Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

W DENGAN SEPSIS + MODS


(MULTIPLE ORGAN DYSFUNGTION SYNDROME)
DI RUANG ICU (INTENSIVE CARE UNIT)
RSI FATIMAH BANYUWANGI

Karya Tulis Ilmiah


(Studi Kasus)
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program profesi ners
Di STIKES Banyuwangi

Oleh

M. Sofi Ilyasa Am
NIM 2017.04.051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

TAHUN 2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Judul

Asuhan Keperawatan Pada Tn.W dengan Sepsis + MODS

(Multiple Organ Dysfungtion Syndrome) di Ruang ICU Rumah Sakit

Islam Fatimah Banyuwangi.

1.2 Latar Belakang

Sepsis masih menjadi masalah kesehatan dunia karena

pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi,

sepsis merupakan salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di

dunia. Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh

reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis merupakan respon

host terhadap infeksi yang bersifat sistemik dan merusak. Sepsis dapat

mengarah pada sepsis berat (disfungsi organ akut pada curiga infeksi) dan

syok septik (sepsis ditambah hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi

cairan), sepsis dan infeksi merupakan kondisi tersering penyebab MODS

(Multiple Organ Dysfungtion Syndrome). (Herwanto & Amin, 2009).

Berdasarkan konsensus The American College of Chest Physicians

(ACCP)/ Society of Critical Care Medicine (SCCM) tahun 1992, Sindrom

Disfungsi Organ Multipel (Multiple Organ Dysfunction Syndrome/

MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang berubah pada

pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan

lagi tanpa intervensi. Disfungsi dalam MODS melibatkan >2 sistem organ
MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome) adalah keadaan kacaunya

fisiologi sehingga fungsi organ tidak dapat menjaga homeostasis (Grace &

Borley, 2011).

Suatu studi, multisenter, observasional di Eropa, Sepsis

Occurrence in Acutely Ill Patients (SOAP), dalam Herwanto & Amin

melaporkan MODS terjadi lebih sering pada pasien-pasien sepsis (75 vs.

43%) dibandingkan dengan pasien-pasien ICU lain. Faktor risiko utama

terjadinya MODS adalah sepsis dan Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS), beratnya penyakit (berdasarkan Acute Physiology and

and Chronic Health Evaluation/APACHE II dan III), shock dan hipotensi

berkepanjangan, terdapat fokus jaringan mati, trauma berat, operasi besar,

adanya gagal hati stadium akhir, infark usus, disfungsi hati, usia >65

tahun, dan penyalahgunaan alkohol. (Herwanto & Amin,2009).

Penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai sepsis

diantaranya yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 2013

mengenai profil penderita sepsis akibat bakteri penghasil extended-

spectrum beta lactamase (ESBL) mencatat bahwa kematian akibat sepsis

karena bakteri penghasil ESBL adalah sebesar 16,7% dengan rerata

kejadian sebesar 47,27 kasus per tahunnya. Penelitian tersebut melaporkan

bahwa 27,08% kasus adalah sepsis berat, 14,58% syok sepsis dan 53,33%

kasus adalah kasus sepsis (Irawan et al., 2012). Rumah Sakit Islam

Fatimah Banyuwangi merupakan salah satu rumah sakit rujukan di

kabupaten banyuwangi. Dilaporkan bahwa jumlah pasien dengan kasus


penyakit Sepsis yang MRS pada 3 bulan terakhir di tahun 2018 ini adalah

18 orang. (RSI Fatimah Banyuwangi, 2018).

Keterlibatan trombosit dalam patofisiologi sepsis sebagai pertanda

yang sering dijumpai adalah trombositopenia. Pada sepsis dapat terjadi

aktivasi trombosit, yang dapat secara langsung oleh endotoksin atau

sitokin proinflamasi. Trombosit juga dapat teraktivasi oleh faktor

koagulasi seperti trombin, aktivasi ini terjadi akibat sekresi protein

proinflamasi dan growth factors yang berkontribusi pada proses inflamasi.

Komponen permukaan dinding sel dari organisme gram negatif

(endotoksin) dan gram positif (peptidoglycans dari Staphylococcus aureus)

dapat memicu terjadinya disseminated intravascular coagulation,

kemudian mengkonsumsi platelet yang mengakibatkan trombositopenia.

(Relo, et al., 2009).

Pada sepsis berat endotel mikrovaskuler dapat mengalami

kerusakan oleh berbagai faktor, termasuk perfusi jaringan yang buruk,

hipoksia, dan asidosis. Hal ini menyebabkan perlekatan trombosit pada

kolagen, peningkatan aktivasi, agregasi dan konsumsi trombosit. Sehingga

pada sepsis rangkaian interaksi yang komplek tersebut seringkali pada

akhirnya meningkatkan terjadinya trombositopenia. Pada MODS terjadi

keterlambatan apoptosis neutrofil serta peningkatan apoptosis limfosit dan

parenkim. Keterlambatan apoptosis neutrofil memperpanjang fungsi

neutrofil dalam proses inflamasi sekaligus memperpanjang elaborasi

metabolit toksis. (Lee,et al.,2013).


