Anda di halaman 1dari 12

Penerapan Wahdatul Ulum Dalam Kepemimpinan

Oleh
Muhtadiah Hasibuan
3005233010
Mata Kuliah: Wahdatul Ulum
Dosen pengampu: Prof. Dr. Sukiman, M.Si

Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam


Fakultas Dakwah Dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara
Medan
2023
Daftar isi

A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................1


B. Sumber Ilmu Pengetahuan Alquran Dan Hadist........................................................................2
C. Aspek Yang Berkaitan Dengan Wahdatul Ulum.........................................................................4
D. Dampak Wahdatul Ulum...........................................................................................................5
E. Penutup..................................................................................................................................10
F. Daftar Pustaka.........................................................................................................................10

A. Latar Belakang Masalah


Wahdatul merupakan paradigma integrasi keilmuan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Paradisma ini merupakan paradigma integrasi keilmuan yang memahami dan meyakini bahwa
ilmu pengetahuan adalah satu. Walaupun dikembangkan dalam sejumlah bidang ilmu dalam
bentuk departemen atau fakultas, program studi, dan mata kuliah, namun semuanya memiliki
kaitan kesatuan sebagai ilmu yang diyakini merupakan pemberian Tuhan. Oleh karenanya
ontologi, epistemologi, dan aksiologinya dipersembahkan sebagai pengabdian kepada Tuhan
dan didedikasikan bagi pengembangan peradaban dan kesejahteraan umat manusia.

Menyadari hal itu sejumlah perguruan tinggi Islam melakukan transformasi menjadi
universitas dengan perluasan bidang ilmu pengetahuan yang dikembangkan, dengan harapan
dapat memberi solusi bagi problema peradaban dan kemanusiaan serta dapat memberi
harapan akan kualitas spiritual dan keselamatan dihari kemudian. Transformasi tersebut
secara tak terelakkan membutuhkan paradigma dan guidance pengembangan ilmu
pengetahuan yang integratif sehingga dapat menjawab harapan umat manusia.
Sejalan dengan perkembangan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan sebagai
universitas Islam yang mengembangkan ilmu pengetahuan, bukan hanya ilmuilmu keislaman
(Islamic Studies) tetapi juga ilmu pengetahuan Islam (Islamic Science); bukan hanya ilmu
untuk ilmu tetapi juga untuk pengembangan peradaban, maka Universitas Islam Negeri
Sumatera utara Medan merumuskan dan menetapkan pelaksanaan intgegrasi keilmuan12 yang
dirumuskan dalam term ‘Wahdatul ‘Ulûm’.
Penerapan suatu wadah pada masyarat sangat lah penting bisa kita mulai dengan cara
sederhana supaya apa yang kita sampaikan mudah dipahami atau diterima Masyarakat
karena menjadi refrensi praktik baik bagi orang yang membutuhkan itu sangatlah
baik. Pemimpin sesuai dengan perannya, memiliki fungsi utama yang harus dipahami
secara mendalam terhadap fungsi yang berhubungan dengan tugas atau bahkan

1
memecahkan masalah. Keutuhan dan kekompakan kelompok atau social merupakan
fungsi selanjutnya yang pada umunya sering diabaikan. Pemimpin adalah seseorang
yang berhak bertindak mempengaruhi orang lain lebih dari orang lain mempengaruhi
dirinya. Seorang pemimpin harus berani mengambil resiko dalam membuat suatu
keputusan untuk menghasilkan suatu perubahan yang lebih baik terhadap suatu
wadah.
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin, mempunyai awalan pe dan akhiran an yang
menunjukan sifat yang memiliki oleh pimpinan itu. Kata pimpinan mengandung
pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan
ataupun mempengaruhi. Menurut Dubin dalam Fieldler dan Chemers (1974),
kepemimpinan adalah ativitas para pemegang kekuasaan dan pembuat keputusan.

