Oleh:
QADRUL FAHMI
NIM: 2020530863
Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa ta‟ala atas karunia, hidayah dan
nikmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah Kepemimpinan dalam Perspektif Islam
dengan berpedoman pada Al Quran dan Hadits. Shalawat serta salam juga semoga selalu
tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sang manajer sejati Islam yang selalu
becahaya dalam sejarah hingga saat ini. Adapun penulisan makalah ini guna memenuhi
salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hadits Tematik, Bapak
Dr. Safriadi, MA.
Makalah ini ditulis dari hasil pemikiran penulis yang bersumber dari internet dan
buku sebagai referensi. Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
Safriadi, MA selaku pengampu mata kuliah Hadits Tematik atas bimbingan dan arahan
dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah sudi bertukar
pikiran dengan penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat dan
menambah wawasan bagi kita semua. Dalam penulisan makalah ini penulis sadar bahwa
masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ..................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah yang memiliki potensi kemakhlukan yang paling
bagus, mulia, pandai, dan cerdas. Mereka mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan
dan mengemban titah-titah amanat-Nya serta memperoleh kasih sayang-Nya yang
sempurna.1 Hal itu disebabkan karena Allah SWT telah menciptkan manusia sebagai
masterpiece (karya besar) dari seluruh ciptaan-Nya. Sampai gelar ahsani taqwim (sebaik-
baiknya ciptaanpun dianugerahkan kepada manusia, sebagaimana yang tertulis pada Surat
At-Tin: 4 yang berbunyi:
Sebagai wujud dari ciptaan Allah SWT yang memiliki kesempurnaan, manusia
hidup di dunia setidaknya memiliki dua tugas dan tanggung jawab yang besar. Pertama,
manusia sebagai seorang hamba („abdullah)2 yang memiliki kewajiban untuk
memperbanyak ibadah kepada Allah sebagai bentuk tanggung jawab „ubudiyah terhadap
Tuhan yang telah menciptakannya. Kedua, manusia sebagai seorang pemimpin
(khalifatullah)3 yang memiliki tanggung jawab terhadap dirinya maupun sekitarnya.
Dalam hal ini, tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah menciptakan
kedamaian, melakukan perbaikan dan tidak membuat kerusakan, baik untuk dirinya
maupun untuk makhluk yang lain.4
Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, telah meletakkan persoalan pemimpin
sebagai salah satu persoalan pokok dalam ajarannya. Beberapa pedoman atau panduan
telah digariskan untuk melahirkan kepemimpinan yang diridhai Allah Swt yang membawa
kemaslahatan, menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat, terutama nilai etis yang
sangat diperlukan dalam kepemimpinan tersebut.5 Dalam skala kecil, setiap manusia dalam
1
Rachmat Ramadhana al-Banjari, Prophetic Leadership (Yogyakarta: DIVA Press, 2008), hlm. 21
2
QS. Adz-Zariyat: 56
3
QS. Al-Baqarah: 30
4
QS. Al-A’raf: 56
5
Abudin Nata, Kajian Tematik Al-Qur’an Tentang Kemasyarakatan, (Bandung,: Pen Angkasa, 2008),
h. 103
1
2
pandangan Islam adalah pemimpin dan manusia mempunyai fungsi sebagai “mandataris”
Tuhan di bumi.6
Tugas dan tanggung jawab itu merupakan amanat ketuhanan yang sungguh besar
dan berat. Oleh karena itu, semua yang ada di langit dan di bumi menolak amanat yang
sebelumnya telah Allah tawarkan kepada mereka. Akan tetapi, manusia berani menerima
amanat tersebut, padahal ia memiliki potensi untuk mengingkarinya. Sebagaimana firman
Allah pada Surat Al-Ahzab Ayat 72, yang berbunyi:
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir
akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh."7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam makalah ini dapat ditarik rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi kepemimpinan?
2. Apa konsep dasar konseptual kepemimpinan dalam perspektif Islam?
3. Bagaimana kriteria kepemimpinan dalam perspektif Islam?
6
Toshihiko Izutsu, God and Man the Koran: Semantic of the Koranic Weltanschauung diterjemahkan
menjadi “Relasi Tuhan dan Manusia Pendekatan Semantik Terhadap AlQur’an”. (Yogyakarta : PT. Tiara
Wacana Yogya. 1997), hal. 77-78.
7
QS. Al-Ahzab/33 : 72
BAB II
KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
8
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),
Cet. ke-2, h. 1-2
9
Lihat, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet. ke-4,h. 967
10
Muhammad Ryaas Rasyid, Makna Pemerintahan Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan,
(Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 1997), Cet. ke-3, h. 75
11
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi… h. 4
3
4
“
A
l
-
Bukhari berkata, “diriwayatkan kepada kami oleh Ismail, dikabarkan kepada
kami oleh Ayyub dari Nafi„ dari Ibn „Umar bahwa Nabi saw. bersabda: Setiap
kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas
kepemimpinannya. Kepala negara adalah pemimpin dan bertanggung jawab
atas rakyatnya, Setiap suami adalah pemimpin terhadap keluaganya dan
bertanggung jawab terhadapnya, setiap istri adalah pemimpin bagi rumah
tangga suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang
hamba/pelayan adalah pemimpin bagi harta tuannya dan bertanggung jawab
atas kepemimpinannya. Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan
masing-masing bertanggung jawab atas kepemimpinannya.”12
12
Muhammad Khidri Alwi. Kepemimpinan dalam Hadis. Jurnal Rihlah. Vol. 5 No.2/2017, hal.41
13
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi… h. 9
5
Perkataan khalifah dalam ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada para khalifah
sesudah Nabi, tetapi adalah penciptaan Nabi Adam a.s. yang disebut sebagai manusia
dengan tugas untuk memakmurkan bumi dan meliputi tugas menyeru orang lain berbuat
baik dan mencegah perbuatan mungkar. Ayat ini mengisyaratkan bahwa, pada prinsipnya
boleh-boleh saja seseorang memohon kepada Allah agar dijadikan imam (pemimpin).
Karena ia memohon kepada Allah maka harus menjalankan kepemimpinannya sesuai
kemauan Allah. Yang dilarang adalah orang-orang meminta jabatan dan tidak dapat
menjalankan, karena tidak mempunyai potensi dan kemampuan.
Dari sini dipahami bahwa dalam hakekatnya khalifah adalah pengganti pemimpin
syari‟at (Nabi Muhammad saw) dalam memelihara Agama dan dunia.14 Sebagaimana yang
diungkapkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Zahya bin Zahya dari Mughirah bin
Abdurrahman al-Hizami dari Abu Zinad dari al- A‟raj dari Abu Hurairah dari Rasulullah
saw. Beliau bersabda :
Artinya: "Barang siapa yang taat kepadaku, niscaya Dia taat kepada Allah.
Dan barang siapa yang durhaka kepadaku, niscaya dia akan durhaka kepada
Allah. Barang siapa yang taat kepada pemimpin, niscaya dia akan taat
kepadaku. dan barang siapa durhaka kepada pemimpin, niscaya dia durhaka
kepadaku".15
14
Ibnu Khaldun, Muqoddimah, (Beirut: Dar al- Fikr, tt), h. 134
15
Maimunah. Kepemimpinan dalam Perspektif Islam dan Dasar Konseptualnya. Jurnal Al-Afkar. Vol.
V, No. 1, April 2017, hal.70
6
Selain kata khalifah, konsep kepemimpinan dalam al-Qur‟an juga biasa disebut
dengan kata Imam. Kata Imam merupakan derivasi dari kata Amma-Ya‟ummu yang berarti
menuju, menumpu atau meneladani. Dari akar kata yang sama, lahir juga kata yang antara
lain adalah umm yang berarti Ibu dan imam yang maknanya juga pemimpin, karena
keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan dan harapan. Ada juga yang berpendapat
kata imam pada mulanya berarti cetakan seperti cetakan untuk membuat sesuatu yang
serupa bentuknya dengan cetakan itu. Dari sini Imam diartikan teladan.16
Selanjutnya digunakan pula istilah Ulil Amri yang satu akar dengan kata Amir
sebagaimana disebutkan di atas. Kata Ulil Amri berarti pemimpin tertinggi dalam
masyarakat Islam,17 seperti firman Allah swt dalam surat an Nisa' ayat 59.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya
dan Ulil Amri diantara kamu.”18
Dalam al Qur'an ada pula istilah Auliya' yang berarti pemimpin yang sifatnya resmi
dan tidak resmi. Sesuai dengan firman Allah surat al-Maidah ayat 55.
Dari uraian al-Qur'an dan Hadis di atas hal yang dapat digaris bawahi, adalah
bahwa kepemimpinan Islam merupakan kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan
menunjukkan jalan yang diridhai Allah swt. Kemudian dalam rangka memahami dasar
16
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan dan Kesan Keserasian Al Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati,
2004), Volume I, Cet. ke-2, h. 545
17
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi… h. 5
18
QS: An-nisa:59
19
QS: Al-Maidah:55
7
konseptual kepemimpinan dalam perspektif Islam paling tidak harus digunakan tiga
pendekatan yaitu normatif, historis dan teoritis.
Hadits tersebut berkaitan dengan mengapa tradisi Arab sebelum Islam yang
berkaitan dengan kepemimpinan masih melekat kuat dalam masyarakat Arab. Masyarakat
Arab Makkah percaya bahwa pemimpin itu lahir dari suku yang paling utama, yakni suku
Quraisy. Secara lahiriah hadits diatas memang mengatakan bahwa kepemimpinan harus
dipegang orang-orang Quraisy, bahkan jika ada orang yang meyakini kebolehan
kepemimpinan di luar suku Quraisy, ia termasuk orang yang sesat dan keluar dari
20
Muhammad Khidri Alwi. Kepemimpinan dalam Hadis.....................hal.42
8
kelompok yang selamat. Namun kemudian konsepsi kepemimpinan ini pada akhirnya
dikritik habis oleh Ibnu Khaldun. Menurutnya kepemimpinan Quraisy tidak berarti harus
dari suku Quraisy tetapi pada karakteristik kepemimpinan Quraisy yang kharismatik, tegas
dan tangguh. Sehingga pokok persoalan kepemimpinan bukan pada orang-orang Quraisy,
tetapi pada sifat dan karakter yang memungkinkan seseorang layak untuk menjadi
pemimpin sesuai dengan karakter yang dimiliki oleh suku Quraisy pada saat itu. 21
Dalam masyarakat Arab Islam, kriteria lain dalam menentukan seorang pemimpin,
selain berasal dari Suku Quraisy, yakni mereka juga mengakui consensus akan
pengangkatan seorang pemimpin. Yang terbagi kepada dua hal, yaitu berdasarkan Teori
keturunan (berdasarkan klan, qabilah) dan Teori sosial (social consensus). Pada teori yang
pertama, yakni Teori Keturunan masyarakat Islam percaya bahwa bangsa Arab adalah
seorang yang memiliki bakat kepemimpinan yang kuat. Hal ini disebabkan kekuatannya
dalam menghafal, kekuatan fisiknya, dan keberaniannya. Tidak hanya itu, secara kultural
umat Islam mendasarkannya dengan beberapa pemimpin religius yang memainkan peranan
dalam panggung sejarah umat Islam adalah orang Arab. Adapun keyakinan orang Arab
mekkah pada masa sebelum Islam yang memandang Quraisy sebagai suku yang paling
mulia dan utama adalah disebabkan oleh sifat amanahnya yang menjaga dan melindungi
ka‟bah selama bertahuntahun. Ka‟bah sendiri memiliki pengaruh tertentu pada masyarakat
Mekkah pada masa itu.22
Teori kedua, Konsensus sosial. Kasus ini dapat dilihat dari penunjukan Muhammad
sebagai orang yang dipercaya semua pemuka kabilah. Muhammad pada Saat itu hanyalah
seorang remaja yang belum memiliki pengaruh apapun, namun dengan berbagai
pertimbangan, semua kabilah ini mempercayai Muhammad untuk mengambil keputusan
manakala terjadi perselisihan diantara kabilah-kabilah untuk meletakkan kembali hajar
aswad yang jatuhdari tempatnya. Peristiwa inilah yang kemudian menyebabkan
Muhammad diberi gelar Al-Amin artinya orang yang terpercaya. Kedua fenomena ini
dapat dijadikan acuan dasar untuk memahami teori kemunculan seorang pemimpin dalam
masyarakat Islam. Dengan begitu, meskipun tidak berada dalam masyarakat Arab, umat
Islam dapat menentukan seorang pemimpin yang berdasarkan konsensus sosial atau
kesepakatan berdasarkan musyawarah dengan didasarkan pada beberapa kriteria tertentu.23
21
Zainal Abidin. Kajian Tematis Qur’an dan Hadits; Kepemimpinan. Diakses dari
https://ejournal.iaidalwa.ac.id/index.php/rasikh/article/download/24/3/, pada 14 Nopember 2020, pukul
23.32 WIB
22
Maimunah. Kepemimpinan dalam Perspektif Islam.................hal.76
23
Ibid.,hal.76-77
9
Pada hadits tersebut dijelaskan pula bahwa seorang pemimpin memiliki hak atas
orang yang dipimpinnya, begitu pula sebaliknya. Peran pemimpin menjadi sangat penting
dan juga sekaligus punya tanggung jawab yang cukup berat bilamana ia tidak melakukan
tugasnya sebagaimana mestinya, yakni mendapatkan laknat ari Allah, malaikat dan
manusia. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa pemimpin yang diridhai Allah adalah
yang mampu mengasihi yang dipimpinnya, menepati janjinya dan berlaku adil dalam
menjatuhkan hukuman.
Dalam mengadakan pemilihan dan pengangkatan seorang pemimpin hendaknya
merupakan hasil musyawarah/ kesepakatan mayoritas masyarakat. Musyawarah itu sendiri
biasanya disebut demokrasi yang artinya melibatkan suara masyarakat agar dapat
berpartisipasi dalam pemilihan seorang pemimpin atau dengan sistem keterwakilan, dan
lain sebagainya. Rasulullah tidak pernah menentukan mekanisme pengangkatan seorang
pemimpin secara eksplisit, namun gambaran tentang musyawarah banyak terdapat di
dalam ayat-ayat al-Qur‟an dan hadits, sebagaimana hadits di bawah ini:
Artinya: “Dari Ibn „Umar berkata: saya berada bersama ayahku ketika dia terluka,
kemudian orang berdatangan seraya berkata “semoga Allah membalas kebaikanmu”,
„Umar berkata “sama-sama”, lalu orang yang hadir berkata “angkatlah calon
penggantimu”, maka dia berkata “apakah saya harus menanggung urusanmu dunia
akhirat? Saya tidak ingin keputusanku merugikan bagiku dan tidak pula
menguntungkanku, maka jika saya mengangkat pengganti maka orang yang lebih mulia
dari saya telah melakukannya (Abu Bakar) dan jika saya tidak melakukannya atau
mendiamkannya maka sungguh itu telah dilakukan oleh orang yang lebih mulia dariku
yakni Rasulullah”, Ibn „Umar berkata: maka sejak saat itu saya mengetahui bahwa
Rasulullah tidak akan menentukan penggantinya.”24
24
Zainal Abidin. Kajian Tematis Qur’an dan Hadits; Kepemimpinan. Diakses dari
https://ejournal.iaidalwa.ac.id/index.php/rasikh/article/download/24/3/, pada 14 Nopember 2020, pukul
23.32 WIB
10
pengajian, beliau bertanya “Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat?”
Saya wahai Rasulullah, lalu beliau menjawab “Jika amanah sudah disia-
siakan, maka tunggulah hari kiamat”, orang tersebut bertanya lagi
“Bagaimana menyia-nyiakan amanah” Rasulullah menjawab “Apabila suatu
urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah
Kiamat."26
Dari pemaparan di atas, maka beberapa kriteria yang harus dimiliki seorang
pemimpin di antaranya adalah:
1. Bertanggung jawab
2. Amanah (dapat dipercaya)
3. Menepati janji
4. Profesional atau memiliki keahlian sesuai bidang yang dipimpinnya
5. Adil
6. Memiliki jiwa kasih sayang
7. Dipilih melalui musyawarah
26
Muhammad Khidri Alwi. Kepemimpinan dalam Hadis.....................hal.43
12
2. Prinsip kedua : Menyebarkan Kasih sayang . Hal ini merupakan eksplorasi dari risalah Islam
sebagai ajaran yang utuh, karena dia datang sebagai rahmat untuk seluruh alam (rahmatan
lil’alamin)
3. Prinsip Ketiga : Keadilan Secara teologis, salah satu golongan yang dijanjikan memperoleh
ganjaran surga adalah pemimpin yang adil.
4. Prinsip keempat: Persamaan Prinsip ini adalah cabang dari prinsip sebelumnya yaitu
keadilan, persamaan sangat ditekankan khususnya dihadapan hukum.
5. Prinsip Kelima : Perlakuan yang sama Organisasi dihuni oleh orang-orang yang berbeda.
Tidak hanya memiliki perbedaan sifat dan karakter, tetapi juga perbedaan latar belakang,
6. Prinsip keenam : Berpegang pada Akhlak yang utama. Beberapa perilaku yang
mencerminkan keutamaan, khususnya yang berkaitan dengan pergaulan hidup, lemah
lembut, mudah memaafkan berlapang dada, bersabar gemar menolong.
7. Prinsip ketujuh : Kebebasan Islam adalah yang menghargai kebebasan, bahkan Islam tidak
suka pemaksaan
8. Prinsip kedelapan : Menepati Janji Dalam ajaran Islam, melarang mengingkari janji, janji
merupakan hutang barang siapa yang mengingkari janji termasuk tanda orang munafik.27
27
Maimunah. Kepemimpinan dalam Perspektif Islam.................hal.77-78
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan
baik oleh pemimpin tersebut, karena kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya itu. Pemimpin merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari
kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi.
Kepemimpinan Islam adalah suatu proses atau kemampuan orang lain untuk
mengarahkan dan memotivasi tingkah laku orang lain, serta ada usaha kerjasama sesuai
dengan Al-Qur‟an dan Hadis untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Untuk itu,
tugas sebagai seorang pemimpin tidaklah mudah. Ada beberapa kriteria yang perlu dimiliki
seorang pemimpin, diantaranya bertanggung jawab, amanah (dapat dipercaya), menepati
janji, berjiwa profesional atau memiliki keahlian sesuai bidang yang dipimpinnya, adil,
memiliki jiwa kasih sayang dan saling hormat serta memuliakan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2017. Kajian Tematis Qur‟an dan Hadits; Kepemimpinan. Diakses dari
https://ejournal.iaidalwa.ac.id/index.php/rasikh/article/download/24/3/, pada 14
Nopember 2020, pukul 23.32 WIB
Alwi, Muhammad Khidri. 2017. Kepemimpinan dalam Hadis. Jurnal Rihlah. Vol. 5
No.2/2017
Departemen Agama RI. 1994. Al Quran dan Terjemahannya: Juz 1-30. Jakarta: PT.
Kumudasmoro Grafindo Semarang
Depdikbud. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia Cet. Ke-4. Jakarta: Balai Pustaka
Izutsu, Toshihiko. God and Man the Koran: Semantic of the Koranic Weltanschauung
diterjemahkan menjadi “Relasi Tuhan dan Manusia Pendekatan Semantik Terhadap
AlQur‟an”. 1997. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya
Maimunah. Kepemimpinan dalam Perspektif Islam dan Dasar Konseptualnya. Jurnal Al-
Afkar. Vol. V, No. 1, April 2017
Nata, Abudin. 2008. Kajian Tematik Al-Qur‟an Tentang Kemasyarakatan. Bandung: Penerbit
Angkasa
Rasyid, Muhammad Ryaas. Makna Pemerintahan Tinjauan dari Segi Etika dan
Kepemimpinan Cet.ke-3. Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 1997
Shihab, M. Quraish. 2004. Tafsir Al-Misbah: Pesan dan Kesan Keserasian Al Qur‟an
Volume I, Cet. ke-2. Jakarta: Penerbit Lentera Hati
14