Peningkatan apoptosis limfosit mengurangi efektor inflamasi

sekaligus menyebabkan imunosupresi. Apoptosis parenkim mengurangi

cadangan fungisonal organ. Berdasarkan hal tersebut diatas maka akan

terjadi MODS. 6 sistem yang termasuk evaluasi paling sering pada MODS

adalah sistem respirasi, kardiovaskuler, ginjal, hati, hematologi dan

neuologi. Sistem organ lain yang juga sering diikutsertakan dalam evaluasi

adalah gastrointestinal (GI), endokrin dan imunologi, dalam beberapa

penelitian penyebab MODS berawal dari terjadinya sepsis. Urutan klasik

akumulasi MODS adalah gagal respirasi (dalam 72 jam pertama)

mendahului gagal hati (5-7 hari) dan intestinal (10-15 hari), diikuti gagal

ginjal (11-17 hari). (Herwanto & Amin, 2009).

Kegagalan hematologi dan miokardial biasanya merupakan

manifestasi akhir MODS, sedangkan kegagalan SSP dapat terjadi di awal

atau akhir perjalanan penyakit. Urutan kegagalan organ ini dapat

dipengaruhi oleh proses penyakit akut dan cadangan fisiologis pasien.

Pada pasien MODS, gagal respirasi merupakan jenis disfungsi yang paling

sering (74,4%) dan menyebabkan mortalitas yang tinggi (65,5%)

(Herwanto & Amin, 2009).

Pencegahan adalah langkah yang utama dan terpenting, dilakukan

terutama pada pasien sakit berat, karena hingga saat ini belum ditemukan

terapi yang spesifik untuk sepsis dan MODS. Manajemen pasien sepsis

dan MODS yang terutama adalah suportif, sedangkan terapi spesifik

diarahkan untuk mengidentifikasi dan menterapi penyakit dasar. Strategi

pencegahan yang paling efektif sekaligus merupakan strategi terapi yang


paling efektif, yakni mengatasi infeksi dan membersihkan jaringan mati.

Cara-cara yang telah terbukti efektif meliputi aplikasi teknik pembedahan

yang baik, pengendalian infeksi nosokomial, serta mencegah ulkus

dekubitus. (Herwanto & Amin, 2009).

Terapi antimikroba yang tepat dengan dosis yang tepat yang

diberikan secara dini pada penyakit infeksi akan memperbaiki keluaran.

Tatalaksana suportif yang utama pada pasien sepsis dan MODS, sesuai

dengan disfungsi sistem organ yang paling sering terjadi, meliputi

manajemen hemodinamik, respirasi, ginjal, hematologi, gastrointestinal,

endokrin, dan tidak kalah pentingnya adalah nutrisi. Pasien sepsis ataupun

yang sudah menjadi MODS selanjutnya harus sudah diidentifikasi pada

waktu awal perawatan. Sedangkan terapi yang diberikan sejak awal untuk

pengobatan sepsis berat dan syok sepsis yang dimulai di ruangan

perawatan dapat mengurangin angka kematian. (Herwanto & Amin, 2009).

Sehubungan dengan masih tingginya kejadian sepsis yang

ditemukan serta besarnya resiko yang ditimbulkan maka penulis

termotivasi untuk membahas lebih lanjut melalui Studi Kasus dalam

Asuhan Keperawatan terutama di Ruang ICU sebagai tempat perawatan

intensif di RSI Fatimah Banyuwangi tahun 2018.


1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan umum

Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah Untuk

Mengetahui dan Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan

Asuhan Keperawatan gawat darurat pada pasien dengan Sepsis.

1.3.2 Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah :

1. Mampu memahami konsep dasar teori dari sepsis.

2. Mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien

dengan sepsis.

3. Menjelaskan kesinambungan antara konsep dasar teori dengan

asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan sepsis

secara langsung.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1.4.1 Bagi klien

Mendapatkan asuhan keperawatan yang koperensif untuk

mencegah adanya komplikasi dan keberlanjutan dari sepsis.

1.4.2 Bagi lahan praktek

Dengan adanya penulisan laporan ini, dapat menambah

bahan bacaan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik

khususnya sepsis.
1.4.3 Bagi mahasiswa

Dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan tentang

asuhan keperawatan Gawat darurat dengan sepsis juga menambah

keterampilan mahasiswa dalam menerapkan manejemen

keperawatan pada pasien dengan sepsis.

1.4.4 Bagi institusi pendidikan

Memberi masukan dalam kegiatan pembelajaran terutama

mengenai asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan

sepsis dan sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi

mahasiswa mahasiswi keperawatan prodi DIII, S1, dan Profesi

khususnya yang berkaitan dengan sepsis.

1.4.5 Bagi masyarakat

Memberikan informasi yang lebih jelas tentang sepsis, agar

masyarakat mampu mengetahui lebih dini dan dapat menanggulangi

lebih awal dari pada penyakit.

1.5 Pengumpulan Data

Adapun cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data

guna penyusunan penulisan, yaitu dengan Observasi, partisipatif dan

Interview dimana penulis melakukan pengamatan dan turut serta dalam

melakukan tindakan keperawatan serta penulis melakukan pengumpulan data

dengan tanya jawab (pengkajian).

Anda mungkin juga menyukai