Anda di halaman 1dari 24

WADI`AH DALAM PERBANKAN SYARIAH

Kegiatan penghimpunan dana bank syari’ah mempunyai beberapa produk,

yakni: Wadi’ah dalam bentuk giro maupun tabungan, Qardh atau pinjaman kebajikan,

dan Mudharabah atau bagi hasil dalam bentuk Deposito. Pengertian Wadi`ah menurut

bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`a yang berarti meninggalkan atau

titip. Dilihat dari segi prakteknya ada beberapa bentuk wadi`ah yaitu : Wadi`Ah Yad

Al Amanah dan Wadi`Ah Tad Adh-Dhamanah. Adapun barang yang bisa kita

wadi`ahkan seperti : (1) Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank

konvensional tempat penyimpanannya dikenal dengan Safety Box sutu tempat/kotak

dimana nasabah bisa menyimpan barang apa saja kedalam kotak tersebut, (2) Uang,

jelas sebagaimana yang telah kita lakukan pada umumnya, (3) Dokumen (Saham,

Obligasi, Bilyet giro, Surat perjanjian Mudhorobah dll), (4) Barang berharga lainnya

(surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap berharga mempunyai nilai uang)

A. Sekilas Tentang Bank Syari`Ah

Sebelum pemakalah mengungkapkan lebih jauh tentang apa isi bahan

pemakalah kali ini yaitu tentang WADI`AH, ada baiknya pemakalah mengupas

sedikit tentang sejarah berdirinya perbankan syari`ah sebagai tempatnya Wadi`ah

sarana ummat islam dalam pengimpestasian dananya sekaligus tempat penyimpanan

dengan alasan keamanan. Perbankan Syari`ah dilandasi dengan kehadiran dua

gerakan renaisance Islam modern yaitu NEOREVIVALIS dan MODERNIS. Tujuan

utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah sebagai upaya

1
kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya yang

berlandaskan Al Qur`an dan As Sunnah.

Bank Syari’ah pertama kali muncul pada tahun 1963 sebagaipilot

project dalam bentuk bank tabungan pedesaan di kota kecil Mit Ghamr, Mesir.

Percobaan berikutnya terjadi di Pakistan pada tahun 1965 dalam bentuk koperasi.

Upaya awal penerapan sistem profit dan los sharing (dalam perbankan

syari1ah) adalah yang pertama di Pakistan pada awal bulan Juli tahun 1979. Tahun

1979-1980 Pakistan mensosialisasikan skema pinjam tanpa bunga kepada Petani dan

Nelayan. Tahun 1981 mulai beroperasi 7000 cabang Bank Komersial Nasional

dengan menggunakan sistem syari`ah, dan pada awal tahun 1985 seluruh Perbankan

konvensional Pakistan di konversi dengan peraturan baru yaitu Sistem Perbankan

Syari`ah.

Di Asia Tenggara sistem perbankan Syari`ah dipelopori olehMalaysia dengan BIMB

(Bank Islam Malaysia Berhad), berdiri tahun 1983 dan akhir tahun 1999 BIMB

memiliki +-70 cabang di Malaysia. Sebelumnya telah dirintis perbankan syari`ah

pada dekade 1960 dan beroperasi sebagai RURAL SOCIAL BANK dengan nama

MIT GHAMR BANK oleh Prof. Dr. Ahmad Najjar, walaupun kecil namun telah

mampu memicu para menlu Negara-negara Islam khususnya anggota OKI untuk

melakukan hal yang sama dan telah terjadi beberapa pertemuan, diawali di Pakistan

Desember 1970. Di Benghaji Libya Maret 1973 kembali diagendakan pada sidang

menlu Oki yang khusus menangani ekonomi dan keuangan, didukung lagi oleh

2
negara-negara Islam penghasil minyak yang mengadakan pertemuan di Jeddah Juli

1973.

Bulan Mei 1974 Negara-negara Islam dan negara OKI kembali mengadakan

pertemuan tentang Bank Pembangunan Islam atau Islamic Depelopment dan telah-

sampai pada penetapan AD/ARTnya, akhirnya di Jeddah 1975 oleh sidang Mentri

Keuangan OKI menyetujui pendirian Bank Pembangunan Islamic (Islamic

Developmen Bank (IDB) dengan anggota, semua anggota OKI dengan modal awal

Rp 2 Miliar Dinar Islam.

Perkembangan Bank Syari`ah di negara Arab dan di Malaysia sangat

berpengaruh ke Indonesia. Awal periode1980-an, mulailah dilakukan diskusi oleh

tokoh-tokoh seperti : Karnaen, A. Perwataadmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M.

Saefuddin, M. Amien Azis dan dilakukan uji coba dalam bentuk bank dengan

mendirikan BAITUT TAMWIL SALMAN di Bandung dan bentuk koperasi didirikan

koperasi RIDHO GUSTI di Jakarta.

Tahun 1990 diadakan pembahasan lebih khusus tentang bank syari`ah oleh

MUI di Cisarua Bogor Jawa Barat dan dilanjutkan pada Munas Mui ke IV di Hotel

Sahid Jaya Jakarta tanggal 22 – 25 Agustus 1990 dengan hasil membentuk tim untuk

mendirikan Bank Islam Indonesia. Tanggal 1 November 1991 ditanda tanganilah akte

pendirian PT Bank Muamalat Indonesia dengan saham 84 miliar rupiah. 1 Mei 1991

Bank Muamalat Indonesia beroperasi setelah Presiden menambah saham

Bank Muamalat Indonesia menjadi Rp 106 126 382 000,00 diwaktu acara

silaturrahmi tanggal 3 November 1991 di Bogor. Semenjak beroperasinya hingga

3
September 1999 BMI telah memiliki 45 Autlet yang tersebar di Jakarta, Bandung,

Semarang, Surabaya, Balikpapan dan Makasar. Bank Syari`ah Mandiri (BSM)

adalah bank milik pemerintah yang pertama kali menerapkan landasan

operasionalnya dengan landasan syari`ah. Itu dilakukan setelah bergulirnya masa

reformasi dan telah dikeluarkannya UU. No. 10 Thn 1998 tentang landasan hukum

dan jenis usaha. Ada beberapa jenis prodak bank syari`h pada waktu itu yang

disosialisasikan namun yang paling menonjol adalah Wadi`ah dan Mudharobah. Jadi

yang akan dibahas pemakalah pada makalah ini adalah WADI`AH (Depository)

B. PENGERTIAN WADIAH

Sebelum penulis melanjutkan pembahasan tentang pengertian wadi’ah, perlu

disampaikan bahwa kegiatan penghimpunan dana bank syari’ah mempunyai beberapa

produk, yakni: Wadi’ah dalam bentuk giro maupun tabungan, Qardh atau pinjaman

kebajikan, dan Mudharabah atau bagi hasil dalam bentuk Deposito. Akan tetapi

karena terbatasnya waktu, pada kesempatan ini penulis hanya mengulas tentang

wadi’ah.

Pengertian Wadi`ah menurut bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`a yang berarti

meninggalkan atau titip. Sesuatu yang dititip baik harta, uang maupun pesan atau

amanah. Jadi wadi`ah titipan atau simpanan. Para ulama pikih berbeda pendapat

dalam penyampaian defenisi ini karena ada beberapa hukum yang berkenaan dengan

wadi`ah itu seperti, Apabila sipenerima wadi`ah ini meminta imbalan maka ia disebut

TAWKIL atau hanya sekedar menitip.

4
Pengertian wadi`ah menurut Syafii Antonio (1999) adalah titipan murni dari

satu pihak kepihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan

dikembalikan kapan saja sipenitip mengkehendaki.

Menurut Bank Indonesia (1999) adalah akad penitipan barang/uang antara

pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan

tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang/uang.

C. DASAR HUKUM

Wadi`ah diterapkan mempunyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam :

Al-Qur`nul Karim Suroh An-Nisa` : 58 :

    


  
   
  
    
    
   
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak

menerimanya, …..”

