Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH

AKHLAK DAN ETIKA


Dosen : Sanudin Ranam, MA.

MAKALAH
Metode Keteladanan dan Pembinaan Akhlak

Disusun Oleh : Kelompok 3 (R6A)

Anggota :
1. Nadia Amalia (201714500047)
2. Fira Ramadhanti (201714500061)
3. Ida Sulistiyowati (201714500062)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
JAKARTA 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Metode Keteladanan dan
Pembinaan Akhlak” ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga tugas
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Maret 2020

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................5
A. Pengertian Metode Keteladanan.......................................................................................5
B. Jenis- Jenis Keteladanan dalam Al-Qur’an.......................................................................5
C. Nabi Muhammad SAW dan Keteladanannya...................................................................8
1. Sifat-Sifat Wajib Bagi Rasulullah................................................................................8
2. Sifat-Sifat Utama Rasulullah........................................................................................9
D. Pengertian Pembinaan Akhlak........................................................................................12
E. Metode Pembinaan Akhlak.............................................................................................13
BAB III PENUTUP...............................................................................................................17
A. Kesimpulan.....................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Islam ajaran tentang nilai etis disebut dengan akhlak. Wilayah akhlak
dalam islam memiliki cakupan yang sangat luas, sama luasnya dengan perilaku dan sikap
manusia. Bahkan Nabi Muhammad saw menempatkan akhlak sebagai pokok
kerosulannya, dalam salah satu hadisnya beliau menegasakan bahwa “sesungguhnya aku
(Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Ahmad). Melalui akal
dan kalbunya, manusia mampu memainkan perannya dalam menentukan baik-buruknya
tindakan dan sikap yang dilakukannya.
Telah diketahui bersama, bahwa Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW
agar menjadi teladan bagi seluruh manusia dalam merealisasikan sistem pendidikan
Islam. Setiap prilaku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari, merupakan prilaku Islami
yang bersumber dari Al-Quran.Aisyah ra sendiri pernah berkata bahwa akhlak beliau
adalah Al-Quran. Dengan demikian, sebagai muslim, hendaknya menjadikan Rasul
sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Karena keagungan keteladanan yang
sempurna hanya dimiliki Rasulullah pembawa risalah abadi, kesempurnaannya
menyeluruh dan universal, baik yang berhubungan dengan masalah ibadah, atau yang
menyangkut kepatuhan atau kesabaran. Ini semua perlu diteladani dengan harapan agar
kita menjadi manusia yang bermental Islami yang seluruh aspek kejiwaannya didasari
dengan nilai-nilai luhur Al-Quran dan Hadits.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Keteladanan


Secara etimologi, metode berasal dar kata method yang berarti cara kerja yang
sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai tujuan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa keteladanan dasar katanya “teladan”
yaitu: “(perbuatan atau barang dsb.) yang patut ditiru dan dicontoh.” Oleh karena itu
keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Dalam Bahasa Arab
“keteladanan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah bentuk dari huruf-huruf;
hamzah, as-sin, dan al-wau, artinya pengobatan dan perbaikan. Kata “uswah” dan “al-
Iswah” sebagaimana kata dalam term Al-Quran berarti suatu keadaan ketika seseorang
manusia mengikuti manusia lain. Untuk itu, lafad “uswah” harus diidhafahkan pada
“hasanah”, yaitu contoh atau teladan yang baik; yakni jalannya salik yang sampai pada
keridhaan Allah yaitu: jalan yang lurus.
Keteladanan (Uswah hasanah) dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan,
yaitu meta dan hodos, Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “metode” adalah cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Dengan demikian, maka metode merupakan sebuah jalan yang hendak
ditempuh oleh seseorang supaya sampai kepada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan
perusahaan atau perniagaan, maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainnya.
Sedangkan keteladanan dasar katanya “teladan” yaitu: “(perbuatan atau barang
dsb.) yang patut ditiru dan dicontoh. Dengan demikian “keteladanan” atau “uswah
hasanah” adalah hal-hal yang ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain yang
memiliki nilai positif. Dari definisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa metode
keteladanan merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam proses
pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru (modeling).

