Disusun oleh :
Kelompok 1
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia dan
nikmatnya sehingga makalah yang berjudul “Kepemimpinan dalam Perspektif Al-
Qur’an” ini dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi
Kepemimpinan Islam yang diampu oleh Bapak Drs. Slamet Abdullah M.A.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT ke muka bumi ini, sebagai
khalifah (pemimpin), oleh karenanya maka manusia tidak terlepas dari
perannya sebagai pemimpin, dimensi kepemimpinan merupakan peran sentral
dalam setiap upaya pembinaan. Hal ini telah banyak dibuktikan dan dapat
dilihat dalam gerak langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan begitu
menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab
jatuh bangunnya suatu organisasi. Dalam menyoroti pengertian dan hakikat
kepemimpinan, sebenarnya dimensi kepemimpinan memiliki aspek-aspek
yang sangat luas, serta merupakan proses yang melibatkan berbagai
komponen didalamnya dan saling mempengaruhi.
Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yang secara bahasa berarti
seseorang yang di depan menjadi panutan (ketua), yang akan diikuti segala
perintah dan perbuatannya oleh suatu kelompok atau golongan tertentu.
Menurut Thariq & Faishal (2006:41), kepemimpinan adalah aktivitas
menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut
Ahmad (1987:15), kepemimpinan adalah kegiatan atau seni mempengaruhi
dan membimbing orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu suatu organisasi. Dengan demikian, kepemimpinan adalah
upaya untuk mengerakkan atau membimbing orang lain untuk bekerjasama
dalam mencapi tujuan tententu suatu organisasi.
Kepemimpinan dalam konsep Al-Qur’an disebutkan dengan istilah
Imamah, pemimpin dengan istilah Imam. Al-Qur’an mengkaitkan
kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran.
Seorang pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman dan tidak pernah
melakukan kezaliman dalam segala tingkat kezaliman: kezaliman dalam
keilmuan dan perbuatan, kezaliman dalam mengambil keputusan dan
1
aplikasinya. Seorang pemimpin harus mengatahui keadaan umatnya,
merasakan langsung penderitaan mereka. Seorang pemimpin harus melebihi
umatnya dalam segala hal: keilmuan dan perbuatan, pengabdian dan ibadah,
keberanian dan keutamaan, sifat dan prilaku, dan lainnya.
Al-Qur’an menjelaskan bahwa seorang pemimpin tidak pantas
mendapat petunjuk dari umatnya, seorang pemimpin harus berpengetahuan
dan memperoleh petunjuk sebelum umatnya. Bahkan Al-Qur’an menegaskan
seorang pemimpin harus mendapat petunjuk langsung dari Allah SWT, tidak
boleh mendapat petunjuk dari orang lain atau umatnya. Pemimpin dalam
pandangan Al-Qur’an sebenarnya adalah pilihan Allah SWT, bukan pilihan
dan kesepakatan manusia sebagaimana yang dipahami dan dijadikan pijakan
oleh umumnya umat Islam. Pilihan manusia membuka pintu yang lebar untuk
memasuki kesalahan dan kezaliman. Selain itu, kesepakatan manusia tidak
menutup kemungkinan bersepakat pada perbuatan dosa, kemaksiatan, dan
kezaliman. Hal ini telah banyak terbukti dalam sepanjang sejarah manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2. Bagaimana ciri-ciri pemimpin dalam Islam?
3. Bagaimana kepemimpinan dalam perspektif Al-Qur’an?
4. Bagaimana jenis-jenis pemimpin dalam perspektif Al-Qur’an?
5. Bagaimana kriteria pemimpin dalam perfpektif Al-Qur’an?
C. Tujuan
Makalah dengan judul Kepemimpinan dalam perspektif Al-Qur’an
mengkaji tentang pengertian dari kepemimpinan beserta dengan ciri-
cirinya, jenis-jenisnya, serta kriterianya dalam perspektif Al-Qur’an..
Dalam bahasan makalah ini, diharapkan pembaca dapat mengerti dan
memahami bagaimana kepemimpinan dalam pandangan Islam terutama
2
dalam perspektif Al-Qur’an serta dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Secara umum pemimpin atau imam adalah seseorang yang ditunjuk
untuk memiliki tanggung jawab memimpin oleh karena kodrat alamiahnya
sebagai manusia. Kepemimpinan menurut Kreiner adalah proses
mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak
buahnya secara sukarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan merupakan satu ’seni’ yang mengarah kepada suatu proses
untuk menggerakkan sekumpulan manusia menuju ke suatu tujuan yang telah
ditetapkan dengan mendorong mereka bertindak dengan cara yang tidak
memaksa yakni karena mereka mau melakukannya.
Fenomena kepimpinan dapat dijelaskan melalui konsep-konsep dasar
berikut:
1. Kepimpinan juga mewarnai dan diwarnai oleh media, lingkungan,
pengaruh dan iklim di mana dia berfungsi.
2. Kepimpinan tidak bekerja dalam ruangan yang hampa, tetapi suasana
yang diciptakan oleh pelbagai unsur.
3. Kepimpinan sentiasa aktif, namun boleh berubah-ubah darjatnya,
kepentingannya dan keluasan tujuannya. Kepimpinan itu bersifat dinamik.
4. Kepimpinan bekerja menurut prinsip, methodologi dan matlamat yang
pasti dan tetap.
Secara Islam kepemimpinan disebutkan dalam Al-Qur’an dengan
istilah Imamah, pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur’an mengkaitkan
kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran.
Seorang pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman, dan tidak pernah
melakukan kezaliman dalam segala tingkat kezaliman: kezaliman dalam
keilmuan dan perbuatan, kezaliman dalam mengambil keputusan dan
aplikasinya.
4
B. Ciri-ciri Pemimpin dalam Islam
Pemimpin dalam Islam memiliki beberapa ciri, di antaranya yaitu:
1. Niat yang ikhlas
2. Laki-laki
3. Tidak meminta jabatan
4. Berpegang dan konsistan pada hukum Allah
5. Memutuskan perkara dengan adil
6. Senentiasa ada ketika diperlukan
7. Menasehati rakyat
8. Tidak menerima hadiah
9. Mencari pemimpin yang baik
10. Lemah lembut
11. Tidak meragukan rakyat
12. Terbuka untuk menerima ide dan kritikan
5
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan makna
khalifah sebagai yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang
datang sebelumnya. Atas dasar ini, ada yang memahami kata khalifah
berarti yang menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya dan
menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya, tetapi bukan karena Allah tidak
mampu atau menjadikan manusia berkedudukan sebagai Tuhan, namun
karena Allah bermaksud menguji manusia dan memberinya penghormatan.
Karena manusia terlahir sebagai khalifah fil ardh, tugas selanjutnya
adalah menggali potensi kepemimpinannya yang bertujuan memberikan
pelayanan serta pengabdian yang diniatkan semata-mata karena amanah
Allah, yaitu dengan cara memainkan perannya sebagai pembawa rahmat
bagi alam semesta.
Kepemimpinan bagi semua manusia bukanlah pilihan, melainkan
adalah kemestian. Setiap manusia dengan takdirnya telah diberikan
amanah sebagai pemimpin. Seorang kepala negara adalah pemimpin bagi
rakyatnya, seorang direktur perusahaan adalah pemimpin bagi staff dan
karyawannya, seorang ketua organisasi adalah pemimpin bagi anggotanya,
seorang guru adalah pemimpin bagi murid-muridnya, seorang ayah adalah
pemimpin bagi anggota keluarganya, bahkan setiap manusia adalah
pemimpin bagi dirinya sendiri.
2. QS Al-Baqarah:149
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa
kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah
berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh
manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku".
Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang
dzalim".”
Bahwasanya dalam surat Al Baqarah ayat 124 mengisyaratkan
bahwa kepemimpinan dan keteladanan harus berdasarkan keimanan dan
ketaqwaan, pengetahuan, dan keberhasilan dalam aneka ujian. Karena itu
6
kepemimpinan tidak akan dapat dianugerahkan oleh Allah kepada orang-
orang yang dzalim, yakni yang berlaku aniaya. Dalam ayat ini
menjelaskan salah satu perbedaan yang menunjukkan ciri pandangan Islam
tentang kepemimpinan dengan pandangan-pandangan yang lain. Islam
menilai bahwa kepemimpinan bukan hanya sekedar kontrak sosial, yang
melahirkan janji dari pemimpin untuk melayani yang dipimpin sesuai
kesepakatan bersama, serta ketaatan dari yang dipimpin kepada pemimpin,
tetapi juga harus terjalin hubungan harmonis antara yang diberi wewenang
memimpin dengan Tuhan. Yaitu berupa janji untuk menjalankan
kepemimpinan sesuai dengan nilai-nilai yang diamanatkan-Nya.
