Anda di halaman 1dari 59

1.

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“PENGUKURAN TANDA-TANDA VITAL”

A. MENGUKUR SUHU KETIAK/AKSILA

 PENGERTIAN Mengukur suhu badan dengan menggunakan thermometer


yang di tempatkan pada ketiak/aksila

 TUJUAN Mengetahui suhu tubuh klien untuk menentukan tindakan


keperawatan dan membantu menentukan diagnosis.

 PERSIAPAN 1. Baki berisi :


ALAT 2. Termometer air raksa/termometer elektrik siap pakai
3. Bengkok
4. Larutan sabun, desinfektan, air bersih dalam tempatnya
5. Kertas tisu dalam tempatnya
6. Buku catatan dan alat tulis

 PROSEDUR 1. Bawa alat ke dekat klien


PELAKSANAA 2. Beritahu ibu klien tentang prosedur dan tujuannya
N
3. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
4. Pasang tirai atau penutup (gorden/pintu) ruangan
5. Bantu klien untuk duduk atau posisi berbaring
terlentang. Buka baju pada lengan klien.
6. Masukan thermometer ketengah ketiak, turunkan
lengan, dan silangkan lengan bawah klien
7. Pertahankan themometer
 Air raksa selama 5-10 menit
 Digital: sampai sinyal terdengar atau petunjuk digit
terbaca
8. Bersihakn thermometer dengan menggunakan tisu

1
dengan
gerakan memutar dari arah atas kearah reservoir
kemudian buang tisunya.
9. Baca tingkat air raksa atau digitnya
10. Bantu klien merapikan bajunya
11. Bersihkan thermometer air raksa

B. MENGUKUR TEKANAN DARAH

 PENGERTIAN Melakukan pngukuran tekanan darah (hasil dari curah


jantung dan tahanan pembuluh perifer) dengan
menggunakan sfigmanometer.

 TUJUAN Mengetahui keadaan hemodinamik klien dan keadaan


kesehatan secara menyeluruh

 DILAKUKAN  Setiap klien yang baru di rawat


PADA  Setiap klien secara rutin
 Klien sesuai kebutuhan

 PROSEDUR  Bawa alat ke dekat klien


PELAKSANA  Jelaskan tindakan pada ibu klien yang di lakukan dan
AN tujuanya
 Cuci tangan
 Atur posisi klien : duduk atau berbaring dengan nyaman,
lengan disokongkan setinggi jantung, dan telapak tangan
menghadap ke atas.
 Buka pakaian yang menutupi lengan atas.
 Palpasi arteri brahialis dan tempatkan manset 2,5cm di atas
sisi denyut arteri Brahialis.
 Pusatkan anak panah yang tertera pada manset ke arteri

2
brahialis dan lingkarkan manset pada lengan atas secara
rapid an tidak ketat.
 Pastikan manometer terletak setinggi titik pandang mata
dan perawat berdiri tidak lebih dari satu meter jauhnya.
 Palpasi arteri brahialis sambil memompa manset sampai
tekanan 30mm/hg di atas titik hilangnya denyut arteri.
Perlahan kempiskan manset perhatikan sampai denyut
teraba (sistolik Palpasi )
 Kempeskan manset sepenuhnya dan tunggu sampai 30
detik.
 Tempatkan bagian telinga stetoscop pada telinga
pemeriksa.
 Cari kembali arteri brahialis dan tempatkan diafragma
stetoscop di atasnya.
 Tutup kantong tekanan searah putaran jarum jam sampai
kencang.
 Pompa manset sampai tekanan udara 30mmhg di atas
palpasi sistolik klien.
 Buka katup secara perlahan hingga memungkinkan air
raksa /jarum turun rata-rata 2-3mmhg per detik.
 Perhatikan titik pada manometer saat bunyi pertama jelas
terdengar
 Lanjutkan membuka katup secara pertahap dan perhatikan
titik hilangnya bunyi
 Kempiskan manset dengan cepat dan total.
 Jika prosedur di ulang tunggu 30 detik.
 Buka manset dan lipat serta simpan dengan baik.
 Tutup lengan atas dan bantu klien ke posisi yang di
inginkan.
 Desinfeksi bagian telinga ( ear piece ) stetoscop dan bagian
diafragma stetoscop dengan kapas alcohol.
 Informasikan hasil kepada ibu klien.

3
 Mencuci tangan.
 Dokumentasikan hasiltindakan pada catatan perawatan

C. MENGHITUNG NADI

 PENGERTIAN Pengertian frekuensi denyut nadi ( loncatan aliran darah


yang dapat teraba pada berbagai titik tubuh ) melalui perabaan
pada nadi.
 TUJUAN  Mengetahui jumlah denyut nadi dalam satu menit.
 Mengetahui keadaan umum klien.
 Mengetahui integtritas system cardiovaskuler.
 Mengikuti perjalanan penyakit.

 DILAKUKAN  Pada klien yang baru masuk untuk dirawat.


 Secara rutin pada klien yang sedang dirawat.
 Sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan klien.

 PERSIAPAN
ALAT  Arloji tangan dengan jarum detik layar digital/ polsteller/
hp
 Buku catatan dan alat tulis.

Tempatkan alat di dekat klien.

 PROSEDUR  Jelaskan tindakan yang akan di lakukan beserta tujuannya


PELAKSANA pada ibu klien
AN  Cuci tangan.
 Bantu klien untuk posisi telentang / duduk.
 Jika telentang, letakan tangan menyilang di dada
bawahnya dengan pergelangan terbuka dan telapak tangan

4
kebawah.
 JIka duduk, tekuk sikunya 900 dan sanggah lengan
bawahnya di atas kursi atau tangan pemeriksa. Julurkan
pergelangan dengan telapak tangan ke bawah.
 Tempatkan dua atau tiga jari tangan pemeriksa di atas
lekukan radial searahibu jari, sisi dalam pergelangan
tangan klien.
 Berikan tekanan ringan di atas radius, abaikan denyutan
awal kemudian rilekskan tekanan sehingga denyutan
mudah di palpasi.
 Saat denyutan teratur, mulai mulai menghitung frekwensi
denyut, dengan menggunakan jam tangan berjarum detik
 Jika denyut teratur, hitung selama 30 detik dan kalikan
hasilnya dengan 2.
 Jika denyut tidak teratur dan pada klien yang baru pertama
kali di lakukan pemeriksaan, hitung selama satu menit
penuh.
 Kaji kekuatan,irama dan serta kesetaraan denyut.
 Bantu klien ke posisi yang nyaman.
 Cuci tangan
 Dokumentasikan pada catatan perawatan.

D. MENGHITUNG PERNAPASAN

 PENGERTIAN Menghitung jumlah pernapasan ( inspirasi yang di ikuti


ekspirasi ) dalam satu menit.

 TUJUAN  Mengetahui keadaan umum klien.


 Mengetahui jumlah pernpasan dalam satu menit.
 Membantu menegakan diagnosis.

5
 DILAKUKAN  Pada klien yang baru masuk untuk dirawat
 Secara rutin pada pasien yang sedang di rawat.
 Sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.

 PERSIAPAN
ALAT  Arloji tangan dengan jarum detik atau layar digital atau
polsteller/hp.
 Buku catatan dan alat tulis.

 PROSEDUR
PELAKSANA  Tempatkan alat di samping klien.
N  Cuci tangan.
 Letakan lengan klien pada posisi rileks menyilang
abdomen atau dada di bagian bawahnya, atau tempatkan
tangan pemeriksa langsung pada abdomen atas klien.
 Opservasi siklus pernapasan lengkap ( sekali inspirasi dan
sekali ekspirasi)
 Setelah siklus observasi, lihat pada jarum detik jarum
tangan dan hitung frekwensinya.
 Jika irama teratur,hitung respirasi selama 30 detik dan
kalian dua.
 Jika pernapasan tidak teratur, hitung satu menit penuh.
 Saat menghitung, catat kedalam pernapasan.
 Cuci tangan
 Dokumentasikan segera.

 SUMBER  Permenkes RI No. 46 tahun 2015 tentang Akreditas


Puskesmas, Klinik Pratama, Praktek Mandiri Dokter dan
Praktek Mandiri Dokter Gigi

6
2. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“PEMERIKSAAN FISIK ANAK”

PENGERTIAN Pengkajian fisik adalah proses berkelanjutan yang dimulai


selama wawancara, terutama dengan menggunakan inspeksi atau
observasi. Selama pemeriksaan yang lebih formal, alat-alat untuk
percusi, palpasi dan auskultasi ditambahkan untuk memantapkan
dan menyaring pengkajian sistem tubuh. Seperti pada riwayat
kesehatan, obyektif dari pengkajian fisik adalah untuk
merumuskan diagnosa keperawatan dan mengevaluasi
keefektifan intervensi terapeutik (Wong, 2003).
TUJUAN  Untuk mengetahui status kesehatan bayi
 Untuk menentukan keadaan fisik bayi dalam keadaan
normal atau abnormal
 Untuk mendeteksi segera kelaninan dan dapat
menjelaskan pada keluarga
INDIKASI Bayi usia >28 hari sampai dengan 1 tahun

KONTRAINDIKASI Bayi memiliki resiko


ALAT DAN BAHAN o Timbangan bayi
o Stetoskop
o Penlight
o Termometer
o Pita ukur
o Kain bedong
o Baju bayi
o Popok bayi
o Kerincingan bayi
o Format pemeriksaan fisik
o Dokumentasi
PERSIAPAN IBU Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan.
Mengkaji riwayat ibu dan bayi
DAN PERAWAT
Melengkapi riwayat medis.
Mendokumentasikan data pada saat masuk: nama, tanggal lahir
Mendokumentasikan riwayat persalinan
Mendokumentasikan riwayat pasca kelahiran.
PERSIAPAN 1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan pencahayaan
cukup
LINGKUNGAN
2. Suhu ruangan yang baik (sesuai dengan NTE, atau tidak
memicu hipotermi)