B. Jenis- Jenis Keteladanan dalam Al-Qur’an


Dilihat dari term-term keteladanan (uswatun hasanah) dalam Al-Quran. Yakni
“Uswah, Iqtida, Ittiba‟, yang kesemuanya memiliki arti mencontoh atau mengikuti
perilaku orang lain, di mana para Rasul dan para sahabatnya menjadi sentral modeling,

5
maka keteladanan mereka tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Keteladanan dalam Kesabaran
Keteladanan dalam kesabaran ini tercermin pada diri rasul. Sebagai mana firman
Allah SWT :
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan
yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan
perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan
yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar.
Menurut Dr. Wahbah az-Zahiliyi, ayat ini turun pada hari Uhud. Allah
memerintahkan pada nabi untuk bersabar atas segala musibah. Sebagaimana sabarnya
para nabi yang mendapat gelar ulul Azmi. Karena keutamaan sabar merupakan
keutamaan akhlak yang akan mengangkat derajat di sisi Allah. Dan sabar di sini tidaklah
harus mencegah dari berjihad, dan lari dari musuh, dan membunuh para musuh dari
orang-orang kafir dan lain sebagainya.Dan sesungguhnya Allah Allah memerintahkan
pada keselamatan dan kemenangan dalam peperangan.
b. Keteladanan Dalam Beribadah
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).
Menurut Musthafa al-maraghi ayat tersebut memiliki makna Hai anakku,
dirikanlah shalat, yakni kerjakanlah shalat dengan sempurna sesuai dengan cara yang
diridhai. Karena dalam shalat itu terkandung ridha Tuhan, sebab orang yang mengerjakan
berarti menghadap dan tunduk pada-Nya. Dan di dalam shalat itu terdapat hikmah dapat
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Dari ayat dan penafsiran mufassir di atas, dapat peneliti ambil benang merah
dalam pendidikan keteladanan ibadah yaitu Lukman Hakim memerintahkan kepada
anaknya untuk melaksanakan shalat karena dalam shalat itu terdapat hikmah dapat
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.Lukman Hakim merupakan contoh dari orang
tua yang patut dijadikan teladan bagi orang-orang yang beriman.Ia merupakan bapak

6
yang bertanggung jawab terhadap keluarga.Nasehatnya yang dimulai dengan perintah
shalat, kemudian diakhiri dengan perintah untuk sabar merupakan suatu hal yang sangat
fundamental dalam mencapai ridha Allah SWT.
c. Keteladanan dalam Tawadlu
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-
orang yang beriman.”
Bersikap rendah hati kepada orang lain maksudnya menghormati orang lain
dengan ikhlas. Orang lain diperlakukan dengan penuh rasa hormat, dijaga perasaannya,
dan ia menampakkan tingkah laku yang menyenangkan. Siapapun yang dihadapinya
selalu diperlakukan dengan hormat. Bila berbicara dengan orang lain selalu dihargai
lawan bicaranya. Kalau bertemu dengan orang yang lebih rendah tingkat sosialnya ia
akan tetap berlaku hormat dan memuliakan martabatnya.
Rasul mempraktekkan sikap ini dalam kehidupan sehari-harinya.Beliau tidak
pernah marah terhadap orang yang menghina beliau. Bahkan beliau bila bertemu dengan
para sahabat terlebih dahulu mengucapkan salam. Dan bila di tengah jalan beliau disapa
oleh sahabat beliau menoleh dengan seluruh badannya.Akhlak rasul ini merupakan suri
tauladan bagi kaum muslimin.Orang tua pun dapat melatih anak-anaknya memiliki sifat
rendah hati kepada sesamanya bila sejak kecil ditanamkan sifat-sifat yang baik seperti
tutur kata yang lembut, kasih sayang dan penghargaan terhadap mereka.
Contoh riilnya yaitu mengajarkan anak untuk salim (mencium tangan) kepada
orang yang lebih tua, dan mengucapkan salam kepada siapapun. Dengan didididk kasih
sayang dan sikap rendah diri (tawadhu‟) akan menjadikan kelak diwaktu dewasa
memiliki akhlak yang mulia. Adapun ayat-ayat yang berhubunngan dengan keteladanan
dalan tawadhu‟ terdapat pada : Q.S. Al- An‟aam : 42-43, Q.S. Al-Hijr : 88, Q.S.Asy
Syu’ara : 215.
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa keteladanan
yang terdapat pada Al-Quran merupakan perwujudan dari pribadi Nabi Muhammad yang
dalam pelaksanaan pendidikan Islam dijadikan bahan pijakan dalam menggali pendidikan
keteladanan. Dengan demikian maka secara integral pendidikan keteladanan yang
didasarkan pada Al-Quran memiliki kaitan dalam pendidikan pedagogiknya yaitu dari
segi empirik dan psikologik bahwa manusia membawa fitrah ingin meniru atau
beridentifikasi terhadap apa yang dianggapnya itu baik pada dirinya.

7
C. Nabi Muhammad SAW dan Keteladanannya
Sungguh benar dalam diri Rasul terdapat suri tauladan yang baik bagi umat
manusia, kesuksesan manusia di dalam menjalani kehidupan dunia akhirat tidak terlepas
dari tuntunan yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Dari bangun tidur, menjalankan
aktivitas kehidupan sampai tertidur kembali, manusia tidak akan terlepas dari aturan-
aturan yang ada dan tentunya sumber dasar dari aturan-aturan tersebut adalah kalam Allah
dan sunnah Rasulullah. Nasihat Nabi Muhammad dari nasihat nasihat yang disampaikan
sebuah kunci kesuksesan agar manusia tidak jatuh dalam kesalahan, dan baik dalam
bersikap.
Keteladanan sifat-sifat Rasulullah yang penuh dengan keutamaan menjadi kunci
keberhasilan umat manusia dalam menjalani kehidupan dunia akhirat seperti sifat Shidiq,
amanah, tabligh dan Fathonah Rasulullah yang harus dijadikan keteladanan umat
manusia. Ditambah sifat-sifat utama lainnya yang ada pada diri Rasulullah seperti sifat
ikhlas sabar, qana’ah dan saja'ah merupakan sifat-sifat yang dibutuhkan manusia dalam
kehidupan. Oleh karenanya dibutuhkan percontohan dari manusia yang sempurna yakni
keteladan Nabi Muhammad SAW.
Di era modern dimana arus informasi dari luar yang sangat besar atau globalisasi.
kebiasaan dan paham orang dari luar negeri yang dianggap bisa membuat senang
kemudian diadaptasi oleh masyarakat, menjadi penyebab hedonisme masyarakat kita.
Selain itu, manusia juga memiliki sifat dasar tidak pernah puas dengan hal yang sudah
dimiliki. Sifat dasar manusia inilah yang menjadi penyebab hedonisme dan juga perilaku
konsumerisme. Dengan demikian perilaku hedonisme tentunya akan berdampak pada
masyarakat diantaranya : individualisme konsumtif, egois, cenderung pemalas, kurang
bertanggung jawab, boros, dan korupsi.

1. Sifat-Sifat Wajib Bagi Rasulullah


1) Shidiq
Memiliki pengertian bahwa Rasulullah adalah seorang yang selalu benar
(jujur) dalam ucapannya. Kebenaran ini dilakukan bukan bukan hanya setelah
beliau diangkat menjadi nabi dan rasul, namun jauh sebelum masa itu pada masa
anak-anak lihat tidak pernah berbohong sehingga mendapatkan gelar Al Amin.
Semua yang diucapkan oleh Rasulullah tidak pernah punya tendensi
pribadi atau didasari oleh interest pribadi atau emosional pribadi, tetapi semua