Dalam ayat ini diterangkan bahwa kepemimpinan dalam Islam
lebih kepada anugerah bukan kepada upaya manusia. Dan tidak mungkin
Allah memilih seorang yang zalim sebagai seorang pemimpin. Karakter
pemimpin haruslah baik yang meliputi aspek kepribadian dan kemampuan
sosial.
3. QS An-Nisa:59
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan
Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya”.
Dalam Tafsir Al Azhar juz 5 (2007:127), ayat ini dengan
sendirinya menjelaskan bahwa orang yang beriman, yang pertama sekali
wajib menaati peraturan Allah SWT. Allah SWT menurunkan peraturan
itu dengan mengutus Rasul-rasul, dan penutup segala Rasul itu ialah Nabi
Muhammad SAW. Rasul-rasul membawa undang-undang Tuhan yang
termaktub di dalam Kitab-kitab suci, Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Quran.
Maka isi Kitab suci itu semuanya, pokoknya ialah untuk keselamatan dan
kebahagiaan kehidupan manusia.
7
Kemudian diikuti oleh taat kepada Ulil-Amri Minkum, orang-orang
yang menguasai pekerjaan, tegasnya orang-orang berkuasa di antara kamu,
atas dari pada kamu. Minkum mempunyai dua arti. Pertama di antara
kamu, kedua daripada kamu. Maksudnya, yaitu mereka yang berkuasa itu
adalah daripada kamu juga, naik atau terpilih atau kamu akui
kekuasaannya, sebagai satu kenyataan. Kemudian berkatalah sambungan
ayat: “Maka jika bertikaian kamu dalam suatu hal, hendaklah kamu
kembalikan dianya kepada Allah dan Rasul.” Syukur kalau hasil
musyawarat adalah kebulatan bersama yang memberi maslahat bagi
bersama, sehingga mudah dijalankan. Tetapi sewaktu-waktu tentu timbul
perselisihan pendapat di antara Ulil-Amri itu, atau Ahlul-Halli wal ‘Aqdi
itu. Maka kalau terjadi selisih di antara yang bermusyawarat atau diajak
bermusyawarat, perbandingkanlah perselisihan itu kepada ketentuan Allah
dan Rasul. Ketentuan Allah dan Rasul baik yang berupa Nash dari Al-
Quran dan Hadis, ataupun kepada Roh Syariat, dengan menilik pendapat
ahli-ahli Islam yang terdahulu atau dengan memakai qiyas perbandingan.
Niscaya sudah terang bahwa suatu musyawarat urusan kenegaraan tidaklah
bermaksud yang buruk, yang hendak menganiaya kepada orang banyak.
Dapat disimpulkan bahwa ayat tersebut tentang perintah taat kepada
pemimpin atau rasul ataupun Ulil Amri. Dan jika mendapati suatu masalah
ataupun perselisihan maka untuk memutuskannya haruslah musyawarah
dengan pemimpin yang ada.
4. QS An-Nisa:83
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang
keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri) kalau tidaklah karena
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan,
kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)”.
8
Kemudian surat An-Nisa ayat 83 al-Sayuthi (1975:140) juga
memaparkan bahwa asbabun nuzul ayat tersebut dilatar belakangi Uzlah
yang dilakukan Rasul terhadap istri-istri Beliau. Dari beberapa riwayat
dikemukakan bahwa Rasulullah uzlah (menjauhi) istri-istri Beliau. Ketika
itu Umar bin Khaththab masuk masjid, ia mendapati orang-orang yang ada
di dalam masjid sedang kebingungan tentang prilaku Rasulullah SAW
yang mereka lihat, mereka menceritakan kepada Umar bahwa bahwa
Rasulullah SAW telah menceraikan istri-istrinya. Setelah mendengar
pernyataan itu Umar bangkit dan berdiri di depan pintu masjid dan
berteriak bahwa Nabi tidak menceraikan istri-istrinya. Maka turunlah ayat
tersebut agar apabila mendengar kabar tentang sesuatu, agar meneliti
dahulu kebenaran berita tersebut sebelum menyiarkan kepada orang lain.