B. Sumber Ilmu Pengetahuan Alquran Dan Hadist

a. bentuk-bentuk kepemimpinan dalam islam


1. Proses Kepemimpinan
a. kepemimpinan dalam organisasi
b. kepemimpinan dalam perubahan sosial
2. Tipologi Kepemimpinan
a. kepemimpinan tradisional
b. kepemimpinan kharismatik
c. kepemimpinan rasional
d. kepemimpinan otoriter
3. Kepemimpinan Dalam Islam
Seperti ayat-ayat Al quran yang menjelaskan tentang kepemimpinan:
QS. Al-Baqarah Ayat 30: Allah menjadikan Nabi Adam sebagai khalifah di bumi,
yang berarti pemimpin yang mengurus dan mengembangkan bumi sesuai dengan
syariat Allah.
QS. An-Nisa Ayat 59: Allah menyuruh kita untuk taat kepada Allah, Rasul, dan ulil
amri, yaitu pemimpin yang adil dan amanah. Jika ada perselisihan, maka
kembalikanlah kepada Al-quran dan Sunnah.
“sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari
kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang
melaksanakanya dengan cara baik, serta dapat menjalankan dengan cara baik, serta
dapat menjalankan amanahnya sevagai pemimpin,”(Riwayat Muslim).

2
4. Model Kepemimpinan Rasululloh
a. Aqidah, hal ini diawali dengan membina aqidah menanamkan kesan terhadap
Allah dan kecintaan terhadap Rasulnya. Dicatat dengan tempo23 tahun telah berhasil
membentuk struktur masyarakat yang stabil dan dinamis.
b. Suri tauladan, beliau mencontohkan kepada para sahabat apa arti konsisten dan
bagaimana konsisten itu, yang bisa kita sebut istiqomah. Beliau berkata jujur dan
mencontohkan kejujuran.
c. Sistem kaderisasi dimana Rasululloh mengkader sahabatnya dengan sabar,
disiplin sehingga terbentuk sahabat yang militan seperti khulafaurrasyidun.
d. Musyawarat, pola inilah yang dibuat oleh rosul dalam mengambil keputusan.
5. kepemimpinan dakwah
Adapun kepimpinana dakwah rosulullah diklasifikasikan pada tiga komponen yakni:
a. sumber daya manusia
b. organisasi atau lembaga dakwah
c. program dan strategi
6. konsep diri dalam kepemimpinan
Ada beberapa tipologi manusia
a. manusia ekonomis
b. manusia teoritis
c. manusia estetis
d. manusia religis
e. manusia berkuasa
f. manusia sosialitas
7. kepemimpinana dalam komunikasi
Dalam hal ini rasululloh berpesan:
a. mengutamakan pelaksanaan tugas
b. bertenggang rasa
c. membangkitkan kepercayaan (inpirasi)
d. penghargaan dan pengakuan
e. partisipasi mengambil keputusan
f. memberikan otonomi dan delegasi
g. menetapkan tugas
h. training
i. pemecahan masalah

3
j. mengendalikan konflik
kepemimpinan yang dilaksanakan Nabi Muhammad merupakan bentuk praktek nyata
dari pelaksanaan Al-Quran secara murni. Terbukti 4 pilar yang rasul tanamkan dalam
kepemimpinana antara lain
1. sidiq (jujur)
Sidiq memiliki arti benar. Rasul memiliki sifat wajib benar, baik dalam perkataan
atau perbuatannya. Semua rasul yang diutus untuk menyampaikan wahyu dari
Allah SWT melakukan tugasnya dengan benar. Mereka berdakwah melalui
perkataan dan perbuatan. Perkataan dan perbuatan mereka yang dijamin

kebenarannya selalu menjadi teladan bagi pengikut mereka.


2. amanah (dapat dipercaya)
Amanah artinya terpercaya. Seorang rasul wajib dan pasti memiliki sifat yang
Amanah. Jika sifat Amanah itu tidak dimiliki oleh rasul, maka tugasnya yang
sangat berat sebagai rasul tidak mungkin terlaksana. Seperti dijelaskan dalam
firman Allah SWT melalui QS. Asy-Syu’ara ayat 106 – 107 yang artinya; “Ketika
saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa?
Sesungguhnya aku ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu.”
3. tablig(menyampaikan)
Tabligh artinya adalah menyampaikan, yaitu menyampaikan perintah dan
larangan. Tidak ada satu pun ayat yang disembunyikan Nabi Muhammad saw dan
tidak disampaikan kepada umatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Ali
bin Abi Talib ditanya tentang wahyu yang tidak terdapat dalam Alquran, Ali pun
menegaskan yang termaktub dalam ayat berikut yang artinya;
"Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika
tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak
menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan)
manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir".
(QS. Al-Maidah: 67)

4. fatonah(cerdas)
Fathonah Artinya Cerdas. Mustahil Nabi itu bodoh atau jahlun. Dalam
menyampaikan 6.236 ayat Al Qur’an kemudian menjelaskannya dalam puluhan
ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang luar biasa. Nabi harus mampu
menjelaskan firman-firman Allah kepada kaumnya sehingga mereka mau masuk
ke dalam Islam. Nabi juga harus mampu berdebat dengan orang-orang kafir

dengan cara yang sebaik-baiknya.

