OLEH:
ASNA AZKIA (J1A013008)
HARDYANTI (J1A013044)
LALU MUHLAS SRIWIJAYA (J1A013064)
NEDIA PRAMESWARI (J1A013088)
NI KETUT LESTARI (J1A013089)
PUTU LAKSMI SHANTI DEWI (J1A013102)
RABIATUL ADAWIYAH (J1A013104)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
kimia,
maupun
organoleptiknya.
Penyimpanan
yang
baik
juga
mempengaruhi kualitas dan mutu minyak wijen itu sendiri. Sifat fisik, kimia dan
organoleptik minyak wijen dapat berubah sesuai dengan perlakuan yang
diberikan. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas bagaimana perubahan
kimia, fisik, dan organoleptik pada pengolahan wijen dan penyimpanannya.
Minyak wijen sangat baik untuk dikonsumsi sehari-hari karena merupakan
salah satu minyak nabati yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi
yang mencapai 84%. Asam lemak tidak jenuh berupa asam oleat dan linoleat yang
diperlukan untuk dapat berlangsungnya fungsi dan pertumbuhan normal semua
jaringan (Ketaren, 2008).
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa itu minyak wijen?
1.2.2. Bagaimana proses pengolahan minyak wijen?
1.2.3. Bagaimana perubahan kimia, fisik, dan organoleptik pada pengolahan
wijen?
1.2.4. Bagaimana cara penyimpanan minyak wijen?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui pengertian dari minyak wijen.
pengolahan wijen.
1.3.4. Mengetahui bagaimana cara penyimpanan minyak wijen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil tanaman wijen sangat bergantung pada lingkungan tumbuh, teknik
budidaya dan varietas yang digunakan (Ram et al., 1990).
dalam negeri pada tahun 2001 sekitar 10.265 ton, sedang produksi dalam negeri
baru sekitar 10.000 ton (Anonim, 2006). Penyebab rendahnya produksi wijen
dalam negeri adalah produktivtas yang rendah serta berkurangnya luas lahan
wijen. Rendahnya hasil wijen disebabkan oleh teknik budidaya yang masih
tradisional dan penggunaan benih dari varietas lokal yang terus menerus tanpa
melalui seleksi (Suprijono et al., 2004). Intensifikasi sangat diperlukan untuk
meningkatkan produktivitas wijen. Intensifikasi dapat dilakukan dengan rekayasa
lingkungan tumbuh, memperbaiki teknis budidaya dan menggunakan varietas
dengan daya hasil tinggi yang sesuai untuk suatu jenis lahan. Selain itu,
peningkatan produksi wijen juga dilakukan dengan penambahan luas areal
budidaya, khususnya pada lahan marginal seperti hasil reklamasi lahan pasir (Elgredy and Mekki, 2005).
BAB III
PEMBAHASAN
Salah satu tanaman yang merupakan sumber minyak nabati adalah wijen.
Biji dari tanaman wijen yang diekstraksi akan menghasilkan minyak yang dikenal
dengan istilah sesame oil. Wijen merupakan tanaman penting penghasil minyak
yang dibudidayakan di daerah tropis maupun sub tropis untuk diambil asam
lemak, protein, vitamin serta asam aminonya. Tanaman sesame memiliki beberapa
keuntungan dalam hal agrikultur seperti biji dan hasil berada pada kondisi baik
pada suhu tinggi, dapat ditanam pada tempat penyimpanan yang lembab tanpa air
hujan dan sistem irigasi, dapat tumbuh baik pada area murni atau digabung
dengan tanaman lain, akarnya dapat menetralkan tanah dan meningkatkan
perambahan air.
Buah sesame berbentuk kapsul dan setiap kapsul mengandung 50 hingga
100 biji. Biji inilah yang diolah untuk diambil asam lemak bebasnya. Berat dari
1000 biji adalah sekitar 2 hingga 4 g. bijinya lembut dan dapat berwarna putih,
kuning, coklat kemerahan atau hitam. Bersifat dikotiledon, albumin, dan oleagin.
Sesame dapat beradaptasi pada wilayah ekuator dan daerah subtropis. Dan tumbuh
baik pada wilayah panas yang kering dan memiliki akar yang dapat mencapai
lapisan air bawah tanah. Di Afrika, sesame umumnya ditanam pada tanah yang
sedikit berpasir dengan
curah hujan sekitar 380 mm. Di India, tanaman ini ditanam pada tanah yang lebih
ringan
pada pH sekitar 5,5 8,2 dan biji matang dalam 80 hingga 140 hari. Wijen
(Sesamum indicum L) merupakan salah satu komoditas sumber minyak nabati.
Minyak dari biji wijen telah digunakan sebagai minyak makan, seasoning, atau
salad oil. Minyak wijen mengandung banyak asam lemak tak jenuh, terutama
asam oleat (C18:1) dan asam linoleat (C18 :2 , Omega-6). Minyak wijen juga
mengandung banyak vitamin E dan komponen fungsional lainnya yang berguna
bagi kesehatan.
Pemanasan
60c selama
menit 5
menit
Wijen 3kg
Minyak
wijen
Pemurnia
n
Pengepresan
Minyak
kasar
Ampas
A. Perubahan Fisik
Menurut Ketaren (1986), pengujian sifat fisik minyak diantaranya adalah
berat jenis dan indeks bias. Namun demikian, viskositas juga merupakan salah
satu parameter penentu kualitas minyak.
Tabel 2. Indeks Bias, Berat Jenis dan Viskositas Minyak Wijen dengan Variasi
Suhu Ekstraksi
Perlakuan
Indeks
(Suhu
(25 oC)
Bias Berat
Jenis
(25 oC)
Ekstraksi)
P1 (40 oC)
1.4711a
0.9184a
P2 (45 oC)
1.4713a
0.9185a
P3 (50 oC)
1.4712a
0.9192b
Keterangan : Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf a= 5 %.
1. Indeks Bias
Variasi suhu ekstraksi minyak wijen pada ketiga perlakuan yaitu suhu
ekstraksi 40 oC, 45 oC dan 50 oC menunjukkan nilai indeks bias yang tidak
berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena suhu proses 40 oC-50 oC diduga tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan ikatan rangkap minyak wijen sehingga
nilai indeks bias pada ketiga perlakuan variasi suhu proses menunjukkan tidak
beda nyata. Nilai indeks bias minyak wijen dengan variasi suhu ekstraksi 40 oC50 oC serupa dengan Weiss (1983) yang menyatakan bahwa nilai indeks bias
minyak wijen pada suhu 25 oC adalah 1,463-1,474.
Nilai indeks bias minyak wijen relatif lebih tinggi bila dibandingkan
dengan minyak lain, misalnya minyak kelapa yang mempunyai nilai indeks bias
sebesar 1,46 (Dewi, 1991). Menurut Ketaren (1986), indeks bias minyak atau
lemak akan meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai karbon yang
panjang dan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap.
2. Berat Jenis
Tabel 2 menunjukkan bahwa minyak wijen perlakuan P1 (suhu ekstraksi
40 oC) dan minyak wijen perlakuan P2 (suhu ekstraksi 45 oC) tidak berbeda
nyata, tetapi berbeda nyata untuk perlakuan P3 (suhu ekstraksi 50 oC). Berat jenis
tertinggi diperoleh pada suhu ekstraksi 50 oC dan berbeda nyata dengan suhu
proses 40 oC dan 45 oC. Hal ini diduga pada suhu proses 50 oC berpengaruh
nyata terhadap komposisi asam lemak minyak wijen, yang selanjutnya
berpengaruh signifikan terhadap berat jenis minyak.
Menurut Michael (1951) dalam Dewi (1991), berat jenis minyak
dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan minyak dan berat molekul (BM) rata-rata
asam lemak penyusunnya. Berat jenis minyak naik dengan naiknya derajat
ketidakjenuhan minyak, tetapi turun apabila BM rata-rata asam lemak
penyusunnya naik. Hasil analisis berat jenis minyak wijen dalam penelitian,
serupa dengan beberapa penelitian sebelumnya tentang berat jenis minyak wijen,
Hilditch (1947) menyebutkan bahwa berat jenis minyak wijen berkisar antara
0,916 0,921, Seegeler (1983) berkisar antara 0,916 0,921 dan Weiss (1983)
berkisar antara 0,922 0,924.
B. Perubahan Kimia
Analisis sifat-sifat kimia minyak wijen meliputi kadar air, asam lemak
bebas (FFA), angka iod, angka peroksida, angka penyabunan, komposisi penyusun
asam lemak, kandungan karoten, kandungan tokoferol dan aktivitas antioksidan
minyak wijen.
1. Kadar Air
Kandungan air dalam minyak merupakan salah satu parameter penentu kualitas
minyak. Semakin tinggi kadar air dalam minyak maka kualitas minyak semakin
rendah karena air merupakan salah satu katalisator reaksi hidrolisis minyak yang
menghasilkan asam lemak bebas. Hasil analisis uji kadar air minyak wijen dengan
variasi suhu proses dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis kadar air pada ketiga
perlakuan (suhu ekstraksi 40 oC, 45 oC dan 50 oC) tidak beda nyata. Diduga suhu
ekstraksi 40 oC-50 oC tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar air minyak
wijen. Analisis kadar air minyak wijen dengan berbagai variasi suhu ekstraksi (40
oC, 45 oC dan 50 oC), telah memenuhi standar SNI yang menyebutkan bahwa
kadar air minyak wijen adalah maksimal 0,3 %.
3.4. Penyimpanan Minyak Wijen
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
DAFTAR PUSTAKA