Dalam tafsir Al-Ahkam (Abdul Halim Hasan, 2006:287)
mentafsirkan makna surat adalah bahwa jika orang beriman menerima
suatu berita baik berita buruk atau baik dan menemui persoalan perdebatan
yang rumit maka hendaklah orang tersebut meyampaikan berita tersebut
kepada Rasul/ulil amri atau pemimpin yang mereka miliki. Begitu juga
dengan hal yang mereka perdebatkan diperintahkan menyerahkan
persoalan yang diperdebatkan kepada pemimpin. Jelaslah ayat tersebut
ditafsirkan mengenai penyebaran informasi atau berita hendaklah sebelum
menyampaikannya kepada orang lain berita tersebut harus diteliti dahulu
atau tabayun kepada pemimpin/ulil amri.
5. QS Al-An’am:165
“Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di
bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain,
untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya, sesungguhnya
Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sebagai penutup dari surat al-An‟am, Allah mengingatkan bahwa
Allah telah menjadikan kalian sebagai penguasa di atas bumi, yang telah
9
menggantikan umat dan masyarakat yang sebelummu, juga Allah telah
mengangkat sebagian dari kamu beberapa derajat, setingkat dari yang lain,
kekuasaan dan ketinggian derajat itu tidak lain Allah akan menguji kalian,
bagaimana menerima, mempergunakan dan mensyukuri pemberian
Tuhanmu itu.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dia adalah Tuhan segala sesuatu. Dialah
yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi ini setelah lewat
umat terdahulu, yang dalam perjalanan mereka terdapat pelajaran bagi
orang yang ingat dan memperhatikan. Demikian pula Dia telah
mengangkat sebagian kamu atas sebagian lainnya tentang kekayaan,
kekafiran, kekuatan, kelemahan, ilmu, kebodohan, agar Dia menguji
kalian tentang apa yang Dia berikan kepadamu. Artinya supaya dia
memperlakukan kamu sebagai penguji terhadapmu pada semua itu lalu dia
berikan balasan atas amalmu. Sebab telah menjadi sunnah-Nya bahwa
kebahagiaan manusia secara individual maupun kelompok di dunia
maupun di akhirat, atau kesengsaraan mereka di dunia dan akhirat,
tergantung pada amal dan tindakan mereka.
6. QS Sad:26
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena
ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orangorang
yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena
mereka melupakan hari perhitungan”.
Asbabun nuzul ayat tersebut al-Sayuthi (1975:158) berpendapat
ayat ini diturunkan berkaitan ayat sebelumnya tentang kisah keistimewaan
dan pengalaman Nabi Daud. Rangkaian kisah tersebut agar Rasulullah
mengambil pelajaran untuk mengetahui bagaimana mengahadapi orang
sombong dan permusuhan orang musrik. Dengan demikian tujuan ayat
10
tersebut agar menguatkan semagat dan jiwa Rasulullah untuk melawan
orang-orang musrik dimekah pada saat itu.
Dalam tafsir Al-Misbah IV karya Quraish Shihab (2007:368)
menjelaskan Allah swt mengangkat Nabi Daud sebagai khalifah, Allah
berfirman “Hai Daud sesungguhnya Kami menjadikanmu Khalifah.” yaitu
penguasa dibumi yakni Baitul Maqdis. Maka putuskanlah semua persoalan
yang engkau hadapi diantara manusia dengan adil dan jaganlah engkau
mengahadapi hawa nafsu antara lain dengan kesesatan. Sesungguhnya
orang-orang yang terus-menerus sesat akan mendapat siksa yang berat atas
kesesatannya karena Allah tidak akan melupakan mereka pada hari
perhitungan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ayat ini merupakan
peringatan dari Allah kepada para penguasa untuk menerapkan hukum
dengan adil kepada manusia sesuai dengan kebenaran yang diturunkan
dari sisi Allah, serta tidak berpaling darinya, hingga mereka sesat dari
jalan Allah. Sesungguhnya Allah mengancam orang yang sesat dari jalan-
Nya serta melupakan hari hisab dengan ancaman yang keras dan adzab
yang pedih.
11
Sampai kapan pun akan tetap ada pemimpin yang mengajak ke dalam
neraka seperti Firaun, Nimrod, Abu Jahal dan Abu Lahab. Jenis pemimpin
yang kedua digambarkan dalam Alquran, yakni pemimpin yang mengajak
umat yang dipimpinnya ke dalam surga. Pemimpin jenis kedua ini
digambarkan dalam Surat As Sajdah Ayat 24 yang menjelaskan karakter
pemimpin. Allah berfirman, "kami jadikan di antara umat manusia itu ada
pemimpin yang punya karakter mengajak umatnya terhadap agama kami yang
benar dan jalan yang lurus" (32:24).
12
seorang pemimpin itu percaya atau beriman adanya malaikat pencatat amal
tadi, maka pemimpin sudah barang tentu akan selau berhati-hatii dalam
berbuat jangan sampai ia terjerumus dosa yang menambah catatan
amalnya.
Kemudian percaya kepada Rasulnya maknanya percaya dan taat
segala seruan rasul dan menjalankan kehidupan sebagaimana rasul
contohkan. Selanjutnya percaya akan kitabnya, maksud kitab disini bahwa
kitab Al-qur’an. Apabila pemimpin percaya kepada Alquran dalam
kehidupan sehari-harinya tak lepas dari membaca Alquran dan menjadikan
Alquran sebagai pedoman dan petunjuk dalam menjalankan hidupnya.
Percaya kepada hari kiamat, dengan menyakini bahwa kiamat itu pasti
akan dating. Dan terakhir percaya takdir baik dan takdir buruk, apabila
percaya akan hal takdir tersebut tentu seorang pemimpin selalu optimis
dalam menjalankan tugasnya setelah ia berusaha yang terbaik apabila ia
mendapati takdir yang tak disukai aia akan mengembalikannya pada Allah
menganggap bahwa itu sudah ketentuan dari-Nya jadi taka da kata putus
asa dalam diri pemimpin. Demikianlah makna beriman untuk seorang
pemimpin atau khalifah, katakter yang pertama yang harus ada dalam diri
pemimpin.
13
materi ataupun non materi. Adapun yang menjadi rujukan dalam karakter
adil dan amanah adalah Qs. Shaad:26. Dimana dalam ayat tersebut
menceritakan taula Nabi Ibrahim yang dan Rasulullah dalam mengemban
dakwahmelawan orang mukmi.Rangkaian kisah tersebut agar Rasulullah
mengambil pelajaran untuk mengetahui bagaimana mengahadapi orang
sombong dan permusuhan orang musrik. Dengan demikian tujuan ayat
tersebut agar menguatkan semagat dan jiwa Rasulullah untuk melawan
orang-orang musrik dimekah pada saat itu.pada ayat “Maka berilah
keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu”, maksud ayat tersebut ialah contoh sikap seorang
khalifah dalam mengambil keputusan dalam suatu masalah yaitu harus
bersikap adil dan amanah, yang menempatkan sesuatu pada tempatnya
tidak berbuat curang ataupun menipu, berbuat seadiladilnya dalam
mengatasi masalah. Mengambil putusan tidak berdasarkan hawa nafsu.
Dan kemudian di kalimat selanjutnya Allah memberi ancaman bagi orang
yang tidak adil dan amanan yaitu pada kalimat “Sesungguhnya orang-
orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena
mereka melupakan hari perhitungan.” Bagi orang yang tak menjalankan
amanah dengan sebaik-baiknya dan tak berlaku adil maka tergolong orang
yang sesat diamana Allah swt memberi peringatan akan adanya azab
baginya dan Allah tak akan luput dari hari perhitungan. Demikianlah
uraian karakter adil dan amanah yang ada dalam surat Shaat:26 yang harus
dimiliki oleh pemimpin.