4
Pada zaman sekarang banyak pimpinana yang sidiq akan tetapi tidak amanah, ada
yang fatonah tetapi belun sidiq bahkan tidak tablig.
Adakalanya dalam kepemimpinan itu harus otoriter dengan melihat sekeliling kita
semisal lingkungan kita acuh, adanya konflik yang berkepanjangan dan pemimpin
memandang perlu mengambil kebijakan secara otoriter untuk mengamankan
lingkungannya. Yang perlu dikembangkan adalah menggabungkan kepemimpinan
kharismatik, kepemimpinana rasional, kepemimpinan kolektif. Tentunya juga melihat
situasi, letak demografis, serta aspek lain.

C. Aspek Yang Berkaitan Dengan Wahdatul Ulum


a. Peningkatan Etos Kerja
etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang
didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja (Sukardewi et al., 2013).
Etos kerja berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang artinya sikap, kepribadian,
watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh
individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai
kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya (Tasmara), 2002).
Etos kerja adalah totalitas kepribadiaan dirinya serta cara mengekspresikan, meyakini
dan mendorong untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (Mathis & Jackson).
Etos kerja adalah semangat dan sikap batin tetap seseorang atau kelompok orang
sejauh didalamnya terdapat tekanan moral (Molesworth et al., 2003) etos kerja adalah
totalitas kepribadiaan dirinya serta cara mengerkspresikannya, memandang
menyakini, dan memberikan makna pada suatu, yang mendorong dirinya untuk
bertindak dan meraih amal yang optimal (Sinamo, 2011). Adapun indikator dalam
kerja menurut (Sinamo, 2011) adalah penuh tanggung jawab, semagat kerja yang
tinggi, disiplin, tekun dan serius serta menjaga martabat dan kehormatan
menurut (Buzzetto-Hollywood & Michell, 2019) kinerja meliputi beberapa aspek,
seperti kualitas kerja, ketetapan waktu, Inisiatif, kemapuan dan komunikasi.
1. penuh tanggung jawab
2. semangat kerja yang tinggi
3. berdisiplin
4. tekun dan serius
5. menjaga martabat dan kehormatan (Sinamo,2011)

5
Menurut Burns (1979), kepemimpinan adalah pemimpin membujuk pengikut untuk
mencapai tujuan bersama. Tujuan ini merefleksikan nilai-nilai, motivasi, keinginan,
kebutuhan, aspirasi yang diharapkan oleh pemimpin dan pengikut. Harold W. Boles
(1980) mendefenisikan kepemimpinana sebagai proses atau sejumlah tindakan yang
dimana satu orang atau lebih (pimpinan) menggunakan pengaruh, wewenang atau
kekuasaan terhadap satu orang atau lain (pengikut) dalam menggerakkan sistem sosial
untuk mencapai satu atau lebih tujuan sistem sosial. Jika seorang yang memiliki
kepemimpina yang baik, berarti dia telah menerapkan wahdatul ulum dalam masa
kepemimpinananya, pemimpin yang baik akan melahirkan generasi-generasi yang
bermatrabat.

D. Dampak Wahdatul Ulum


a. Islami Hospitality
ada 14 poin yang harus ditegakkan dalam penerapan islamic hospitality:
1. kebersihan dan fasilitas lingkungan
2. keamanan dan kenyamanan
3. saling menghormati
4. adab dan sopan santun
5. keramahan
6. kesiapan
7. keakraban
8. kehangatan.
9. pakain
10. ekomodasi
11. murah hati.
12. darmawan
13. memberi hiburan
14. makanan dan minum halalan thayyibah
Dari 14 poin tersebut dari aspek lembaga kepemimpinan Prof. Syahrin Harahap, UIN
sumut. Sangatlah banyak dampak wahdatul ulum bagi kepemimpinan salah satunya
dapat menjadi solusi atau responden para kepemimpinan
b. Klaboratif
kolaboratif diambil dari co dan labor, yang diartikan sebagai penggabungan tenaga
untuk mencapai tujuan bersama, kata kolaborasi seringkali digunakan untuk pekerjaan

6
yang bersifat lintas batas, lintas sektor, lintas hubungan (O’Leary, 2010;107).
Kolaborasi merujuk pada proses pengambilan keputusan organisasi untuk keputusan
bersama (Kim, 2010:112). Adagium yang tepat mendasari kepemimpinan kolaboratif
disanpaikan oleh Kozes dan Posner (2007:223) leadership is not a solo ach, it’s a
team effort’. Kepemimpinan bukanlah kegiatan yang dilakukan sendiri tapi
merupakan tindakan ataupun upaya kelompok. Tantangan terhadap pemimpin saat ini
sangat jauh berbeda dengan keadaan masa lalu, konsep kepemimpinan telah berubah
sedemikian cepat bukan hanya untuk organisasi publik, tapi juga menjadi tantangan
berat bagi eksitensi organisasi swasta. Pengetahuan masyarakat semakin meningkat,
nilai-nilai sosial mengalami pergeseran, hungan pimpinan masyarakat tidak lagi
didasari oleh prinsip feodalisme. Dinamika internal dan pengaruh faktor eksternal
turut mempengaruhi prinsip-prinsip kepemimpinan di era modern ini.
Peran kepemimpinan dalam kolaboratif adalah membantu stakeholder menemukan
solusi yang bersifat win-win, pemimpin adalah fasiliator atas proses kolaboratif
(Chrislip & Larsin, 1994; 125). Kepemimpinan kolaboratif tidaklah diniatkan untuk
merancang strategi untuk memecahkan masalah tetapi menciptakan sinergi antara
stakeholders yang akan menuntuk pada solusi yang inovatif.
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi seseorang untuk mencapai yang
diinginkan (Bush dan Glover, 2014). Ada tiga defenisi kepemimpinan yang diusulkan
oleh Bush Glover (2003) yaitu (1) kepemimpinan dalam proses mempengaruhi dalam
rangka menyusun dan mengatur suatu organisasi, (2) kepemimpinanan terkain dengan
nilai-nilai organisasi dan membuat orang berkomitmen pada nilai-nilai tersebut, (3)
visi merupakan komponen penting dalam kepemimpinana yang efektif.
Kalaborasi diperlukan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi dalam sebuah
wadah, oleh karena itu pemimpin harus mempunyai relasi tanpa batas, mampu
menciptakan peluang yang mekanisme. Kepemimpinana kolaboratif merupakan
kepemimpinanan yang efektif dalam mengatasi perubahan, yang mana untuk
mengatasi perubahan, yang mana mengatasinya membutuhkan kolaborasi,
mendengarkan, mempengaruhi dan adaptasi (mayer, 2009).
Ada 3 (tiga) peran pemimpin dalam kepemimpinan kolaboratif yang dikemukakan
oleh Ansell dan Gash (2012). Pertama, pemimpin sebagai pelayan, artinya pemimpin
memfasilitasi proses kolaboratif dengan membangun dan melindungi integritas proses
kolaboatif. Kedua, pemimpin pemimpin sebagai mediator, artinya pemimpin
memfasilitasi, memediasi dan membina hubungan dengan pemangku kepentingan.

7
Yang terakhir, pemimpin sebagai katalis, artinya pemimpin adalah seorang yang
membantu pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang
untuk menciptakan nilai. Daam hal ini, pemimpin menjadi katalisator untuk
kolaborasi yang efektif dan produktif.
Dampak Implementasi Berkepemimpinan
Mencermati berbagai konsep tentang kepemimpinan, peran kepemimpinan dan gaya
kepemimpinan, maka penulis yakin bahwa seorang pemimpin dalam sebuah
organisasi tidak akan berhasil mencapai tujuan tanpa memiliki kemampuan
mengimplementasikan peran kepemimpinan. Peran kepemimpinan yang dimaksud
pada tulisan ini adalah peran kepemimpinan yang mengacu pada pendapat Werren
Bennis & Burt Nanus yaitu peran kepemimpinan sebagai penentu arah, agen
perubahan serta juru bicara dan pelatih. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah gaya
kepemimpinan Bass & Avolio yang dikutip dari Luthans yaitu gaya kepemimpinan
transformasional dan transaksional. Hubungan kedua aspek ini dapat dilihat pada
perilaku pemimpin dan yang dipimpin. Pemimpin melaksanakan peran kepemimpinan
dengan mengguanakan gaya kepemimpinan. Sedangkan Pengikut sebagai staf
menerima dan merespon peran yang dimainkan oleh unsur pimpinan tersebut.
Mengimplementasikan peran kepemimpinan sebagai penentu arah, dalan arti kata
pemimpin mengarahkan pengikutnya ke arah pencapaian tujuan organisasi. Jika
pemimpin tidak memahami kondisi pengikut, maka untuk menggerakkan kearah
tujuan organisasi mustahil akan tercapai. Oleh karena itu para pemimpin di dalam
bertindak sebagai penentu arah, bagaikan alat (kompas) penentu arah yang digunakan
oleh seorang nahkoda di tengah laut kemana tujuan dan sasaran yang dituju. Tujuan
suatu organisasi tentunya mengacu pada visi organisasi, tanpa visi maka organisasi
tersebut bisa salah arah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Werren Bennis & Burt
Nanus (2006:ii) mengatakan bahwa elemen yang paling pneting dari kepemimpinan
yang sukses adalah visi yang disampaikan dengan jelas, atau indra yang tajam dalam
menentukan arah untuk memfokuskan perhatian semua orang yang terkait dengan
organisasi. Jadi visi organisasi merupakan panduan untuk mengarah pada pencapaian
tujuan organisasi yang bersangkutan. Untuk mengarahkan pengikut kearah pencapaian
visi, maka pemimpin harus memahami karkateritik pengikut menurut Yulk, bahwa
karakteristik setiap pengikut tercermin pada Ciri (Kebutuhan, nilai, konsep peribadi,
Keyakinan & Optimisme, Keterampilan & keahlian, Sifat dari pemimpinnya,
Kepercayaan kepada pemimpin, Komitmen dan upaya tugas, Kepuasan terhadap

8
pemimpin & Pekerjaan. Setelah memahami karkateristik pengikut, maka unsur
pimpinan memahami dan menyesuaikan gaya kepemimpinan apa yang cocok bagi
setiap pengikut agar mau mengikuti arahan yang bersumber dari pimpinan. Misalkan
salah satu karakterisitik yang dilihat dari aspek keterampilan dan keahlian, maka
unsur pimpinan sebenarnya menanamkan dan memberi keyakinan bahwa apa yang
dimiliki dapat memberi kontribusi terhadap organisasi, oleh karena itu pengikut
merasa diperhatian dan diharagai. Jika mengalami hambatan dengan adanya potensi
yang dimiliki maka unsur pimpinan mengarahkannya sesuai tujuan yang hendak
dicapai serta memberinya motivasi untuk meningkatkan kemampuan dengan
mengikuti pendidikan dsan pelatihan. Jika tidak menagalami hambatan, maka unsur
pimpinan memberi penghargaan baik berupa materi maupun non materi, seperti
pujian, karena tidak semua manusia dalam bekerja hanya sekedar memnuhi kebutuhan
hidup secara mendasar akan tetapi masih ada beberapa manusia membutuhkan
aktualisasi. Untuk memenuhi kebutuhan setiap manusia atau pengikut maka unsur
pimpinan dapat menerapkan gaya kepemimpinan transaksional maupun
transformasional.
Mengimplementasikan Peran kepemimpinan sebagai agen perubahan. Untuk menjadi
agen perubahan merupakan suatu lanjutan dari pemimpin sebagai penentu arah,
karena arahan yang diberikan pada pengikut bersumber dari visi, karena visi
merupakan komoditi dari para pemimpin (Werren Bennis & But Nanus, 2006:19).
Wahyu Suprapti (2000:35) mengatakan bahwa perubahan adalah kebutuhan setiap
organisasi, baik organisasi birokrasi pemerintahan maupun organisasi swasta, Hal ini
sejalan dengan dengan visi dan misi masing-masing organisasi serta dinamika
perubahan perkembangan ilmu dan tekhnologi.
Implementasi peran kepemimpinan sebagai juru bicara. Untuk menjadi juru bicara
atau pembicara maka seorang pemimpin sedapat mungkin memeiliki kelebihan atau
profesional dalam bidangnya agar dapat menjadi negosiator dengan pihak luar. Untuk
men jadi pembicara yang efektif harus membangun jejaringa dengan dunia luar, agar
memperoleh informasi, dikungan, ide dari sumberdaya yang bermanfaat bagi
perkembangan organisasi.
Mendeskrifsikan akal
Dalam struktur manusia, terdapat satu potensi yang dinyatakan dengan beberapa kata,
yaitu ratio (Latin), reason (Inggris dan Perancis), nous (Yunani), verstand (Belanda),
vernunft (Jerman), al-‘aql (Arab), buddhi (Sansekerta), dan akal budi (satu perkataan

9
yang tersusun dari bahasa Arab dan bahasa Sansekerta).1 Mengenai istilah “akal”,
tidak jelas sejak kapan menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia. Yang pasti, ia
diambil dari bahasa Arab, yaitu aqala-ya’qilu- ‘aqlan dan sudah digunakan oleh orang
Arab sebelum datangnya agama Islam, yang berarti kecerdasan praktis (practical
intelligence) yang ditunjukkan seseorang dalam situasi yang berubah-ubah. 2 Akal
menurut pengertian pra-Islam ini berhubungan dengan pemecahan masalah.
Sedangkan orang berakal menurut pendapat ini adalah orang yang memiliki
kecerdasan untuk menyelesaikan masalah setiap kali ia dihadapkan pada problem dan
selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang ia hadapi. Hal ini bisa dipahami
dari kebiasaan orang Arab zaman jahiliyah, yang menyebut ‘aqil sebagai orang yang
dapat menahan amarahnya, dan oleh karena itu dapat mengambil sikap dan tindakan
yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
Mendeskrifsikan jiwa
jiwa dalam pengertian judul artikel ini adalah mencakup seluruh aspek dan dimensi
psikis manusia yang terkandung di dalamnya segala kehidupan batin manusia dengan
segala sifat-sifat dan potensi-potensinya. Dalam istilah kunci yang digunakan oleh al-
Qur’a>n untuk menunjukkan jiwa dengan pengertian ini dapat tercakup dalam istilah:
al-nafs, al-qalb, al-‘aql, al-ru>h}, dan al-fit}rah.
Mesdeskrifsikan ruh
Menurut Quraish Shihab, Ru>h hingga kini walau diakui wujudnya, namun
hakikatnya masih menjadi misteri. Hal itu karena alQur’an tidak menjelaskan hakikat
ru>h. Namun demikian, al-Qur’an biasa menggunakan istilah ru>h untuk beragam
makna: wahyu-wahyu Ila>hi, malaikat yang membawa wahyu ( Jibril), spirit, nyawa
atau sumber hidup.
Mendeskrifsikan akal
Menurut Quraish Shihab, kata ‘aql (akal) tidak ditemukan dalam al-Qur’an, yang ada
adalah bentuk kata kerja – masa kini, dan lampau. Kata tersebut dari segi bahasa pada
mulanya berarti tali pengikat, penghalang. 43 Dari makna ini, maka potensi manusia
yang menjadikannya dapat memahami sekaligus membedakan antara yang baik dan
buruk serta “mengikat” dan menghalanginya terjerumus dalam kesesatan dan
keburukan dinamai “akal”. Karena itu, akal dalam pengertian al-Qur’an tidak terbatas
pada daya pikir semata-mata, tetapi juga daya kalbu.44 AlQur’an menggunakan kata
tersebut bagi “sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus dalam
kesalahan atau dosa.
10
Penutup
Berdasarkan pembahasan dan penjelasan yang sudah disampaikan sebelumnya, saya
selaku penulis mendapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan wahadatul ulum sangatlah penting bagi Masyarakat.
2. Masyarakat juga wadah pertama untuk menerapan wahdatul ulum
3. Dalam kepemimpinan penerapan wahdatul ulum 4 pilar tauladan rasul yang harus
di aplikasikan sidiq, amanan, tablig,fatonah.

Daftar Pustaka
Dasmawati, Implementasi Peran Kepemimpinan Dengan Gaya Kepemimpinan
Menuju Kesuksesan Organisasi. Vol 4, no 1 (2012)
Yuni Kasmawati, kepemimpinan klaborasi. Vol IX (2021). 200
Megawati, pengaruh etos kerja dalam kepemimpinan. Vol V (2020). 232
Amin Ibrahim, para pemimpin teladan, Jakarta, Al-Huda, 2005
Pahlawan Kayo Khatib, kepemimpinan islam dan dakwah, Jakarta: GIP, 2008
Ella Wargadinata, kepemimpinan kolaboratif. Vol VIII edisi I
Prof. Syahrin Harahap
Muhammad Hasbi, Konsep Jiwa Dan Pengaruhnya Dalam Kepribadian Manusia (Studi
Atas Tafsi>R Al-Mishba>H Karya Quraish Shihab). Vol 17, no 1 (2016)

11

Anda mungkin juga menyukai