Kemudian dalam Suroh Al Baqarah : 283 :

    


  
   
  
  
  

5
   
   
   
   

“…………. akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka

hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia

bertakwa kepada Allah Tuhannya; …”.

Dalam Al-Hadits lebih lanjut yaitu :

Dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah

amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalasnya

khianat kepada orang yang menghianatimu.” (H.R. ABU DAUD dan TIRMIDZI).

Kemudian, dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:

“Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi

yang tiada bersuci.” (H.R THABRANI)

Dan diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau mempunyai (tanggung

jawab) titipan. Ketika beliau akan berangkat hijrah, beliau menyerahkannya kepada

Ummu `Aiman dan ia (Ummu `Aiman) menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk

menyerahkannya kepada yang berhak.”

Dalam dasar hukum yang lain menerangkan yaitu IJMA` ialah para tokoh

ulama Islam sepanjang zaman telah melakukan Ijma` (konsensus) terhadap legitimasi

Al Wadi`ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini, seperti dikutip oleh:

6
 Dr. Azzuhaily dalam al-Fiqih al-Islami wa adillatuhu dalam kitab Al-Mughni Wa

Syarh Kabir Li Ibni Qudhamah danMubsuth Li Imam Sarakhsy.

 Dr. Hasan Abdullah Amin dalam al Wada`i al Masharifah an Maqdiyah wa

Istitsmariha fi al Islam hal. 23 – 31.

 SYAFII ANTONIO dalam Bank Syariah dari Teori ke Praktek(Jakarta GIP 2001)

hal 35.

Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-

MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro

yang berdasarkan prinsip Mudharabahdan Wadi’ah.

Demikian juga tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat dibenarkan

berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan

yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah

D. BATASAN DAN JENIS WADI`AH

Transaksi wadi`ah termasuk akad Wakalah (diwakilkan) yaitu penitip aset

(barang/jasa) mewakilkan kepada penerima titipan untuk menjaganya ia tidak

diperbolehkan untuk memanfaatkan barang/uang tersebut untuk keperluan pribadi

baik konsumtif maupun produktif, karena itu adalah pelanggaran sebab barang/uang

itu masih milik mudi` (penitip). Dilihat dari segi prakteknya ada beberapa bentuk

wadi`ah yaitu :

1. WADI`AH YAD AL AMANAH

7
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima tidak diperkenankan

penggunakan barang/uang tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau

kelalaian yang bukan disebabkan atas kelalaian penerima titipan dan faktor-faktor

diluar batas kemampuannya. Hadis Rasulullah :

“ Jaminan pertanggung jawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalah

gunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap titipan tersebut.”

Ada lagi dalil yang menegaskan bahwa Wadi`ah adalah Akad Amanah (tidak ada

jaminan) adalah :

 Amr Bin Syua`ib meriwayatkan dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Nabi SAW

bersabda: “Penerima titipan itu tidak menjamin”.

 Karena Allah menamakannya amanat, dan jaminan bertentangan dengan amanat.

 Penerima titipan telah menjaga titipan tersebut tanpa ada imbalan (tabarru)

2. WADI`AH TAD ADH-DHAMANAH

Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa

ijin pemilik barang/uang, dapat memanfaatkannya dan bertanggung jawab terhadap

kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan tersebut.

Sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:

“Diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang

untuk meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur sekitar

dua tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memrintahkan Abu

Rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie

8
kembali kepada Rasulullah SAW seraya berkata,” Ya Rasulullah, unta yang sepadan

tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang besar dan berumur empat tahun.

Rasulullah SAW berkata “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu

adalah yang terbaik ketika membayar.” (H.R MUSLIM)

Wadi`ah dalam presfektif pelaksanaan perbankan islam hampir bersamaan dengan al-

qardh yaitu pemberian harta atas dasar sosial untuk dimanfaatkan dan harus dibayar

dengan sejenisnya. Juga hampir sama dengan al-iddikhar yakni menyisihkan

sebahagian dari pemasukan untuk disimpan dengan tujuan investasi. Keduanya

sama-sama akad tabarruyang jadi perbedaan terdapat pada orang yang terlibat

didalmnya dimana dalam wadi`ah pemberi jasa adalah mudi`, sedangkan dalam al-

qardh pemberi jasa adalah muqridh (pemberi pinjaman).

E. JENIS BARANG YANG DI WADI`AHKAN

Dalam kehidupan kita masa sekarang ini bahkan mungkin sejak adanya bank

kompensional kita mungkin hanya mengenal tabungan/wadi`ah itu hanya berbentuk

uang, tapi sebenarnya tidak, masih banyak lagi barang yang bisa kita wadi`ahkan

seperti :

1. Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional

tempat penyimpanannya dikenal dengan Safety Box sutu tempat/kotak dimana

nasabah bisa menyimpan barang apa saja kedalam kotak tersebut.

2. Uang, jelas sebagaimana yang telah kita lakukan pada umumnya.

3. Dokumen (Saham, Obligasi, Bilyet giro, Surat perjanjian Mudhorobah dll).

9
4. Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap berharga

mempunyai nilai uang)

F. RUKUN WADI`AH

Rukun wadi`ah adalah hal-hal yang terkait atau yang harus ada didalamnya

yang menyebabkan terjadinya Akad Wadi`ah yaitu :

1. Barang/Uang yang di Wadi`ahkan dalam keadaan jelas dan baik.

2. Ada Muwaddi` yang bertindak sebagai pemilik barang/uang sekaligus yang

menitipkannya/menyerahkan.

3. Ada Mustawda` yang bertindak sebagai penerima simpanan atau yang

memberikan pelayanan jasa custodian.

4. Kemudian diakhiri dengan Ijab Qabul (Sighat), dalam perbankan biasanya

ditandai dengan penanda tanganan surat/buku tanda bukti penyimpanan.

Dalam perbankan Syari`ah tanpa salah satu darinya maka proses Wadi`ah itu

tidak berjalan/terjadi/sah.

G. BATASAN-BATASAN DALAM MENJAGA WADI`AH (TITIPAN)

Standar batasan-batasan dalam menjaga barang titipan biasanya disesuaikan

dengan jenis akadnya dan sebelum akad diikrarkan batasan-batasan ini harus

diperjelas seperti al-wadi`ah bighar al- `ajr (wadi`ah tanpa jasa) yaitu wadi` tidak

bertanggung jawab terhadap kerusakan barang yang yang bukan karena kelalaiannya

dan ia harus menjaga barang tersebut sebagaimana barangnya sendiri. Al-wadi`ah bi

`ajr (wadi`ah dengan jasa) ialah wadi` hanya menjaga barang titipan sesuai dengan

yang diperjanjikan tanpa harus melakukanseperti halnya tradisi masyarakat.

10
Kecerobohan/kelalaian (tagshir) dari pihak penerima titipan itu biasa terjadi

dan sering terjadi. Adapun kelalaian itu banyak ragamnya namun yang biasa terjadi

ialah menjaga titipan tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh mudi`. Ini biasa

terjadi pada wadi`ah bi `ajr, namun bila wadi` lalai dari yang diamanatkan maka

wadi` harusbertangggung jawab terhadap segala kerusakan barang titipan

tadi. Kesalahan yang lain membawa barang titipan bepergian (safar) tanpa ada

sebelumnya pembolehan dari mudi`, maka wadi` harus bertanggung jawab atas

kehilangan barang tersebut, dalam hal ini wadi`sedang tidak bepergian. Apabila

wadi` menerima wadi`ah sedang ia dalam bepergian maka wadi` sudah bertanggung

jawab terhadap barang tersebut selama ia dalam perjalanan sampai ia

pulang. Seterusnya kesalahan yang lain adalah menitipkan wadi`ah kepada orang lain

yang bukan karena udzur, tidak melindungi barang titipan dari hal-hal yang merusak

atau hilang maka penerima titipan harus mengganti dengan yang sejenis atau sama

nilainya (qima)

Ta`adli hampir sama dengan taqshir bedanya ialah taqshir adalah kelalaian

penerima titipan karena ia tidak mematuhi akad wadi`ah sedangkan ta`addli adalah

setiap perilaku yang bertentangan dengan penjagaan barang, diantara bentuk taqshir

ialah menghilangkan barang dengan sengaja, memanfaatkan barang titipan

(mengkonsumsi, menyewakan, meminjamkan dan menginvestasikan)

H. APLIKASI DALAM PERBANKAN

Keynes mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang karena : Transaksi,

Cadangan dan Investasi, sehingga perbankan menyesuaikannya dengan giro, deposito

11
dan tabungan. Sementara itu pada bank syariah dalam penghimpunan dananya selain

bersumber dari modal dasar juga melalui produk tunggal yaitu wadi`ah (tabungan)

namun dalam prakteknya setiap bank berbeda, ada yang seperti giro ada yang seperti

deposito. Dilihat dari sunber modal yang terbesar selain modal dasar tadi maka

wadi`ah dapat dibagi kedalam, Wadi`ah Jariyah/Tahta Thalab dan Wadi`ah

Iddikhariyah/Al Taufir keduanya termasuk kedalam TITIPAN yang sifatnya biasa.

Menurut Antonio kedua simpanan ini mempunyai karakteristik yakni

harta/uang yang dititipkan boleh dimanfaatkan, pihak bank boleh memberikan

imbalan berdasarkan kewenangan menajemennya tanpa ada perjanjian sebelumnya

dan simpanan ini dalam perbankan dapat disamakan dengan giro dan tabungan

Wadi`ah Istitsmariyah (TITIPAN INVESTASI), seperti halnya wadi`ah yang

terbagi atas dua jenis, maka titipan investasi inipun terbagi atas dua bahagian juga

yaitu : General Investment (investasi umum) dan Special Investment (investasi

khusus). Kedua jenis investasi ini mempunyai perbedaan yang terletak pada Shahib

Al-Malnya dalam praktek penginvestasiannya.

Sesuai dengan pembagian wadi’ah di atas, maka wadi’ah yad al- amanah,

pihak yang menerima titipan tidak boleh mengunakan dan memanfaatkan uang atau

barang yang ditipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Pihak

penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan.

Dengan demikian si penitip tidak akan mendapatkan keuntungan dari titipannya,

bahkan dia dibebankan memberikan biaya penitipan, sebagai jasa bagi pihak

perbankan. Sehingga skemanya sebagai berikut:[1]

12
Pembeda Akad Wadiah Akad Mudharabah
Nasabah tidak mendapatkan
Bagi hasil bagi hasil, nasabah hanya Nasabah mendapatkan nisbah (bagi
(Keuntungan) mendapatkan bonus secara hasil atau keuntungan).
sukarela dari pihak bank.
Nasabah berperan sebagai
Nasabah berperan sebagai sohibul
Peran nasabah muwadi (penitip uang atau
mal (pemilik modal).
barang).
Dana yang disimpan di bank Syariah
Dana yang disimpan di bank
Status uang disebut sebagai bentuk investasi,
Syariah hanya bersifat
atau barang karena nasabah mendpatkan nisbah
simpanan atau titipan.
(bagi hasil atau keuntungan).

Adapun wadi’ah dalam bentuk yad adh-dhamanah pihak bank dapat

memanfaatkan dan menggunakan titipan tersebut, sehingga semua keuntungan yang

dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian juga bank adalah

penanggung seluruh kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan bagi si penitip, ia akan

mendapatkan jaminan keamanan terhadap titipannya. Tapi walaupun demikian pihak

si penerima titipan yang telah menggunakan barang titipan tersebut, tidak dilarang

untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan

sebelumnya dan jumlahnya tidak ditettapkan dalam nominal persentase

secara advance.

Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-

MUI/IV/2000, yang menyatakan bahwa ketentuan umum Giro berdasarkan Wadi’ah

ialah:

1. Bersifat titipan,

2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call), dan

13
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk

pemberian (‘athiya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.

Demikian juga dalam bentuk tabungan, bahwa ketentuan umum tabungan

berdasarkan Wadi’ah adalah

1. Bersifat simpanan,

2. Simpanan bias diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan,

3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk

pemberian (‘athiya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.(lihat Fatwa DSN

No. 02/DSN-MUI/IV/2000.)

Tetapi dewasa ini, banyak bank Islam yang telah berhasil mengombinasikan

prinsip al-wadi’ah dengan prinsip al-mudharabah. Akibatnya pihak bank dapat

menetapkan besarnya bonus yang diterima oleh penitip dengan menetapkan

persentase.

Aplikasinya dapat dilihat dalam skema berikut ini:

Produk/jasa Akad
Sertifikat wadiah Bank Indonesia (SWBI) Wadiah
Giro (Rp/USD/SD) Wadiah Yad Dhamanah
Tabungan Qurban Wadiah Yad Dhamanah
Tabungan Haji Wadiah Yad Dhamanah

I. PENUTUP

Dari hasil uraian pemakalah ini pembaca diharapakan dapat mengerti dan

memahami apa itu bank syari`ah, bagaimana proses pelaksanaannya, produk apa saja

yang ditawarkannya dan yang paling terpenting bahwasanya kehadiran perbankan

14
syariah adalah untuk membersihkan penyimpanan maupun penginvestasian dana

masyarakat sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam Al-Qur`an dan As-

Sunnah, sehingga kita dapatkan apa yang telah Allah janjikan kelak diyaumil akhir

dan terlepas dari azab siksa kubur dan api neraka naujubillahi minzalik.

Memang kita sadari dalam prakteknya sehari-hari ditengah-tengah masyarakat

kita yang selama ini terbiasa dengan yang namanya royalti sehingga dalam

penyimpanan dan penginvestasian selalu memandang besar kecilnya suku bunga

suatu Bank tanpa memperhatikan kemaslahatannya terhadap diri dan

keluarganya. Namun bagi kita yang mempunyai jiwa mujahid dan mujahidah tidak

perlu berkecil hati terus berusaha dan berusaha membertikan penerangan dan

pengertian bagi saudara-saudara kita yang belum mengerti dan paham setidak-

tidaknya kita telah memulainya dari diri kita masing-masing. Amin.

15
DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema

Insani, 2001.

Firdaus, NH, Muhammad, dkk., Fatwa-Fatwa Ekonomi Syari’ah Kontemporer,

Jakrta: Renaisan, 2005.

____________, Cara Mudah Memahami Akad-akad Syari’ah, Jakarta: Renaisan,

2005

Rivai, Veithzal, dkk.,Bank and Financial Institution Management Conventional &

Sharia Syistem, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007

Shalahuddin Lc, dkk., Produk-produk Jasa Bank Islam Teori dan Praktek, Jakarta:

Pusat Kajian Ekonomi Islam, 2004

[1]Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta:


Gema Insani, 2001, hlm. 87
[2] Ibid., hlm. 88.

16
Aplikasi Perbankan Syariah Kontemporer
Konsep Operasional Bank Syari’ah
Dalam menjalankan fungsi dan perannya bank syari’ah secara garis besar, sistem
operasional bank syari’ah ditentukan aqad yang terdiri dari lima dasar aqad. Bersumber dari
lima dasar aqad inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syari’ah
. Berikut adalah kelima konsep dan produk perbankan syariah menurut PSAK :

1) Prinsip pinjaman murni (Al-Wadiah)

Al-Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila
nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian
titipan.

Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:

a) Wadiah Yad Al-Amanah

Wadiah Yad Al-Amanah adalah titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan
barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip

b) Wadiah Yad adh-Dhamanah

Wadiah Yad adh-Dhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip
dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut
diperoeh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan

2) Bagi hasil (Syirkah)

Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara
penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:

a. Al-Mudharabah

17
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan
mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika
usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemililk dana, kecuali
jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana. Mudharabah terdiri dari dua jenis,
yaitu :

1. Mudharabah Muthlaqah

Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana
dalam pengelolaan investasinya.