14
QS. al-Baqarah : 124 menerangkan tentang penunjukan langsung kepada
Ibrahim dalam posisinya sebagai imamah (pemimpin), setelah beliau
mendapat sederetan ujian dari Allah, disebutkan, “Sesungguhnya Aku
akan menjadikanmuimam (pemimpin) bagi seluruh manusia”.Ibrahim
berkata, “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.” Dari sini dipahami
bahwa keturunan Nabi Ibrahim, yakni termasuk Nabi Muhammad adalah
seorang pemimpin yang harus ditaati. Pada kalimat selanjutnya “Allah
berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim". Allah
memberitahukan bahwa seorang Rasul itu tidak zalim. Dalam sirah Nabi
Muhammad, beliau adalah pemimpin negara yang mampu mempersatukan
semua kelompok etnis, suku, dan penganut agama-agama ketika
membangun negara Madinah. Ini berarti bahwa termasuk kriteria
pemimpin yang diharapkan adalah memiliki sikap tasamuh (toleran).
Lebih lanjut QS. An-Nisa’ : 59 dan 83 disebutkan bahwa segala
persoalan harus dikembalikan kepada pembuat undang-undang, yakni
Allah, rasulNya, dan ulu al-amr. Di sini dipahami bahwa seorang
pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya harus merujuk pada
ketentuan al-Qur’an dan Sunnah.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum pemimpin atau imam adalah seseorang yang ditunjuk untuk
memiliki tanggung jawab memimpin oleh karena kodrat alamiahnya sebagai
manusia. Dalam perspektif islam kepemimpinan bukan hanya sekedar
kontrak sosial, yang melahirkan janji dari pemimpin untuk melayani yang
dipimpin sesuai kesepakatan bersama, serta ketaatan dari yang dipimpin
kepada pemimpin, tetapi juga harus terjalin hubungan harmonis antara yang
diberi wewenang memimpin dengan Tuhan. Yaitu berupa janji untuk
menjalankan kepemimpinan sesuai dengan nilai-nilai yang diamanatkan-Nya.
Ciri-ciri Pemimpin dalam Islam antara lain: laki-laki,memiliki niat yang
ikhlas, berpegang teguh dan konsisten terhadap hokum Allah, adil, senantiasa
ada jika diperlukan, dapat memposisikan diri untuk lemah lembut atau tegas
dalam memimpin.
Dalam perspektif Al Quran, kepemimpinan dijelaskan dalam QS. Al
Baqarah: 30,149, QS. An Nisa:59,83 QS. Al An’am:165, QS Shad:26
Jenis jenis pemimpin dalam perspektif Al Quran, yang pertama adalah
pemimpin yang mengajak ke jalan kebenaran seperti yang dijelaskan QS As
Sajdah ayat 24 sedangkan pemimpin yang kedua adalah pemimpin yang
mengajak ke jalan kesesatan seperti yang dijelaskan pada QS Al Qashas ayat
41.
Kriteria pemimpin dalam perspektif Al Quran diantaranya, beriman dan
bertaqwa kepada Allah, adil dan amanah, dan memiliki kepribadian yang
menyerupai Rasul dalam artian menjalankan kepemimpinan sesuai dengan
dengan nilai nilai yang telah terkandung dalam riwayat kepemimpinan Rasul
terdahulu
16
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. (2007). Tafsir Al-Azhar, jilid 5. Singapura: Kerja Print Ltd. cet7.
17
Hasan, H.A. (2006). Tafsir Al-Ahkam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Muhammad Nasib ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid II (Jakarta: Gema
Insani Press, 1999), 331
https://syamsuri149.wordpress.com/2008/05/28/kepemimpinan-menurut-al-
qur%E2%80%99an/
http://layananpenerjemah.blogspot.com/2015/11/kepemimpinan-dalam-perspektif-
al-quran.html
http://cahyaiman.wordpress.com/2010/04/16/kepemimpinan-dalam-perspektif-
islam/
http://community.siutao.com/showthread.php/1684-Leadership-Teori-
Kepemimpinan
http://www.iluvislam.com/v1/readarticle.php?article_id=1433
http://tafsirtematis.wordpress.com
http://www.facebook.com/notes/baitul-izzah/ciri-ciri-pemimpin-menurut-
islam/175457053567
18