pemilu dalam merupakan
administrasi setiap tahapan ketentuan --------------Diubah
pelaksanaan penyelenggaraan Pidana pemilu Pelanggaran
pemilu dalam pemilu diluar Presiden dan administrasi adalah
setiap tahapan tindak pidana Wakil Presiden pelanggaran meliputi
penyelenggraan pemilu dan dan terhadap tatacara, prosedur
pemilu (pasal pelanggaran ketentuan lain dan mekanisme
460). kode etik yang diatur dalam yang berkaitan
penyelenggara peraturan KPU. dengan administrasi
pemilu. (pasal (Pasal 191) pelaksanaan pemilihan
253) dalam setiap tahapan
penyelenggaraan diluar
tindak pidana pemilihan
dan pelanggaran kode
etik penyelenggara
pemilu. (Pasal 138 UU
8/2015)

Lebih lanjut pendefinisian ini bisa juga dalam arti luas adalah keseluruhan proses
merujuk pada pengertian administrasi untuk mencapai tujuan. Sementara dalam
secara umum. Secara harfiah administrasi artian sempit nya administrasi adalah hal
berasal dari kata administratie. Dilihat atau kegiatan yang berhubungan dengan
pengertiannya menurut Kamus Besar perihal teknis pembukuan ataupun
Bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha pencatatan. Dalam hal ini jika dikaitkan
dan kegiatan yang berkaitan dengan maka, pelanggaran administrasi pemilu
penyelenggaraan kebijakan untuk adalah keseluruhan proses, prosedur
mencapai tujuan2. Sedangkan administrasi yang berkaitan dengan proses pencapaian
tujuan dan kebijakan teknis dalam
pelaksanan pemilu itu sendiri.
Berdasarkan pengertian itu maka,
2 https://kbbi.web.id/administrasi pendefinisian terhadap pelanggaran

Pemilu Demokratis 53

01 JURNAL BAWASLU.indd 53 12/6/17 3:45 PM


administrasi sudah mulai disempurnakan terjadi pada tahap kampanye yaitu
dalam UU No 1 Tahun 2015 jo UU No sebesar 41,16% dan 62,2%6. Sementara
8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Yaitu untuk gelaran Pilpres tahun 2014 lalu,
pelanggaran terhadap tatacara, prosedur, bentuk pelanggaran administrasi yang
atau mekanisme yang berkaitan dengan terjadi seperti permasalahan dalam
administrasi pelaksanaan pemilu dalam penyusunan Daftar Pemilih Tetap (ganda,
setiap tahapan penyelenggaraan pemilu3 tidak terdaftar, tidak memenuhi syarat
sebagaimana yang kemudian diatur sebagai DPT, tidak diumumkan DPT),
UU Pemilu. Secara praktik tahapan kekurangan logistik & rusaknya surat
pelaksanaan pemilu ini terdiri dari suara, pemasangan APK yang tidak
pendaftaran, penetapan dan pemutakhiran sesuai hingga kesalahan dalam pengisian
data pemilih, pencalonan, kampanye, formulir penghitungan suara, hilangnya
masa tenang, hari H pencoblosan, kotak suara hingga kampanye hitam serta
rekapitulasi suara hingga penetapan politik uang. Begitu juga halnya terhadap
pasangan calon pemenang pemilu. Dalam pelanggaran administasi pada pilkada
rentang inilah pelanggaran administrasi serentak 2015 dan 2017 lalu.
berpotensi terjadi. Kehadiran Bawaslu
sebagai lembaga penyelesai menjadi b. Kewenangan Bawaslu dalam
sangat menentukan, karena mekanisme Pelanggaran Administrasi Pemilu
penyelesaian dalam pemilu untuk Sejak semula Bawaslu menjadi
mengamankan integritas atas pemilu lembaga yang dimandatkan Undang-
itu sendiri4. Melalui penjelasan ini maka Undang untuk menerima setiap laporan
timbulnya pelanggaran administrasi pelanggaran administrasi. Namun, hari ini
pemilu pada proses pendaftaran partai Bawaslu bertransformasi menjadi lembaga
politik adalah sebuah keniscayaan. yang memutus setiap pelanggaran
Sebagaimana dipercaya banyak kalangan administrasi pemilu sebagaimana perintah
yang konsen terhadap penyelenggaran UU No 7 Tahun 2017 Pasal 461 ayat (1).
pemilu, tahap pendaftaran partai politik Perkembangan ini tentu didesain untuk
peserta pemilu merupakan fase yang menjadi benteng dalam mekanisme
paling krusial dan menegangkan5. penyelesaian pelanggaran administrati.
Hal ini terkonfirmasi dari data Berikut perkembangan kewenangan
pengawasan pelanggaran administrasi Bawaslu dalam penyelesaian Pelanggaran
pemilu dalam Catatan Pengawasan Pemilu Administrasi dalam tabel 2.
yang dikeluarkan Bawaslu periode 2012 - Berdasarkan ketentuan kewenangan
2017 lalu. Dari data menunjukkan bahwa Bawaslu yang diatur sesuai tabel
pada pemilihan kepala daerah tahun diatas, maka terdapat beberapa catatan
2013 dan pemilihan legislatif 2014 lalu, penting yaitu : Pertama terkait dengan
pelanggaran administrasi paling banyak

6 Catatan pengawasan pemilu untuk


3 Pasal 138 UU No 8 Tahun 2015 Demokrasi Indonesia memori jabatan
4 Junaidi, 2011, hlm.67 Anggota Bawaslu RI periode 2012-2017
5 Isra, 2017, halm. 8 halm 261

54 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 54 12/6/17 3:45 PM


ruang lingkup penanganan pelanggaran Bawaslu melalui UU Pemilu ini. Dalam
administrasi. Jika sebelumnya dalam hal ini outpun yang dihasilkan adalah
UU Pilpres tahun 2008, Bawaslu hanya putusan, berbeda dengan rekomendasi
memberikan laporan kepada KPU, seperti yang sebelumnya. Karena outpun
kemudian KPU yang menyelesaikan dan nya putusan, tentu sifatnya eksekutorial
memberikan putusan. Posisi Bawaslu atau dilaksanakan apapun yang menjadi
hanya sebatas pada penerimaan laporan putusan Bawaslu. Beda hal nya dengan
saja. Selanjutnya pada UU No 8 tahun outpun yang dihasilkan Bawaslu berupa
2012 tentang pemilu legislatif, Bawaslu rekomendasi. Jika rekomendasi meskipun
kemudian punya ruang memberikan terdapat kewajiban menindaklanjuti,
rekomendasi terhadap pelanggaran namun mekanisme tindak lanjut yang
administrasi pemilu. Perubahan kemudian dilakukan KPU bisa berupa melaksanakan
diperkuat lagi dalam UU Pemilu ini, langsung rekomendasi Bawaslu atau bisa
penyelesaian pelanggaran administrasi juga KPU menafsirkan ulang apa yang
ada ditangan Bawaslu secara keseluruhan. menjadi rekomendasi. Hal ini lah yang
Ini artinya Bawaslu tak lagi sebatas membedakan dampak output putusan
penerimaan laporan, maupun pemberi atau rekomendasi sesuai kewenangan
rekomendasi namun Bawaslu kini dapat Bawaslu dalam pelanggaran Administrasi.
memeriksa, mengkaji dan bahkan Sifat putusan yang dikeluarkan oleh
memutus pelanggaran administratif Bawaslu ini harus dimaknai sebagai
pemilu. putusan yang dikeluarkan oleh lembaga
Kedua, soal dampak yang timbul quasi yudisial yang harus langsung
terhadap perubahan kewenangan dilaksanakan meskipun posisi Bawaslu
Bawaslu. Sebelumnya Bawaslu menerima, adalah sebagai lembaga yang pengawas
kemudian membuat rekomendasi sebagai pemilu. Namun dalam penanganan
outpun dari pemeriksaan yang dilakukan. pelanggaran administrasi pemilu, Bawaslu
Apabila laporan tersebut terbukti dan menjelma sebagai suatu lembaga
benar ada suatu pelanggaran administasi quasi peradilan. Hal ini juga sama
pemilu, maka Bawaslu akan membuat jika membandingkan dengan peranan
rekomendasi atas kajiannya tersebut. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Rekomendasi yang telah dibuat ini (KPPU) dalam menyelesaiakan laporan
kemudian disampaikan pada KPU. Namun persaingan usaha tidak sehat. Dalam
yang kemudian memutuskan apakah hal pengawasan yang dilakukan KPPU,
akan menjalankan atau menindaklanjuti jika terjadi persaingan usaha tidak sehat
rekomendasi atau tidak itu adalah KPU. KPPU dapat menyelesaiaknnya dengan
Meskipun nantinya terdapat kewajiban berdasar hasil pengawasan Komisi sendiri
bagi KPU untuk menjalankan rekomendasi ataupun hasil laporan dari masyarakat.
dari Bawaslu sesuai perintah UU. Sanksi KPPU menjadi lembaga yang sedari awal
yang bisa diberikan kepada KPU jika tidak menerima, menyelidiki, mengkaji hingga
melaksanakan rekomendasi berupa sanksi menyidangkan dan memberikan putusan
peringatan lisan dan peringatan tulisan. terhadap laporan yang disampaikan.
Dampak demikian berbeda dengan
kewenangan memutus yang dimiliki

Pemilu Demokratis 55

01 JURNAL BAWASLU.indd 55 12/6/17 3:45 PM


Tabel 2

UU No 7 tahun UU No 8 Tahun UU No 42 Tahun UU No 10 Tahun


Keterangan
2017 (pemilu) 2012 (pileg) 2008 (Pilpres) 2016 (Pilkada)
Kewenangan Bawaslu, Bawaslu KPU, KPU Provinsi, Pelanggaran Bawaslu Provinsi
Bawaslu Provinsi, Bawaslu KPU Kab/Kota administrasi dan atau Panwaslu
dalam Kabupaten/ memeriksa pemilu Presiden Kabupaten/
penanganan Kota menerima, dan memutus dan Wakil Kota membuat
pelanggaran memeriksa, pelanggaran Presiden rekomendasi atas
administratif mengkaji dan administrasi diselesaikan hasil kajiannya
memutus sejak diterimanya oleh KPU, KPU (Pasal 139 UU
pelanggaran rekomendasi dari Provinsi dan 1/2015)
administrasi Bawaslu, Bawaslu KPU Kabupaten/
pemilu (Pasal 461 Provinsi, Panwaslu Kota berdasarkan
ayat (1) Kabupaten/Kota. laporan dari
(pasal 255 ayat 1) Bawaslu,
Panwaslu Provinsi
dan Panwaslu
Kabupaten/Kota
sesuai dengan
tingkatannya.
(Pasal 192)

Desain penanganan perkara yang Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)


dilakukan oleh KPPU ini bisa disandingkan tidak dilaksanakan oleh terlapor, maka
dengan desain yang dapat dilakukan KPPU akan menyerahkan perkara kepada
Bawaslu dalam menangani dugaan kepolisian untuk diproses secara pidana
pelanggaran administrasi pemilu. Dalam sebagaiaman diatur dalam UU nya
hal menyelesaiakan perkara, KPPU Ketiga, apakah ketentuan sanksi yang
melaksanakan dalam proses persidangan mengatur ketika putusan Bawaslu tidak
yang terbuka untuk umum sesuai dilaksanakan oleh KPU ? perihal sanksi
Peraturan Komisi Pengawas persaingan ini menjadi penting. Secara minimalis UU
Usaha No 1 Tahun 2010. Sama hal nya Pemilu menyiratkan adanya mekanisme
dengan KPPU, posisi Bawaslu sedari mengadukan kepada Dewan Kehormatan
awal adalah mengawasi, menerima, Penyelenggara Pemilu (DKPP) jika tidak
memeriksa, mengkaji dan kemudian menindak lanjuti putusan Bawaslu 7.
memutus pelanggaran administrasi Dari ketentuan pasal ini mestinya ada
pemilu. Bawaslu menjadi lembaga yang penegasan bahwa tidak menindaklanjuti
kemudian merangkap dari tahapan putusan Bawaslu adalah termasuk
penyelidikan, penyidikan, membuat Pelanggaran Kode Etik dan terdapat
tuntutan hingga memutus. Lalu terhadap keharusan untuk dilaporkan kepada
putusan yang dihasilkan oleh KPPU DKPP. Sehingga ketentuan ini bukanlah
terdapat kewajiban bagi pihak terlapor ketentuan yang bersifat opsional untuk
untuk melaksanakan putusan Komisi
dengan tenggat waktu yang ditentukan.
Lebih tegas lagi jika putusan Komisi

7 Pasal 464 UU Pemilu

56 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 56 12/6/17 3:45 PM


melaporkan pelanggaran kode etik Dalam konteks kekinian, terdapat
kepada DKPP tapi menjadi keharusan. varian pelanggaran administrasi ada yang
Pengaturan ini mesti nya didorong bersifat terstruktur, sistematis dan masif
untuk dipertegas. Jika putusan Bawaslu (TSM). Perkembangan ini mulanya dalam
tidak ditindaklanjuti oleh KPU maka Undang-Undang UU Nomor 10 Tahun
ini dapat dikategorikan sebagai bentuk 2016 tentang Pilkada dan menginspirasi
ketidakpatuhan terhadap putusan pengaturan dalam UU No 7 Tahun 2017
peradilan dan dapat dikualifikasikan ini. Adapun terhadap subjek dan objek
sebagai bentuk pelanggaran kode etik dari pelanggaran TSM yang diaturdalam
yang harus diadili DKPP. Dengan begitu UU ini adalah :
terdapat kewajiban mengeksekusi putusan
- Objek
yang telah dikeluarkan oleh Bawaslu
sebagai lembaga yang berhak untuk Sebelum merinci lebih lanjut terkait
memutuskan pelanggaran administrasi objek dari pelanggaran administrasi
pemilu. pemilu TSM penting untuk melihat
perbandingan ketentuan dalam UU
c. Pelanggaran administratif pemilu
Pemilu dan UU No 10 Tahun 2016, yakni
yang sifatnya TSM
sebagai mana pada tabel 3 berikut:

Tabel 3
Keterangan UU No 7 Tahun 2017 (Pemilu) UU No 10 Tahun 2016 (pilkada)
Pelanggaran Pasangan calon, calon anggota Pelanggaran administrasi pemilihan
administrasi pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD sebagaimana yang dimaksud
TSM Kabupaten/Kota, pelaksana merupakan pelanggaran yang terjadi
kampanye, dan atau tim kampanye secara TSM. (Pasal 135 A).
dilarang menjanjikan dan atau ---------------
memberikan uang atau materi Calon dan atau tim kampanye
lainnya untuk mempengaruhi dilarang menjanjikan dan/atau
penyelenggara pemilu dan atau memberikanuang atau meteri lainnya
pemilih. (Pasal 286 ayat 1). untuk mempegaruhi penyelenggara
pemilihan dan atau pemilih. (Pasal 73
ayat (1)

Berdasarkan tabel, objek pelanggaran atau kedua dari unsur menjanjikan


administrasi yang sifatnya TSM adalah memberikan uang atau materi ini. Kedua
perbuatan menjanjikan dan atau unsur ini bersifat alternatif komulatif.
memberikan uang atau materi lainya. Dapat menjerat salah satunya saja atau
Unsur ini sama-sama diatur dalam keduanya sekaligus.
ketentuan pelanggaran administrasi UU
Pilkada dan UU Pemilu sebagaimana - Subjek
dicantumkan dalam tabel diatas. Artinya Selain objek diatas, ketentuan ini
untuk menentukan suatu pelanggaran juga mengatur subjek pelaku pelanggaran
dapat masuk pada kategori pelanggaran administrasi TSM ini adalah Pasangan
TSM harus memenuhi salah satu calon, calon anggota DPR, DPD dan

Pemilu Demokratis 57

01 JURNAL BAWASLU.indd 57 12/6/17 3:45 PM


DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dengan pidan penjara paling lama
Pelaksana dan tim kampanye. Artinya 3 tahun dan denda paling banyak
disini, jika salah satu dari subjek yang Rp. 36 juta
telah tercantum tersebut melakukan ♦♦ Pasal 523 ayat (1) : Setiap
perbuatan menjanjikan dan atau pelaksana, peserta dan atau
memberikan uang atau materi lainnya tim kampanye pemilu yang
dan terjadi secara terstruktur, sistematis dengan sengaja menjanjikan atau
dan masif maka dapat diduga sebagai memberikan uang atau materi
pelanggaran administrasi TSM. lainnya sebagai imbalan kepada
Hal ini berarti jika salah dari satu peserta kampanye pemilu secara
dari pasangan calon melakukan, bisa langsung ataupun tidak langsung
calon wakilnya atau calon Presidennya dipidana paling lama 2 tahun dan
saja, tetap bisa dikenai unsur ini karena denda paling banyak Rp 24 juta.
kejarannya adalah pasangan calon.
♦♦ Pasal 523 ayat (2) : Setiap
Sehingga jika salah satu yang melakukan
pelaksana, peserta dan atau tim
maka dapat dikenai sanksi pembatalan
kampanye pemilu yang dengan
untuk pasangan tersebut karena
sengaja pada masa tenang
dicalonkan dalam waktu yang bersamaan
menjanjikan atau memberikan
sebagai pasangan calon. Ketentuan
imbalan uang atau materi lainnya
pembatalan sebagai pasangan calon ini
kepada pemilih secara langsung
sama sekali tidak menggugurkan sanksi
ataupun tidak langsung dipidana
pidana sebagaimana diatur dalam UU
dengan pidana penjara paling
Pemilu ini8. Sedangkan jika subjek yang
lama 4 tahun dan denda paling
melakukan perbuatan menjanjikan dan
banyak Rp 48 juta.
atau memberikan uang atau materi lainya
♦♦ Pasal 523 ayat (3) : Setiap orang
itu adalah pelaksana dan tim kampanye,
yang dengan sengaja pada hari
maka akan dikenai sanksi pidana yang
pemungutan suara menjanjikan
diatur dalam UU Pemilu ini, berupa:
atau memberikan uang atau
♦♦ Pasal 516 : setiap orang yang
materi lainya kepada pemilih
dengan sengaja pada saat
untuk tidak menggunakan hak
pemungutan suara menjanjikan
pilihnya atau memilih peserta
atau memberikan uang atau
pemilu tertentu dipidana dengan
materi lainya kepada pemilih
pidana penjara paling lama 3
suapaya tidak menggunakan
tahun dan denda paling banyak
hak pilihnya atau memilih
Rp. 36 juta.
peserta pemilu tertentu atau
menggunakan hak pilihnya - Definisi TSM
dengan cara tertentu sehingga
Selain subjek pelanggaran dan
surat suara tidak sah, dipidana
sanksi yang dikenai seperti uraian
diatas, unsur TSM menjadi hal yang
harus terpenuhi. Pelanggaran terstruktur
adalah kecurangan yang dilakukan
8 Pasal 286 ayat (4) UU Pemilu oleh aparat struktural, baik aparat

58 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 58 12/6/17 3:45 PM


pemerintah maupun penyelenggara dilakukan oleh unsur-unsur aparatur
pemilihan secara kolektif atau bersama- penyelenggara yang melibatkan banyak
sama, sedangkan pelanggaran sistematis pihak. Sehingga unsur terstruktur dan
adalah pelanggaran yang direncanakan sitematis ini adalah dua unsur yang
secara matang, tersusun bahkan sangat sesungguhnya ada pada satu kesatuan
rapi dan pelanggaran masif adalah makna dan memberikan dampak luas.
dampak pelanggaran yang sangat luas Lain hal dengan istilah masif. Masif
pengaruhnya terhadap hasil pemilihan digunakan untuk menujukan dampak
bukan hanya sebagian. Sebagaiman pelanggaran yang terjadi sangat luas.
penjelasan pasal 286 ayat 3. Pengertian luas yang dimaksud disini
Berdasarkan definisi itu, maka ketiga tentunya berbeda dengan artian secara
unsur harus terpenuhi secara komulatif. menyeluruh. Jika menyeluruh bisa
Akan tetapi dalam penentuan unsurnya diartikan harus terjadi di seluruh wilayah,
perlu dicermati dari definisi yang ada dlm diseluruh Provinsi, Kabupaten, Kota,
UU Pemilu dan praktek pemberlakuan Kecamatan, TPS tanpa terkecuali. Akan
ketentuan pelanggaran TSM khususnya tetapi meluas tentu tidak sama dengan
yang telah diterapkan oleh Mahkamah menyeluruh. Meluas berarti tidak harus
Konstitusi. Dalam hal ini Mahkamah terjadi di semua tempat tapi cukup terjadi
Konstitusi menujukkan bahwa unsur TSM di beberapa tempat yang kemudian bisa
itu adalah satu kesatuan unsur. Yang didefinisikan sebagai pelanggaran yang
artinya, jika satu unsur terpenuhi maka meluas/ masif.
dengan sendirinya unsur yang lain juga
4.2 Mekanisme Penyelesaian dan
telah terjadi. Hal ini terlihat dari unsur
Hukum Acara pelanggaran
terstruktur dan masif. Menarik jika melihat
Administrasi Pemilu
pemenuhan untuk menentukan sebagi
dugaan pelanggaran administrasi TSM. Dalam UU Pemilu ini, tak hanya
Terstruktur berarti pelanggaran tersebut memberikan mandat kewenangan kepada
melibatkan aparatur baik penyelenggara, Bawaslu untuk penyelesaian pelanggaran
pemerintahan maupaun aparatur administrasi (biasa dan TSM) saja, namun
keamanan dalam proses pemenangan UU Pemilu juga mengamanatkan untuk
khususnya dalam hal politik uang. Oleh pemeriksaan dilakukan secara terbuka9.
karena itu, hampir bisa dipastikan ketika Keterbukaan ini menjadi hal baru
kecurangan dilakukan dengan melibatkan dalam proses penyelesaian pelanggaran
banyak pihak secara struktural tersebut, administrasi. Pertanyaannya bagaimana
maka dengan sendirinya secara mutatis kemudian desain penanganan pelanggaran
mutandis pelanggaran itu telah dilakukan administrasi dengan pola yang terbuka?
secara terencana, matang dan tersusun Hal ini yang harus diterjemahkan dari
dengan sangat apik. Karena alasan ini ketentuan UU Pemilu. Berikut adalah
pulalah didalam kejahatan kemanusiaan mandat keterbukaan yang dicantumkan
hanya mengenal dua unsur saja yaitu dalam UU Pemilu dan kewenangan untuk
sistematis dan masif, sebagaimana
sistematis tersebut sudah barang pasti

9 Bunyi Pasal 261 ayat (3) UU Pemilu

Pemilu Demokratis 59

01 JURNAL BAWASLU.indd 59 12/6/17 3:45 PM


penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu. Dengan ketentuan ini, semakin
pemilu, sebagaimana tabel 4. membuka ruang partisipasi publik
Untuk memberikan jawaban untuk aktif menyampaikan laporan
terhadap mekanisme proses penyelesaian jika menemukan dugaan pelanggaran
pelanggaran administrasi pemilu tersebut, administrasi.
maka penting melihat tahapan yang
dilalui berdasarkan pasal 461 hingga 464
UU Pemilu, sebagai berikut : b. Menerima dan meregister
laporan
a. Proses melaporkan
Setelah laporan dibuat, maka laporan
Laporan dugaan pelang garan akan disampaikan kepada Bawaslu.
administrasi disampaikan oleh subjek Setiap laporan yang masuk akan diterima
yang memiliki legal standing yaitu Bawaslu tanpa menilai kelengkapan
warga negara yang memiliki hak pilih, formilnya. Artinya, Bawaslu pada tahap
peserta pemilu, dan pemantau pemilu. pertama akan menerima semua laporan
Laporan disampaikan secara tertulis yang disampaikan kepadanya, sehingga
dengan ketentuan formil yang diatur UU tidak akan ada laporan yang tidak
pemilu yaitu nama dan alamat pelapor, diterima Bawaslu dengan alasan apapun
pihak yang dilaporkan, waktu, tempat pada tahapan penerimaan ini.
kejadian pelanggaran dan uraian kejadian. Kemudian, setelah laporan diterima,
Ketentuan ini harus dipenuhi oleh Bawaslu harus melakukan pengecekan
pelapor terhadap laporan pelanggaran atau verifikasi. Idelanya hal ini perlu
administrasi pemilu. Laporan Pelanggaran dilakukan untuk melihat apakah suatu
sebagaimana diatas disampaikan paling laporan sudah memenuhi kelengkapan
lama 7 hari kerja sejak diketahui formil. Jika laporan yang disampaikan
terjadinya dugaan pelanggaran pemilu. telah memenuhi syarat formil, pada saat
Artinya, kapanpun waktu pelanggarannya itu juga laporan dapat dinyatakan lengkap
terjadi, tetap dapat dilaporkan kepada dan langsung diregistrasi. Dengan begitu
Bawaslu asal tidak lewat pada hari laporan yang sudah diregistrasi sudah
ketujuh sejak diketahuinya pelanggaran pasti diterima. Penekanan terhadap dua
tersebut. Dengan demikian pelanggaran hal ini penting, mengingat menerima
administrasi tidak lagi terikat dengan dan meregistrasi laporan adalah dua hal
batasan daluarsa waktu kejadian yang berbeda. Dan harus ada mekanisme
melainkan waktu diketahuinya kejadian. antara untuk dua hal tersebut. Sama
Jika daluarsa waktu sejak kejadian ketika mengajukan permohonan sengketa
yang menjadi batasan, tentu menjadi hasil pemilihan umum (phpu) kepada MK
hambatan untuk melaporkan adanya atau mengajukan laporan ganti kerugian
dugaan pelanggaran kepada pengawas kepada KPPU.

60 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 60 12/6/17 3:45 PM


Tabel 4

Ketentuan Pelanggaran administratif biasa Pelanggaran administratif TSM

Soal Pemeriksaan oleh Bawaslu, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada


keterbukaan Bawaslu Provinsi, Bawaslu ayat (1) harus dilakukan secara terbuka dan
proses Kabupaten/Kota harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
dilakukan secara terbuka (Pasal undangan (Pasal 463 ayat 2).
461 ayat 3).

Ketentuan Penanganan pelanggaran Penanganan pelanggaran administrasi TSM


administrasi biasa

Kewenangan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Dalam hal terjadi pelanggaran administratif


Baawaslu Kabupaten/Kota pemilu sebagaimana dimaksud dalam
menerima, memeriksa, pasal 460 yang terjadi secara TSM, Bawaslu
mengkaji dan memutuskan menerima, memeriksa dan merekomendasikan
pelanggaran administrasi pelanggaran administratif pemilu dalam waktu
pemilu. paling lama 14 hari kerja.

Jika laporan yang disampaikan adalah batas maksimal laporan harus


pelapor belum memenuhi syarat formil, disampaikan kepada Bawaslu. Hari
maka Bawaslu perlu memberi kesempatan ketujuh laporan diterima Bawaslu, dan
bagi pelapor untuk melengkapi. Perbaikan Bawaslu akan melakukan verifikasi
ini dapat diberikan dalam jangka waktu terhadap laporan yang masuk, pada hari
2 hari setelah laporan diterima oleh ke delapan Bawaslu akan menentukan
Bawaslu dan dinyatakan tidak lengkap. laporan telah memenuhi kelengkapan
Jika dalam waktu dua hari pelapor tidak administrasi atau tidak. Jika lengkap maka
melengkapi maka laporan tersebut tidak langsung di registrasi, jika tidak diberikan
dapat diregistrasi. Namun jika dilengkapi, kesempatan 2 hari untuk melengkapi
maka permohonan langsung diregistrasi. dan barulah di hari ke 10 hitungannya
berikut adalah proses melaporkan hingga suatu laporan dinyatakan lengkap dan
diregistrasi : diregistrasi.
1---2---3---4---5--6---7--8---9---10 Penjelasan dari proses ini menjadi
penting agar pemohon memahami alur
Keterangan : yang akan dilewati ketika mengajukan
Hari 1 diketahuinya pelanggaran adm permohonan. Dalam UU Pemilu tidak
Hari 7 batas maksimal disampaikan menjelaskan secara detail terkait dengan
kepada Bawaslu, diterimanya kapan dan bagaimana suatu laporan
laporan dinyatakan diterima dan diregistrasi.
Hari 8 Bawaslu verifikasi kelengkapan Padahal batasan ini menjadi penting karena
adm laporan hitungan 14 hari untuk menyelesaikan
Hari 10 maksimal diregistrasi pelanggaran administrasi adalah saat
Jika hari pertama diketahui terjadinya laporan diterima dan diregistrasi oleh
p e l an g garan , m aka h ari ketu j u h Bawaslu sesuai pasal 461 UU Pemilu.

Pemilu Demokratis 61

01 JURNAL BAWASLU.indd 61 12/6/17 3:45 PM


c. Memeriksa, mengkaji dan penanganan pelanggaran administrasi
investigasi laporan pemilu ini. Sebagai hasil dari proses
Setelah proses pelaporan dan alur pemeriksaan ini, Bawaslu membuat suatu
penerimaan dan registrasi selesai, lalu kajian awal yang berangkat dari klarifikasi,
kapan pemeriksaan terhadap pelanggaran pendalaman laporan yang disampaikan
administrasi akan mulai dilakukan? oleh pelapor. Kajian ini menjadi dasar bagi
Dengan desain pemisahan sebagaimana Bawaslu untuk melakukan pemanggilan
yang telah diuraikan, maka penyelesaian pihak terlapor (KPU) atau peserta pemilu.
pelanggaran administrasi selama 14 hari Proses ini dapat dilakukan oleh Bawaslu
baru akan dihitung setelah suatu laporan selama tujuh hari pertama setelah
diregistrasi. laporan diregistrasi.
Bawaslu akan memeriksa dugan KPU atau peserta pemilu sebagai
pelanggaran administasi yang disampaikan pihak terlapor akan dipanggil secara patut
p e l a p o r. Pe m e r i ks a a n i n i d a p at untuk hadir dalam suatu forum layaknya
dilakukan dengan pemanggilan terhadap persidangan yang sifatnya terbuka. Proses
pihak pelapor guna mendalami dan sidang dimaksudkan untuk mengklarifikasi
mengklarifikasi laporan yang disampaikan. kajian yang telah disusun oleh Bawaslu
Dalam hal ini pelapor dimungkinkan berdasar pendalaman pada pihak pelapor
untuk menghadirkan saksi, ahli atau sebelumnya. Proses klarifikasi ini dilakukan
pihak terkait, atau bukti lainnya untuk secara terbuka, yang dapat diikuti dan
mendukung laporannya. Proses klarifikasi dipantau oleh umum. KPU dan peserta
yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap pemilu sebagai pihak terlapor dapat
pihak pelapor, jika diinginkan oleh pelapor, memberikan jawaban atau bantahan
proses ini dimungkinkan untuk dilakukan secara lisan dalam persidangan ataupun
secara tertutup. Hal ini mengingat perlu secara tulisan. Dalam hal ini, KPU atau
adanya perlindungan bagi pihak yang peserta pemilu juga dimungkinkan untuk
melaporkan. Untuk menjaga keamanan menghadirkan saksi, ahli ataupun bukti
dan demi keselamatan pihak pelapor. lainnya sebagai pendalaman terhadap
Namun tidak menutup kemungkinan laporan pelanggaran administrasi
dilakukan secara terbuka. tersebut. Pada tahap ini Bawaslu bisa
Hitungan 14 hari itu menjadi beban lebih dalam menggali kebenaran,
pula bagi Bawaslu untuk mengumpulkan mencocokan rangkaian peristiwa antara
alat bukti. Sehingga beban dan tanggung laporan pelapor dan jawaban dari KPU.
jawab pembuktian tidak semata-mata Tahapan untuk klarifikasi terhadap pihak
ada di pihak pelapor saja, melainkan terlapor ini bisa dimulai pada hari ke
bersama-sama dengan Bawaslu delapan setelah diregistrasi. Hari ke
sebagaimaan amanat penyelesiaan delapan hingga hari ke sebelas dapat
pelanggaran administrasi. digunakan untuk keterangan saksi, ahli
Dari proses klarifikasi ini, Bawaslu jika dibutuhkan.
akan mengejar substansi dan kebenaran
d.Putusan
laporan, sehingga Bawaslu bisa melakukan
investigasi terhadap laporan yang Barulah setelah proses ini klarifikasi
disampaikan pelapor selama proses terhadap pihak terlapor selesai, Bawaslu

62 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 62 12/6/17 3:45 PM


bisa meminta kesimpulan kedua belah 5. Simpulan
pihak. Kesimpulan bisa diberikan oleh Bawaslu dalam penanganan
kedua belah pihak pada hitungan hari pelanggaran administrasi pemilu yang
ke dua belas. Berangkat dari kesimpulan sifatnya terbuka memiliki waktu dalam
dan proses persidangan yang telah rentang waktu 14 hari kerja setelah
dilakukan selama 12 hari sebelumya laporan diterima dan diregistrasi. Oleh
kemudian Bawaslu akan melakukan rapat sebab itu Bawaslu dapat melakukannya
permusyawaratan yang sifatnya tertutup melalui desain penyelesaian yaitu
untuk menentukan putusan yang akan melewati proses pelaporan oleh pelapor,
diberikan terhadap dugaan pelanggaran proses diterima dan diregisternya laporan
administrasi pemilu. Rapat tertutup ini oleh Bawaslu, proses pemeriksaan -
dilakukan pada hari ke tiga belas. Dan pengkajian dan investigasi laporan,
kemudian putusan akan dibacakan oleh proses rapat permusyawaratan dan
Bawaslu pada hari ke empat belas, pembacaan putusan. Dengan demikian
sebagaimana bagan berikut : laporan dapat diselesaikan sesuai dengan
1-2-3-4-5-6-7-8-910-11-12-13-14 batasan hari yang telah ditentukan UU
Pemilu dan prosesnya dapat dilaksanakan
Keterangan :
terbuka sebagaimana amanat UU Pemilu.
Hari 1-6 klarifikasi pelapor, saksi, ahli
Sehingga dengan mekanisme tersebut
dan alat bukti
Bawaslu dapat mengoptimalkan batasan
Hari 7 Bawaslu buat draft kajian
waktu untuk menghasilkan suatu proses
Hari 8-11 klarifikasi terlapor, saksi,
penyelesaian yang runtut dan berkeadilan
ahli dan alat bukti
bagi kedua belah pihak. Mekanisme
Hari 12 kesimpulan
penyelesaian dalam pemilu menjadi
Hari 13 Rapat permusyawaratan
penting untuk mengamankan integritas
Hari 14 Putusan
atas pemilu itu sendiri. Dengan demikian,
Hitungan hari ini sebagaimana yang pelaksanaan kewenangan Bawaslu dalam
digambarkan bersifat tentatif, mengikuti rangka menerima, memeriksa, mengkaji
kebutuhan waktu yang tersedia selama dan memutus suatu pelanggaran
14 hari kerja. Hitungan waktu ini bisa administrasi pemilu dapat terlaksana.
bersifat lebih singkat jika Bawaslu dapat
menyelesaikan pelanggaran administrasi
bisa lebih cepat namun tidak boleh
melebihi hitungan 114 hari kerja yang
telah ditentukan UU pemilu.

Pemilu Demokratis 63

01 JURNAL BAWASLU.indd 63 12/6/17 3:45 PM


DAFTAR PUSTAKA

Catatan pengawasan pemilu untuk Demokrasi Indonesia memori jabatan Anggota


Bawaslu RI periode 2012-2017 (2017, okt 4). Diakses dari https://kbbi.web.id/
administrasi
Isra, Saldi (2017).  . Jakarta, Themis.
Junaidi, V. (2011). Sengketa administrasi pemilu. 67-82
________. (2013). Mahkamah Konstitusi bukan Mahkamah Kalkulator. Jakarta, Themis.
UU No 10 Tahun 2016 jo 8 tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah.
UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
UU No 8 tahun 2012 tentang pemilu legislatif

64 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 64 12/6/17 3:45 PM


Jurnal Bawaslu
ISSN 2443-2539
Almufarid
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 65-77

ANALISIS PEMBERLAKUAN PARLIAMENTARY THRESHOLD


(AMBANG BATAS PARLEMEN) PADA UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM

Almufarid
Universitas Indonesia, Depok, Indonesia, farid.gadeng@gmail.com.

ABSTRACT

Democracy is the main method used by Indonesia in choosing state leader and
member of Congress based on people interest. Election of a member of Congress
is decided by recruitment suggested by political party. This is the main requirement
in an electoral democracy. A political party, as tools of democracy system, has an
obligation in the implementation of the election, one of them is the parliamentary
threshold. The obligation of political parties to meet the standards of parliamentary
threshold has been in effect since the Legislative Election in 2009. The Indonesian
government has just authorized the implementation of the 2019 general election
through the Election Law.. Parliamentary threshold became one of the main issues
discussed. This paper examines the extent to which the main problems in enacting
the parliamentary threshold are the level of participation of political parties, the
percentage of burning votes (without representation), and the possibility of new and
small parties discussed in detail.

Keywords:
Election, Parliamentary Threshold, Participation, Political Party, Laws

ABSTRAK

Demokrasi merupakan metode utama yang digunakan Indonesia dalam menentukan


pemimpin negara dan wakil rakyat yang sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Pemilu Demokratis 65

01 JURNAL BAWASLU.indd 65 12/6/17 3:45 PM


Pemilihan wakil rakyat ditentukan melalui usulan yang diajukan oleh partai politik.
Hal ini merupakan syarat utama dalam demokrasi elektoral. Partai politik sebagai
alat sistem pemerintahan demokrasi, memiliki kewajiban yang harus dipenuhi dalam
penyelenggaraan pemilu salah satunya parliamentary threshold. Kewajiban partai
politik untuk memenuhi standar ambang batas parlemen telah diberlakukan sejak
Pemilu Legislatif 2009. Pemerintah Indonesia baru saja mengesahkan tata pelaksanaan
penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 melalui Undang-undang Pemilihan Umum.
Parliamentary threshold menjadi salah satu isu utama yang dibahas. Melalui makalah
ini, dilihat sejauh mana permasalahan utama dalam pemberlakuan ambang batas
parlemen yaitu tingkat partisipasi partai politik, persentasi jumlah suara hangus
(tanpa perwakilan), dan peluang partai baru dan kecil dibahas secara mendetail.

Kata Kunci:
Pemilihan Umum, Ambang Batas Parlemen, Partisipasi, Partai Politik, Undang-Undang.

1. Pendahuluan Juan Linz dan Alfred Stepan,


Penerapan demokrasi pada suatu menyebutkan bahwa demokrasi dalam
negara ditandai dengan dilaksanakannya suatu negara dapat dikatakan telah
pemilu. Samuel P Huntington (2001) terkonsolidasi dengan baik apabila telah
mendefinisikan demokrasi sebagai memenuhi tiga syarat. Salah satunya dari
pemilihan umum merupakan definisi syarat tersebut adalah negara telah mampu
demokrasi minimalis. Pemilihan umum melaksanakan suksesi kepemimpinan
yang terbuka, bebas dan adil adalah dengan menggelar pemilihan umum
esensi dari demokrasi, suatu sine qua yang bebas dan mendapatkan legitimasi
non yang tidak dapat dielakkan. Dalam rakyat, dimana warga negara secara
pandangan ini Huntington cukup jelas efektif menggunakan hak pilih dan dipilih
mengartikan sebagai metode yang paling yang dilindungi oleh hukum dan negara
baik untuk rakyat dapat secara langsung (Suswantoro, 2015, hlm, 2). Selain itu,
menentukan pemimpinnya melalui negara mampu melalui transisi demokrasi
demokrasi. Legitimasi rakyat terhadap dan negara mampu menjalankan
pemimpin yang saat ini dianggap pemerintahan secara demokratis.
paling efektif yaitu melalui melalui Hal yang sama dengan Suswantoro
penyelenggaraan pemilu, dimana menjadi menurut G. Sorensen, dalam negara
syarat mendasar dari demokrasi. Menurut demokrasi, pemilu merupakan salah satu
Schumpeter, demokrasi minimalis unsur yang sangat vital, karena salah
menjelaskan bahwa pemilu merupakan satu parameter mengukur demokratis
hal yang minimal sebagai sesuatu yang atau tidaknya suatu negara adalah
mendasar sebagai arena bebas dan fair dari bagaimana perjalanan pemilihan
bagi setiap orang untuk mendapatkan umum yang dilaksanakan oleh negara
kekuasaan. Demokrasi ini biasa disebut tersebut. Demokrasi adalah suatu bentuk
dengan demokrasi elektoral. pemerintahan oleh rakyat (2003, hlm, 1).

66 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 66 12/6/17 3:45 PM


Penyelenggaraan pemilu akan sangat Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD.
bergantung dari sistem yang berlaku pada Dengan demikian, partai politik yang
suatu negara. Pada umumnya, terdapat mendapatkan perolehan suara di bawah
dua sistem yang dikenal secara luas yang 3,5 % dari total suara pada pemilihan
diberlakukan negara-negara dunia, yaitu umum.
sistem proporsional terbuka dan sistem Pada tahun 2019, Indonesia akan
electoral college. Sistem proporsional melaksanakan pemilihan umum yang
akan melihat aspek perolehan suara bersamaan antara pemilihan Presiden
yang diperoleh oleh kandidat secara dan pemilihan legislatif. Hal ini didasarkan
keseluruhan, sedangkan electoral college pada keputusan Mahkamah Konstitusi
akan melihat pada aspek suara yang Nomor 14/PUU-XI/2013 tertanggal
diperoleh berdasarkan perwakilan melalui 23 januari 2014 yang mengatakan
partai politik tertentu. Indonesia dalam pemisahan penyelenggaraan Pemilu
sistem penyelenggaraan pemilunya Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta
menggunakan sistem proporsional, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak
sehingga setiap suara yang diperoleh akan konstitusional. Yang kemudian dimaknai
sangat berpengaruh pada keterpilihan bahwa penyelenggaraan dua Pemilu
dari kandidat yang diusung. tersebut harus dilakukan secara serentak
Dalam konteks pemilihan legislatif, dalam satu hari Pemilihan Umum. Dalam
juga dikenal aturan pemilihan seperti mempersiapkan pelaksanaan pemilihan
sistem pemilihan proporsional terbuka umum 2019 tersebut, Pemerintah
dan proporsional tertutup. Bahkan pada Indonesia dan DPR mempersiapkan aturan
beberapa negara ada yang menerapkan hukum sebagai landasan pelaksanaan
gabungan dari keduanya. Indonesia Pemilihan Umum.
pernah menerapkannya pada pemilihan Penyusunan kembali Undang-Undang
umum legislatif yang dilaksanakan pada Penyelenggaraan Pemilu 2019 pada
masa pemerintahan Orde Baru. Namun awal tahun 2017 menjadi Undang-
dari sistem apapun yang diberlakukan Undang Nomor 7 tahun 2017 merupakan
pada sistem pemilihan umum legislatif, penyatuan (kodifikasi) Undang-Undang
yang juga sangat menentukan suatu partai yang sebelumnya telah ada diantaranya
politik dapat masuk ke parlemen adalah Undang-Undang nomor 42 tahun 2008
dalam hal penentuan ambang batas tentang Pemilihan Umum Presiden dan
parlemen (parliamentary threshold). Wakil Presiden, Undang-Undang nomor
Parliamentary threshold merupakan 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
jumlah suara yang harus diperoleh Anggota DPR, DPD, dan DPRD, dan
partai politik dalam pemilihan Undang-Undang nomor 15 tahun 2011
umum legislatif untuk bisa masuk ke tentang Penyelenggaraan Pemilihan
parlemen. Perkembangan ambang batas Umum. Dari pembahasan yang dilakukan
parlemen (parliamentary threshold) selama perumusan RUU Penyelenggaraan
telah diberlakukan sebelumnya pada Pemilu ini di DPR, terdapat beberapa
tahun 2014 dengan persentase sebesar isu krusial yang menjadi pembahasan
3,5 % yang mengacu pada Undang- utama seperti tahapan pemilihan umum,
Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang sistem pemilihan umum, dan sebagainya.

Pemilu Demokratis 67

01 JURNAL BAWASLU.indd 67 12/6/17 3:45 PM


Tiga diantaranya isu besar yang menjadi suatu gambaran kompleks, meneliti
perdebatan adalah parliamentary kata-kata, laporan terinci dan pandangan
threshold, presidential threshold, dan responden, dan melakukan studi pada
sistem pemilihan legislatif. situasi yang alami (Creswell, 2008, hlm,
Pada akhirnya, UU Nomor 7 tahun 15). Penulis mengumpulkan data dari
2017 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan dokumen-dokumen maupun literatur
Umum memutuskan diberlakukannya terkait yang merupakan data sekunder
parliamentary threshold sebesar 4 %. Hal dalam penelitian. Kemudian data tersebut
ini dijelaskan pada pasal 414 ayat (1) UU diolah dan dianalis langsung oleh penulis.
Nomor 7 Tahun 2017; Dengan demikian, data yang diperoleh
memberikan gambaran yang jelas terkait
“Partai politik Peserta Pemilu harus
permasalahan yang diteliti.
memenuhi ambang batas perolehan
suara paling sedikit 4 % (empat
persen) dari jumlah suara sah secara 3. Perspektif Teori
nasional untuk diikutkan dalam 1.1 Penyelenggaraan Pemilu Demokratis
penentuan perolehan kursi anggota Pemilu memiliki hubungan yang
DPR”. erat dengan negara demokrasi. Inti dari
demokrasi adalah pelibatan rakyat dalam
Parliamentary threshold menjadi
pembentukan dan penyelenggaraan
permasalahan penting karena ambang
pemerintahan melalui partisipasi,
batas ini akan menentukan jumlah
representasi, dan pengawasan (Gaffar,
partai politik yang bisa masuk ke dalam
2013, hlm, 35). N.D. Arora dan S.S. Awasthy
parlemen nantinya. Parliamentary
(2008, hlm, 308—309) menyebutkan salah
threshold juga akan menentukan arah
satu ciri demokrasi adalah pemerintah
partisipasi partai politik pada pemilihan
harus bertanggungjawab kepada yang
umum 2019. Untuk itu, pada karya ilmiah
diperintah, pemerintah harus dipilih yang
ini penulis berfokus untuk menganalisis
diperintah atau setidaknya oleh wakil yang
penerapan ambang batas parlemen
diperintah. Dengan demikian, melalui
(parliamentary threshold) yang pernah
pemilu yang demokratis dapat menjadi
diterapkan di Indonesia sebelumnya,
mekanisme bagi masyarakat untuk
serta melihat sejauh mana parliamentary
memastikan wakilnya yang dipilih melalui
threshold dapat mendorong peluang
partai politik dapat masuk ke dalam
partisipasi demokrasi di Indonesia.
parlemen dalam hal mengartikulasikan
kepentingan pemilih sebagai konstituen.
2. Metode Penelitian
Sigit Pamungkas menyebutkan agar
Penelitian ini menggunakan metode kredibilitas pemilu dapat terjamin, maka
penelitian kualitatif yang bersifat pemilu harus didasarkan pada prinsip-
deskriptif analisis. Metode kualitatif prinsip sebagai berikut (Suswantoro,
adalah suatu proses penelitian dan 2015, hlm, 22—23):
pemahaman yang berdasarkan pada 1. Independensi dan ketidakberpi-
metodologi yang menyelidiki suatu hakan, artinya lembaga pemilu
fenomena sosial dan masalah manusia. tidak boleh tunduk pada arahan
Pada pendekatan ini, peneliti membuat dari pihak manapun.

68 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 68 12/6/17 3:45 PM


2. Penyelenggara pemilu juga harus proporsional. Menurut August Mellaz,
bekerja secara efektif dan efisien threshold, electoral threshold, ataupun
Efisiensi dan efektivitas bergantung parliamentary threshold pada dasarnya
pada beberapa faktor termasuk sama, yakni ambang batas (syarat) yang
profesionalisme staf, sumber daya harus dilampaui oleh partai politik, untuk
dan yang paling penting adalah dapat mengirimkan wakilnya ke lembaga
waktu yang memadai untuk perwakilan (Mellaz, rumahpemilu.org).
menyelenggarakan pemilu. Kebijakan terkait threshold juga
3. Penyelenggara pemilu harus bisa digunakan sebagai parameter untuk
bekerja berdasarkan prinsip menentukan kondisi demokrasi di suatu
profesionalisme negara. Terdapat dua karakter negara
4. Penyelenggara pemilu harus cepat demokrasi, yaitu negara demokrasi transisi
membuat keputusan dan lagi dan negara demokrasi mapan. Biasanya,
tidak berpihak. negara demokrasi transisi, terutama yang
5. Adanya transparansi. sedang bergerak dari situasi dan gejolak
konflik yang mendalam, biasanya lebih
1.2 Konsep Parliamentary Threshold memerlukan keterikatan diantara semua
Parliamentary threshold menurut pihak. Dengan demikian, dibutuhkan
kamus Oxford Advanced Learner ’s threshold yang rendah bagi partai
Dictionary, terdiri dari kata parliament peserta pemilu agar bisa menyuarakan
yang berarti sekumpulan orang yang aspirasinya. Sementara untuk negara
terpilih untuk membuat dan mengubah demokrasi mapan, biasanya lebih memilih
hukum di suatu negara (the group threshold yang lebih tinggi (Reilly dan
of people who are elected to make Reynolds, 1998, hlm, 16).
and change the laws of a country) Ketentuan tentang parliamentary
(Homby, 2003, hlm, 959), an threshold threshold di masing-masing negara
yang berarti batasan tertentu untuk umumnya dipengaruhi oleh keberadaan
memulai sesuatu (the level at which kultural dan historis negara tersebut
something starts to happen) (Homby, berdiri. Tidak ada besaran resmi bagi
2003, hlm, 1408). Dengan demikian, suatu negara mengenai penerapan
parliamentary threshold dapat diartikan parliamentary threshold. Beberapa
sebagai batasan yang harus dipenuhi oleh referensi mengenai parliamentary
sekumpulan orang untuk bisa membuat threshold dibeberapa negara menunjukkan
dan mengubah hukum yang ada pada variabel yang berbeda. Negara-negara di
suatu negara. dunia yang menerapkan parliamentary
Ambang batas parlemen atau threshold, tidak memiliki batas mutlak
parliamentary threshold merupakan bagi setiap negara. Batas mutlak ini
salah satu instrumen teknis pemilu tidak membubuhkan adanya suatu
yang ditemui dalam negara-negara keharusan bagi setiap negara untuk
yang menerapkan sistem pemilu menerapkannya. Hal yang lazim ada
proporsional (Al-Fatih, dkk, 2015). Dalam adalah terdapat pengecualian dari
hal ini, Indonesia termasuk negara yang mekanisme parliamentary threshold
menerapkan sistem pemilihan umum (Ummul Firdaus, 2010, hlm, 95—96).

Pemilu Demokratis 69

01 JURNAL BAWASLU.indd 69 12/6/17 3:45 PM


Di Indonesia parliamentary threshold perseratus) dari jumlah suara sah
merupakan syarat ambang batas secara nasional untuk diikutkan
perolehan suara partai politik untuk bisa dalam penentuan kursi DPR. (2)
masuk di parlemen. Jadi, setelah hasil Ketentuan sebagaimana dimaksud
jumlah suara masing-masing partai politik pada ayat (1) tidak berlaku dalam
diketahui seluruhnya, lalu dibagi dengan penentuan perolehan kursi DPRD
jumlah suara secara nasional. Ketentuan provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.”
tersebut diterapkan dalam Pemilihan
Bunyi pasal tersebut menunjukkan
Umum 2009, ketentuan tersebut
bagi partai politik yang tidak memperoleh
dirumuskan secara implisit dalam Pasal
suara diatas 2,5 % maka akan tereliminasi
202 Undang-undang No. 10 Tahun 2008
dari perolehan suara di parlemen. Dari 38
tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
partai politik yang ikut pada Pemilihan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Umum legislatif tahun 2009, hanya 9
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
partai politik yang lolos parliamentary
Daerah (Ummul Firdaus, 2010, hlm, 96).
threshold sebesar 2,5 %. Berikut hasil
Pada Pemilihan Umum 2014, ketentuan
perolehan suara dan kursi yang diperoleh
mengenai parliamentary threshold diatur
masing-masing partai politik yang lolos
pada pasal 208 Undang-Undang nomor
pada tahun 2009.
8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Tabel 1. Perolehan Suara dan Kursi
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Partai Politik pada Pemilu 2009
Perwakilan Rakyat Daerah. Nama Partai Perolehan Perolehan
No
Politik Suara Kursi
4. Perkembangan Parliamentary Partai Hati 3.922.870 18
1.
Threshold di Indonesia Nurani Rakyat
4.1. Pemilihan Umum 2009 Partai Gerakan 4.646.406 26
2. Indonesia
Pemilihan umum legislatif di Indonesia Raya
Partai Keadilan 8.206.955 57
yang pertama kali menerapkan aturan 3.
Sejahtera
terkait parliamentary threshold terjadi Partai Amanat 6.254.580 43
4.
pada Pemilihan Umum tahun 2009. Nasional
Pemberlakuan parliamentary threshold Partai 5.146.122 27
5. Kebangkitan
ini didasarkan pada peraturan perundang- Bangsa
undangan yang berlaku saat itu yaitu Partai 15.037.757 107
pasal 202 Undang-Undang Nomor 10 6. Golongan
Karya
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Partai 5.533.214 37
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, 7. Persatuan
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Pembangunan
Partai 14.600.091 95
Perwakilan Rakyat Daerah. Bunyi Pasal Demokrasi
8.
tersebut adalah: Indonesia
Perjuangan
“(1) Partai politik peserta Pemilihan Partai 21.703.137 150
9.
Umum harus memenuhi ambang Demokrat
batas perolehan suara sekurang- Total 85.051.132 560
kurangnya 2,5 % (dua koma lima Sumber: Gaffar, 2013.

70 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 70 12/6/17 3:45 PM


Perolehan suara diatas menunjukkan 2. Partai 21.026.629 109
partai politik yang masuk ke dalam Demokrasi
Indonesia
parlemen pada tahun 2009. Parliamentary Perjuangan
threshold yang hanya 2,5 % pada 3. Partai 11.989.564 52
Pemilihan Umum pada tahun 2009 telah Kebangkitan
mengeliminir 29 partai politik yang tidak Bangsa

masuk ke dalam parlemen. Pada pemilihan 4. Partai 9.248.764 58


Persatuan
umum 2009, jika dilihat pada konteks Pembangunan
perolehan jumlah secara keseluruhan, 5. Partai 8.455.225 55
dari totatal DPT sekitar 171 juta pemilih, Demokrat
total pemilih yang memberikan hak suara 6. Partai Keadilan 8.325.020 45
Sejahtera
sebesar 121.588.366 (17.488.581 suara
7. Partai Amanat 7.303.324 53
tidak sah). Dengan demikian terlihat Nasional
tingkat partisipasi sebesar 71 % dengan 8. Partai Bulan 2.970.487 11
jumlah suara sah sebesar 104.099.785 Bintang
suara. Sementara total suara sah yang 9. Partai Bintang 2.764.998 14
akhirnya terhitung (terwakilkan) di dalam Reformasi
parlemen sebesar 85.051.132 suara. 10. Partai Damai 2.414.254 13
Sejahtera
Dengan kata lain, terdapat 19.048.653
11. Partai Karya 2.399.290 2
suara pemilih yang tidak mendapatkan Peduli Bangsa
tempat perwakilannya di parlemen. 12. Partai Keadilan 2.399.290 1
Padahal secara pemilu partisipatif, dan Persatuan
pemilih tersebut telah ikut berpartisipasi Indonesia

dan memiliki suara sah pada Pemilihan 13. Partai 1.313.654 4


Persatuan
Umum legislatif. Demokrasi
Perbandingan juga bisa dilihat Kebangsaan
sebelumnya pada pemilihan umum 14. Partai Nasional 923.159 1
Indonesia
legislatif tahun 2004 yang tidak Marhaaenisme
memberlakukan parliamentary threshold. 15. Partai Pelopor 878.932 3
Jumlah suara sah yang dihitung adalah 16. Partai Penegak 855.811 1
113.462.414. Partai politik peserta Pemilu Demokrasi
Legislatif 2004 sebanyak 24 partai politik Indonesia

dan hanya meloloskan 16 partai politik Total 107.749.158 550


yang masuk ke dalam parlemen. Berikut
Sumber: Diolah oleh penulis
ini urutan lengkap perolehan suara 16 dari berbagai sumber.
parpol yang lolos:
Kurniawan dan Saraswati pada
Tabel 2. Perolehan Suara dan Kursi artikelnya yang dimuat The Jakarta Post
Partai Politik pada Pemilu 2004 pada tanggal 6 Mei 2004 menyatakan,
pada Pemilihan Umum Legislatif tahun
Nama Partai Perolehan Jumlah
No. 2004, dari 148.000.369 pemilih terdaftar,
Politik Suara Kursi
1. Partai Golkar 24.480.757 128 terdapat 124.420.339 pemilih yang
menggunakan hak pilihnya. Dengan

Pemilu Demokratis 71

01 JURNAL BAWASLU.indd 71 12/6/17 3:45 PM


kata lain persentasi pemilih sebesar 2014 dalam hal perhitungan suara kursi
84,06 %. Dari total jumlah suara yang dari partai politik yang akan menjadi
masuk, 113.462.414 suara (91,19%) Anggota DPR. Ambang batas ini meningkat
dinyatakan sah dan 10.957.925 tidak sah. dari pemilihan umum 2009 yang hanya
Dari 113.462.414 suara sah, terdapat 2,5 % menjadi 3,5 %. Dengan kata lain,
107.749.158 suara yang lolos mengirimkan sama halnya dengan yang dijelaskan
perwakilannya untuk masuk pada sebelumnya, maka partai politik yang
parlemen. Dengan demikian suara yang hanya mendapatkan perolehan suara
biasa dikatakan hangus setelah mengikuti dibawah 3,5 % dari jumlah suara sah
pemilihan umum dan suara sah adalah yang masuk akan tereliminasi dan tidak
5.713.256 suara. Hal ini menunjukkan diikutkan dalam perhitungan kursi di
pada Pemilihan Umum Legislatif 2004 parlemen.
suara sah pemilih yang hangus lebih kecil Pada Pemilihan Umum Legislatif
dibandingkan Pemilihan Umum Legislatif 2014 terdapat 15 Partai politik yang ikut
2009. Peningkatannya cukup signifikan berpartisipasi dalam kontestasi politik (3
dari 5.713.256 suara menjadi 19.048.653 diantaranya adalah partai politik lokal),
suara. Hal ini disebabkan pemberlakuan sehingga hanya 12 partai politik yang
parliamentary threshold yang pertama ikut dalam pemilihan umum secara
kali pada tahun 2009. nasional. Dari 12 partai politik tersebut
terdapat dua partai politik yang tidak
4.2 Pemilihan Umum 2014
lolos parliamentary threshold yaitu, Partai
Pe m b e r l a ku a n p a r l i a m e nta r y
Bulan Bintang dan Partai Keadilan dan
threshold kemudian dilanjutkan pada
Persatuan Indonesia.
Pemilihan Umum Legislatif 2014 sebesar
3,5 %. Pada Pemilihan Umum Legislatif
Tabel 3. Perolehan Suara dan Kursi
2014, parliamentary threshold didasarkan
Partai Politik pada Pemilu 2014.
pada peraturan perundang-undangan
pasal 208 dan pasal 209 Undang-Undang Nama Partai Perolehan Perolehan
No.
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Politik Suara Kursi
Umum Anggota Dewan Perwakilan 1. Partai NasDem 8.402.812 35
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan 2. Partai 11.298.957 47
Kebangkitan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Bunyi Bangsa
pasal 208 tersebut yaitu. 3. Partai Keadilan 8.480.204 40
“Partai Politik Peserta Pemilu harus Sejahtera
memenuhi ambang batas perolehan 4. Partai 23.681.471 109
Demokrasi
suara sekurang-kurangnya 3,5% (tiga Indonesia
koma lima persen) dari jumlah suara Perjuangan
sah secara nasional untuk diikutkan 5. Partai 18.432.312 91
dalam penentuan perolehan kursi Golongan
Karya
anggota DPR, DPRD provinsi, dan
6. Partai Gerakan 14.760.371 73
DPRD kabupaten/kota.” Indonesia
Raya
Pasal tersebut menjadi acuan
7. Partai 12.728.913 61
pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif Demokrat

72 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 72 12/6/17 3:45 PM


8. Partai Amanat 9.481.621 49 5. Analisis Permasalahan
Nasional Penerapan parliamentary threshold
9. Partai 8.157.488 39 pada Pemilihan Umum 2019 nantinya
Persatuan
Pembangunan merupakan aturan perhitungan suara
10. Partai Hati 6.579.498 16 partai politik di parlemen yang mengacu
Nurani Rakyat pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun
Total 122.003.647 560 2017. Pada saat perumusan UU Nomor
7 Tahun 2017, parliamentary threshold
Sumber: KPU RI, 2014. menjadi salah satu isu krusial yang
menjadi dasar aturan pelaksanaan Pemilu
Pada Pemilihan Umum Legislatif Serentak 2019. RUU Penyelenggaraan
2014 jumlah suara sah adalah sebesar Pemilu yang saat itu dirumuskan oleh
124.972.491. Sedangkan jumlah suara Panitia Khusus (Pansus) DPR Republik
tidak sah sejumlah 15.076.606. Jumlah Indonesia bersama Pemerintah disepakati
Pemilih hadir dan memberikan suara menjadi RUU inisiatif Pemerintah Republik
di TPS adalah sejumlah 140.049.097, Indonesia. Pada akhirnya, Pemerintah
dan bila dibandingkan dengan jumlah dan DPR memutuskan ambang batas
Pemilih dalam DPT sejumlah 187.852.992, parlemen menjadi 4 %.
maka dapat diukur tingkat partisipasi Pada pembahasannya, parliamentary
pemilih dalam pemilu 2014 adalah threshold menjadi permasalahan penting
sebesar 74,55%. Dari hasil perhitungan yang akan berpengaruh pada hasil yang
suara yang dilakukan, Partai Bulan akan dicapai oleh partai politik pada
Bintang memperoleh suara 1.825.750 Pemilu 2019. Permasalahan ini menjadi
suara sedangkan Partai Keadilan dan semakin penting, karena DPR dalam
Persatuan Indonesia 1.143.094 suara penyusunannya tidak hanya membahas
(KPU, 2014, hlm, 42). Dengan kata lain, secara internal namun juga melibatkan
terdapat 2.968.844 suara pemilih yang partai politik baru untuk diminta
perwakilannya tidak lolos mengirimkan pendapatnya terkait parliamentary
perwakilannya untuk duduk di Parlemen. threshold. Seperti yang diberitakan
Secara kuantitas, jumlah 2.968.844 News detik.com pada tanggal 9 Februari
suara hangus pada Pemilu Legislatif 2017 bahwa partai baru yang diundang
2014 mengalami penurunan yang sangat diantaranya   PSI (Partai Solidaritas
signifikan jika dibandingkan pada Pemilu Indonesia), Partai Islam Damai Aman
Legislatif 2009 yang mencapai 19.048.653 (Idaman), Partai Persatuan Indonesia
suara yang bisa dikatakan hangus tanpa (Perindo), dan Partai Berkarya. Hal ini
mendapatkan hak sebagai warga negara bertujuan untuk menjaring pandangan
untuk menentukan wakilnya di Parlemen dari partai politik baru yang kemungkinan
sebagai Perwakilan Rakyat. Penurunan besar parliamentary threshold akan
ini juga dipengaruhi jumlah partai politik sangat berimbas pada partai politik baru.
yang mendaftarkan diri dan lolos sebagai Secara internal DPR dan Pemerintah,
peserta Pemilu Legislatif 2014 yang lebih pembahasan parliamentary threshold
kecil dibandingkan 2009. mengalami tolak tarik yang menimbulkan

Pemilu Demokratis 73

01 JURNAL BAWASLU.indd 73 12/6/17 3:45 PM


perdebatan antar fraksi partai politik. 5.1 Partisipasi Partai Politik
Pilihan yang muncul dalam wacana
pembahasan ambang batas adalah
sebesar 0 %, 3,5 %, 5 %, dan 10 %.
Dinamika pandangan terkait parliamentary
threshold ini menjadi kepentingan setiap
partai politik yang ada di parlemen.
Berdasarkan pandangan fraksi di DPR,
berikut pilihan yang menjadi usulan
masing-masing partai politik.
Grafik diatas menunjukkan tingkat
Tabel 4. Usulan fraksi-fraksi DPR RI partisipasi partai politik yang mengikuti
pada RUU Pemilihan Umum kontestasi Pemilihan Umum sejak tahun
2004 di Indonesia. Secara jumlah, partai
Pilihan
Usulan Fraksi politik yang mengikuti Pemilihan umum
Persentase
3,5 % PAN, Gerindra, PPP, Hanura, mengalami penurunan yang sangat
PKS, PKB, Demokrat + signifikan pada tahun 2009 hingga 2014.
(Pemerintah)
Di tambah lagi jumlah partai politik
4,5 % PKS dan PKB yang lolos masuk ke parlemen yang
5% PDI-P dan PKB berbanding jauh dengan jumlah partai
7% Golkar, NasDem, dan PKB politik yang mendaftar. Hal ini penulis
lihat bisa disebabkan dua alasan yaitu
Sumber: Zainuddin Amali, Ketua Komisi II
pemberlakuan parliamentary threshold
DPR RI 2014 - 2019.
dalam hal partai yang lolos ke parlemen
Perbedaan pandangan terhadap dan pemberlakuan electoral threshold
persentase ini memiliki pengaruh dalam hal partai yang mengikuti Pemilu
masing-masing terhadap setiap tahapan 2014.
pelaksanaan pemilihan umum di Partai politik sebagai sarana
Indonesia, baik pada sisi keterwakilan, masyarakat untuk mengartikalusikan
peluang partisipasi hingga pemilu di kepentingan kepada pemerintah yang
periode selanjutnya. Secara umum, penulis berkuasa menjadi sangat penting.
melihat terdapat tiga permasalahan Sehingga jika partai politik tidak bisa
utama dalam pemberlakuan ambang lagi menjadi sarana bagi rakyat, maka
batas parlemen yaitu tingkat partisipasi penerapan demokrasi akan terhambat.
partai politik, persentasi jumlah suara Minimalisasi jumlah partai politik pernah
hangus (tanpa perwakilan), dan peluang dilakukan pada masa Orde Baru oleh
partai baru dan kecil. Pemerintahan Presiden Suharto. Presiden
Suharto mereduksi jumlah partai politik
menjadi dua partai politik dan satu
golongan karya. Partai politik yang
berideologi islam dipusatkan pada Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) dan
Partai politik yang berideologi nasionalis

74 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 74 12/6/17 3:45 PM


di pusatkan pada Partai Demokrasi partisipatoris. Grafik diatas menunjukkan
Indonesia Perjuangan (PDI-P). Hal ini suara yang tidak terwakilkan di parlemen
menimbulkan masalah dalam melihat pada setiap Pemilu Legislatif. Angka
Indonesia yang multikultural. tertinggi pada Pemilu 2009 yang
Tuntutan untuk melahirkan partai menghilangkan hak suara pemilih
dengan berdasarkan kepentingan yang telah hadir pada pemungutan
kelompoknya masing-masing sangat suara dan melakukannya secara benar
besar di Indonesia. Bahkan dalam konteks hingga mencapai 19 juta suara. Hal ini
multipartai sejarah Indonesia pada masa akan sangat mempengaruhi perilaku
Orde Lama memperlihat peserta pemilu pemilih untuk berpartisipasi secara
yang begitu banyak pada Pemilu 1955. aktif pada pemilihan umum yang akan
Pemilu 1955 diikuti lebih dari 118 peserta diselenggarakan selanjutnya. Pemilih
pemilu. Yang kemudian menghasilkan sebagai warga negara yang demokratis
27 partai politik yang memperoleh kursi dipangkas haknya untuk menentukan
di DPR (Gaffar, 2013, hlm, 109). Namun wakilnya sebagai representasi kedaulatan
permasalahan yang kemudian muncul rakyat. Bahkan jika dibandingkan
adalah kegaduhan politik di parlemen dengan perhitungan jumlah suara pada
yang sangat multikultur. Ditambah lagi penentuan kursi, jumlah tersebut harus
dengan sistem pemerintahan parlementer direpresentasikan dengan keberadaan
yang dipimpin Perdana Menteri. Sehingga, wakil rakyat yang mewakili 19 juta orang.
dalam hal parliamentary threshold, DPR Permasalahan ini penulis lihat sebagai
harus benar-benar mempertimbangkan akibat dari pemberlakuan parliamentary
tingkat partisipasi partai politik yang threshold pada tahun 2009. Namun harus
stabil. diakui, pada tahun 2014 persentasi jumlah
suara hangus turun hingga 3 juta suara.
5.2 Suara Tidak Terwakilkan
Hal ini cukup signifikan dengan melihat
(Unrepresentative Vote)
tujuan dari pemberlakuan parliamentary

threshold sebagai upaya monitoring pada
bertumbuhnya partai politik baru.
5.3 Partai Politik Baru
Peluang partai politik baru dan
kecil untuk bersaing pada pemilihan
umum juga semakin kecil. Pemberlakuan
parliamentary threshold akan sangat
menguntungkan bagi partai politik besar
dan sudah memiliki basis massa yang
tetap. Sementara partai politik baru dan
kecil tidak mampu bersaing. Ditambah
Permasalahan yang kedua adalah lagi dengan kemampuan sumberdaya
presentasi jumlah suara hangus (tidak ekonomi dan sosial yang begitu besar
mendapatkan perwakilan di parlemen). pada partai politik besar, menjadikan
Ini menjadi permasalahan penting dalam partai kecil dan baru semakin sulit
membangun budaya demokrasi yang untuk bersaing. Untuk itu perlu adanya

Pemilu Demokratis 75

01 JURNAL BAWASLU.indd 75 12/6/17 3:45 PM


pertimbangan yang lebih melihat pada %. Pada Pemilu 2019 nantinya
kemungkinan lahirnya partai politik baru akan menjadi 4 %. Hal ini tentu
yang sesuai dalam memberikan alternatif akan menjadi tantangan baru bagi
bagi masyarakat. Parliamentary threshold partai politik seperti perbandingan
memang menjadi metode yang sangat persentasi suara yang penulis
mutakhir dalam upaya menyederhanakan sediakan sebelumnya.
jumlah partai politik yang ada, namun • Dalam melihat parliamentary
latar belakang negara Republik Indonesia threshold, penulis melihat ada
yang multikultur dan multi-interest harus tiga permasalahan utama dalam
menjadi pertimbangan utama dalam pemberlakuan dan penentuan
menentukan persentasi ambang batas ambang batas parlemen yaitu
parlemen. Sehingga, peluang untuk tingkat partisipasi partai politik,
menjadikan demokrasi sebagai alternatif persentasi jumlah suara hangus
sistem pemerintahan yang dipegang oleh (tanpa perwakilan), dan peluang
rakyat sepenuhnya tidak menjadi terbalik partai baru dan kecil. Pertimbangan
menjadi oligarki yang hanya dikuasai oleh tersebut penting untuk melihat
sekelompok elit tertentu. kemungkinan yang dimiliki Indonesia
5. Simpulan yang multikultur dan multi-interest.
• Dalam hal ini penulis
Dari penjelasan dan analisis yang
merekomendasikan sebaiknya
penulis lakukan sebelumnya, maka dapat
pemberlakuan ambang batas
disimpulkan bahwa;
parlemen di Indonesia harus
• Parliamentary threshold menjadi
memperhatikan partisipasi
salah satu isu krusial yang dibahas
dari pemilih dan partai politik,
p a d a p e r u m u s a n R a n c a n ga n
keterwakilan kelompok mayoritas
Undang-Undang Penyelenggaraan
maupun minoritas serta
Pemilu 2019 nantinya. Dalam
mengedepankan perspektiif
pembahasannya terdapat perdebatan
Indonesia yang multikultur. Sehingga
antar fraksi yang ada di DPR dalam
demokrasi bisa menjadi peluang
melihat kebutuhan persentasi angka
bagi siapapun untuk terlibat tidak
yang harus disepakati pada Pemilihan
hanya kelompok penguasa yang
Umum Legislatif 2019, diantaranya
telah lama menjadi elit politik. Upaya
3,5 %, 5 %, dan 7 %.
untuk mendorong partisipasi hanya
• P e r k e m b a n g a n p e n e r a p a n
akan terwujud dengan memberikan
parliamentary threshold pertama
peluang bagi siapapun dengan
kali diberlakukan pada Pemilihan
pemberlakuan ambang batas
Umum Legislatif 2009 sebesar 2,5
parlemen yang lebih sesuai.
%. Hingga akhirnya pada Pemilihan
Umum Legislatif 2014 sebesar 3,5

76 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 76 12/6/17 3:45 PM


DAFTAR PUSTAKA

Al-Fatih, Sholahuddin, dkk. Reformulasi Parliamentary Threshold yang Berkeadilan


Dalam Pemilu Legislatif di Indonesia. Jurnal. Malang: Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya.
Arora, N.D. and Awasthy, S.S. (2008). Political Theory. New Delhi: Har-Anand.
Gaffar, Janedjri M. (2013). Demokrasi dan Pemilu di Indonesia. Jakarta:Konstitusi Press.
Homby, AS. (2003). Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 6th edition. Oxford: Oxford
University Press.
Huntington, Samuel P. (2001). Gelombang Demokratisasi Ketiga. Jakarta: PT. Pustaka
Utama Grafiti.
Iqbal, Muhammad. (2017, January 18). Memahami Isu RUU Pemilu dengan Sederhana.
Kumparan. Diakses dari https://kumparan.com/muhamad-iqbal/memahami-
isu-ruu-pemilu-dengan-sederhana.
KPU Republik Indonesia. (2014). Laporan Tahapan: Pemungutan, Penghitungan dan
Rekapitulasi Suara Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014. Jakarta:
Komisi Pemilihan Umum.
Kurniawan, Moch. N. dan Saraswati, Muninggar Sri. (2004, May 6). “Golkar back in
power at House”. The Jakarta Post. Diakses dari http://www.thejakartapost.com.
Mellaz, August. (2017, Perludem, Ambang Batas Tanpa Batas : Praktek Penerapan
Keberlakuan 3,5% Persen Ambang Batas Parlemen Secara Nasional Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu (online). Perkumpulan Untuk
Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Diakses dari http://rumahpemilu.org.
Mustaqim, Ahmad. (2017, February 9). Pandangan 4 Partai Baru terkait Ambang Batas
Parlemen. Detik News. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-3417475/
pandangan-4-partai-baru-terkait-ambang-batas-parlemen.
Pamungkas, Sigit. (2009). Perihal Pemilu. Jogjakarta: Laboratorium Jurusan Ilmu
Pemerintahan dan Ilmu Politik Universitas Gajah mada.
Reilly, Ben dan Reynolds. Andrew. (1998). Electoral System, Sistem Pemilu, Terjemahan
oleh Tim IFES Indonesia, 2001. Jakarta: IFES Indonesia.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Pemilu.
Sorensen, G. (2003). Demokrasi dan Demokratisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suswantoro, Gunawan. (2015). Pengawasan Pemilu Partisipatif; Gerakan Masyarakat
Sipil untuk Demokrasi Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Ummul Firdaus, Sunny. (2010). Relevansi Parliamentary Threshold terhadap
Pelaksanaan Pemilu yang Demokratis. Jurnal Konstitusi, Volume 8, nomor 2.
Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Yustingrum, RR Emilia dan Ichwanuddin, Wawan. (2015).Partisipasi Politik dan Perilaku
Memilih Pada Pemilu 2014. Jakarta: LIPI.

Pemilu Demokratis 77

01 JURNAL BAWASLU.indd 77 12/6/17 3:45 PM


78 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 78 12/6/17 3:45 PM


Jurnal Bawaslu
ISSN 2443-2539
Anugrah, I.P
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 79-94

PERMASALAHAN ANGGARAN PENGAWASAN DALAM


PEMILIHAN KEPALA DAERAH SERENTAK TAHUN 2015

Djoni Irfandi
Bawaslu RI, Jakarta, Indonesia, djoniirfandi@gmail.com

ABSTRACT
The simultaneous Pilkada 2015 is a new breakthrough in democratic life in Indonesia.
The simultaneous aims to save the budget for the implementation of elections. However,
in practice it is not an easy matter in managing the simultaneous budget for the local
elections. Departing from the implementation of savings that did not go smoothly,
the author tries to identify issues related to the budget of the implementation of
elections simultaneously in 2015. Identification of existing problems can be reviewed
from the legal basis and mechanism of disbursement budget supervision. To identify
the problem of simultaneous electoral budget, the writer uses qualitative method
with analytical descriptive research type. In addition, the author uses the theory
of legitimacy that was conveyed by Weber and the democratic theory conveyed by
Dahl. The theory is useful to see how the implementation of free and fair elections
as a form of substantial democracy. Through this research, the authors have found
that there are three problems in the implementation of monitoring budgets in the
2015 direct elections. Firstly, the budget for monitoring is much greater. Secondly, the
potential for the supervision budget discussion by the political interests of incumbent.
Third, the issue of organizational indenpedensi at the regional level in managing
the budget of supervision. Referring to the various problems that exist, the authors
argue that the need for planning and re-arranging the budgeting pattern for the
implementation of regional head elections.

Keywords
Bawaslu, Democracy, Election, Local Election, Supervisory Budget

Pemilu Demokratis 79

01 JURNAL BAWASLU.indd 79 12/6/17 3:45 PM


ABSTRAK

Penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2015 merupakan suatu terobosan baru


dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Keserentakan tersebut bertujuan untuk
menghemat anggaran penyelenggaraan pilkada. Namun, dalam praktiknya bukan
suatu hal yang mudah dalam mengelola anggaran penyelenggaraan pilkada yang
serentak tersebut. Berangkat dari implementasi penghematan yang tidak berjalan
lancar, penulis mencoba untuk mengindentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan
anggaran penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2015. Identifikasi permasalahan
yang ada dapat ditinjau dari dasar hukum dan mekanisme pencairan anggaran
pengawasan. Untuk mengindentifikasi persoalan anggaran pilkada serentak, penulis
menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Selain
itu, penulis menggunakan teori legitimasi yang dikemukan oleh Weber dan teori
demokrasi yang disampaikan oleh Dahl. Teori tersebut berguna untuk melihat
bagaimana pelaksanaan pemilu yang bebas dan adil sebagai wujud demokrasi
substansial. Melalui penelitian ini, penulis berhasil menemukan bahwa terdapat tiga
permasalahan dalam penerapan anggaran pengawasan pada pilkada serentak tahun
2015. Pertama, anggaran pengawasan yang dikeluarkan jauh lebih besar. Kedua,
potensi ditungganginya pembahasan anggaran pengawasan oleh kepentingan politik
petahana. Ketiga, persoalan indenpedensi penyelenggara di tingkat daerah dalam
mengelola anggaran pengawasan. Mengacu kepada berbagai permasalahan yang
ada, penulis berpandangan bahwa perlunya perencanaan dan pengaturan ulang pola
penganggaran untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

Kata Kunci
Anggaran Pengawasan, Pilkada, Pemilu, Bawaslu, Demokrasi

1. Pendahuluan dari demokrasi secara langsung untuk


Pada tahun 2015 yang lalu untuk menentukan pemimpin di tingkat daerah.
pertama kalinya dilaksanakan pemilihan Pelaksanaan pemilihan kepala daerah di
kepala daerah secara serentak. Pilkada Indonesia mulai mengemuka sejak era
serentak ini dilaksanakan di 269 daerah reformasi. Pergantian kepemimpinan dari
dengan rincian 9 propinsi dan 260 rezim otoriter era Orde Baru menuju
Kabupaten/Kota. Sebelumnya pelaksanan demokratisasi juga memberikan dampak
pilkada dilaksanakan sesuai dengan terhadap proses keterlibatan masyarakat
masa jabatan masing-masing daerah dalam menentukan pemimpinnya
dan waktu pelaksanaannya diserahkan sendiri. Diawali dengan proses pemilihan
kepada masing-masing KPUD yang akan presiden secara langsung di tahun
melaksanakan pilkada. Pelaksanaan 2004, setahun kemudian, di tahun 2005
pilkada ini merupakan perwujudan mulai dilaksanakan pemilihan kepala

80 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 80 12/6/17 3:45 PM


daerah tingkat propinsi dan kabupaten/ Untuk menyelenggarakan pilkada
kota secara langsung oleh rakyat di ini, maka dibentuklah lembaga yang
daerah masing-masing. Pada masa-masa ditugaskan oleh Undang-undang untuk
sebelumnya, pemilihan kepala daerah menyelenggarakan pilkada. Di Indonesia,
tidak dipilih oleh rakyat (Dewi, 2013). kita mengenal ada beberapa lembaga
penyelenggara pemilu. Komisi Pemilihan
Tabel 1.1 Perubahan Peraturan tentang
Umum (KPU) merupakan penyelenggara
Pemerintah Daerah
teknis pemilu maupun pilkada di seluruh
Peraturan Perubahan Kesinambungan Indonesia. Selain KPU, terdapat Badan
UU No. Ditunjuk/ Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang
1/1945 diangkat bertugas dan berfungsi untuk mengawasi
Peraturan oleh pejabat pelaksanaan tahapan pemilu termasuk
Pemerintah lebih tinggi di
No.2/1945 atasnya
pemilukada.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
dalam riset ini adalah metode kualitatif
UU No. Ditunjuk/ dengan jenis penelitian deskriptif analitis.
22/1948 diangkat Sumber data yang digunakan dalam
oleh pejabat Prinsip
lebih tinggi di desentralisasi tulisan ini adalah data sekunder yang
atasnya dalam NKRI berasal dari dokumen-dokumen terkait
UU No. Ditunjuk/
anggaran pengawasan, penyelenggaraan
1/1957 diangkat pilkada tahun 2015 yang kemudian
oleh pejabat disintesakan dengan teori-teori berkaitan
lebih tinggi di
dengan kepemiluan.
atasnya

UU No. Ditunjuk/ 3. Perspektif Teori


18/1965 diangkat Pemilu merupakan salah satu elemen
oleh pejabat
lebih tinggi di penting dalam sebuah demokrasi.
atasnya Karena melalui pemilu terwujud sebuah
UU No. Diusulkan makna dari pemerintahan dari rakyat,
5/1974 oleh DPRD oleh rakyat dan untuk rakyat. Disebut
melalui demikian dikarenakan melalui pemilu,
Mendagri Prinsip
untuk dapat rakyat memiliki kesempatan untuk
Desentralisasi
persetujuan dalam NKRI memilih orang-orang yang dipercaya
Presiden Fused model untuk memimpin mereka dalam periode
dalam tertentu. Melalui pemilu pula kekuasaan
UU No. Dipilih dalam
integrated
22/1999 DPRD dari seorang pemimpin memiliki legitimasi
prefectoral
system yang kuat. Legitimasi yang diperoleh
UU No. Dipilih melalui proses pemilihan oleh rakyat
32/2004 langsung oleh
rakyat
ini yang disebut Max Weber sebagai
tipe legitimasi politik yang legal rasional
Sumber: Diolah oleh penulis dari Undang- (Heywood, 2014).
Undang tentang Pemerintah Daerah

Pemilu Demokratis 81

01 JURNAL BAWASLU.indd 81 12/6/17 3:45 PM


Menurut Robert A. Dahl (2003) b. Periode pemilihan, yang mencakup
demokrasi sebagai sebuah sistem politik tahapan pungut hitung dan tahapan
yang menekankan pentingnya responsifitas verifikasi hasil.
dari warga negara. Bentuk responsivitas c. Periode pasca pemilihan yang
ini antara lain adalah adanya kesempatan mencakup proses audit hasil, proses
warga negara untuk merumuskan dan evaluasi pelaksanaan pemilu.
preferensinya, menunjukkan preferensinya
Dari ketiga fase tersebut, tulisan ini
kepad warga-warga lain dan pemerintah
membahas fase pra pemilihan. Secara
melalui tindakan pribadi dan kolektif,
khusus membahas mengenai permasalahan
serta memberikan bobot yang sama
penganggaran untuk pengawasan dalam
pada preferensina yang dilakukan oleh
pelaksanaan pilkada 2015.
warga negara. Dengan kata lain demokrasi
menghendaki adanya tiga hal yaitu
Gambar 3.1. Periode Pelaksanaan
kompetisi, partisipasi serta kebebasan
Pemilu Menurut IDEA
politik dan sipil. Dalam hal tersebut ada
Sumber: IDEA, 2015
beberapa jaminan kelembagaan yang
salah satu diantaranya adalah adanya
pelaksanaan suatu pemilihan umum
yang bebas dan adil. Pelaksanaan pemilu
maupun pilkada ini harus memenuhi
pemahaman tentang demokrasi substantive
yaitu pilkada harus dilaksanakan secara fair
dan just (secara fair dan adil) (Mariyah,
2013). Oleh karena itu fair dan adil
itu harus diwujudkan dalam setiap
proses penyelenggaraan pemilu ataupun
pemilukada. Hal tersebut harus dijalankan
oleh kontestan, peserta dan yang paling Dalam konteks Indonesia,
penting adalah penyelenggara pemilu itu penyelenggara pemilu ada dua lembaga
sendiri. yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU)
International Institute for Democracy dan Badan Pengawas Pemilihan Umum
and Electoral Assistance (International (Bawaslu). KPU merupakan lembaga yang
IDEA) membuat semacam perputaran diberikan tugas oleh Undang-Undang
fase/siklus dalam setiap pelaksanaan sebagai penyelenggara teknis pelaksanaan
Pemilu (IDEA, 2015). Mereka membagi Pemilu/Pilkada. Sedangkan Bawaslu
periode pelaksanaan Pemilu menjadi 3 diberikan amanat oleh untuk melakukan
periode, yaitu: pengawasan setiap tahapan pelaksanaan
a. Periode pra pemilihan, pada periode Pemilu/Pilkada. Bawaslu sebagai lembaga
ini mencakup tahapan penyusunan yang bertugas mengawasi jalannya pemilu
kerangka hukum, tahapan dan pemilukada berkepentingan untuk
perencanaan, tahapan pembelajaran menjaga integritas penyelenggaraan
dan edukasi, tahapan registrasi pemilu. Hal tersebut sebagaimana
pemilih dan tahapan kampanye. tercantum dalam visi Bawaslu RI yaitu:

82 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 82 12/6/17 3:45 PM


“Tegaknya integritas penyelenggara, 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
penyelenggaraan dan hasil pemilu Bupati, dan Walikota. Menariknya, dalam
melalui pengawasan pemilu yang peraturan yang disahkan lewat perdebatan
berintegritas dan berkredibilitas yang cukup alot hingga memiculkan
untuk mewujudkan pemilu yang pro kontra di masyarakat ini, akhirnya
demokratis” (BAWASLU RI, 2013) diputuskan bahwa pelaksanaan pemilihan
kepala daerah dikembalikan prosesnya
Oleh karena hal tersebut, upaya
melalui pemilihan oleh DPRD baik itu
mewujudkan integritas pemilu
tingkat propinsi untuk pemilihan gubernur
juga berkaitan dengan bagaimana
dan bupati/walikota. Keputusan DPR
perencanaan, persiapan dan juga berbagai
mengembalikan proses pemilihan kepala
penangkatan kapasitas pengawasan
daerah tersebut menimbulkan protes tidak
pilkada sebagai salah satu bagian dari
saja dari masyarakat umum dan pegiat
penyelenggaraan pilkada.
pemilu, tapi juga dari beberapa kepala
Salah satu poin penting dalam
daerah itu sendiri (Tempo.co, 2014).
p e nye l e n g ga ra a n p e m i l u a d a l a h
Kuatnya penolakan dari berbagai
terkait dengan penganggaran pemilu/
unsur masyarakat ini, membuat Presiden
pemilukada. Aspek ini menyangkut
SBY akhirnya merespons hal tersebut
beberapa hal seperti kemampuan alam
dengan mengeluarkan sebuah Peraturan
memastikan seluruh tahapan dapat
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
terlaksana sebagaimana amanat undang-
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
undang. Selain itu juga berkaitan dengan
Gubernur, Bupati dan Walikota yang
kemandirian penyelenggara pemilu dalam
mengembalikan proses pemilihan kepala
melaksanakan tugas penyelenggaraan
daerah kepada prosedur pemilihan
pemilu/pemilukada. Keterlambatan dalam
langsung oleh rakyat. Perppu inilah yang
persoalan anggaran yang merupakan
kemudian disahkan oleh DPR RI Periode
periode tahapan sebelum pelaksanaan
2014-2015 menjadi Undang-undang
pemilihan, akan mengganggu tahapan-
nomor 8 Tahun 2015 yang menjadi dasar
tahapan selanjutnya dari keseluruhan
hukum pelaksanaan pemilihan kepala
rangkaian proses pemilu/pemilukada.
daerah. Ada beberapa poin krusial yang
menjadi ketetapan dalam UU Nomor 8
4. Hasil dan Pembahasan (Font-12,
Tahun 2015 ini, diantaranya:
Bold) Undang-Undang ini mengatur bahwa
4.1 Dasar Hukum Pelaksanaan Pilkada proses pemilihan dilakukan untuk memilih
Pada akhir periode jabatan Presiden pasangan calon. Artinya masyarakat akan
SBY-Boediono dan DPR RI Tahun 2009- memilih Gubernur, Bupati dan Walikota
2014 terjadi perdebatan mengenai proses beserta wakilnya masing-masing. Baik
pilkada yang akan dilaksanakan. DPR partai maupun calon independen maju
RI Periode 2009-2014 menjelang akhir dalam pemilihan sebagai pasangan calon.
jabatannya mengeluarkan sebuah undang- Undang-undang ini menegaskan bahwa
undang yang mengatur pelaksanaan proses pemilihan baik di tingkat propinsi
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, maupun kabupaten/kota adalah melalui
yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun pemilihan secara langsung oleh rakyat.

Pemilu Demokratis 83

01 JURNAL BAWASLU.indd 83 12/6/17 3:45 PM


Undang-Undang ini mengatur agar Daerah Serentak. Ada perbedaan dalam
pelaksanaan pemilihan kepala daerah struktur kedua penyelenggara pilkada ini
akan dilaksanakan secara serentak di yang dapat dilihat juga melalui Nomor
seluruh daerah. Namun untuk menuju 5 tahun 2011 mengenai Penyelenggara
keserentakan secara nasional akan Pemilu. KPU memiliki struktur permanen
dilakukan melalui beberapa gelombang/ mulai dari tingkat nasional, propinsi dan
fase. Fase pertama adalah pilkada serentak Kabupaten/Kota. Berbeda halnya dengan
yang akan dilakukan pada Desember struktur pengawas pemilu yang dia
Tahun 2015 (untuk daerah yang masa hanya permanen pada tingkat nasional
akhir jabatan kepala daerahnya di tahun dan tingkat propinsi. Sedangkan tingkat
2015 dan semester pertama tahun 2016). kabupaten/kota sifatnya masih ad hoc.
Fase kedua adalah pilkada serentak Hanya saja UU ini mengatur bahwa
Februari Tahun 2017 untuk daerah yang pengawas pilkada memiliki perangkat
masa akhir jabatan kepala daerahnya di baru yaitu Pengawas Tempat Pemungutan
semester kedua 2016 dan 2017. Fase Suara (Pengawas TPS) yang akan
selanjutnya adalah pilkada serentak ditempatkan di setiap TPS. Sebelumnya
tahun 2018 untuk daerah yang masa struktur pengawas hanya sampai pada
akhir jabatan kepala daerahnya di tahun Pengawas di tingkat kelurahan yang
2018 dan 2019. Pilkada serentak seluruh mengawasi seluruh TPS di masing-masing
daerah secara nasional ditargetkan akan kelurahan.
dilakukan pada Tahun 2027. Bawaslu dan jajaran di bawahnya
Tidak seperti pelaksanaan pilkada ditugaskan oleh Undang-undang untuk
sebelumnya, pilkada kali ini tidak mengawasi pelaksanaan Pelaksanaan
mengenal istilah dua tahap. Pilkada Pemilihan Kepala Daerah. Bawaslu
serentak dilaksanakan hanya satu putaran. RI sebagai struktur tertinggi dalam
Tujuannya adalah untuk menyederhanakan pengawasan pemilu/pilkada sebenarnya
proses pemilihan dan juga untuk tidak memiliki kewenangan langsung
mengefektifkan dan menghemat anggaran dalam mengawasi pilkada baik itu
pelaksanaan pilkada. pemilihan gubernur maupun bupati/
UU Pilkada baru ini menegaskan walikota. Sesuai dengan amanat yang
bahwa Pemilihan Gubernur, Bupati ditetapkan undang-undang, Bawaslu RI
dan Walikota merupakan rezim Pemda diberikan tugas untuk menyusun dan
sebagai perwujudan dari Pasal 18 Ayat menetapkan pedoman teknis dalam
4 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh setiap tahapan pengawasan pilkada.
karenanya, pembiayaan pilkada berasal Sedangkan yang bertugas langsung
dari APBD masing-masing daerah yang mengawasi pilkada adalah Bawaslu
didukung oleh APBN. Propinsi sebagai pengawas pelaksanaan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
4.2 Tugas dan Fungsi Pengawasan dalam
Untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Pilkada 2015 (1)
serta Walikota dan Wakil Walikota
Berdasarkan UU No 8 Tahun 2015,
pelaksana teknis pengawasannya adalah
KPU bertindak sebagai penyelenggara
Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten/
teknis pemilu sedangkan Bawaslu adalah
Kota. Struktur Panwas Kab/Kota ini sendiri
pelaksana pengawasan Pemilu Kepala

84 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 84 12/6/17 3:45 PM


tidaklah bersifat permanen sebagaimana ( 1 ) P e n d a n a a n ke g i a t a n
struktur Bawaslu RI dan Bawaslu Propinsi. Pemilihan dibebankan pada
Sedangkan struktur di bawahnya lagi ada Anggaran Pendapatan Belanja
Panwascam untuk setiap kecamatan, Daerah dan dapat didukung
Panitia Pengawas Lapangan (PPL) muntuk oleh Anggaran Pendapatan
setiap kelurahan dan Pengawas TPS Belanja Negara sesuai dengan
yang akan mengawasi pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
pilkada sebelum, pada saat dan sesudah undangan.
pelaksanaan pungut hitung di tiap TPS. ( 2 ) Ke t e n t u a n m e n g e n a i
Keberadaan Pengawas TPS sendiri dukungan Anggaran Pendapatan
merupakan struktur baru yang diatur oleh Belanja Negara sebagaimana
Undang-Undang Pilkada ini. Karena pada dimaksud pada ayat (1) diatur
pelaksanaan Pilkada-Pilkada sebelumnya dengan Peraturan Pemerintah.
dan juga Pileg dan Pilpres, kita masih (3) Ketentuan lebih lanjut
belum mengenal keberadaan Pengawas mengenai pendanaan kegiatan
TPS. Struktur terendah saat itu adalah Pemilihan yang bersumber dari
PPL yang hanya sampai tingkat Kelurahan. Anggaran Pendapatan Belanja
Keberadaan Pengawas TPS diharapkan Daerah diatur dengan Peraturan
dapat meminimalisir berbagai potensi Menteri.
kecurangan yang mungkin akan muncul di
Berdasarkan ketentuan di atas, jelas
tiap TPS. Oleh karena itu, sesuai dengan
bahwa pelaksanaan Pilkada didanai
amanat undang-undang, Pengawas TPS ini
sepenuhnya oleh anggaran daerah
dibentuk 23 hari sebelum pemungutan
masing-masing yang dijadwalkan akan
suara dan akan selesai masa tugasnya 7
melaksanakan Pilkada serentak. Adapun
hari pasca pemungutan suara.
pembiayaan oleh APBN sifatnya hanya
sebagai dukungan. Penjelasan lainnya dari
4.3 Persoalan Anggaran dalam
ketentuan tersebut adalah terkait dengan
Pelaksanaan Pilkada Serentak
perangkat teknis pendanaan Pilkada
Tahun 2015
oleh APBD masing-masing daerah akan
Undang-undang Nomor 8 Tahun diatur dalam sebuah Peraturan Menteri.
2015 sebagai dasar pelaksanaan Pilkada Dalam hal ini, ketentuan tersebut
serentak menetapkan bahwa pembiayaan diatur oleh Kementerian Dalam Negeri.
pilkada berasal dari Anggaran Pendapatan Untuk mengatur soal penggunaan APBD
Belanja Daerah (APBD) masing-masing dalam rangka membiayai pelaksanaan
daerah. Dengan demikian, anggaran Pilkada, Kementerian Dalam Negeri
Pilkada Gubernur bersumber dari APBD mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam
Propinsi sedangkan anggaran Pilkada Negeri (Permendagri) Nomor 44 tahun
Kabupaten/kota berasal dari APBD 2015 tentang Pengelolaan Dana Kegiatan
Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Hal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
tersebut tercantum dalam Pasal 166 Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
UU Nomor 8 Tahun 2015 yang berbunyi dan Wakil Walikota yang diperbaiki
sebagai berikut: menjadi Permendagri Nomor 51 tahun
2015.

Pemilu Demokratis 85

01 JURNAL BAWASLU.indd 85 12/6/17 3:45 PM


Berdasarkan ketentuan yang terdapat Meskipun pelaksanaan Pilkada
dalam Permendagri tersebut dikatakan Tahun 2015 ini bukanlah untuk yang
bahwa pembiayaan pilkada akan diberikan pertama kalinya dilakukan secara
dalam bentuk dana hibah kepada langsung, namun ini merupakan yang
penyelenggara pemilu. Artinya adalah pertama kalinya dilaksanakan secara
pemerintah daerah akan memberikan bersamaan. Bersamaan yang dimaksud
dana berupa hibah baik itu kepada KPU adalah bersamaan dalam keseluruhan
Propinsi dan Bawaslu Propinsi untuk rangkaian proses tahapan pilkada mulai
pelaksanaan Pilgub serta kepada KPU dari persiapan, pencalonan, kampanye,
Kab/Kota dan Panwas Kab/Kota untuk pungut hitung hingga kepada penetapan
pelaksanaan Pilbup/Pilwako. Dana hibah pemenang. Sebagai pelaksanaan pilkada
ini merupakan usulan dari masing-masing serentak untuk pertama kalinya, pilkada
institusi yang akan dituangkan dalam serentak Tahun 2015 ini dianggap sukses
bentuk Naskah Perjanjian Hibah Daerah karena relative tidak banyak hambatan
(NPHD). Permendagri tersebut yang dan gangguan keamanan yang berarti.
nantinya akan mengatur ketentuan teknis Hanya saja pelaksanaan pilkada serentak
penggunaan NPHD untuk pelaksanaan Tahun 2015 masih meninggalkan banyak
Pilkada serentak Tahun 2015. catatan. Terkait dengan persoalan
Sebagaimana ketentuan dalam UU penganggaran, khususnya anggaran
Nomor 8 Tahun 2015 bahwa pilkada pengawasan Pilkada, ada beberapa hal
serentak akan dilaksanakan dalam yang masih menjadi permsalahan yang
beberapa gelombang, maka pelaksanaan akan dibahas dalam tulisan ini.
pilkada serentak tahun 2015 merupakan
1) Penentuan besaran ang garan
gelombang pertama menuju keserentakan
pengawasan
secara nasional di Tahun 2027 nantinya.
Salah satu persoalan yang mengemuka
Pilkada serentak tahun 2015 dilaksanakan
dalam proses penganggaran untuk
untuk seluruh daerah yang masa jabatan
pelaksanaan Pilkada serentak Tahun
kepala daerahnya habis pada tahun
2015 adalah terkait dengan penentuan
2015 dan semester pertama (Januari-
besaran anggaran yang akan dialokasikan
Juni) tahun 2016. Dengan ketentuan
untuk membiayai pilkada di masing-
tersebut, maka ada total 269 daerah
masing daerahnya. KPU sebagai pelaksana
yang melaksanakan pilkada serenta
teknis penyelenggaraan pilkada secara
di Tahun 2015 dengan rincian pilkada
total mengajukan anggaran sebesar Rp
akan diselenggarakan di 9 Propinsi, 224
6,7 Triliun. Sedangkan Bawaslu sebagai
Kabupaten dan 36 Kota. Dari keseluruhan
pengawas pelaksanaan Pilkada serentak
daerah tersebut, ada beberapa daerah
mengajukan total anggaran sebesar Rp
yang baru pertama kali melaksanakan
2,07 Triliun. Dari total pengajuan tersebut,
Pilkada. Salah satunya adalah Kalimantan
anggaran untuk KPU yang disetujui adalah
Utara yang memang belum lama ini
sebesar 82% dari total pengajuan atau
terbentuk sebagai propinsi baru yang
sebesar Rp 5,5 Triliun. Bawaslu sendiri
sebelumnya merupakan bagian dari
mendapatkan total anggaran sebesar Rp
Propinsi Kalimantan Timur.
1,1 Triliun atau hanya sekitar 53% dari
keseluruhan anggaran yang diusulkan.

86 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 86 12/6/17 3:45 PM


Sebagaimana ketentuan yang anggaran yang dialokasikan oleh masing-
tercantum dalam Undang-undang bahwa masing pemerintah daerah kurang dari
penentuan besaran anggaran diusulkan pengajuan yang diberikan. Namun apabila
oleh masing-masing lembaga kepada diteliti lebih dalam lagi sebenarnya
pemerintah daerah masing-masing. Untuk terdapat permasalahan dalam penentuan
kemudian masing-masing pemerintah besaran anggaran untuk tiap-tiap daerah.
daerah mengalokasikan anggaran daerah Berikut ini saya sampaikan besaran usulan
dalam bentuk hibah untuk pelaksanaan APBD serta jumlah yang dialokasikan
teknis penyelenggaraan pilkada dan juga Pemerintah Propinsi untuk pelasaksanaan
pengawasan pilkada. Jika dilihat sekilas Pe m i l i h a n G u b e r n u r d a n Wa k i l
nampak bahwa baik itu KPU atau Bawaslu Gubernur Tahun 2015. Sebagaimana
beserta jajaran di bawahnya yang menjadi sudah disampaikan sebelumnya bahwa
penyelenggara Pilkada, mengalami pada Tahun 2015 ada 9 Propinsi yang
kekurangan pendanaan Pilkada karena melaksanakan Pilkada.

JUMLAH
USULAN APBD ALOKASI APBD
PILGUB/ PILBUP/ PILWALKOT PENDUDUK (dalam
(Rp) (Rp)
ribuan)
Provinsi Sumatera Barat 16,425,928,500 5.196,30 5,000,000,000
Provinsi Kep. Riau 33,800,000,000 1.973,00 32,800,000,000
Provinsi Jambi 30,500,000,000 3.402,10 30,500,000,000
Provinsi Bengkulu 29,977,500,000 1.874,90 22,635,120,000
Provinsi Kalimantan Selatan 62,678,745,000 3.989,80 30,000,000,000
Provinsi Kalimantan Tengah 126,632,757,600 2.495,00 15,000,000,000
Provinsi Kalimantan Utara* 13,000,000,000
Provinsi Sulawesi Tengah 39,771,442,000 2.876,70 26,400,000,000
Provinsi Sulawesi Utara 62,000,000,000 2.412,10 15,000,000,000

* untuk Propinsi Kalimantan Utara belum ada data yang spesifik dikarenakan
merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB)

Dari table di atas dapat kita lihat Sumatera Barat, Jambi dan Bengkulu
bahwa ada ketimpangan di antara perbedaan besaran usulan anggara cukup
propinsi-propinsi yang melaksankan signifikan. Sumatera Barat diantara ketiga
Pilgub di Tahun 2015 dalam hal propinsi yang disebutkan tadi mengajukan
penganggaran pengawasan Pilkada. alokasi anggaran yang jauh lebih kecil.
Besaran anggaran antara daerah satu Padahal jika dilihat dari segi jumlah,
dengan daerah yang lain tidak bisa penduduk di Sumatera Barat jauh lebih
diukur secara obyektif. Sebagai Contoh, besar daripada jumlah penduduk di Jambi
dapat kita lihat dari besaran anggaran dan Bengkulu.
pengawasan yang diusulkan masing- Ke a l p a a n o b ye k t i f i ta s d a l a m
masing Bawaslu Propinsi. Untuk daerah pengusulan anggaran pengawasan pilgub

Pemilu Demokratis 87

01 JURNAL BAWASLU.indd 87 12/6/17 3:45 PM


lebih jelas nampak pada pengajuan pendukung, bukan sebagai sumber
yang dilakukan oleh Bawaslu Propinsi pembiayaan utama. Sehingga, pada masa
Kalimantan Tengah. Dengan pengajuan pilkada, setiap daerah yang melaksanakan
lebih dari Rp 120 Miliar, jumlah tersebut pilkada harus menganggarkan nilai
berkali lipat lebih besar dibanding jumlah tertentu untuk membiayai pelaksanaan
yang diajukan oleh Kalimantan Selatan. Pilkada baik itu untuk penyelenggaraan
Apalagi jika dibandingkan dengan 7 pilkada maupun pengawasan pilkada.
daerah lain yang juga akan melaksanakan Pembiayaan lewat APBD ini bukan
Pemilihan Gubernur. Begitupula jika dilihat tanpa permasalahan. Bagi sebagian besar
dari segi besaran anggaran yang disetujui daerah, pelaksanaan pilkada yang dibiayai
dan akan dialokasikan oleh masing- APBD ini sangat membebani anggaran.
masing pemerintah daerah. Perbedaan Beberapa daerah terpaksa menunda
signifikan antara daerah satu dengan atau bahkan melakukan pengalihan
daerah lainnya membuat pertanyaan terhadap alokasi di sektor-sektor lain
soal bagaimana standar penentuan untuk direalokasi membiayai pelaksanaan
anggaran baik itu untuk pelaksana pilkada. Daerah-daerah yang memiliki
teknis pilkada maupun pengawas pilkada keterbatasan sumber daya dan sumber
ditentukan. Variabel-variabel seperti pembiayaan, menjadi semakin terbebani
besaran jumlah penduduk, luas wilayah, dengan kenyataan tersebut. Belum lagi
kondisi topografi wilayah dan beberapa beberapa daerah yang memang sejak
variabel lainnya nampaknya belum awalnya memiliki masalah dengan alokasi
menjadi dasar perhitungan untuk besaran dana daerah karena besarnya biaya
anggaran. Usulan-usulan anggaran baik operasional pegawai pemerintahan yang
itu dari KPU maupun Bawaslu perlu harus ditanggung oleh daerah. Pengalihan
dinilai dari alat ukur yang obyektif. Agar alokasi ini mengakibatkan beberapa
besaran anggaran dapat sesuai dengan sektor yang sebelumnya direncanakan
kebutuhan yang dapat dipertanggung untuk akan dilakukan pada tahun 2015
jawabkan dan juga mendukung efisiensi terpaksa ditunda atau bahkan ditiadakan
anggaran sebagaimana semangat sama sekali.
dalam pelaksanaan pilkada serentak ini Logika pelaksanaan pilkada
dilakukan. serentak yang sempat diungkapkan oleh
pemerintah adalah agar pelaksanaan
2) Persoalan sumber dana dan beban
pilkada dapat efektif dan efisien secara
terhadap anggaran daerah
anggaran. Namun yang terjadi adalah
Sebagaimana telah disampaikan justru peningkatan jumlah anggaran
sebelumnya di bagian awal tulisan ini, pelaksanaan pilkada jika dibandingkan
bahwa pada pelaksanaan Pilkada menurut dengan pelaksanaan pilkada di periode
UU Nomor 8 Tahun 2015, pembiayaan sebelumnya yang tidak dilaksanakan
pilkada ditanggung oleh APBD masing- secara serentak (Kompas, 2015). Alasan
masing daerah. APBD Propinsi untuk utama adanya peningkatan biaya
pembiayaan Pilgub dan APBD Kab/ penyelenggaraan pilkada ini dikarenakan
Kota untuk pembiayaan Pilbub/Pilwako. adanya ketentuan baru mengenai
Sementara APBN hanya bersifat sebagai pelaksanaan kampanye. UU 8 Tahun 2015

88 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 88 12/6/17 3:45 PM


mengatur bahwa pelaksanaan Kampanye saja berlalu adalah persoalan alokasi
ada yang dilakukan oleh KPUD. Ini artinya anggaran. Persoalan alokasi anggaran ini
kampanye pasangan calon dalam pilkada mencakup beberapa hal. Pertama soal
akan menggunakan APBD. Hal tersebut apakah besaran yang dialokasikan sesuai
tentu saja menjadi sumber peningkatan dengan jumlah anggaran yang diajukan.
anggaran penyelenggaraan pilkada jika Kedua soal apakah anggaran hibah daerah
dibandingkan dengan pelaksanan pilkada tersebut akan diberikan secara langsung
sebelumnya. atau melalui beberapa tahapan. Ketiga,
terkait dengan persoalan prosedur dalam
3) Persoalan Alokasi Anggaran Pengawasan
pemberian dana hibah ke setiap lembaga
dan Prosedur Pengelolaan Dana Hibah
baik itu KPUD maupun Bawaslu/Panwas.
Seperti yang sudah disampaikan
Besaran anggaran yang dialokasikan
sebelumnya bahwa biaya penyelenggaraan
untuk pengawasan pilkada, sebagian
pilkada menggunakan APBD masing-
besar jumlahnya kurang dari yang
masing daerah. Oleh karenanya KPU
diajukan. Table di bawah ini (Bawaslu
dan Bawaslu/Panwas di tiap-tiap daerah
RI) menunjukkan bahwa dari total 269
mengajukan besaran anggaran yang
daerah yang akan melaksanakan pilkada,
dibutuhkan untuk pelaksanaan pilkada
tercatat hanya 67 daerah yang alokasi
dan juga pengawasan pilkada. Nantinya
anggaran pengawasannya sesuai dengan
persetujuan pengalokasian dana tersebut
pengajuan oleh Bawaslu Propinsi dan
akan dituangkan dalam NPHD yang
Panwas Kab/Kota. Itu artinya kurang
ditandatangani oleh masing-masing
dari 25% dari total keseluruhan daerah
Kepala Daerah.
yang akan melaksanakan pilkada. Ada
S e te l a h p e n ga j u a n a n g ga ra n
192 daerah yang alokasi anggarannya
dilakukan dan disetujui oleh masing-
kurang dari pengajuan atau sebesar 71%.
masing pemerintah daerah, masalah
Yang menarik adalah ada 10 daerah yang
lain yang muncul selama pelaksanaan
diberikan alokasi anggaran melebihi dari
Pilkada Serentak Tahun 2015 yang baru
pengajuan awal.

Alokasi anggaran Alokasi anggaran


Alokasi anggaran
Pilkada kurang dari sesuai dengan Total
melebih pengajuan
pengajuan pengajuan

Provinsi 6 3  - 9

Kabupaten 163 53 8 224

Kota 23 11 2 36

192 67 10 10

Pengaturan soal pemberian dana Kementerian Keuangan. Kementerian


hibah untuk penyelenggaraan pilkada Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri
dan pengawasan pilkada diatur melaui Nomor 44 Tahun 2015 yang kemudian
Peraturan Menteri Dalam Negeri dan disempurnakan melalui Permendagri

Pemilu Demokratis 89

01 JURNAL BAWASLU.indd 89 12/6/17 3:45 PM


nomor 51 Tahun 2015. Sedangkan c) Soal prosedur penyaluran dana
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/ hibah yang tidak sama antara
PMK.05/2011 secara khusus mengatur Permendagri dan PMK. Jika di
tentang pengelolaan dana hibah. Permendagri pemberian dana
Terkait dua aturan tersebut, Bawaslu RI hibah bisa segeral dilakukan
mencatat ada beberapa ketidaksinkronan setelah penandatanganan, tidak
yang berpotensi menyebabkan persoalan demikian halnya yang diatur
di kemudian hari (Suswantoro, 2015). dalam PMK. Menurut aturan
Beberapa ketidaksinkronan tersebut PMK pemberian dana hibah harus
antara lain: melalui mekanisme pengesahan
a) Dalam Ketentuan Permendagri oleh BUN/Kuasa BUN.
Nomor 44 Tahun 2015 diatur
Berlarutnya persoalan prosedur ini
bahwa hibah dana pengawasan
bahkan menyebabkan ada beberapa
untuk Pilkada Gubernur akan
daerah yang hingga 1,5 bulan sebelum
diberikan kepada Bawaslu Propinsi
pelaksanaan tahapan pungut hitung,
dan Pilkada Bupati/Walikota akan
persoalan anggaran belum sama sekali
diberikan kepada Panwas Kab/
terselesaikan. Dalam laporan Bawaslu
Kota. Hal tersebut bertentangan
RI kepada Presiden RI pada pertemuan
dengan yang diatur dalam PMK
Rapat Terbatas persiapan Pilkada,
Nomor 191/PMK.05/2011 yang
disampaikan bahwa masih ada tiga
menyatakan bahwa pemberian
persoalan yang dihadapi terkait dengan
dana hibah diberikan kepada
anggaran pengawasan pilkada (Bawaslu
Satuan Kerja (Satker) selaku
RI, 2015). Pertama masih adanya
Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa
daerah yang menghadapi persoalan
Pengguna Anggaran (KPA). Dalam
kekurangan anggaran dalam pengawasan
hal ini, struktur Satker paling
pilkada. Kedua, adanya anggaran yang
rendah di Bawaslu berada pada
dikurangi dari anggaran semestinya
tingkat Propinsi. Dengan demikian
yang sebelumnya telah disepakati dan
pemberian dana hibah pengawasan
ditandatangani dalam NPHD antara
kepada Panwas Kab/Kota tidak
Bawaslu/Panwas dengan masing-masing
memiliki kekuatan hukum karena
Pemerintah Daerah. Ketiga, adanya
Panwas bukanlah Satker.
beberapa Pemerintah Daerah yang
b) Selain soal pemberian dana
membuat beberapa persyaratan sendiri
hibah kepada satker, pembukaan
yang bertentangan dengan Permendagri
rekening penampung dana hibah
mengenai ketentuan penyaluran dana
juga diberikan kepada Satker
pengawasan pilkada.
sesuai dengan ketentuan PMK.
Kendala anggaran ini tentu saja
Ketentuan di Permendagri
mempengaruhi kinerja pengawasan
memungkinkan Panwas
Pilkada. Beberapa tahapan yang
menampung dana hibah.
semestinya dilalui akhirnya menjadi
Ketidaksinkronan ini membuka
terlewatkan atau setidaknya tertunda.
potensi masalah di kemudian
Ini dikarenakan keterlambatan dalam
hari.
pembentukan kelembagaan pengawas

90 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 90 12/6/17 3:45 PM


mulai dari tingkat Kabupaten/kota hingga 4) Dugaan Politisasi Anggaran
struktur terendah yaitu pengawas TPS. Persoalan anggaran ini bisa juga
Salah satu propinsi yang mengalami dikaitkan dengan kepentingan para
keterlambatan dalam membentuk struktur petahana (incumbent) yang akan ikut
pengawas di tingkat Kabupaten Kota adalah berkompetisi dalam Pilkada 2015. Tabel
Propinsi Sulawesi Utara. Pada Tahun 2015 di bawah ini menunjukkan besaran jumlah
ini, Propinsi Sulawesi Utara melaksanakan petahana yang ikut bertarung dalam
Pemilihan Gubernur dan sebagian besar pilkada serentak 2015 (infopilkada.kpu.
KAb/kota juga melaksanakan pemilihan go.id):
kepala daerah. Pembentukan Panwas
Pilkada di kabupaten/kota yang hanya No Daerah Kepala Wakil Kepala
melaksanakan pilgub terpaksa mengalami Daerah Daerah
keterlambatan dan baru bisa dibentuk 1 Propinsi 5 Gubernur 5 Wakil
pada awal Juni (Bawaslu RI, 2015). Dalam Gubernur
laporan kesiapan pengawasan Pilkada 2 Kabupaten 118 Bupati 103 Wakil
Bupati
2015 Pekan kedua Agustus (Bawaslu
3 Walikota 27 Walikota 20 Wakil
RI, 2015), masih ada beberapa daerah
Walikota
yang belum memiliki struktur pengawas
di tingkat Kecamatan dan Kelurahan. Dugaan tersebut berkaitan
Bahkan ada beberapa Panwas Kab/Kota dengan proses pengajuan, alokasi,
yang masih belum memiliki kelengkapan penandatanganan dan juga penyaluran
kantor seperti gedung, staf dan kepala dana hibah pengawasan pilkada 2015.
sekretariat. Padahal pelaksanaan tahapan Karena proses ini melibatkan masing-
telah dimulai dan pelaksanaan pungut masing kepala daerah. Penandatanganan
hitung hanya kurang dari 4 bulan ke NPHD pengawasan dilakukan oleh kepala
depan. Table di bawah ini menunjukkan daerah yang bersangkutan. Diskresi
kesiapan personil dan kelembagaan ini membuka peluang adanya konflik
Panwas Kab/Kota: kepentingan antara kepala daerah yang
berencana maju kembali dalam pilkada
Belum dengan KPU dan juga Bawaslu Propinsi/
Sudah Belum
Kelengkapan Ada Jumlah
Ada Ada
Data Panwas Kab/Kota yang berkepentingan
Kepala
agar pengajuan anggaran tidak mengalami
258 13 37 308 kendala berarti.
Sekretariat
Staf Beberapa daerah yang mengalami
258 13 37 308
Sekretariat kendala dalam alokasi ang garan
Kantor pengawasan.
Sekretariat 257 14 37 308
Panwas

Pemilu Demokratis 91

01 JURNAL BAWASLU.indd 91 12/6/17 3:45 PM


Nama Nama
NO Permasalahan NO Permasalahan
Daerah Daerah
1 Kota • Usulan APBD sebesar 4 Kab. Musi • Usulan APBD sebesar
Sibolga Rp. 3.761.153.000,- Rawas Rp. 5.000.000.000,-
• Total NPHD sebesar Rp. Utara • NPHD: Rp.
2.123.680.000,- dengan 2.000.000.000,-
rincian sbb : • Usulan APBD-P sebesar
o APBD Murni Rp. 11.472.918.000,-
Tahun 2015: Rp. • NPHD: Rp.
300.000.000,- Rp.9.200.000.000,- tapi
o APBD Perubahan dipangkas DPRD menjadi
Tahun 2015: Rp. Rp. 2.500.000.000,
1.823.680.000,- • Anggaran tambahan
• Termin I: Rp. tidak diberikan.
400.000.000,-
5 Kab. Tojo • Usulan APBD sebesar
• Sisa yang belum
Una Una Rp. 4.000.000.000,-
dicairkan sebesar Rp.
• NPHD:
1.723.680.000,-
Rp.2.402.260.000,-
• Belum dapat dipastikan
• Anggaran untuk PPL
kapan akan dicairkan,
hanya cukup untuk 2
mengingat saat ini Plh
bulan, s.d. 31 Oktober
Walikota c.q Sekda Kota
2015
Sibolga tidak berani
• Usulan anggaran
mengambil langkah
tambahan sampai hari
strategis karena Plt
ini tidak ditanggapi oleh
Walikota Sibolga belum
sekretaris kabupaten.
ada.
Sudah difasilitasi Plt. Bupati,
2 Provinsi • Usulan APBD sebesar tapi blm ada jawaban.
Bengkulu Rp. 29.977.500.000,-
6. Kab. Pulau • Usulan
• NPHD: Rp.
Taliabu Rp.2.823.238.000,-
22.635.120.000,-
hanya disetujui
• Untuk Pemilihan
Rp.1.540.222.000,-
Gubernur Bengkulu
• Akibatnya 23 PPL dari 72
masih terdapat
desa tidak bisa dibentuk.
kekurangan sebesar
• Pengawasan Pemilihan
Rp 2.700.000.000 dan
dan ops perkantoran
belum direspon oleh
pada Bulan Nopember-
Pemprov. Tambahan
Desember 2015
anggaran digunakan
terancam tidak dapat
untuk honorarium dan
terbayar
operasional
• Koordinasi dengan
• SK penetapan tentang
pemda sudah dilakukan
pendanaan bersama
maksimal namun belum
belum ditetapkan oleh
ada respon dari Plt.
Gubernur
Bupati.
3 Kab. • Usulan APBD sebesar
Bengkulu Rp. 6.800.000.000,-
Utara • NPHD: Rp. Dari table di atas dapat kita lihat
2.288.895.000,-
• Untuk Kabupaten beberapa daerah yang mengalami
Bengkulu Utara kendala dalam proses penganggaran
masih terdapat
kekurangan sebesar
dana hibah pengawasan pilkada. Daerah-
Rp.1.800.000.000 dan daerah tersebut tercatat sebagai daerah
belum direspon oleh dengan incumbent yang ikut maju
Pemkab Bengkulu Utara.
dalam pilkada 2015. Pembahasan alokasi
dana hibah yang melibatkan kepala
daerah dan juga DPRD menjadikan KPU

92 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 92 12/6/17 3:45 PM


dan Bawaslu/Panwas Kab/kota berada pengalaman di pilkada serentak 2015 tidak
pada posisi yang tidak independen. berjalan sesuai rencana. Anggaran yang
KPUD maupun Bawaslu/Panwas menjadi dikeluarkan justru menjadi lebih besar
tergantung pada dalam penentuan karena adanya ketentuan pelaksanaan
alokasi anggaran. Kedua lembaga ini kampanye yang dilakukan oleh KPU. Hal
berada dalam posisi yang lemah dalam tersebut berakibat membengkaknya biaya
penentuan, pengalokasian dan juga yang harus ditanggung oleh KPU sebagai
penyaluran anggaran penyelenggaraan penyelenggara yang melakukan kampanye
dan pengawasan pilkada. untuk seluruh kandidat pilkada.
Soal penundaan, pemotongan Belum lagi persoalan potensi
anggaran dari kesepakatan awal dan pembahasan anggaran untuk kepentingan
berbagai hambatan lainnya diduga kuat c a l o n i n c u m b e n t . Pe m b a h a s a n ,
terkait dengan kepentingan dari kepala pengalokasian dan penyaluran anggaran
daerah yang ingin maju kembali dalam yang melibatkan kepala daerah dan
pilkada 2015 ini. Ada semacam upaya DPRD karena pembiayaan lewat APBD,
posisi tawar dari kepala daerah yang membuka peluang intervensi pihak-
akan maju untuk melakukan intervensi pihak tertentu kepada penyelenggara
terhadap keputusan KPU maupun dan pengawas pilkada. Independensi
keputusan pengawas pemilu. Misalnya penyelenggara dan pengawas menjadi
menekan KPU dalam hal proses verifikasi rawan tercampuri oleh kepentingan
pencalonan. Atau juga melalui pengawas incumbent melalui beberapa cara salah
pemilu untuk merekomendasikan KPU satunya menghambat penganggaran atau
agar menerima pencalonan kandidat menunda penyaluran anggaran.
tertentu (incumbent). Penganggaran penyelenggaraan
pilkada dan pengawasan pilkada
5. Simpulan semestinya tetap berada pada instansi
Dari seluruh pemaparan di atas, yang bersangkutan yaitu Bawaslu dan
maka perlu dipertimbangkan ulang KPU RI. Hal tersebut untuk menjaga
mengenai pola penganggaran untuk kesinambungan proses pelaksanaan
pelaksanaan pemilihan kepala daerah. pilkada dan menjaga independensi
Penggunaan APBD sebagai sumber KPUD maupun Bawaslu/Panwas dalam
pembiayaan penyelenggaraan pilkada menyelenggarakan pilkada. Tidak perlu
memiliki dampak yang tidak sejalan lagi ada kekhawatiran bahwa akan ada
dengan tujuan awal dilaksanakannya intervensi dari pemerintah daerah atau
pilkada serentak. Logika keserentakan kekuatan-kekuatan politik di daerah dalam
yang diharapkan akan berpengaruh menentukan anggaran penyelenggaraan
terhadap pengehematan anggaran pilkada.
penyelenggaraan pilkada, ternyata pada

Pemilu Demokratis 93

01 JURNAL BAWASLU.indd 93 12/6/17 3:45 PM


DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Retrieved from infopilkada.kpu.go.id.


Bawaslu RI. (n.d.). Data Bagian Perencanaan Bawaslu RI.
BAWASLU RI. (2013). Laporan Akhir Tahun 2013. Jakarta: Bawaslu RI.
Bawaslu RI. (2015). Laporan Perkembangan Persiapan Pilkada Serentak Tahun 2015.
Jakarta.
Bawaslu RI. (2015). Laporan Supervisi Bagian Analisis Teknis Pengawasan Bawaslu
RI. Sulawesi Utara.
Bawaslu RI. (2015). Report Bagian Analisis Teknis Pengawasan Bawaslu RI. Jakarta.
Dahl, R. (2003). Demokrasi dan Demokratisasi Proses dan Prospek dalam Sebuah
Dunia yang Sedang Berubah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dewi, K. H. (2013). Pemilukada Asimetris dalam Perspektif NKRI. Jakarta: Andi Offsett.
Heywood, A. (2014). Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
IDEA. (2015). ASEAN Workshop on Election Observation. Stockholm: International IDEA.
Kompas. (2015, May 4). Tak Mudah Mengefisienkan Biaya Pilkada.
Mariyah, C. (2013). Pemilu dan Demokrasi: Belajar dari Lokal. In C. Mariyah, & R.
Suwarso, Belajar dari Politik Lokal (p. 12). Depok: UI Press.
Suswantoro, G. (2015). Sinkronisasi Pengelolaan Kegiatan dan Anggaran Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam Perspektif Bawaslu. Jakarta.
Tempo.co. (2014, September 11). Aosiasi: 5 Alasan Penolakan Pilkada oleh DPRD.
Retrieved Mei 7, 2016, from Tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/606275/
asosiasi-5-alasan-penolakan-pilkada-oleh-dprd

94 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 94 12/6/17 3:45 PM


Jurnal Bawaslu
ISSN 2443-2539
Anugrah, I.P
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 95-105

WAJAH KEADILAN GENDER DALAM DEMOKRASI:


KONDISI KETERPILIHAN PEREMPUAN
DI PARLEMEN ERA REFORMASI

Insan Praditya Anugrah


Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta Pusat, Indonesia,
insanradit@gmail.com

ABSTRACT
This paper examines electability condition of women within the Parliament either in
quantity and quality in Indonesia’s reformasi Era. First, this paper examines concept
of political participation and representation according to Peter L Berger, Miriam
Budiardjo, Samuel P Huntingyon and Ramlan Surbakti. This paper also examines about
affirmative action policy, as mobilization of resources (including time and money)
to ensure there is no ethnic or gender discrimination within politics, according to
this case, hopefully affirmative action policy could improve the quantity of women
electability within parliament. This paper found that the quantity of elected women
member of parliament still far from the expectation (30%), the quality of elected
women members within the parliament is also still under-requirement. This paper
also found that women members is still placed in the less strategic position within
parliament compared to the men.

Keywords
Women, General Election, Bawaslu, Representative

ABSTRAK

Tulisan ini membahas mengenai bagaimana kondisi keterpilihan wakil rakyat


perempuan di Parlemen pada era reformasi, baik dari segi jumlah maupun kualitas.
Secara konseptual tulisan ini terlebih dahulu mebahas mengenai konsep partisipasi

Pemilu Demokratis 95

01 JURNAL BAWASLU.indd 95 12/6/17 3:45 PM


politik dan keterwakilan politik menurut beberapa penulis, diantaranya Peter L
Berger, Miriam Budiardjo, Samuel P Huntingyon dan Ramlan Surbakti. Selanjutnya
akan dibahas pula mengenai beberapa penjelasan terkait affirmative action yakni
dari Faye J. Crosby dkk, mengenai kebijakan afirmasi yang merupakan pengerahan
sumber daya (termasuk waktu dan uang) untuk memastikan bahwa tidak ada
kelompok yang tediskriminasi baik secara etnisitas maupun gender, daam hal ini
tindakan afirmasi diharapkan meningkatkan keterpilihan perempuan di Parlemen.
Penelitian ini menemukan bahwa jumlah perempuan yang lolos ke parlemen dibawah
30 persen dan secara kualitasnya perempuan yang terpilih menjadi anggota dewan
masih belum setara secara kualitas, serta ditempatkan masih di posisi-posisi yang
tidak strategis dibandingkan laki-laki.

Kata Kunci
Perempuan, Pemilu, Bawaslu, Keterpilihan, Keterwakilan

1. Pendahuluan tanpa terkecuali. Akan tetapi dalam


Keputusan yang dihasilkan konteks perempuan, dalam sejarahnya
negara adalah menyangkut kehidupan kita mengetahui perempuan selama ini
warga masyarakat, oleh karena itu dipinggirkan didalam sebuah struktur
sesungguhnya setiap warga berhak untuk patriarkal, oleh karena itu dalam
berpartisipasi untuk turut serta dalam menjamin partisipasi politik ini kita harus
mempengaruhi maupun menentukan menjamin terlebih dahulu keterwakilan
suatu keputusan politik dan berpartisipasi perempuan didalam ranah politik melalui
dalam pelaksanaannya (Surbakti,1992). tindakan afirmasi/affirmative action.
Partisipasi politik merupakan kegiatan Dalam sejarah, ide mengenai
yang dapat diarahkan untuk mengubah tindakan afirmasi dilatarbelakangi oleh
keputusan-keputusan pejabat berkuasa, pemikiran dan gerakan hak-hak sipil
mengganti atau mempertahankan pejabat liberal yang menghendaki diakhirinya
itu,atau mempertahankan organisasi diskriminasi ras dan gender pada awal
sistem politik yang ada dan aturan-aturan tahun 1960an. Pada 1961 Presiden John.
politiknya (Huntington & Nelson, 1994). F. Kennedy mendirikan Commision on
Partisipasi politik merupakan kegiatan The Status of Women (komisi mengenai
individu maupun sekelompok orang untuk status perempuan) dan menghasilkan
ikut aktif dalam kegiatan politik, dengan pembentukan Citizens Advisory Council
jalan memilih pimpinan Negara dan (Dewan Pertimbangan Warga Negara)
secara langsung maupun tidak langsung tentang status perempuan (Tong,
mempengaruhi kebijakan pemerintah 2006) Kemudian pada era yang sama
(Budiardjo, 1982). diberlakukan Equal Pay Act (Kebijakan
Setiap warga negara, baik laki-laki Kesetaraan Pengupahan). Pada tahun 1964
maupun perempuan sudah seharusnya kongres Amerika kemudian meloloskan
memiliki hak dalam partisipasi politik kebijakan Civil Rights Act (Kebijakan Hak-

96 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 96 12/6/17 3:45 PM


hak sipil) pada 1964 untuk mencegah kualitatif ini, penulis mengumpulkan
diskriminasi berdasarkan kepada jenis data serta membaca literature teoritis
kelamin dan juga ras dan agama oleh dari berbagai buku maupun jurnal,
para pemilik perusahaan, agen tenaga serta mengumpulkan data-data empiric
kerja dan serikat-serikat (Tong, 2006). melalui media-media online, wawancara
dengan beberapa anggota, mantan
2. Permasalahan anggota maupun mantan calon legislatif
Jumlah perempuan di parlemen perempuan mengenai bagaimana
Indonesia belum pernah mencerminkan kondisi keterpilihan perempuan di
kesetaraan gender. Sejak era konstituante Indonesia. Untuk memvalidasi data,
hasil pemilu 1955 sampai masa-masa awal penulis melakukan verifikasi dengan
era Reformasi tahun 1999, belum ada ada membandingkan masing-masing sumber
usaha serius peningkatan keterwakilan baik dari literature buku,jurnal,media
perempuan di parlemen. Pada masa online maupun sumber wawancara,
Orde Baru terutama, menurut Susan apakah informasi yang didapat sesuai
Blackburn (2004). Perempuan mengalami maupun saling mendukung satu dengan
objektifikasi dengan keyakjinan bahwa lainnya. Apabila terdapat ketidaksesuaian
“kodrat ” telah menentukan peran maupun indikasi subjektifitas yang terlalu
perempuan semata berada di ranah besar dalam informasi tersebut, maka
privat sebagai ibu dan istri. informasi tersebut tidak dimasukan
Seiring dengan depolitisasi kedalam tulisan ini.
masyarakat pada era Orde Baru, peran
perempuan di Indonesia pun direduksi 4. Perspektif Teori
menjadi hanya di sekitar ranah privat Partisipasi politik merupakan suatu
dan tidak dicitrakan untuk berperan di hal yang penting dalam pelaksanaan
ranah publik. Padahal, sebagai warga demokrasi. Peter L. Berger menyebutkan
Negara sesungguhnya seluruh hak kaum bahwa seseorang paling tau apa yang baik
perempuan dijamin konstitusi, termasuk untuk dirinya sendiri karena keputusan
hak untuk berpartisipasi di bidang politik. politik dibuat dan dilaksanakan pemerintah
Tidak hanya itu, jaminan terhadap hak m e nya n g ku t d a n m e m p e n ga r u h i
politik kaum perempuan tidak hanya di kehidupan masyarakat, maka mereka
tingkat nasional, tetapi juga di tingkat berhak untuk ikut serta dalam kehidupan
global. Salah satunya seperti Konvensi politik. Keputusan yang dihasilkan oleh
Hak-hak Politik perempuan dalam pemerintah sendiri menyangkut kehidupan
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan warga masyarakat,oleh karena itu setiap
Convention on the Elimination of All watrga berhak untuk berpartisipasi
Forms Discrimination Against Women untuk turut serta dalam mempengaruhi
(Kusworo, 2014) maupun menentukan suatu keputusan
politik (Surbakti,1992).
3. Metode Penelitian Menurut Miriam Budiardjo, partisipasi
Metode penelitian yang dipakai politik adalah kegiatan seseorang atau
dalam tulisan ini adalah metode sekelompok orang untuk ikut aktif dalam
penelitian kualitatif. Dalam penelitian kegiatan politik, dengan jalan memilih

Pemilu Demokratis 97

01 JURNAL BAWASLU.indd 97 12/6/17 3:45 PM


pimpinan Negara dan secara langsung perempuan masih mendapatkan akses
maupun tidak langsung mempengaruhi informasi, pergaulan dan pendidikan yang
kebijakan pemerintah (1982). Samuel lebih terbatas ketimbang laki-laki (Bibler,
P. Huntington dan Joan Nelson (1994) Mohan & Ryan. 2014)
menyebutkan bahwa partisipasi politik Dalam sejarahnya kita mengetahui
merupakan kegiatan yang dapat perempuan selama ini dipinggirkan
diarahkan untuk mengubah keputusan- didalam sebuah struktur patriarkal,
keputusan pejabat berkuasa, mengganti sebagaimana sejarah telah membuat
atau mempertahankan pejabat itu,atau negara diperuntukkan bagi laki-laki.
mempertahankan organisasi sistem politik Negara akan memberdayakan laki-laki,
yang ada dan aturan-aturan politiknya tapi tidak perempuan. Negara, melalui
Menurut Ramlan Surbakti, partisipasi hukum cenderung mengatur seksualitas
politik terbagi antara pasif dan aktif. perempuan (Connel, 1987).
Partisipasi pasif diantaranya adalah Politik yang masih jauh dari
menuruti pemerintah dan melaksanakan keterlibatan kaum perempuan, tentu lebih
apa saja yang diputuskan pemerintah. dekat kepada kepentingan-kepentingan
Partisipasi aktif diantaranya mengajukan laki-laki. Sejarah dominasi budaya
alternative kebijakan umum, mengkritisi patriarki yang telah ada sejak lama ini
kebijakan pemerintah serta meluruskan memiliki Implikasi terhadap struktur
kebijakan. Dalam hal ini yang akan sosial dan norma masyarakat yang
dibahas adalah partisipasi aktif, yang patriarkis, cenderung tidak menganggap
berorientasi kepada input dan output bahwa perempuan harus terlibat dalam
politik, sementara pastisipasi pasif hanya kepemimpinan dan penentuan kebijakan.
berorientasi pada output semata. Oleh karena itu dalam menjamin
Tingkat keterwakilan politik sendiri partisipasi politik ini kita harus menjamin
berhubungan dengan tingkat partisipasi terlebih dahulu keterwakilan perempuan
politiknya. Terkait perempuan, terdapat didalam ranah politik melalui tindakan
beberapa faktor utama yang memiliki afirmasi/affirmative action.
pengaruh terhadap keter wakilan Tindakan afirmasi muncul ketika
perempuan menurut International sebuah organisasi menyerahkan sebagian
Foundation for Election System (IFES). sumber daya (termasuk waktu dan
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah uang) untuk memastikan bahwa tidak
(Bibler,.S., Mohan,Y., Ryan, K, 2014) : 1 ) ada kelompok yang tediskriminasi baik
steriotip gender, 2)faktor sosial, 3) faktor secara etnisitas maupun gender, Tindakan
agama dan 4) faktor kultural. afirmasi sejalan dengan konsep kesetaraan
Ke e m p at h a l i t u m en j a d i ka n yakni untuk menciptakan perlakuan yang
perempuan sulit untuk bersaing masuk setara akan tetapi tindakan afirmasi
kedalam politik serta apabila sudah masuk merujuk kepada lebih kepada suatu
pun perempuan akan sulit optimal karena tindakan yang tidak hanya melenyapkan
dalam konstruksi sosial, perempuan tetap diskriminasi tetapi juga mencegah adanya
memiliki komitmen dan tanggungjawab diskriminasi (Crosby, F, J,. Lyer, A, &
atas pemeliharaan keluarga. Di Negara- Sincharoen,S, 2006). Tindakan afirmasi
negara berkembang, dalam struktur sosial pertamakali dicetuskan di Amerika Serikat

98 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 98 12/6/17 3:45 PM


pada era Kennedy, untuk menciptakan 5. Peraturan Terkait Afirmasi 30 persen
keadilan bukan saja terkait gender, tetapi untuk Perempuan
juga ras, agama dll. Peraturan mengenai kebijakan
Dalam konteks perempuan, tindakan afirmasi berupa kuota 30% untuk
afirmasi ini adalah langkah awal strategis perempuan terdapat di UU No.12 Tahun
untuk mendobrak dominasi pemikiran dan 2003 yang secara umum mengatur tentang
struktur patriarki yang telah berlangsung Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat
sejak ada konstruksi pembagian kerja. mengajukan calon Anggota DPR, DPRD
Tujuan awal dari kebijakan ini adalah Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
meningkatan keterpilihan pembuat untuk setiap Daerah Pemilihan dengan
kebijakan/pejabat publik perempuan. memperhatikan keterwakilan perempuan
Carole Pateman dalam sebuah sekurang-kurangnya 30%.
antologi pemikiran menulis tulisa Seiring berjalannya waktu, UU
berjudul “The Fraternal Social Contract” keterwakilan perempuan ini telah
menjelaskan bahwa seharusnya terdapat mengalami dua kali pengembangan,
hubungan yang sepenuhnya setara diantara melalui Undang-undang nomor 10
antara laki-laki dan perempuan didalam tahun 2008 sdan kemudian disempurnakan
kehidupan berpolitik. Sebagaimana di Undang-undang nomor 8 tahun
pernyataannya “The most profound and 2012, yang diantaranya menambahkan
complex problem for politial theory and kuota 30 persen perempuan berlaku
pratice is how the bodies of human kind bagi kepengurusan pusat partai politik,
and feminine and masculine individuality bakal calon anggota legislatif 30 persen
can be fully incorporated into political perempuan serta dalam tiga orang calon
life”(Pateman,1989). harus ada sekurang-kurangnya satu orang
Di Indonesia, Affirmative Action perempuan.
30% bagi perempuan yang dimaksud
adalah merujuk kepada peningkatan 6. Kondisi Keterpilihan Perempuan di
keterpilihan perempuan menjadi Indonesia Hingga Pemilu 2014
anggota parlemen. Partisipasi politik
Era reformasi dan demokratisasi
perempuan yang dimaksud dalam
memunculkan kebutuhan untuk melakukan
hal ini adalah partisipasi politik bagi
akselerasi peningkatan keterwakilan
perempuan untuk turut menentukan
perempuan di parlemen demi terciptanya
peraturan perundang-undangan dalam
keadilan politik. Kebijakan afirmasi untuk
kebijakan legislasi. Melalui pelibatan
menjamin hak perempuan untuk dapat
perempuan dalam bentuk partisipasi
berpartisipasi sebagai anggota parlemen
politik terkait penentuan kebijakan politik
baru diatur dalam UU partai politik tahun
dan perundang-undangan, diharapkan
2003 yang mengharuskan kuota 30%
setiap kebijakan dan peraturan yang
untuk perempuan di badan legislatif baik
dihasilkan akan mewakili kebutuhan dan
pusat maupun daerah. Data dari Pusat
kepentingan perempuan.
Kajian Politik Universitas Indonesia (2015)
menyatakan bahwa sejak Pemilu 1955,
anggota parlemen perempuan tidak pernah
mencapai jumlah 30%.

Pemilu Demokratis 99

01 JURNAL BAWASLU.indd 99 12/6/17 3:45 PM


Tabel 1. Presentase Perempuan di mengajukan daftar calon anggota
Parlemen Hasil Pemilu 1955-2014 legislatif (caleg). Tindakan afirmasi itu
Jumlah Persentase
berdampak pada peningkatan jumlah
Tahun Anggota Perempuan dalam anggota DPR perempuan menjadi 11,09
Legislatif persen (%) % dibandingkan hasil pemilu 1999 yang
1955 272 6,25 hanya terdapat sebesar 9 % perempuan.
1971 460 7,83 Jumlah keterpilihan perempuan pada
1977 460 6,30
pemilihan umum mencapai jumlah
paling tinggi sepanjang sejarah Indonesia
1982 460 8,48
pada 2009. Terdapat 103 anggota atau
1987 500 13 setara dengan 18,2 % DPR RI perempuan
1992 500 12,5 sedeangkan pada pemilihan umum
1997 500 10,8 2014 anggota DPR RI yang terpilih turun
1999 500 9 menjadi hanya 97 kursi atau setara
dengan 17,32 %, 35 kursi (26,51%) di DPD,
2004 550 11,09
dan rata-rata 16,14 % di DPRD serta 14
2009 560 17,86
persen di DPRD kabupaten/kota. Padahal,
2014 560 17,32
kandidat perempuan yang mencalonkan
Sumber: Puskapol UI, 2015 diri dan masuk dalam daftar pemilih dari
partai politik mengalami peningkatan dari
Data dari Puskapol UI menunjukkan
33,6 % tahun 2009 menjadi 37 % pada
bahwa sejak era Parlementer,Demokrasi
2014 (Manafe,2014).
Terpimpin, Era Orde Baru dan Demokrasi
Rekor persentase keterpilihan
menunjukkan tingkat keterpilihan anggota
perempuan pada 2009 merupakan hasil
parlemen selalu berjumlah dibawah 20%.
dari evaluasi bahwa caleg dengan nomor
Dibandingkan awal-awal reformasi yani
urut kecil memiliki kesempatan lebih
Pemilu 1999 dan 2004 bahkan, yang
besar untuk lolos ke parlemen ketimbang
hanya memiliki persentase perempuan
caleg dengan nomor urut besar. Sebagian
masing-masing 9% dan 11,09%, tingkat
besar caleg perempuan dalam pemilu
keterpilihan perempuan di parlemen pada
2004 ditempatkan pada nomor urut besar
era Orde Baru pada pemilu 1987 dan 1992
sehingga kesempatan mereka untuk lolos
berjumlah lebih tinggi yakni masin-masing
menjadi anggota legislatif pun kecil.
13% dan 12,5%. Meskipun begitu, jumlah
Berdasarkan pengalaman tersebut
ini tidak mencerminkan lebih baiknya
diberlakukanlah zipper system yang
akses berpolitik terhadap perempuan,
mengharuskan parpol untuk menyertakan
karena ini adalah hasil dari system partai
sekurangkurangnya satu caleg perempuan
yang bersifat tertutup ketika itu.
di antara tiga calon dalam posisi yang
Secara umum sebetulnya jumlah
berurutan nomor urut. Gagasan itu
keterpilihan perempuan di legislatif
tertuang dalam Undang-undang Nomor
sejak pemilihan umum 1999 mengalami
10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum.
peningkatan. Tercatat bahwa pemilu
Pasal 55 ayat 2 Undang-undang Pemilu
2004 mengakomodasi affirmative
Nomor 10 Tahun 2008 menyebutkan “Di
action melalui penerapan kuota 30 %
dalam daftar bakal calon sebagaimana
keterwakilan perempuan saat parpol

100 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 100 12/6/17 3:45 PM


dimaksud pada ayat 1, setiap 3 (tiga) pada nomor urut kecil sehing ga
orang bakal calon terdapat sekurang- memperbesar kemungkinan caleg
kurangnya 1 orang perempuan bakal bersangkutan memperoleh kursi di DPR.
calon.” Pada ayat 1 mengatur bahwa Meskipun begitu, masih terdapat partai
nama-nama calon dalam daftar bakal politik yang sinis dan hanya menempatkan
calon disusun berdasarkan nomor urut caleg perempuan di posisi nomor tiga
(Kuswono,2014). dan kelipatan (Kuswono, 2014). Artinya,
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutya caleg perempuan pada posisi nomor urut
Hafid menyatakan bahwa penerapan tiga, enam, Sembilan dan seterusnya
Z i p p e r Sy s t e m t e l a h m e m b a n t u memperlihatkan bahwa parpol masih
meningkatkan keterpilihan perempuan, memiliki kecenderungan menempatkan
sebagaimana dinyatakan “Undang- perempuan di opsi terakhir.
undang pemilu yang mengamanahkan Menurut Meutya Hafid (2017),
bahwa harus ada 30 persen perempuan penerapan Zipper system memang
dalam pencalegan itu membantu sekali. merupakan pengawalan untuk caleg
Setelah ada undang-undang itu menjadi perempuan supaya tidak ditempatkan di
wajib untuk pencalegan mencapai 30 nomor urut bawah, namun bukan berarti
persen. Tapi ya hasilnya kan tidak 30 mendapatkan nomor urut terbaik. Nomor
persen, tidak semua perempuan yang urut satu masih saja ditempati oleh laki-
mencalonkan diri di dapil menang, hampir laki. Selama ini ada rencana dari anggota-
tidak mungkin ya” (Meutya Hafid, 2017). anggota parlemen perempuan untuk
Menurut Meutya (2017), masih melakukan inovasi dalam Zipper system,
terdapat kendala dalam mencari sumber yang pertama didalam Zipper system
daya kaum perempuan untuk menududuki dipastikan setiap dua nama ada satu
jabatan legislatif yakni lemahnya kualitas perempuan, maka setidaknya perempuan
sumber daya manusia sebagian besar mendapatkan nomor urut dua, inovasi
kaum perempuan, terbatasnya jumlah kedua adalah harus terpenuhi dulu
kaum perempuan yang memiliki kualitas kuota 30 persen untuk perempuan baru
dan kualifikasi mumpuni di bidang sisanya dipertaruhkan. Hal ini seperti
politik, dan rasa kurang percaya diri sistem reservance seat yang terdapat di
untuk bersaing dengan kaum laki-laki.  beberapa Negara lain.
Sementara itu, kendala-kendala eksternal Hal ini tentu sulit untuk dilaksanakan,
antara lain adalah kultur masyarakat bahkan perjuangan mencapai kuota 30
Indonesia yang cenderung patriarki, persen dengan ketentuan lama masih sulit,
ketiadaan kemauan politik elite-elite apalagi apabila ketentuan mengharuskan
partai untuk membuka ruang luas bagi kekhususan lebih bagi perempuan.
keterlibatan kaum perempuan, dan sikap Meutya Hafid (2017) melanjutkan :
sebagian kaum laki-laki yang meremehkan “Penerapan ketentuan zipper
kemampuan kaum perempuan di bidang system pun mengalami beberapa
politik. tantangan. Pertama, belum
Ketentuan zipper system diberlakukan dijalankannya ketentuan itu secara
untuk memaksa parpol agar lebih serius maksimal akibat ketiadaan sanksi
dalam menempatkan caleg perempuan tegas terhadap parpol pelanggarnya.

Pemilu Demokratis 101

01 JURNAL BAWASLU.indd 101 12/6/17 3:45 PM


Parpol pelanggar hanya diminta untuk mereka yang serius dan mau belajar
melakukan perbaikan daftar calon oleh untuk mmperjuangkan kepentingan
KPU. Dalam kata lain, pelanggaran ini masyarakat.
tidak memengaruhi nasib keikutsertaan Sementara itu, perempuan-
parpol bersangkutan dalam pemilu” perempuan yang terpilih di parlemen juga
Mantan Calon legislatif dari Partai masih menghadapi krisis kepercayaan
Amanat Nasional (PAN), Kanti W Janis dari para anggota parlemen laki-laki.
(2017) menekankan bahwa keterwakilan Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
perempuan ini juga harus memperhatikan Lena Maryana Mukti (2017) bahwa
apakah calon perempuan tersebut posisi-posisi penting seperti ketua Fraksi
memang memperjuangkan aspirasi kaum maupun ketua dan anggota Pansus masih
perempuan, sebab ia menilai terdapat dipercayakan kepada laki-laki. Meutya
beberapa anggota dewan perempuan Hafid (2016) juga menerangkan bahwa
yang justru mengikuti nilai-nilai patriarki posisi-posisi pimpinan di parlemen masih
dalam pembuatan kebijakan. Selain itu, sulit dipercayakan kepada perempuan,
Kanti juga menekankan bahwa masih untuk mencapai posisi Alat Kelengkapan
terdapat orientasi memilih kader vote Dewan (AKD), Wakil Ketua Komisi saja
gather dibandingkan memiliki kompetensi bagi perempuan kesulitannya luar biasa
terhadap isu terkait. Masyarakat Indonesia terlebih lagi menjadi pimpinan DPR RI.
memilih calon legislatif sudah seperti Sekalipun jumlah anggota legislatif
memilih selebriti idola, mereka memilih perempuan diharapkan bisa terus
yang hendak mereka lihat (terkenal). meningkat guna membela isu perempuan,
Disisi lain partai politik memilih para Presiden Direktur CEPP FISIP UI Chusnul
vote gather untuk menjamin bahwa dana Mariyah mengatakan masih banyak
yang mereka keluarkan untuk kampanye proses rekrutmen caleg di partai politik
tidak sia-sia dan dapat menghasilkan kursi yang belum mengedepankan kualitas.
sebanyak mungkin di parlemen (Kanti “Proses rekrutmen di parpol itu, biasanya
Janis, 2017). ditentukan oleh tingkat suka. Artinya
Pendapat lain dikemukakan Lena yang disukai itu tentu yang gampang
Maryana Mukti (2017), mantan Anggota dikendalikan,”.Menurut Chusnul Mariyah,
MPR RI 1997-1999 dan Anggota DPR RI masih ada diskriminasi dalam pola pikir
2006-2009 ini mengatakan bahwa sejak masyarakat yang menyamaratakan sifat
2009 begitu banyak anggota Dewan perempuan yang kerap kali merendahkan
perempuan yang terpilih tidak berasal kaum hawa. Chusnul melanjutkan
dari kalangan aktivis dan tidak memahami “Kalau ada satu perempuan bodoh,
lobi-lobi politik yang biasanya terjadi di (dianggapnya) semua perempuan bodoh.
kalangan aktivis. Sama seperti keterangan Tapi kalau ada satu pria bodoh, ya cuma
Kanti Janis, Lena juga mengatakan dia saja yang bodoh” (Junida,2014)
bahwa para caleg mereka yang berfungsi
sebagai vote gather partai politik dari 7. Simpulan
kalangan selebriti (aktris), banyak yang Reformasi telah membuka gerbang
tidak memiliki pengetahuan kompetensi bagi Indonesia untuk berdemokrasi,
berpolitik, meskipun tetap ada dari namun demokrasi tidak lengkap tanpa

102 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 102 12/6/17 3:45 PM


keadilan gender dalam ranah politik Faktor intenal seperti adanya fakta
didalamnya. Karena rendahnya jumlah bahwa terdapat sejumlah anggota
anggota parlemen perempuan sejak era parlemen perempuan yang tidak
parlementer,demokrasi terpimpin, Orde kompeten kemudian berdampak kepada
Baru maupun era reformasi yang bahkan faktor eksternal diluar perempuan yang
belum pernah mencapai 20%, maka para meragukan kemampuan perempuan.
aktivis perempuan memperjuangkan Faktor eksternal ini adalah adanya
diberlakukannya kbeijakan afirmasi kuota pembenaran bagi keengganan pandangan
30% untuk perempuan. sekaligus struktur patriarkis yang
Kebijakan ini dimaksudkan untuk memandang bahwa perempuan tidak
meningkatkan keterpilihan anggota memiliki kompetensi untuk mengambil
legislatif perempuan demi mewujudkan keputusan-keputusan strategis. Hal
demokrasi yang berkeadilan gender. inilah yang menyebabkan kebijakan
Undang-Undang terkait kebijakan afirmasi zipper system masih saja menempatkan
telah mengalami revisi dan pengembangan perempuan pada posisi terakhir seperti
seiring berjalannya waktu namun hasil urutan tiga, enam dan seterusnya,
paling tinggi keterpilihan perempuan di karena masih banyak partai politik yang
parlemen masih dibawah 20% yakni pada sebetulnya masih enggan memberikan
tahun 2009 hanya mencapai 18,2%. nomor urut awal seperti satu, empat dan
Dalam prakteknya, sejak awal seterusnya kepada perempuan.
reformasi hingga saat ini dunia politik Pandangan serta struktur patriarki
yang masih didominasi oleh pria dengan ya n g a d a i n i l a h ya n g m e m b u a t
nilai-nilai patriarki didalamnya masih anggota parlemen laki-laki memiliki
menaruh keraguan terhadap perempuan. ke c e n d e r u n ga n t i d a k m e m i l i k i
Selain karena secara kuantitas keterpilihan kepercayaan serta enggan menempatkan
anggota perempuan masih rendah, yang anggota parlemen perempuan di posisi-
disebabkan oleh faktor internal maupun posisi strategis. Posisi-posisi strategis
faktor eksternal. tersebut diantaranya seperti anggota
Faktor internal yang menyebabkan Pansus, pimpinan fraksi, pimpinan komisi,
keterpilihan perempuan di parlemen alat kelengkapan dewan terlebih lagi
rendah adalah masih terdapat krisis posisi seperti pimpinan DPR RI.
percaya diri dari para perempuan sendiri Faktor eksternal lain adalah steriotipe
untuk maju berpolitik di parlemen. terhadap perempuan yang berlaku.
Kendala internal lainnya, yang kemudian Apabila ada seorang perempuan tidak
tidak lepas dari faktor eksternal adalah kompeten dalam tugas professional, maka
karena banyak diantara calon-calon kesan yang muncul sebagai penyebab
perempuan tersebut yang dipilih partai inkompetensi adalah bahwa kaum
sebagai vote gather karena merupakan perempuan memang tidak kompeten
figur publik dari kalangan aktris. Mereka dalam melaksanakan tugas tersebut,
yang berasal dari kalangan aktris ini banyak bukan kesalahan perempuan tersebut
yang tidak memenuhi kompetensi sebagai sebagai individu, hal semacam ini yang
anggota legislatif, sehingga tidak dapat tidak pernah dialami kaum laki-laki.
ditempatkan pada posisi-posisi strategis.

Pemilu Demokratis 103

01 JURNAL BAWASLU.indd 103 12/6/17 3:45 PM


Sulitnya mencapai angka keterpilihan merupakan hal yang mustahil. Penerapan
perempuan 30 % di Parlemen kebijakan afirmasi ini menjadi penting
menandakan perjuangan mencapai untuk membuat demokrasi tidak hanya
tujuan dari tindakan afirmasi, yakni mengupayakan kesetaraan antar-individu
mencapai kesetaraan antara laki-laki di masyarakat, tetapi juga mengupayakan
dan perempuan merupakan perjuangan dan mewujudkan keadilan kehidupan
yang masih panjang, namun bukan politik laki-laki dan perempuan.

104 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 104 12/6/17 3:45 PM


DAFTAR PUSTAKA

Bibler,.S., Mohan,Y., Ryan, K,. (2014).Gender Equality & Election Management Bodies
: A Best Practice Guide. Washington International Foundation For Electoral
System (IFFES).
Blackburn, S. (2004). Women and The State In Modern Indonesia, Cambrisge :
Cambridge University Press
Budiardjo, M. (1982). Partisipasi Politik dan Partai Politik, Jakarta : Gramedia
Crosby, F, J,. Lyer, A,. & Sincharoen,S,. (2006). Understanding Affirmative Action.
Annual Reviews Psychology,57, hlm. 585- 611
Goldin, C. D., & Katz, L. F. (2008).  The race between education and technology.
Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press.
Huntington, S. P & Nelson, J. (1994). Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta
: Rineka Cipta
Junida, A.I. (2014, Januari 16). Publik Mulai Tidak Percaya Caleg Pria. Antaranews.
com/ Diakses dari http://www.antaranews.com/berita/414391/publik-mulai-
tidak-percayai-caleg-pria
Keterangan Lena Maryana Mukti,Anggota MPR RI Fraksi PPP 1997-1999, Anggota
DPR RI Fraksi PPP 2006-2009, 3 November 2017
Kusworo, B. (2014, Maret 19). Keterwakilan Politik Perempuan. Esquire Online.
Diakses dari http://www.esquire.co.id/article/2014/3/368-Keterwakilan-Politik-
Perempuan
Manafe, D. (2014, September 16). Kiota 30% Keterwakilan Perempuan di Parlemen
Gagal Tercapai. Beritasatu.com. Diakses dari http://www.beritasatu.com/
politik/210327-kuota-30-keterwakilan-perempuan-di-parlemen-gagal-tercapai.
html
Matthews, G., Smith, Y., & Knowles, G. (2009).  Disaster management in archives,
libraries and museums. Farnham, England: Ashgate.
Pateman, C..(1989). The Disorder of Women: Democracy, Feminism, and Political
Theory. Stanford: Stanford University Press.
Pateman,C, (2006).The Fraternal Social Contract. In E.G. Robert & P. Philip (Eds).
Contemporary Political Philosophy : Second Edition (hlm.84). Oxford : Blackwell
Publishing Ltd.
Surbakti, R. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia
Tim Penulis Puskapol UI. (2015). Potret Keterpilihan Anggota Legislatif Hasil Pemilu
2014, Depok : Puskapol Fisip UI.
Tong, R.P., (2006). Feminis Thought : Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus
utama Pemikiran Feminis. Jakarta :Penerbit Jalasutra
Wawancara Kanti W. Janis. Mantan Calon Legislatif Partai Amanat Nasional 2014,
Daerah Pemilihan DKI III, 2 April 2017
Wawancara Wakil Ketua Komisi I DPR RI. Meutya Viada Hafid, 30 Maret 2017

Pemilu Demokratis 105

01 JURNAL BAWASLU.indd 105 12/6/17 3:45 PM


106 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 106 12/6/17 3:45 PM


Jurnal Bawaslu
ISSN 2443-2539
Adela, F.P.&Truna, D.S.
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 107-118

PARTISIPASI RAKYAT DALAM PENGAWASAN PILKADA,


ANTISIPASI TINGGINYA ANGKA GOLPUT
DI PILKADA SUMUT 2018

Fernanda Putra Adela


Dosen Ilmu Politik Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
(FISIP USU), Medan, Indonesia, email : fpa.adela@gmail.com

Dio Safrial Truna


Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok, Indonesia, email:
truna.safrial@gmail.com

ABSTRACT

Penelitian ini membahas partisipasi rakyat dalam pengawasan pilkada yang berdampak
pada modus pelanggaran seperti manipulasi suara, penyuapan, penyalahgunaan
jabatan, intimidasi/kekerasan dan ketidaknetralan penyelenggara pemilu. Tingginya
pelanggaran tersebut disebabkan oleh rendahnya partisipasi pengawasan masyarakat
terhadap pilkada . Sebab, selama ini beban terkait pengawasan hanya dibebankan
pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Provinsi Sumatera Utara menjadi wilayah
yang paling di sorot pasca 2015 yang lalu. Sebab, dari 493 kasus yang disidangkan
DKPP, sebanyak 72 kasus (14,60%) terjadi di Sumatera Utara. Jumlah ini menjadi
yang terbanyak diantara daerah-daerah lainnya yang melaksanakan pilkada serentak
tahun 2015 lalu. Penelitian ini berfokus tentang bagaimana meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengawasan pelanggaran pilkada. Metodologi penelitian adalah
kualitatif deskriptif, data Primer yang digunakan berasal dari wawancara. Data
sekunder yang digunakan diperoleh dari buku, jurnal, berita online, dan dokumen
lainnya yang memuat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pilkada tahun 2018.
Data dianalisis secara induktif. Temuan dari penelitian ini adalah Modus Pelanggaran
Saat Pilkada Serentak, Pelibatan rakyat dalam pengawasan pemilu, Pilkada langsung
Kota Medan pasca Reformasi dan Proyeksi peningkatan partisipasi di pemilihan
gubernur Sumatera Utara tahun 2018. Kesimpulan dari penelitian ini partisipasi politik

Pemilu Demokratis 107

01 JURNAL BAWASLU.indd 107 12/6/17 3:45 PM


masyarakat sangat diperlukan dalam keberhasilan pengawasan pilkada. Bawaslu
sebagai lembaga pengawasan sendiri kedepannya tidak boleh berjalan sendiri, tapi
juga harus melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) seperti; kelompok
masyarakat, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, media, partai politik, lembaga
sosial masyarakat dan elemen lain proses pengawasan pemilu

Kata Kunci: Partisipasi Rakyat, Modus Pelanggaran, Pengawasan Pilkada

1. Pendahuluan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang


Secara prosedural, kualitas sebuah ditenggarai melakukan pelanggaran
pemilihan umum baik itu pileg , kode etik penyelenggara Pemilu hingga
pilpres maupun pilkada hanya diukur kasusnya di proses dan diputuskan di
berdasarkan indikator langsung, umum, Dewan Kehormatan Penyelenggaraan
bebas, rahasia, jujur dan adil. Padahal Pemilu (DKPP).
secara substansi, partisipasi masyarakat Tidak hanya penyelanggara pemilu
sangat menentukan kualitas sebuah saja, indepedensi Aparatur Sipil Negara
pemilihan umum. Ini tidak hanya (ASN) dalam Pilkada menjadi hal yang
berkaitan dengan jalannya sebuah proses urgen ditegaskan mengingat posisi
demokrasi semata namun jauh daripada birokrasi memiliki keunggulan dalam
itu tinggi rendahnya partisipasi dalam memobilisasi massa dan memanfaatkan
pemilihan umum menunjukan antusias fasilitas dengan berbagai modus
masyarakat terhadap pengawasan proses operandi1.
penyelenggaraan pemilu yang disebut Pe l a n g ga ra n i n i t i d a k h a nya
dengan kegiatan pemantauan pemilu. mengganggu kerja penyelenggara, tetapi
(Chandra, 2009) juga hak politik warga negara. Pelanggaran
Adanya partisipasi masyarakat dalam berupa manipulasi suara pemilih
melakukan pengawasan pemilu ini adalah seakan-akan tidak bisa dihindarkan. Ini
bentuk dari penggunaan hak warga dibuktikan dari maraknya pelanggaran
negara untuk mengawal hak pilihnya. sistematis, terstruktur dan masif disetiap
Kemudian, kegiatan pemantauan ini juga
merupakan upaya kontrol dari publik
untuk menjaga suara dan kedaulatan
rakyat di dalam penyelenggaraan negara. 1 Menurut Blackis law Dictionary, modus
Proses penyelenggaraan pilkada adalah operandi diartikan sebagai istilah yang
hal yang kompleks sebab kecenderungan digunakan polisi tau penyidik untuk
hadirnya beragam pelanggaran kerap tidak menggambarkan cara khusus mengenai
bisa dihindari. Problematika kemandirian, perbuatan kejahatan, yang merujuk
pada pola-pola perilaku tertentu yang
integritas dan kredibilitas bagi sejumlah
membedakan dari tindakan jahat lain
penyelenggara pemilu, baik itu jajaran yang memperlihatkan tindakan tersebut
Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun dilakukan oleh orang yang sama.

108 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 108 12/6/17 3:45 PM


pelaksanaan pemilu maupun pemilihan “Partisipasi rakyat dalam pengawasan
kepala daerah. Selama pelaksanaan sebuah pilkada merupakan alat ukur yang
Pilkada serentak tahun 2015 yang tepat dari sasaran yang hendak dicapai
digelar di 269 daerah dengan rincian 9 oleh Bawaslu. Karena itu, jika partisipasi
provinsi, 224 kabupaten 36 kota. DKPP rakyat dalam pemilu tidak berjalan, maka
menerima pengaduan sebanyak 493 kerja pengawasan bisa dikatakan gagal”
kasus. Setelah melalui verifikasi proses (Wawancara, 29/10/2017)
administrasi dan materil, sebanyak 251 Sebab, menurut Peraturan Bawaslu
perkara disidangkan di DKPP dengan Nomor 13 Tahun 2012 tentang Tata
putusan ; sebanyak 509 orang (63,07%) Cara Pengawasan Pemilu, Bawaslu
penyelenggara pemilu direhabilitasi, telah melakukan rencana strategis
223 orang (27,69%) orang dikenakan yang mengatur partisipasi masyarakat
sanksi/teguran tertulis, 4 orang (0,50) dalam pengawasan, yakni Ketentuan
orang dikenakan sanksi pemberhentian tersebut menyebutkan bahwa partisipasi
tetap atau di pecat dan 11 orang (1,36) masyarakat dalam pengawasan pemilu
orang dinyatakan ketetapan, dengan bisa dilakukan dengan 4 cara, yakni;
demikian jumlah penyelenggara pemilu pemantauan, penyampaian laporan
yang diadukan dan di proses di DKPP awal dan/atau informasi awal temuan
sebanyak 807 orang. (Sardini, 2016 : 21) dugaan pelanggaran, kajian, kampanye
Sementara pada pilkada serentak pengawasan, dan bentuk lainnya yang
2017 yang di gelar di 101 daerah dengan tidak melanggar perundang-undangan.
rincian 7 provinsi, 18 kota dan 76 Artinya modus pelanggaran pilkada
kabupaten. DKPP menerima pengaduan karena rendahnya partisipasi pemilih
sebanyak 163 kasus. Sebanyak 60 perkara mengawasi pelaksanaan pilkada tantangan
disidangkan di DKPP, 764 penyelenggara utama pilkada provinsi Sumatera
pemilu yang diadukan dengan rincian 541 Utara tahun 2018. Tulisan berjudul
orang (70,8%) dari KPU dan 223 orang “Partisipasi Rakyat dalam Pengawasan
(29,2%) dari Bawaslu dan jajarannya Pilkada” hendak mengkaji gagasan
dengan berbagai modus. pelibatan partispasi rakyat dalam proses
Modus pelanggaran tersebut selama pengawasan pilkada.
pelaksanaan pilkada serentak tahun
2015 dan 2017 meliputi manipulasi 2. Metodologi Penelitian
suara, penyuapan, perlakuan tidak Artikel ini menggunakan metode
adil dan setara, pelanggaran hal kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif,
memilih, kerasahasiaan suara, benturan data Primer yang digunakan berasal
kepentingan, penyalahgunaan wewenang/ dari wawancara 5 (lima) informan yaitu
jabatan, intimidasi dan kekerasan, satu anggota KPU Sumatera Utara, satu
pelanggaran hukum, penyimpangan pada anggota Bawaslu Sumatera Utara, satu
hari H pemilu, pelanggaran netralitas, anggota KPU kota Medan, satu anggota
imparsialitas dan kemandirian serta konflik Panwaslu Kota Medan dan satu akademisi
internal organisasi penyelenggara pemilu. dari departemen Ilmu Politik FISIP
Menurut anggota Panwaslu Kota Universitas Sumatera Utara.
Medan Muhammad Fadli mengatakan

Pemilu Demokratis 109

01 JURNAL BAWASLU.indd 109 12/6/17 3:45 PM


Data sekunder yang digunakan Sejumlah faktor telah diidentifikasi
diperoleh dari buku, jurnal, berita online terkait dengan partisipasi politik.
dan data lainnya yang memuat partisipasi Ve c c h i o n e d a n C a p r a r a ( 2 0 0 9 )
pemilih dan pelanggaran di Pilkada menemukan bahwa gender, pendidikan
Serentak 2015 dan 2018. Peneliti juga dan usia merupakan faktor signifikan yang
mengumpulkan beragam bentuk data mempengaruhi partisipasi meningkat atau
kualitatif lainnya seperti dokumen yang tidak. Lebih khusus lagi, saat ini masyrakat
berguna bagi pengembangan pemahaman lebih cenderung terlibat dalam kegiatan
lebih mendalam penelitian ini. Data sosial dan ekonomi dibandingkan kegiatan
dianalisis secara induktif. politik. Masyarakat lalu menemukan
bahwa tingkat pendapatan tidak signifikan
3. Perspektif Teori terkait dengan partisipasi politik.
3.1. Konsep Partisipasi Politik (Vecchione dan Caprara, 2009, hlm. 497)
Pembahasan tentang partisipasi politik Stolle dan Hooghe (2009) setuju
didominasi oleh hubungannya dengan dengan pandangan ini kemudian
demokrasi dan pemilihan umum, begitu mengidentifikasi variabel yang relevan
dominan sehingga legitimasi demokrasi seperti gender, pendidikan dan usia
sekarang secara luas diterima sebagai satu- yang berdampak pada partisipasi
satunya bentuk legitimasi yang bermakna. politik. kemudian, Verba dkk (1995)
Partisipasi politik secara subtansi mengikat mengemukakan bahwa pendidikan
pemerintah dan rakyat, mendorong rakyat merupakan bagian yang paling
untuk melihat aturan-aturan main politik menentukan partisipasi politik. (Verba,
yang absah dan menerima bahwa mereka Schlozman, dan Brady, 1995, hlm. 25-
memiliki kewajiban untuk menghormati 26). Lister (2007) mengatakan bahwa
dan mematuhi aturan. (Heywood, 2014, sejak awal menurunnya keterlibatan
hlm. 147) masyarakat terhadap politik disebabkan
Artinya partisipasi politik sifatnya tidak oleh anggapan politik bergantung
statis tergantung kepada fenomena sosial secara finansial, masyarakat sering
yang sangat dinamis dan berkembang tidak diperlakukan sebagai bagian yang
di masyarakat. Pada berbagai kondisi, sama dalam proses perencanaan dan
rakyat cenderung lebih aktif secara politis. pengaturan kekuasaan. (Stolle, D., &
Riley dkk. (2010) mengemukakan bahwa Hooghe, 2009, hlm. 23)
saat ini masyarakat mengalami masa Sementara partisipasi politik dalam
keterasingan dari politik partisipasi akibat hubunganya dengan negara negara
berbagai masalah yang ada baik sosial, berkembang, dijelaskan oleh Samuel
ekonomi dan budaya. Colman dan Gotze P.Hutington dan Joan M. Nelson (2001)
(2011) dan Griffin (2012) menunjukkan memberi tafsiran yang lebih luas dengan
bahwa menjauhnya masyrakat dari politik memasukkan secara eksplisit tindakan
partisipasi dan struktur adalah bagian ilegal dan kekerasan. Partisipasi politik
dari transformasi perundang-undangan adalah kegiatan warga yang bertindak
pemilu yang kerap berubah. (Lamprianou, sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud
2013, hlm. 31-32) u nt u k m e m e n ga r u h i p e m b u ata n
keputusan oleh pemerintah. Partisipasi

110 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 110 12/6/17 3:45 PM


bisa bersifat individual atau kolektif, juga secara aktif melibatkan rakyat untuk
teroganisir atau spontan, masif atau mengawasi setiap kebijakan.
sporadis, secara damai atau dengan Sementara Senay dan Besdziek
kekerasan, legal atau illegal, efektif atau (1999) menjelaskan pengawasan politik
tidak efektif (Haboddin, dkk, 2014) sebagai sebuah interaksi proaktif yang
diprakarsai oleh rakyat kepada pemangku
3.2. Konsep Pengawasan Politik kepentingan dan bagian administratif
Demokrasi secara luas memiliki dari sebuah bidang pemerintahan
infrastruktur politik yang secara substansi yang mendorong kepatuhan terhadap
harus melibatkan rakyat dalam setiap mandat konstitusional dan kewajiban
prosesnya. Rakyat harus dipahami hukum. Interaksi ini memastikan
bukan hanya sekadar objek dalam bahwa penyelenggara pemerintahan
setiap kebijakan tetapi juga harus diberi bertanggung jawab kepada rakyat. (Senay,
kesempatan sebagai sebuah subjek dalam C. and Besdziek,1999, hlm. 56-65)
setiap proses yang sedang berjalan. Artinya pengawasan masyarakat
Artinya disamping legislatif yang secara terhadap pemerintah atau penyelenggara
refresntatif mengawasi pemerintahan, pemerintahan bukan hanya sebuah
rakyat secara pasti harus ikut mengawasi asumsi politik saja, sebab hal ini
proses-proses politik yang sedang menentukan kesehatan sebuah sistem
berlangsung. (Waldt, 2015, hlm. 5-8) politik. Para teorikus demokrasi telah
Fessha (2008) mengatakan argumen berargumen bahwa salah satu potensi
utama pengawasan politik oleh rakyat penting kekuasaan demokratis adalah ia
berkaitan untuk mendeteksi dan menawarkan kesempatan-kesempatan
mencegah penyalahgunaan kekuasaan, bagi partisipasi masyarakat daripada
perilaku sewenang-wenang atau ilegal semua bentuk kekuasaan lain, menjamin
dan perilaku inkonstitusional oleh bukan hanya pemerintahan untuk rakyat.
Penyelenggara Pemerintahan. Artinya Akan tetapi, meskipun dahulunya hak-hak
pengawasan ini secara fungsi dan mandat partisipasi masyarakat dalam pengawasan
bertujuan melindungi hak dan kebebasan hingga saat ini masih terus diperjuangkan
rakyat dan meminta pertanggungjawaban lewat berbagai regulasi dan kebijakan.
penyelenggara pemerintahan untuk Khususnya hak untuk memilih dan
kebijakan yang mereka lakukan (Heywood, mengawasi dalam pemilihan yang bebas
2014, hlm. 78). dan adil. (Heywood, 2014, hlm. 785)
Pengawasan politik pada dasarnya
memerlukan tindakan informal dan 4. Hasil dan Pembahasan
formal, peningkatan kewaspadaan, 4.1.Modus Pelanggaran Saat Pilkada
strategis dan terstruktur yang dilakukan Serentak
oleh legislatif dalam menerapkan Jumlah pelanggaran yang diproses,
kebijakan, pemanfaatannya sumber disidangkan dan diputuskan oleh DKPP
daya, dan mematuhi peraturan dan yang melibatkan 807 orang (pilkada
peraturan tertentu. Pengawasan yang serentak 2015) dan 764 orang (pilkada
konstitusional secara politik diamanatkan serentak 2017) membuktikan pilkada
fungsi legislatif negara namun harus serentak di dua edisi terakhir masih

Pemilu Demokratis 111

01 JURNAL BAWASLU.indd 111 12/6/17 3:45 PM


menyisakan persoalan yang berpotensi dengan maksud memenuhi kepentingan
hadir kembali di Pilkada serentak tahun pemberinya untuk salah satu calon
2018 nanti. peserta juga terjadi pada pilkada serentak
Persoalan ini pertama menyangkut tahun 2015 dan 2017 yang lalu. Setidakny
manipulasi suara terkait mengurangi, dari data sekretariat Biro Administrasi
menambahkan atau memindahkan DKPP pada pilkada serentak tahun 2015
perolehan suara ke calon yang satu ke lalu terdapat 8 orang penyelenggara
calon yang lain. Menurut data sekretariat pemilu yang terbukti menerima suap.
Biro Administrasi DKPP, selama Pilkada Sementara, di pilkada serentak
serentak tahun 2015, terdapat 25 2017 yang lalu terdapat 5 orang yang
kasus orang penyelenggara pemilu diproses. Modusnya berkaitan satu sama
yang dikenakan sanksi karena terbukti lain dengan manipulasi suara dengan
melakukan manipulasi suara. (data mengalihkan suara satu pasangan calon
sekretariat DKPP, 15/5/2016) Sementara ke pasangan calon lainnya. Tidak hanya itu
di pilkada serentak tahun 2017 , terdapat money politic (politik uang) dan gratifikasi
6 kasus serupa terkait manipulasi suara kepada AN kepada calon yang berlawanan
di Tempat PemungutanSuara.( http:// juga terjadi dengan iming-iming jabatan
rumahpemilu.org/id, 23/5/2017) jika terpilih.
Anggota Bawaslu Sumatera Utara, Menurut Aulia Andri mengatakan
Aulia Andri mengatakan “kasus manipulasi ”Penyuapan di Pilkada oleh oknum
suara marak terjadi di TPS dan PPK ini tertentu baik dari pihak tim sukses calon
terjadi karena rendahnya pengawasan. maupun calon juga terjadi. Terutama
Meskipun secara kewenangan ini berkaitan dengan penyelenggara pemilu
tanggung jawab Bawaslu atau Panwas di tingkat TPS, hal ini sebenarnya
jika bebankan pada kami (Bawaslu) sangat urgen. Kalau soal modus iming-
saja tidak akan bisa maksimal. Sebab, iming jabatan kenaikan pangkat yang
dilapangan masalah terkait intimidasi, digerakkan ASN biasanya dilakukan tim
manipulasi kertas suara maupun dari petahana” (wawancara 28/10/2017)
pembajakan hak pilih marak terjadi” Ketiga, benturan kepentingan antara
(wawancara 28/10/2017) penyelenggara pemilu. Selama Pilkada
Artinya meski praktik pengawasan serentak tahun 2015 DKPP mengenakan
pilada secara otoritas atau legitimasi sanksi kepada 9 penyelenggara baik itu
berada di Bawaslu dalam melakukan dari KPUD maupun Panwaslu. Sementara
pengamatan pada pelaksanaan di pilkada serentak tahun 2017 ada 10
pilkada. Tetap saja kewenangan untuk orang yang dikenakan sanksi karena
mengintervensi proses jika ada norma kasus serupa. Benturan profesionalisme
pemilu yang dilanggar dengan jumlah antara penyelenggara ini terjadi karena
yang kadang tidak bisa dijangkau harus perbedaan kepentingan.
dilakukan secara kolaboratif antar Menurut Herdensi yang juga Ketua
stakeholder pemilihan. KPU Kota Medan mengatakan “benturan
Kedua, Kasus Penyuapan yang dalam kepentingan antara KPUD dan Panwaslu
hal ini terkait pemberian sejumlah uang memang kerap terjadi. Hal ini karena ada
atau barang kepada penyelanggara pemilu beberapa hal yang sering berbenturan

112 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 112 12/6/17 3:45 PM


dilapangan. Biasanya terkait data yang kota besar, Kota Medan juga menjadi
ada” (Wawancara, 26/10/2017) salah satu barometer politik di wilayah
Menguatkan pernyataan Herdensi Sumatera maupun tingkat nasional. Pasca
Muhammad Fadli mengatakan “Benturan reformasi dan penerapan otonomi daerah
kepentingan lain adalah terkait anggota aktifitas kota Medan terutama dalam
panwas dan panitia KPPS tidak profesional pemilihan umum maupun pemilihan
dalam artian sebelum pilkada dilaksanakan kepala daerah semakin dinamis dan
mereka sudah memiliki keberpihakan beragam.
kesalah satu calon” Sama dengan kota Medan kondisi
Keempat, Penyimpangan pada saat tersebut juga terjadi di daerah-daerah
hari pencoblosan pemilihan. Pelanggaran lainnya. Fenomena politik lokal dengan
yang terjadi pada hari pencoblosan konstalasi yang dinamis menjadi
pilkada yakni pada saat hari pencoblosan fenomena yang terfragmentasi di seluruh
adanya oknum penyelenggara yang belum tingkatan lokal di Indonesia pasca pilkada
memiliki syarat melakukan pemilihan di langsung diterapkan sebagai media politik
bilik suara, merusak atau mengubah daftar untuk memimpin daerah masing-masing.
hadir pemilihan dan mengumumkan hasil- Permasalahan pelanggaran Pilkada Kota
hasil yang salah pada saat pemilihan. Medan selama ini selalu terkait masalah
Pada pilkada serentak tahun 2015 lalu rendahnya partisipasi masyarakat dalam
ada 5 orang penyelenggara yang di proses pengawasan.
sementara pada pilkada serentak 2017 Partisipasi pengawasan adalah
yang lalu ada 7 orang yang diproses. secara harfiah berarti keikutsertaan,
Kelima, pelanggaran terkait netralitas, dalam konteks politik ini mengacu
imparsialitas dan kemandirian. Dimana pada keikutsertaan warga dalam
pada pilkada serentak 2015 yang lalu berbagai proses politik. Keikutsertaan
DKPP memproses dan memutuskan 261 warga dalam berbagai proses politik.
penyelenggara pemilu sementara pada Keikutsertaan warga dalam proses politik
tahun 2017 yang lalu DKPP memutuskan tidaklah hanya berarti warga mendukung
hal serupa sebanyak 63 kasus. 2 keputusan atau kebijakan yang telah
digariskan oleh para pemimpinnya,
4..2.Pelibatan rakyat dalam pengawasan karena kalau ini yang terjadi maka istilah
pemilu yang tepat adalah mobilisasi politik.
Pada Pilkada serentak tahun 2015 Partisipasi politik adalah keterlibatan
yang lalu, daerah yang menjadi sorotan warga dalam segala tahapan kebijakan,
adalah Pilkada Kota Medan. Selain mulai dari sejak pembuatan keputusan
makin dinamis dan beragam, salah sampai dengan penilaian keputusan,
satu kota otonom yang juga ibukota termasuk juga peluang untuk ikut serta
provinsi Sumatera Utara. Medan masuk dalam pelaksanaan keputusan. (Stolle, D.,
kategori kota besar di Indonesia. Sebagai & Hooghe, 2009, hlm. 23)
Pemasalahan rendahnya partisipasi
masyarakat dalam pengawasan bukan
hal yang baru di kota Medan. Masalah
ini ini secara bertahun-tahun menjadi
2 Data diolah dari berbagai sumber.

Pemilu Demokratis 113

01 JURNAL BAWASLU.indd 113 12/6/17 3:45 PM


titik utama permasalahan yang harus Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP
dicarikan solusinya. Universitas Sumatera Utara, Warjio yang
Selama ini tugas lembaga mengatakan “Kota Medan dan Provinsi
pengawasan pemilu seolah dibebankan Sumatera Utara memiliki pengalaman
hanya pada Badan Pengawas Pemilu yang sama tentang pemimpinnya sebab
(Bapilu), harus diakui secara regulasi dua walikota kota Medan sebelumnya
dalam rangka mendorong partisipasi Abdilah Ramli (2005-2010) dan Rahudman
rakyat Bawaslu juga harus berperan aktif Harahap (2010-2015) ditangkap oleh KPK
dengan sosialisasi kemasyarakat dalam karena Korupsi. Begitu juga dengan dua
setiap tidnakan dilapangan pada saat Gubernur Sumatera Utara sebelumnya
hari pencoblosan. Artinya Pengawasan Samsul Arifin (2008-2013) dan Gatot Pujo
oleh masyarakat melengkapi fungsi Nugroho (2013-2018) juga ditahan oleh
dan tugas Bawaslu dalam mengontrol KPK karena korupsi. Artinya rendahnya
penyelenggaraan pemilu yang jujur dan pengawasan rakyat terhadap pilkada
adil. (Junaidi, 2013 : 15-16) disebabkan kejenuhan masyarakat
Padahal pelibatan masyarakat terhadap pemimpinnya yang korupsi”
d a l a m p e n gawa s a n p i l ka d a b i s a (Wawancara 31/10/2017)
membantu penyusunan regulasi standar Artinya jumlah rendahnya partisipasi
pengawasan, sosialisasi pengawasan, masyarakat dalam mengawasi dan
sebagai pelapor dan saksi laporan, serta memantau pilkada kota Medan tahun
mengadvokasi laporan kecurangan. 2015 lalu disebabkan oleh kejenuhan
Terkait peran masyarakat ini, khususnya masyarakat terhadap perilaku korupsi
pemantau pemilu dengan peran- kepala daerah, baik walikota Medan
peran seperti; pertama, memberikan maupun Gubernur Sumatera Utara. Hal
keabsahan terhadap proses pemilu. ini dibuktikan dengan pengawasan pilkada
Kedua, meningkatkan rasa hormat dan lebih banyak dilakukan oleh partai politik,
kepercayaan terhadap HAM, khususnya tim sukses dan lembaga penyelenggara.
hak sipil dan politik. Ketiga, meningkatkan Solusinya hal yang harus dilakukan
kepercayaan terhadap proses pemilihan. dalam rangka meningkatkan partisipasi
Keempat, membangun kepercayaan pengawasan rakyat terhadap pilkada
terhadap demokrasi, dan Kelima, dengan mengidentifikasi kelompok
mendukung upaya penyelesaian konflik masyarakat yang sadar terhadap politik,
secara damai. (Junaidi, 2013 : 15-16) kemudian mengkonsolodasikan mereka
N a m u n , p e rs o a l a n nya ke t i ka dalam pelembagaan.Masing-masing
pemilihan umum atau pilkada berlangsung, kelompok ini memiliki kekuatan dan
praktik partisipasi masyarakat dalam potensi masing-masing yang mesti
pengawasan terus mengalami diidentifikasi.
penurunan. Hal ini disebabkan oleh Identifikasi terhadap mereka akan
rendahnya partisipasi masyarakat dalam memudahkan untuk melibatkan mereka
mengawasi pilkada, yang berdampak terhadap isu-isu spesifik yang sesuai
pada keterlibatan masyarakat dalam dengan kompentensi masing-masing.
mengontrol dan mengawasi setiap Beberapa kelompok yang mudah untuk
pelanggaran-pelanggaran pilkada menjadi diidentifikasi adalah pemantau pemilu,
tidak efektif dan signifikan. organisasi masyarakat sipil, universitas,
114 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 114 12/6/17 3:45 PM


organisasi kemasyarakatan dan kelompok Salah satu keterikatan yang kuat
lainnya. antara kuantitas modus pelanggaran
Kelompok pemantau umumnya di setiap pagelaran pilkada tersebut
memiliki relawan yang cukup besar dan justru melibatkan penyelenggara pemilu
tersebar dibanyak tempat.Keberadaan itu sendiri. Artinya sebagai lembaga
pemantau ini perlu dilibatkan secara penyelenggara yaitu KPU dan lembaga
maksimal oleh pengawas pemilu. Kondisi pengawas Bawaslu, juga tidak bisa
yang sama juga dimiliki oleh universitas berjalan sempurna jika tidak melibatkan
atau kampus. Paling tidak, kelompok rakyat dalam setiap agendanya. Evaluasi ini
ini memiliki dua potensi yakni relawan menunjukkan beberapa persoalan dalam
dari mahasiswa dan sekaligus sebagai pengawasan, khususnya penindakan
kelompok terdidik. Oleh karena itu, pelanggaran pemilu. Permasalahan
Bawaslu perlu mengidentifikasi potensi dan tantangan itu terdokumentasi dan
masing-masing kelompok masyarakat. menjadi catatan penting dalam menyabut
Selanjutnya, pelibatan partisipatif Pilkada serentak tahun 2018 nanti.
masyarakat dalam pilkada tentu Penulis dalam hal ini mengambil
d i te ka n ka n ke p a d a p e m i l i h d a n studi kasus di Kota Medan sebagai bahan
kelompok masyarakat yang lebih luas. proyeksi dan antisipasi jelang Pilgub
Adapun prinsip pengawasan harus yang Sumut 2018 mengingat hasil pilkada kota
didorong oleh akurasi dan kecepatan Medan yang partisipasi masyrakat dalam
informasi terkait pelanggaran saat penngawasan pilkada sangat rendah.
pilkada. Artinya, keterbukaan informasi Berdasarkan data-data yang penulis
tentang pilkada harus dapat diakses oleh paparkan dan analisis cukup menyadari
masyarakat pengawasan akurat. Misalnya, bahwa partisipasi masyarakat dalam
terkait penyertaan bukti dan saksi, pengawasan menjadi isu penting untuk
agar masyarakat yang melaksanakan menjawab tindakan awal mengurangi
pengawasan merasa terlindungi atas atau mengantisipasi pelangggaran di
informasi yang didapatkannya. piilgub nanti.
Penulis menyimpulkan bahwa
5. Simpulan partisipasi politik masyarakat dalam hal
Secara umum, harus diapresiasi bahwa pengawasan sangat diperlukan dalam
Indonesia telah sukses menggelar pilkada keberhasilan pengawasan pilkada itu
serentak di dua edisi sebelumnya yaitu sendiri, yang kemudian ditindaklanjuti
Pilkada Serentak tahun 2015 dan 2017. dalam stretegi Bawaslu kedepannya dalam
Fakta ini mengukuhkan secara prosdural tugasnya sebagai lembaga pengawas.
bangsa ini telah sukses menjalankan Kebijakan menyangkut pelibatan
sebuah agenda demokrasi. Namun, pada masyarakat dalam pengawasan ini rasanya
setiap pemilu/pilkada perlu melakukan penting untuk ini diimplementasikan
perbaikan atas evaluasi melihat berbagai melalui serangkaian agenda yang
pelanggaran, kecurangan, dan perbuatan dilakukan oleh Bawaslu itu sendiri.
melawan hukum lainnya. Dalam konteks Bawaslu sebagai lembaga pengawasan
ini, sudah di proses, diadili dan diputus sendiri kedepannya tidak boleh berjalan
perkara oleh DKPP. sendiri, tapi juga harus melibatkan para

Pemilu Demokratis 115

01 JURNAL BAWASLU.indd 115 12/6/17 3:45 PM


pemangku kepentingan (stakeholders) pengawasan dan pemantauan setiap
seperti; kelompok masyarakat, organisasi proses pemelihan. Jika hal ini dilakukan,
masyrakat, universitas, media, partai niscaya Pilkada serentak 2018 nanti akan
politik, lembaga sosial masyarakat dan lebih baik daripada pilkada sebelumnya.
elemen lain proses pengawasan pemilu. Tidak hanya itu, modus pelanggaran
Para stakeholders ini tentu harus yang menjadi momok menakutkan yang
dilibatkan dalam beberapa agenda berpotensi mencederai demokrasi bisa
pengawasan. Dimana tugas masyarakat tereliminasi dengan kekuatan partisipasi
akan banyak dilibatkan dalam proses politik masyarakat.

116 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 116 12/6/17 3:45 PM


DAFTAR PUSTAKA

Haywood, Andrew, (2014), Politik (Edisi keempat), Yogyakarta : Pustaka Pelajar


Cho, Soek-ju, (2014), Three-Party Competition In Parliamentary Democracy With
Proportional Representation, New York: Springer Science hlm.67-87.
Lamprianou, Iasonas (2016), Contemporary Political ParticipationResearch: A
Critical
Assessment Department of Social and Political Science, Berlin : Springer-Verlag
Berlin Heidelberg, hlm.31
Senay, C. and Besdziek, D. (1999). Enhancing oversight in South Africa’s
provincesinstitutions
and concerns. African Security Review. 8(2), hlm.1-28.
Stolle, D., & Hooghe, M. (2009). Shifting inequalities? Patterns of exclusion
and inclusion
inemerging forms of participation. European Societies, iFirst 2011, hlm.1–24.
Verba, S., Schlozman, K. L., & Brady, H. (1995). Voice and equality. Civic
voluntarism
inAmerican politics. Cambridge: Harvard University Press.
Vecchione, M., & Caprara, G. V. (2009). Personality determinants of political
participation:
Thecontribution of traits and self-efficacy beliefs, Personality and Individual
Differences, hlm.46–49.
Waldt, Van Gerrit der, (2015), POLITICAL OVERSIGHT OF MUNICIPALPROJECTS:
AN
EMPIRICAL INVESTIGATION, See discussions, stats, and author profiles for this
publication at: https://www.researchgate.net/publication/283571493,
November 2015, hlm.5-8.
Haboddin, Muhtar dan Lukman Hakim, (2014), Partisipasi Politik Masyarakat
Dalam
Pemilihan Umum(Studi Turn of Voter dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah
Kabupaten Magetan Tahun 2013), Malang : Universitas Brawijaya.
Sengketa Hasil Pilkada Serentak 2017, Manipulasi DPT Jadi Dalil Permohonan
Paling Dominan http://rumahpemilu.org/id/sengketa-hasil-pilkada-
serentak-2017-manipulasi-dpt-jadi-dalil-permohonan-paling-dominan/
diakses tanggal 3 oktober 2017 pukul 18.00 wib.
Tingkat Golput dalam Pilgub Sumut Lebih dari 50 Persen https://news.detik.
com/berita/2195547/tingkat-golput-dalam-pilgub-sumut-lebih-dari-50-
persen?nd771104bcj= diakses tanggal 4 oktober 2017 pukul 12.00 wib.

Pemilu Demokratis 117

01 JURNAL BAWASLU.indd 117 12/6/17 3:45 PM


Angka Golput di Medan dalam Pilgub Sumut Mencapai 63,38 Persen https://
news.detik.com/berita/2192231/angka-golput-di-medan-dalam-pilgub-
sumut-mencapai-6338-persen diakses tanggal 4 oktober 2017 pukul
12.10 wib.

118 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 118 12/6/17 3:45 PM


Jurnal Bawaslu
ISSN 2443-2539
Satriawan, M.I.
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 119-127


MELAWAN HEGEMONI PARPOL DALAM PILKADA
(UPAYA PEMENUHAN HAK ASASI PEMILIH DALAM PILKADA)

M.Iwan Satriawan
Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung, Indonesia,
i_santri@yahoo.co.id

ABSTRACT

This research aimed is to investigate the influence of a political party in determining


the head of region and the model resistance of the community towards the hegemony
of a political party in candidates nomination of the head of the region. The juridical
empirical research design that used in the research was a case study in the Province
of Lampung. Based on the fact , starting from the election directly on 2007 to 2017
, there was no independent candidate could win the election especially in Lampung
province .The size of the the influence of a political party in stretcher machine and
the life of a political party being one of the main factors .In addition, the absence
of fairly strong and good reputation of independent candidate in the community
became the second factor. In one side, this phenomenon was a form of violations of
human rights which caused by the voters did not given some of the other options,
except which has been determined by a political party .Thus, the strengthening civil
society as one of how to fight the hegemony of a political party in the local election
was needed.

Keywords
Political party,hegemony,head of region

Pemilu Demokratis 119

01 JURNAL BAWASLU.indd 119 12/6/17 3:45 PM


1. Pendahuluan yang melanda umat manusia pada
Wacana mengenai penegakkan dan umumnya(Erfandi,2014,hlm.9).
pelaksanaan demokrasi telah mewabah HAM dan demokrasi memiliki kaitan
dan menjadi kata kunci untuk mewujudkan yang sangat kuat. Demokrasi memberikan
kesejahteraan rakyat khususnya bagi pengakuan lahirnya keikutsertaan publik
negara-negara dunia ketiga di berbagai secara luas dalam pemerintahan.
belahan dunia saat ini. Salah satu bentuk Dalam perkembangan sejarah awal
dari perwujudan demokrasi tersebut demokrasi, desakan ke arah hadirnya
adalah diberikannya kewenangan kepada peran serta publik mencerminkan adanya
rakyat untuk memilih kepala daerah pengakuan kedaulatan. Adapun HAM
(Pilkada) secara langsung. memberikan perluasan otoritas bagi
Dalam konteks perkembangan manusia untuk diakui dan dilindungi
penerapan demokrasi dalam prespektif sebagai makhluk yang bermartabat.
pemilihan kepala daerah merupakan Perlindungan dan pemenuhan HAM
drama yang memiliki episode-episode melalui rezim yang demokratik berpotensi
kontekstual dengan dinamika politik besar untuk mewujudkan kesejahteraan
dalam transisi demokrasi di Indonesia rakyat(Muhtaj,2009,hlm.45).
(Hoesein,2015,hlm.2). Pemilihan kepala daerah secara
Hal ini terkait dengan banyaknya langsung oleh rakyat sejatinya merupakan
varian-varian pilihan penerapan demokrasi perwujudan HAM dan demokrasi. Namun
sebagai bagian dari dinamika politik ada lubang cukup besar di dalamnya
yang berbanding lurus dengan kondisi yang jika tidak dicermati akan menciderai
dinamis baik di dalam negeri maupun semangat pengakuan HAM dan tegaknya
dalam tataran global. Di masa transisi demokrasi substansial. Lubang tersebut
dari pemerintahan otoriter menuju terletak dalam Pasal 40 Undang-Undang
pemerintahan yang demokratis akan Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan
selalu ditandai dengan adanya liberalisasi gubernur, bupati dan wali kota atau
dan demokratisasi dalam segala aspek umumnya disebut dengan UU tentang
baik sosial, budaya, ekonomi dan politik. pilkada yang telah mengatur bahwa
Pe l a k s a n a a n p i l ka d a s e n d i r i calon kepala daerah harus didukung
merupakan perwujudan dari kedaulatan partai politik atau gabungan partai politik
rakyat dan pengakuan prinsip-prinsip hak minimal 20% dari jumlah kursi anggota
asasi manusia yang merupakan salah DPRD atau 25% dari akumulasi suara
satu ciri dari pelaksanaan demokrasi itu sah dalam pemilu DPRD di daerah yang
sendiri. bersangkutan. Hal ini sesuai dengan
Latar belakang timbulnya ungkapan “tidak ada demokrasi tanpa
hak asasi manusia pada esensinya politik, tidak ada politik tanpa partai
karena adanya harga diri, harkat dan politik” (Katz,2014).
martabat kemanusiaannya. Kesadaran Ketentuan ini disatu sisi dapat
manusia muncul dikarenakan dikatakan melanggar HAM, karena rakyat
tindakan yang sewenang-wenang dari tidak diikutsertakan oleh partai politik
penguasa, perbudakan, penjajahan, dalam menentukan calon kepala daerah.
ketidakadilan, kezaliman dan lain-lain Namun ketika kepala daerah tersebut

120 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 120 12/6/17 3:45 PM


gagal dalam membangun daerahnya, Sedangkan dalam pilkada berdasarkan
maka rakyat adalah orang pertama yang data dari KPU pusat menyatakan bahwa
merasakan dampaknya. Rakyat hanya angka partisipasi masyarakat dalam
diberi pilihan untuk memilih pilihan yang pilkada serentak tahap pertama secara
sudah ditawarkan oleh partai politik nasional adalah 69%. Angka ini jauh dari
atau mereka memilih menjadi Golput target semula yang telah dicanangkan
(golongan putih) atau dalam bahasa lain oleh KPU sebesar 77.5%.
rakyat hanya diberi pilihan “take it or leave Bahkan meskipun sudah dibuka
it”. Hal inilah yang kemudian menjadikan adanya jalur independen atau jalur
dari tahun ke tahun proses pemilu baik perseorangan dalam pilkada berdasarkan
ditingkat nasional maupun lokal angka perubahan dari UU Nomor 32 Tahun
Golput cenderung menjadi naik. 2004 menjadi UU Nomor 12 Tahun 2008
Tentang Pemerintahan Daerah. Namun
Tabel 1.1 Tingkat Golput dalam Pemilu
dari pelaksanaan pilkada mulai tahun
di Indonesia
2006 sampai tahun 2017, baru ada 25
Tahun Tingkat Tingkat pasangan kepala daerah yang memenangi
No
Pemilu Partisipasi Golput pilkada melalui jalur independen. Sisanya
menang karena diusung oleh partai politik
1 1955 91.1% 8.6%
atau gabungan partai politik.
2 1971 96.6% 3.4% Berdasarkan latar belakang tersebut,
3 1977 96.5% 3.5% maka dapat ditarik benang merah sebagai
permasalahan yaitu bagaimanakah model
4 1982 96.5% 3.5%
penguatan civil society dalam pilkada
5 1987 96.4% 3.6% sebagai upaya pemenuhan HAM pemilih
6 1992 95.1% 4.9%
melawan hegemoni partai politik dalam
penentuan calon kepala daerah?
7 1997 93.5% 6.4%

8 1999 92.6% 7.3% 2. Metode Penelitian


9 Pileg 2004 84.1% 15.9% Metode penelitian yang dilakukan
Pilpres I
adalah dengan melakukan telaah
10 78.2% 21.18% terhadap data sekunder berupa dokumen
2004
11
Pilpres II
76.6% 23.4%
atau literatur yang dilakukan dengan cara
2004 mengumpulkan berbagai informasi terkait
12 Pileg 2009 70.7% 29.3% dengan permasalahan khususnya melalui
13
Pilpres
71.7% 28.3%
peraturan perundang-undangan, data-
2009 data tertulis, buku-buku, hasil seminar,
14 Pileg 2014 75.2% 24.8% jurnal, hasil penelitian, pengkajian atau
15
Pilpres
70.9% 29.1%
referensi lain yang relevan dengan
2014 tema yang dibahas serta penelusuran
Sumber: https://www.rappler.com/ informasi melalui website. Selanjutnya
indonesia/berita/157558-golput-partisipasi- data sekunder yang sudah diperoleh
masyarakat-pemilu-pilkada akan dianalisis secara kualitatif dan
dipaparkan untuk menarik kesimpulan.

Pemilu Demokratis 121

01 JURNAL BAWASLU.indd 121 12/6/17 3:45 PM


3. Perspektif Teori pergantian kepemimpinan baik tingkat
3.1 Hegemoni nasional maupun daerah yang dilakukan
Hegemoni berasal dari bahasa Yunani secara damai dan melibatkan rakyat
kuno yaitu eugemonia (hegemonia), yang sebagai pemilih.
berartu memimpin. Roger Simon (1999) Memilih dan dipilih merupakan
menyatakan bahwa hegemoni bukanlah pengakuan akan eksistensi Hak Asasi
hubungan dominasi dengan menggunakan Manusia. Karena HAM adalah hak
kekuasaan, melainkan hubungan yang diberikan oleh Tuhan YME kepada
persetujuan dengan menggunakan manusia sejak dia lahir hingga dia
kepemimpinan politi dan ideologis. meninggal dunia. Salah satu Hak Asasi
Hegemoni menurut KBBI adalah Manusia tersebut adalah hak untuk
pengaruh kepemimpinan, dominasi, memilih calon kepala daerahnya sendiri.
kekuasaan dan sebagainya suatu negara Pemilu sendiri di Indonesia terbagi
atas negara lain. Dalam konteks hegemoni menjadi 2 (dua) yaitu pemilu eksekutif
partai politik dalam pilkada adalah (memilih presiden,wakil presiden dan
pengaruh dan dominasi partai politik kepala daerah) dan pemilu legislatif
kepada rakyat pemilih dalam menentukan (memilih DPR,DPD dan DPRD).
calon kepala daerah yang dipilihnya. Pelaksanaan pilkada secara langsung
Besarnya pengaruh partai politik adalah bagian dari desentralisasi politik
dalam menentukan calon kepala daerah di daerah. Karena desentralisasi sendiri
menyebabkan rakyat tidak mempunyai adalah penyerahan kewenangan dari
pilihan lain. Hal ini disebabkan juga pusat kepada daerah untuk mangatur
akibat biaya dan persyarata pilkada yang dan mengurus urusan daerahnya sesuai
cukup berat dan membutuhkan biaya dengan karakteristik wilayahnya dalam
yang besar sehingga sulit sekali dipenuhi sistem Negara Kesatuan Republik
khususnya oleh calon perseorangan Indonesia.
ataupun masyarakat pada umumnya. Salah satu bentuk dari desentralisasi
politik dalah pelaksanaan pilkada yang
3.2 Demokrasi sudah dimulai sejak tahun 2006.
Kata demokrasi berasal dari bahasa
3.3 HAM
Yunani, merupakan penyatuan dua kata
yaitu demos dan kratos. Yang mana Hak Asasi Manusia adalah hak dasar
demos mempunyai arti rakyat dan kratos yang diberikan oleh Tuhan YME kepada
atau kratein adalah kekuasaan atau manusia sejak dia lahir hingga meninggal
berkuasa. Jadi apabila diartikan dari segi dunia. Hak dasar disini meliputi hak
bahasa maka demokrasi adalah rakyat untuk hidup, berfikir, berkeyakinan dan
yang berkuasa atau government of role mengembangkan diri.
by the people atau pemerintahan yang Dalam perkembangannya penerapan
berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk H A M d i b a g i m e n j a d i d u a ya i t u
rakyat. derogable right (dapat dikesampingkan)
Praktik pelaksanaan demokrasi salah dan non derogable right (tidak dapat
satunya ada pada pemilu. Pemilu atau dikesampingkan).
pemilihan umum adalah suatu upaya

122 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 122 12/6/17 3:46 PM


Hak asasi manusia yang dapat berhak menyelenggarakan pemilu baik
dikesampingkan adalah hak berpendapat, pemilu tingkat nasional maupun daerah.
hak berorganisasi, hak untuk memilih Untuk rekrutmen internal partai
dan dipilih. Sedangkan hak asasi manusia pengusung dapat dilakukan dengan cara
yang tidak dapat dikesampingkan adalah melakukan konvensi. Hal ini pernah
hak untuk hidup, hak untuk berfikir dan dilakukan oleh partai Golkar dengan
berkeyakinan, hak untuk diakui sebagai mengadakan konvensi Partai Golkar untuk
pribadi atau persamaan di depan hukum. memilih calon yang akan diusung dalam
Po l i t i k s e n d i r i m a s u k d a l a m Pilpres 2004. Waktu itu hasil konvensi
derogable right (dapat dikesampingkan). memutuskan mendukung Wiranto-
Hal ini terkait adanya pembatasan bagi Sholahudin Wahid sebagai bakal Calon
warga negara untuk dapat memilih Presiden dari Partai Golkar berhadapan
yaitu minimal harus berusia 17 tahun dengan SBY-Jusuf Kalla.
atau sudah menikah dan larangan Namun dalam praktiknya, rekrutmen
bagi terpidana korupsi yang sudah calon kepala daerah oleh partai politik
mendapatkan kekuatan hukum tetap untuk diusung dalam pilkada banyak
yang dipidana selama 5 (lima) tahun lebih tidak melakuka konvensi atau melibatkan
maka hak politiknya dicabut oleh negara. peran serta anggota dan simpatisan partai
apalagi masyarakat umum. Namun lebih
4. Hasil dan Pembahasan kepada kebijakan dari dewan pimpinan
Secara sederhana dan bebas, pusat (DPP) partai. Sebaliknya, banyak
demokrasi dapat didefinisikan sebagai juga calon kepala daerah yang akhirnya
bentuk pemerintahan dimana formulasi gagal menjadi kepala daerah karena
kebijakan, secara langsung atau tidak, kesalahan survei dan pemilihan calon dari
amat ditentukan oleh suara mayoritas DPP padahal ada calon potensial yang
warga masyarakat yang memiliki hak cukup dikenal oleh masyarakat namun
suara melalui wadah pemilihan(Leo karena tidak mendapatkan restu DPP
Agustino,2014,hlm.122). maka tidak diusung oleh partai politik.
Demikian juga halnya dalam hal Hal inilah yang kemudian
rekrutmen pejabat politik pada tingkat memunculkan kekecewaan-kekecewaan
lokal atau daerah juga dapat dilakukan dari masyarakat. Karena salah satu hak
dengan pelaksanaan pemilihan kepala dasar adalah keikutsertaan masyarakat
daerah (pilkada). Rekrutmen politisi dalam pemilu khususnya pemilihan kepala
lokal dilakukan secara fair melalui daerah adalah dengan tujuan untuk
seleksi yang ketat yang dilakukan oleh mengembalikan kedaulatan rakyat untuk
masyarakat melalui lembaga-lembaga menentukan sendiri pemimpinnya bukan
yang ada dengan syarat representative ditentukan oleh partai politik. Maka melalui
(Wahyudi,2013,hlm.122). keputusan M.K Nomor 5/PUU-V/2007 yang
Bentuk-bentuk lembaga yang kemudian diperkuat lagi dengan putusan
merepresentasikan rekrutmen politik M.K Nomor 60/PUU-XIII/2015 tentang
itu seperti partai politik untuk tingkatan diperbolehkannya calon independen dalam
wilayah parpol pengusung dan KPU pilkada menjadi salah satu pintu masuk
sebagai lembaga resmi negara yang pengakuan HAM dalam politik.

Pemilu Demokratis 123

01 JURNAL BAWASLU.indd 123 12/6/17 3:46 PM


Meskipun dengan telah 14 2015 H.Nadjmi Kota
diakomodirnya calon perseorangan atau Adhani- Banjarbaru,
Dharmawan Kalsel
independent dalam pemilihan kepala Jaya S
daerah namun banyak juga calon 15 2015 M.Syahrial-Ismail Kota
independent yang kalah dalam pilkada Marpaung Tanjungbalai,
Sumut
karena mesin politik tidak berjalan
16 2015 Ahmad Hijazi- Rejang Lebong,
maksimal. Berikut ini adalah tabel Iqbal Basta Bengkulu
mengenai daftar pemenang pilkada jalur 17 2015 Dadang Bandung,
independent atau perseorangan dari M.Naseer- Jabar
GunGun
tahun 2006-2017. Gunawan
Tabel 4.1 Daftar Pemenang Pilkada 18 2015 MarthenL.D.T- Sabu Raijua,
Nikodemus N.R.H NTT
Jalur Perseorangan 2006-2017
19 2015 Jimmy F.Eman- Tomohon,Sulut
Syerly A
No Tahun Nama Pasangan Daerah Sompotan
1 2006 Irwandi Yusuf- Provinsi NAD 20 2015 Rita Widyasari- Kutai
Muhammad Edi Damansyah Kertanegara,
Nizar Kaltim
2 2007 Tengku Nurdin Kab.Bireun 21 2015 Adnan Gowa, Sulsel
A-Tengku NAD Purichta-H.Abdul
Busmadar Rauf M
3 2008 Cristian N.Dillak- Kab.Rote Ndou 22 2015 Jules F.Warikar- Supiori, Papua
Zacharias P NTT Onesias Rumere
Manafe 23 2017 Roni Ahmad Kab.Pidie, NAD
4 2008 O.K Arya Z- Gong Kab.Batubara, (Abusyik)-
Martua Siregar Sumut Fadhullah TM D
5 2009 Aceng Fikri- Kab.Garut, 24 2017 Neni Kota Bontang,
Raden Dicky Jabar Moerniaeni-Basri Kaltim
Chandra Rase
6 2010 Muda Kab.Kubu 25 2017 Eduard Fonataba- Kab.Sarmi,
Mahendrawan- Raya, Kalbar Yosina Insyaf Papua
Andreas
Muhrotein Sumber: http://validnews.co/MASIH-
7 2011 Saifullah-M.G Kab.Sidoarjo, PERLUKAH-CALON-PERSEORANGAN-
Hadi Sutjipto Jatim -V0000451
8 2012 Jonas Salean- Kota
Hermanus Man Kupang,NTT
9 2013 O.K Arya Kab.Batubara, Berdasarkan data-data tersebut
Zulkarnain-Harry Sumut diatas, menunjukkan betapa sangat
Nugroho
pentingnya peran partai politik dalam
10 2013 H.M.Ali Bin Lombok Timur,
Dachlan-H. NTB
pembangunan demokrasi khususnya
Haerul Warisin di Indonesia. Tidak hanya dalam
11 2013 Sumantri Noto Magetan, menentukan suksesi kepemimpinan baik
Adinagoro-Samsi Jatim
tingkat nasional maupun daerah namun
12 2015 Ramlan Kota
Nurmatias- Bukittinggi,
juga pembangunan hukumnya khususnya
Irwandi Sumbar pengakuan dan perlindungan HAM
13 2015 Abdul Hafiz-Bayu Kab.Rembang, melalui mengakomodir keinginan rakyat
Andriyanto Jateng
dalam menentukan calon pemimpinnya

124 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 124 12/6/17 3:46 PM


sendiri bukan berdasarkan ambisi atau Munculnya calon tunggal dalam
keinginan DPP semata. Hal ini sesuai pilkada disatu sisi menunjukkan gagalnya
dengan Pasal 29 UU No.2 Tahun 2011 partai politik dalam melakukan kaderisasi
tentang Parpol. dan di sisi yang lain menunjukkan
Namun peran penting tersebut akan absolutnya kewenangan partai politik
berubah menjadi kontradiktif jika melihat dalam proses demokrasi. Dan kekuasaan
kenyataan yang ada. Hegemoni partai yang absolut tersebut saat ini justru
politik yang sangat besar telah menentukan mengarah kepada karakter otoriter partai
hitam dan putihnya demokrasi di politik yang salah satunya ditunjukkan
Indonesia. Partai politik bahkan secara dalam menentukan calon kepala daerah.
tanpa sadar telah melakukan perubahan Hal ini terlihat ketika pasangan
sistem dari demokrasi yang menuntut calon ingin mendapatkan dukungan dari
partisipasi publik menjadi oligarki dengan partai politik dalam pilkada maka “mahar
menentukan sendiri siapa calon kepala politik” atau dalam bahasa lain mas kawin
daerah yang diusungnya. antara calon dengan parpol pengusung
Realita ini ada dalam pilkada calon tidak dapat terelakkan. Dengan besaran
tunggal, dimana semua partai politik yang berbeda tergantung dengan jumlah
diborong oleh satu pasangan calon. kursi partai politik di DPRD provinsi,
Beberapa pilkada dengan calon tunggal kabupaten atau kota dimana calon
adalah Kabupaten Pati, Kabupaten tersebut mendaftar.
Landak, Kabupaten Buton, Kabupaten Sebagaimana dikemukakan oleh
Kulon Progo, Kota Tebing Tinggi. Azyumardi Azra (2016) bahwa politik mahar
Sedangkan untuk Provinsi Lampung dan mahar politik jelas menimbulkan
sebagai tempat penelitian ini terjadi pada penyimpangan dalam demokrasi. Jika
pilkada Tulang Bawang Barat pada tahun demokrasi adalah kepentingan rakyat,
2017. Semua partai politik yang ada di politik mahar membuat demokrasi
DPRD Kabupaten Tulang Bawang Barat lebih berorientasi pada pihak pemberi
(10 partai politik yang mencakup PDIP, mahar, baik parpol maupun donor
PKS, Demokrat, PPP, Gerindra, Golkar, korporasi. Karena itu, bisa diharapkan,
PAN, PKB, Hanura dan Nasdem) diborong pemegang jabatan publik yang terlibat
oleh calon Bupati petahana Umar Ahmad politik mahar dan mahar politik
dan Wakilnya Fauzi Hasan. cenderung mengeluarkan kebijakan
Untungnya hasil dari pilkada dengan yang menguntungkan berbagai pihak
calon tunggal di Kabupaten Tulang terkait langsung daripada kepentingan
Bawang Barat adalah 95,9% pemilih publik. Hasilnya, demokrasi gagal dalam
menyatakan setuju sedangkan sisanya meningkatkan kehidupan politik, juga
4,1 persen tidak setuju. Bagaimana dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat.
jika kejadian seperti di Kabupaten Pati, Politik mahar atau mahar politik
dimana calon tunggal yang diusung selain membuat penyimpangan dalam
oleh delapan partai politik harus kalah demokrasi juga menciderai HAM itu
melawan kotak kosong. Akhirnya pilkada sendiri. Khususnya Hak asasi pemilih
Pati harus diulang sampai munculnya yang berhak mengetahui dan memilih
bupati terpilih. calon kepala daerahnya sesuai dengan

Pemilu Demokratis 125

01 JURNAL BAWASLU.indd 125 12/6/17 3:46 PM


keinginannya. Hal ini terkait banyak orang 5. Simpulan
baik di daerah hanya karena tidak punya Dalam demokrasi yang liberal, peran
modal untuk mahar politik ke partai partai politik akan sangat menentukan.
politik akhirnya tidak dapat mencalonkan Namun disisi lain peran yang sangat
diri menjadi kepala daerah. Sedangkan menentukan atau dengan bahasa lain
untuk mencalonkan diri melalui jalur absolut ini akan menjadi bumerang bagi
perseorangan atau independent syarat praktik demokrasi itu sendiri.
yang harus dipenuhi cukup berat. Demokrasi yang sejatinya harus
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 41 mengusung pengakuan dan perlindungan
UU No.10 Tahun 2016 HAM menjadi terciderai oleh hegemoni
Berdasarkan fenomena-fenomena partai politik dalam menentukan calon
tersebut, diperlukan sebuah konsep kepala daerah. Meskipun usulan dari
atau model restriksi (pembatasan) tingkat DPC untuk bupati atau walikota
pelaksanaan HAM dalam pelaksanaan dan DPW untuk tingkat gubernur, namun
pilkada oleh negara. tetap putusan akhir ada di tangan DPP
Pembatasan pelaksanaan HAM dalam yang dalam hal ini ditentukan oleh ketua
pilkada oleh negara hanya dapat dilakukan umum partai.
melalui perubahan hukum yaitu dengan Maka dibutuhkan tindakan yang lebih
melakukan perubahan UU tentang Parpol konkrit dalam hal mengurangi, membatasi
dan UU tentang pilkada. Bahwa kewenangan atau mengikis hegemoni partai politik
menentukan calon kepala daerah menjadi dalam pelaksanaan pilkada sehingga lebih
kewenangan DPW untuk gubernur dan melindungi dan menerapkan prinsip-prinsip
wakil gubernur atau DPC partai untuk calon Hak Asasi Manusia (HAM) warga negara.
walikota, wakil wali kota atau bupati dan Bentuk pengurangan atau
wakil bupati bukan semata milik DPP. pembatasan hegemoni partai politik
Kedua adalah meningkatkan daya adalah sebagai berikut: (1) memberikan
kritis civil society dengan berani menolak otonomi kepada DPC atau DPW dalam
atau tidak memilih kepala daerah yang menentukan calon kepala daerah yang
diajukan oleh partai politik jika rekam diusung dengan pertimbangan pengurus
jejak calon kepala daerah tersebut tidak lokal lebih mengetahui kapasitas dan
baik dan ketiga adalah meningkatkan elektabilitas calon yang diusung;(2)
pemahaman warga masyarakat merubah atau mengamandemen UU No.2
mengenai arti pentingnya pilkada Tahun 2011 dengan memerintahkan partai
dalam pembangunan daerah lima tahun politik melakukan konvensi partai politik
kedepan. Pendidikan politik ini tidak dalam pencalonan kepala daerah dengan
hanya dibebankan kepada partai politik tujuan agar pencalonan lebih transparan
sebagai tugas dan fungsinya melainkan dan dapat dipantau oleh semua kader
juga kepada ormas keagamaan, akademisi partai;(3)mendorong masyarakat daerah
dan masyarakat pada umumnya. lebih aktif dalam mengawasi dan menilai
Dengan demikian dapat diharapkan kapasitas dan kapabilitas calon kepala
akan munculnya pengakuan dan penegakkan daerah yang diusung baik oleh partai
HAM dan demokrasi di masyarakat dalam politik maupun perseorangan.
pilkada secara substansial bukan hanya
sekedar formalitas belaka.
126 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 126 12/6/17 3:46 PM


DAFTAR PUSTAKA

Agustino,Leo,(2014),Politik Lokal dan Otonomi Daerah,Bandung:Alfabeta


Erfandi(2014)Parliamentary Threshold dan HAM dalam Hukum Tata Negara Indonesia,
Malang:Setara Press
Hoesein,Zainal Arifin& Yasin,Rahman,(2015).Pemilihan Kepala Daerah Langsung
(Penguatan Konsep dan Penerapannya),Jakarta Timur:LP2AB
Katz,Richard S&Crotty,William,(2014),Handbook Partai Politik,Jakarta:Nusamedia
Muhtaj,Majda EL,(2009),Dimensi-Dimensi HAM (Mengurai Hak Ekonomi,Sosial dan
Budaya),Jakarta:Rajawali Press
Mar’iyah, Chusnul&Suwarso, Reni( 2013) Belajar dari Politik Lokal, Jakarta:UI-Press
Rhona K.M Smith dkk,(2008), Hukum Hak Asasi Manusia,Yogyakarta:Pusham UII
https://beritagar.id/artikel/berita/berapa-mahar-untuk-maju-di-pilkada
http://www.kompasiana.com/bernardsimamora/pilkada-habiskan-uang-negara-30-
trilyun-hanya-memilih-calon-koruptor_5529bc6df17e61fc1fd623e8
http://www.uinjkt.ac.id/mahar-politik-politik-mahar/
http://validnews.co/MASIH-PERLUKAH-CALON-PERSEORANGAN--V0000451
https://www.rappler.com/indonesia/berita/157558-golput-partisipasi-masyarakat-
pemilu-pilkada

Pemilu Demokratis 127

01 JURNAL BAWASLU.indd 127 12/6/17 3:46 PM


128 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 128 12/6/17 3:46 PM


Jurnal Bawaslu
ISSN 2443-2539
Riwanto, A.
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 129-144

KONSTRUKSI MODEL MUSYAWARAH-MUFAKAT


DALAM SELEKSI CALON ANGGOTA LEGISLATIF
GUNA MEWUJUDKAN PEMILU DEMOKRATIS

Agus Riwanto
Pengajar Hukum Tata Negara dan Program Pascasarjana Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta,
E-mail:agusriewanto@yahoo.com

ABSTRACT

This article aims to examine the construction of a consensus-deliberation model within


the internal Political Party in the selection of candidates for legislative members.
The method used is qualitative, descriptive and using secondary data from library.
Getting the results, that the concept of consensus-deliberation is the implementation
of Precepts 4 Pancasila. This idea reflects the selection of candidates not based on
one man one vote and or by only the administrators and a handful of elite Political
Parties (oligarchs), but based on deliberations made by a body in the form of Party
Assembly (MPP) that is expected to overcome and interpret the ideals ideology of
Political Parties and the ideals of Indonesia’s political leadership by continuing to
engage public participation. The construction of the model by way of National and
Regional Conventions. Political Parties first need to establish three levels of MPP
which is a representation of all administrators of central, provincial, district/city and
sub-district political parties. The composition of the MPP consists of: (1) Political
party officials of all levels; (2) independent experts; (3) NGO/public figure; and (3)
Political party organizations. The Convention is carried out through four stages: (1)
prospecting; (2) selection of candidate requirements; (3) the election of candidates
by the management of Political Parties; and (4) the determination of candidates by
MPP. The convention takes place 2 years before the election and the announcement
of candidate determination is made 1 year before the election. Further registered to
the Election Commission to be included in the election.

Pemilu Demokratis 129

01 JURNAL BAWASLU.indd 129 12/6/17 3:46 PM


Keywords:
Consensus-deliberation Legislative Candidate Members, Selection, and Political Parties

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan mengkaji tentang konstruksi model musyawarah-mufakat di internl


Partai Politik dalam seleksi calon anggota legislatif. Metode yang dipergunakan adalah
kualitatif, bersifat diskriptif dan mengunakan data sekunder dari studi kepustakaan.
Di dapatkan hasil, bahwa konsep musyawarah-mufakat merupakan implementasi dari
Sila Ke 4 Pancasila. Gagasan ini merefleksikan seleksi Calon tidak berdasarkan one
man one vote dan atau oleh hanya pengurus dan segelintir elit Parpol (oligarkh),
melainkan berdasarkan musyawarah-mufakat yang dilakukan oleh suatu badan
berbentuk Majelis Permusyawaratan Partai (MPP) yang diharapkan mampu mengatasi
dan memaknai cita-cita ideologi Parpol dan cita-cita kepemimpinan politik Indonesia
dengan tetap melibatan partisipasi publik. Adapun konstruksi modelnya dengan
cara melakukan Konvensi Nasional dan Daerah. Partai Politik terlebih dahulu perlu
membentuk tiga tingkatan MPP yang merupakan representasi dari semua pengurus
Partai Politik pusat, propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Komposisi MPP ini
terdiri: (1) pengurus Partai Politik semua tingkatan; (2) pakar independen; (3) LSM/
Toga/Tomas; dan (3) Ormas Partai Politik. Konvensi dilakukan melalui 4 tahap: (1)
penjaringan calon; (2) seleksi syarat calon; (3) pemilihan calon oleh pengurus Partai
Politik; dan (4) penentuan calon oleh MPP. Konvensi dilakukan 2 tahun sebelum pemilu
dan pengumuman penentuan Calon dilakukan 1 tahun sebelum pemilu. Selanjunya
didaftarkan Ke Komisi Pemilihan Umum untuk diikutsertakan dalam pemilu.

Kata Kunci:
Musyawarah-Mufakat, Calon Anggota Legislatif, Seleksi, dan Partai Politik

1. Pendahuluan Jabatan anggota DPR di lembaga legislatif


Partai politik (Parpol) merupakan merupakan representasi Parpol menjadi
agen utama bagi jalannya demokrasi pusat transformasi politik Indonesia sejak
dan sistem pemerintahan. Karena calon tahun 1998, dimana sejak amandemen
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) UUD 1945 DPR diberi kekuasaan besar
berasal rahim Parpol. Sesuai dengan melebihi institusi yang lain. (Stephen
ketentuan Pasal 22 E Ayat (3) UUD 1945 Sherlock, 2010:160).
Pascaamandemen. Hampir semua jabatan politik
dilahirkan dari rahim parlemen, baik

130 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 130 12/6/17 3:46 PM


jabatan di ranah eksekutif maupaun dan kesejahteraan. Di titik ini muncul
yudikatif dan komisi negara, mulai dari istilah politik kartel yang mencerminkan
jabatan paglima TNI, Kapolri, Gubernur dan praktek saling melindungi kepentingan
Deputi Bank Indonesai, Duta Besar, Hakim ekonomi politik masing-masing Parpol
Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, dan saling berbagi keuntungan.
Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, Tak kalah uniknya dalam fungsi
Komisi Pemberantasan Korupsi dan lain- anggaran, yang terjadi adalah model
lain. Dengan demikian DPR RI sangat perencanaan anggaran yang berbasis pada
menentukan bulat dan lonjongnya proyek untuk kepentingan pribadi dan
kualitas jalannya sistem bernegara dan pembiayaan Parpol. (Marcus Mietzner,
kualitas kesejahteraan rakyat 2008: 225-254). Di titik ini praktek mafia
Peran Parpol sejak pemilu 1999-2014 anggaran menjadi sesuatu yang jamak
dan Pascaamandemen UUD 1945 begitu terjadi dan bahkan menjadi tren korupsi
penting dan menempati elan vital bagi akhir-akhir ini.
jalannya sistem politik kenegaraan di Lebih dari itu, Parpol hanya dikuasai
Indonesia. Parpol bukan saja menjadi oleh segelintir elit politik yang memiliki
agen demokrasi, namun juga agen kekuasaan tanpa batas yang dapat
perubahan negara. Mau tidak mau dan mengatur jalannya roda organisasi sesuai
suka tidak suka di pundak Parpol-lah kepentingan segenap patronasenya saja.
sebagian urusan kenegaraan diserahkan. Akibatnya organisasi Parpol tidak berjalan
Besarnya peran Parpol di level kenegaraan secara demokratis termasuk dalam
ini, jika tidak diiringi dengan kualitas dan seleksi Caleg dalam pemilu. (Dirk Tomsa,
integritas politisi yang memadai, maka 2010:142).
akan berakibat pada buruknya kualitas Perbaikan kualitas jalannya sistem
demokrasi. Itulah sebabnya diperlukan p e m e r i nta h a n d e m o k rat i s h a r u s
penguatan kapasitas internal Parpol dimulai dari sistem kepartaian dengan
dalam seleksi calon anggota DPR/DPRD memperbaiki model seleksi internal
(Caleg). Parpol dalam menentukan Caleg secara
Jika kualitas politisi yang akan demokratis. Tanpa upaya perbaikan di lini
menjadi Caleg tidak memadai dipastikan ini, maka sesungguhnya sama saja tengah
fungsi-fungsinya hanya akan dimanfaatkan menunggu proses kemandekan demokrasi
untuk ajang kontestasi kekuasaan, bahkan dan buruknya sistem pemerintahan.
alat untuk meraih keuntungan ekonomi Artikel singkat ini hendak melakukan
politik. Dalam pembuatan produk legislasi konstruksi model Musyawarah-Mufakat
antara pemerintah dan DPR misalnya, dalam seleksi Caleg di internal Parpol.
produk perundang-undangan hanya Dalam artikel ini akan menjawab tiga
akan dibahas secara serius jika lebih pertanyaan. Pertama, bagaimanakah
menguntungkan, tak heran bila muncul konsep musyawarah-mufakat dalam
praktek jual-beli pasal. Dalam fungsi tradisi asli bangsa Indonesia. Kedua,
pengawasan DPR, kekuasaan ini hanya mengapa diperlukan seleksi calon
akan dijadikan ajang untuk mengertak, anggota DPR (Caleg) berdasarkan
bukan untuk meluruskan jalannya roda konsep musyawarah-mufakat. Ketiga,
pemerintahan untuk kepentingan publik b a ga i m a n a ka h ko n st r u ks i m o d e l

Pemilu Demokratis 131

01 JURNAL BAWASLU.indd 131 12/6/17 3:46 PM


musyawarah-mufakat seleksi di internal Menurut Axel Hadenius (1992) suatu
partai politik calon anggota DPR (Caleg) pemilu dapat disebut demokratis apabila
guna mewujudkan penyelenggaraan memenuhi kriteria; (1) keterbukaan; (2)
pemilu yang demokratis. ketepatan; dan (3) efektivitas. Keterbukaan
maksudnya adalah adanya kesetaraan dan
2. Metode kebebasan rakyat untuk menggunakan
Artikel ini menggunakan pendekatan hak pilih (universal suffrange). Ketepatan
kualitatif dan tipe penelitian diskriptif. maksud adalah artinya semua proses
Artikel ini memusatkan pada sumber dan dan tahapan pemilu dilakukan secara
data kepustakaan atau dokumen (library tepat sesuai dengan hukum yang
research). Sumber data kepustakaan disepakati dan menempatkan kesetaraan
dimaksudkan untuk memperoleh data semua stakeholders pemilu. Efektivitas
sekunder, berupa bahan primer, sekunder maksudnya semua jabatan politik hanya
dan tersier. Lalu dilanjutkan dengan dapat diraih melalui mekanisme pemilihan
menginventarisi, meneliti atau menguji yang melibatkan partisipasi yang luas.
bahan-bahan atau data tertulis yang (Bob Sugeng Hadiwinata, 2006: 265).
relevan dengan objek penelitian.
3.2 Teori Partai Politik
3. Perspektif Teori Partai Poitik dapat dikatakan
Sejumlah teori yang akan digunakan merupakan representation of ideas
dalam penulisan artikel ini dipilih atau mencerminkan suatu preskripsi
berdasarkan relevansi dengan tema tentang negara dan masyarakat yang
penelitian antara lain, teori pemilu dan dicita-citakan. Parpol dibentuk untuk
pemilu demokratis, teori partai politik, memperjuangkan preskripsi itu menjadi
dan teori seleksi calon dalam pemilu. kenyataan dan sebagai pelembagaan
konflik karena Parpol merupakan wadah
3.1 Teori Pemilu dan Pemilu Demokratis konflik, Parpol adalah peserta konflik,
dan parpol bertugas menyelesaikan
Pemilihan umum (Pemilu) diakui
konflik. Perkembangan Parpol dapat
secara global sebagai sebuah arena
pula ditinjau dan seberapa efektif Parpol
untuk membentuk demokrasi perwakilan
mengatur dan menyelesaiakn konflik
serta mengelar pergantian pemerintahan
dalam tubuhnya sendir, seberapa fair
secara berkala dan damai. Menurut teori
suatu Parpol bersaing dengan Parpol lain
demokrasi minimalis, pemilu merupakan
sebagai peserta konflik, dan dan seberapa
sebuah arena yang mewadahi kompetisi
efektif Parpol menyelesaikan konflik
(kontestasi) antaraktor politik untuk
dalam msyarakatat. (Ramlan Surbakti,
meraih kekuasaan; partisipasi politik
2010, 139-141).
rakyat untuk menentukan pilihan; serta
Selain itu, Parpol berfungsi untuk
liberalisasi hak-hak sipil dan politik warga
rekrutmen kepemimpinan politik, alat
negara. (Sutoro Eko, 2006:1).
pembentukan dan stabilitas pemerintan,
Pemilu disebut demokratis bila
sarana mengregasi kepentingan politik
proses dan hasilnya berlangsung secara
dan sarana pendidikan politik. (Andy
kompetitif, bebas, adil, terbuka dan damai
Ramses, 2010: 149-158)
dirasakan oleh Parpol dan rakyat pemilih.

132 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 132 12/6/17 3:46 PM


Partai politik merupakan aktor utama dicalonkan sebagai anggota legislatif
yang berkompetisi untuk memperoleh maupun pejabat eksekutif
dukungan massa dan meraih kekuasaan b). Prosedur terbuka (Open Recruitment
eksekutif dan legislatif dalam pemilu Process) adalah proses dimana
(electoral democracy). nama-nama calon yang diajukan,
diumumkan secara terbuka dalam
3.3 Teori Seleksi Calon dalam Pemilu bentuk kompetisi yang murni dan
Salah satu fungsi Parpol adalah transparan (Almond, 1988:108 dalam
sebagai sarana untuk melakukan Teguh Adi Prasodjo, 2013: 26).
rekrutmen kepemimpinan politik yang Adapun sifat proses rekrutmen politik
akan mengisi pada jabatan-jabatan politik terbagai dalam beberapa bentuk antara
melalui sistem pemilu yang demokratis. lain:
Dalam mempersiapkan kader Parpol a). Top-down artinya proses rekrutmen
melakukan seleksi. Seleksi adalah politik yang berasal dari atas atau
suatau proses menilai kemungkinan orang-orang yang sedang menjabat.
keberhasilan atau kegagalan seseorang C o nto h d a r i s i fat i n i a d a l a h
untuk melaksanakan suatu pekerjaan. penunjukkan pribadi dan seleksi
Tujuan seleksi adalah penyaringan/ pengangkatan.
penyisihan terhadap mereka yang dinilai b). Bottom-up artinya proses rekrutmen
tidak cakap untuk memangku jabatan politik berasal dari masyarakat bawah
tertentu dengan syarat-sayarat yang seperti proses mendaftarkan diri dari
telah ditentukan sebelumnya oleh suatau individu-individu untuk menduduki
organisasi. jabatan. Contoh sifat ini adalah
Karena itu dalam proses seleksi individu-individu melamar pada
terdapat calon dan panitia seleksi. Calon partai politik untuk maju sebagai
adalah orang yang akan mengikuti proses kandidat anggota legislatif maupun
seleksi dan pencalonan dapat dimaknai calon kepala daerah.
sebagai candidacy atau kandidature. c). Bersifat campuran artinya proses
(Echols, 1989:96). seleksi yang memadukan antara
Rekrutmen politik sebagai seleksi dan model top-down dan bottom-up.
pemilihan atau seleksi dan pengangkatan Contoh sifat ini adalah pada proses
seseorang atau sekelompok orang untuk pemilihan umum baik pemilihan
melaksanakan sejumlah peranan dalam umum legislatif maupun eksekutif.
sistem politik pada umumnya dan (Gatara, 2007:17 dalam Teguh Adi
pemerintah pada khususnya (Surbakti, Prasodjo, 2013: 7).
1992:118 dalam Teguh Adi Prasodjo,
Studi Pippa Noris (2006) menjelaskan
2013: 26)
bagaimana melihat rekrutmen para
Prosedur rekrutmen politik terbagi
anggota legislatif yang dimulai dari
dalam dua bentuk pelaksanaan, yaitu:
level yang lebih rendah dan kemudian
a). Prosedur tertutup (Closed Recruitment
berkarier sebagai anggota parlemen.
Process) adalah sistem rekrutmen
Dalam prakteknya, politisi tidak memulai
partai yang ditentukan oleh elit
langkah-langkahnya dari yang lebih rendah
partai, mengenai siapa saja yang

Pemilu Demokratis 133

01 JURNAL BAWASLU.indd 133 12/6/17 3:46 PM


dan kemudian berkarier sebagai anggota kemuliaan manusia seutuhnya yang
parlemen. Ada empat level analisis yang bukan saja bersifat partikular, namun juga
harus dilakukan. Pertama, sistem hukum, universal.
khususnya aturan-aturan legal, sistem Menurut Cess Schuyt, sistem hukum
kepartaian, dan sistem pemilihan umum memiliki elemen idiil (het ideele element),
yang membuka peluang kesempatan elemen operasional (het operationele),
bagi para kandidat di dalam percaturan elemen aktual (het actuele elemen). Jika
politik. Kedua, proses rekrutmen yang dikaitkan dengan ideologi negara, maka
secara khusus terkait dengan derajat nilai-nilai Pancasila, yaitu Berketuhanan,
internal demokrasi di dalam organisasi Berperikemanusiaan, Berpersatuan,
partai dan ketentuan yang mengatur Berkerakyatan dan Berkeadilan harus
seleksi kandidat. Ketiga, penawaran dijadikan sebagai elemen idiil, elemen
kandidat yang berkeinginan untuk dipilih operasional, dan elemen aktual yang
menduduki jabatan tertentu sebagai harus menjadi motivasi dan pedoman
sebagai konsekuensi dari motivasi dan sekaligus confirm and deepen the identity
modal politik mereka. Keempat, adalah of their people guna mendefinisikan
tuntutan pendukung atau pimpinan- aktifitas sosial-kultural maupun struktural
pimpinan politik yang ikut melakukan penyelenggaraan pemerintahaan negara
seleksi dari sumber kandidat. (Fitri Indonesia. (Prasetijo dan Sri Priyanti:
Rahmadania, Tt:3) 2010:31-32).
Proses rekrutmen terbagi menjadi Konsep musyawarah mufakat dalam
3 tahap yaitu, Pertama sertifikasi, seleksi Caleg di internal Parpol ini
meliputi undang-undang pemilu, aturan- diinspirasi dari nilai philosofis dari sila
aturan partai dan norma-norma sosial ke empat Pancasila: “Kerakyatan yang
informal yang menentukan kriteria untuk dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
kandidasi yang memenuhi syarat. Kedua dalam permusyawaratan perwakilan”. Ini
adalah nominasi, meliputi tersedianya adalah inti praktek demokrasi asli yang
jabatan yang memenuhi syarat dan bersumber dari nilai adiluhung budaya
adanya permintaan dari selektor untuk bangsa Indonesia.
memutuskan siapa yang dinominasikan. Sila keempat Pancasila ini akan
Dan tahap Ketiga adalah, pemilihan dijadikan landasan kebijakan politik dan
yaitu tahap terakhir yang menentukan hukum (legal policy) yang meletakkan
siapa yang menang dalam jabatan kekuasaan di bawah kekuasaan rakyat
legislatif (Norris, 2006 : 90-91 dalam Fitria (demokrasi). (M. Mahfud MD, 2010:17-18).
Rahmadania, tt: 3-4). D a l am konteks s el eks i C al eg
demokratis di internal Parpol berdasarkan
4. Pembahasan gagasan demokrasi Pancasila adalah
4.1 Konsep Musyawarah Mufakat desain model seleksi yang mengutamakan
Seleksi Caleg proses penentuan Caleg berdasarkan
Sesungguhnya Pancasila adalah nilai pada musyawarah-mufakat. Mengacu
luhur yang bersumber dari khazanah pada tradisi permusyawaratan yang
lokal bangsa Indonesia, yang di dalamnya dipraktekkan selama berabad-abad
teruntai aneka ajaran kebaikan dan di tengah masyarakat Indonesia. Di

134 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 134 12/6/17 3:46 PM


mana penentuan pemimpin politik Mengingat keanggotaan MPP didesain
tidak ditentukan berdasarkan one sedemikian rupa merupakan representasi
man one vote (sistem pemilihan yang negarawan (statesmen).
bersifat individual), melain berdasarkan Model musyawarah mufakat ini
musyawarah-mufakat. sejalan dengan pemikiran Soepomo
Musyawarah di sini dimaknai tentang cita-cita demokrasi Indonesia
bahwa dalam seleksi Caleg diperlukan yang menegaskan, bahwa konsekuensi
keterlibatan dan partisipasi semua kader ini mengandung makna bahwa negara
dan konstituen partai politik pada saat Indonesia harus menjamin suatau
penjaringan calon dan seleksi di internal pemerintahan yang secara terus menerus
partai politik melalui mekanisme yang menyatu dengan rakyat. Ini berarti
demokratis, sedangkan mufakat di sini negara Indonesia harus memiliki Badan
dimaknai dalam penentuan nama Caleg Permusyawaratan yang senantiasa
yang akan mewakili parpol dalam pemilu mengetahui dan merasakan rasa keadilan
untuk diajukan kepada Komisi Pemilihan masyarakat dan cita-cita rakyat. Badan
Umum (KPU) ditentukan dengan cara Permusyawaratan ini merujuk pada tradisi
mufakat (kesepakatan) yang dilakukan yang terdapat dalam aturan-aturan adat.
oleh suatu badan berbentuk Majelis (R.M. AB.Kusuma, 2004:132).
Permusyawaratan Partai (MPP) yang Demokrasi asli Indonesia ini sejalan
dibentuk khusus untuk melakukan seleksi pula dengan pemikiran Bung Hatta
caleg di internal parpol sebelum pemilu. yang mencita-citakan model demokrasi
Yang keanggotaan MPP ini berasal dari modern Indonesia, yakni cita-cita Rapat.
keterwakilan pengurus parpol di semua Rapat adalah tempat rakyat dan urusan
tingkatan, anggota parpol, akademisi, rakyat bermusyawarah dan mufakat
aktifis dan tokoh-tokoh masyarakat yang tentang segala urusan yang bersangkutan
disepakati dalam Anggaran Dasar dan dengan kehidupan bersama. (Muhammad
Anggaran rumah Tangga (AD/ART) Parpol. Hatta, 1977:42-43).
Desain keanggotaan MPP yang berasal dari Tradisi musyawarah-mufakat sebagai
beragam profesi ini dimaksudkan untuk dasar pembentukan identitas nasional.
menegaskan bahwa sesungguhnya seleksi Kehendak untuk demokrasi berdasar
Caleg merupakan tahapan yang sangat pada tradisi demokrasi desa itu juga
penting dan menentukan kepemimpinan sebagai bentuk penolakan para pendiri
politik di DPR, dan pada saat seorang bangsa atas faham liberalisme yang
Caleg terpilih menjadi anggota DPR menekankan pada individualisme. Sistem
sesungguhya mereka bukan sekedar demokrasi ini memiliki dasar kolektivisme
merepresentasikan kepentingan partai yang kuat sehingga dapat direkonstruksi
politik, namun juga merepresentasikan menjadi sistem demokrasi yang berwatak
kepentingan masyarakat luas. kolektivistik dalam menentukan keputusan
MPP ini diberi mandat khusus dalam dan kebijakan strategis. (Aidul Fitriciada,
penentuan Caleg di internal Parpol, karena 2014:108).
diasumsikan MPP mampu mengatasi dan Maka konsep musyawarah mufakat
memaknai cita-cita ideologi Parpol dan dalam seleksi Caleg DPR dilakukan dengan
cita-cita kepemimpinan politik Indonesia. melibatkan semua komponen Parpol

Pemilu Demokratis 135

01 JURNAL BAWASLU.indd 135 12/6/17 3:46 PM


dan konstituen Parpol dalam bentuk 4.2 Urgensitas Seleksi Caleg Berdasarkan
kolektivitas dan tidak ditententukan oleh Konsep Musyawarah-Mufakat
segelintir elit Parpol (Oligarkhi). Namun Ugensitas seleksi Caleg berdasarkan
dalam penentuan Calegnya ditentukan musyawarah mufakat adalah dalam
oleh suatau badan khusus, yaitu Majelis rangka memperbaiki kapasitas internal
Permusyawaratan Parpol (MPP). Parpol dalam menentukan Caleg
Oleh karena itu, konsep seleksi dalam pemilu, sekaligus ditujukan
Caleg musyawarah-mufakat ini dijalankan untuk kian memfungsikan Parpol,
dengan memperhatikan desain seleksi (Autin Ranney dalam H.A Mukti Fajar,
dalam pemilu yang umum dipraktekkan 2008:16), yaitu untuk mengagregasi dan
di negara-negara demokrasi modern. mengartikulasikan kepentingan sosial,
Seleksi Caleg berdasar musyawarah- alat untuk melakukan rekruitmen elit
mufakat ini dilakukan dengan melakukan politik, dan untuk merumuskan berbagai
aneka tahapan seleksi calon sesuai macam program. (Leonardo Morlino,
dengan tradisi sistem pemilu, yaitu, 1989:4). Selain itu, Parpol juga berfungsi
(1) sertifikasi, merupakan tahap untuk masyarakat dalam mempengaruhi
pendefinisian kriteria yang dapat masuk dan membentuk pendapat umum,
dalam pencalonan dengan didasarkan berkompetisi dalam pemilu, untuk
pada aturan-aturan pemilihan, aturan- jalannya kenegaraan dan terhadap
aturan partai dan norma sosial informal; lembaga perwakilan, serta terhadap
(2) penominasian, yaitu kesediaan calon jalannya pemerintahan. (Koentjoro
yang memenuhi syarat dan permintaan Poerbopranoto, 1987:50).
dari penyeleksi ketika memutuskan calon Selama ini parpol kurang mampu
yang dinomimasikan; dan (3) tahap menawarkan alternatif kebijakan yang
pemilu, merupakan tahap seleksi publik akan diusung di level kebijakan negara.
melalui pemilu siapa diantara calon yang Karena parpol tak cukup memiliki kader-
terpilih. (Sigit Pamungkas: 2011:92). kader Caleg yang memiliki kualitas
Seleksi Caleg musyawarah-mufakat sumberdaya manusia (SDM) yang
terdiri dari tiga tahap, yaitu: Tahap berkualiatitas. Salah satu cara untuk
seleksi administrasi, yakni, seleksi yang menemukan dan atau menciptakan kader
dilakukan oleh penyelenggara pemilu Caleg yang berkualitas adalah dengan
untuk dapat memenuhi prosedur mendesain seleksi Caleg diinternal
adminitrasi berdasarkan UU Pemlu; Tahap parpol berdasarkan konsep musyawarah-
seleksi Parpol, seleksi yang dilakukan mufakat, karena dengan model ini Parpol
oleh internal Parpol untuk menentukan dipaksa secara sistematis untuk tidak
kandidat yang akan diajukan dalam memonopoli Caleg hanya berdasarkan
pemilu melalui penyelenggara pemilu dan pasa selera pengurus Parpol, melainkan
ketiga, seleksi politis, yakni seleksi yang pada selera semua konstituen parpol,
dialkukan melalui pemilu untuk menanti akademisi, aktifus dan tokoh-tokoh
pilihan pemilih kandidat mana saja yang masyarakat. Sehingga yang akan terjaring
dipilih oleh pemilih melalui sistem pemilu dalam proses penjaringan, nominasi,
yang dirancang menurut UU pemilu. (Joko penentuan calon dan pencalonan di
J Prihatmoko, 2008:115). KPU adalah kader-kader parpol yang

136 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 136 12/6/17 3:46 PM


berkualitas karena telah melalui tahapan elit pengurus parpol (oligarki) tanpa
seleksi di internal parpol secara berjenjang melibatkan konstituen parpol, akademisi,
dan sisistematis. aktifis dan tokoh-tokoh masyarakat. (Jefry
Dengan seleksi Caleg berdasarkan A.Winter:2010).
musyawarah-mufakat ini secara tidak Seleksi caleg berdasarkan konsep
langsung akan dapat mendorong Parpol musyawarah mufakat ini diharapkan juga
mampu memformulasikan ideologi Parpol akan dapat menyudahi respon negatif
dalam bentuk program-program kerja Parpol, karena skandal korupsi, rendahnya
Parpol yang diusung oleh Caleg yang kualitas integritas pribadi, tanpa ikatan
berkulaitas. Karena selama ini ideologi emosi yang kuat dengan konstituen,
Parpol lebih banyak digunakan hanya akibatnya tak mampu menyerap aspirasi
untuk meraih simpati massa dan sumber publik di level kebijakan negara. Karena
legitimasi pemimpin politik, bukan untuk keterpilihan anggota DPR lebih disebabkan
mengidentifikasi isu-isu kebijakan politik karena patronase politik dan kekuatan
(politik, hukum, ekonomi dan budaya). modal uang. (Dodi Ambardi, 2012:6 dan
(Daniel S Lev, 1988:6 dalam Ichlasul Amal, Airlangga Pribadi, 2010:6). Sehingga
1988:6). kinerja mereka lebih peka terhadap intrik
Parpol perlu didorong untuk kian politik dari pada pekerjaan-pekerjaan
eminggirkan politik pragmatis dan dasar berupa mendengar dan mewakili
merasionalkan pilihan rakyat pada kepentingan konstituennya.
identifikasi diri dengan Parpol (Party ID)
adalah kedekatan pemilih terhadap Parpol 4.3 Konstruksi Model Musyawarah-
sebagai indentitas politiknya, bukan pada Mufakat Penentuan Caleg
tokoh dan kharisma pemimpin politik. Ko n st r u ks i m o d e l p e n e nt u a n
(Budiarto Danujaya, 2007:6). Caleg DPR RI, DPRD Propinsi dan
Seperti dinyatakan oleh Aurel DPRD Kabupaten/Kota dalam pemilu
Croissant, 2016:4, ketika Parpol lebih berdasarkan musyawarah mufakat sebagai
mengandalkan program dan ideologi, bentuk rekonstruksi tradisi demokrasi asli
maka ia akan mendorong pada efek Indonesia adalah dengan cara melakukan
positif pada stabilitas demokrasi sekaligus kesepakatan internal Parpol secara
konsolidasinya. Lebih jauh ia mengatakan: demokratis atau “Konvensi”. Konvensi
“…If ideology prevails over Tingkat Nasional untuk memilih caleg DPR
personalism and clientelism, the party has RI yang akan mewakili Daerah Pemilhan
a positive effect on democratic stability (Dapil) Propinsi. Konvensi Tingkat Propinsi
and consolidation..” untuk memilih Caleg DPRD Propinsi
Selain itu tujuan utama perlunya yang akan mewakili Daerah Pemilihan
model seleksi Caleg di internal Parpol (Dapil) Kabupaten/Kota atau gabungan
berdasarkan konsep musyawarah-mufakat Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi.
ini diharapkan akan dapat menjadi obat Konvensi Tingkat Kabupaten/Kota untuk
mujarab dalam mengobati penyakit politik memilih Caleg DPRD Kabupaten/Kota
uang (money politic) dalam seleksi Caleg yang akan mewakili Daerah Pemilihan (Dil)
di internal Parpol, karena penentuan Kecamatan atau gabungan Kecamatan
Caleg hanya diputuskan oleh segelintir dalam satu Kabupaten/Kota.

Pemilu Demokratis 137

01 JURNAL BAWASLU.indd 137 12/6/17 3:46 PM


Parpol terlebih dahulu perlu membentuk untuk dapat objektif menilai kapasitas
s u at u b a d a n b e r b e nt u k M a j e l i s dan integritas kandidat berdasarkan
Permusyawaratan Parpol (MPP) dalam tiga objektifiktas teoritik dan LSM/Toga/Tomas
tingkatan: (1) Majelis Permusyawaratan untuk dapat merasakan denyut nadi
Parpol Nasional (MPPN), (2) Majelis tentang cita-cita rakyat atas kebutuhan
Permusyawaratan Parpol Nasional pemimpin politik.
Propinsi (MPP Prop); dan (3) Majelis Selanjutnya MPP bertindak sekaligus
Permusyawaratan Parpol Kabupaten/ sebagai panitia inti penentuan Caleg
Kota) (MPP Kab/Kota) yang merupakan dengan terlebih dahulu menentukan
representasi dari semua pengurus Parpol kualifikasi dan persyaratan kandidat
di semua tingkatan (Desa, Kecamatan, yang diperlukan bagi masa depan Parpol
Kabupaten, Propinsi dan Nasional) dengan dan masa depan kepemimpinan politik
komposisi yang seimbang untuk dapat nasional yang diharapapkan mampu
mewujudkan keterwakilannya di tambah mewujudkan kesejahteraan rakyat sesuai
dengan komposisi pakar dari berbagai cita-cita luhur konstiutisi. Memiliki
bidang politik, hukum dan kenegaraan, kompetensi koordinatif, managerial,
Lembaga Swadaya Masyarakat/Tokoh kematangan berorganisasi, memberi
Agama(Toga)/Tokoh Masyarakat (Tomas), inspirasi dan motivasi, kemampuan
dan Organisasi Masyarakat (Ormas) yang intelektual, kepribadian dan gaya hidup
berafiliasi pada Parpol dimaksud. sederhana, keterbukaan dan kesediaan
Pendeknya, komposisi keanggotaan untuk mendengarkan dan jika perlu
MPP ini terdiri: (1) pengurus Parpol menerima kritik dan pendapat orang lain.
semua tingkatan; (2) pakar independen; (J.Sudjati Djiwandono, 2002:228).
(3) LSM/Toga/Tomas; dan (3) Ormas Kriteria yang digunakan dalam
Parpol. Pertama-tama parpol perlu proses seleksi ini harus mengutamakan
membentuk Majels Pertimbangan partai pada asas akseptabilitas dan kredibilitas.
(MPP). Gagasan perlunya pembentukan Akseptabilitas itu menyangkut sejauh
MPP ini diperlukan untuk menghindari mana seorang Caleg mampu menguasai
agar pengambilan keputusan Parpol sumberdaya politik yang menjadi basis
dalam penentukan kandidat tidak hanya bagi kegiatannya, baik secara legal
ditentukan oleh segelintir elit Parpol atau maupun aktual. Di Indonesia sumberdaya
kaum oligarkh. politik yang penting adalah pemerintah
Selama ini elit politik tak lagi pusat dan daerah; parlemen nasional
dipercaya publik karena sering berbuat dan lokal, kelompok Islam, militer, pelaku
culas menghalalkan segala daya bahkan usaha, LSM dan dunia internasional.
tak jarang menggunakan kekuatan rakyat (Fitriyah, 2002:281 dan Riant Nugroho,
untuk melegitimasi ambisi politiknya. (A.E 2001:282).
Hara, 2000:321). Adapun kredibiltas yang harus dapat
Gagasan MPP ini diperlukan agar dipenuhi oleh kandidat Caleg paling
penentuan kandidat melibatkan semua tidak sebagaimana dinyatakan oleh M.
komponen pengurus Parpol dan ormas Bornstein dan Anthony F Sands pali
Parpol untuk dapat meterjemahkan tidak terdapat lima kriteria (5C), yaitu
ideologi Parpol, dan pakar independen Coviction (keyakinan dan komitmen);

138 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 138 12/6/17 3:46 PM


Character (integritas, kejujuran, respek tetap membuka kesempatan bukan kader
dan kepercayaan yang konsisten); Parpol sepanjang dapat memenuhi syarat
Courage (keberanian, kemauan untuk kriteria yang telah ditetapkan oleh MPP.
bertanggungjawab atas kemauannya), Setelah itu, nama-nama calon yang
Composure (ketenangan batin), dan terkumpul tersebut akan disosialisasikan
kompeten (keahlian, ketrampilan dan ke daerah. Yaitu kepada konstituen partai
profesionalitas). (Fitriyah, 2002:281). di tingkat propinsi, tingkat kabupaten/
Kriteria akseptabilitas dan kridibilitas kota, selanjutnya di tingkat kecamatan
ini sangat penting ditetapkan oleh dan desa.
MPP dengan terjemahan yang lebih Tahap kedua, dilakukan seleksi calon-
teknis dan operasional disesuaikan calon tersebut melalui rapat pleno yang
dengan kebutuhan kepemimpinan politik diperluas. Rapat pleno tersebut akan
nasional. dilakukan di tingkat propinsi MPP Propinsi
Pa r p o l m e l a l u i s e l e k s i ya n g yang terdiri dari pengurus Parpol propinsi,
dilakukan oleh MPP ini setidaknya harus pengurus kabupaten/kota, dan organisasi
mempersiapkan Caleg seperti dikatakan masyarakat (Ormas) Parpol, LSM/Toga/
oleh Robert A.Dahl, 1992:91-116) menuhi Tomas dan pakar independen. Proses
persyaratan moral, pengetahuan akan seleksinya dilakukan secara terbuka,
kebajikan dan kepentingan umum, serta transparan yang dapat diliput oleh media
keahlian teknis atau instrumental yang dan disaksikan konstituen partai maupun
diperlukan bagi tugas-tugas pejabat masyarakat umum.
politik. Tahap Ketiga, konvensi nasional
Adapun kriteria yang harus dipenuhi partai, yang dilakukan oleh anggota
untuk dapat menjadi peserta konvensi pengurus partai politik tingkat pusat,
Caleg DPR RI, DPRD Propinsi dan DPRD propinsi, kabupaten/kota dan Ormas
Kabupaten/Kota lebih diutamakan Partai. Konvensi ini akan menyeleksi dan
kemampuan dan ketrampilan teknis dalam memilih 2 kali lipat Caleg yang diperlukan
hal pembuatan regulasi, pengawasan dan sesuai jumlah calon yang ditentukan
budgeting untuk dapat menjadi angota dalam UU pemilu pada setiap Daerah
DPR yang baik dan mengutamakan kader Pemilihan (Dapil) dalam Pemilu. Jumlah
Parpol inti yang telah berpengalaman 2 kali lipat nama Caleg tersebut diajukan
menjadi pengurus Parpol sesuai tingkatan kepada MPPN sebagai majelis tertinggi
maupun tingkat partisipasi aktif dalam penentuan Caleg DPR RI.
ormas Parpol. Tahap Keempat, MPPN akan memilih
Setelah disepakati kriteria kandidat, nama-nama Caleg yang akan mewakili
MPP melakukan Konvensi Nasional setiap Dapil sesuai jumlah yang ditentukan
dalam 4 (empat) tahap. Tahap pertama, UU Pemilu dan sekaligus menentukan
proses penjaringan calon. Pada tahap ini nomor urutnya sesuai kriteria yang
dilakukan sosialisasi kepada masyarakat telah disepakati. Pilihan MPP terhadap
bahwa Parpol membuka pendaftaran nama-nama caleg dan nomor urutnya
bagi siapa saja yang ingin menjadi dilakukan secara musyawarah mufakat
Caleg DPR RI melalui partai dengan dengan mempertimbangkan kepentingan
mengutamakan kader Parpol, kendati partai dan kepentingan kepemimpinan

Pemilu Demokratis 139

01 JURNAL BAWASLU.indd 139 12/6/17 3:46 PM


politik nasional. Dalam tahap ini MPPN kebijakan publik dalam hubungan mediasi
bertindak sebagai penentu akhir terhadap antar pemerintah dan rakyat.
kandidat yang akan diajukan oleh Parpol Ke d e p a n d i h a ra p ka n m o d e l
dalam pemilu. seleksi demokratis di internal Parpol
Operasionalisasi model seleksi melalui musyawarah-mufakat ini dapat
penentuan Caleg DPRD Propinsi dan berlangsung secara terpola, ajeg, dan
DPRD Kabupaten/Kota hampir sama terukur, sehingga tidak mudah ditelikungi
dengan penentuan Caleg DPR RI hanya oleh elit politiknya. Karena ciri dari Parpol
saja wilayah Konvensinya dilakukan sesuai yang telah terlembaga seperti dinyatakan
tingkatannya, yaitu Konvensi tingkat oleh Andreas Schuller, 1995:8 adalah:
propinsi dan konvensi tingkat kabupaten/ “…solid, immobile, permanent,
kota dan penentu akhir kandidat tetap predictable, structured, hard and
berada di tangan MPP Propinsi untuk persistent” so institution is the thing that
Caleg DPRD Propinsi dan MPP Kabupaten/ does not change every time we act…”.
Kota untuk Caleg DPRD Kabupaten/Kota.
Agar tercipta model seleksi Caleg
Oleh karena model pemilihan ini
berdasarkan konsep musyawarah-mufakat
mengutamakan musyawarah mufakat
maka diperlukan pengaturan secara
dalam penentuan kandidat bukan
permanen di dalam Undang-Undang
model one man one vote berdasarkan
Pemilu. Maka ke depan (ius constituendum)
suara mayoritas dan popularitas,
diperlukan pemikiran untuk melakukan
maka diperlukan model inklusif dalam
revisi terhadap UU No. 2 Tahun 2011
penentuan kandidat dengan memperkuat
tentang Partai Politik dan UU No.7 Tahun
desentralisasi kepengurusan Parpol
2017 tentang Pemilu agar mencantumkan
daerah untuk menentukan Caleg yang
dalam ketentuan Pasal khusus mengenai
akan bertarung dalam Pileg.
model seleksi Caleg di internal Parpol
Berdasarkan amar Putusan MK No.
yang demokrastis berdasarkan konsep
14/PUU-XI/2013 Pileg dan Pilpres akan
musyawarah-mufakat.
dilaksanakan secara serentak pada tahun
2019 mendatang. Maka managemen
5. Simpulan
konvensi penentuan Caleg dilakukan oleh
internal Parpol sebaiknya dilakukan 1 Berdasarkan uraian di atas maka
(satu) tahun menjelang pemilu serentak. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Hal ini dimaksudkan agar rakyat dapat 1. Calon anggota Lefislatif (Caleg)
melakukan penilaian dan kualitas Caleg berdasarkan Pasal 22 E Ayat (3)
jauh sebelum pemilu. (Agus Riwanto, UUD 1945 Pascaamandemen berasal
2014:12). dari Parpol. Itulah sebabnya Parpol
Penentuan Caleg yang hanya bukan saja menjadi agen demokrasi,
ditentukan segelintir elit politik Parpol namun juga agen perubahan negara.
atau kaum oligarkh dan yang bermodal Mau tidak mau dan suka tidak suka
uang besar, dipastikan seolah-olah Parpol dipundak Parpol-lah sebagian urusan
menjadi organisasi privat (perusahaan kenegaraan diserahkan.
pribadi), bukan organisasi publik yang 2. Memperbaiki kualitas parpol dimulai
bertujuan mengelola dan merumuskan dari sistem kepartaian dengan

140 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 140 12/6/17 3:46 PM


memperbaiki model seleksi internal 4. Konstruksi model musyawarah-
Parpol dalam menentukan Calon mufakat dioperasionalisasinya
Anggota Legislatif (Caleg) dalam dengan dengan cara melakukan
Pemilu melalui konsep musyawarah- kesepakatan nasional internal
mufakat. Sesuai nilai philosofis dari sila Parpol atau Konvensi Nasional dan
ke empat Pancasila: “Kerakyatan yang Daerah. Parpol terlebih dahulu perlu
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan membentuk tiga tingkatan MPP yang
dalam permusyawaratan perwakilan”. merupakan representasi dari semua
Ini adalah inti praktek demokrasi asli pengurus Parpol pusat, propinsi,
yang bersumber dari nilai adiluhung kabupaten/kota dan kecamatan.
budaya bangsa Indonesia. Komposisi MPP ini terdiri: (1)
3. Konsep musyawarah-mufakat dalam pengurus Parpol semua tingkatan;
seleksi Caleg di internal Parpol bukan (2) pakar independen; (3) LSM/
berdasarkan one man one vote dan Toga/Tomas; dan (3) Ormas Parpol.
atau ditentukan hanya oleh segelintir Konvensi dilakukan melalui 4 tahap:
pengurus dan elit Parpol (oligarkh), (1) penjaringan calon; (2) seleksi
karena hanya menguntungkan pemilik syarat calon; (3) pemilihan calon oleh
modal dan uang semata, namun pengurus Parpol; dan (4) penentuan
menafikan kualitas. Musyawarah- calon oleh MPP. MPP ini sekaligus
mufakat di sini dioperasionalisakan panitia dan penentu Caleg yang akan
dalam suatu badan berbentuk Majelis ditunjuk mewakili Parpol yang akan
Permusyawaratan Partai (MPP) yang berkompetisi berdasarkan Daerah
mampu mengatasi dan memaknai Pemilihan (Dapil). Seleksi Caleg
cita-cita ideologi partai politik dan dilakukan 2 tahun sebelum pemilu
cita kepemimpinan politik Indonesia. dan penentuan Caleg dilakukan 1
Dengan tetap pelibatan partisipasi tahun sebelum pemilu.
publik.

Pemilu Demokratis 141

01 JURNAL BAWASLU.indd 141 12/6/17 3:46 PM


DAFTAR PUSTAKA

A Dahl, Robert. (1992). Demokrasi dan Para Pengkritiknya, Yayasan Obor, Jakarta.
Adi Prasodjo, Teguh. (2013). Pola Rekrutmen Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dari
Partai Golkar Untuk DPRD Jateng Periode 2014-2019, Dalam Jurnal Politika,
Vol. 4, No. 2, Oktober 2013, hal,6-7.
Amal, Ichlasul. (2009). Menata Ulang Demokrasi: Dari Mana Kita Memulai ?, dalam
Agus Pramusinto dan Wahyudi Kumorotomo, 2009, Governance Reform di
Indonesia: Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi
yang Profesional, Gava Media-MAP UGM, Yogjakarta.
A. Winters, Jefry. (2010). Oligarchy, Oxford: Cambrigde University Press.
Fajar, H.A Mukti. (2008). Partai Politik dalam Perkembangan Sistem Ketatanegaraan
Indonesia, In-Trans Publishing, Malang,
Croissant, Aurel, and Merkel, Wolfgang. (2016). “Political Party Formation
in Presidential”, diakses dari: http://library.fes.de/pdf-files/bueros/
philippinen/50072.pdf, hal, 4 diakses pada tanggal, 13 Juli 2016.
Danujaya, Budiarto. (2007). “Reideologi Politik”, Kompas, 25 Juni 2007.
Djiwandono, J. Sudjati. (2002). Krisis Kepemimpinan, dalam Riz Sihbudi dan Moch.
Nurhasim, (editor), (2002), Amandemen Konstitusi dan Strategi Penyelesaian
Krisis Politik Indonesia, PP AIPI dan Partnership for Governnance Reform in
Indonesia, Jakarta.
Daimond, Larry. (2010). “Indonesia’s Place in Global Democracy”, in Edward Aspinall
and Marcus Mietzner (editors), 2010, Problem of Democratisation in Indonesia,
Election, Institutions, and Society, Institute of South East Asian Studies,
Singapore.
Eko, Sutoro. (2006. “Krisis Demokrasi Elektoral”, dalam Pradjarta Dirdjosanjata,2006,
Demokrasi dan Potret Lokal Pemilu 2004, Yayasan Percik dan Pustaka Pelajara,
Yogjakarta.
Fitriyah, (2002). Strategi Penyelesaian Krisis Kepemimpinan Sipil di Indonesia, dalam
Riz Sihbudi dan Moch. Nurhasim, (editor), 2002, Amandemen Konstitusi dan
Strategi Penyelesaian Krisis Politik Indonesia, PP AIPI dan Partnership for
Governnance Reform in Indonesia, Jakarta.
Fitriciada Azhari, Aidul. (2014). Rekonstruksi Tradisi Bernegara Dalam UUD 1945,
Genta Publising, Yogjakarta.
Hatta, Muhammad. (1977). “Ke Arah Indonesia Merdeka”, dalam Miriam Budiardjo
(ed), Masalah Kenegaraan, Jakarta, Gramedia.
Hadiwinata, Bob Sugeng. (2006). Suara Penghukuman, Pragmataisme Rasional Pemilih
Kota Bandung dalam Pemilihan Umum 2004, dalam Pradjarta Dirdjosanjata.
(2006). Demokrasi dan Potret Lokal Pemilu 2004, Yayasan Percik-Pustaka
Pelajara, Yogjakarta.

142 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 142 12/6/17 3:46 PM


Haris, Syamsudin. (2005). “Proses Pencalonan Legislatif Loka: Pola, Kecenderungan
dan Profil Caleg” dalam Syamsudin Haris, (eds), 2005, Pemilu Langsung di
Tengah Oligarki Partai : Proses Nominasi dan seleksi Caleg Pemilu 2004,
Gramedia, Jakarta.
Hara, A. E. (2000). The Difficult Journey of Democratization in Indonesia, in Journal
Contemporary Southeast Asia, Vol. 23. 2, August 2000.
Kusuma, AB. RM. (2004). Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta, badan
Penerbit FH UI.
Lev, Daniel S. (1988). “Partai-Partai di Indonesia Pada Masa Demokrasi Parlementer
(1950-1957) dan Demokrasi Terpimpin (1957-1965)”, dalam Ichasul Amal,
(Eds), (1988), Teori-Teori Muthakir Partai-Partai, Tiara Wacana, Yogyakarta.
Mietzner, Marcus. (2008). “Soldier, Parties and Bureaucrats: Illicit Fundrising in
Contamporary Indonesia”, in South East Asia Research, Vol.16 (2).
Mietzner, Marcus (eds). (2010), Problems of Democratisation in Indonesia, Elections,
Institutions and Society, Singapore:ISEAS.
Morlino, Leonardo, (1989), “Democratic Consolidation and Democratic Theory” Paper
prepered for the conference “Problems Of Democratic Consolidation: Spain
and The New Southern Europe”, Bad Humburg, Germany.
MD, M. Mahfud, (2010). Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta,
Rajawali Press.
Mulyono, Kasan. (2016). Belajar Galang Dana Kampanye Ala Obama, dalam http://
www.kompasiana.com/kasanmulyono/belajar-galang-dana-kampanye-ala-
obama_552072dd813311607419f7e7. Diakses pada tanggal, 15 Juli 2016.
Muhtadi, Burhanuddin. (2013). Perang Bintang 2014, Konstelasi dan Prediksi Pemilu
dan Pilpres, Jakarta, Noura Books, 2013.
Nugroho Dwidjowijoto, Riant. (2001). Reinventing Indonesia, Jakarta, Elex Media.
Pamungkas, Sigit. (2011). Partai Politik Teori dan Praktek di Indonesia, Yogjakarta,
Institute for Democracy and Welfarianism.
Prihatmoko, Joko J. (2008). Mendemakratiskan Pemilu dari Sistem Sampai Elemen
Teknis, Yogjakarta, Pustaka Pelajar.
Poerbopranoto, Koentjoro. (1987). Sistem Pemerintahan Demokrasi, Eresco, Bandung.
Prasetijo dan Sri Priyanti. (2010). Membangun Ilmu Hukum Mazhab Pancasila, dalam
Satya Arinanto, dkk (editor), (2010), Memahami Hukum Dari Konstruksi Sampai
Implementasi, Jakarta, Rajawali Press.
Pusat Kajian Politik, Tim. (2008). Kerangka Penguatan Parpol di Indonesia, FISIP UI,
Jakarta.
Priyono, Herry B. (2006). Momen Para Relawan, Kompas, 16 Mei.
Rahmadania, Fitria. (Tt). Rekrutmen Calon Legislatif Pada Pemilu 2014 (Studi Kasus
Mengenai Rekrutmen Politik PPP di Dapil I dan V di Kabupaten Sampang,
Jawa Timur). Diakses dari journal.unair.ac.id/filerPDF/jpmd3ee8c898cfull.pdf
Ramses, Andy. (2009). “Partai Politik dalam Politik Indonesia Pasca Reformasi”, dalam

Pemilu Demokratis 143

01 JURNAL BAWASLU.indd 143 12/6/17 3:46 PM


Andy Ramses, 2009, Politik dan Pemerintahan Indonesia,MIPI Jakarta.
Riwanto, Agus. (2014). Implikasi Hukum Putusan MK Tentang Pemilu Serentak, Media
Indonesia, 31 Januari.
Schuller, Andreas. (1995). “Under-and Overinstitutionalization: Some Ideal Typical
Proposition Conserning New and Old Party System”, Working Paper #
213-March 1995.
Sherlock, Stephen. (2010). The Parliament In Indonesia’s Decade of Democracy:
People’s Forum or Chamber of Cronies, in Edward Aspinall and Marcus, (eds).
(2010). Problems of Democratisation in Indonesia, Elections, Institutions and
Society, ISEAS, Singapore
Surbakti, Ramlan. (2010). “Perkembangan Partai Politik Indonesia”, dalam Andy Ramses
M (2010), Politik dan Pemerintahan Indonesia, MIPI Jakarta.
Tomsa, Dirk, (2010) , The Indonesian Party System After The 2009 Election: Towards
Stability, in Edward Aspinall and Marcuss Mietzner, (eds), 2010, Problems
of Democratisation in Indonesia, Elections, Institutions and Society, ISEAS,
Singapore.

144 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 144 12/6/17 3:46 PM


Jurnal Bawaslu
ISSN 2443-2539
Idris, K&Sweinstani, M.K.D.
Vol. 3 No. 1 2017, Hal. 145-161

PEMILU SERENTAK 2019:


SEBUAH TINJAUAN KRITIS PELUANG DAN
TANTANGAN PELAKSANAAN PEMILU SERENTAK

Khanif Idris
Bawaslu RI, Jakarta, Indonesia, khanifidris@gmail.com

Mouliza K.D Sweinstani


Bawaslu RI, Jakarta, Indonesia, moulizadonna@gmail.com

ABSTRACT

Based on the Constitutional Court Decision Number. 14 / PUU-XI / 2013, Concurrent


Election will be realized in 2019. There are various perspectives in viewing this discourse.
Some believe that this decision will be profitable and some believe there is some
potential vulnerability in the holding of these elections. Using the literature related to
the simultaneous election velocities proposed by LIPI and the theory of voting behaviors
conceived by Heywood, the authors present at least two potential advantages and
two potential con fl icts of 2019 electoral elections. The first advantage, simultaneous
elections can serve as a medium for saving budgets election. Second, simultaneous
elections can encourage voter political intelligence and create a pattern of constancy
coalition of national and regional political parties. On the other hand, the dilemma
that occurs in mobile voters using A5 forms, especially to elect legislative members
can actually disrupt the quality of the election results because they inevitably have
to elect legislative members who are not from their elect. The author also proposes
some solutions that can be considered by the government. The national election
holiday policy can be a way out to accommodate the nomads so they can return to
their electoral areas and select candidates that are compatible with their respective
electoral districts. Thus, political participation in the simultaneous elections not only
increases in quantity but also in quality.

Keywords
Concurent Election, Election Founding, Mobile Voters, Votting Behaviour.

Pemilu Demokratis 145

01 JURNAL BAWASLU.indd 145 12/6/17 3:46 PM


ABSTRAK

Berdasarkan pada Putusan MK Nomor. 14/PUU-XI/2013, Pemilu Serentak akan


direalisasikan pada tahun 2019. Terdapat berbagai perspektif dalam melihat wacana
ini. Sebagian pihak menilai bahwa keputusan ini akan mendatangkan keuntungan dan
sebagian lagi menilai bahwa ada beberapa kerawanan yang berpotensi terjadi dalam
penyelenggaraan pemilu serentak ini. Menggunakan telah pustaka yang berkaitan
dengan varian pemilu serentak yang dikemukakan oleh LIPI dan teori perilaku
memilih yang dikonsepsikan oleh Heywood, penulis mengetengahkan setidaknya
ada dua potensi keuntungan dan dua potensi kerawanan penyelenggaraan pemilu
serentak 2019. Keuntungan pertama, pemilu serentak dapat menjadi media untuk
melakukan penghematan anggaran pemilu. Kedua, pemilu serentak dapat mendorong
pencerdasan politik pemilih serta menciptakan suatu pola keajegan koalisi partai
politik dinasional dan daerah. Di sisi lain, dilema yang terjadi pada para pemilih
perantau (mobile voters) dengan menggunakan formulir A5 khususnya untuk memilih
anggota legislative justru dapat mengganggu kualitas hasil pemilu karena mau
tidak mau ia harus memilih anggota legislative yang tidak berasal dari dapilnya.
Penulis juga mengusulkan beberapa solusi yang dapat menjadi bahan pertimbangan
pemerintah. Kebijakan hari libur nasional pemilu dapat menjadi jalan keluar untuk
mengakomodasi pada pemilih perantau sehingga mereka dapat pulang ke dapilnya
dan memilih kandidat yang sesuai dengan dapil masing-masing. Dengan demikian,
partisipasi politik dalam pemilu serentak tersebut tidak hanya meningkat secara
kuantitas namun juga secara kualitas.

Kata Kunci
Anggaran Pemilu, Mobile Voters, Pemilu Serentak, , Perilaku Memilih.

1. Pendahuluan satu sama lain untuk mempromosikan


Sebagai sebuah nilai dan sistem kepentingan pribadinya. Kompetisi dalam
politik dalam masyarakat, ide dasar dari hal ini dimaknai sebagai suatu yang wajar
demokrasi adalah paham liberalisme. dan sehat bahkan sengaja diciptakan
Liberalisme merupakan suatu paham sebagai suatu cara yang dapat membuat
yang menekankan pada kebebasan dan seseorang maju dan berhasil berdasarkan
menyakini bahwa sifat dasar manusia pada self-ability-nya.
adalah didasarkan kepada kehendak Komponen selanjutnya dalam
individu dan menganggap bahwa individu liberalisme yang juga menjadi salah
adalah makhluk yang menggunakan satu nilai dalam Demokrasi adalah
akalnya dalam setiap tindakannya. kesetaraan (Equity). Kesetaraan disini
Kebebasan individu diyakini akan bukan diartikan sebagai kesetaraan
mendorong individu untuk berkompetisi kesuksesan individu, melainkan sebagai

146 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 146 12/6/17 3:46 PM


kesetaraan kesempatan bagi setiap keberlangsungan pembangunan secara
individu untuk memperoleh kesuksesan demokratis (Helgesen, 2013). Kedua,
tersebut. Kesetaraan kesempatan inilah Pemilu adalah puncak dari partisipasi
yang kemudian diejawantahkan sebagai politik kolosal warga negara. Seperti
kompetisi. Oleh karena itu, atas dasar yang dirumuskan oleh Alan Wall, Pemilu
kedua komponen utama dalam liberalisasi merupakan bentuk demokrasi langsung
yang kemudian diejawantahkan dalam yang apabila dimaknai lebih jauh,
demokrasi, setiap individu dinilai mampu Pemilu sebagaimana juga referendum,
untuk hidup secara bebas, yaitu bebas adalah sebuah aktivitas kolosal yang
dari segala macam bentuk restriksi yang diorganisasikan di sebuah negara. Ia
dapat mengganggu kebebasannya dalam merupakan sebuah tugas administrasi
hidup dan kebebasannya berkompetisi yang sangat kompleks dan dilaksanakan
dengan individu lain dalam rangka dalam suasana hingar-bingar politik
mencapai tujuan hidup (Ball and Dager, (Wall, 2006). Ketiga, Pemilu merupakan
1991, 52-54). sarana penentuan bagi mereka yang
Ref l e ks i d a r i ke b e b a s a n d a n ingin melibatkan diri dan duduk dalam
persamaan dalam berkompetisi dalam pemerintahan negara, sehingga mereka
sistem demokrasi tersebut, diwujudkan yang terpilih (dalam proses Pemilu
dalam suatu sistem Pemilu yang tersebut) memiliki kewenangan untuk
demokratis. Samuel P. Huntington mengatur jalannya pemerintahan,
menyatakan bahwa demokrasi adalah sementara tugas pemerintahan adalah
suatu sistem politik tempat dimana para menyusun kebijakan untuk kepentingan
pembuat keputusan kolektif tertinggi di umum (Maisel and Buckley, 2005).
dalamnya dipilih melalui sistem pemilihan Dengan demikian terdapatnya adagium
umum yang adil, jujur, dan berkala yang mashur, “there is no democracy,
(Huntington, 1995, 5). Beberapa ilmuwan theres is no elections” memang benar
politik lainnya juga menilai bahwa Pemilu adanya karena Pemilu adalah manivestasi
merupakan instrumen politik paling dari kedaulatan rakyat dimana dalam
penting dalam sebuah negara dengan Pemilu, rakyat menentukan pilihannya,
sistem demokrasi. Heywood bahkan dan dari pilihannya tersebut dihasilkan
menyatakan bahwa Pemilu merupakan sekelompok orang yang akan memerintah
jantung dari proses politik dan merupakan (the rullers).
wujud demokrasi dalam praktiknya Pelaksanaan Pemilu di negara-negara
(Good-Gill, 1995, 35). modern seperti saat ini selanjutnya tidak
Terdapat beberapa hal yang perlu serta merta dapat dilaksanakan begitu
tekanan dalam Pemilu dan kaitannya saja sekalipun setiap negara pasti memiliki
dengan sistem demokrasi. Pertama, kebijakan dalam memilih sistem Pemilu
Pemilu merupakan tolok ukur demokrasi. yang sesuai. Akan tetapi, kebijakan dalam
Melalui Pemilu, pemerintahan memiliki memilih sistem Pemilu itu bukanlah tanpa
mandat dan kewajiban yang harus batas dan harus konsisten dengan standar-
dijalankan sebagai pejabat resmi. Dalam standar internasional. International for
Pemilu suara rakyat menentukan kebijakan Democracy and Electoral Assessments
dalam pemerintahan dan melanjutkan (IDEA), mengetengahkan setidaknya ada

Pemilu Demokratis 147

01 JURNAL BAWASLU.indd 147 12/6/17 3:46 PM


lima belas standar pemilihan umum terkait dan/ atau petunjuk yang terkait
yang dapat menjadi pedoman bagi dengan undang-undang Pemilu dan
pelaksanaan Pemilu di negara demokrasi. peraturan yang dikeluarkan oleh badan
Standar-standar yang dimaksud adalah pelaksana Pemilu yang bertanggung
(1) Penyusunan Kerangka Hukum, (2) jawab, serta kode etik terkait, baik
Sistem Pemilu, (3) Penentuan Distrik yang sukarela atau tidak, yang mungkin
Pemilihan dan definisi batasan unit berdampak langsung pada proses Pemilu
Pemilu, (4) Hal memilih dan Untuk dipilih, (IDEA, 2002, 13).
(5) Penyelengara Pemilu, (6) Pendaftaran Dalam konteks Indonesia,
Pemilih dan Pemilih Terdaftar, (7) Akses penyelenggaraan Pemilu diatur dalam
Kertas Suara Partai Politik dan Kandidat, konstitusi Indonesia, UUD 1945,
(8) Kampanye Pemilu yang Demokratis, (9) khususnya dalam pasal 6A ayat 1 tentang
Akses Media dan Kebebasan Berekspresi, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden,
(10) Pembiayaan dan Pengeluaran Pasal 19 Ayat 1 tentang Pemilihan
Kampanye, (11) Pemungutan Suara, (12) Umum Anggota Dewan Perwakilan
Penghitungan dan Tabulasi Suara, (13) Rakyat, dan Pasal 22C ayat 1 tentang
Peran Wakil Partai dan Kandidat, (14) Pemilihan Umum Dewan Perwakilan
Pemantau Pemilu, dan (15) Kepatuhan Daerah. Selanjutnya berdasarkan pada
dan Penegakkan Hukum. konstitutsi ini, disusunlah Undang-Undang
Berkaitan dengan kerangka hukum baik untuk pelaksanaan Pemilu tersebut.
Pemilu, hal tersebut harus disusun Untuk Pemilu tahun 2014 lalu, perihal
sedemikian rupa sehingga tidak bermakna Pemilu presiden di atur dalam UU No.
ganda, dapat dipahami dan terbuka, dan 42 Tahun 2008 dan perihal pemilihan
harus dapat menyoroti semua unsur umum Legislatif diatur dalam UU No. 8
sistem Pemilu yang diperlukan untuk Tahun 2012. Sedangkan menjelang pemilu
memastikan Pemilu yang demokratis. serentak tahun 2019, disusunlah Undang-
Istilah “kerangka hukum untuk Pemilu” Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
pada umumnya mengacu pada semua Pemilihan Umum yang didalamnya telah
u n d a n g - u n d a n g d a n b a h a n ata u terdiri dari peraturan tentang pemilihan
dokumen hukum dan kuasa hukum presiden, pemilu legislatif, dan ketentuan
terkait yang ada hubungannya dengan tentang penyelenggara pemilu.
Pemilu. Secara khusus, “kerangka hukum Undang-undang Nomor 7 Tahun
untuk Pemilu” termasuk ketentuan 2017 tersebut disusun sebagai respon
konstitusional yang berlaku, undang- dari dinamika demokratisasi di Indonesia.
undang Pemilu sebagaimana disahkan Menjelang Pemilu 2014 silam, beberapa
oleh badan legislatif, dan semua undang- pihak sempat mengajukan Judicial Review
undang lain yang berdampak pada kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait
Pemilu. Kerangka hukum juga meliputi dengan beberapa peraturan Pemilu tahun
setiap dan semua perundangan yang 2014, termasuk Pemilu Presiden dan
terlampir pada undang-undang Pemilu Wakil Presiden. Salah satu pihak yang
dan terhadap semua perundangan terkait mengajukan gugatan atas Undang-Undang
yang disebarluaskan oleh pemerintah. Pemilu 2014 ini adalah Effendy Ghazali.
Kerangka hukum mencakup perintah Ia mengajukan uji materi Undang Undang

148 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 148 12/6/17 3:46 PM


Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Gugatan Efendi Ghazali ini pun
Presiden ke Mahkamah Konstitusi dengan akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah
menilai bahwa pelaksanaan Pilpres Konstitutsi dalam Putusan MK Nomor
setelah Pemilu Legislatif merupakan suatu 14/PUU-XI/2013. MK memutuskan
pemborosan. Ia pun menggugat beberapa bahwa pemilihan umum tidak
pasal dalam UU No. 42 Tahun 2008, yakni serentak yang selama ini dilaksanakan
Pasal 3 Ayat (5), pasal 9, Pasal 12 ayat bertentangan dengan UUD 1945.
(1) dan (2), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal Beberapa pertimbangan MK yang
112. Dalam permohonannya tersebut, akhirnya mengabulkan gugatan Effendi
Effendi beranggapan bahwa Pilpres yang tersebut antara lain kaitan antara
dilaksanakan setelah pelaksanaan Pemilu sistem pemilihan dan pilihan sistem
Legislatif bertentangan dengan Pasal 22E pemerintahan presidensial, original
ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa intent dari pembentukan UUD 1945,
pemilihan umum dilaksanakan setiap lima efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan
tahun sekali.1 Namun pada kenyataannya pemilihan umum, serta hak warga
satu tahun dalam siklus lima tahunan negara untuk memilih secara cerdas.
Pemilu, terdapat dua kali Pemilu. Inilah Namun pelaksanaan putusan MK
yang membuat Effendi menilai bahwa hal ini baru akan berlaku pada Pemilu
tersebut merupakan suatu pemborosan. 2019, mengingat pada saat itu proses
Menurutnya, seharusnya dana tersebut persiapan penyelenggaraan Pemilu
dapat digunakan unruk memenuhi 2014 sudah sedang berjalan. Dengan
hak-hak konstitusional warga negara demikian, Pilpres dan Pemilu Legislatif
(Tim Viva, 2013). Oleh karena itu, ia 2019 mendatang akan diselenggarakan
mengusulkan adanya suatu mekanisme dalam waktu yang bersamaan. Hal ini
Pemilu serentak yang akan menciptakan secara otomatis membuka peluang
efisiensi biaya dan merangsang pemilih bagi partai politik untuk lebih mudah
untuk menggunakan hak pilihnya secara mengajukan bakal calon Presiden dan
cerdas dan efisien dengan adanya Wakil Presidennya.
kemungkinan untuk memilih calon Namun, suatu kebijakan tidak
presiden dan calon anggota legislative mungkin tidak memberikan sisi negative
dari partai yang sama. yang dapat penjadi tantangan bagi
proses implementasinya. Penulis melihat
kenyataan banyaknya pemilih yang
menggunakan hak pilihnya dengan
menggunakan formulir A5 pada Pilpres
1 Dalam pasal tersebut diketengahkan 2014 dapat menjadi permasalahan krusial
bahwa pemilihan umum dilaksanakan yang mungkin terjadi pada Pemilu serentak
secara langsung, umum, bebas, rahasia, 2019. Seperti yang telah diketahui, pada
juur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Pemilu 2014, KPU menyediakan sejumlah
Sementara pada kenyataannya pemilihan
umum justru dilaksanakan setiap lima formulir A5 yang dapat digunakan oleh
tahun sebanyak dua kali, yaitu Pilpres para perantau untuk memberikan hak
dan Pemilu Legislatif. Oleh karena itu, pilihnya sehingga tidak perlu harus pulang
Effendi menilai hal ini merupakan suatu ke daerah asal. Dengan menggunakan
pemborosan.

Pemilu Demokratis 149

01 JURNAL BAWASLU.indd 149 12/6/17 3:46 PM


Formulir A5, pemilih perantau atau 2. Metode Penelitian
pemilih yang melakukan pidah pilih, Metode yang digunakan dalam
akan menggunakan kuota 2% yang penelitian ini adalah metode penelitian
telah dipersiapkan untuk masing-masing kualitatif dengan jenis penelitian
TPS. Kuota 2% kelebihan surat suara ini eksploratori. Jenis penelitian eksploratori
disediakan untuk menanggulangi surat adalah penelitian yang berusaha untuk
suara yang rusak atau pemilih yang mencari kondisi general atas suatu hal
belum terdaftar dalam Daftar Pemilih yang baru yang dapat menjadi dasar
Tetap, termasuk para perantau yang bagi riset-riset sebelumnya. Data yang
melakukan pindah pilih menggunakan penulis gunakan dalam tulisan ini adalah
Formulir A5 tersebut. Oleh karena itu, data sekunder dengan melakukan studi
dengan model ini, pemilih perantau akan dokumenter berkaitan dengan dokumen-
mendapatkan surat suara yang sama dokumen tentang anggaran pemilu, dan
dengan dapil serta TPS barunya. Selain sebagainya.
itu, dengan dilaksanakan secara serentak,
kemungkinan presiden tidak terjerat 3. Perspektif Teori
kekuatan legislatif memang menjadi 3.1 Varian Pemilu Serentak
mungkin, namun hal ini juga dapat
Konsep yang penulis gunakan dalam
menimbulkan adanya ketidakjelasan
melakukan analisis makalah ini adalah
konfigurasi politik di negara tersebut.
mengenai beberapa varian pemilihan
Lantas bagaimana dengan pelaksanaan
langsung. Berdasarkan pada positioning
pemilihan anggota legislative khususnya
letter Pemilu Serentak Nasional 2019 yang
legislative daerah? Berdasarkan pada
disusun oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
beberapa pemikiran kritis penulis di atas,
Indonesia (LIPI), dijelaskan bahwa ada
penulis tertarik untuk melakukan kajian
beberapa varian tentang Pemilu serentak.
kritis dari rencana pelaksanaan pemilihan
Variasi Pemilu serentak dapat dibedakan
umum serentak 2019. Penulis akan
berdasarkan waktu pelaksanaan dan
melihat berbagai sisi positif (peluang)
tingkatan pemerintahan yang dapat
dan negative (tantangan) dari rencana
mempengaruhi persepsi pemilih mengenai
ini sekaligus memberikan solusi atas
seberapa penting pemilihan tersebut.
sisi negative yang penulis kritisi. Guna
Secara teoretik, penyelenggaraan Pemilu
membatasi permasalahan di atas, penulis
yang waktunya bersamaan antara
merumuskan beberapa pertanyaan
berbagai pemilihan, seperti pemilihan
penelitian, yaitu:
legislatif dengan pemilihan presiden,
1. B a ga i m a n a s i s i p o s i t i ve d a n pemilihan legislatif dengan referendum
peluang yang akan ditimbulkan dari isu-isu publik, maupun segala macam
pelaksanaan Pemilu serentak 2019? pemilihan untuk posisi publik dan isu-isu
2. Bagaimana sisi negative atau kebijakan penting, biasanya terkait erat
tantangan yang mungkin ditimbulkan dengan electoral cycle, utilitas mechanical
akibat Pemilu serentak 2019 effect dari Pemilu, rejim pemerintahan,
dan juga model kepartaian yang ada.

150 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 150 12/6/17 3:46 PM


Setidaknya ada lima varian Pemilu presiden dan pemilihan legislatif untuk
serentak yang mungkin bagi Indonesia. DPR dan DPD dilakukan bersamaan
Pertama, Pemilu serentak sekaligus waktunya. Kemudian pada tahun kedua
serentak, satu kali dalam lima tahun, diadakan Pemilu serentak tingkat lokal
untuk semua posisi publik di tingkat untuk memilih DPRD Propinsi dan
nasional hingga kabupaten/kota. Pemilu Kabupaten/Kota serta pemilihan Gubernur
ini meliputi pemilihan legislatif (DPR, dan Bupati/Walikota berdasarkan
DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kab/Kota), pengelompokan region atau wilayah
pemilihan presiden, serta Pemilukada. kepulauan tertentu. Misal tahun kedua
Ini seringkali disebut dengan Pemilu khusus untuk wilayah Pulau Sumatera.
borongan. Kemudian disusul tahun ketiga untuk
Kedua, Pemilu serentak hanya wilayah pulau Jawa, dan tahun keempat
untuk seluruh jabatan legislatif (pusat untuk wilayah Bali dan Kalimantan, dan
dan daerah) dan kemudian disusul tahun kelima untuk wilayah sisanya.
dengan Pemilu serentak untuk jabatan Dengan model ini maka setiap tahun
eksekutif (pusat dan daerah). Dalam masing-masing partai akan selalu bekerja
model clustered concurrent election ini, untuk mendapatkan dukungan dari
Pemilu untuk DPR, DPD, DPRD Propinsi pemilih, dan pemerintah serta partai
dan DPRD Kab/Kota dilaksanakan seperti politik dapat selalu dievaluasi secara
selama ini dilakukan bersamaan sesuai tahunan oleh pemilih.
waktunya, dan kemudian diikuti Pemilu Kelima, adalah Pemilu serentak
presiden, gubernur dan bupati/walikota tingkat nasional yang kemudian diikuti
beberapa bulan kemudian. dengan Pemilu serentak di masing-masing
Ketiga, Pemilu serentak dengan provinsi berdasarkan kesepakatan waktu
Pemilu sela berdasarkan tingkatan atau siklus Pemilu lokal di masing-
pemerintahan, di mana dibedakan masing provinsi tersebut. Dengan
waktunya untuk Pemilu nasional dan model concurrent election with flexible
Pemilu daerah/lokal (concurrent election concurrent local elections ini maka
with mid-term election). Dalam model pemilihan Presiden dibarengkan dengan
ini Pemilu anggota DPR dan DPD pemilihan legislatif untuk DPR dan DPD.
dibarengkan pelaksanaannya dengan Kemudian setelahnya tergantung dari
Pemilu presiden. Sementara Pemilu DPRD siklus maupun jadual Pemilu lokal yang
Propinsi, kabupaten/kota dibarengkan telah disepakati bersama diadakan Pemilu
pelaksanaannya dengan pemilihan serentak tingkat lokal untuk memilih
gubernur dan bupati/walikota, dua atau Gubernur, Bupati, dan Walikota serta
tiga tahun setelah Pemilu nasional. memilih anggota DPRD Provinsi dan
Keempat, Pemilu serentak tingkat Kabupaten/Kota di suatu provinsi, dan
nasional dan tingkat lokal yang dibedakan kemudian diikuti dengan Pemilu serentak
waktunya secara interval (concurrent lokal yang sama di provinsi-provinsi
election with regional-based concurrent lainnya sehingga bisa jadi dalam setahun
elections). Dalam model ini, pemilihan ada beberapa Pemilu serentak lokal di
sejumlah provinsi.

Pemilu Demokratis 151

01 JURNAL BAWASLU.indd 151 12/6/17 3:46 PM


Keenam, adalah Pemilu serentak 3.2 Perilaku Memilih
untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Dalam bukunya yang berjudul Politik,
DPRD serta Presiden dan Wakil Presiden Heywood mengetengahkan sebuah teori
dan kemudian diikuti setelah selang yang memberikan penjelasan tentang tiga
waktu tertentu dengan Pemilu eksekutif model utama perilaku voting yang umum
bersamaan untuk satu provinsi. Dalam dijumpai dalam masyarakat (Heywood,
Pemilu ini, Pemilu serentak tingkat lokal 2014, 382-385). Teori yang paling awal
hanyalah untuk memilih Gubernur, Bupati tentang perilaku voting adalah model
dan Walikota secara bersamaan di suatu identifikasi partai. Model ini didasarkan
provinsi, dan jadualnya tergantung dari pada pengertian tentang ikatan psikologis
siklus Pemilu lokal di masing-masing antara masyarakat dengan partai-partai.
provinsi yang telah disepakati Electoral Para pemilih dianggap sebagai partai
Research Institute LIPI, 2014). yang mengidentifikasikan dirinya dengan
Masing-masing varian Pemilu sebuah partai.
serentak di atas memiliki dampak dan Model yang kedua adalah model
konsekuensi tersendiri. Pada model sosiologis. Dalam model ini pemilih
pertama, kedua, dan ketiga, jika tujuan mengaitkan dirinya dengan keanggotaan
Pemilu serentak hanya untuk sekedar kelompok. Model ini mengemukakan
penghematan biaya, maka pemiu bahwa para peilih cenderung mengadopsi
serentak dapat menajadi jawaban yang sebuah pola voting yang merefleksikan
benar. Namun penyelenggaraan Pemilu posisi ekonomi dan sosial dari kelompok
menjadi semakin rumit, konfigurasi dimana mereka menjadi bagian darinya
politik menjadi tidak menentu, bahkan ketimbang ikatan-ikatan psikologis seperti
bisa jadi tidak muncul political blocking pada model sebelumnya.
secara jelas dan dapat menyuburkan Model yang ketiga adalah model
politik transaksional karena kebutuhan pilihan rasional yang menggeser perhatian
terhadap dukungan elektoral untuk pada individu dan menjauh dari sosialisasi
memenangkan Pemilu. Sementara dan perilaku kelompok-kelomok sosial.
pelaksanaan Pemilu serentak pada Dalam pandangan ini voting danggap
model ketiga, keempat, dan kelima sebagai sebuah aksi rasional. Ketiga
diyakini membuat sistem pemilihan lebih model diatas akan penulis gunakan untuk
sederhana. Dengan dilaksanakannya menganalisis hal-hal yang mungkin terjadi
Pe m i l u u nt u k a n g g o ta D P R d a n pada perilaku pemilih dengan realisasi
pemilihan Presiden secara bersamaan Pemilu Serentak 2019 mendatang.
maka kecenderungannya ialah hanya
terdapat dua blok besar koalisi partai 4. Hasil dan Pembahasan
politik, dimana keduanya mencalonkan 4.1 Pemilu Serentak sebagai Jalan Keluar
pasangan capres cawapres masing- Efisiensi Anggaran Pemilu
masing karena kemungkinan mengarah
Pe m i l u s e re nta k ( co n c u r r e nt
pada dua putaran atau hanya dua
elections) secara sederhana dapat
kandidat utama sangat besar.
didefinisikan sebagai sistem Pemilu
yang melangsungkan beberapa pemilihan
pada satu waktu secara bersamaan

152 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 152 12/6/17 3:46 PM


(Geys, 2006, 652). Jenis-jenis pemilihan merencanakan Pemilu dengan model ini
tersebut mencakup pemilihan eksekutif pada tahun 2019 mendatang.
dan legislatif di beragam tingkat yang Jika Salah satu alasan digugatnya UU
dikenal di negara yang bersangkutan, No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
yang terentang dari tingkat nasional, Umum Presiden dan Wakil Presiden
regional hingga pemilihan di tingkat s e h i n g ga m e m u n c u l ka n ga ga s a n
lokal. Di negara-negara anggota Uni diselenggarakannya Pemilu serentak
Eropa, Pemilu serentak bahkan termasuk adalah untuk melakukan efisiesi dan
menyelenggarakan Pemilu untuk tingkat efektifitas penyelenggaraan Pemilu di
supra-nasional, yakni pemilihan anggota Indonesia, maka efisiensi tersebut dapat
parlemen Eropa secara berbarengan dilihat dari berbagai sudut pendang.
dengan Pemilu nasional, regional atau Hal pertama yang sangat menonjol
lokal (Mattila, 2003, 465). Dengan adanya dari efisiensi ini adalah dilihat dari segi
beragam faktor yang mempengaruhi finansial. Telah dijelaskan dalam bagian
penyelenggaraan Pemilu serentak, maka sebelumnya bahwa Pemilu serentak tahun
terdapat beberapa varian yang sebagian 2019 mendatang kemungkinan besar
sudah diterapkan dan beberapa lagi merupakan model Pemilu serentak yang
masih sifatnya hipotetis. pertama atau yang keenam. Kedua model
Banyak di negara-negara dengan ini memang dapat menjadi jawaban atas
sistem demokrasi sudah menerapkan dorongan melakukan efisiensi biaya dalam
Pemilu serentak sebagai sistematika Pemilu. Apalagi jika menggunakan model
pemilihan para penguasa politiknya. Pemilu 7 kotak, maka anggaran Pemilu
Sistem ini bahka ditemukan tidak hanya benar-benar dapat di tekan.
di negara-negara yang telah lama Tercatat dalam Pemilu tahun 2009 dan
menerapkan sistem demokrasi seperti 2014, pemerintah telah mengalokasikan
Amerika Serikat dan negara-negara di dana masing-masing sebesar 19,67
kawasan Eropa Barat, melainkan juga Triliun dan 24,1 Triliun, baik untuk
ditemukan di banyak negara demokrasi Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
yang relatif lebih muda seperti negara- maupun Pemilu Legislatif. Anggaran
negara demokrasi di kawasan Amerika tersebut termasuk di dalamnya digunakan
Latin, Eropa Timur dan Eropa Timur. Di untuk keperluan operasional KPU yang
kawasan Asia Tenggara, sistem Pemilu pengadaan barang dan jasa, serta seleksi
serentak belum banyak dikenal. Dari anggota Pengawas Pemilu, dan keperluan
lima negara yang menerapkan Pemilu— logistic Pemilu lainnya (Maesaroh, 2013).
meski tidak sepenuhnya demokratis— Pada tahun 2009, sebesar 9,07 Triliun
hanya Philipina yang menerapkan dianggarkan untuk kebutuhan Pemilu
sistem Pemilu serentak dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk dua
presiden dan anggota legislatif, sementara kali putaran. Sementara pada tahun 2014,
Malaysia, Singapore dan Thailand tidak 7.9 triliun dana telah dianggarkan untuk
menggunakan sistem Pemilu serentak kebutuhan Pemilu Presiden dan Wakil
(Electoral Research Institute LIPI, Presiden. Selengkapnya mengenai data
2014). Sedangkan Indonesia baru akan anggaran Pemilu 2009 dan 2014 penulis
sajikan dalam Tabel 1 berikut ini.

Pemilu Demokratis 153

01 JURNAL BAWASLU.indd 153 12/6/17 3:46 PM


Tabel 1. Perbandingan Anggaran
Pemilu 2009 dan 2014*
Rencana Anggaran Tahun Pemilu Sumber: Diolah dari berbagai Sumber
Belanja 2009** 2014** * Keterangan :
Total Anggaran 19.67 T 24.1 T ** Data yang tersaji adalah data hasil
Anggaran Biaya Persiapan 6.67 T 8.1 T pembulatan yang dilakukan oleh
Anggaran Biaya penulis.
13 T 16 T
Penyelenggaraan Pemilu
- : penulis tidak mendapatkan data
Pilpres - 7.9 T
Alokasi
Pileg - -
Berkaitan dengan realisasi biaya
Realisasi Keseluruhan Anggaran
Ralisasi Biaya Persiapan 1.9 T -
penyelenggaraan Pemilu tahun 2014
Realisasi Biaya di atas, berikut penulis sajikan rincian
8.5 T 8.44 T realiasi Anggaran Belanja Penyelenggaraan
Penyelenggaraan Pemilu
Kelebihan Dana Total 9. 27 T - Pemilu 2014 dalam Tabel 2.

Tabel 2. Realisasi Anggaran Belanja Pemilu 2014

KETERANGAN PAGU 2014 REALISASI SISA %


PUSAT        
KPU PUSAT 1.608.545.705.000 844.142.178.629 764.403.526.371 52,48%
DAERAH        
ACEH 403.519.561.000 366.559.394.504 36.960.166.496 90,84%
SUMATERA BARAT 262.278.089.000 214.805.362.195 47.472.726.805 81,90%
RIAU 266.669.959.000 207.353.155.769 59.316.803.231 77,76%
SUMATERA SELATAN 377.874.274.000 321.898.291.067 55.975.982.933 85,19%
LAMPUNG 337.934.101.000 281.571.265.070 56.362.835.930 83,32%
SUMATERA UTARA 670.139.299.000 554.815.209.879 115.324.089.121 82,79%
JAMBI 187.642.902.000 156.059.211.708 31.583.690.292 83,17%
BENGKULU 138.056.335.000 118.720.492.947 19.335.842.053 85,99%
KEPULAUAN RIAU 95.681.513.000 69.431.217.766 26.250.295.234 72,56%
BANGKA BELITUNG 71.009.935.000 58.666.448.706 12.343.486.294 82,62%
JAWA BARAT 1.335.467.059.000 1.053.439.405.309 282.027.653.691 78,88%
DKI JAKARTA 239.444.827.000 190.568.533.479 48.876.293.521 79,59%
DI YOGYAKARTA 139.203.389.000 102.732.301.647 36.471.087.353 73,80%
BANTEN 310.970.783.000 264.508.730.982 46.462.052.018 85,06%
JAWA TENGAH 1.271.882.454.000 998.636.252.642 273.246.201.358 78,52%
BALI 152.669.764.000 115.891.013.084 36.778.750.916 75,91%
JAWA TIMUR 1.372.868.899.000 1.135.645.141.201 237.223.757.799 82,72%

154 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 154 12/6/17 3:46 PM


KETERANGAN PAGU 2014 REALISASI SISA %
KALIMANTAN
175.107.588.000 152.142.021.302 22.965.566.698 86,88%
TENGAH
KALIMANTAN TIMUR 220.654.554.000 180.916.283.058 39.738.270.942 81,99%
KALIMANTAN BARAT 257.000.404.000 228.009.994.686 28.990.409.314 88,72%
KALIMANTAN
216.732.240.000 169.982.725.147 46.749.514.853 78,43%
SELATAN
SULAWESI TENGAH 187.254.839.000 161.244.559.956 26.010.279.044 86,11%
SULAWESI UTARA 199.830.332.000 162.194.108.683 37.636.223.317 81,17%
SULAWESI SELATAN 398.469.576.000 331.483.091.049 66.986.484.951 83,19%
SULAWESI
178.928.097.000 162.548.085.519 16.380.011.481 90,85%
TENGGARA
SULAWESI BARAT 79.686.642.000 72.400.812.797 7.285.829.203 90,86%
MALUKU 146.839.324.000 115.103.418.648 31.735.905.352 78,39%
NTB 226.178.814.000 170.111.152.069 56.067.661.931 75,21%
NTT 316.901.377.000 266.338.670.487 50.562.706.513 84,04%
PAPUA 633.357.345.000 563.831.399.883 69.525.945.117 89,02%
MALUKU UTARA 122.793.563.000 106.750.915.085 16.042.647.915 86,94%
GORONTALO 78.343.790.000 69.187.601.949 9.156.188.051 88,31%
PAPUA BARAT 197.496.958.000 180.664.888.559 16.832.069.441 91,48%
Grand Total 12.877.434.291.000 10.148.353.335.461 2.729.080.955.539 78,81%

Berdasarkan pada kedua tabel di suara (TPS) di Indonesia sangat banyak,


atas, dapat dilihat bahwa biaya pesta mencapai 500 ribu. Setiap TPS ini
demokrasi di Indonesia sangat tinggi. ditunggui tujuh orang petugas Kelompok
Apalagi dengan menggunakan sistem Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Pemilu dua putaran untuk Pemilihan Dengan demikian, total jumlah anggota
Presiden dan Wakil Presiden, realisasi KPPS ini sekitar 3,5 juta orang. Jika honor
Anggaran Belanja Pemilu di atas tentunya setiap anggota KPPS dirata-ratakan Rp
menjadi lebih tinggi karena berarti ada 300 ribu per orang, maka biaya yang
tiga kali perhelatan akbar masyarakat dibutuhkan untuk satu pemilihan, katakan
dalam sistem demokrasi dalam tahun presiden, adalah 1 triliun. Ini belum
Pemilu tersebut, seperti misalnya pada termasuk honor Panitia Pemungutan
Pilpres 2009. Suara (PPS) yang berjumlah 3 orang
Mengutip informasi dari Lembaga setiap kelurahan/desa dimana ada 77.465
bantuan Hukum Jakarta, diketahui bahwa desa/kelurahan di Indonesia. Belum
selama ini, honor penyelenggara Pemilu lagi honor anggota Panitia Pemilihan
merupakan komponen terbesar biaya Kecamatan (PPK), 5 orang per kecamatan
Pemilu. Honor ini mampu memakan hingga di 6.694 kecamatan; honor anggota
65 persen dana Pemilu. Besarnya honor Panitia Pengawas Lapangan (PPL), yang
ini terkait jumlah tempat pemungutan jumlahnya 1-5 orang per desa; honor

Pemilu Demokratis 155

01 JURNAL BAWASLU.indd 155 12/6/17 3:46 PM


Panwaslu Kecamatan, yang jumlahnya dnegan nila-nilai maupun ideology
tiga orang per kecamatan, dan biaya- yang ia anut karena Pemilu serentak ini
biaya honor lainnya untuk kesekretariatan memungkinkan pemilih untuk melakukan
dan sebagainya (Ailen, 2014). Oleh identifikasi partai dalam memilih. Dengan
karena itu, apabila Pemilu dilaksanakan demikian ada tendensi bahwa ia akan
secara serentak, maka anggaran untuk memilih kandidat presiden dan anggota
penyelenggara Pemilu tersebut menjadi legistalif di semua tingkatan yang berasal
cukup digelontorkan satu kali saja pada dari partai yang sama.
saat Pemilu serentak dilaksanakan. LBH Keterpolaan pemilih dalam Pemilu
Jakarta bahwa menganalisis bahwa total serentak juga dapat diihat dari peta koalisi
biaya yang bisa dihemat mencapai 5-10 antarpartai yang dapat dimungkinkan
Triliun Rupiah. menjadi koalisi yang permanen. Pemilu
serentak mendatang memang tidak
4.2 Pola Pilihan Pemilih menutup kemungkinan bagi gabungan
Telah dijelaskan pada bagian telaah partai untuk bersama-sama mengusung
pusataka bahwa Pemilu serentak tahun calon presiden dan wakil presiden,
2019 mendatang juga memiliki keterkaitan namun segi positif yang dimungkinkan
dengan teori tentang perilaku memiih terjadi adalah pola koalisi antarpartai
yang dikonsepsikan oleh Huntington. dapat menjadi sebuah keajegan, yaitu
Adanya Pemilu serentak yang berarti peta koalisi yang sama antara koalisi
memungkinkan bagi setiap partai politik nasional dan koalisi di daerah. Hal ini
untuk mengusung masing-masing calonnya kemudian dapat menjadi antithesis dari
tanpa perlu melakukan koalisi secara tidak penelitian Lili Romli dan Firmanzah yang
langsung dapat mengembalikan kekuatan menyatakan bahwa ada kecenderungan
partai sebagai organisasi yang berhasrat peta koalisi yang tidak terpola antara
untuk menduduki kursi penguasa dengan peta koalisi di tingkat nasional dengan
ideology tertentu. Momen Pemilu di daerah.
serentak dapat digunakan oleh partai- Menurut Lili Romli, koalisi di daerah
partai untuk mengampanyekan partainya yang dapat dilihat dari koalisis partai-
dengan menjual ideology yang usungnya partai politik dalam pilkada cenderung
dengan harapan bahwa pemilih akan pragmatis. Koalisi yang mereka bangun
memilih calon-calon yang diusung oleh cenderung bukan berlandaskan kesamaan
partai ini. Dengan demikian fungsi partai visi-misi, platform, dan program-program
dapat berjalan lebih baik, dan partai partai, namun berdasarkan kepentingan
bukan lagi sekadar kendaraan politik jangka pendek yakni merebut kekuasaan
kandidat yang pada akhirnya kandidat (Romli, 2007, 356). Koalisi yang tidak
justru tidak mengampanyekan partainya berpola tersebut, akan membingungkan
namun mengampanyekan dirinya pribadi. publik sebagai pemilih, seperti yang
Apa yang kemungkinan akan dilakukan dikatakan Firmanzah Ph.D bahwa
oleh partai-partai tersebut, secara tidak seringkali disuatu daerah X partai politik
langsung dapat memengaruhi pilihan berkoalisi dengan partai politik B, dan
pemilih. Pilihan pemilih dalam Pemilu melwan koalisi partai politik C dan
dapat menjadi lebih terpola dan sesuai D. Namun di daerah Y partai politik

156 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 156 12/6/17 3:46 PM


A berkoalisi dengan partai politik C pada Pemilu tahun 2014, KPU telah
melawan koalisi partai politik B dan D. berhasil mengatasi dilema yang terjadi
Liarnya koalisi antar partai politik di pada mobile voters ini melalui formulir
pelbagai daerah akan membingungkan model A5 yang memungkinkan pemilih
publik atas positioning yang dilakukan melakukan pindah memilih di TPS yang
masing – masing partai. Ketika koalisi terdekat dengan domisilinya sehingga ia
terbangun bukan atas dasar kesamaan tidak perlu pulang kampong saat Pemilu.
ideologi, yang terjadi adalah kebingungan Sayangnya, ada beberapa hal yang perlu
masyarakat atas partai politik yang di kritisi dari Penggunaan formulir A5
menjalin koalisi, selain itu, hal tersebut tersebut.
juga memperkuat anggapan masyarakat Dasar hukum atas Jalan keluar yang di
bahwa koalisi partai politik dibangun tawarkan oleh KPU tersebut PKPU Nomor
atas dasar ingin mencapai kekuasaan 5 Tahun 2014 tentang perubahan atas
semata (Firmanzah, 2011, 376). Oleh peraturan komisi pemilihan umum nomor
karena itu, apabila Pemilu dlaksanakan 26 tahun 2013 tentang Pemungutan
secara serentak, ada kemungkinan akan Dan Penghitungan Suara Di Tempat
terjadi peta koalisi yang sama baik di Pemungutan Suara Dalam Pemilihan
pusat maupun daerah. Dengan demikian Umum Anggota Dewan Perwakilan
pemilih dapat melakukan identifikasi Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
ideology partai dengan mudah. Partai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
pun akan lebih terberdayaan dengan Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
lebih baik. Hal ini berimplikasi pada upaya Kabupaten/Kota, serta PKPU Nomor
mendorong pencerdasan politik pemilih. 19 Tahun 2014 tentang Pemunguntan
Dan Penghitungan Suara Di Tempat
4.3 Tantangan Pemilu Serentak 2019: Pemungutan Suara Dalam Pemilihan
Dilema “Mobile Voters” Presiden Dan Wakil Presiden Tahun
Sekalipun ada beberapa yang 2014. Kedua peraturan KPU tersebut
dapat dikatakan menjadi sisi poitif atau secara eksplisit menjelaskan bahwa
peluang yang mungkin dihasilkan dari pemilih dapat melakukan pindah pilih
penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 dengan menggunakan formulir model
mendatang, penulis juga mencatat ada A5 atas beberapa alasan tertentu.
beberapa potensi dampak negative yang Penggunaaan formulir ini dimaksudkan
dapat ditimbulkan dari penyelenggaraan untuk mengurangi angka tidak memilih
Pemilu serentak tersebut. Hal pertama dengan cara menyediakan fasilitas bagi
yang penulis soroti adalah tentang mereka para pemilih perantau. Formulir
dilemma yang akan dirasakan oleh para ini praktis dapat meningkatkan tingkat
mobile voters. Pada bagian sebelumnya partisipasi pemilih pada Pemilu terutama
penulis telah mendefinisikan mobile voters pada Pilpres. Bahkan dapat dikatakan
sebagai para pemilih yang berdomisili proses pindah pilih untuk Pemilu preiden
bukan di tempat dimana ia seharusnya dan wakil presiden tersebut akan lebih
terdaftar dalam sebagai pemilih di TPS banyak mendatangkan segi positif.
di daerah asalnya. Fenomena ini memang Namun, permasalahan kemudian
bukan yang pertama terjadi di Indonesia. muncul apabila pemilih melakukan

Pemilu Demokratis 157

01 JURNAL BAWASLU.indd 157 12/6/17 3:46 PM


pindah pilih pada saat Pemilu legislatif. pada pemil serentak mendatang. Namun,
Pemilih yang telah melakukan pindah apabila masih menggunakan konsep yang
TPS ini sudah pasti akan kehilangan sama, maka penulis menilai bahwa cara
suaranya untuk memilih wakil dari pindah pilih hanya akan menguatkan
daerahnya karena adanya sistem dapil legitimasi dan meningkatkan partisipasi
yang berlaku untuk Pemilu legislative. politik pada saat Pemilu Presiden.
Ketika ia melakukan pindah pilih, maka Formula ini tidak menjamin bahkan dapat
ia akan dihadapkan dengan surat suara dikatakan sulit untuk diaplikasikan pada
yang tidak mencantumkan daftar calon Pimilu legislatif. Yang terjadi pada hasil
anggota legislative daerah daerahnya. Pemilu legislative justru adalah potensi
Misalnya, seseorang yang berdomisili delegilitasi hasil Pemilu tersebut.
KTP di Bandung melakukan pindah pilih
ke Jakarta pada saat Pileg 2014 lalu, 4.4 Saran Bagi Pemerintah dan Stake
maka mau tidak mau ia harus memilih Holder
anggota legislative di dapil tersebut. Hal Terlepas dari berbagai pro dan kontra
ini kemudian menimbulkan adanya dua penyelenggaraan Pemilu serentak 2019
kemungkinan, yaitu pertama, pemilih mendatang, penulis memberikan beberapa
sama sekali tidak memilih calon anggota saran yang mungkin dapat menjadi bahan
legislatif dikarenakan tidak mengenal pertimbangan bagi pemerintah dan
calon di daerah barunya tersebut. para pemangku kepentingan lainnya.
Dengan kata lain ia hanya memilih calon Berkaitan dengan “mobile voters”,
presiden dan wakil presiden saja. Kedua, ada baiknya jika pemerintah tidak saja
ia memilih kandidat namun tanpa dasar menyediakan formulir A5, namun juga
alasan apapun, bukan karena alasan merencanakan hari libur Pemilu sebagai
identifikasi partai, identifikasi kandidat, penghormatan atas hak politik masyarkat
ataupun bukan karena pilihan rasional sehingga akan semakin memungkinkan
dengan melihat visi dan misi calon untuk masyarakat untuk berpartisipasi dalam
daerah setempat. Hal ini dapat berpotensi Pemilu di dapil masing-masing. Hari
mengganggu legitimasi hasil pemiihan libur inipun sebaiknya tidak saja pada
umum legislative atau daerah tersebut saat hari pemungutan suara, namun juga
dikarenakan pemilih memilih tanpa pada satu hari sebelum dan satu hari
alasan yang jelas. Perihal dilema yang sesudah hari pemungutan suara. Hal ini
mungkin dialami oleh para mobile voters dimaksudkan agar dapat memberikan
inilah yang harus menjadi fokus dari waktu kepada pemilih untuk pulang
pemerintah dan KPU agar Pemilu serentak ke kampung halaman sehingga mereka
tidak saja menghasilkan partisipasi politik juga tetap dapat memilih anggota
yang tinggi secara kuantitas namun juga dewan sesuai dengan dapilnya masing-
kualitas yang akan berdampak pada masing. Tersedianya hari libur nasional
kinerja para kandidat terpilih. Pemilu ini pun dapat memungkinkan
Sejauh analisa ini penulis buat, pemilih untuk kembali lagi ke daerah
memang belum ada aturan khusus yang perantauannya. Dengan demikian kualitas
mengatur bagaimana teknis dari perihal hasil Pemilu serentak tersebut diharapkan
upaya mengakomodasi mobile voters dapat menjadi lebih berkualitas tanpa

158 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 158 12/6/17 3:46 PM


harus mengurangi hak dan kewajiban suksesi pemipin bangsa Indonesia. MK
“mobile voters”. Ketika kebijakan ini menyatakan, ditemukan fakta bahwa
ditetapkan, pemerintah pun selanjutnya dalam penyelenggaraan Pilpres tahun
harus tegas kepada pihak-pihak yang 2004 dan 2009 yang dilaksanakan
tidak memanfaatkan hari libur nasional setelah Pileg membuat calon Presiden
Pemilu untuk menggunakan hak pilihnya, terpaksa harus bernegosiasi politik
misalnya dengan memberikan sanksi terlebih dahulu dengan partai politik
administrasi kepada pihak yang tidak yang pada akhirnya memengaruhi roda
bertanggung jawab tersebut. pemerintahan. Faktanya, tawar menawar
Namun, dalam melaksanakan politik tersebut lebih banyak bersifat
kebijakan hari libur nasional Pemilu teknis daripada yang bersifat strategis
ini, pemerintah juga harus bekerja dan jangka panjang. Presiden kemudian
sama dengan beberapa stake holder, menjadi sangat tergantung pada partai-
misalnya dengan perusahaan angkutan partai politik pengusungnya yang mana
umum. Ketika sarana angkutan umum hal ini dapat berpotensi mereduksi
disediakan oleh pemerintah, maka posisi presiden dalam menjalankan
akan semakin memperbesar peluang kekuasaan pemerintahan menurut sistem
peningkatan partisipasi politik dalam pemerintahan prsidensial. Oleh karena
Pemilu masyarakat karena pemerintah itu, guna mengurangi transaksi pragmatis
tidak saja memberikan sebuah keputusan tersebut, Pemilu serentak dianggap
namun juga memberikan sarana yang sebagai solusi dari hal di atas.
konkret bagi masyarakat yang dapat Kajian tentang rencana
membantu mereka pulang ke daerah penyelenggaraan Pemilu serentak tahun
pemilihan masing-masing. Ketika telah 2019 memang masih terus dilakukan
sepakat untuk melaksanakan pemilihan oleh beberapa pihak. Berbagai telaah
umum serentak, maka perlu adanya kritis tersebut menyediakan beberapa
dukungan dari political will pemerintah poin positif dan beberapa poin negative
terhadap hal-hal yang dapat mendukung yang dapat menjadi potensi kerawanan
kesuksesan hajat politik tersebut. penyelenggaraan Pemilu Serentak
Tahun 2019 mendatang. Setidaknya
5. Simpulan ada dua segi positif dan dua segi
Pelaksanaan Pemilu serentak 2019 negatif yang penulis simpulkan dari
di satu sisi merupakan upaya untuk uraian dalam makalah ini. Segi positif
mengembalikan marwah Pemilu sesuai yang pertama adalah pemilu serentak
dengan amanat UUD 1945, khususnya memungkinkan adanya penghematan
yang berkaitan dnegan pasal 22E ayat 1 anggaran yang cukup besar. Hasil dari
UUD 1945. Pemilu serentak juga dapat penghematan anggaran pemilu tersebut
menjadi cara pemerintah untuk melakukan dapat digunakan oleh pemerintah
efisiensi dalam penyelenggaraan Pemilu untuk kepentingan masyarakat lainnya.
yang dilihat dari segi biaya dan sumber Kedua, pemilu serentak dapat menjadi
daya manusia penyelenggara Pemilu media pendorong pencerdasan politik
serta meminimalisir transaksi politik masyarakat dengan cara memberikan
yang cenderung pragmatis dalam p e m a h a m a n ke p a d a m a sya ra ka t

Pemilu Demokratis 159

01 JURNAL BAWASLU.indd 159 12/6/17 3:46 PM


mengenai ideologi yang diusung oleh hanya dihitung secara kualitas namun
partai. Hal ini dapat mendorong keajegan juga menyentuh pada esensi pemilu itu
perilaku pemilih berdasarkan pada sendiri, khususnya yang berhubungan
identifikasi ideology partai. Dalam dengan Pemilu Legislatif. Jangan sampai
hal ini, partai juga dapat menjadi dengan hanya bermodalkan formulir
lebih terberdayakan dan mendorong A5, pemilih justru memilih anggota
kemungkinan terjadinya keajegan pola legislative yang bukan berasal dari
koalisi antara koalisi nasional dan daerah, dapilnya. Kajian kritis selanjutnya tentang
bila pejabat eksekutif yang diusung baik pemilu serentak adalah berkaitan dengan
di tingkat nasional atau daerah berasal amanat konstitusi Indonesia khususnya
dari gabungan partai politik. perihal pemilihan pemilu presiden dan
Sebaliknya, jika dilihat dari beberapa wakil presiden yang dinyatakan bahwa
sisi negative yang dapat menimbulkan pasangan presiden dan wakil presiden
kerawanan Pemilu serentak 2019, diusung oleh partai atau gabungan partai
penulis mengetengahkan bahwa cara peserta pemilu sebelumnya. Pasal UUD
untuk mengakomodasi “mobile voters” 1945 ini perlu diperhatikan agar jangan
menjadi kunci utama untuk menjaga sampai UU Pemilu serentak justru
kualitas hasil pemilu serentak 2019 bertentangan dengan konstitusi.
agar partisipasi politik pemilih tidak

160 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 160 12/6/17 3:46 PM


DAFTAR PUSTAKA

Alan Wall, et all. 2006. Electoral Management Design: The International IDEA
Handbook. Stockholm: IDEA.
Ball & Dagger. 1991. Political Ideologies and the Democratic Ideal. New
York:HarperCollinsPublishers. Pg. 52-54
Benny Geys. 2006. “Explaining Voter Turnout: A Review of Aggregate-Level Research,”
dalam Electoral Studies 25. Hlm 652
Electoral Research Institute. 2014. Pemilu Nasional Serentak 2019. Jakarta: LIPI. Hlm.
18-20
Firmanzah, Ph.D. 2011. Mengelola Partai politik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia. Hlm. 376
Good-Gill. 1995. Pemilu Jurdil: Pengalaman dan Standar Internasional. Jakarta:
PIRAC&The Asia Fpundation. Hlm. 35
Heywood. 2014. Politik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm. 382-385
Huntington. 1995. Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta: Grafiti. Hlm. 5
IDEA. 2002. Standar-Standar Internasional Untuk Pemilihan Umum. Sweden: Bulls
and Tryckeri. Hlm. 13
L. Sandy Maisel and Kara Z. Buckley. 2005. Parties and Elections in Amerika: The
Electoral Process Fourth Edition. Lanbam-Boulder-New York-Toronto-Oxford:
Rowman & Littlefield Publishers, Inc.
Mikko Mattila, 2003. “Why Bother? Determinants of Turnout in the European Elections”,
dalam Electoral Studies 22. Hlm. 465.
PKPU Nomor 5 Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan komisi pemilihan
umum nomor 26 tahun 2013 tentang Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di
Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
PKPU Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pemunguntan Dan Penghitungan Suara Di Tempat
Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014
UUD 1945
UU No. 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah.
Romli, Lili. 2007. Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat Di Tingkat Lokal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hlm. 356
Vigar Helgesen. 2013. Electoral Process. Stockholm-Sweden: IDEA
http://news.viva.co.id/news/read/391812-meminta-Pemilu-serentak-effendi-ghazali-
gugat-uu-pilpres
http://nasional.sindonews.com/read/727799/12/anggaran-total-Pemilu-2014-rp24-
1-t-1363353173
http://www.bantuanhukum.or.id/web/Pemilu-serentak-di-tahun-2019-kenapa-tidak-
tahun-ini/

Pemilu Demokratis 161

01 JURNAL BAWASLU.indd 161 12/6/17 3:46 PM


162 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 162 12/6/17 3:46 PM


TEMPLATE JURNAL BAWASLU

Jurnal Bawaslu
ISSN

Author Name et al.


Vol. 1, No.2, pp. a-b, 14 November 2015 (to be filled by editorial desk)

JUDUL (Font-14, Bold)

Nama Tanpa Gelar 1 (Font-12, Bold)


Institusi, Kota/Kabupaten, Negara, Email (Font-11, Italic)

Nama Tanpa Gelar 2 (Font-12, Bold)


Institusi, Kota/Kabupaten, Negara, Email (Font-11, Italic)

ABSTRACT (Font-12, Bold)

Abstrak harus dalam 100 sampai 300 kata. Font-11, Calibri, Italic, dalam bentuk satu
paragraf, berfokus pada tujuan penelitian, metodologi yang diadopsi, temuan dan
kesimpulan. Gunakan 1.0 baris spasi untuk semua bagian dalam manuskrip. Semua
tulisan harus ditulis dalam gaya Calibri & gunakan margin Layout Halaman Normal.
Di mohon untuk TIDAK mengubah tata letak, spasi, dan huruf dalam template ini.

Keywords (Font-11 Bold)


Pilkada, Pemilu, Bawaslu, Perilaku Pemilih, Keterwakilan (Font-11)

ABSTRAK (Font-12, Bold)

Abstrak harus dalam 100 sampai 300 kata. Font-11, Calibri, Italic, dalam bentuk satu
paragraf, berfokus pada tujuan penelitian, metodologi yang diadopsi, temuan dan
kesimpulan. Gunakan 1.0 baris spasi untuk semua bagian dalam manuskrip. Semua
tulisan harus ditulis dalam gaya Calibri & gunakan margin Layout Halaman Normal.
Di mohon untuk TIDAK mengubah tata letak, spasi, dan huruf dalam template ini.

Keywords (Font-11 Bold)


Pilkada, Pemilu, Bawaslu, Perilaku Pemilih, Keterwakilan (Font-11)

Pemilu Demokratis 163

01 JURNAL BAWASLU.indd 163 12/6/17 3:46 PM


1. Pendahuluan (Font-12, Bold)
Di mohon untuk TIDAK mengubah
tata letak, spasi, dan huruf dalam
template ini. Tulisan harus ditulis dalam Gambar 1. Logo Bawaslu
pilihan gaya font Calibri-11 spasi baris 1.0. Sumber: Bawaslu RI, 2017
Panjang tulisan 3000-5000 kata. Bagian
ini berisi latar belakang permasalahan, 4. Hasil dan Pembahasan (Font-12,
uraian permasalahan dan pertanyaan Bold)
penelitian/hipotesis (bila ada). Tidak Persoalan yang dianalisis dalam
menggunakan catatan kaki. bagian ini harus dituliskan secara jelas,
mendalam dan tajam. Dalam menganalisis
1.1 Subbab (Font-11, Bold) penulis tidak menggunakan terlalu
Penulisan poin-poin uraian banyak kutipan konsep dan teori. Tidak
menggunakan bullets, misalnya: menggunakan catatan kaki.
• Perumusan Misi yang diusung
5. Simpulan (Font-12, Bold)
berdasarkan penilaian situasi,
Simpulan utama dari penelitian ini
• Penentuan kelompok target
disajikan dalam bentuk yang singkat.
• Cara menyampaikan pesan pada
Bagian simpulan harus dapat mengarahkan
kelompok target, dan
pembaca pada hal yang penting dari
• Pemanfaatan Modal Caleg
bagian penelitian. Hal ini juga dapat
diikuti oleh saran atau rekomendasi yang
Tabel 1. Tren Perubahan Kebijakan xx
berkaitan dengan penelitian lebih lanjut.
Tahun UU Kebijakan
2000 Xx Xx
Catatan:
2004 xx xx Kutipan tidak menggunakan Catatan
Sumber : Bawaslu RI, 2017 Kaki. Catatan kaki hanya digunakan
untuk memberikan keterangan lanjutan
2. Metode Penelitian (Font-12, Bold) (jika diperlukan. Penulisan Kutipan
Bagian ini berisi tentang metode yang menggunakan running notes
akan digunakan dalam penulisan artikel
ini. Metode peneliain meliputi, jenis Tata Cara Penulisan kutipan (Menggunakan
metode, data apa saja yang digunakan, format APA) :
bagaimana cara mengumpulkan data Struktur Kutipan : (Nama Belakang
serta bagaimana data divalidasi. Tidak Penulis, Tahun, hlm.1234)
menggunakan catatan kaki.
**Nomor halaman dan paragraf hanya
3. Perspektif Teori (Font-12, Bold) digunakan untuk pengutipan langsung,
Bagian ini berisi tentang perspektif contoh:
teori yang akan digunakan. Uraikan teori
“Well, you’re about to enter the
secara jelas dan tepat pada sasaran. Tidak
land of the free and the brave.
menggunakan catatan kaki.
And I don’t know how you got

164 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 164 12/6/17 3:46 PM


that stamp on your passport. **Jika nama penulis telah disertakan
The priest must know someone” dalam paragraf, maka hanya menulis
(Tóibín, 2009, hlm. 52). tahun terbitan, contoh:
**Jika hanya merujuk pada sumber (tanpa According to a study done by Kent and
melakukan pengutipan langsung dan Giles (2017), student teachers who
parafrasa), maka format nomor halaman use technology in their lessons tend
atau paragraph tidak perlu digunakan, to continue using technology tools
contoh: throughout their teaching careers.
Student teachers who use
technology in their lessons tend
to continue using technology
tools throughout their teaching
careers (Kent & Giles, 2017).

Pemilu Demokratis 165

01 JURNAL BAWASLU.indd 165 12/6/17 3:46 PM


DAFTAR PUSTAKA (FONT-12 BOLD, APA Format)**

**Daftar Pustaka Ditulis Berdasarkan Urutan Abjad Dari Nama Belakang

Contoh penulisan:
1. Buku dengan satu penulis
Dickens, C. (1942).  Great expectations. New York, NY: Dodd, Mead.

2. Buku dengan dua atau lebih penulis


Goldin, C. D., & Katz, L. F. (2008).  The race between education and technology.
Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press.
Matthews, G., Smith, Y., & Knowles, G. (2009).  Disaster management in archives,
libraries and museums. Farnham, England: Ashgate.

3. Bab dalam buku dengan editorial


Struktur:
Nama belakang penulis bab, inisial nama depan. (Tahun terbit). Judul Bab. Dalam inisial
nama depan editor. Inisial nama belakang editor (Ed). Judul Buku (hlm.00).
Kota penerbit, Negara: Penerbit.
Contoh:
De Abreu, B.S. (2001). The role of media literacy education within social networking
and the library. In D.E. Agosto & J. Abbas (Eds.),  Teens, libraries, and social
networking  (hlm. 39-48). Santa Barbara, CA: ABC-CLIO.

4. Jurnal Cetak
Struktur:
Nama Belakang Penulis, Inisial Nama depan. (Tahun Terbit). Judul Artikel. Judul
Jurnal, Volume (Seri), rentang halaman artikel.
Contoh:
Gleditsch, N. P., Pinker, S., Thayer, B. A., Levy, J. S., & Thompson, W. R. (2013). The
forum: The decline of war. International Studies Review, 15(3), hlm. 396-419.

5. Jurnal Online dengan DOI


Stuktur:
Nama Belakang Penulis, Inisial Nama depan. (Tahun Terbit). Judul Artikel. Judul
Jurnal, Volume (edisi), rentang halaman artikel. http://dx.doi.org/xxxxx
Contoh:
Sahin, N. T., Pinker, S., Cash, S. S., Schomer, D., & Halgren, E. (2009). Sequential
processing of lexical, grammatical, and phonological information within
Broca’s area.  Science, 326(5951), hlm. 445-449. http://dx.doi.org/xxxxx

166 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 166 12/6/17 3:46 PM


6. Media Cetak
Stuktur:
Nama belakang, Inisial Nama Depan. (Tahun, Bulan Tanggal). Judul Artikel. Judul
Koran, Rentang halaman.
Contoh :
Alair, C.H. (2017, September 14). Demokrasi Indonesia. Kompas, hlm. 3-4.

7. Media Online
Struktur:
Nama belakang, Inisial Nama Depan. (Tahun, Bulan Tanggal). Judul Artikel. Judul
Koran. Diakses dari http.//xxxxxxxxxxxx
Contoh:
Whiteside, K. (2004, August 31). College athletes want cut of action.  USA Today.
Diakses dari http://www.usatoday.com

8. Majalah Cetak
Struktur:
Nama Belakang, Insial Nama Depan. (Tahun, Bulan). Judul Artikel. Judul Majalah,
Volume(edisi), rentang halaman.
Contoh:
Hasanah, R.U. (2016, Mei). Progres Pembangunan Indonesia. Tempo, 4-10 Mei 2016.
hlm. 23-25.

9. Websites
Struktur:
Nama Belakang, Inisial Nama Depan. (Tahun, Bulan tanggal). Judul Artikel. Diakses
dari http.//xxx
Contoh:
Austerlitz, S. (2015, March 3). How long can a spinoff like ‘Better Call Saul’ last?
Diakses dari http://fivethirtyeight.com/features/how-long-can-a-spinoff-like-
better-call-saul-last/

10. Blogs
Struktur:
Nama Belakang, Inisial Nama Depan. (Tahun, Bulan tanggal). Judul Artikel dalam
blog [Blog post]. Diakses dari http.//xxx
Contoh:
McClintock Miller, S. (2014, January 28). Easy Bib joins the Rainbow Loom project as
we dive into research with the third graders [Blog post]. Diakses dari http://
vanmeterlibraryvoice.blogspot.com

Pemilu Demokratis 167

01 JURNAL BAWASLU.indd 167 12/6/17 3:46 PM


11. Skripsi, Tesis, dan Disertasi
Struktur:
Nama Belakang, Inisial Nama Depan. (Tahun). Judul Skripsi/Tesis/Disertasi (Skripsi/
Tesis/Disertasi). Kota, Fakultas, Universitas.
Contoh:
Idris, K. (2013). Partai, Pemilu, dan Parlemen Era Orde Baru (Disertasi). Depok, FISIP,
Universitas Indonesia.

12. YouTube
Struktur:
Nama Belakang penulis, Inisial Nama depan. [YouTube Username]. (Tahun, Bulan,
Tanggal Unggah). Judul Video [Video file]. Diakses dari https://youtu.be/
xxxxxxxx
Contoh:
Damien, M. [Marcelo Damien]. (2014, April 10).  Tiesto @Ultra Buenos Aires 2014
(full set)  [Video file]. Retrieved from https://youtu.be/mr4TDnR0ScM

168 Pemilu Demokratis

01 JURNAL BAWASLU.indd 168 12/6/17 3:46 PM

Anda mungkin juga menyukai