7
PROSEDUR 1. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Beri penerangan
4. Buka bedong bayi baju bayi dan popok bayi
5. Pemeriksaan kesadaran : Komposmetis, Apatis,
Somnolen, Sopor, Koma, Delirium.
6. Mengukur tanda-tanda vital
7. Mengukur antropometri ; BB, PB, LK,LD,LLA, dan
Lingkar abdomen (di umbilikus)
8. Pemeriksaan fisik sistematis

 Pemeriksaan kepala
Inspeksi : bentuk kepala,
kebersihan kulit kepala, rambut, warna rambut,
Palpasi fontanela : ubun-ubun,
sutura, benjolan, luka
 Pemeriksaan mata
Inspeksi : kebersihan
mata, kesimetrisan kedua mata, warna skera, warna
konjuntiva
Kaji reflek kornea : dekatkan suatu
objek ke kornea, maka mata akan berkedip
Kaji reflek cahaya : jika diberi
cahaya, pupul akan berkontriksi
 Pemeriksaan telinga
Inspeksi : kebersihan
kedua lubang telinga, kondisi membran timpani,
simetris kedua telinga dan kesejajaran antara daun
telinga dengan kantus lateral mata
Kaji reflek startle : Jika
didengarkan bunyi keras dengan kerincingan bayi,
lengan abduksi secara tiba-tiba
 Pemeriksaan hidung
Inspeksi : kebersihan,
kesimetrisan letak lubang hidung, adanya septum
nasal, adanya keluaran sekret
Kaji hembusan nafas dengan punggung tangan
atau dengan gerakan kapas
Kaji reflek glabelar : dengan
mengetuk pangkal hidung dengan cepat maka mata
akan berespon dengan menutup dan rapat dengan
cepat
Cairan, edema, nafas
 Pemeriksaan mulut dan tenggorokan
Inspeksi : kebersihan
mulut, keutuhan bibir, kelainan bibir
Kaji rooting reflek : sentuh pipi
sepanjang sisi mulut, bayi akan merespon dengan
cara kepala akan mengikuti arah stimulasi
Kaji sucking reflek : Sentuh bibir

8
bayi, bayi akan berespon dengan cara menghisap
kuat
Kaji gag reflek : Stimulasi pada
posterior faring dengan tube maka bayi akan
muntah
Kaji extrusion reflek : Sentuh lidah
dengan jari maka bayi akan mendorong lidah keluar
 Pemeriksaan leher
Palpasi :
apakah ada pembesaran kelenjar limfe
Kaji tonic neck reflek : Arahkan kepala
bayi menengok ke arah salah satu sisi sedangkan
tangan dan sisi kaki lainnya fleksi
Kaji reflek rithing reflek : Saat bayi
miring ke salah satu sisi, sisi yang lain ikut miring
ke sisi tersebut
 Pemeriksaan dada (paru-paru)
Pengembangan paru : simetris
atau tidak
Kaji suara nafas : vesikuler
Kaji pergerakan dinding dada : Simetris/tidak
dengan cara letakkan kedua telapak tangan
mendatar pada bagian dada dengan meletakkan
kedua ibu jari berada pada garis tengah sepanjang
pinggir iga bagian bawah paru.
Perkusi paru : setiap sisi
dada diperkusi dengan urutan yang sesuai untuk
membandingkan bunyinya
Sirkulasi : CRT
normal < 3 detik dengan cara menekan telapak
tangan atau telapak kaki
 Pemeriksaan abdomen dan sistem pencernaan
Observasi dinding dan bentuk abdomen :
tampak cekung (skapoid), lesi atau bekas luka
Auskultasi :
ada atau tidak peristaltik usus (normal jika suara
seperti berkumur)
Perkusi :
apakah terdapat asites, perkusi dimulai dari area
epigastrium menuju area abdomen bawah, suara
normal yang terdengar adalah timfani
Kaji turgor kulit bayi dengan cara mencubit
abdomen bayi
 Pemeriksaan genitalia
Inspeksi kebersihan genitalia
Jika laki-laki : kaji apakah
testis sudah turun, kaji letak uretra apakah di ujung
penis atau belum (hipospadia/epispadia)
Jika perempuan : inspeksi
adakah lesi, klitoris dapat tertutup sedikit oelh

9
preputium
Kaji letak meatus uretra pada bagian
posterior klitoris
Kaji letak orifisium vagina pada bagian
posterior meatus uretra
 Pemeriksaan tulang belakang
Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara inspeksi terhadap adanya kelainan tulang
belakang seperti lordosis, kifosis, skoliosis,
kelemahan serta perasaan nyeri tulang
belakang
 Pemeriksaan anus
Kaji apakah memiliki lubang anus atau
tidak, kaji dengan memasukkan thermometer
rekatl pada anus bayi, kaji reflek spingter ani
 Pemeriksaan Eksteremitas
Inspeksi :
Kebersihan kuku dan jari, simetris kanan-kiri,
jumlah kuku dan jari
Kaji reflek grasp (mengenggam) : apabila
telapak tangan (palmar) atau telapak kaki (plantar)
bayi disentuh maka bayi akan memberikan reaksi
fleksi atau mengenggam
Kaji reflek babinski : berikan
tekanan kuat tapi perlahan dari ibu jari yang
dimulai dari tumit menyusuri bagian lateral telapak
kaki bayi memutar menuju arah ibu jari, respon
bayi dorsofleksi ibu jari dan mengembangkan ibu
jari dan jari-jari lainnya seperti kipas.
Kaji reflek merangkak : jika bayi
ditengkurapkan maka bayi akan maju secara
perlahan seperti merangkak. Reflek ini sampai usia
<6 minggu
Kaji reflek gallant : jika
bagian sisi punggung sepanjang spina disentuh
maka pinggul bayi bergerak kea rah sisi yang
disentuh. Reflek ini menetap sampai usia <4
minggu
Kaji reflek moro : kaji
dengan mengagetkan bayi maka bayi akan
memberikan respon berupa eksteremitas ekstensi
dan abduksi dengan cepat, kadang disertai
menanggis.
Kaji reflek stepping : Jika tumit
bayi disentuhkan pada bagian yang rata, bayi akan
terstimulasi untuk berjalan dengan menempatkan
satu kakinya di depan kaki yang lain.

9. Pasang baju bayi, popok bayi dan bedong bayi


10. Evaluasi respon bayi dan keluarga

10
11. Bereskan alat
12. Cuci tangan
13. Mendokmentasikan hasil pemeriksaan
14. Interpretasikan hasil pemeriksaan dan rencanakan
tindakan selanjutnya.

SUMBER
A, Sukesi. 2016. Praktikum Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra-Sekolah.
Jakarta:EGC.

11
3. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“PENGKAJIAN TUMBANG (DDST)”

PENGERTIAN Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver
Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver
Developmental Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu dari
metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini
bukan tes diagnostik atau tes IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20
menit.
ASPEK Terdiri dari 125 tugas perkembangan.
PERKEMBANGA
N YANG DINILAI Tugas yang diperiksa setiap kali skrining hanya berkisar 25-30
tugas

Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai:

1. Personal Social (perilaku sosial)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,


bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

2. Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk


mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat.

3. Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti


perintah dan berbicara spontan

4. Gross motor (gerakan motorik kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

 Alat peraga: benang wol merah, kismis/ manik-manik, Peralatan


ALAT YANG makan, peralatan gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga,
DIGUNAKAN pakaian, buku gambar/ kertas, pensil, kubus warna merah-
kuning-hijau-biru, kertas warna (tergantung usia kronologis anak
saat diperiksa).
 Lembar formulir DDST II

12
 Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara
melakukan tes dan cara penilaiannya.

PROSEDUR DDST 1) Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak
TERDIRI DARI 2 yang berusia:
TAHAP, YAITU: o 3-6 bulan
o 9-12 bulan
o 18-24 bulan
o 3 tahun
o 4 tahun
o 5 tahun

2) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya


hambatan perkembangan pada tahap pertama. Kemudian
dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.

PENILAIAN

Jika Lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak
mendapat kesempatan melakukan tugas (No Opportunity = NO).

CARA 1. Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir


PEMERIKSAAN anak yang akan diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk
DDST II satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun.
2. Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari
dibulatkan ke bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15
hari dibulatkan ke atas.
3. Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong
garis horisontal tugas perkembangan pada formulir
DDST.
4. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa
yang P dan berapa yang F.
5. Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam:
Normal, Abnormal, Meragukan dan tidak dapat dites.
a. Abnormal
 Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2
sektor atau lebih
 Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau
lebih keterlambatan Plus 1 sektor atau lebih
dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang
sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak
yang berpotongan dengan garis vertikal usia .
b. Meragukan
 Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan
atau lebih

13
 Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1
keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak
ada yang lulus pada kotak yang berpotongan
dengan garis vertikal usia.

c. Tidak dapat dites

Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes


menjadi abnormal atau meragukan.

d. Normal

Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.

INTERPRETASI  Advanced
DARI NILAI
DENVER II Melewati pokok secara lengkap ke kanan dari garis usia
kronologis (dilewati pada kurang dari 25% anak pada usia
lebih besar dari anak tersebut)

 OK

Melewati, gagal, atau menolak pokok yang dipotong


berdasarkan garis usia antara persentil ke-25 dan ke-75

 Caution

Gagal atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan


garis usia kronologis di atas atau diantara persentil ke-75
dan ke-90

 Delay

Gagal pada suatu pokok secara menyeluruh ke arah kiri


garis usia kronologis; penolakan ke kiri garis usia juga dapat
dianggap sebagai kelambatan, karena alasan untuk menolak
mungkin adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas
tertentu
INTERPRETASI  Normal
TES
Tidak ada kelambatan dan maksimum dari satu
kewaspadaan

 Suspect

Satu atau lebih kelambatan dan/ atau dua atau lebih


banyak kewaspadaan

14
 Untestable
Penolakan pada satu atau lebih pokok dengan lengkap ke
kiri garis usia atau pada lebih dari satu pokok titik
potong berdasarkan garis usia pada area 75% sampai
90%

Rekomendasi untuk rujukan tes Suspect dan Untestable:

Skrining ulang pada 1 sampai 2 minggu untuk


mengesampingkan faktor temporer

SUMBER  Soetjiningsih. (2015).Tumbuh kembang


anak(2Thed).Jakarta : EGC.
 Buku Panduan Praktikum Laboratorium Keperawatan
Anak 2018
 Kustiawan , U. (2016). Media Pengembang Anak Usia
Dini.Malang: Gunung Samudra Media.

15
4. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“IMUNISASI”

 SOP IMUNISASI DPT

NAMA Pemberian Imunisasi DPT-Hb Combo


KEGIATAN

TUJUAN DPT agar anak mempunyai daya tahan terhadap penyakit


Dipteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B

RUANG LINGKUP

Semua pasien yang akan melakukan imunisasi DPT di


Posyandu pada anak berumur 2-11 bln

KETERAMPILAN a. Dokter
PETUGAS b. Bidan
c. Perawat

ALAT DAN d. Vaksin DPT


BAHAN e. Spuit disposible
f. Kapas alkohol

LANGKAH
KERJA : 1) Petugas mencuci tangan
2) Pastikan vaksin yang akan di gunakan
3) Jelaskan kepada ibu anak tersebut, umur anak (2-11
bulan) jumlah suntikan 3x untuk imunisasi DPT.
4) Ambil 0,5 cc vaksin DPT
5) Bersihkan 1/3 paha bagian luar dengan kapas steril (air
panas)
6) Suntikan secara intra muskuler (im)
7) Terangkan kepada ibu anak tersebut, tentang panas
akibat DPT, berikan obat penurun panas / antipiretik
kepada ibu anak tersebut
8) Anjurkan kompres hangan di lokasi penyuntikan.
9) Rapikan alat-alat
10) Petugas mencuci tangan
11) Mencatat dalam buku

16
INDIKATOR Mendapatkan hasil yang tepat dan benar
KINERJA

SOP IMUNISASI POLIO


NAMA Pemberian Immunisai Polio
KEGIATAN

TUJUAN Sebagai acuan dalam pemberian imunisasi polio agar anak


mempunyai daya tahan terhadap penyakit polio.

RUANG LINGKUP Semua pasien yang akan melakukan imunisasi polio di unit
pelayanan Posyandu pada anak berumur 0 - 11 bln
KETRAMPILAN  Dokter
PETUGAS  Bidan
 Perawat
ALAT DAN
BAHAN  Pinset
 Vaksin polio dan pipet

LANGKAH  Petugas mencuci tangan


KERJA  Pastikan vaksin polio dalam keadaan baik (perhatikan
nomor , kadaluarsa dan vvm )
 Buka tutup vaksin dengan menggunakan pinset / gunting
kecil
 Pasang pipet diatas botol vaksin
 Letakkan anak pada posisi yang senyaman mungkin
 Buka mulut anak dan teteskan vaksin volio sebanyak 2
tetes
 Pastikan vaksin yang telah diberikan ditelan oleh anak
yang diimunisasi
 Jika di muntahkan atau di keluarkan oleh anak, ulangi lagi
penetesan
 Saat meneteskan vaksin ke mulut, pastikan agar vaksin
tetap dalam kondisi steril
 Rapikan Alat
 Petugas mencuci tangan

INDIKATOR  Mendapatkan hasil yang baik dan efektif


KINERJA

17
 SOP IMUNISASI BCG

NAMA
PEKERJAAN Pemberian Imunisasi BCG

TUJUAN Sebagai acuan dalam pemberian imunisasi Bacillus


Calmette Guerin (BCG ) agar anak mempunyai daya
tahan terhadap penyakit Tuberkulosis (TBC)

RUANG LINGKUP
Semua pasien yang akan di imunisasi BCG di unit
pelayanan statis pada anak berumur kurang dari 2
bulan.

KETRAMPILAN
PETUGAS a. Dokter
b. Bidan
c. Perawat

ALAT DAN BAHAN a. Vaksin BCG


b. Pelarut vaksin
c. Spuit disposible 0,05 cc
d. Disposibel 5 cc untuk melarutkan
e. Kapas steril (air panas)
f. Kartu imunisasi
LANGKAH KERJA 1) Petugas mencuci tangan
2) Pastikan vaksin dan spuit yang akan di gunakan
3) Larutkan vaksin dengan cairan pelarut BCG 1 ampul
( 4 cc )
4) Pastikan anak belum pernah di BCG dengan
menanyakan pada orang tua anak tersebut
5) Ambil 0.05 cc vaksin BCG yang telah kita larutkan
tadi
6) Bersihkan lengan dengan kapas yang telah dibasahi
air bersih, jangan menggunakan alkohol /
desinfektan sebab akan merusak vaksin tersebut
7) Suntikan vaksin tersebut sepertiga bagian lengan
kanan atas (tepatnya pada insertio musculus
deltoideus) secara intrakutan (ic) / dibawah kulit
8) Rapikan alat-alat
9) Petugas mencuci tangan
10) Mencatat dalam buku

INDIKATOR Mendapatkan hasil yang baik , tepat dan akurat


KINERJA

18
 SOP IMUNISASI CAMPAK

NAMA Imunisasi Campak


PEKERJAAN

TUJUAN
Sebagai acuan dalam pemberian imunmsasi campak
agar anak mempunyai daya tahan terhadap penyakit
campak.
RUANG LINGKUP
Unit pelayanan posyandu padi anak berumur 9 bulan

KETRAMPILAN
PETUGAS a. Dokter
b. Bidan
c. Perawat

ALAT DAN BAHAN a. Pinset


b Disposible spuit
c Vaksin Pelarut

LANGKAH KERJA
1) Petugas mencuci tangan
2) Pastikan vaksin dalam keadaan baik
3) Buka tutup vaksin denggunakan Pinset
4) Larutkan dengan cairan pelarut campak yang sudah ada (5
cc)
5) Pastikan umur anak tepat untuk di imunisasi campak (9
bulan)
6) Ambil 0,5 cc vaksin campak yang telah dilarutkan tadi
7) Bersihkan lengan kiri bagian atas anak dengan kapas steril
(air panas).
8) Suntikan secara sub (sc)
9) Rapikan alat
10) Cuci tangan petugas
CATATAN MUTU  Buku Status bayi
 Kartu Imunisasi

SUMBER Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi

19
5. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“TRANFUSI DARAH”

PENGERTIAN Transfusi darah adalah memasukkan darah lengkap


atau komponen darah kedalam sirkulasi vena.

TUJUAN

 Umum :
Untuk memenuhi kebutuhan sel darah : eritrosit, leukosit,
trombosit, plasma atau protein tubuh.
 Khusus :
 Untuk mengembalikan volume darah setelah
perdarahan hebat
 Untuk mengembalikan kemampuan darah
membawa oksigen
 Untuk memberikan faktor plasma, seperti faktor
hemolitik (antihemophilic factor, AHF) atau
faktor VII atau konsentrasi trombosit yang
mencegah atau mengobati perdarahan

PROSEDUR  Fase Pra Interaksi


TRANSFUSI 1. Mengecek program terapi medik
DARAH SESUAI 2. Mempersiapkan alat :
SOP  Unit darah lengkap atau paket sel darah merah
 Set pemberian darah (transfusi set)
 Salin normal (NaCl 0,9%) 250 ml untuk infus
 Tiang infus
 Aboket/IV kateter/set punksi vena jarum ukuran
18 atau 19 (jika belum terpasang)
 Larutan povidon iodine
 Swab alcohol
 Plestes
 Sarung tangan bersih
 Pengalas/perlak
 Alat tulus (pen dan catatan)
 Label pemasangan infus (jam, tanggal, terapi,
tetesan)
 Fase Interaksi
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Melakukan validasi atau evaluasi
3. Melakukan kontrak (topik, waktu, dan tempat)

20
4. Menjelaskan tujuan dan langkah-langkah tindakan
5. Menjaga privasi klien

 Fase Kerja
1. Mencuci tangan dan menggunakan hand scoon
2. Meletakkan alat kedekat pasien
3. Mengatur posisi pasien
4. Pertahankan teknik aseptik saat menyiapkan cairan
infus :
5. Gantungkan cairan infus (NaCl 0,9%) pada tiang
infus dan lakukan desinfeksi tutup botol cairan infus
dengan kapas alkohol/swab antiseptic
6. Lepaskan selang transfusi set dari wadah dan tarik
kelua
7. Geser klem selang disepanjang selang sampai berada
tepat dibawah bilik tetes untuk memfasilitasi
aksesnya
8. Tutup klem selang transfusi set
9. Biarkan ujung selang transfusi set tetap tertutup
plastik sampai transfusi set dipasang (untuk
mempertahankan kesterilan ujung selang)
10. Lepaskan tutup botol/kantong cairan infus dan
tusukan selang transfusi set ke botol/kantong cairan
infus
11. Isi “Chamber” dengan cairan infus 1/3-1/2 bagian
dan alirkan cairan sampai keujung selang. Jika
didalam selang masih ada udara, maka buka tutup
jarum dan keluarkan udaranya hingga tidak ada,
selanjutnya klem selang infus dan tutup jarum
kembali.
12. Memberikan label pada botol cairan infus NaCl 0,9%
250 ml (tanggal dan jam pemasangan, tanggal dan
jam dilepaskan, terapi, tetesan).
13. Tentukan area penusukan intravena kateter pada
bagian distal terlebih dahulu dan pilih vena yang
besar, bila perlu cukur bulu pada area penusukan.
14. Letakkan pengalas dibawah area penusukan.
15. Memasang torniquet 5-15 cm diatas vena yang akan
ditusuk sampai vena terlihat jelas dan membersihkan
area penusukan dengan kapas alkohol/swab
antiseptic. Untuk memobilisasi vena lakukan
peregangan kulit dengan cara menarik kulit dengan
kuat kebagian distal.
16. Membuka jarum (aboket/vemflon), pegang kuat
dengan tangan dominan lalu masukkan jarum infus
(aboket/vemflon) kedalam vena sepanjang 1 cm
dengan lubang jarum menghadap keatas dengan
sudut 15-30 derajat.
17. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum
(aboket/vemflon). Jika terlihat ada darah dalam jarum

21
(aboket/vemflon) maka tarik keluar bagian dalam
jarum sejauh 1 cm sambil menyusupkan bagian
luarnya lebih jauh kedalam vena.
18. Fiksasi tempat penusukan dengan menggunakan
hansaplas, buka torniquet, lalu tekan pada bagian atas
vena dengan menggunakan ibu jari tangan kiri agar
darah tidak keluar. Kemudian jarum bagian dalam
ditarik keluar, selanjutnya sambungkan
aboket/vemflon dengan selang infus set secara cepat
dan cermat.
19. Buka klem pada selang transfusi set dan bila tidak
ada tanda-tanda infiltrasi dan cairan infus dipastikan
menetes dengan baik, kemudian melakukan fiksasi
jarum (aboket/vemflon) dengan plester (catatan :
tempat penusukan dapat ditutup dengan kasa +
betadin).
20. Menghitung tetesan infus NaCl 0,9% dengan
seksamaa sesuai instruksi.
21. Dapatkan komponen darah yang tepat untuk klien :
o Periksa program dokter sesuai instruksi
o Periksa format permintaan dan label kantong darah
dengan seorang teknisi laboratorium atau sesuai
kebijakan lembaga. Khususnya periksa nama klien,
nomor identitas, golongan darah (A, B, AB atau O)
dan kelompok Rh klien, nomor donor darah, dan
tanggal kadaluarsa darah. Periksa adanya
ketidaknormalan warna, gumpalan SDM, gelembung
udara dan bahan asing lainnya. Kembalikan darah
yang sudah kadaluarsa atau yang tidak normal ke
bank darah
o Dengan perawat lain, bandingkan catatan darah
laboratorium dengan : nama, nomor identitas klien,
nomor pada label kantong darah, golongan darah (A,
B, AB atau O dan tipe Rh) pada label kantong darah
o Jika ada informasi yang tidak begitu cocok,
beritahu perawat yang bertanggung jawab dan bank
darah. Jangan memberikan darah sampai
ketidakcocokan diperbaiki atau diklarifikasi.
o Tanda tangani format yang tepat dengan perawat
lain sesuai dengan kebijakan lembaga.
o Pastikan bahwa darah ditinggalkan pada suhu
ruangan tidak lebih dari 30 menit sebelum memulai
transfusi. SDM akan rusak dan kehilangan
keefektifannya setelah ditinggalkan selama 2 jam
pada suhu ruangan. SDM yang lisis melepaskan
kalum ke aliran darah yang menyebabkan
hiperkalemia. Lembaga dapat menetapkan waktu
yang berbeda untuk mengembalikan darah ke bank
darah jika kantong darah tersebut tidak dipakai. Saat
komponen darah menghangat maka risiko

22
pertumbuhan bakteri juga meningkat. Jika pemberian
transfusi darah ditunda tanpa terduga maka
kembalikan darah ke bank darah. Jangan menyimpan
darah didalam kulkas. Suhu kulkas tidak secara tepat
diatur dan darah dapat menjadi rusak.
22. Pastikan identitas klien.
o Tanyakan nama lengkap klien
o Periksa gelang tangan klien untuk melihat nama
dan nomor identitasnya. Jangan memberikan darah
ke seorang klien yang tidak menggunakan gelang
tanga
23. Susun perlengkapan transfusi set :
o Pastikan bahwa filter darah didalam bilik tetes tepat
untuk darah lengkap atau komponen darah yang akan
ditransfusikan. Setelah cairan NaCl 0,9% diberikan
sebelum memulai transfusi darah untuk
membersihkan kateter IV dari lauran atau obat yang
tidak sesuai. Tutup klem transfusi set.
24. Persiapan kantong darah :
25. Balikkan kantong darah secara perlahan beberapa kali
untuk mencampur sel-sel darah dengan plasma.
Membalikkan kantong darah dengan kasar dapat
merusak sel-sel darah.
e. Buka port kantong darah dengan menarik
carikannya kebelakang.
f. Tusukan transfusi set kedalam kantong
darah
g. Gantung kantong darah
h. Buka klem transfusi set secara perlahan
26. Tetapkan transfusi darah :
o Darah akan mengalir kedalam bilik tetes yang
sebelumnya telah berisi cairan NaCl 0,9%
o Ketuk-ketuk filter untuk mengeluarkan setiap
residu udara didalam filter
o Atur kembali kecepatan aliran darah dengan klem
transfusi set
27. Pantau klien secara ketat selama 5 sampai 10 menit
pertama :
o Alirkan darah secara perlahan selama 15 menit
pertama dengan tetesan 20 tetes per menit
o Perhatikan adanya reaksi transfusi yang merugikan,
seperti mengigil, mual, muntah, takikardi.
Mengidentifikasi reaksi tersebut dengan cepat guna
meminimalisir akibat dari reaksi transfusi.
o Ingatkan klien atau keluarga untuk memanggil
perawat jika gejala yang tidak lazim dirasakan saat
transfusi.
o Jika reaksi ini terjadi maka laporkan pada perawat
yang bertanggung jawab dan lakukan tindakan
keperawatan yang tepat.

23
28. Dokumentasikan data yang terkait :
Catat waktu mulai pemberian darah, termasuk
tanda-tanda vital, jenis darah, nomor unit darah,
nomor urut (mis, nomor 1 dan 3 unit darah yang
diprogramkan), tempat punksi vena, ukuran jarum,
dan kecepatan aliran darah.

29. Pantau klien :


Lima belas menit setelah memulai transfusi,
periksa TTV klien. Jika tidak ada tanda-tanda reaksi
tetapkan kecepatan aliran yang dibutuhkan.
SUMBER  Hidayat, Aziz Alimul. (2014). Buku Ajar Praktikum
Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
 Agus, D. M. (2013). Keperawatan Anak:Penuntun
Praktik.EGC : Jakarta

24
6. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“KEJANG”

DEFINISI Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranial
TUJUAN Prosedur ini bertujuan sebagai acuan penanganan pelanggan
dengan kejang demam di Ruang Pemeriksaan Umum di UPTD
Puskesmas Ngasem.
RUANG LINGKUP
Tindakan mulai dari pembebasan jalan napas,
pemberian obat-obatan anti kejang sampai dengan
pencatatan ke dalam rekam medis dan register harian Ruang
Pemeriksaan Umum
KRITERIA Semua pelanggan dengan kejang demam tertangani 100%
PENCAPAIAN sesuai dengan prosedur Penanganan Kejang Demam
PERALATAN
 Alat :
 Tongue Spatel
 Infus Set
 Bahan :
 Obat-obatan

 ALUR PROSES
1 Petugas membebaskan jalan napas Medis & Paramedis
2 Petugas meletakkan tongue spatel antara kedua rahang supaya Medis & Paramedis
lidah tidak tergigit
3 Petugas melonggarkan pakaian pelanggan kejang demam Medis & Paramedis
4 Petugas menempatkan pelanggan pada posisi supine Medis & Paramedis
(terlentang-miring)
5 Petugas memberikan oksigen Medis & Paramedis
6 Petugas memasang infus Medis & Paramedis

25
7 Petugas memberikan obat-obatan anti kejang : Medis & Paramedis
a. BB < 10 kg : 0,5mg/kgBB minimal 2,5 mg atau stesolit
supposutoria 5 mg
b. BB > 10 kg : 0,5mg/kgBB minimal 7,5 mg atau
stesolit suppustoria 10 mg
c. Bila dalam 20 menit tidak berhenti dapat diulangi dengan
dosis yang sama dan bila dalam 20 menit tidak juga berhenti,
ulangi dosis yang sama tetapi im
8 Jika tidak ada diazepam dapat diberikan fenobarbital Medis & Paramedis
(luminal) im/iv dengan dosis :
a. Usia < 1 thn : 50 mg, dalam 15 menit tidak berhenti ulangi
dengan dosis 30 mg
b. Usia > 1 thn : 75 mg, dalam 15 menit tidak berhenti ulangi
dengan dosis 50 mg
9 Petugas menurunkan panas dengan kompres air hangat, dan Medis & Paramedis
berikan parasetamol 10-15 mg/kgBB tiap 4-6 jam atau
ibuproven 5-10 mg/kgBB tiap 4-6 jam
10 Petugas memberikan antibiotika Medis & Paramedis
11 Petugas melakukan pencatatan ke dalam rekam medis dan Medis & Paramedis
buku register harian rawat jalan Ruang Pemeriksaan Umum

DOKUMEN  Rekam medis.


TERKAIT  Buku Register harian RPU

RUANG TERKAIT.  Ruang Pemeriksaan Umum


Ruang KIA
SUMBER :  Buku Pedoman Mutu UPTD Puskesmas ngasem Tahun
2013
 Standard Puskesmas, Bidang Bina Pelayanan Kesehatan,
Dinkes Provinsi JATIM, 2013.

