Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian Tamak (Serakah)

Secara bahasa tamak berarti rakus hatinya. Sedang menurut istilah tamak adalah cinta
kepada dunia (harta) terlalu berlebihan tanpa memperhatikan hukum haram yang
mengakibatkan adanya dosa besar.

Serakah dalam bahasa arab disebut tamak, yaitu sikap yang selalu ingin memperoleh
sesuatu yang banyak untuk diri sendiri. Orang tamak selalu mengharap pemberian orang
lain, namun dia sendiri justru bersikap pelit atau bakhil. Ia ingin mengumpulkan harta
untuk kepentingan diri sendiri tanpa memperhatikan aturan. Orang yang tamak selalu
merasa bahwa harta kekayaan yang dimilikinya selalu kurang dan tidak mau bersyukur
kepada Allah SWT. Pada hakikatnya bersyukur kepada Allah SWT adalah dengan
menafkahkan harta kepada orang lain yang berarti menafkahkan kepada dirinya sendiri.

Rakus atau tamak berasal dari bahasa arab Al-Hirshu atau Ath-Thama’uyaitu suatu
sikap yang tidak pernah merasa cukup, sehingga selalu ingin menambah apa yang
seharusnya ia miliki, tanpa memperhatikan hak-hak orang lain. Hal ini, termasuk kebalikan
dari rasa cukup (Al-Qonaa’ah) dan merupakan akhlak buruk terhadap Allah, karena
melanggar ketentuan larangan-Nya.

Dari definisi diatas bisa kita fahami, bahwa tamak adalah sikap rakus terhadap hal-hal
yang bersifat kebendaan tanpa memperhitungkan mana yang halal dan haram. Sifat ini
sebagai sebab timbulnya rasa dengki, hasud, permusuhan dan perbuatan keji dan mungkar
lainnya, yang kemudian pada penghujungnya mengakibatkan manusia lupa kepada Allah
SWT, kehidupan akhirat serta menjauhi kewajiban agama

B. Ciri-Ciri Sifat Tamak (Serakah)

Ada dua orang tamak dan masing-masing tidak akan kenyang. Pertama, orang tamak untuk
menuntut ilmu, dia tidak akan kenyang. Kedua, orang tamak memburu harta, dia tidak
akan kenyang.

Ciri-ciri orang yang tamak terhadap harta antara lain:

1. Terlalu mencintai harta yang dimiliki.


2. Terlalu semangat mencari harta tanpa memperhatikan waktu dan kondisi tubuh.
3. Terlalu hemat dalam membelanjakan harta.
4. Merasa hemat untuk mengeluarkan harta demi kepentingan agama dan social.
5. Mendambakan kemewahan dunia.
6. Tidak memikirkan kehiduan akhirat.
7. Semua perbuatannya selalu bertendensi pada materi.

C. Cara Menghindari Sifat Tamak

Ketamakan terhadap harta hanyalah akan menghasilkan sifat buas, laksana serigala yang
terus mengejar dan memangsa buruannya walaupun harta itu bukan haknya. Fitrah
manusia memang sangat mencintai harta kekayaan dan berhasrat keras mendapatkannya
sebanyak mungkin dengan segala cara dan usaha.

Untuk menghindari sifat tamak dapat dilakukan dengan selalu meminta pertolongan Allah
supaya dijauhkan dari sifat serakah, sederhana dalam memenuhi kebutuhan hidup dan
hemat dalam biaya hidup, jangan merasa cemas berlebihan terhadap kejadian di masa
datang, puas terhadap apa yang dimiliki meneladani orang-orang yang mulia yang mampu
menjauhi sifat serakah, dan melihat orang yang keadaannya lebih miskin.

Agar hati kita selamat dari penyakit ini, hal yang dapat dilakukan antara lain:

1. Berusaha dengan maksimal untuk mendapatkan segala yang dicita-citakan.


2. Meyakinkan diri bahwa berapa pun hasil yang didapat adalah pilihan Allah yang
terbaik atas diri kita, dan tidak ada kebatilan atau kekurangan sedikitpun, apalagi
kerugian.
3. Tidak mempersoalkan segala sesuatu yang telah Allah pilihkan bagi orang lain.
4. Setelah itu, memagari hati dengan tafwid, menyerahkan sepenuhnya kepada Allah,
agar senantiasa memelihara diri kita dengan kemaslahatan dan keberkatan dari apa
yang telah kita miliki.

Mengobati rakus dan tamak tersusun dari tiga dasar, yaitu kesabaran, ilmu, dan amal.
Pertama, amal. Kesederhanaan dalam penghidupan dan pembelanjaan. Maka, barang siapa
yang menghendaki kemuliaan qona’ah, hendaklah ia mengurangi pengeluaran dan belanja.
Kedua, pendek angan-angan. Sehingga ia tidak bergelut dengan kebutuhan-kebutuhan
sekunder. Ketiga, hendaklah ia mengetahui apa yang dikandung dalam sifat qana’ah
berupa kemuliaan dan terhindar dari meminta-minta, serta mengetahui kehinaan
ketamakan. Maka dengan cara ini ia akan terbebas dari ketamakan.

D. Kehidupan orang yang Tamak

Manusia sangat mencintai harta dan akan terus senantiasa mencarinya, tidak merasa puas
dengan yang sedikit, manusia sangat tamak kepada harta dan panjang angan-angan.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

‫ون ا ْل َما َل ُح ًّبا َج ًّما‬


َ ُّ‫َوت ُ ِحب‬

Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan. [Al-


Fajr/89:20]

Hati orang tua menjadi pemuda karena dua hal, yaitu cinta dunia dan panjang angan-
angan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‫ب‬ ُ : ‫ب اثْنَتَي ِْن‬
ِّ ‫ط ْو ُل ا ْلـ َحيَا ِة َو ُح‬ ِِّ ‫علَ ٰى ُح‬
َ ‫َاب‬
ٌّ ‫شيْخِ ش‬ ُ ‫ا ْل َما ِل ُُقَ ْل‬
َّ ‫ب ال‬

Hati orang yang tua renta senantiasa muda dalam mencintai dua perkara: hidup yang
panjang dan cinta terhadap harta.[1]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

ُ ‫ب ا ْل َما ِل َو‬
‫طو ُل ا ْلع‬ ِ َ‫ُم ِر ُُيَ ْكبَ ُر ا ْبنُ آ َد َم َويَ ْكبَ ُر َمعَهُ اثْن‬
ُّ ‫ ُح‬:‫ان‬

Anak Adam (manusia) semakin tua dan menjadi besar juga bersamanya dua hal: cinta
harta dan panjang umur.[2]

Hikmah dari penyebutan dua hal tersebut yaitu bahwa yang paling dicintai oleh manusia
adalah dirinya, ia ingin hidup kekal, maka itu ia mencintai panjang umur. Manusia juga
mencintai harta, karena harta merupakan sebab terbesar untuk senantiasa sehat, yang
menjadi salah satu sebab panjang umur. Jadi setiap ia merasa hartanya akan habis,
bertambah kuatlah kecintaannya kepadanya.

Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Mereka cepat berbuat dosa dan menunda-nunda
taubat. Mereka berkata, ‘Saya akan bertaubat, saya akan beramal.’ (Tetapi mereka tidak
melakukannya-pent) sampai akhirnya kematian datang kepada mereka dalam keadaan
mereka yang paling jelek dan amalan yang paling buruk.”[5]

Panjang angan-angan, merasa masih berusia panjang adalah penyakit berbahaya dan kronis
bagi manusia. Jika penyakit ini menjangkiti seorang Muslim, maka itu akan membawa
kepada indikasi yang lebih serius. Misalnya ia mulai menjauhi perintah Allâh Azza wa
Jalla , enggan bertaubat, cinta kepada dunia, lupa akan kehidupan akhirat yang abadi, dan
membuat hati menjadi keras. Allâhul Musta`ân.

Manusia tidak akan pernah puas terhadap apa yang sudah diperolehnya. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫َب أَ ْن يَك‬
‫ُون لَهُ َواد‬ َّ ‫ب أَح‬
ٍ ‫انُِلَ ْو أَنَّ ِِلب ِْن آ َد َم َوا ِد ًيا ِم ْن ذَ َه‬ َ َ ‫علَى َم ْن ت‬
ِ َ‫ي‬، ‫اب‬ ُ ‫َولَ ْن يَ ْم ََل َ فَاهُ إِ َِّل الت ُّ َر‬
ُ ُ ‫ َويَت‬،‫اب‬
َ ُ‫وب للا‬

Sungguh, seandainya anak Adam memiliki satu lembah dari emas, niscaya ia sangat ingin
mempunyai dua lembah (emas). Dan tidak akan ada yang memenuhi mulutnya kecuali
tanah.’ Kemudian Allâh mengampuni orang yang bertaubat.[6]

Dari ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata, “Saya pernah mendengar Ibnu Zubair dalam
khutbahnya di atas mimbar di Mekah berkata:

َّ ‫ أَح‬،‫ب‬
‫َب‬ َ ‫ َل ْو أَنَّ اب َْن آ َد َم أُع ِْط‬:ُ‫َان َيقُ ْول‬
ٍ ‫ي َوا ِد ًيا َم َْل ً ِم ْن ذَ َه‬ َ ‫ع َلي ِه َو‬
َ ‫س َّل َمَُ ك‬ َ ‫ص َّلى للا‬ َ ‫ي‬ ُ ‫َيا أَ ُّيهَا ال َّن‬
َّ ‫ ِإنَّ ال َّن ِب‬،‫اس‬
‫اب‬َ َ‫علَى َم ْن ت‬َ ُ‫ب للا‬ ُ ‫ف اب ِْن آ َد َم ِإ َِّل الت ُّ َر‬
ُ ‫ َويَت ُ ْو‬،‫اب‬ َ ‫س ُّد ج َْو‬ َّ ‫ي ثَانِ ًيا أَح‬
ُ َ‫ َو َِل ي‬،‫َب ِإ َل ْي ِه ثَا ِلثًا‬ َ ‫ َولَ ْو أُع ِْط‬،‫ ِإلَ ْي ِه ثَانِيًا‬.
Wahai manusia! Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh,
seandainya anak Adam diberikan satu lembah yang penuh dengan emas, pasti dia akan
ingin memiliki lembah yang kedua, dan jika seandainya dia sudah diberikan yang kedua,
pasti dia ingin mempunyai yang ketiga. Tidak ada yang dapat menutup perut anak Adam
kecuali tanah, dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat bagi siapa saja yang
bertaubat.’[7]

Dua hadits ini menjelaskan bahwa manusia sangat tamak dan rakus kepada harta,
meskipun hartanya sudah melimpah ruah. Diumpakan, ia memiliki satu lembah emas, tetap
saja ia ingin dua lembah emas, kalau sudah memiliki dua lembah emas atau harta yang
banyak, maka tetap dia tamak dan berambisi untuk memiliki tiga lembah emas. Dan tidak
ada yang dapat mencegah keserakahan manusia, ambisinya dan angan-angannya
kecuali kematian. Oleh karena itu di dalam hadits ini, manusia disuruh bertaubat kepada
Allâh Azza wa Jalla atas ketamakannya dan keserakahannya. Dan Allâh Subhanahu wa
Ta’ala akan menerima orang yang bertaubat dengan taubat yang ikhlas, jujur, dan benar.

E. Orang yang sikapnya qana’ah

Orang yang qanaah adalah orang yang rela hati dan ikhlas menerima apa yang telah
diberikan oleh Allah kepadanya serta merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Adapun
orang yang berjiwa qanaah memiliki ciri-ciri di antaranya adalah sebagai berikut:
1). Menerima segala anugerah yang diberikan oleh Allah dan sabar atas segala ketentuan
yang menimpanya.
2). Meminta tambahan yang layak seraya berusaha dan berdoa serta bertawakal kepada
Allah.
3). Hatinya tidak tertipu dengan kekayaan duniawi.
Qanaah merupakan salah satu sikap dasar seorang mukmi untuk mengendalikan diri agar
tidak jatuh dalam keputusasaan dan keserakahan. Ditinjau dari fungsinya, qanaah dapat
dibagi menjadi dua, yaitu sebagai stabilisator dan sebagai dinamisator.

Sebagai stabilisator. Orang yang memiliki sifat qanaah hidupnya cenderung stabil dan
dapat menjaga emosi, mereka selalu berlapang dada, hatinya senantiasa tentram dan
merasa berkecukupan, bebas dari keresahan karena tidak khawatir akan kekurangan. Sebab
pada hakikatnya kaya dan miskinnya seseorang bergantung pada kepuasa hatinya, bukan
pada besarnya jumlah harta yang berhasil ia kumpulkan.

Sebagai dinamisator, yaitu kekuatan batiniah yang mendorong seseorang untuk dapat
meraih kemajuan. Orang yang menanamkan sifat qanaah dalam kehidupannya akan
terdorong untuk mencapai kemajuan-kemajuan hidup berlandaskan kemampuan diri, dan
bergantung pada karunia Allah semata. Orang yang qanaah adalah orang yang tidak boros
dan tidak pula kikir. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya:

‫َوا َما ََ َو َّال ِذيْنَ ِإذَآ أ َ ْنفَقُ ْوا لَ ْم يُس ِْرفُ ْوا َولَ ْم َي ْقت ُ ُر ْوا َو َكانَ َب ْينَ ذَالِكَ ق‬
Artinya: “Dan mereka yang apabila memberi nafkah belanja (sedekah) tidak memboros
dan tidak kikir maka pertengahan antara kedua sifat itu.” (Q.S. al-Furqan: 67).
Demikianlah di antara beberapa ciri-ciri orang yang menerapkan qanaah dalam kehidupan
sehari-harinya.
Surah Al Humazah

Surat Al-Humazah 1-8

Artinya: “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak!
Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa
Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke
hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang
yang panjang.”

Asbabun Nuzul
Dalam satu riwayat dikatakan bahwa Utsman dan Ibnu Umar berkata: Masih segar terngiang di
telinga kami bahwa ayat ini ( surah al-Humazah 1-2) turun berkenaan dengan Ubay bin Khalaf,
seorang tokoh Quraisy yang kaya raya dan selalu mengejek dan menghina rasul dengan
kekayaannya.” Demikianlah yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Utsman dan
Ibnu ‘Umar.

Penjelasan Ayat
Surah al-Humazah termasuk golongan Surah Makiyyah, Surah al-Humazah terdiri dari sembilan
ayat. al-Humazah artinya pengumpat, yaitu salah satu sifat tercela dan dilarang oleh agama. Pokok
kandungan surah al- Humazah sebagai berikut:

 Ayat 1, menjelaskan tentang orang yang suka mencela dan mengumpat akan celaka.
 Ayat 2, menjelaskan tentang perilaku orang kafir yang gemar mengumpulkan harta dan
sibuk menghitung kekayaannya, mereka lebih berkonsentrasi pada kehidupan dunia yang
fana.
 Ayat 3, menjelaskan tentang perilaku orang kafir yang menganggap bahwa harta yang
dimiliki bisa membawa pada kesenangan selama-lamanya.
 Ayat 4, Allah menjelaskan bahwa semua anggapan orang kafir itu salah, kekayaan yang
mereka miliki tidak bermanfaat. Mereka akan mendapat balasan dari perbuatannya, yaitu
dilempar ke neraka Hutamah.
 Ayat 5-7, menjelaskan tentang tempat bagi pencela dan pengumpat, yaitu neraka Hutamah
merupakan api neraka yang akan membakar hingga masuk ke dalam hati mereka.
 Ayat 8-9, menjelaskan keadaan mereka ketika berada di neraka hutamah, yaitu tidak dapat
keluar karena sudah ditutup rapat dan mereka diikat di tiang-tiang panjang.
Surah at-Takatsur Ayat 1-8

Surat At-Takasur 1-8

Artinya : ”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam


kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui
dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim,
dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan
di dunia itu).”

Asbabun Nuzul

Surah at-Takatsur turun berkenaan dengan dua kabilah Ansar: Bani Haritsah dan Banil
Harits yang saling menyombongkan diri dengan kekayaan dan keturunannya. Mereka
saling bertanya:” Apakah kalian mempunyai pahlawan segagah dan secekatan si anu?”
Mereka saling menyombongkan diri dengan kedudukan dan kekayaan orang-orang yang
masih hidup. Mereka saling mengajak pergi ke kuburan untuk menyombongkan
kepahlawanan golongannya yang sudah gugur dengan menunjukkan kuburannya. Ayat ini
turun sebagai teguran kepada orang-orang yang hidup bermegah-megah sehingga
ibadahnya kepada Allah terlalaikan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber
dari Ibnu Buraidah)

Penjelasan Ayat

Surah at-Takatsur terdiri dari delapan ayat, termasuk golongan Surat Makiyyah. at-
Takatsur berarti bermegah-megahan. Pokok kandungan surah at-Takatsur adalah tentang
perilaku manusia yang suka bermegah-megahan dalam soal kehidupan duniawi sehingga
menyebabkan melalaikan dari tujuan hidupnya, yaitu taat kepada Allah. Ia baru akan
menyadari kesalahannya jika maut sudah menjemputnya. Allah sangat mencela perilaku
yang bermegah-megahan dan membangga-banggakan status sosial. Allah menjelaskan
bahwa kelak, di akhirat nanti Allah akan menyediakan tempat bagi mereka yaitu neraka
jahim dan mereka benar-benar kekal di dalamnya. Di akhir surah Allah menegaskan bahwa
pada hari kiamat nanti manusia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kenikmatan
yang dimegah-megahkan ketika di dunia itu.
Kandungan surah al- Humazah dan at- Takatsur mempunyai kaitan yang erat, yaitu :
 Surah al-Humazah dan at-Takatsur sama-sama mengungkap tentang perilaku
orang yang membanggakan kemewahan dunia dan bermegah-megahan sehingga
melalaikan kehidupan akhirat.
 Orang yang berperilaku bermegah-megahan menganggap bahwa ia akan
memperoleh kenikmatan yang abadi, padahal kehidupan dunia adalah bersifat
sementara, dan kelak mereka pasti akan dimintai pertanggung jawaban tentang
harta yang dimiliki serta yang mereka bangga-banggakan di dunia.
 Baik surah al-Humazah maupun surah at-Takatsur sama-sama mengiformasikan
tentang ancaman siksa yaitu berupa neraka. Bagi orang yang suka mencela dan
mengumpat akan berada di neraka Hutamah, sedang tempat bagi orang-orang yang
suka bermegah-megahan dan membanggakan harta sehingga melalaikan tujuan
kehdupan hakiki kelak akan berada di neraka Jahim.
Qana’ah
Tamak

Anda mungkin juga menyukai