8
yang diucapkan oleh beliau didasari oleh panduan dari Allah SWT. Sifat kejujuran
Rasulullah tidak hanya diakui oleh umat Islam namun musuhnya pun ikut
mengakui kejujuran nabi Muhammad SAW.
2) Amanah
Akhlak Islam mengajarkan bahwa manusia harus memegang amanah,
yaitu menjaga titipan dan menjaga kewajiban umat Islam. Akhlak juga
mengajarkan untuk manusia agar meninggalkan sifat khianat yaitu sifat
mengingkari titipan, janji dan kewajiban. Nabi Muhammad mengisyaratkan
bahwa inti beragama terletak pada komitmen atau amanah untuk menjalankan
ajarannya.
3) Tabligh
Artinya adalah menyampaikan, maksudnya bahwa Rasulullah pernah
menyampaikan segala sesuatu yang diwahyukan oleh Allah kepadanya meskipun
terkadang ada ayat yang subtansinya menyindir beliau seperti tertera di surah
abbasa. Dimana Rasulullah mendapatkan teguran langsung oleh Allah pada saat
Rasulullah memalingkan wajahnya dari Abdullah ummu maktum yang yang
meminta diajari oleh suatu perkara yang tidak disembunyikan sama sekali oleh
beliau. Beliaupun tidak merasa khawatir akan reputasinya di rusak oleh sindiran
Allah tersebut. Justru sebaliknya sahabat tambah meyakini katakan kerasulan
beliau. Semua firman yang ditunjukkan kemanusia disampaikan oleh nabi
Muhammad tidak ada yang disembunyikan meski itu menyinggung nabi.
4) Fathonah
Sifat Fathonah (cerdas) merupakan hal yang wajib bagi seorang nabi dan
Rasul, karena tanpa kecerdasan mustahil kiranya seorang nabi dan rasul mampu
menyampain wahyu yang berupa Alquran yang sedemikian banyaknya hinga
mencapai 6.236 ayat dan 323.670 huruf tanpa ada yang salah dan keliru.

2. Sifat-Sifat Utama Rasulullah


1) Ikhlas
Mukhlis adalah sebutan bagi manusia yang ikhlas hatinya, perkataan ikhlas
berasal dari bahasa arab merupakan bentuk masdar akhlasa yang artinya memurnikan.
Definisi ikhlas diartikan oleh :
a. Musahabi dalam kitabnya al-ri’yat “ikhlas adalah engkau menginginkan Allah
dengan cara mentaati-nya”.

9
b. Seseorang yang tidak mencari perhatian dihati manusia dalam rangka
memperbaiki hatinya dihadapan Allah, dan ia tidak suka seandainya manusia
sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya sebesar biji sawi.
c. An Nawawi Asy Syafi’I menukil dalam kitabnya At Tibyan “ikhlas adalah engkau
mentauhidkan niatmu dalam ketaatan kepada Allah SWT.
d. Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin berkata arti ikhlas karena Allah ialah
apabila seseorang melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk taqarub kepada
Allah dan mencapai tempat kemuiannya.

 Ikhlas dalam Al Qur’an dan Al-Hadis


a. Dalam al-Qur’an Allah berfirman : “sesungguhnya beruntunglah orang-orang
yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya (Q.S. Al-
Mukminun:1-2)
b. Diriwayatkan dari Amir al-Mukminun Abu Hafsh Umar bin al-Khattab ra. Beliau
mengatakan aku mendengar Rasulullah SAW bersabda “sesungguhnya stiap
malam bergantung pada niatnya. Dan setiap amalan bergantung pada niatnya. Dan
setiap orang itu sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah
dan Rasulnya maka hijrahn7ya akan sampai kepada Allah dan Rasulnya. Dan
barang siapa yang hijrahnya karena wanita yang ingin dinikahinya. Maka
hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.” (H.R. Bukhari Muslim).