2. Mudharabah Muqayyadah

Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana
mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.

b. Al-Musyarakah

Al-musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan
modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-
sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan
maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi
hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Dua jenis al-
musyarakah:

1. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.

2. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih
setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.

3) Prinsip jual beli (at-tijarah)

18
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen
bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
Implikasinya berupa:

a. Al-Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

b. Salam

Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual
dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut
diterima sesuai syarat-syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual
dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan
kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini
disebut salam paralel.

c. Istishna’

Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai
penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan
sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara
umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. Bank dapat
bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian
memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara Istishna maka
hal ini disebut istishna paralel.

4) Prinsip sewa (Al-Ijarah)

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.

19
Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik
merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk
memiliki barang pada akhir masa sewa.

5) Prinsip jasa (Al-Ajr Walumullah)

Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk
yang berdasarkan prinsip ini antara lain:

a. Al-Wakalah

Akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima
kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa. Akad
wakalah tersebut dapat digunakan, antara lain, dalam pengiriman transfer, penagihan
hutang baik melalui kliring maupun inkaso, dan realisasi L/C.

b. Al-Kafalah

Akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil (penjamin/bank) kepada makful
(penerima jaminan) dan penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu
kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan.

c. Al-Hawalah

Adalah pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam bentuk pengalihan
piutang maupun hutang, dan jasa pemindahan/pengalihan dana dari satu entitas kepada
entitas lain

d. Ar-Rahn

Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang
atau gadai.

e. Al-Qardh

Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali
atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan
untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq
dan shadaqah.

20
Fungsi Perbankan Syari’ah dalam Perekonomian

1. Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank
memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian.
b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan
seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.

c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang
berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank
yang meminjam) dan memenuhi persyaratan. Mungkin Anda pernah mendengar beberapa
bank dilikuidasi atau dibekukan usahanya, salah satu penyebabnya adalah karena banyak
kredit yang bermasalah atau macet.

21
2. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta
tetap.
3. Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran
uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek
wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.

Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya
adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling
membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.Keadilan
mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas
proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan
bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.Kegiatan bank syariah dalam
hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.Penentuan
harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah
penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan
menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini
prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah.

a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).

c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).

d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).


e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).

Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada


Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan
bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.Dalam perkembangannya

22
kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi
juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara
muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak
perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah. Contoh Bank
Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.

Perbankan Syariah

Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga ada Bank Syariah mulai tahun 1992 . Bank
Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi
pada tanggal 1 Mei 1992. Bank syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk
kaffah yaitu menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama
masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam
seperti larangan maisyir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan
keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi

Kitab Al-Qur’an melarang riba, antara lainya.

a. Al-baqarah : 278-279

“Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) …………..Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya.”

b. Ali- Imran : 130

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”

c. An-nisaa : 130

“…………dan disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil…………….

23
d. Ar-ruum : 39

“Dan sesuatu riba (tambahan) agar ia bertambah pada harta manusia, maka pada sisi Allah
itu tidak bertambah……..”

Selain dalam Al-Qur’an, larangan riba juga terdapat pada dalam hadits Rasulullah SAW.
Dalam pandangan Islam, uang tidak menghasilkan bunga atau laba dan uang tidak
dipandang sebagai komoditi.

Berkembangnya Bank-bank Syariah di negara-negara Islam (Mesir: Mit Ghamar


Bank, Islamic Development Bank, Faisal Islamic Bank, Kuwait Finance House, Dubai Islamic
Bank dll) berpengaruh ke Indonesia. Diskusi ataupun Lokakarya diselenggarakan sampai
akhirnya Tim Perbankan MUI menanda tangani Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia
pada tanggal 1 November 1991.

Perkembangan Bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya UU no


10 tahun 1998.Dalam UU tsb diatur dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang
dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank syariah. UU tsb memberi arahan bagi
bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah/ unit usaha syariah (UUS) atau
mengkonversi menjadi bank syariah

24

Anda mungkin juga menyukai