Oleh :
IKA RIZKIYANTI
21020118420027
2019
I. PENDAHULUAN
Kota Pekalongan termasuk dalam kategori kota bersejarah yang dinominasikan ke
dalam 10 Kota Pusaka di Indonesia. Oleh karena itu melestarikan kawasan bersejarah di
kota ini merupakan isu strategis berkaitan dengan status kota Pekalongan sebagai kota
pusaka tersebut, antara lain adalah beberapa kawasan perkampungan lama, yaitu
kaswasan Kampung Arab, kawasan Kampung Pecinan, kawasan Kampung Kauman dan
kawasan Jetayu yang merupakan kawasan bangunan kolonial.
Kota Pekalongan adalah contoh yang cukup bagus dari kota-kota kolonial
bersejarah di Indonesia yang menunjukkan pengaruh historis dan budaya yang muncul
dari fungsi semula sebagai kota pelabuhan perdagangan yang menghubungkan timur dan
barat. Ini adalah kota bersejarah yang ada di Indonesia dengan warisan multi budaya yang
berasal dari jalur perdagangan VOC dan Pemerintah Hindia Belanda ke Eropa melalui
Timur Tengah, benua India dan sampai China. Kota ini mirip Georgetown kota warisan
dunia di Kota Penang Malaysia yang memberikan kesaksian akan warisan dan tradisi
multi budaya yang hidup di Asia, di sana banyak agama dan budaya Eropa, Asia Barat
dan Asia Timur bertemu dan hidup berdampingan. Mereka mencerminkan gabungan
elemen budaya dari Jawa, Arab dan China dengan Eropa, untuk menciptakan arsitektur,
budaya dan kota yang unik.
Batik juga merupakan ikon utama kota ini, dan sinergi antara ikon batik dan
kawasan bersejarah dapat mendorong terwujudnya Kota Pekalongan sebagai kota pusaka
dan kota budaya. Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di
Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800
atau sebelumnya yang dilatari oleh persoalan politik kekalahan kerajaan Mataram oleh
VOC, mulai jamannya penyerangan Sultan Agung atas Batavia hingga masa kekuasaan
Susuhunan Pakubuwono III di Mataram Surakarta. Menurut data yang tercatat di
Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan
baju. Perkembangan batik yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang Diponegoro
atau perang Jawa pada tahun 1825-1830, dan kekalahan perang tersebut telah mendesak
keluarga kraton Mataram serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah
kerajaan ke timur maupun ke barat. Di daerah timur mereka kemudian menggembangkan
batik di Mojokerto, Tulunggagung, hingga menyebar ke Gresik, Surabaya, dan Madura,
sedangkan ke barat berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan.
Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah berkembang sebelumnya
semakin berkembang.
Karakter suatu kota dapat dikenali melalui elemen-elemen pembentuk kotanya,
seperti path, edge, district, nodes, dan landmark (Lynch, 1960) serta keunikan-keunikan
dan karakteristik suatu tempat akan memperkuat suatu identitas kota. Karakter spesifik
yang membentuk identitas, merupakan suatu pengalaman bentuk dan kualitas ruang kota,
yang disebut sebagai sense of place. Sense of place ini kemudian akan memberikan image
yang spesifik dari suatu kota.
III. ANALISIS
A. Lokasi
Secara geografis Kawasan Jetayu terletak antara 1090 40’10” sampai
dengan 109 41’7” bujur timur dan dan 6053’10” sampai dengan 60 52’17” lintang
selatan. Dengan luas kawasan 60,90 Ha. Adapun batas fisik Kawasan Jetayu
sebagai berikut :
- Sebelah utara : Jalan Kutilang, pertigaan Jalan Jlamprang dan Jalan Truntum
- Sebelah selatan : Jalan Mangga, Jalan Salak dan Jalan Bandung
- Sebelah timur : Jalan Agus Salim, Permukiman Jalan Jlamprang
- Sebelah barat : Jalan Diponegoro, Jalan Cendrawasih dan Jalan Wr.
Supratman
Kawasan Budaya Jetayu Kota Pekalongan dibagi menjadi 5 sub-kawasan
sesuai tema masing-masing sub-kawasan. Hirarki pembagian kawasan meliputi :
Pusat kawasan : Lapangan Jetayu
Sub pusat : 1. Kampung Pecinan Sampangan
2. Kampung Arab Sugihwaras
3. Koridor Jalan Diponegoro
4. Koridor Jalan Jlamprang
Tabel 2
Pembobotan SK Berdasarkan Kelengkapan Elemen-Elemen Pembentuk Citra Kota
Elemen SK 1 SK 2 SK 3 SK 4 SK 5
Landmark 3 3 2 1 1
Path 3 3 3 3 2
District 3 3 2 1 1
Nodes 3 1 1 1 1
Edge 3 2 2 2 2
Total 15 12 10 8 7
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa morfologi kawasan jetayu yang
paling kuat terdapat di sub-kawasan 1 yaitu kawasan Lapangan Jetayu, dimana terdapat
hirarki figure ground yang ditunjukkan dengan adanya solid Museum Batik yang
memiliki hiraki dengan solid disekitarnya. Linkage theory yang paling terlihat berada
di sub-kawasan 1 yaitu kawasan Lapangan Jetayu, dimana jalur terbentuk karena
adanya aktivitas yang mengelingkupinya. Sedangkan theory of place paling kuat
terdapat di sub-kawasan 1 yaitu kawasan Lapangan Jetayu, terdapat aktivitas utama
sebagai kawasan budaya dan peribadatan serta perkantoran.
Berdasarkan hasil analisis melalui skoring tiap sub-kawasan diketahui bahwa
elemen yang memiliki nilai tertinggi berada di sub-kawasan 1 yaitu kawasan Lapangan
Jetayu dimana terdapat landmark utama yaitu Museum Batik, memiliki struktur path
yang baik dan memiliki identitas berupa adanya jalur yang diapit bangunan yang khas
serta memiliki struktur yang baik. Selain itu memiliki struktur distrik yang baik dan
terdapat identitas pada kawasan.
Dari analisis kawasan terhadap 2 teori diatas,
V. DAFTAR PUSTAKA
Lynch, Kevin. 1960. The Image of The City. Cambridge : The MIT Press
Massachusette.
Trancik, Roger. 1986. Finding Lost Space: Theories of Urban Design. New York: Van
Nostrand Reinhold Company.
RTRW Kota Pekalongan Tahun 2009-2029