2) Sabar
a. Hakikat Sabar
Pertumbuhan sifat sabar itu sejalan dengan pertumbuhan akal. Namun
demikian, kesempurnaannya ialah ketika seorang telah mendapat siraman ajaan
agama dengan tumbuhnya iman didalam hatinya. Sebagaimana istiqomah
bersumber dari iman, sabar juga datang dari iman. Orang yang mempunyai iman
yang kuat akan sanggup menghadapi segala tantangan hidup. Meskipun sedih,
duka dan derita dirasakan, semuanya itu tidak akan membuat orang yang sabar
berputus asa. Baginya rasa sedih, duka, derita, dan sebaginya itu adalah soal biasa,
karena semua manusia pasti akan merasakannya.
Perlu diperhatikan bahwa tidaklah dinamakan orang sabar yang tidak mau
berusaha. Karena ada yang banyak salah duga, dikatakan bahwa sabar itu ialah

10
salah menerima segala-galanya. Padahal hakikat sabar yang sesungguhnya ialah
suatu sikap jiwa yang sanggup menerima segala sesuatu yang telah menjadi
ketentuan Tuhan, dibarengi dengan upaya yang tangguh dalam menghadapinya.
b. Tingkat-tingkat Kesabaran
Sifat sabar seseorang dengan seseorang lainnya tidaklah sama, ada yang
kuat, lemah dan ada juga yang pertengahan. Semua itu bergantung kepada tempat
tumbuhnya dan keadaan alam sekitarnya. Rasulullah membagi tingkat kesabaran
kepada tiga tingkatan, sabda Beliau : “Sabar itu ada tiga tingkatan : sabar terhadap
musibah, sabar dalam mentaati Allah dan sabar menjauhi maksiat.” (HR. Ibnu Abi
Dunya).
Sabar dalam menghadapi segala musibah yang menimpa diri adalah suatu
kewajiban setiap mukmin. Orang yang tidak dapat menahan diri dalam
menghadapi musibah adalah yang tidak memiliki kesabaran, dan ini menandakan
imannya masih lemah atau imannya hanya baru di lisan saja belum melekat ke
Sanubari. Sedangkan sabar tingkat kedua ialah sabar dalam mentaati Allah, yakni
dengan yakin kesanggupan diri dalam taat kepada Ilahi dalam situasi dan kondisi
apapun dikala kaya atau miskin, di waktu dihina atau dipuji orang, di saat sedih
atau gembira. Semuanya itu tidak menggeserkan pendirian mukmin dari mentaati
Tuhannya. Sedangkan sabar tingkat ketiga adalah kesabaran diri dalam menjaga
kehormatannya (iffah), kesabaran dalam menjalankan yang haq (saja’ah) dan
kesabaran dalam menjalankan kebijaksanaan (hikmah).

3) Qana’ah
Qana’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang telah
dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang
berlebihan. Qana’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha
dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang
qana’ah selalu giat bekerja dan berusaha, Namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan
yang diharapkan, ia tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada
Allah SWT. Sikap yang demikian akan mendatangkan rasa tentram dalam hidup dan
menjauhkan dari sifat serakah dan tamak.
Dalam kehidupan, Qana’ah seharusnya merupakan sifat dasar setiap muslim
karena sifat tersebut dapat kembali menjadi pengendali agar tidak surut dalam
keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan. Qana’ah berfungsi sebagai

11
stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dikatakan stabilisator, karena
seorang muslim yang mempunyai sifat qana'ah akan selalu berlapang dada, berhati
tentram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan, karena pada
hakekatnya kekayaan dan kemiskinan terletak pada hati bukan pada harta yang
dimilikinya. Disamping itu qanaah juga berfungsi sebagai dinamisator, yaitu kekuatan
batin yang selalu mendorong seseorang untuk meraih kemajuan hidup berdasarkan
kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Allah.
Untuk menumbuhkan sifat Qana’ah diperlukan latihan dan kesabaran. Pada
tingkat pemula qana’ah merupakan suatu yang memberatkan hati, namun jika sifat
qona’ah sesudah membudayakan dalam diri dan telah menjadi bagian dalam hidupnya
maka kebahagian didunia akan dapat hikmahnya, dan kebahagian akhirat kelak akan
dicapainya.

D. Pengertian Pembinaan Akhlak


Pembinaan berasal dari kata dasar “bina” yang mendapatkan awalan “pe” dan
akhiran “an” yang memiliki arti perbuatan, atau cara. Jadi, pembinaan adalah kegiatan
yang dilakukan secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik, yang
dalam hal ini kaitannya dengan akhlak. Akhlak adalah sebuah sistem yang lengkap yang
terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang
menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini membentuk kerangka psikologis
seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dan dinilai yang cocok dengan dirinya
dalam kondisi yang berbeda-beda.
Akhlak merupakan sifat yang tertancap kuat dalam diri seseorang, sehingga dalam
perbuatan maupun perilakunya sudah mencerminkan sikap yang sesuai tanpa harus
berfikir, artinya sikap ini spontan muncul dari dalam diri seseorang. Dalam hal ini syariat
agama juga dijadikan tolok ukur dalam menentukan suatu perbuatan dikatakan baik atau
tidak, karena sebenarnya akal saja tidak cukup untuk menilai baik dan buruknya suatu
perbuatan. Oleh karenanya dalam Islam, Allah mengutus para Rasul dan menurunkan
timbangan berupa kitab suci bersama para utusan-Nya untuk memperlakukan manusia
dengan penuh keadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan tanpa membutuhkan pikiran
dan pertimbangan adalah seseorang yang melakukan akhlak mesti dengan gampang dan
mudah, tidak perlu berpikir dan pertimbangan, melakukannya dengan spontan dan
sengaja tanpa lalai dan diluar kesadaran.

12
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam islam. Hal ini
dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW yang utamanya adalah
untuk  menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu hadits beliau “innama
bu’itsu liutammima makarin al-akhlak.” (HR.Ahmad). “Hanya saja aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Perhatian Islam terhadap pembinaan akhlak ini menurut Abuddin Nata dapat
dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada
pembinaan fisik. Karena dari jiwa yang baik inilah akan terlahir perbuatan-perbuatan
yang baik yang selanjutnya akan mempermudah dalam menghasilkan kebaikan dan
kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir maupun batin.
Ahmad Tafsir melalui pendapatnya juga mengemukakan bahwa sebenarnya pada
prinsipnya pembinaan akhlak yang merupakan bagian dari pendidikan umum di lembaga
manapun harus bersifat mendasar dan menyeluruh, sehingga mencapai sasaran yang
diharapkan yakni terbentuknya pribadi manusia menjadi insan kamil. Dengan kata lain
memiliki karakteristik yang seimbang antara aspek duniawinya dengan aspek ukhrawy.
Sebenarnya tujuan daripada pembinaan akhlak adalah untuk membentuk pribadi
muslim yang bermoral baik, seperti jujur, beradab, sopan dan tentunya juga disertai
dengan keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah.
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan pembinaan akhlak adalah membangun (membangkitkan kembali) psikis
atau jiwa seseorang dengan pendekatan Agama Islam, yang diharapkan nantinya
seseorang dapat mengamalkan ajaran Agama Islam, sehingga akan terbentuk perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Agama Islam.

E. Metode Pembinaan Akhlak


Ada beberapa metode pembinaan ahklak yang dapat di lakukan sesuai dengan
perspektif islam yaitu sebagai berikut :
a. Metode uswah (teladan), yaitu sesuatu yang pantas untuk di ikuti, karena
mengandung nilai-nilai kemanusiaan. Manusia teladan harus di contoh dan diteladani
adalah Rasulullah SAW. sebagaimana firman AllahSWT.dalam surah Al-Ahzab : 2
yang artinya: “sesungguhnya terdapat dari diri Rasulullhah itu, teladan yang baik
bagimu.” Jadi sikap dan perilaku yang harus dicontoh adalah sikap dan perilaku
Rasulullah SAW., karena sudah teruji dan diakui oleh allah SWT. Aplikasi metode

13
teladan, diantaranya adalah tidak menjelek-jelekkan seseorang, menghormati orang
lain, membantu orang yang membutuhkan pertolongan, berpakaian yang sopan, tidak
berbohong, tidak berjanji munungkir, dan lain-lain. Yang paling penting orang yang
diteladani, harus berusaha berprestasi dalam bidang tugasnya.
b. Metode Ta’widiyah (pembiasaan). Secara etimologi, pembiasaan asal katanya adalah
biasa. Dalam kamus umum bahasa indonesia, biasa artinya lazim atau umum; seperti,
sedia kala, sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Muhammad Mursyi dalam bukunya “ Seni Mendidik Anak”, menyampaikan nasehat
imam al-Gazali: “ seorang anak adalah amanah (titipan) bagi orang tuanya hatinya
sangat bersih bagaikan mutiara, jika dibiasakan dan diajarkan sesuatu kebaikan, maka
ia akan tumbuh dewasa dengan tetap melakukan kebaikan tersebut, sehingga ia
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.” Dalam ilmu  jiwa perkembangan,
dikenal teori konvergensi, dimana peribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya,
dengan mengembangkan potensidasar yang ada padanya. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan potensi dasr tersebut, adalah melalui kebiasaan
yang baik. Oleh karena itu, kebiasaan yang baik dapat menempa peribadi yang
berahlak mulia. Seperti; terbiasa dalam keadaan berwudhu, terbisa tidur tidak terlalu
larut malam dan bangunnya tidak kesiangan, terbiasa membaca Al-Qur’an dan
Asma’ul husna, shalat brjama;ah di masjid/mushalla, terbiasa berpuasa sekali sebulan,
terbiasa makan dengan tangan kanan, dan lain-lain sebagainya.
c. Metode Mau’izah (nasehat), yaitu kata mai’izah berasal dari kata wa’zhu, yang
berarti nasehat yang terpuji, memotivasi untuk melaksanakannya dengan perkataan
yang lembut. Allah berfirma dalam surah Al-Baqarah: 232, yang artinya :”itulah yang
dinasehatkan kepad orng-orang yang beriman daintara kalian, yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian”. Sebagai contoh metode nasehat yang baik yaitu; nasehat
dengan argumen logika, nasehat tentang keuniversalan islam, nasehat yang
berwibawa, nasehat dari aspek hukum, nasehat btentang “amar ma’ruf nahi mungkar,”
nasehat tentang amal ibadah, dan lain-lain. Namun paling penting lagi, pemberi
nasehat harus mengamalkan terlebih dahulu apa yang di nasehatkan tersebut, kalau
tidak demikian nasehat akan hanya akan menjadi lips-service.
d. Metode Qishah (ceritera), yang mengandung arti, sutu cara dalam menyampaikan
materi pelajaran, dengan menuturkan secara kronologis, tentang bagimana terjadinya
sesuatu hal, baik yang sebanarnya terjadi, ataupun hanya rekaan saja. Dalam
pendidikan islam, certera yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits merupakan

14
metode pendidikan yang sangat penting, cerita dalam Al-Qur’an dan Hadits, selalu
memikat dan menyentuh perasaan dan mendidik perasaan keimanan, contohnya, surah
Yusuf, Bani Israail, dan lain-lain. Dengan cara, seperti mendengarkan casset, vide,
cerita-cerita tertulis dan bergambar.  Pendidik harus membuka kesempatan bagi anak
didik untuk bertanya, setelah itu, menjelaskan tentang khikmah qishah dalam
meningkatkan ahklak mulia.
e. Metode Amtsal (perumpamaan), yaitu metode yang banyak dipergunakan dalam Al-
Qur’an dan Ahadits untuk mewujudkan ahklak mulia. Allah berfirman dalam
surahAl-Baqarah : 17 yang artinya: “ perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api” dalam beberapa literatur islam, ditemuka banyak sekali
perumpamaan, seperti mengumpamakan orang yang lemah laksana kupu-kupu,  orang
yang tinggi seperti jerapah, orang yang berani seperti singa, orang yang gemuk seperti
gajah, orang yang kuruus seperti tongkat, dan orang yang ikut-ikutan separti beo, dan
lain-lain. Disarankan untuk mencari perumpamaan yang baik, ketika berbicara dengan
anak didik,  karena perumpamaan itu, akan melekat pada pikirannya dan sulit untuk
dilupakan. Misalkan, materi yang di ajarkan bersifat sbstrak, membandingkan dua
masalah yang selevel dan guru/orang tua tidak boleh salah dalam membandingkan,
karena akan membingungkan anak didik.
f. Metode Tsawab (ganjaran). Sebagaiamana yang telah di utarakan Armai Arief
dalam bukunya, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, menjelaskan
pengertian tsawab itu, sebagai : “hadiah; hukum. Metode ini juga penting dalam
pembinaan ahklak, karena hadiah dan hukuman sama artinya dengan reward and
punisment dalam pendidikan Barat. Hadiah bisa menjadi dorongan spiritual dalam
bersikap baik, sedangkan hukuman dapat menjadi remote control dari perbuatan tidak
terpuji.  Misalkan memanggil dengan panggilan kesayangan, memberikan pujian,
memberikan maaf atas kesalahan mereka, mengeluarkan perkataan yang baik,
bermain atau bercanda, manyambutnya dengan ramah, menelponnya kalau perlu, dan
lain-lain.  Sedangkan metode aplikasi ganjaran yang berbentuk hukuman, di
antaranya, pandangan yang munis, memuji orang lain di hadapannya, tidak
mempedulikannya, memberikan ancaman yang positif, dan menjewanya sebagi
alternatif terakhir. Hadits yang di riwayatkan oleh Imam Nawawi dari Abdullah bin
Basr al-Mani, ia berkata : “aku telah diutus oleh ibuku, dengan membawa beberapa
biji anggur untuk di sampaikan kepada Rasulullah, kemudian aku memakannya
sebelum aku sampikan kepada Beliau dan ketika aku mendatangi Rasulullah, beliau

15
menjewr telingaku sambil berseru: “wahai penipu”. Dari hadits diatas, dapat
dikemukakan, bahwa menjewer telinga    anak didik, boleh-boleh saja,  asal tidak
menyakiti. Namun di negeri ini, terjadi hal yang dilematis, menjewer telinga anak
didik, bisa-bisa berurusan dengan pihak berwajib, karena Undang-Undang
perlindungan anak.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keteladanan atau uswah hasanah adalah hal-hal yang ditiru atau dicontoh oleh
seseorang dari orang lain yang memiliki nilai positif. Dari definisi tersebut, maka dapat
diketahui bahwa metode keteladanan merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh
seseorang dalam proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru
(modeling). Dilihat dari term-term keteladanan (uswatun hasanah) dalam Al-Quran.
Yakni “Uswah, Iqtida, Ittiba‟, yang kesemuanya memiliki arti mencontoh atau mengikuti
perilaku orang lain, di mana para Rasul dan para sahabatnya menjadi sentral modeling.
Keteladanan sifat-sifat Rasulullah yang penuh dengan keutamaan menjadi kunci
keberhasilan umat manusia dalam menjalani kehidupan dunia akhirat seperti sifat Shidiq,
amanah, tabligh dan Fathonah Rasulullah yang harus dijadikan keteladanan umat
manusia.
Pembinaan akhlak adalah membangun (membangkitkan kembali) psikis atau jiwa
seseorang dengan pendekatan Agama Islam, yang diharapkan nantinya seseorang dapat
mengamalkan ajaran Agama Islam, sehingga akan terbentuk perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Agama Islam. Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama
dalam islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW
yang utamanya adalah untuk  menyempurnakan akhlak yang mulia. Dan tujuan daripada
pembinaan akhlak adalah untuk membentuk pribadi muslim yang bermoral baik, seperti
jujur, beradab, sopan dan tentunya juga disertai dengan keimanan dan ketaqwaannya
kepada Allah.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
 Arifin, Muhammad. 2019. Akhlak dan Etika. Jakarta: Unindra Press
2. Website
 https://www.researchgate.net/publication/326329207_Metode_Keteladanan_Pendi
dikan_Islam_dalam_Persfektif_Quran
 http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB259410247.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai