Anda di halaman 1dari 11

PERUBAHAN KIMIA, FISIK, DAN ORGANOLEPTIK PADA

PENGOLAHAN WIJEN DAN PENYIMPANAN

OLEH:
ASNA AZKIA (J1A013008)
HARDYANTI (J1A013044)
LALU MUHLAS SRIWIJAYA (J1A013064)
NEDIA PRAMESWARI (J1A013088)
NI KETUT LESTARI (J1A013089)
PUTU LAKSMI SHANTI DEWI (J1A013102)
RABIATUL ADAWIYAH (J1A013104)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Wijen merupakan tanaman penting penghasil minyak yang dibudidayakan


di daerah tropis maupun sub tropis untuk diambil asam lemak, protein, vitamin
serta asam aminonya. Salah satu tanaman yang merupakan sumber minyak nabati
adalah wijen. Biji dari tanaman wijen yang diekstraksi akan menghasilkan minyak
yang dikenal dengan istilah sesame oil. Produksi wijen dalam negeri tergolong
rendah, peningkatan produksi wijen dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan
marginal yang sering mengalami cekaman abiotik dengan penggunaan kultivar
berdaya hasil tinggi yang sesuai untuk lahan marginal. Minyak wijen dapat
dikatakan baik apabila memenuhi standar kriteria yg telah ditentukan, dari segi
fisik,

kimia,

maupun

organoleptiknya.

Penyimpanan

yang

baik

juga

mempengaruhi kualitas dan mutu minyak wijen itu sendiri. Sifat fisik, kimia dan
organoleptik minyak wijen dapat berubah sesuai dengan perlakuan yang
diberikan. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas bagaimana perubahan
kimia, fisik, dan organoleptik pada pengolahan wijen dan penyimpanannya.
Minyak wijen sangat baik untuk dikonsumsi sehari-hari karena merupakan
salah satu minyak nabati yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi
yang mencapai 84%. Asam lemak tidak jenuh berupa asam oleat dan linoleat yang
diperlukan untuk dapat berlangsungnya fungsi dan pertumbuhan normal semua
jaringan (Ketaren, 2008).
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa itu minyak wijen?
1.2.2. Bagaimana proses pengolahan minyak wijen?
1.2.3. Bagaimana perubahan kimia, fisik, dan organoleptik pada pengolahan

wijen?
1.2.4. Bagaimana cara penyimpanan minyak wijen?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui pengertian dari minyak wijen.

1.3.2. Mengetahui proses pengolahan minyak wijen.


1.3.3. Mengetahui bagaimana perubahan kimia, fisik, dan organoleptik pada

pengolahan wijen.
1.3.4. Mengetahui bagaimana cara penyimpanan minyak wijen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil tanaman wijen sangat bergantung pada lingkungan tumbuh, teknik
budidaya dan varietas yang digunakan (Ram et al., 1990).

Wijen (Sesamum indicum) merupakan tanaman yang memiliki kandungan


minyak tertinggi pada bijinya (hampir 50 % dari berat bijinya) dibandingkan
dengan tanaman biji yang menghasilkan minyak lainnya (Wiess, 2000). Tetapi
berdasarkan hasil statistik FAO menunjukkan bahwa pada tahun 2006,
produktivitas tanaman wijen hanya mencapai 700 kg/ha sedangkan produktivitas
potensial tanaman wijen dapat mencapai 3000 kg/ha. Selain kesuburan tanah yang
rendah, salah satu alasan yang paling penting dari rendahnya produktivitas wijen
adalah kurang tercukupinya aplikasi nutrisi seperti nitrogen (Wortmann et al.,
2007; weiss, 2000). Pupuk nitrogen merupakan unsur hara esensial yang
mempengaruhi ekosistem pertanian serta produksi tanaman. Nutrisi N
berpengaruh pada proses fisiologis serta produktivitas tanaman (Addiscott, 2005).
Tanaman wijen memiliki keunggulan penting karena dapat tumbuh di
bawah suhu yang cukup tinggi, suplai air yang sedikit, rendahnya tingkat masukan
lain. Peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan penggunaan varietas unggul
dengan hasil yang tinggi serta aplikasi praktek budidaya yang tepat bagi
pertumbuhan tanaman wijen seperti pemupukan, irigasi serta penyiangan gulma.
Penggunaan pupuk organik serta pupuk hayati sangat direkomendasikan untuk
meningkatkan biologis, fisik dan kimia tanah dan untuk mendapatkan produk
pertanian yang berkualitas baik dan bebas polutan (El- Habbasha et al., 2007).
Hasil tanaman wijen sangat bergantung pada lingkungan tumbuh, teknik
budidaya dan varietas yang digunakan (Ram et al., 1990). Kekurangan wijen

dalam negeri pada tahun 2001 sekitar 10.265 ton, sedang produksi dalam negeri
baru sekitar 10.000 ton (Anonim, 2006). Penyebab rendahnya produksi wijen
dalam negeri adalah produktivtas yang rendah serta berkurangnya luas lahan
wijen. Rendahnya hasil wijen disebabkan oleh teknik budidaya yang masih
tradisional dan penggunaan benih dari varietas lokal yang terus menerus tanpa
melalui seleksi (Suprijono et al., 2004). Intensifikasi sangat diperlukan untuk
meningkatkan produktivitas wijen. Intensifikasi dapat dilakukan dengan rekayasa
lingkungan tumbuh, memperbaiki teknis budidaya dan menggunakan varietas
dengan daya hasil tinggi yang sesuai untuk suatu jenis lahan. Selain itu,
peningkatan produksi wijen juga dilakukan dengan penambahan luas areal
budidaya, khususnya pada lahan marginal seperti hasil reklamasi lahan pasir (Elgredy and Mekki, 2005).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Minyak Wijen

Salah satu tanaman yang merupakan sumber minyak nabati adalah wijen.
Biji dari tanaman wijen yang diekstraksi akan menghasilkan minyak yang dikenal
dengan istilah sesame oil. Wijen merupakan tanaman penting penghasil minyak
yang dibudidayakan di daerah tropis maupun sub tropis untuk diambil asam
lemak, protein, vitamin serta asam aminonya. Tanaman sesame memiliki beberapa
keuntungan dalam hal agrikultur seperti biji dan hasil berada pada kondisi baik
pada suhu tinggi, dapat ditanam pada tempat penyimpanan yang lembab tanpa air
hujan dan sistem irigasi, dapat tumbuh baik pada area murni atau digabung
dengan tanaman lain, akarnya dapat menetralkan tanah dan meningkatkan
perambahan air.
Buah sesame berbentuk kapsul dan setiap kapsul mengandung 50 hingga
100 biji. Biji inilah yang diolah untuk diambil asam lemak bebasnya. Berat dari
1000 biji adalah sekitar 2 hingga 4 g. bijinya lembut dan dapat berwarna putih,
kuning, coklat kemerahan atau hitam. Bersifat dikotiledon, albumin, dan oleagin.
Sesame dapat beradaptasi pada wilayah ekuator dan daerah subtropis. Dan tumbuh
baik pada wilayah panas yang kering dan memiliki akar yang dapat mencapai
lapisan air bawah tanah. Di Afrika, sesame umumnya ditanam pada tanah yang
sedikit berpasir dengan
curah hujan sekitar 380 mm. Di India, tanaman ini ditanam pada tanah yang lebih
ringan
pada pH sekitar 5,5 8,2 dan biji matang dalam 80 hingga 140 hari. Wijen
(Sesamum indicum L) merupakan salah satu komoditas sumber minyak nabati.

Minyak dari biji wijen telah digunakan sebagai minyak makan, seasoning, atau
salad oil. Minyak wijen mengandung banyak asam lemak tak jenuh, terutama
asam oleat (C18:1) dan asam linoleat (C18 :2 , Omega-6). Minyak wijen juga
mengandung banyak vitamin E dan komponen fungsional lainnya yang berguna
bagi kesehatan.

3.2 Pengolahan Minyak Wijen

Ada tiga macam proses pengolahan minyak wijen, yaitu dengan


pengepresan dingin, pengepresan panas, dan penyangraian biji wijen. Perlakuan
panas selama proses pengolahan minyak wijen akan mempengaruhi komposisi
asam lemak dan juga senyawa fungsional dalam minyak wijen. Teknik
pengepresan dingin dapat meningkatkan kualitas minyak wijen yang dihasilkan.
Minyak wijen yang dihasilkan dari proses pengepresan dingin ini dikenal dengan
nama virgin sesame oil (VSO).
VSO mempunyai potensi sebagai minyak kesehatan karena mengandung
komponen omega-6 (35,5 49,5 %), omega-9 (37,5 45,4 %) dan beberapa
komponen antioksidan seperti vitamin E, karoten, dan komponen lignan
(Handajani dkk., 2006). Pada penelitian yang terdahulu dilaporkan bahwa VSO
mencegah pertumbuhan kanker, mengurangi total kolesterol dan LDL
(Sukmawati, 2004), dan menurunkan tekanan darah (Sankar, 2005).
Standard virginitas minyak wijen dapat dicapai jika ekstraksi (pengepresan) biji
wijen dilakukan pada suhu proses kurang dari 45 oC atau yang sering disebut
dengan cold press (Handajani dkk., 2006). Namun sejauh ini untuk wijen lokal
Indonesia belum diketahui suhu optimum untuk menghasilkan VSO. Oleh karena
itu perlu dilakukan penelitian pengaruh suhu proses terhadap kualitas minyak
wijen yang meliputi karakteristik fisik, kimia, dan sensorisnya.
Teknologi Pengolahan Minyak Nabati
Pengepresan Mekanis (Mechanichal Expression)
Suatu cara exstraksi minyak atau lemak terutama untuk bahan yang berasal dari
biji-bijian .Cara ini digunakan untuk memisahkan minyak dari bahan yang

berkadar air tinggi (30-70) %. Pada pengepresan mekanis ini diperlukan


pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya.Ada 2 cara
pengepresan mekanis yaitu pengepresan hidraulik dan pengepresan berulir,namun
dalam praktikum kami menggunakan pengepresan hidraulik.
Pengepresan Hidraulik
Pada cara hidraulik pressing, bahan dipress dengan tekanan sekitar 2000 pound
per inchi2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat di
ekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan. Tekanan yang dipergunakan, serta
kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa
pada bungkil bervariasi sekitar 4 6%, tergantung dari lamanya bungkil ditekan
dibawah tekanan hidraulik.
Pengolahan Biji Wijen
Cara pengolahannya yaitu pertama-tama menimbang biji wijen sebanyak 3
Kg,kemudian disangrai sekitar suhu 80 0C selama 15 menit hingga biji wijen
berubah warna kuning kecoklatan.Sehingga kandungan air pada biji wijen
berkurang atau hilang. Setelah disangrai, biji wijen tersebut dihancurkan atau
digiling kemudian dipres menggunakan hydraulyc pressing dengan tekanan
berkisar 2000 pound per inchi2 (140,6 kg/cm = 136 atm) .Sehingga menghasilkan
minyak wijen yang masih kasar dan ampas dari biji wijen tersebut. Minyak wijen
yang masih kasar tersebut, kemudian diekstraksi dengan menambahkan pelarut
organik yaitu etanol dengan kadar 96 % kebutuhan alcohol 50 ml 95 % dengan
perbandingan wijen dengan etanol (3:2)% 30 ml. Tujuan dari penambahan pelarut
organik yaitu untuk mencampurkan minyak kasar dengan pelarut organik tersebut
sehingga kotoran yang ada pada minyak bisa terikat. Minyak dari hasil ekstraksi
kemudian dimurnikan dengan cara distilasi sehingga dapat memisahkan antara
pelarut organik dengan minyak wijen yang sudah murni.

Pemanasan
60c selama
menit 5
menit

Wijen 3kg

Minyak
wijen

Pemurnia
n

Pengepresan

Minyak
kasar

Ampas

Skema Gb. Proses Pengolahan Minyak Nabati Biji Wijen


3.3. Perubahan Minyak Wijen

A. Perubahan Fisik
Menurut Ketaren (1986), pengujian sifat fisik minyak diantaranya adalah
berat jenis dan indeks bias. Namun demikian, viskositas juga merupakan salah
satu parameter penentu kualitas minyak.
Tabel 2. Indeks Bias, Berat Jenis dan Viskositas Minyak Wijen dengan Variasi
Suhu Ekstraksi
Perlakuan

Indeks

(Suhu

(25 oC)

Bias Berat

Jenis

(25 oC)

Ekstraksi)
P1 (40 oC)
1.4711a
0.9184a
P2 (45 oC)
1.4713a
0.9185a
P3 (50 oC)
1.4712a
0.9192b
Keterangan : Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf a= 5 %.
1. Indeks Bias

Variasi suhu ekstraksi minyak wijen pada ketiga perlakuan yaitu suhu
ekstraksi 40 oC, 45 oC dan 50 oC menunjukkan nilai indeks bias yang tidak
berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena suhu proses 40 oC-50 oC diduga tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan ikatan rangkap minyak wijen sehingga
nilai indeks bias pada ketiga perlakuan variasi suhu proses menunjukkan tidak
beda nyata. Nilai indeks bias minyak wijen dengan variasi suhu ekstraksi 40 oC50 oC serupa dengan Weiss (1983) yang menyatakan bahwa nilai indeks bias
minyak wijen pada suhu 25 oC adalah 1,463-1,474.
Nilai indeks bias minyak wijen relatif lebih tinggi bila dibandingkan
dengan minyak lain, misalnya minyak kelapa yang mempunyai nilai indeks bias
sebesar 1,46 (Dewi, 1991). Menurut Ketaren (1986), indeks bias minyak atau
lemak akan meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai karbon yang
panjang dan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap.
2. Berat Jenis
Tabel 2 menunjukkan bahwa minyak wijen perlakuan P1 (suhu ekstraksi
40 oC) dan minyak wijen perlakuan P2 (suhu ekstraksi 45 oC) tidak berbeda
nyata, tetapi berbeda nyata untuk perlakuan P3 (suhu ekstraksi 50 oC). Berat jenis
tertinggi diperoleh pada suhu ekstraksi 50 oC dan berbeda nyata dengan suhu
proses 40 oC dan 45 oC. Hal ini diduga pada suhu proses 50 oC berpengaruh
nyata terhadap komposisi asam lemak minyak wijen, yang selanjutnya
berpengaruh signifikan terhadap berat jenis minyak.
Menurut Michael (1951) dalam Dewi (1991), berat jenis minyak
dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan minyak dan berat molekul (BM) rata-rata
asam lemak penyusunnya. Berat jenis minyak naik dengan naiknya derajat
ketidakjenuhan minyak, tetapi turun apabila BM rata-rata asam lemak
penyusunnya naik. Hasil analisis berat jenis minyak wijen dalam penelitian,
serupa dengan beberapa penelitian sebelumnya tentang berat jenis minyak wijen,
Hilditch (1947) menyebutkan bahwa berat jenis minyak wijen berkisar antara
0,916 0,921, Seegeler (1983) berkisar antara 0,916 0,921 dan Weiss (1983)
berkisar antara 0,922 0,924.
B. Perubahan Kimia

Analisis sifat-sifat kimia minyak wijen meliputi kadar air, asam lemak
bebas (FFA), angka iod, angka peroksida, angka penyabunan, komposisi penyusun
asam lemak, kandungan karoten, kandungan tokoferol dan aktivitas antioksidan
minyak wijen.
1. Kadar Air
Kandungan air dalam minyak merupakan salah satu parameter penentu kualitas
minyak. Semakin tinggi kadar air dalam minyak maka kualitas minyak semakin
rendah karena air merupakan salah satu katalisator reaksi hidrolisis minyak yang
menghasilkan asam lemak bebas. Hasil analisis uji kadar air minyak wijen dengan
variasi suhu proses dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis kadar air pada ketiga
perlakuan (suhu ekstraksi 40 oC, 45 oC dan 50 oC) tidak beda nyata. Diduga suhu
ekstraksi 40 oC-50 oC tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar air minyak
wijen. Analisis kadar air minyak wijen dengan berbagai variasi suhu ekstraksi (40
oC, 45 oC dan 50 oC), telah memenuhi standar SNI yang menyebutkan bahwa
kadar air minyak wijen adalah maksimal 0,3 %.
3.4. Penyimpanan Minyak Wijen

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai