Anda di halaman 1dari 6

Nama : Indah Median Chandra

NIM : 03031181621027

PEMBUATAN VCO DENGAN METODE PANCINGAN

1.1. Metode Pembuatan VCO


Pada dasarnya prinsip pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) ini adalah
merusak atau memecah protein santan yang masih bersatu dengan air. Pemecahan
emulsi dapat dicapai dengan mengurangi kestabilan emulsi. Kestabilan emulsi
dapat dikurangi dengan membuat tegangan muka pada muka dalam menjadi lebih
kecil dari nilai semula atau membuat tegangan muka luar menjadi lebih besar dari
semula. Pemecahan emulsi tersebut terjadi karena perubahan interaksi antar muka.
Pemecahan emulsi berdasarkan prinsip ini dapat dikerjakan dengan menambah zat
dalam fase tak malar yang dapat menurunkan tegangan muka dalam atau dengan
menambahkan zat dalam fase malar yang dapat menaikkan tegangan muka luar.
Penelitian saat ini telah banyak melakukan pengujian kembali mengenai
proses pembuatan minyak kelapa untuk meningkatkan mutu dan kualitas minyak
kelapa yang lebih baik. Pembuatan minyak kelapa ini dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu metode basah dan metode kering. Metode basah merupakan metode
yang lebih banyak digunakan karena alat yang digunakannya sederhana, hasil
yang diperoleh pada metode ini lebih banyak dan kualitasnya lebih baik.
Berdasarkan pemecahan emulsi santan bisa dilakukan beberapa cara yaitu
dengan cara pemanasan, fermentasi, pengasaman, penambahan garam kalsium
sulfat atau magnesium sulfat (pengendapan protein), dan penambahan minyak
(pancingan). Metode-metode tersebut dapat digunakan berdasarkan pada tingkat
kebutuhan masyarakat karena setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan.
Metode pancingan lebih diminati oleh masyarakat, karena metode tersebut lebih
mudah, cepat, tidak mudah tengik, dan juga dapat menghasilkan minyak yang
berkualitas. Pembuatan VCO bergantung pada beberapa faktor, yaitu biaya yang
dikeluarkan selama proses pembuatan serta ketersediaan bahan yang digunakan.

1.2. Pembuatan VCO dengan Metode Pancingan


Proses pembuatan VCO dengan metode pancingan dilakukan dengan cara
mencampur santan yang akan diubah menjadi minyak dengan minyak pancing
atau minyak kelapa murni hasil fermentasi dengan perbandingan tertentu. Proses
pengolahan VCO dengan cara penambahan minyak pancing ini diawali dengan
pembuatan santan dengan mencampurkan air dengan daging kelapa yang sudah
diparut dengan perbandingan 1 kg kelapa parut dengan 2 L air. Santan tersebut
kemudian didiamkan (diendapkan) selama dua jam. Selama proses pengendapan
akan terjadi pemisahan antara air dan krim. Air akan berada di lapisan bawah dan
krim akan menggumpal di permukaan. Krim tersebut kemudian dipisahkan dan
dilakukan pemancingan dengan memasukkan VCO yang sudah jadi.

Pemancingan dilakukan dengan takaran 3 L krim dicampur dengan 1 L


minyak pancing (3:1). Campuran diaduk hingga rata sekitar 20 menit. Campuran
krim dengan minyak pancing didiamkan selama 6 sampai 7 jam, sehingga terpisah
menjadi tiga bagian. Bagian paling bawah berupa blondo, bagian tengah berupa
air, dan bagian paling atas berupa minyak. Bagian minyak kemudian diambil dan
dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring atau zeolit.

1.3. Prinsip Pembuatan VCO dengan Metode Pancingan


Teknologi pemancingan minyak pada dasarnya memanfaatkan reaksi
kimia sederhana. Santan adalah campuran air dan minyak. Kedua senyawa ini
bersatu karena molekul protein yang mengelilingi molekul minyak. Pemanasan
santan dalam metode tradisional mengakibatkan ikatan protein pelindung molekul
minyak menjadi putus, sehingga molekul minyak, air, dan protein terpisah.
Pembuatan VCO dengan cara modern sebenarnya hampir sama dengan
cara tradisional. Perbedaannya terletak pada penggunaan minyak pancing. Minyak
pancing tersebut berfungsi untuk memecahkan emulsi santan sehingga lemak atau
minyaknya terpisah. Dengan teknik pemancingan, molekul minyak dalam santan
ditarik oleh minyak umpan sampai akhirnya bersatu. Tarikan itu membuat minyak
terlepas dari air dan protein. Teknik pemancingan dasarnya mengubah bentuk
emulsi air dan minyak menjadi minyak dan minyak. Minyak yang dihasilkan
adalah minyak kelapa dengan kualitas tinggi yang disebut VCO.

1.4. Kelemahan Pembuatan VCO dengan Metode Pancingan

Kelemahan pembuatan VCO dengan cara metode pancingan ini adalah


ketersediaan minyak pancing sebagai starter. Petani-petani yang baru pertama kali
mengolah VCO biasanya sulit memperoleh minyak pancing, sehingga metode ini
jarang digunakan. Pemecahan emulsi santan melalui proses fermentasi dengan
penambahan ragi tape sebagai starter tanpa menggunakan minyak pancing lebih
mudah dilakukan. Minyak yang diambil dengan cara pancing tidak memerlukan
penambahan bahan kimia dan proses pemanasan, sehingga kadar air dan zat
pengotornya masih tinggi. Hal ini menyebabkan minyak menjadi cepat bau tengik,
sehingga perlu dilakukan proses adsorpsi pada VCO tersebut. Proses penjernihan
dilakukan dengan cara kimia, yaitu perendaman langsung adsorben karbon aktif
dengan adsorbatnya VCO. Selanjutnya dilakukan pemisahan melalui penyaringan.

1.5. Faktor Mempengaruhi Pembuatan VCO dengan Metode Pancingan


Proses pengolahan pada minyak kelapa dengan menggunakan metode
pancingan memiliki tingkat kegagalan sangat tinggi. Pembuatan minyak kelapa
dengan metode pancingan menghasilkan minyak kelapa yang jernih dan tidak
berwarna. Kualitas minyak kelapa yang dihasilkan sendiri sangat dipengaruhi oleh
kualitas minyak pancingnya dan kualitas kelapa. Minyak akan menjadi racun bagi
tubuh, jika jenis minyak kelapa yang digunakan berkualitas rendah.

Pembuatan VCO yang menggunakan kelapa berkualitas baik, maka


kandungan minyak akan sangat tinggi. Kandungan minyak yang tinggi dalam
pembuatan VCO akan menghasilkan minyak dengan volume tinggi. Kandungan
minyaknya akan sedikit jika buah kelapa yang digunakan dalam pembuatan VCO
berkualitas buruk. Kandungan minyak yang sedikit akan menyebabkan kegagalan
dalam pembuatan VCO. Selain kualitas kelapa yang dapat mempengaruhi
keberhasilan dalam pembuatan VCO, perlu diketahui pula kualitas minyak kelapa
terhadap daya tahan VCO dengan menentukan beberapa faktor. Faktor tersebut
antara lain adalah zat pengotor, viskositas, lama penyimpanan, kadar asam lemak
bebas, kandungan logam, kadar air yang terkandung, dan bilangan penyabunan.

1.6. Kerusakan Minyak Kelapa


Kerusakan minyak terutama terjadi pada waktu pengolahan, pemanasan
bahan, dan penyimpanan. Umumnya, kerusakan tersebut berupa ketengikan, yaitu
kerusakan atau perubahan bau dan rasa dalam minyak. Ketengikan disebabkan
oleh air, cahaya, panas, oksigen, logam, asam, basa, dan enzim. Ketengikan ini
menandakan penurunan mutu minyak. Bau yang timbul tergantung pada jenis
asam lemak yang dibebaskan selama proses kerusakan berlangsung. Asam lemak
bebas terdapat dalam minyak atau lemak sejak bahan tersebut mulai dipanen dan
jumlahnya terus bertambah selama proses pengolahan dan penyimpanan. Minyak
kelapa yang berkualitas baik memiliki warna yang jernih dengan rasa dan bau
yang enak, sedangkan minyak yang mengalami ketengikan biasanya memiliki
warna coklat kekuningan serta bau dan rasa yang tidak enak. Sejumlah perubahan
pada minyak adalah akibat dari reaksi-reaksi panas dan oksidatif yang kompleks.
Sifat dan daya tahan minyak terhadap kerusakan sangat tergantung pada
komponen penyusunnya, terutama kandungan asam lemak dalam minyak. Minyak
yang mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung lebih mudah teroksidasi,
sedangkan yang mengandung lebih banyak asam lemak jenuh lebih mudah
terhidrolisis. Asam lemak umumnya bersifat semakin reaktif terhadap oksigen.
1.6.1. Ketengikan Oksidatif
Proses oksidasi dapat berlangsung apabila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dan minyak. Oksidasi akan mengakibatkan ketengikan pada minyak yang
disebut dengan ketengikan oksidatif. Pada proses oksidasi ini, molekul oksigen
akan terikat pada ikatan ganda dari asam-asam lemak tidak jenuh. Ikatan ganda
dari asam-asam lemak tidak jenuh yang telah mengalami proses oksidasi akan
dipecah membentuk asam lemak rantai pendek, aldehid, dan keton . Hasil yang
terbentuk pada kerusakan minyak atau lemak adalah campuran aldehid, keton, dan
asam lemak bebas dengan berat molekul rendah . Campuran ini menyebabkan
timbulnya bau tengik dan rasa getir yang tidak dikehendaki pada minyak.
1.6.2. Ketengikan Hidrolisis
Penyebab utama terjadinya ketengikan ini adalah adanya kandungan air,
baik yang terdapat di dalam minyak maupun yang berasal dari udara . Dengan
adanya air, lemak dapat mengalami reaksi hidrolisis yang menghasilkan gliserol
dan asam lemak. Reaksi tersebut dipercepat oleh basa, asam, dan enzim. Proses
hidrolisis mudah terjadi pada minyak yang berasal dari bahan dengan kadar air
yang tinggi. Minyak kelapa yang diperoleh melalui proses ekstraksi secara basah
(wet rendering) cenderung memiliki kandungan air yang lebih banyak, sehingga
mudah mengalami kerusakan hidrolisis dan tidak dapat bertahan lama.
1.6.3. Ketengikan Enzimatis
Ketengikan enzimatis adalah ketengikan pada minyak yang disebabkan
oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme, terutama kapang. Kapang dapat
tumbuh pada minyak karena air dan bahan-bahan yang ada dalam minyak
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kapang. Kapang tersebut dapat
menghasilkan enzim lipase yang menguraikan lemak. Enzim lipase menghidrolisis
trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas, sehingga terjadi ketengikan.

1.7. Kualitas VCO yang Dihasilkan dengan Metode Pancingan


Rata-rata kadar minyak yang berada dalam suatu VCO yang dihasilkan
dengan menggunakan metode pancingan memiliki persentase lebih tinggi
dibandingkan dengan menggunakan metode pemanasan bertahap dan fermentasi,
namun tidak berbeda secara signifikan. Rata-rata kadar air dalam VCO yang
dihasilkan dengan menggunakan metode pancingan memiliki persentase lebih
tinggi dibandingkan dengan menggunakan metode pemanasan bertahap dan
metode fermentasi. Hal tersebut dikarenakan metode pemanasan secara bertahap
dapat mengurangi kadar air dalam minyak. Metode fermentasi dan metode
pancingan menghasilkan VCO dengan kadar air sedikit lebih tinggi dari metode
pemanasan bertahap karena pemanasan hanya dilakukan satu kali pada metode
fermentasi dan tidak dilakukan pemanasan pada metode pancingan.
Tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai bilangan peroksida.
Bilangan peroksida dinyatakan dalam miliequivalen dari peroksida dalam setiap
1000 gram minyak atau lemak. Rata-rata bilangan peroksida tertinggi diperoleh
dari VCO yang dihasilkan dengan metode pancing dengan nilai yang tidak
berbeda nyata dari VCO yang dihasilkan dengan metode pemanasan bertahap dan
metode fermentasi. Bilangan peroksida pada metode fermentasi dan metode
pemanasan bertahap bernilai rendah karena adanya proses pemanasan, sehingga
mengurangi peroksida yang terbentuk. Tingginya bilangan peroksida pada metode
pancingan diindikasikan bahwa minyak yang ditambahkan sebagai pemancing
telah mengandung radikal. Radikal ini bereaksi dengan oksigen di udara karena
selama waktu pendiaman santan, wadah tersebut dibiarkan terbuka dan terjadi
reaksi antara radikal dengan oksigen yang menghasilkan peroksida.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. I. 2013. Pengaruh Perbandingan Santan dan Air terhadap Rendemen,


Kadar Air dan Asam Lemak Bebas Virgin Coconut Oil. Jurnal Pangan.
3(6): 2-8.
Fadlana, M. F. 2006. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi Virgin
Coconut Oil (VCO) terhadap Mutu Minyak yang Dihasilkan Selama
Penyimpanan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Intitut Pertanian
Bogor.
Muharun, dkk. 2014. Pengolahan Minyak Kelapa Murni (VCO) dengan Metode
Fermentasi Menggunakan Ragi Tape Merk NKL. Jurnal Teknologi
Pertanian. 3(2): 9−14.
Nurwianiningrum. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Pontoh, J., dkk. 2008. Kualitas Virgin Coconut Oil dari Beberapa Metode
Pembuatan. Chemistry Progress. 1(1): 60−65.
Rahmawati, Y., dkk. 2013. Pemanfaatan Blondo Hasil Samping Pembuatan VCO
sebagai Bahan Tambahan Pembuatan Yogurt. Surabaya: Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Negeri Surabaya.
Subadra, I., dkk. 2002. Activated Carbon Production from Coconut Shell with
(NH4)HCO3 Activator as an Adsorbent in Virgin Coconut Oil Purification.
Prosiding Seminar Nasional DIES ke 50 FMIPA UGM. Physical
Chemistry Laboratory Department of Chemistry Gadjah Mada
University. 1−8.
Syah, A. N. A. 2005. Virgin Coconut Oil: Minyak Penakluk Aneka Penyakit.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Winarti, S., dkk. 2007. Proses Pembuatan VCO (Virgin Coconut Oil) secara
Enzimatis Menggunakan Papain Kasar. Jurnal Teknologi Pertanian. 8(2):
136−141.

Anda mungkin juga menyukai