26
7. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“TERAPI BERMAIN”

PENGERTIAN: Cara
alamiah bagi anak untuk
mengungkapkan konflik
dirinya yang tidak disadari
(Wong: 1991)

1. Meminimalisir tindakan perawatan yang


traumatis
2. Mengurangi kecemasan
TUJUAN 3. Membantu mempercepat penyembuhan
4. Sebagai fasilitas komunikasi
5. Persiapan untuk hospitalisasi atau surgery
6. Sarana untuk mengekspresikan perasaan

Dilakukan di Ruang rawat inap, Poli tumbuh kembang,


KEBIJAKAN
Poli rawat jalan dan Tempat penitipan anak
PETUGAS Perawat
1. Pasien dan keluarga diberitahu tujuan bermain
2. Melakukan kontrak waktu
3. Tidak ngantuk
PERSIAPAN PASIEN 4. Tidak rewel
5. Keadaan umum mulai membaik
6. Pasien bias dengan tiduran atau duduk, sesuai
kondisi klien

1. Rancangan program bermain yang lengkap dan


sistematis
PERALATAN 2. Alat bermain sesuai dengan umur/jenis kelamin
dan tujuan

A. Tahap Pra Interaksi


1. Melakukan kontrak waktu
2. Mengecek kesiapan anak (tidak
ngantuk, tidak rewel, keadaan umum
membaik/kondisi yang memungkinkan)
PROSEDUR 3. Menyaiapkan alat
PELAKSANAAN B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam kepada pasien dan


menyapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur
pelaksanaan

27
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan
klien sebelum kegiatan dilakukan
C. Tahap Kerja

1. Memberi petunjuk pada anak cara


bermain
2. Mempersilahkan anak untuk melakukan
permainan sendiri atau dibantu
3. Memotivasi keterlibatan klien dan
keluarga
4. Memberi pujian pada anak bila dapat
melakukan
5. Mengobservasi emosi, hubungan inter-
personal, psikomotor anak saat bermain
6. Meminta anak menceritakan apa yang
dilakukan/dibuatnya
7. Menanyakan perasaan anak setelah
bermain
8. Menanyakan perasaan dan pendapat
keluarga tentang permainan
D. Tahap Terminasi

1. Berpamitan dengan pasien


2. Membereskan dan kembalikan alat ke
tempat semula
3. Mencuci tangan
4. Mencatat jenis permainan dan respon
pasien serta keluarga kegiatan dalam
lembar catatan keperawatan dan
kesimpulan hasil bermain meliputi
emosional, hubungan inter-personal,
psikomotor dan anjuran untuk anak dan
keluarga

Contoh
Topik : Terapi bermain
Sub Topik : Mewarnai gambar
Sasaran : Anak Pra Sekolah
Tempat : Ruang perawatan anak
Waktu : 35 menit
TUJUAN 1. TIU (Tujuan Instruksional Umum)
Setelah diajak bermain, diharapkan anak dapat
melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan
aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain
dan beradaptasi efektif terhadap stress karena
penyakit dan dirawat
2. TIK (Tujuan Instruksional Khusus)
Setelah diajak bermain selama 35 menit, anak

28
diharapkan:
a. Gerakan motorik halusnya lebih terarah
b. Berkembang kognitifnya
c. Dapat mewarnai gambar yang disukainya
d. Dapat bersosialisasi dan berkomunikasi
dengan teman sebaya yang dirawat di ruang
yang sama
e. Kejenuhan selama dirawat di RS berkurang

PERENCANAAN 1. Jenis Program Bermain


Mewarnai gambar dengan pensil
warna/spidol/pantel pada kertas gambar yang telah
tersedia
2. Karakteristik bermain
a. Melatih motorik halus
b. Melatik kesabaran dan ketelitian
3. Karakteristik peserta

a. Usia 3 – 6 tahun
b. Jumalah peserta: 2 – 4 anak dan didampingi
orang tua
c. Keadaan umum mulai membaik
d. Klien dapat duduk
e. Peserta kooperatif
4. Metode: Demontrasi
5. Alat-alat yang digunakan (Media)

a. Kertas gambar yang siap diwarnai


b. Alat untuk menggambar (Pensil
warna/spidol/pantel)
c. Benang
d. Penggaris
e. Alat untuk melubangi kertas (Perforator)

STRATEGI 1. Persiapan: 5 Menit


PELAKSANAAN a. Menyiapkan ruangan
b. Menyiapkan alat
c. Menyiapkan peserta
2. Pembukaan: 5 Menit

a. Perkenalan dengan anak dan keluarga


b. Anak yang akan bermain saling berkenalan
c. Menjelaskan maksud dan tujuan
3. Kegiatan: 20 Menit

29
a. Anak diminta untuk memilih gambar yang
ingin diwarnai yang sudah tersedia
b. Kemudian anak dianjurkan untuk mewarnai
gambar dengan warna yang disukai
c. Setelah selesai mewarnai gambar, anak
dibantu untuk melubangi bagian atas kertas
gambar
d. Dipasang benang sepanjang ± 10 cm pada
bagian atas yang dilubangi
e. Gantungkan hasil mewarnai gambar di dekat
tempat tidur anak
4. Penutup: 5 Menit
Memberikan reward pada anak atas hasil karyanya

EVALUASI 1. Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan


YANG menghasilkan satu gambar yang diwarnai,
DIHARAPKAN kemudian digantung
2. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
3. Anak merasa senang
4. Anak tidak takut lagi dengan perawat
5. Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai
selesai
6. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan
dengan aktifitas bermain

Mengetahui Nama Mahasiswa


Pembimbing Praktek
(………………..) (………………….)

SUMBER Adriana, D. (2013). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain


pada Anak Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Medika.

30
8 STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“RESTRAIN”

PENGERTIAN Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk membatasi


RESTRAIN pergerakan klien

TUJUAN Memungkinkan klien mendapat perawatan dan


mengikuti proses perawatan tanpa melakukan perlawanan,
misalnya mencegah pergerakan yang dapat mengganggu
terapi pada ekstremitas yang terhubung dengan slang atau
alat medis lainnya.
PERSIAPAN ALAT Berikut ini adalah jenis restrain yang lazim digunakan :

 Restrain sabuk
 Restrain rompi
 Restrain sarung tapak tangan
 Restrain pergelangan tangan atau pergelangan kaki
 Restrain siku
 Restrain mumi

PROSEDUR 1. Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai tujuan


PELAKSANAAN pemasangan restrain
2. Pasang restrain yang sudah diidentifikasi sebelumnya
berdasarkan kebutuhan klien

MACAM – A. RESTRAIN SABUK


MACAM 1. Pastikan sabuk pengaman dalam kondisi baik. Jika
RESTRAIN menggunakan sabuk velcro, pastikan kedua ujung
velcro dalam kondisi baik
2. Jika sabung mempunyai bagian yang panjang dan
pendek, letakkan bagian yang panjang di bawah tempat
tidur klien dan ikatkan pada rangka tempat tidur yang
dapat digerakkan. Bagian sabuk yang panjang akan ikut
bergerak saat tempat tidur ditinggikan sehingga tidak
menjerat klien. Pasang bagian yang pendek di sekitar
pinggang kilen, di atas baju. Beri jarak satu jari antara
klien dan sabuk
3. Pasang sabuk di sekitar pinggang dan ikat ke belakang
kursi roda jika klien berada di kursi roda, atau
4. Ikat sabuk di atas pinggang atau abdomen jika klien
berbaring di brankar. Restrain sabuk harus dikenakan
oleh semua klien yang berbaring di brankar tanpa
pengaman bagian tepi

B. RESTRAIN ROMPI

31
1. Pastikan rompi memiliki ukuran yang sesuai dan periksa
kelayakan rompi secara teratur
2. Pasang rompi pada klien, dalam keadaan terbuka di bagian
depan atau belakang sesuai rekomendasi produsen
3. Tarik tali di ujung rompi melewati dada, dan masukkan tali
ke lubang restrain rompi pada sisi yang berlawanan
4. Ulangi prosedur yang sama pada ujung tali lainnya
5. Gunakan simpul hidup untuk memfiksasi setiap ujung tali
pada tempat tidur yang dapat digerakkan atau dibelakang
kursi pada kaki kursi
6. Jangan mengikat rompi di bagian kepala tempat tidur
7. Ikat tali di belakang kursi dengan menggunakan simpul
segiempat
8. Pastikan klien dalam posisi yang sesuai sehingga
memfasilitasi ekspansi dada maksimum untuk bernafas

C. RESTRAIN SARUNG TAPAK TANGAN


1. Pasang restrain sarung tapak tangan pada tangan yang akan
dilakukan restain. Pastikan jari dapat fleksi dengan mudah
dan tidak bertumpuk pada jari lainnya
2. Ikuti petunjuk produsen untuk memasang restrain sarung
tapak tangan
3. Lepaskan restrain minimal setiap 2-4 jam jika akan
dipasang selama beberapa hari. Cuci dan latih tangan klien,
kemudian pasang kembali restrain sarung tapak tangan yang
bersih sesuai dengan indikasi. Sesuaikan dengan kebijakan
Rumah Sakit terkait interval waktu yag direkomendasikan
untuk pelepasan klien

Kaji sirkulasi ke tangan klien secara teratur segera setelah restrain


terpasang

D.RESTRAIN PERGELANGAN TANGAN ATAU


PERGELANGAN KAKI

1. Lapisi area penonjolan tulang pada pergelangan tangan atau


kaki jika perlu
2. Pasang restrain yang telah disiapkan di sekitar pergelangan
tangan atau kaki
3. Tarik tali restrain melalui celah di bagian pergelangan
tangan atau lewat gesper restrain
4. Dengan menggunakan simpul hidup atau simpul segiempat
yang sesuai, ikat ujung tali restrain pada rangka tempat tidur
yang dapat digerakkan. Jangan pernah mengikatkan ujung
tali restrain pada birai tempat tidur atau rangka tempat tidur
yang tidak dapat digerakkan

32
E. RESTRAIN SIKU

1. Periksa restrain untuk memastikan keutuhan spatel lidah


2. Letakkan siku anak di tengah restrain. Pastikan ujung spatel
lidah dilapisi kain
3. Bungkus lengan klien secara perlahan dengan restrain
4. Fiksasi restrain menggunakan peniti, tali, atau plester.
Pastikan fiksasi restrain tidak terlalu kencang, yang dapat
membendung sirkulasi darah
5. Selain restrain terpasang, fiksasi restrain pada baju klien
menggunakan penit

RESTRAIN MUMMY

1. Gunakan selimut atau kain yang cukup lebar dengan jarak


antara ujung ke ujung sekitar dua kali panjang tubuh bayi.
Letakkan selimut atau kain secara mendatar pada
permukaan yang kering
2. Lipat salah satu ujung ke bawah dan letakkan bayi di
atasnya dengan posisi telentang
3. Lipat ujung kanan selimut menutupi tubuh bayi, dengan
lengan kiri masih bebas. Lengan kanan berada pada posisi
alami di sisi badan
4. Lipat sisa ujung bawah selimut ke atas
5. Dengan lengan kiri bayi dalam posisi alami di sisi tubuh,
lipat ujung kiri selimut menutupi bayi, termasuk lengan dan
ujung bawah selimut
6. Pasang restrain mumi pada bayi hingga prosedur selesai

 SUMBER :  Sussman, C., Jensen, B. B. (2017). Wound care a


Collaborative Practice Manual For Health
Professional, 3 Edition. Philladelphia: WB Saunder.
 Buku Panduan Praktikum Laboratorium
Keperawatan Anak 2018

33
9. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“SCORTAIN”

PENGERTIAN : Tindakan mengeluarkan


udara sampai ke kolon desenden melalui
anus dengan menggunakan selang.
TUJUAN Mengatasi perut kembung karena adanya
udara di dalam perut

ALAT YANG DIGUNAKAN o Selang skorstin


o Perlak pengalas
o Pelumas/gelly
o Plester
o Sarung tangan bersih
o Bengkok
o Plastic
o Gunting plester
PETUGAS Perawat
PROSEDUR PELAKSANAAN  Tahap pra interaksi
 Melakukan verivikasi data
 Mencuci tangan
 Persiapan alat
 Tahap orientasi
 Mengucapkan salam
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pelaksanaan
 Menanyakan
persetujuan/kesiapan pasien
 Tahap kerja
 Mencuci tangan
 Mengatur posisi klien: posisi sim
kiri
 Memasang pengalas dibawah
bokong klien
 Memakai handscoon
 Mengolesi ujung selang skorstin
dengan pelumas
 Memasukkan selang skorstin
kedalam anus 5-10 cm
 Menganjurkan klien unuk rileks
dan menarik nafas dalam saat
selang di masukkan
 Memfiksasi selang skorstin
dengan plester
 Melepas sarung tangan dan

34
memasukkan ke dalam bengkok
 Memasang plastic pada pangkal
skorstin dan di plester
 Mencuci tangan
 Tahap terminasi
 Mengevaluasi tindakan
 Merapikan alat
 Mencatat dalam lembar
keperawatan
SUMBER  2013. Pelayanan Kesehatan Ibu Di
Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan.
Jakarta:Kemenkes.RI.

35
10. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“RUMPLEED DHF”

PENGERTIAN :Tes ini juga dikenal sebagai tourniquet test, adalah


evaluasi nonspesifik untuk mengukur kerapuhan dinding kapiler dan
kekurangan jumlah platelet dan fungsinya.
TUJUAN - Untuk mengukur kerapuhan dinding kapiler dan kekurangan jumlah
platelet dan fungsinya

PERSIAPAN 1. Persiapan alat:


o manset tekanan darah
o manometer dan pengukur waktu
2. Persiapan klien:
o Ucapkan salam
o Bina hubungan saling percaya perawat dengan klien.
o Klien diberitahu maksud, tujuan dan langkah-langkah
pemeriksaan status kaki.
o Buat kontrak waktu pemeriksaan dengan klien.
o Atur posisi kaki klien dengan cara meluruskan kaki klien di
tempat tidur.
3. Persiapan Lingkungan:
o Jaga privacy klien dengan cara memasang sampiran atau
menutup horden pembatas kamar.
o Atur pencahayaan ruangan.
o Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

PROSEDUR o Mendekatkan alat-alat ke sekitar klien.


o Lakukan cuci tangan.
o Pasangkan manset tekanan darah pada bagian lengan dan pompa
hingga mencapai pertengahan antara tekanan sistolik dan tekanan
diastolik tetapi tidak lebih tinggi dari 100 mm Hg.
o Biarkan manset dipompa selama 5 menit dan perhatikan

36
setidaknya 1 inchi bagian distal dari lengan dekat manset untuk
melihat pembentukan petechia.
o Hasil tes dilaporkan dalam rentang dari negatif ke +4, tergantung
pada jumlah dari kemunculan petechia dengan diameter 5cm.
Evaluasi :
Negatif = tidak ada petechial
+1 = 1-10 petechia
+2 = 11 – 20 petechia
+3 = 21 – 50 petechia
+4 = >50 petechia
o Kempiskan dan lepaskan manset tekanan darah.
o Pasien dianjurkan untuk membuka dan mengepalkan tangannya guna
mempercepat kembalinya darah ke bagian distal ektremitas tubuh.
o Bereskan alat-alat yang telah dipergunakan.
o Rapihkan kembali klien
o Ucapkan salam.
o Buka sarung tangan, lalu buang kedalam bengkok.
o Lakukan cuci tangan.
o Dokumentasikan seluruh hasil pengumpulan data pada format yang
telahdisiapkan.

REFERENSI  Aziz Alimul Hidayat, A. 2014.Buku Saku Praktikum


Keperawatan Anak hlm.46.Jakarta:EGC
 Wulandari , D., & Erawati, M. (2016). Buku Ajar
Keperawatan Anak.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

37
11. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“PENDIDIKAN KESEHATAN”

PENGERTIAN
Penkes adalah informasi kesehatan dan berbuat
sesuai dengan informasi tersebut agar mereka menjadi
lebih tahu dan lebih sehat (budiro,1998)
TUJUAN  Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan
masyarakat dalam membina dan memleihara perilaku
sehat dan lingkungan sehat, serta peran aktif dalam
upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
 Tebentuknya perilaku sehat terhadap individu, keluarga
dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat
baikfisik, mental dan sosoial sehingga dapat
menurunkan angka kesatikan dan kematian.
 Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong
atau mengatasi dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.
 Meningkatkan perilaku peroroangan dan atau
masyarakat dalam bidang kesehatan (WHO).

INDIKASI Semua masyarakat, individu kelompok atau keluarga

KONTRAINDIKASI Tidak ada

PERALATAN  Media pendidikan kesehatan (brosur, leflet, lembar


balik, dan lain – lain)
 Proyektor
 Laptop
 Peralatan lain jika dengan demontrasi

 PROSEDUR Fase Pra Interaksi


1. Verifikasi data
2. Mempersiapkan lata dan bahan atau media
b. Fase Orientasi

38
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan prosedur atau langkah langkah
PENKES
5. Menanyakan kesiapan klien atau kontrak waktu
6. Appresepsi
C.Fase kerja
1. Mengatur posisi yang nyaman untuk klien
2. Menjelaskan pengertian penyakit (sesuai topik
PENKES)
3. Menjelaskan penyebab atau etiologi (sesuai topik
PENKES)
4. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit (sesuai topik
PENKES)
5. Menjelaskan pencegahan penyakit (sesuai topik
PENKES)
6. Menjelaskan penatalaksanaan atau perawatan
penyakit (sesuai topik PENKES)
7. Menjelaskan atau melakukan demonstrasi atau
simulasi (prosedur atau tindakan kalau ada ....
(mengukur TD/Suhu, membuat LGG, justimun dan
lain lian sesuai topik Penkes)
d. Fase terminasi
A. Evalusai (dapat dilakukan sebelum dan sesudah
PENKES)
B. Menyampaikan rencana tindak lanjut (Sebagai
Follow Up)
C. Pamitan (appresiasi/ucapan terima kasih dan
permintaan maaf ada kekurangan)
SUMBER  Hidayat, Aziz Alimul. (2014). Buku Ajar Praktikum
Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
 Donsu, J. D. (2016). Metodologi Penelitian
Keperawatan.Yogyakarta: Pustaka Baru.

39
12. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“PHOTOTHERAPY”

PENGERTIAN Fototerapi digunakan untuk menurunkan kadar


bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubinemia
jinak hingga moderat. Fototerapi dapat menyebabkan
terjadinya isomerisasi bilirubin indirect yang mudah larut
di dalam plasma dan lebih mudah di ekskresi oleh hati ke
dalam saluran empedu. Meningkatnya foto bilirubin
dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran
cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus
meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan
usus.

INDIKASI Penggunaan fototerapi sesuai anjuran dokter


biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin
indirect lebih ddari 10mg % sebelum tranfusi tukar, atau
sesudah transfuse tukar.

INDIKASI 1. Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm.


2. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12
mwatt/cm2 per nm.
3. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
4. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8
buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus
(F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .
a. Persiapan Unit Terapi sinar
PROSEDUR PEMBERIAN 1. Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar
FOTOTERAPI ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di
bawah lampu antara 38 0C sampai 30 0C
2. Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung
fluoresens berfungsi dengan baik
3. Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah
rusak atau berkelip-kelip (flickering):
a. Catat tanggal penggantian tabung dan lama
penggunaan tabung tersebut.
b. Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan
atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih
bisa berfungsi.
4. Gunakan linen putih pada basinet atau
inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar
daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk

40
memantulkan cahaya sebanyak mungkin
kepada bayi

b. Pemberian Terapi sinar

2. Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar.


a. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan
bayi dalam keadaan telanjang pada
basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil
dalam inkubator.
b. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian
alat dari pabrik.
3. Tutupi mata bayi dengan penutup mata,
pastikan lubang hidung bayi tidak ikut
tertutup. Jangan tempelkan penutup mata
dengan menggunakan selotip.
4. Balikkan bayi setiap 3 jam
5. Pastikan bayi diberi makan:
6. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan
ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam:
7. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit
terapi sinar dan lepaskan penutup mata
8. Pemberian suplemen atau mengganti ASI
dengan makanan atau cairan lain (contoh:
pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada
gunanya.
9. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI
yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan
volume cairan atau ASI sebanyak 10%
volume total per hari selama bayi masih
diterapi sinar .
10. Bila bayi menerima cairan per IV atau
makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi
dari sinar terapi sinar .
11. Perhatikan: selama menjalani terapi sinar,
konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih
lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini
tidak membutuhkan terapi khusus.
12. Teruskan terapi dan tes lain yang telah
ditetapkan:
13. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya
untuk melakukan prosedur yang tidak bisa
dilakukan di dalam unit terapi sinar .
14. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan
sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui
apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah
dan bibir biru
15. Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah
sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi
lebih dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan

41
atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit
terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 0C –
37,5 0C.
16. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam,
kecuali kasus-kasus khusus:
17. Hentikan terapi sinar bila kadar serum
bilirubin <13mg/Dl
18. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah
indikasi transfusi tukar, persiapkan
kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim
bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk
transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan
bayi.
19. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa,
hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
20. Setelah terapi sinar dihentikan:
21. Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi
pemeriksaan bilirubin serum bila
memungkinkan, atau perkirakan keparahan
ikterus menggunakan metode klinis.
22. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin
serum berada di atas nilai untuk memulai
terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang
telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada
setiap penghentian terapi sinar sampai
bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau
perkiraan melalui metode klinis berada di
bawah nilai untuk memulai terapi sinar.
23. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi,
bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada
masalah lain selama perawatan, pulangkan
bayi.
24. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri
nasihat untuk membawa kembali bayi bila
bayi bertambah kuning

SUMBER  Hidayat, Aziz Alimul. (2014). Buku Ajar


Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
 Supartini, Yupi. 2014. Buku Ajar Konsep
Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

42
13. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“PENGUKURAN STATUS GIZI”

PENGERTIAN Status gizi adalah keadaan keseimbangan antara asupan dan


kebutuhan zat gizi
Penilaian zat gizi adalah metode penentuan status gizi yang dapat
dilakukan
dengan 2 cara :
a. Penilaian status gizi secara langsung (antropometri, klinis,
biokimia, biofisik).
b. Penilaian status gizi secara tidak langsung (survey konsumsi
makanan, statistik
vital, faktor ekologi)
Penilaian status gizi dengan metode antropometri yaitu
menentukan status gizi
dengan menggunakan ukuran tubuh

TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah#langkah untuk menilai status gizi


balita
KEBIJAKAN Keputusan Kepala UPTD Kesehatan Puskesmas Pugaan tentang
Pengelolaan dan Pelaksanaan Program
ALAT DAN Alat:
BAHAN 1. ATK

PROSEDUR/
LANGKAH- Penilaian status gizi yang biasa dilakukan di Puskesmas
LANGKAH Kandangan adalah penilaian status gizi secara antropometri
dan klinis
1. Penilaian status gizi secara antropometri
b. Parameter yang digunakan :
 umur (dalam bulan)
 Panjang badan atau tinggi badan (PB atau TB)
 Berat badan (BB)
c. Petugas mengkombinasikan beberapa parameter di atas
sehingga memperoleh
indeks antropometri :
 Panjang badan menurut umur (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U)
 Berat badan menurut umur (BB/U)
 Berat badan menurut Panjang badan (BB/PB) atau
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
c. Petugas menilai status gizi dengan melihat tabel penentuan
status gizi menurut WHO 2005 berdasarkan Z-score
 Indikator PB/U atau TB/U
Normal : Z-score >- 2 SD
43
Pendek (Stunted) : -3 SD <-Z score <- 2 SD
Sangat Pendek : Z score < - 3SD
 Indikator BB/U
BB Lebih : Z score > 1 SD
BB Normal : -2 SD< Z score < 1 SD
BB Kurang (UnderWeight) : -2 SD >Z score > -3 SD
BB Sangat Kurang : Z score < - 3 SD
 Indikator BB/PB atau BB/TB
Sangat gemuk (obesitas) : z score > 3SD
Gemuk (OVEerEeight) : 2 SD <Zscore < 2 SD
Resiko Gemuk : 1 SD Zscore < 2 SD
Normal : -2 SD < Z score < 1 SD
Kurus (Wasted) : -3 SD < Z score < -2SD
Sangat Kurus : Z score < -3SD

2. Penilaian status gizi secara klinis


Petugas menilai status gizi balita kurang gizi/Kurang Energi
Protein (KEP)
berdasarkan tanda klinis :
a.Marasmus
 Anak tampak sangat kurus
 Wajah seperti orang tua
 Cengeng, rewel
 Kulit keriput, Jaringan lemak sub kutis sangat sedikit tidak
ada
 Sering disertai diare kronis atau konstipasi
 Detak Jantung, tekanan darah dan pernapasan berkurang
b. Kwashiorkor
 Edema umumnya di seluruh tubuh dan terutama pada
punggung kaki
 Wajah bulat dan sembab
 Otot mengecil
 Cengeng, rewel, apatis
 Anoreksia
 Pembesaran hati
 Sering disertai infeksi, anemia dan diare
 Rambut kusam dan mudah dicabut
 Gangguan kulit berupa bercak merah
 Pandangan mata sayu
c. Marasmic Kwashiorkor
Tanda-tanda marasmis kwashiorkor merupakan gabungan dari
marasmus dan
kwashiorkor

UNIT TERKAIT 1. Unit poli umum


2. Unit KIA
3. Unit gizi
4. UKM KIA

44
5. UKM promkes

DOKUMEN 1. Kohort bayi


TERKAIT 2. Kohort balita
3. Buku KIA
4. Arsip

REFERENSI  Modul Pelatihan Pertumbuhan Anak


Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan
RI Tahun 2013

45
14. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“PEMBERIAN OKSIGEN PADA ANAK”

PENGERTIAN Pemberian terapi oksigen adalah suatu tata cara pemberian


bantuan gas oksigen pada penderita yang mengalami gangguan
pernapasan ke dalam paru melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat khusus.

TUJUAN  Memenuhi kekurangan oksigen


 Membantu kelancaran metabolisme
 Sebagai tindakan pengobatan
 Mencegah hipoksia
 Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung

INDIKASI Terapi ini dilakukan pada penderita :


 Dengan anoksia atau hipoksia
 Dengan kelumpuhan alat-alat pernafasan
 Selama dan sesudah dilakukan narcose umum
 Mendapat trauma paru
 Tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda shock, dispneu,
cyanosis, apneu
 Dalam keadaan coma
KONTRA INDIKASI  Kelainan paru-paru
 Riwayat operasi paru, infeksi saluran nafas atas, cedera
paru, tumor ganas, orang yang mengidap penyakit-
penyakit menular lain dan
 Mengidap gaustrophobia (rasa takut berada dalam
ruangan tertutup).

PERSIAPAN ALAT  Alat :


o Tabung oksigen beserta isinya
o Regulator dan flow meter

46
o Botol pelembab
o Masker atau nasal prong
o Slang penghubung
PROSEDUR Penderita diberi penjelasan tentang tindakan yang kan
KERJA dilakukan
2. Penderita ditempatkan pada posisi yang sesuai
3. Tabung oksigen dibuka dan diperiksa isinya
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan
tindakan
5. Hubungkan nasal prong atau masker dengan
slang oksigen ke botol pelembab
6. Pasang ke penderita
7. Atur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan
8. Setelah pemberian tidak dibutuhkan lagi lepas
nasal prong atau masker dari penderita
9. Tabung oksigen ditutup
10. Penderita dirapikan kembali
11. Peralatan dibereskan
SUMBER Saputra,L, (2013). Ketrampilan Dasar Untuk Perawat
: dan Bidan. Binarupa Aksara: Tangeran Selatan.

47
15. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“SUCTION”

PENGERTIAN Tindakan menghisap lendir melalui hidung dan atau mulut

TUJUAN Sebagai acuan penatalaksanaan tindakan penghisapan


lendir, mengeluarkan lendir, melonggarkan jalan nafas

KEBIJAKAN Dibawah tangungjawab dokter.

48
PROSEDUR PERSIAPAN ALAT :

Perangkat penghisap lendir meliputi :

1. Mesin penghisap lendir

2. Slang penghisap lendir sesuai kebutuhan

3. Air matang untuk pembilas dalam tempatnya (kom)

4. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam


slang

5. Pinset anatomi untuk memegang slang

6. Spatel / sundip lidah yang dibungkus dengan kain kasa

7. Sarung tangan

8. Bak instrumen

9. Kasa

10. Bengkok

PERSIAPAN PASIEN :

1. Bila pasien sadar, siapkan dengan posisi setengah


duduk

2. Bila pasien tidak sadar ;

a. Posisi miring

b. Kepala ekstensi agar penghisap dapat berjalan


lancar

PELAKSANAAN :

1. jelasakan pada pasien/ keluarga + inform concern

2. Alat didekatkan pada pasien dan perawat cuci tangan

3. Perawat memakai sarung tangan

3. Pasien disiapkan sesuai dengan kondisi

4. Slang dipasang pada mesin penghisap lendir

5. Mesin penghisap lendir dihidupkan

6. Sebelum menghisap lendir pada pasien, cobakan lebih 49


dahulu untuk air bersih yang tersedia

7. tekan lidah dengan spatel


UNIT TERKAIT Ruang inap

 SUMBER : Mubarak, I.W., et al., (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar (Buku 1).
Salemba Medika:Jakarta.

50
16. STANDART PROCEDURE OPERATING (SPO)
“NEBULIZER”

NO.DOKUMEN 165/SPO/KEP/I/2017

NO. REVISI A
HALAMAN 1/2

TANGGAL TERBIT 10.01.2017

DITETAPKAN DIREKTUR RS ASYIYAH KUDUS “dr. Hilal Ariadi, M.Kes”

PENGERTIAN Memberikan Inhalasi Uap Dengan / Tanpa Obat Menggunakan


Nebulator

TUJUAN
KEBIJAKAN  Pasien Yang Mengalami Kesulitan Mengeluarkan Secret
 Pasien Yang Mengalami Penyempitan Jalan Nafas

PROSEDUR 1. . PERSIAPAN ALAT


 Kertas Tissue
 Bengkok Dilapisi Plastik Kuning
 Perlak Dan Pengalas
 Sputum Pot Berisi Air Hangat
 Air Minum Hangat
 Sarung Tangan

2. LANGKAH-LANGKAH
 Mencuci Tangan
 Memberi Salam
 Menjelaskan Tujuan Dan Prosedur Pada Pasien
Dan Keluarga

51
 Memakai Sarung Tangan
 Membaca Basmallah
 Menjaga Privacy Pasien
 Mengatur Posisi Duduk
 Menempatkan Meja/Troly Di Depan Pasien Yang
Berisi Set Nebulizer
 Mengisi Nebulizer Dengan Aquades Sesuai
Takaran
 Memasukkan Obat Sesuai Dosis
 Menghidupkan Nebulizer Dan Meminta Pasien
Napas Dalam Sampai Obat Habis
 Membersihkan Mulut Dan Hidung Dengan Tissue
 Merapikan Pasien
 Membaca Hamdallah
 Merapikan Alat
 Mencuci Tangan
 Mencatat kegiatan Dalam Lembar Catatan
Keperawatan

UNIT - RUANG RAWAT JALAN


TERKAIT - RUANG RAWAT INAP
- UGD
- KAMAR BEDAH
- VK
- HCU

SUMBER RS ASYIYAH KUDUS RUANG FATIMAH 2017

52
17. STANDART PROCEDURE OPERATING (SPO)
“KOMPRES HANGAT”

DITETAPKAN KETUA PSIK UNIVERSITAS JEMBER

PENGERTIAN Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada


daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang
menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan.

TUJUAN 1. Memperlancar sirkulasi darah


2. Menurunkan suhu tubuh
3. Mengurangi rasa sakit
4. Memberi rasa hangat, nyaman dan tenang pada
klien

INDIKASI 1. Klien hipertermi (suhu tubuh yang tinggi)


2. Klien dengan perut kembung.
3. Klien yang mempunyai penyakit
peradangan, seperti radang persendian.
4. Spasme otot.
5. Adanya abses.

KONTRAINDIKASI 1. Trauma 12-24 jam pertama


2. Perdarahan/edema
3. Gangguan vascular
4. Pleuritis

PROSEDUR 1. PERSIAPAN PASIEN


a. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan
Identifikasi pasien dengan memeriksa Identitas
pasien secara cermat.
b. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan Berikan kesempatan Kepada pasien
untuk bertanya dan jawab Seluruh pertanyaan
pasien.
c. Atur posisi pasien sehingga merasakan aman
dan nyaman.

2. PERSIAPAN ALAT:
a. Air panas
b. Washlap
c. Sarung tangan
d. Handuk kering

53
3. CARA KERJA:
a. Beri tahu pasien bahwa tindakan akan segera
dimulai
b. Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian
kerja yang nyaman
c. Cek alat-alat yang akan digunakan
d. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur
e. Posisikan pasien senyaman mungin
f. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
g. Periksa TTV pasien sebelum memulai
backrub (terutama nadi dan tekanan darah)
h. Kebersihan alat diperhatikan
i. Kompres hangat diletakkan di bagian tubuh
yang memerlukan (dahi, aksila, lipat paha).
j. Minta pasien untuk mengungkapkan
ketidaknyamanan saat dilakukan kompres.
k. Pengompresan dihentikan sesuai waktu yang
telah ditentukan.
l. Kaji kembali kondisi kulit disekitar
pengompresan, hentikan tindakan jika
ditemukan tanda-tanda kemerahan.
m. Rapikan pasien ke posisi semula
n. Beri tahu bahwa tindakan sudah selesai
o. Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan
lepas sarung tangan
p. Kaji respon pasien (respon subjektif dan
objektif)
q. Berikan reinforcement positif pada pasien
r. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
s. Akhiri kegiatan dengan baik

Dokumentasikan nama tindakan/tanggal/jam


tindakan, hasil yang diperoleh, respon pasien selama
HASIL
tindakan, nama dan paraf perawat.

SUMBER 1. Djuwariyah, (2013). Efektivitas Penurunan Suhu


Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat dan
Kompres Plester Pada Anak Dengan Demam Di
Ruang Kanthil RSUD Banyumas. Jurnal
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

54
18. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

“PEMBERIAN OBAT PADA ANAK”

PENGERTIAN Pemberian obat oral adalah memberikan obat yang


dimasukkan melalui mulut.

 Untuk memudahkan dalam pemberian


TUJUAN  Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila
PEMBERIAN timbul efek samping dari obat tersebut dapat
segera diatasi
 Menghindari pemberian obat yang menyebabkan
nyeri
 Menghindari pemberian obat yang menyebabkan
kerusakan kulit dan jaringan

TAHAP  Persiapan Pasien


PERSIAPAN  Jelaskan tujuan pemberian obat dan
waktu minum obat
 Persiapan Lingkungan
 Bekerja sebaiknya dari sebelah
kanan pasien
 Meletakkan alat sedemikian rupa
sehingga mudah bekerja

PERSIAPAN Baki berisi obat :


ALAT
 Kartu atau buku berisi rencana pengobatan
 Pemotong obat (bila diperlukan
 Martil dan lumpang penggerus (bila diperlukan)
 Gelas pengukur (bila diperlukan)
 Gelas dan air minum
 Sedotan
 Sendok
 Pipet
 Spuit sesuai ukuran untuk mulut anak-anak

TAHAP 1. Siapkan peralatan dan cuci tangan


PELAKSANAAN 2. Menjelaskan pemberian obat dengan
memperhatikan 12 benar
3. Menjelaskan jenis dan bentuk obat yang dapat
diberikan melalui mulut serta waktu

55
pemberiannya
4. Kaji kemampuan klien untuk dapat minum obat
per oral (menelan, mual, muntah, adanya program
tahan makan atau minum, akan dilakukan
pengisapan lambung dll)
5. Periksa kembali perintah pengobatan (nama klien,
nama dan dosis obat, waktu dan cara pemberian)
periksa tanggal kedaluarsa obat, bila ada kerugian
pada perintah pengobatan laporkan pada
perawat/bidan yang berwenang atau dokter yang
meminta.
6. Ambil obat sesuai yang diperlukan (baca perintah
pengobatan dan ambil obat yang diperlukan)
7. Siapkan obat-obatan yang akan diberikan.
Siapkan jumlah obat yang sesuai dengan dosis
yang diperlukan tanpa mengkontaminasi obat
(gunakan tehnik aseptik untuk menjaga
kebersihan obat).

b. Tablet atau kapsul

1. Tuangkan tablet atau kapsul ke dalam


mangkuk disposibel tanpa menyentuh obat.
2. Gunakan alat pemotong tablet bila
diperlukan untuk membagi obat sesuai
dengan dosis yang diperlukan.
3. Jika klien mengalami kesulitan menelan,
gerus obat menjadi bubuk dengan
menggunakan martil dan lumpang
penggerus, kemudian campurkan dengan
menggunakan air. Cek dengan bagian
farmasi sebelum menggerus obat, karena
beberapa obat tidak boleh digerus sebab
dapat mempengaruhi daya kerjanya.

c. Obat dalam bentuk cair


1. Kocok /putar obat/dibolak balik agar
bercampur dengan rata sebelum
dituangkan, buang obat yang telah berubah
warna atau menjadi lebih keruh.
2. Buka penutup botol dan letakkan
menghadap keatas. Untuk menghindari
kontaminasi pada tutup botol bagian dalam.
3. Pegang botol obat sehingga sisa labelnya
berada pada telapak tangan, dan tuangkan
obat kearah menjauhi label. Mencegah obat
menjadi rusak akibat tumpahan cairan obat,

56
sehingga label tidak bisa dibaca dengan
tepat.
4. Tuang obat sejumlah yang diperlukan ke
dalam mangkuk obat berskala.
5. Sebelum menutup botol tutup usap bagian
tutup botol dengan menggunakan kertas
tissue. Mencegah tutup botol sulit dibuka
kembali akibat cairan obat yang mengering
pada tutup botol.
6. Bila jumlah obat yang diberikan hanya
sedikit, kurang dari 5 ml maka gunakan
spuit steril untuk mengambilnya dari botol.
7. Berikan obat pada waktu dan cara yang
benar
8. Identifikasi klien dengan tepat.
9. Menjelaskan mengenai tujuan dan daya
kerja obat dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh klien.
10. Atur pada posisi duduk, jika tidak
memungkinkan berikan posisi lateral.
Posisi ini membantu mempermudah untuk
menelan dan mencegah aspirasi.
11. Beri klien air yang cukup untuk menelan
obat, bila sulit menelan anjurkan klien
meletakkan obat di lidah bagian belakang,
kemudian anjurkan minum. Posisi ini
membantu untuk menelan dan mencegah
aspirasi.
12. Catat obat yang telah diberikan meliputi
nama dan dosis obat, setiap keluhan, dan
tanda tangan pelaksana. Jika obat tidak
dapat masuk atau dimuntahkan, catat secara
jelas alasannya.
13. Kembalikan peralatan yang dipakai dengan
tepat dan benar, buang alat-alat disposibel
kemudian cuci tangan.
14. Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada
klien.

SUMBER :  Kapoor, R., dan Barnes K., (2013) Paediatrics


(4edition) ELSEVER:London
 Hidayat, Aziz Alimul. (2014). Buku Ajar
Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

57
58
59

Anda mungkin juga menyukai